Top Banner
REFERAT Abses Parafaring Muhammad Fadillah H1A007041 Pembimbing : dr. Markus Rambu, Sp.THT-KL DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 1
24

Referat Abses Parafaring

Jan 02, 2016

Download

Documents

abses parafaring
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Abses Parafaring

REFERAT

Abses Parafaring

Muhammad Fadillah

H1A007041

Pembimbing : dr. Markus Rambu, Sp.THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2013

1

Page 2: Referat Abses Parafaring

ABSES PARAFARING

I. PENDAHULUAN

Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial di

antara fasia leher akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti infeksi

pada daerah faring dan tonsil, gigi, kelenjar liur, telinga tengah atau bisa juga

akibat trauma pada saluran cerna, limfadenitis, serta penggunaan obat injeksi

secara intravena dan subkutan. Sejak ditemukannya antibiotik, secara signifikan

angka kesakitan dan kematian kasus abses leher dalam menurun secara drastis.

Walaupun demikian, abses leher dalam sampai saat ini masih menjadi salah satu

kasus kegawatdaruratan di bidang THT.1,2

Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus,

Staphylococcus, kuman anaerob Bacteroides atau kuman campuran. Abses leher

dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses

submandibula dan angina ludovici.1

Abses parafaring adalah abses leher dalam paling sering terjadi kedua

setelah abses peritonsilar. Insidensi kejadian abses parafaring diseluruh dunia

adalah 1 dalam 6-10.000 orang setiap tahun. Abses parafaring ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Ruang

parafaring dapat mengalami infeksi secara langsung akibat tusukan saat

tonsilektomi, limfogen dan hematogen. Gejala klinis berupa demam, nyeri

tenggorok dan disfagia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan trismus,

pembengkakan disekitar angulus mandibula, pembengkakan dinding lateral

faring hingga menonjol ke arah medial. Pemeriksaan penunjang berupa foto polos

jaringan lunak leher dan tomografi komputer.1,3,4

Secara umum terapi abses leher dalam terdiri dari medikamentosa dan

drainase. Terapi medikamentosa meliputi pemberian antibiotika baik untuk kuman

aerob maupun anaerob dan simptomatis sesuai keluhan serta gejala klinis yang

2

Page 3: Referat Abses Parafaring

timbul. Drainase abses dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu insisi

eksterna dan intra oral.

II. ANATOMI FARING

Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang bentuknya seperti corong,

yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari

dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke-6.

Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan

berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan

laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan

dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang

lebih 14 cm. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam ke luar) selaput lendir,

fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.1

Otot faring tersusun dalam lapisan melingkar dan memanjang.

Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior,

media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan

berbentuk seperti kipas dengan

tiap bagian bawahnya menutupi

sebagian otot bagian atasnya

dari belakang. Di sebelah depan

otot-otot ini bertemu satu sama

lain dan di belakang bertemu

pada jaringan ikat. Kerja otot

konstriktor ini adalah untuk

mengecilkan lumen faring dan

otot-otot ini dipersarafi oleh

nervus vagus.1,4

Otot-otot faring yang

tersusun memanjang terdiri dari m.stilofaring dan m.palatofaring. M. stilofaring

gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan m.palatofaring

mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan

3

Gambar 1. Struktur muskulus penyusun faring5

Page 4: Referat Abses Parafaring

laring. Kedua otot ini bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini

penting untuk proses menelan. 1

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang

tidak beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna

(cabang faring asendens dan cabang fausial) serta dari cabang arteri

maksila interna yakni cabang palatina superior.1

Gambar.2 Pendarahan faring5

Untuk keperluan klinis

faring dibagi menjadi 3 bagian

utama, yaitu nasofaring,

orofaring, dan laringofaring atau

hipofaring. Nasofaring

merupakan sepertiga bagian atas

faring, yang tidak dapat bergerak

kecuali palatum mole di bagian

bawah. Orofaring terdapat pada

bagian tengah faring, meluas dari

batas bawah palatum mole sampai permukaan lingual epiglotis. Hipofaring

merupakan bagian bawah faring yang menunjukkan daerah saluran napas atas

yang terpisah dari saluran pencernaan bagian atas.1,2

4

Gambar 3. Bagian-bagian Faring6

Page 5: Referat Abses Parafaring

Berdasarkan letaknya, faring dibagi atas :

