Top Banner
Pendahuluan Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem imunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses peritonsil. Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun. 1 Abses peritonsil termasuk salah satu abses leher bagian dalam. Selain abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring, dan angina ludavici (Ludwig’s angina), atau abses submandibula juga termasuk abses leher bagian dalam. Abses leher dalam terbentuk di antara fascia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Penjalaran infeksi disebabkan oleh perembesan peradangan melalui kapsula tonsil. Peradangan akan mengakibatkan terbentuknya abses dan biasanya unilateral. Gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi. 2 1
30

Referat Abses Peritonsil RSPAD

Dec 22, 2015

Download

Documents

Referat Abses Peritonsil
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Pendahuluan

Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering

terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang

menurun sistem imunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang

signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan

perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel

penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang

untuk berkembangnya abses peritonsil. Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang

berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap

tahun.1

Abses peritonsil termasuk salah satu abses leher bagian dalam. Selain

abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring, dan angina ludavici (Ludwig’s angina),

atau abses submandibula juga termasuk abses leher bagian dalam. Abses leher dalam

terbentuk di antara fascia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai

sumber seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.

Penjalaran infeksi disebabkan oleh perembesan peradangan melalui kapsula tonsil.

Peradangan akan mengakibatkan terbentuknya abses dan biasanya unilateral. Gejala dan

tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi.2

Abses peritonsil adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada bagian kepala

dan leher. Gabungan dari bakteri aerob dan anaerob di daerah peritonsilar. Tempat yang

biasa terjadi abses adalah di bagian pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan

palatum superior.3

Abses peritonsil terbentuk karena penyebaran organisme bakteri yang menginfeksi

tenggorokan pada satu ruangan areolar yang longgar disekitar faring yang biasa

menyebabkan pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus bagian kapsul tonsil,

tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring.4

1

Page 2: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Peritonsillar abscess (PTA) merupakan kumpulan/timbunan (accumulation)

pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar yang

terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis.

2

Page 3: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Pembahasan

Anatomi Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat

dengan kriptus di dalamnya Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid),

tonsil palatina, dan tonsil lingual yang ketiga- tiganya membentuk lingkaran yang disebut

cincin Waldeyer. 5

3

Page 4: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil

pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar

posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-

masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak

selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa

supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: 3

Lateral : Muskulus konstriktor faring superior

Anterior : Muskulus palatoglosus

Posterior : Muskulus palatofaringeus

Superior : Palatum mole

Inferior : Tonsil lingual

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi

invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan

tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular

dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan

tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering

saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.2

4

Page 5: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Fosa Tonsil

Fosa tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya terletak tonsil palatina, dibatasi

oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah muskulus palatoglosus atau

disebut pilar posterior, batas lateral atau dinding luarnya adalah muskulus konstriktor faring

superior. 6

Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari

palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang

ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah

meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar

pilar posterior tidak terluka.7 Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas

pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan

dinding lateral faring.6,7

Kapsul Tonsil

Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat,

yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini,

tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi

5

Page 6: Referat Abses Peritonsil RSPAD

4/5 bagian tonsil. Kapsul tonsil mempunyai trabekula yang berjalan ke dalam parenkim.

Trabekula ini mengandung pembuluh darah, saraf-saraf dan pembuluh eferen.7

Kriptus Tonsil

Kriptus tonsil berbentuk saluran yang tidak sama panjang dan masuk ke bagian

dalam jaringan tonsil. Umumnya terdiri dari 8-20 buah dan kebanyakan terjadi penyatuan

beberapa kriptus. Permukaan kriptus ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel

permukaan medial tonsil. Saluran kriptus ke arah luar, biasanya bertambah luas. Pada

fosa supratonsil, kriptus meluas kearah bawah dan luar, maka fosa ini dianggap pula

sebagai kriptus yang besar. Hal ini membuktikan adanya sisa perkembangan berasal dari

kantong brakial ke II. Secara klinik terlihat bahwa kriptus merupakan sumber infeksi, baik

lokal maupun sistemik karena dapat terisi sisa makanan, epitel yang terlepas dan

kuman.7

Plika Triangularis

Di antara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika

triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio.

Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat.

Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal

lidah.6,7

Kadang-kadang plika triangularis membentuk suatu kantong atau saluran buntu.

Keadaan ini dapat merupakan sumber infeksi lokal maupun umum karena kantong

tersebut terisi sisa makanan atau kumpulan debris.6,7

Perdarahan

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu

1. Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteritonsilaris dan

arteri palatina asenden.

2. Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden.

3. Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal.

6

Page 7: Referat Abses Peritonsil RSPAD

4. Arteri faringeal asenden .

Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan

bagian posterior oleh arteri palatina asenden,

diantara kedua daerah tersebut diperdarahi

oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil

diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan

arteri palatina desenden.

Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada

bagian luar m.konstriktor superior dan

memberikan cabang untuk tonsil dan

palatum mole. Arteri palatina asenden,

mengirimkan cabang-cabang melalui

m.konstriktor superior melalui tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan

cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal

naik ke pangkal lidah dan mengirimkan cabangnya ke tonsil, pilar anterior, dan pilar

posterior. Arteri palatina desenden atau arteri palatina minor atau arteri palatina

posterior memperdarahi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk

anastomosis dengan arteri palatina asenden.7,8

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari

faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus

faringeal.8

Perdarahan adenoid berasal dari cabang-cabangarteri maksila interna. Disamping

memperdarahi adenoid pembuluh darah ini juga memperdarahi sinus sphenoid.

Aliran Getah Bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan

menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep

jugular node) bagian superior di bawah muskulus

sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks

7

Page 8: Referat Abses Peritonsil RSPAD

dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening

eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. 4

Persarafan

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang

serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari

cabang desenden lesser palatine nerves.

Ruang Peritonsil

Ruang peritonsil digolongkan sebagai ruang intrafaring walaupun secara anatomi

terletak di antara fasia leher dalam. Ruang peritonsil merupakan salah satu dari ruang leher

dalam, pembagian ruang peritonsil antara lain menjadi :

1. Ruang yang mencakup seluruh panjang leher.

a. Ruang retrofaring

b. Ruang bahaya

c. Ruang vaskular viseral

2. Ruang yang terbatas pada sebelah atas os hyoid.

a. Ruang faringomaksila

b. Ruang submandibula

c. Ruang parotis

d. Ruang masticator

e. Ruang peritonsil

f. Ruang temporal

3. Ruang yang terbatas pada sebelah bawah os hyoid.

a. Ruang visceral anterior

8

Page 9: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Dinding medial ruang peritonsil dibentuk oleh kapsul tonsil, yang terbentuk dari

fasia faringo-basilar dan menutupi bagian lateral tonsil. Dinding lateral ruang peritonsil

dibentuk oleh serabut horizontal otot konstriktor superior dan serabut vertikal otot

palatofaringeal.8

Pada sepertiga bawah permukaan bagian dalam tonsil, serabut-serabut otot

palatofaringeal meninggalkan dinding lateral dan meluas secara horizontal menyeberangi

ruang peritonsil kemudian menyatu dengan kapsul tonsil. Hubungan ini disebut

ligamen triangular atau ikatan tonsilofaring.8

Batas-batas superior, inferior, anterior dan posterior ruang peritonsil ini juga

dibentuk oleh pilar-pilar anterior dan posterior tonsil.7,8

Abses Peritonsil

Abses peritonsil adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada bagian kepala

dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di daerah peritonsilar. Tempat yang

bisa berpotensi terjadinya abses adalah adalah didaerah pillar tonsil anteroposterior, fossa

piriform inferior, dan palatum superior.1

Abses Peritonsil (PTA) merupakan kumpulan/timbunan (accumulation) pus (nanah)

yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil

dari suppurative tonsillitis. 1

Abses peritonsil merupakan infeksi akut atau abses yang berlokasi di spatium

peritonsiler, yaitu daerah yang terdapat di antara tonsil dengan m. kontriktor superior,

biasanya unilateral dan didahului oleh infekrsi tonsilopharingitis akut 5-7 hari sebelumnya.1

Epidemiologi

Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi

pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun

sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada

9

Page 10: Referat Abses Peritonsil RSPAD

anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti

menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral

untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses

peritonsiler. Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000

orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun. 1

Etiologi

Abses peritonsil terjadi sebagai akibat dari komplikasi tonsilitis akut atau infeksi

yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman

penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis.5

Abses peritonsil disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun

yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses

peritonsil adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus),

Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang

berperan adalah Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, dan Peptostreptococcus sp.

Untuk kebanyakan abses peritonsil diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme

aerobik dan anaerobik.5 Sedangkan virus yang dapat menyebabkan abses peritonsil antara

lain Epstein-Barr, adenovirus, influenza A dan B, herpes simplex, dan parainfluenza.

