BAB IPENDAHULUAN
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal
ginjal akut (GGA, acute renal failure [ARF]) merupakan salah satu
sindrom dalam bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir
menunjukkan peningkatan insidens. Beberapa laporan dunia
menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,5-0,9% pada
komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga
20% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU),
dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar
25% hingga 80%.Insidens di negara berkembang, khususnya di
komunitas, sulit didapatkan karena tidak semua pasien AKI datang ke
rumah sakit. Diperkirakan bahwa insidens nyata pada komunitas jauh
melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens AKI antara lain
dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang
menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat terdiagnosis. Selain itu,
juga disebabkan oleh peningkatan nyata kasus AKI akibat
meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit komorbid yang
beragam, meningkatnya jumlah prosedur transplantasi organ selain
ginjal, intervensi diagnostik dan terapeutik yang lebih
agresif.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Definisi dan Kriteria DiagnosisSecara konseptual AKI
adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti
kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen,
dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya
normal (AKI klasik) atau tidak normal (acute on chronic kidney
disease). Dahulu, hal di atas disebut sebagai gagal ginjal akut dan
tidak ada definisi operasional yang seragam, sehingga parameter dan
batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada
berbagai kepustakaan. Hal itu menyebabkan permasalahan antara lain
kesulitan membandingkan hasil penelitian untuk kepentingan
meta-analisis, penurunan sensitivitas kriteria untuk membuat
diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap
penyakit yang diharapkan dapat menggambarkan prognosis pasien.Atas
dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang
beranggotakan para nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun
2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI. Penggantian istilah
renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat
awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury dianggap
lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. Kriteria yang
melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain (1)
kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap penyakit; (2) sedikit
saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mempengaruhi
prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi
penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output (UO)
yang seringkali mendahului peningkatan Cr serum; (4) penetapan
gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat
belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal
yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja. ADQI mengeluarkan
sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3
kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG
atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi
ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal,
seperti yang terlihat pada tabel 1.Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan
Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007KategoriPeningkatan kadar Cr
serumPenurunan LFGKriteria UO
Risk 1,5 kali nilai dasar> 25% nilai dasar< 0,5 mL/kg/jam,
6 jam
Injury 2,0 kali nilai dasar> 50% nilai dasar< 0,5
mL/kg/jam, 12 jam
Failure 3,0 kali nilai dasar atau 4 mg/dL dengan kenaikan akut
0,5 mg/dL> 75% nilai dasar< 0,3 mL/kg/jam, 24 jam atau anuria
12 jam
Loss Penurunan fungsi finjal menetap selama lebih dari 4
minggu
End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3
bulan
Kriteria RIFLE sudah diuji dalam berbagai penelitian dan
menunjukkan kegunaaan dalam aspek diagnosis, klasifikasi berat
penyakit, pemantauan perjalanan penyakit dan prediksi mortalitas.
Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah
kolaborasi nefrolog dan intensivis internasional, mengajukan
modifikasi atas kriteria RIFLE. AKIN mengupayakan peningkatan
sensitivitas klasifikasi dengan merekomendasikan (1) kenaikan kadar
Cr serum sebesar >0,3 mg/dL sebagai ambang definisi AKI karena
dengan kenaikan tersebut telah didapatkan peningkatan angka
kematian 4 kali lebih besar (OR=4,1; CI=3,1-5,5); (2) penetapan
batasan waktu terjadinya penurunan fungsi ginjal secara akut,
disepakati selama maksimal 48 jam (bandingkan dengan 1 minggu dalam
kriteria RIFLE) untuk melakukan observasi dan mengulang pemeriksaan
kadar Cr serum; (3) semua pasien yang menjalani terapi pengganti
ginjal (TPG) diklasifikasikan dalam AKI tahap 3; (4) pertimbangan
terhadap penggunaan LFG sebagai patokan klasifikasi karena
penggunaannya tidak mudah dilakukan pada pasien dalam keadaan
kritis. Dengan beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F pada
kriteria RIFLE secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN
tahap 1, 2, dan 3. Kategori LE pada kriteria RIFLE menggambarkan
hasil klinis (outcome) sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan.
