I. PENDAHULUAN Infeksi Cytomegalovirus (CMV) dalam sering dikelompokkan dalam infeksi TORCH yang merupakan singkatan dari Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus. Seperti pada infeksi TORCH, infeksi CMV dipopulerkan sebagai penyakit yang berdampak negatif terhadap janin atau fetus yang dikandung oleh wanita hamil yang terinfeksi. Pada infeksi CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent, asimtomatik tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang dikandung. Dapat pula menyebabkan infeksi kongenital, perinatal bagi bayi yang dilahirkan. Keadaan seperti ini memang perlu diketahui dan dideteksi agar dapat diberikan pengelolaan yang tepat, sebab infeksi prenatal dapat berakibat fatal, sedangkan infeksi kongenital atau perinatal yang pada awalnya berjalan tanpa gejala dapat bermanifestasi di kemudian hari. Infeksi CMV tidak selalu bergabung dalam infeksi TORCH, melainkan dapat berdiri sendiri, karena selain pada ibu hamil dan fetus, dapat menyerang setiap individu. Prevalensi infeksi sangat tinggi, dan walaupun umumnya bersifat silent, infeksi CMV ternyata dapat memicu banyak komplikasi pada berbagai sistem tubuh. Diagnosis infeksi CMV tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan latar belakang klinik saja, terlebih bila tidak dijumpai keluhan atau hanya menimbulkan keluhan yang mirip dengan infeksi virus pada umumnya. Deteksi secara laboratorik diperlukan untuk menunjang diagnosis. Sejauh ini, pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi CMV banyak dilakukan oleh pasangan pranikah, prahamil, atau wanita hamil yang mempunyai riwayat kelainan kehamilan termasuk keguguran atau ingin punya anak, serta bayi baru lahir cacat. Namun, dengan memahami seluk beluk infeksi CMV, akan dapat dipahami bahwa deteksi laboratorik juga diperlukan oleh setiap individu yang dicurigai terinfeksi CMV, baik hamil maupun tidak hamil, wanita maupun pria, dewasa, anak, maupun bayi baru lahir. Pengetahuan tentang CMV dan respons imun terhadap CMV perlu didalami agar dapat diketahui bagaimana tubuh berusaha memberikan perlindungan, bagaimana kegagalan usaha perlindungan terjadi, 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) dalam sering dikelompokkan dalam infeksi TORCH
yang merupakan singkatan dari Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simplex
virus. Seperti pada infeksi TORCH, infeksi CMV dipopulerkan sebagai penyakit yang
berdampak negatif terhadap janin atau fetus yang dikandung oleh wanita hamil yang
terinfeksi. Pada infeksi CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent,
asimtomatik tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang
minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang dikandung. Dapat
pula menyebabkan infeksi kongenital, perinatal bagi bayi yang dilahirkan. Keadaan seperti
ini memang perlu diketahui dan dideteksi agar dapat diberikan pengelolaan yang tepat,
sebab infeksi prenatal dapat berakibat fatal, sedangkan infeksi kongenital atau perinatal
yang pada awalnya berjalan tanpa gejala dapat bermanifestasi di kemudian hari.
Infeksi CMV tidak selalu bergabung dalam infeksi TORCH, melainkan dapat berdiri
sendiri, karena selain pada ibu hamil dan fetus, dapat menyerang setiap individu. Prevalensi
infeksi sangat tinggi, dan walaupun umumnya bersifat silent, infeksi CMV ternyata dapat
memicu banyak komplikasi pada berbagai sistem tubuh.
Diagnosis infeksi CMV tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan latar belakang klinik
saja, terlebih bila tidak dijumpai keluhan atau hanya menimbulkan keluhan yang mirip
dengan infeksi virus pada umumnya. Deteksi secara laboratorik diperlukan untuk menunjang
diagnosis. Sejauh ini, pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi CMV banyak
dilakukan oleh pasangan pranikah, prahamil, atau wanita hamil yang mempunyai riwayat
kelainan kehamilan termasuk keguguran atau ingin punya anak, serta bayi baru lahir cacat.
Namun, dengan memahami seluk beluk infeksi CMV, akan dapat dipahami bahwa deteksi
laboratorik juga diperlukan oleh setiap individu yang dicurigai terinfeksi CMV, baik hamil
maupun tidak hamil, wanita maupun pria, dewasa, anak, maupun bayi baru lahir.