Patofisiologi

Patologi abses peritonsil belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling

banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsilitis eksudatif pertama

menjadi peritonsilitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank

abscess formation).

Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh

karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini,

sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di

bagian inferior, namun jarang. Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain

pembengkakan tampak juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi

10

Page 11: Referat Abses Peritonsil RSPAD

supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan.

Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil ke tengah, depan, bawah, dan uvula

bengkak terdorong ke sisi kontra lateral.5

Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan

iritasi pada m. pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan,

sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.5 Selain itu, abses peritonsil terbukti dapat timbul de

novo tanpa ada riwayat tonsilitis kronis atau berulang (recurrent) sebelumnya. Abses

peritonsil dapat juga merupakan suatu gambaran (presentation) dari infeksi virus Epstein-

Barr (mononucleosis).9

Manifestasi Klinis

Beberapa gejala klinis abses peritonsil antara lain berupa pembengkakan awal

hampir selalu berlokasi pada daerah palatum mole di sebelah atas tonsil yang

menyebabkan tonsil membesar ke arah

medial. Onset gejala abses peritonsil

biasanya dimulai sekitar 3 sampai 5 hari

sebelum pemeriksaan dan diagnosis.10

Gejala klinis berupa rasa sakit di

tenggorok yang terus menerus hingga

keadaan yang memburuk secara progresif

walaupun telah diobati. Rasa nyeri terlokalisir, demam tinggi, (sampai 40°C), lemah dan

mual. Odinofagi dapat merupakan gejala menonjol dan pasien mungkin mendapatkan

kesulitan untuk makan bahkan menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi

ludah sehingga terjadi hipersalivasi dan ludah seringkali menetes keluar. Keluhan

lainnya berupa mulut berbau (foetor ex ore), muntah (regurgitasi) sampai nyeri alih ke

telinga (otalgi). Trismus akan muncul bila infeksi meluas mengenai otot-otot pterigoid.10

11

Page 12: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Penderita mengalami kesulitan

berbicara, suara menjadi seperti suara hidung,

membesar seperti mengulum kentang panas

(hot potato’s voice) karena penderita

berusaha mengurangi rasa nyeri saat membuka

mulut.10 Seperti dikutip dari Finkelstein9,

Ferguson mendefinisikan hot potato voice

merupakan suatu penebalan pada suara.

Pada pemeriksaan tonsil, ada

pembengkakan unilateral, karena jarang kedua tonsil terinfeksi pada waktu bersamaan.

Bila keduanya terinfeksi maka yang kedua akan membengkak setelah tonsil yang satu

membaik. Bila terjadi pembengkakan secara bersamaan, gejala sleep apnea dan

obstruksi jalan nafas akan lebih berat. Pada pemeriksaan fisik penderita dapat

menunjukkan tanda-tanda dehidrasi dan pembengkakan serta nyeri kelenjar servikal /

servikal adenopati. Di saat abses sudah timbul, biasanya akan tampak pembengkakan

pada daerah peritonsilar yang terlibat disertai pembesaran pilar-pilar tonsil atau palatum

mole yang terkena.10

Tonsil sendiri pada umumnya tertutup oleh jaringan sekitarnya yang membengkak

atau tertutup oleh mukopus. Timbul pembengkakan pada uvula yang mengakibatkan

terdorongnya uvula pada sisi yang berlawanan. Paling sering abses peritonsil pada

bagian supratonsil atau di belakang tonsil, penyebaran pus ke arah inferior dapat

menimbulkan pembengkakan supraglotis dan obstruksi jalan nafas. Pada keadaan ini

penderita akan tampak cemas dan sangat ketakutan.10

Abses peritonsil yang terjadi pada kutub inferior tidak menunjukkan gejala yang

sama dengan pada kutub superior. Umumnya uvula tampak normal dan tidak bergeser,

tonsil dan daerah peritonsil superior tampak berukuran normal hanya ditandai dengan

kemerahan.10

Diagnosis

12

Page 13: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Menegakkan diagnosis penderita dengan abses peritonsil dapat dilakukan

berdasarkan anamnesis tentang riwayat penyakit, gejala klinis dan pemeriksaan fisik

penderita. Aspirasi dengan jarum pada daerah yang paling fluktuatif, atau punksi

merupakan tindakan diagnosis yang akurat untuk memastikan abses peritonsil. Seperti

dikutip dari Hanna3, Similarly Snow dkk berpendapat untuk mengetahui jenis kuman

pada abses peritonsil tidak dapat dilakukan dengan cara usap tenggorok. Pemeriksaan

penunjang akan sangat membantu selain untuk diagnosis juga untuk perencanaan

penatalaksanaan.11

Pemeriksaan secara klinis seringkali sukar dilakukan karena adanya trismus.

