ABORTUS A. Definisi Abortus adalah berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan <20 minggu (berat janin 500 gram) atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (unpad suseno). Lamanya kehamilan yang normal ialah 280 hari atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kadang-kadang kehamilan berakhir sebelum waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal. Berakhirnya kehamilan menurut lamanya kehamilan dapat dibagi sebagai berikut (obstetric patologis) : Lamanya kehamilan Berat anak Istilah <22 minggu 22-28 minggu 28-37 minggu 37-42 minggu ≥42 minggu <500 gram 500-1000 gram 1000-2500 gram >2500 gram Abortus Partus immaturus Partus prematurus Partus maturus Partus serotinus
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ABORTUS
A. Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan <20 minggu
(berat janin 500 gram) atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan (unpad suseno).
Lamanya kehamilan yang normal ialah 280 hari atau 40 minggu dihitung
dari hari pertama haid terakhir. Kadang-kadang kehamilan berakhir sebelum
waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal. Berakhirnya kehamilan
menurut lamanya kehamilan dapat dibagi sebagai berikut (obstetric patologis) :
Lamanya kehamilan Berat anak Istilah
<22 minggu
22-28 minggu
28-37 minggu
37-42 minggu
≥42 minggu
<500 gram
500-1000 gram
1000-2500 gram
>2500 gram
Abortus
Partus immaturus
Partus prematurus
Partus maturus
Partus serotinus
B. Klasifikasi
Secara umum, abortus dapat dibagi 2 sebagai berikut :
1. Abortus provocatus (abortus buatan, disengaja, digugurkan adalah abortus
yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan mengakhiri proses
kehamilan) etika kedokteran dan hukum kesehatan
a. Abortus artificialis atau abortus atau abortus therapeuticus (abortus buatan
menurut kaidah ilmu) obstetrpatologi.
Abortus ini bersifat legal yang dilakukan berdasarkan indikasi
medik etika kedokteran. Indikasi untuk abortus therapeuticus misalnya : penyakit
jantung, hipertensi essensial, karsinoma cervix. Keputusan ini ditentuka oleh
tim ahli yang terdiri dari dokter, ahli kebidanan, penyakit dalam dan pskiatri
atau psikolog obstetri patologis. Abortus buatan legal ini dilakukan dengan cara
tindakan operatif (paling sering dengan cara kuretase, aspirasi vakum) atau
dengan cara medikal.
Dalam deklarasi Oslo (1970) dan UU No 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, mengenai abortus buatan legal terdapat ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
Abortus buatan legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik
yang keputusannya disetuju secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih
berkat kopetensi profesional mereka dan prosedur operasionalnya
dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instalasi yang diakui
suatu otoritas yang sah, dengan syarat tindakan tersebut disetujui oleh ibu
hamil bersangkutan, suami atau keluarga.
Jika dokter yang melaksanakan tindakan tersebut merasa bahwa hati
nuraninya tidak membenarkan ia melakukan pengguguran iu. Ia berhak
mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu
kepada teman sejawa lain yang kompeten.
Yang dimaksud dengan indikasi medis dalam abortus buatan legal ii
adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan
tersebut tanpa tindakan tersebut dapat membahayakan jiwa ibu atau
adanya ancaman gangguan fisik, mental dan psikososial jika kehamilan
dilanjutkan, atau resiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan
menderita cacat mental atau cacat fisik yang berat.
Hak utama untuk meberikan persetujuan tindakan medik adalah pada ibu
hamil yang bersangkutan, namun pada keadaan tidak sadar atau tidak
dapat memberikan persetujuannya dapat diminta pada suaminya/wali yang
sah.
b. Abortus provocatus criminalis (abortus buatan kriminal) adalah pengguguran
kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang
dan dilarang oleh hukum. Abortus ini bersifat ilegal dan dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang kompeten maupun tenaga yang tidak kompetenetika
kedokteran. Berdasarkan lafal sumpah Hipokrates, Lafal Sumpah Dokter
Indonesia dan International Code of Medical Ethics maupun KODEKI, setiap
dokter wajib menghormati dan melindungi mahluk hidup insani, Karena itu,
aborsi berdasarkan indikasi nonmedik merupakan hal yang tidak etis
dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan, terutama seorang dokter etika kedokteran.
Aborsi yang dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten biasanya dengaan
cara memijit-mijit perut bagian bawah, memasukan benda asing atau jenis
tumbuh-tumbuhan/rumput-rumputan kedalam leher rahim daan pemakaian
bahan-bahan kimia yang dimasukan kedalam jalan lahir sehingga sering
terjadi perdarahan dan infeksi berat, bahkan dapat berakibat fataletika kedokteran.
Kemungkinan adanya abortus provokatus kriminalis harus dipertimbangkan
bila ditemukan abortus febrilis. Adapun bahaya yang dari abortus buatan
kriminais adalahobstetri patologi :
Infeksi
Infertilitas sekunder
kematian
2. Abortus spontan
a. Definisi
Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa tindakan mekanis atau
medis unuk mengosongkan uterus. (wiliamobstetri).
b. Etiologi
Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan
yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal.
Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan
kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom.
Setelah melewati trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya
anomali kromosom berkurang (Cunningham et al., 2005).
1) Faktor Fetus
Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia,
sekitar 50 hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada
trimester pertama mempunyai kelainan kariotipe. Kelainan pada
kromosom ini adalah seperti autosomal trisomy, monosomy X dan
polyploidy (Lebedev et al., 2004). Abnormalitas kromosom adalah hal
yang utama pada embrio dan janin yang mengalami abortus spontan, serta
merupakan sebagian besar dari kegagalan kehamilan dini. Kelainan dalam
jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur
kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat diturunkan
oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa
abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2005).
2) Faktor ibu
Menurut Sotiriadis dan kawan-kawan (2004), ibu hamil yang mempunyai
riwayat keguguran memiliki risiko yang tinggi untuk terjadi keguguran
pada kehamilan seterusnya terutama pada ibu yang berusia lebih tua. Pada
wanita hamil yang mempunyai riwayat keguguran tiga kali berturut turut,
risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar
50 persen (Kleinhaus et al., 2006; Berek, 2007). Berbagai penyakit infeksi,
penyakit kronis, kelainan endokrin, kekurangan nutrisi, alkohol, tembakau,
deformitas uterus ataupun serviks, kesamaan dan ketidaksamaan
immunologik kedua orang tua dan trauma emosional maupun fisik dapat
menyebabkan abortus, meskipun bukti korelasi tersebut tidak selalu
meyakinkan. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urelyticum dari
traktus genitalis beberapa wanita yang mengalami abortus, mengarahkan
pada hipotesis bahwa infeksi mycoplasma yang mengenai traktus genitalis,
merupakan abortifasient. Pada kehamilan lanjut, persalinan prematur dapat
ditimbulkan oleh penyakit sistemik yang berat pada ibu. Hipertensi jarang
menyebabkan abortus, tetapi dapat mengakibatkan kematian janin dan
persalinan prematur. Abortus sering disebabkan, mungkin tanpa alasan
yang adekuat, kekurangan sekresi progesteron yang pertama oleh korpus
luteum dan kemudian oleh trofoblast. Karena progesteron
mempertahankan desidua, defisiensi relatif secara teoritis mengganggu
nutrisi konseptus dan dengan demikian mengakibatkan kematian. Pada
saat ini, tampak bahwa hanya malnutrisi umum yang berat merupakan
predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Wanita yang merokok
diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita yang
tidak merokok. Alkohol dinyatakan meningkatkan resiko abortus spontan,
meskipun hanya digunakan dalam jumlah sedang (Cunningham et al.,
2005). Kira-kira 10 persen hingga 15 persen wanita hamil yang mengalami
keguguran berulang mempunyai kelainan pada rahim seperti septum
parsial atau lengkap. Anomali ini dapat menyebabkan keguguran melalui
implantasi yang tidak sempurna karena vaskularisasi abnormal, distensi
uterus, perkembangan plasenta yang abnormal dan peningkatan
kontraktilitas uterus (Kiwi, 2006).
c. Patogenesis
kebanyakan abortus
spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan
perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan
nekrotikvpada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan
akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau
sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal
ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi
pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu
ditekankan bahwa pada abortus spontan,
kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum
perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak
layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak
dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis
belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah
terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion
tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat
hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau
terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:
1) Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan
sisa desidua.
2) Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion
dan desidua.
3) Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan
janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin
yang dikeluarkan).
4) Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan
atau infeksi lebih lanjut.
d. Pemeriksaan penunjang diagnostik
1) Laboratorium
Darah lengkap
Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.
LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
2) Tes kehamilan
Penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG adalah prediktif.
terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus spontan atau
kehamilan ektopik).
3) Ultrasonografi
USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 – 5 minggu.
Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia
kehamilan 5 – 6 minggu). Dengan melakukan dan menginterpretasi secara
cermat, pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan apakah
kehamilan viabel atau non-viabel. Pada abortus imimnen, mungkin terlihat
adanya kantung kehamilan (gestational sac GS) dan embrio yang normal.
Prognosis buruk bila dijumpai adanya :
Kantung kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan
tidak adanya kutub janin.
Perdarahan retrochorionic yang luas (>25% ukuran kantung kehamilan)
Frekuensi DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ).
Pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya pipih dan
iregular serta terlihat adanya jaringan plasenta sebagai masa yang echogenik
dalam cavum uteri.
Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat tanpa
visualisasi adanya hasil konsepsi. Pada missed abortion, terlihat adanya
embrio atau janin tanpa ada detik jantung janin.
Pada blighted ovum, terlihat adanya kantung kehamilan abnormal tanpa