1) Nasofaring

Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian

bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke

belakang adalah vertebra servikal.1

Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat

dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada

dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa

rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur

embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring

diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang

dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal

saraf kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan

foramen laserum dan muara tuba eustachius.1

2) Orofaring

Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole,

batas bawahnya adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut

sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat di

rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa

tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan

foramen sekum. 1

3) Laringofaring (hipofaring)

Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah

valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan

minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus

piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke

esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis

pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan

ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas

inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal.

5

Page 6: Referat Abses Parafaring

Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di

bawahnya terdapat muara esophagus. 1

Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada

pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada

pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di

bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah

cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan

ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga

“kantong pil” ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang

bila menelan pil akan tersangkut disitu. 1

Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini

berbentuk omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun

kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa.

Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan

tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak

menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi)

glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus

tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus laring

superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi

laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia

lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.1

III. RUANG PARAFARING

Ruang parafaring disebut juga sebagai ruang faringomaksila, ruang

faringeal lateral atau ruang perifaring. Ruang ini berbentuk kerucut terbalik

dengan dasarnya pada bagian superior di dasar tengkorak dan puncaknya pada

inferior tulang hyoid. Batas ruang ini adalah dasar tengkorak di bagian superior

(pars petrosus os temporal dan os sphenoid), os hyoid di inferior, rafe

pterygomandibular di anterior, fasia prevertebra di posterior, fasia bukofaringeal

di medial dan lapisan superfisial fasia servikal profunda yang meliputi mandibula,

pterygoid medial dan parotis di lateral. Ruang parafaring berhubungan dengan

beberapa ruang leher dalam termasuk ruang submandibula, ruang retrofaring,

6

Page 7: Referat Abses Parafaring

ruang parotis dan ruang mastikator. Ruang parafaring dibagi menjadi 2 bagian

yang tidak sama besarnya oleh prosesus styloid menjadi kompartemen anterior

atau muskuler atau prestyloid dan komponen posterior atau neurovaskuler atau

poststyloid. Ruang prestyloid berisi lemak, otot, kelenjar limfe dan jaringan

konektif serta dibatasi oleh fossa tonsilar di medial dan pterygoid medial di

sebelah lateral. Ruang poststyloid berisi a. karotis interna, v. jugularis interna, n.

vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis dan saraf

kranialis IX, X, XII. Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu

lapisan yang tipis.4,5,6

Gambar 4. Potongan koronal melalui ruang parafaring.5

IV. FUNGSI FARING

Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan,

resonansi suara dan untuk artikulasi. Terdapat 3 fase dalam menelan yaitu fase

oral, fase faringeal dan fase esophageal. Fase oral, bolus makanan dari mulut

menuju ke faring. Gerakan disini disengaja (voluntary). Fase faringeal yaitu pada

waktu transport bolus makanan melalui faring. Gerakan disini tidak disengaja

(involuntary). Fase esofagal, disini gerakannya tidak disengaja, yaitu pada waktu