Palatum mole tampak menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Tonsil bengkak,

hiperemis, mungkin banyak detritus, terdorong ke arah tengah, depan dan bawah. Uvula

terdorong ke arah kontra lateral. Gejala lain untuk diagnosis sesuai dengan gejala

klinisnya.10,11

Pemeriksaan laboratorium darah berupa faal hemostasis, terutama adanya

leukositosis sangat membantu diagnosis. Pemeriksaan radiologi berupa foto rontgen

polos, ultrasonografi dan tomografi komputer.10

Saat ini ultrasonografi telah dikenal dapat mendiagnosis abses peritonsil secara

spesifik dan mungkin dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksaan. Mayoritas kasus

yang diperiksa menampakkan gambaran cincin isoechoic dengan gambaran sentral

hypoechoic.

(Gambar Intraoral Ultrasonografi)

Gambaran tersebut kurang dapat dideteksi bila volume relatif pus dalam seluruh

abses adalah kurang dari 10% pada penampakan tomografi komputer. Penentuan lokasi

13

Page 14: Referat Abses Peritonsil RSPAD

abses yang akurat, membedakan antara selulitis dan abses peritonsil serta menunjukkan

gambaran penyebaran sekunder dari infeksi ini merupakan kelebihan penggunaan

tomografi komputer. Khusus untuk diagnosis abses peritonsil di daerah kutub bawah tonsil

akan sangat terbantu dengan tomografi komputer.10

(Computed Tomography Abses Peritonsil)

Fasano mengatakan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan foto rontgen

polos dalam mengevaluasi abses peritonsil terbatas. Bagaimanapun tomografi komputer

dan ultrasonografi dapat membantu untuk membedakan antara abses peritonsil

dengan selulitis tonsil. Dikutip dari Fasano, Lyon dkk melaporkan kasus diagnosis abses

peritonsil bilateral di ruang gawat darurat dengan menggunakan intraoral sonografi.10

Ultrasonografi juga dapat digunakan di ruang pemeriksaan gawat darurat untuk

membantu mengidentifikasi ruang abses sebelum dilakukan aspirasi dengan jarum.12

Diagnosis Banding

Abses retrofaring

Abses parafaring

Abses submandibula

Angina ludovici

Abses peritonsil dapat di diagnosis banding dengan penyakit-penyakit abses leher

dalam lainnya yang disebutkan diatas. Hal ini karena pada semua penyakit abses leher

dalam, nyeri tenggorok, demam, serta terbatasnya gerakan membuka mulut merupakan

14

Page 15: Referat Abses Peritonsil RSPAD

keluhan yang paling umum. Untuk membedakan abses peritonsil dengan penyakit leher

dalam lainnya, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat.5

Komplikasi

Komplikasi segera yang dapat terjadi berupa dehidrasi karena masukan

makanan yang kurang. Pecahnya abses secara spontan dengan aspirasi darah atau pus

dapat menyebabkan pneumonitis atau abses paru. Pecahnya abses juga dapat

menyebabkan penyebaran infeksi ke ruang leher dalam, dengan kemungkinan sampai

ke mediastinum dan dasar tengkorak.13,14

Komplikasi abses peritonsil yang sangat serius pernah dilaporkan sekitar tahun

1930, sebelum masa penggunaan antibiotika. Infeksi abses peritonsil menyebar ke arah

parafaring menyusuri selubung karotis kemudian membentuk ruang infeksi yang luas.