Pengetahuan tentang CMV dan respons imun terhadap CMV perlu didalami agar dapat
diketahui bagaimana tubuh berusaha memberikan perlindungan, bagaimana kegagalan
usaha perlindungan terjadi, sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit atau
manifestasi klinik infeksi CMV. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium perlu dipelajari,
agar dapat diketahui adanya infeksi asimtomatik, status infeksi, kemungkinan penyebaran
infeksi baik di dalam tubuh sendiri ataupun di luar tubuh. Semua hal tersebut diperlukan
dalam upaya memberikan wawasan untuk membantu penatalaksanaan infeksi CMV,
melakukan pengobatan seawal mungkin, mencegah dampak negatif, baik pada individu
dengan kompetensi imun yang baik maupun immunocompromised atau yang lemah, serta
mencegah penyebaran atau penularan penyakit.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Epidemiologi
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi endemik
tanpa tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi dengan
keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70% orang dewasa, menunjukkan
hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi CMV. Keadaan ini meningkat
kurang lebih 1% setiap tahun. Pada keadaan sosial ekonomi yang jelek, atau di Negara
1
berkembang, lebih dari atau sama dengan 80 - 90% masyarakat terinfeksi oleh CMV
(Griffiths, 2004). Lisyani dalam observasi selama setahun pada tahun 2004,
mendapatkan dari 395 penderita tanpa keluhan yang memeriksakan diri untuk antibodi
anti-CMV, 344 menunjukkan hasil pemeriksaan IgG (imunoglobulin G) seropositif, 7 dari
344 penderita tersebut juga disertai IgM positif, dan 3 penderita hanya menunjukkan
hasil IgM positif. Total seluruhnya 347 orang atau 87,8 % menunjukkan seropositif.
Hasil observasi ini menyokong pendapat bahwa sangat banyak masyarakat kita yang
terinfeksi oleh CMV, dan sebagian besar sudah berjalan kronik dengan hanya IgG
seropositif, tanpa menyadari bahwa hal tersebut telah terjadi (Budipardigdo, 2007).
Cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab infeksi kongenital dan perinatal yang
paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital bervariasi luas di
antara populasi yang berbeda, ada yang melaporkan sebesar 0,2 –3% 5, ada pula
sebesar 0,7 sampai 4,1%. Peneliti lain mendapatkan angka infeksi 1%-2% dari seluruh
kehamilan. Ogilvie melaporkan bahwa penularan seperti ini terjadi kira-kira pada 1 dari
3 kasus wanita hamil. Infeksi fetus in utero yang terjadi ketika ibu mengalami reaktivasi,
reinfeksi, biasanya bersifat asimtomatik saat lahir dan kurang menimbulkan sequelae
(gejala sisa) dibandingkan dengan infeksi primer. Hal ini disebabkan karena antibodi
IgG anti-CMV maternal dapat melewati plasenta dan bersifat protektif. Keadaan
asimtomatik saat lahir dijumpai pada 5 –17%, ada pula yang melaporkan 90% dari
infeksi CMV kongenital. Infeksi kongenital simtomatik dapat terjadi bila ibu terinfeksi
dengan strain CMV lain. Numazaki melaporkan sekitar 7% kasus dengan gejala
cytomegalic inclusion disease (CID) dijumpai pada saat lahir, sedangkan Lipitz
melaporkan sebesar 10 – 15%, dan dapat menimbulkan risiko kehilangan pendengaran
sensorineural yang progresif (progressive sensorineural hearing loss atau SNHL), atau
lain-lain defek perkembangan neurologik (retardasi mental) di kemudian hari.
Progresivitas komplikasi neurologic ini berhubungan dengan infeksi CMV yang
persisten, replikasi virus atau respons tubuh anak (Budipardigdo, 2007).
2. 2. Virologi Cytomegalovirus
Virus Cytomegalovirus (CMV) termasuk keluarga virus Herpes. Sekitar 50% sampai
80% orang dewasa memiliki antibodi anti CMV. Infeksi primer virus ini terjadi pada usia
bayi, anak - anak, dan remaja yang sedang dalam kegiatan seksual aktif. Penderita
infeksi primer tidak menunjukkan gejala yang khusus, tetapi virus terus hidup dengan
status laten dalam tubuh penderita selama bertahun – tahun (Karger, 2001).