bolus makanan bergerak secara peristaltik di esofagus menuju lambung. 1

7

Page 8: Referat Abses Parafaring

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot

palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke

arah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan

melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator

veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan

nasofaring m.levator veli palatine menarik palatum mole ke atas belakang hamper

mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold

of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 mavam

mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m,palatofaring

(bersama m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring

superior.1

V. ABSES PARAFARING

a. Kekerapan

Abses parafaring adalah abses leher dalam paling sering terjadi kedua

setelah abses peritonsilar. Insidensi kejadian abses parafaring diseluruh

dunia adalah 1 dalam 6-10.000 orang setiap tahun.3

Huang dkk, dalam penelitiannya pada tahun 1997 sampai 2002,

menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses

submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak ke dua setelah abses

parafaring (38,4), diikuti oleh angina Ludovici (12,4%), parotis (7%) dan

retrofaring (5,9%).7

Fachruddin melaporkan 33 kasus abses leher dalam selama Januari

1991-Desember 1993 di bagian THT FKUI-RSCM dengan rentang usia

15-35 tahun yang terdiri dari 20 laki-laki dan 13 perempuan. Ruang

potensial yang tersering adalah submandibula sebanyak 27 kasus,

retrofaring 3 kasus dan parafaring 3 kasus. 7

Di sub bagian laring faring FK Unand/RSUP M Djamil Padang

selama Januari 2009 sampai April 2010, tercatat kasus abses leher dalam

sebanyak 47 kasus, dengan abses submandibula menempati urutan ke dua

8

Page 9: Referat Abses Parafaring

dengan 20 kasus dimana abses peritonsil 22 kasus, abses parafaring 5

kasus dan abses retrofaring 2 kasus. 7

b. Etiologi

Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara 1) Langsung,

yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan

analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang telah

terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis (m.konstriktor faring

superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fosa tonsilaris. 2) Proses

supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung,

sinusparanasal, mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan sumber

infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring. 3) Penjalaran infeksi dari

ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.1

c. Patologi

Sekali terjadi infeksi dimulai pada jaringan lunak leher, jika tidak

segera terdeteksi, akan meluas ke salah satu ruang fasia leher yang paling

lemah. Dari sana dapat mengalir ke atas, ke bawah atau ke lateral,

mengikuti ruang-ruang fasia. 8

Infeksi leher dalam merupakan selulitis fregmentosa dengan tanda-

tanda setempat yang sangat mencolok atau menjadi tidak jelas karena

tertutup jaringan yang melapisinya. Seringkali dimulai pada daerah

prastiloid sebagai suatu selulitis, jika tidak diobati akan berkembang

menjadi suatu trombosis dari vena jugalaris interna. Abses dapat

mengikuti m.stiloglosus ke dasar mulut dimana terbentuk abses. 8

Infeksi dapat menyebar dari anterior ke bagian posterior, dengan

perluasan ke bawah sepanjang sarung-sarung pembuluh darah besar,

disertai oleh trombosis v.jugularis atau suatu mediastinitis. Infeksi dari

bagian posterior akan meluas ke atas sepanjang pembuluh-pembuluh darah

dan mengakibatkan infeksi intrakranial atau erosi a.karotis interna. 8

9

Page 10: Referat Abses Parafaring

Gambar 5. Skema Perluasan Infeksi pada ruang potensial leher. 7

(PMS = ruang faringo maksilar, VVS = ruang vaskuler visceraal)

d. Manifestasi Klinis

Pada infeksi dalam ruang parafaring terdapat pembengkakan dengan

nyeri tekan di daerah submandibula terutama pada angulus mandibula,

leukositosis dengan pergeseran ke kiri dan adanya demam. Terlihat edem

uvula, pilar tonsil, palatum dan pergeseran ke medial dinding lateral

faring. Sebagai perbandingan pada abses peritonsil, hanya tonsl yang

terdorong ke medial.8

Trismus yang dapat disebabkan oleh meregangnya m.pterigoid

internus merupakan gejala yang menonjol, tetapi mungkin tidak terlihat

jika infeksi jauh di dalam sampai prosesus stiloid dan struktur yang

melekat padanya sehingga tidak mengenai m.pterigoid internus. 8

e. Diagnosis

Diagnosa ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda

klinik. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa

fotorontgen, jaringan lunak AP atau CT scan.1

Foto jaringan lunak leher antero-posterior dan lateral merupakan

prosedur diagnostik yang penting. Pada pemeriksaan foto jaringan lunak

10

Page 11: Referat Abses Parafaring

leher pada kedua posisi tersebut dapat diperoleh gambaran deviasi trakea,

udara di daerah subkutis, cairan di dalam jaringan lunak dan

pembengkakan daerah jaringan lunak leher.4

Keterbatasan pemerikasaan foto polos leher adalah tidak dapat

membedakan antara selulitis dan pembentukan abses. Pemeriksaan foto

toraks dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya edema paru,

pneumotoraks, pneumomediastinum atau pembesaran kelenjar getah hilus.