Klasifikasi AKI menurut AKIN dapat dilihat pada tabel 2. Sebuah
penelitian yang bertujuan membandingkan kemanfaatan modifikasi yang
dilakukan oleh AKIN terhadap kriteria RIFLE gagal menunjukkan
peningkatan sensitivitas, dan kemampuan prediksi klasifikasi AKIN
dibandingkan dengan kriteria RIFLE.Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan
kriteria AKIN, 2005.TahapPeningkatan kadar Cr serumKriteria UO
1 1,5 kali nilai dasar atau peningkatan 0,3 mg/dL< 0,5
mL/kg/jam, 6 jam
2 2,0 kali nilai dasar< 0,5 mL/kg/jam, 12 jam
3 3,0 kali nilai dasar atau 4 mg/dL dengan kenaikan akut 0,5
mg/dL atau inisiasi terapi pengganti ginjal< 0,3 mL/kg/jam, 24
jam atau anuria 12 jam
II. 2 Klasifikasi EtiologiEtiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok
utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang
menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara
langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI
renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi
saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI
sangat tergantung dari tempat terjadinya AKI. Salah satu cara
klasifikasi etiologi AKI dapat dilihat pada tabel 3.Tabel 3.
Klasifikasi Penyebab AKI (Dimodifikasi)AKI Prarenal
I. Hipovolemia Kehilangan cairan pada ruang ketiga,
ekstravaskularKerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia,
obstruksi usus Kehilangan darah Kehilangan cairan ke luar
tubuhMelalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui
saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui
kulit (luka bakar)II. Penurunan curah jantung Penyebab miokard:
infark, kardiomiopati Penyebab perikard: tamponade Penyebab
vaskular pulmonal: emboli pulmonal Aritmia Penyebab katup
jantungIII. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
Penurunan resistensi vaskular periferSepsis, sindrom hepatorenal,
obat dalam dosis berlebihan (contoh: barbiturat), vasodilator
(nitrat, antihipertesi) Vasokonstriksi ginjalHiperkalsemia,
norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus, amphotericin B
Hipoperfusi ginjal lokalStenosis a. Renalis, hipertensi malignaIV.
Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal Kegagalan
penurunan resistensi arteriol aferenPerubahan struktural (usia
lanjut, aterosklerosis, hipertensi kronik, PGK (penyakit ginjal
kronik), hipertensi maligna), penurunan prostaglandin (penggunaan
OAINS, COX-2 inhibitor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis,
hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus,
radiokontras) Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
Penggunaan penyekat ACE, ARB Stenosis a. renalisV. Sindrom
hiperviskositas Mieloma multipel, makroglobulinemia,
polisitemia
AKI Renal/intrinsik
I. Obstruksi renovaskular Obstruksi a. Renalis (plak
aterosklerosis, trombosis, emboli, diseksi aneurisma, vaskulitis),
obstruksi v. Renalis (trombosis, kompresi)II. Penyakit glomerulus
atau mikrovaskular ginjal Glomerulonefritis, vaskulitisIII.
Nekrosis tubular akut (Acute Tuular Necrosis, ATN) Iskemia (serupa
AKI prarenal) Toksin Eksogen (radiokontras, siklosporin,
antibiotik, kemoterapi, pelarut organik, asetaminofen), endogen
(rabdomiolisis, hemolisis, asam urat, oksalat, mieloma)IV. Nefritis
interstitial Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril),
infeksi (bakteri, viral, jamur), infiltrasi (limfoma, leukimia,
sarkoidosis), idiopatikV. Obstruksi dan deposisi intratubular
Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat,
sulfonamidaVI. Rejeksi alograf ginjal
AKI Pascarenal
I. Obstruksi ureter Batu, gumpalan darah, papila ginjal,
keganasan, kompresi eksternalII. Obstruksi leher kandung kemih
Kandung kemih neurogeik, hipertrofi prostat, batu, keganasan,
darahIII. Obstruksi uretra Striktur, katup kongenital, fimosis
Pada sebuah studi di ICU sebuah rumah sakit di Bandung selama
pengamatan tahun 2005-2006, didapatkan penyebab AKI (dengan
dialisis) terbanyak adalah sepsis (42%), disusul dengan gagal
jantung (28%), AKI pada penyakit ginjal kronik (PGK) (8%), luka
bakar dan gastroenteritis akut (masing-masing 3%).II. 3
PatofisiologiUnit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron.
Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman yang mengitari kapiler
glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan
tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus
pengumpul.Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu
mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan
dalam autoregulasi ini adalah: Reseptor regangan miogenik dalam
otot polos vascular arteriol aferen Timbal balik
tubuloglomerularSelain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon
lain juga dapat mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal
pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada
keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan
mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya
mengaktifasi sistem saraf simpatis, sistem rennin-angiotensin serta
merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan
curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme
otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent
yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric
oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama
dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. Pada hipoperfusi ginjal
yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi
tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami
vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan
reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal
ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural
dari ginjal.Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki
homeostasis intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal
bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID
terutama pada pasien pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar
serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal.
Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi,
penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat
bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan keadaan yang
merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah
ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan
nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu
gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah
ditutupnya arteri renalis.Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan
vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada
NTA terjadi kelainan vascular dan tubular Pada kelainan vaskuler
terjadi:1. Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent
glomerolus yang menyebabkan sensitifitas terhadap
substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.2.
Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel
endotel vaskular ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan
ET-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide
yang bearasal dari endotelial NO-sintase.3. Peningkatan mediator
inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang
selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion
molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan
perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan
menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses
di atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal
yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Gambar 1. Patofisiologi gagal ginjal akut di renal.
Pada kelainan tubular terjadi:1. Peningkatan Ca2+, yang
menyebabkan peningkatan calpain sitosolik phospholipase A2 serta
kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan sitoskeleton.
Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-ATP ase
yang selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium di
tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke maculadensa. Hal
tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler.2.
Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan
menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel.3. Obstruksi tubulus,
mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler
akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada
thick assending limb diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang
disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian
berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi berupa gel
dengan adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus
distalis. Gel polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang
terlepas baik sel yang sehat, nekrotik maupun yang apoptopik,
mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan
membentuk silinder-silinder yang menyebabkan obstruksi tubulus
ginjal.4. Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari
cairan intratubuler masuk ke dalam sirkulasi peritubuler.
Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama yang akan
menyebabkan penurunan GFR.
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari
keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi
intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena
deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein (
mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada
pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis
papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan
retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor,
hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA
post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli
buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral
dimana ginjal satunya tidak berfungsi.Pada fase awal dari obstruksi
total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan
peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh
prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi
penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh
tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat
tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik,
ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan
tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah
ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu
tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran
mediator inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan
fibrosis interstisial ginjal.
Gambar 2. Batu pada ginjalII. 4 Pendekatan Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan
yang telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah
keadaan tersebut memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan
akut pada PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua
keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi
penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan
perjalanan penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan
tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya
berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan
membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal
polikistik. Upaya pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada
penentuan etiologi, tahap AKI, dan penentuan komplikasi.II. 4.1
Pemeriksaan KlinisPetunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah
gejala haus, penurunan UO dan berat badan dan perlu dicari apakah
hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS, penyekat ACE dan
ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi
ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP),
penurunan turgor kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati
kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis.
Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan
status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal
toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik
ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam urat).
Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan
tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis
akut, atau hipertensi maligna. AKI pascarenal dicurigai apabila
terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik akibat distensi
pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri
pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan
obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala
obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan
colok dubur menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat.
Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan
antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom.II. 4.2
Pemeriksaan PenunjangDari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan
berbagai penanda inflamasi glomerulus, tubulus, infeksi saluran
kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang
didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI
pascarenal juga menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun
hematuria dan piuria dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau
penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast yang
dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented muddy
brown granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat
ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau
nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented muddy
brown granular cast pada nefritis interstitial. Hasil pemeriksaan
biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas
urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada
penentuan tipe AKI, seperti yang terlihat pada tabel 4).Tabel 4.