Perluasan Infeksi ke daerah parafaring dapat menyebabkan terjadinya abses parafaring,

penjalaran selanjutnya dapat masuk ke mediastinum sehingga dapat terjadi mediastinitis. 13

Pembengkakan yang timbul di daerah supra glotis dapat menyebabkan obstruksi

jalan nafas yang memerlukan tindakan trakeostomi. Keterlibatan ruangruang

faringomaksilaris dalam komplikasi abses peritonsil mungkin memerlukan drainase dari

luar melalui segitiga submandibular.14

Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial dapat mengakibatkan thrombus

sinus kavernosus, meningitis dan abses otak. Pada keadaan ini, bila tidak ditangani

dengan baik akan menghasilkan gejala sisa neurologis yang fatal. Komplikasi lain yang

mungkin timbul akibat penyebaran abses adalah endokarditis, nefritis, dan peritonitis

juga pernah ditemukan.13

Bila tidak dilakukan pengobatan abses peritonsil dengan segera maka dapat

menyebabkan komplikasi antara lain limfadenitis servikal, infeksi parafaring dan

perdarahan, edema laring, abses leher dalam, dan jarang terjadi seperti fascitis nekrotik

servikal, dan mediastinitis.10

15

Page 16: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Penatalaksanaan

Medika Mentosa

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan penislin atau klindamisin, dan

obat simptomatik. Obat kumur-kumur jiga diperlukan, dengan menggunakan cairan hangat

dan kompres dingin pada leher. Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600 mg IV tiap 6

jam selama 12-24 jam, dan anak 12.500-25.000 U/Kg tiap 6 jam.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi

untuk mengeluarkan nanah.5,9

Teknik Insisi dan Drainase

Abses peritonsil merupakan suatu indikasi tindakan yang juga disebut intraoral

drainase.

Tujuan utama tindakan ini adalah mendapatkan drainase abses yang adekuat

dan terlokalisir secara cepat. Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi pada

pembengkakan di daerah pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada daerah paling

berfluktuasi.16

Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi pada : 15

Pembengkakan di daerah pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada daerah yang paling

fluktuatif .

Pada titik yang terletak dua pertiga dari garis khayal yang dibuat antara dasar

uvula dengan molar terakhir.

Pada pertengahan garis horizontal antara pertengahan basis uvula dan M3 atas.

Pada pertemuan garis vertikal melalui titik potong pinggir medial pilar anterior

dengan lidah dengan garis horizontal melalui basis uvula.

16

Page 17: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Pada pertemuan garis vertikal melalui pinggir medial M3 bawah dengan garis

horizontal melalui basis uvula.

(Gambar lokasi insisi)

Tindakan ini (menghisap pus) penting dilakukan untuk mencegah aspirasi yang

dapat mengakibatkan timbulnya pneumonitis. Biasanya bila insisi yang dibuat tidak cukup

dalam, harus lebih dibuka lagi dan diperbesar. Setelah cukup banyak pus yang keluar

dan lubang insisi yang cukup besar, penderita kemudian disuruh berkumur dengan

antiseptik dan diberi terapi antibiotika.15,16

Umumnya setelah drainase terjadi, rasa nyeri akan segera berkurang. Pus yang

keluar juga sebaiknya diperiksakan untuk tes kultur dan sensitifitas, biasanya diambil

saat aspirasi (diagnosis).16

Tonsilektomi

Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses

peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.

Pada umunya tonsilektomi dilakukan sesuadah infeksi tenang, yaitu sekitar 2-3

minggu sesudah drainase abses. Tetapi setelah 2-3 minggu, menimbulkan bekas luka

yang terdapat pada kapsul tonsil, sehingga tindakan operasi sulit dan menimbulkan

perdarahan serta sisa tonsil. Sampai saat ini belum ada kesepakatn, kapan tonsilektomi

harus dilakukan pada kasus abses peritonsil.

Beberapa macam jenis waktu pelaksanaan tonsilektomi pada abses peritonsil, yaitu :

Tonsilektomi a chaud : dilakukan segera/bersamaan dengan drainase abses.

17

Page 18: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Tonsilektomi a tiede : dilakukan 3-4 hari setelah insisi dan drainase.

Tonsilektomi a froid : dilakukan 4-6 minggu setelah drainase.

(Gambar Tonsilektomi)

Faktor Penyulit

Beberapa penyulit dilakukannya tindakan/penangana pada abses peritonsil, yaitu :

Trismus

Diabetes mellitus

18

Page 19: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Kesimpulan

Abses peritonsil merupakan infeksi akut atau abses yang berlokasi di spatium

peritonsiler, yaitu daerah yang terdapat di antara tonsil dengan m. kontriktor superior,

biasanya unilateral dan didahului oleh infeksi tonsilopharingitis akut 5-7 hari sebelumnya.

Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada

umur 20-40 tahun.

Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah

Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan

Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah

Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium,dan Peptostreptococcus spp.

Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara

organisme aerobik dan anaerobik.