Pemeriksaan tomografi komputer dapat membantu menggambarkan lokasi

dan perluasan abses. Dapat ditemukan adanya daerah densitas rendah,

peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edema jaringan

lunak disekitar abses. Pemeriksaan kultur dan tes resistensi dilakukan

untuk mengetahui jenis kuman dan pemberian antibiotika yang sesuai.1,4,

Gambar 7. Gambaran CT-scan; A. Tampak abses parafaring (panah), B. Selulitis pada abses parafaring dengan abses di ruang masseter.6

f. Tatalaksana

Tatalaksana absen parafaring dilakukan dengan medikamentosa dan

terapi bedah. Terapi medikamentosa meliputi pemberian antibiotika baik

untuk kuman aerob maupun anaerob dan simptomatis sesuai keluhan serta

gejala klinik yang timbul. Terapi bedah dapat dilakukan dengan 2 cara

pendekatan eksternal atau intra oral.4

Jika terdapat pus maka tidak ada cara lain kecuali dengan evakuasi

bedah. Sebelumnya diperlukan tirah baring dan kompres panas untuk

menekan lokalisasi abses. Terapi antimikroba sangat perlu, lebih baik

berdasarkan tes sensitivitas.8

11

Page 12: Referat Abses Parafaring

1. Pemberian antibiotika

Banyak mikroorganisme yang dapat menjadi penyebab infeksi

kepala dan leher, dan berasal dari berbagai sumber. Flora bakteri

campuran sering ditemukan pada hasil kultur. Bakteri gram positif,

streptococcus beta hemolitik dan staphylococcus aureus adalah bakteri

yang paling sering ditemukan. Bakteri gram negatif dan juga anaerob

juga sering ditemukan. Anaerob biasanya ditemukan terutama pada

infeksi-infeksi akibat penyebaran dentogen. Bakteri-bakteri penghasil

beta laktamase ditemukan meningkat frekuensinya pada infeksi kepala

dan leher. 6

Dengan insidensi bakteri gram negatif dan bakteri penghasil beta

laktamase yang tinggi, penisilin bukan lagi merupakan obat pilihan

untuk kasus infeksi ini. Sebelum hasil kultur dan uji sensitifitas

didapatkan, antibiotik yang digunakan adalah yang memiliki spektrum

terhadap bakteri gram positif, gram negatif, anaerob dan penghasil beta

laktamase. Biasanya diberikan kombinasi antibiotik, seperti klindamisin

dan cefuroxime serta ampisilin dan sulbaktam, sebagai pilihan yang

paling baik. 6

2. Drainase abses

Sebagian besar abses leher dalam perlu dilakukan drainase untuk

penyembuhan dan mencegah komplikasi. Tindakan drainase pada abses

parafaring dilakukan dengan dengan pendekatan eksterna dan intra oral.

a. Insisi intraoral

Insisi intra oral dilakukan jika timbul penonjolan ke dalam faring,

dilakukan anestesi sebelum tindakan dan dilanjutkan dengan insisi

dan drainase.