Kelainan Analisis urinIndeks diagnosisAKI prarenalAKI renal
Urinalisis Silinder hialinAbnormal
Gravitasi spesifik>1,020~1010
Osmolalitas urin (mmol/kgH2O)>500~300
Kadar natrium urin (mmol/L)40)
Fraksi ekskresi natrium (%)1
Fraksi ekskresi urea (%)35
Rasio Cr urin/ Cr plasma>4086,5 mEq/l), asidosis berat (pH200
mg/dl), edema paru, ensefalopati uremikum, perikarditis uremikum,
neuropati atau miopati uremikum, disnatremia berat (Na>160 mEq/l
atau 7.2 )Batasi asupan diit fosfat ( 15 mg/dLBatasi asupan protein
(0,8-1 g/kgBB/hari) jika tidak dalam kondisi katabolicKarbohidrat
100 g/hariNutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan klinik
lama atau katabolik
II. 6 PrognosisMortalitas bergantung keadaan klinik dan derajat
gagal ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek
prognosisnya, adanya infeksi yang menyertai, perdarahan
gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosis.
Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan
terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas
(15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia,
dan sebagainya. Pasien dengan AKI yang menjalani dialysis angka
kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini,
dan terapi dini perlu ditekankan.
BAB IIIKESIMPULAN
Istilah gangguan ginjal akut/ acute kidney injury sebaiknya
menggantikan istilah gagal ginjal akut/ARF. Istilah gangguan ginjal
akut memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai proses GGA
dengan dibuatnya kriteria RIFLE/AKIN.Kriteria RIFLE dan AKIN
memberikan cara berpikir baru dalam memahami GGA, pentahapan dari
GGA, standardisasi dalam definisi sehingga ada keseragaman dalam
mendeskripsikan GGA. Keseragaman ini akan mendorong upaya
pencegahan, pengobatan, dan penelitian yang seragam.Hasil akhir
yang diharapkan adalah tatalaksana atau penanganan GGA yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Stein,Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. panduan klinik ilmu
penyakit dalam.edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2001. Dennis L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci. Harrison's
Principles of Internal Medicine 16th Edition. USA : McGraw-Hill,
2004. Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
editors. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.Nissenson. Epidemiology and
pathogenesis of acute renal failure in the ICU. Kidney
International 1998; 53; 7-10.Dong-Min Kim, 1 Dae Woong Kang, 1 Jong
O Kim. Acute Renal Failure due to Acute Tubular Necrosis caused by
Direct Invasion of Orientia tsutsugamushi. J. Clin. Microbiol 2007;
1128. Stapleton FB,Jones DP, Green RS. Acute renal failure in
neonates: Incidence, etiology and outcome. Pediatr Nephrol 1987; 1;
314-320. Altntepe, Gezgin, Tonbul. Etiology and prognosis in 36
acute renal failure cases related to pregnancy in central anatolia.
Eur J Gen Med 2005; 2(3): 110-113.Boediwarsono.Gagal ginjal akut.
segi praktis pengobatan penyakit dalam.Surabaya : Penerbit PT Bina
Indra Karya 1985.Takaoka, Kuro, Matsumura. Role of endothelin in
the pathogenesis of acute renal failure. Drug News Perspect 2000,
13(3): 141.Yagil, Myers, Jamison. Course and pathogenesis of
postischemic acute renal failure in the rat. Am J Physiol Renal
Physiol 1988; 255.Jacob. Acute renal failure. Indian J Anaesth
2003; 47(5):367-372REFERAT(Periode 5 Januari 15 Maret 2015)ACUTE
KIDNEY INJURY
Disusun oleh :Dicha Oseanni Andriswari1102010076Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Pasar Rebo
Pembimbing :dr. Ariadi Humardhani Sp. PD
SMF PENYAKIT DALAMRSUD PASAR REBO JAKARTAFAKULTAS
KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSIFebruari 20151