Gejala klinis berupa rasa sakit di tenggorok yang terus menerus hingga keadaan

yang memburuk secara progresif walaupun telah diobati. Rasa nyeri terlokalisir, demam

tinggi, (sampai 40°C), lemah dan mual. Odinofagi dapat merupakan gejala menonjol dan

pasien mungkin mendapatkan kesulitan untuk makan bahkan menelan ludah. Akibat

tidak dapat mengatasi sekresi ludah sehingga terjadi hipersalivasi dan ludah seringkali

menetes keluar. hot potato voice merupakan suatu penebalan pada suara. Penderita

mengalami kesulitan berbicara, suara menjadi seperti suara hidung, membesar seperti

mengulum kentang panas (hot potato’s voice) karena penderita berusaha mengurangi

rasa nyeri saat membuka mulut.10

Menegakkan diagnosis penderita dengan abses peritonsil dapat dilakukan

berdasarkan anamnesis tentang riwayat penyakit, gejala klinis dan pemeriksaan fisik

penderita. Aspirasi dengan jarum pada daerah yang paling fluktuatif, atau punksi

merupakan tindakan diagnosis yang akurat untuk memastikan abses peritonsil.

19

Page 20: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Penatalaksanaan pada abses peritonsil secara medika dan non mediak mentosa.

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan penislin atau klindamisin, dan obat

simptomatik. Obat kumur-kumur jiga diperlukan, dengan menggunakan cairan hangat dan

kompres dingin pada leher. Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600 mg IV tiap 6 jam

selama 12-24 jam, dan anak 12.500-25.000 U/Kg tiap 6 jam. Bila telah terbentuk abses,

dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah.

Tindakan tonsilektomi juga dilakukan pada orang yang menderita abses peritonsilaris

berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.

20

Page 21: Referat Abses Peritonsil RSPAD

Daftar Pustaka

1. Tan AJ.Peritonsillar abscess in emergency medicine. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/764188-overview.Diunduh pada tanggal 19

Januari 2015.

2. Anggraini, D., Sikumbang, T. Atlas Histologi Di Fiore Dengan Korelasi Fungsional.

Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.

3. Wanri, A. Tonsilektomi. Palembang: Departemen Telinga, Hidung Dan Tenggorok,

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2007.

4. Wiatrak, B.J., Woolley, A.L. Pharyngitis and Adenotonsillar Disease dalam Cummings

Otolaryngology – Head & Neck Surgery. 4th Edition. Elsevier Mosby Inc.; 2005.

5. Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung,

Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.

6. Scott BA, Stiernberg CM. Infection of the Deep Spaces of The Neck. In: Bayle BJ.

editor. Head and Neck Surgery Otolaryngology.3rd ed. Philadelphia;2001.701-15.

7. Weed H.G, Forest LA. Deep Neck Infection. In: Cummings CW. editors.

Otolaryngology Head and Neck Surgery.4th ed. Philadelphia:

Pennsylvania;2005.2515-24.

8. Gadre AK, Gadre KC. Infection of the Deep Spaces of The Neck. In: Bayle BJ ,

Johnson JT. editors. Head and Neck Surgery Otolaryngology.4th ed.Philadelphia:

Lippincott Company 2006.666-81.

9. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.

10.Ming CF. Effycacy of Three Theraupetic Methods for Peritonsillar Abscess.

Journal of Chinese Clinical Medicine 2006;2:108-11.

21

Page 22: Referat Abses Peritonsil RSPAD

11. Badran KH, Karkos PD. Aspiration of Peritonsillar Abscess in Severe Trismus.

Journal of Laryngol & Otol 2006;120:492-94.

12. Lyon M, Blaivas M. Intraoral Ultrasound In the Diagnosis and Treatment of

Suspected Peritonsillar Abscess In The Emergency Department. ACAD Emerg Med

2005;12:85-8.

13. Losanoff JE, Missavage AE. Neglected Peritonsillar Abscess Resulting In Necrotizing

Soft Tissue Infection of The Neck and Chest Wall. Int J Clin Pract 2005;59:1476-

78.

14. Beriault M, Green J. Innovative Airway Management for Peritonsillar Abscess.

Cardiothoracic J Anesth 2006;53:92-5.

15. Kieff, Bhattacharyya. Selection of Antibiotic After Incision and Drainage of

Peritonsillar Abscesses. Otolaryngol Head Neck Surg.1999:120 (1):57-61.

16. Braude DA, Shalit M. A Novel Approach to Enchance Visualization During

Drainage of Peritonsillar Abscess. The Journal of Emergency Medicine

2007;35:297-98.

22