Insisi intra oral dilakukan pada dinding lateral faring harus dilakukan

dengan memakai klem arteri, eksplorasi dilakukan dengan

menembus m. konstriktor faring superior ke ruang parafaring. Insisi

intra oral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan dari

insisi eksternal.1,8

12

Page 13: Referat Abses Parafaring

b. Insisi eksterna

Insisi ekterna jika suatu abses menonjol ke luar atau tampak

pembengkakan yang jelas. Drainase eksterna dilakukan secara teknik

Mosher yaitu insisi seperti huruf “T” yang dilakukan pada 2 jari di

bawah dan sejajar mandibula. Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan

dari anterior m. sternokleidomastoideus ke arah kranio-posterior

menyusuri medial mandibula dan m. pterygoid internus mencapai

ruang parafaring dengan meraba prosesus styloideus. Bila nanah

terdapat di selubung karotis, insisi dilanjutkan secara vertikal dari

pertengahan insisi horizontal ke bawah di depan m.

sternokleiodomastoideus.1,4,8,9

g. Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau

langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat

mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung

karotis mencapai mediastinum, sehingga terjadi mediastinis dan bisa

berlanjut menjadi sepsis.1

Komplikasi yang paling berbahaya dari infeksi spatium

faringomaksilaris adalah terkenanya pembuluh darah sekitarnya. Dapat

terjadi tromboflebitis septik vena jugularis. Juga dapat terjadi perdarahan

masif yang tiba-tiba akibat dari erosi arteri karotis interna.4

Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah sindrom horner dan

obstruksi jalan napas.9

VI. KESIMPULAN

Abses parafaring adalah merupakan salah satu abses leher dalam paling

sering terjadi kedua setelah abses peritonsilar. Ruang parafaring dapat mengalami

infeksi dengan berbagai cara diantaranya dengan cara langsung akibat komplikasi

tonsilektomi, proses supurasi, maupun akibat penjalaran infeksi dari abses leher

dalam yang lain.

13

Page 14: Referat Abses Parafaring

Gejala utama dari abses parafaring ialah trismus, odinfagia, dan demam

tinggi. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan indurasi atau pembengkakan

disekitar angulus mandibula, dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga

menonjol ke arah medial. Kemudian pemeriksaan penunjang dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang berupa fotorontgen, jaringan lunak AP atau CT scan

Tatalaksana absen parafaring dapat dilakukan dengan medikamentosa

dengan antibiotik atau terapi bedah..

VII. DAFTAR PUSTAKA

1. Fachruddin, Darnila. Abses leher dalam. Dalam : Soepardi EA, Iskandar

N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.

Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007, h. 226 - 230.

2. Novialdi dan Triana, Wahyu. Abses leher dalam multipel dengan kesulitan

intubasi dan komplikasi fistula faringokutan. Padang: Bagian THT-KL FK

UNAND/RSUP dr.M.Jamil, 2011, h. 1 - 7.

3. Erdogliza M, Sotirovic J, dan Grgurevic U. A severe case of

parapharyngeal abscess treated as a spastic torticollis. Dalam Medical

review. Volume ketiga. Milan: 2011, h. 387-389

4. Adams, L george. Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam:

Adams L, Boies L, Higler P. Boies buku ajar penyakit THT Edisi keenam.

Jakarta: EGC, 1997, h 320-355

5. Probst R, Grevers G dan Iro H. Basic otorhinolaryngology a step by step

learning guide. New York: Thieme, 2006, h 97-130

6. Tom, Lawrence. Disease of oral cavity, Oropharynx and Nasopharynx.

Dalam: Snow J dan Ballenger J. Ballenger’s otorhinolaryngology. Edisi

enam belas. Ontario: Bedecker, 2003, h1020-1047

7. Novialdi dan Asyari, Ade. Penatalaksanaan abses mandibula dengan

penyulit uremia dan infark miokardium lama. Padang: Bagian THT-KL

FK UNAND/RSUP dr.M.Jamil, 2010, h. 1 - 7.

14

Page 15: Referat Abses Parafaring

8. Ballenger, J. Leher, orofaring dan Nasofaring, Dalam Snow J dan

Ballenger J. Ballenger: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, dan leher

Jilid I. Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1991. Hal: 295-324

9. Amar Y dan Manoukian J. Intraoral drainage: Recommended as the initial

approach for the treatment of parapharyngeal abscesses. Canada:

Department of ENT McGill University, 2003, h 676-680

15