Bersama dengan Cytomegalovirus hewan, Cytomegalovirus manusia (HCMV) juga
disebut dalam literatur terbaru sebagai manusia herpesvirus 5 (HHV-5), milik keluarga
Herpesviridae, subfamili Betaherpesvirinae, Cytomegalovirus genus. Nama ini berasal
dari fakta bahwa hal itu menyebabkan pembesaran sel yang terinfeksi (cytomegaly) dan
mendorong badan inklusi karakteristik. Genom HCMV terdiri dari DNA untai ganda
dengan sekitar 230.000 pasangan basa. Genom ini tertutup oleh kapsid icosahedral
(diameter 100-110 nm, 162 capsomers). Antara kapsid dan amplop virus terdapat
lapisan protein yang dikenal sebagai tegument. Amplop virus berasal dari membran sel.
Setidaknya delapan glikoprotein virus yang berbeda yang tertanam di lapisan ganda
2
lipid. Partikel virus matang memiliki diameter 150-200 nm. Seperti semua herpesvirus,
HCMV sensitif terhadap pH rendah, agen lipiddissolving dan panas. HCMV memiliki
waktu paruh sekitar 60 menit pada 37°C dan relatif stabil pada -20°C. Perlu disimpan di
setidaknya -70°C untuk mempertahankan infektivitasnya (Karger, 2001).
Gambar 1. HCMV Human Cytomegalovirus (Karger, 2001).
Pada penelitian terbaru, tiga CMV monyet diakui sebagai spesies dalam klasifikasi
ICTV terbaru, sedangkan virus dari monyet rhesus (RhCMV), simpanse (ChCMV), dan
monyet hijau Afrika (AgmCMV). CMV isolat dari babun, latihan, burung hantu, dan
monyet bajing juga telah dijelaskan. Kemungkinan bahwa banyak spesies monyet lebih
pelabuhan CMVs mereka sendiri. CMVs lebih besar dari herpesvirus lainnya (200-300
nm diameter) dan cenderung disebabkan pleomorfik dengan bentuk amplop tidak
teratur. Genom CMV juga merupakan terbesar di antara genom virus herpes. ChCMV
adalah relatif dekat CMV manusia (HCMV). Genom HCMV dan ChCMV hampir
sempurna. Pada saat yang sama homologi urutan gen orthologous dalam genom ada di
moderat rata-rata rendah. Meskipun RhCMV jelas lebih jauh dari HCMV dari ChCMV,
fitur penting dari infeksi HCMV cukup erat tercermin pada monyet rhesus terinfeksi
RhCMV. Model monyet rhesus (RhCMV) menyediakan peluang bagus untuk
mempelajari patogenesis penyakit CMV dalam sebuah host immunocompromised,
terutama SIV-imunosupresi kera dengan SAIDS. Walaupun penyakit bawaan CMV tidak
teramati di kera, dapat eksperimen diinduksi oleh inokulasi langsung intrauterine fetus
monyet rhesus dengan RhCMV. Pengembangan vaksin profilaksis efektif dan HCMV
terapi, kompleksitas tugas yang tangguh, dapat difasilitasi oleh pengujian berbagai
protokol imunisasi menggunakan RhCMV / model monyet rhesus (Karger, 2001).
Virus CMV akan aktif apabila host mengalami penurunan kondisi fisik, seperti wanita
yang sedang hamil atau orang yang mengalami pencangkokan organ tubuh. Jika infeksi
pada wanita hamil terjadi pada awal kehamilannya maka kelainan yang ditimbulkan
semakin besar (Karger, 2001).
Hanya sekitar 5 hingga 10 bayi yang terinfeksi CMV selama masa kehamilan
menunjukkan gejala kelainan sewaktu dilahirkan. Gejala klinis yang umum dijumpai
adalah berat badan rendah, hepatomegali, splenomegali, kulit kuning, radang paru -
paru, dan kerusakan sel pada jaringan syaraf pusat. Gejala non syaraf akan muncul
pada beberapa minggu pertama, cacat pada jaringan syaraf yang akan berlanjut
3
menjadi kemunduran mental, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan
raikrosefali (Karger, 2001).
CMV lebih sering menyerang mata yang dapat dengan cepat menyebabkan
kebutaan. Bila tidak diobati CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksi ke
beberapa organ lain sekaligus. Risiko infeksi CMV paling tinggi terjadi bila sel CD4
kurang dari 100 (Karger, 2001).
Transmisi CMV
Risiko mendapatkan sitomegalovirus (CMV) melalui kontak biasa sangat kecil. Virus
ini biasanya ditularkan dari orang yang terinfeksi kepada orang lain melalui kontak
langsung dari cairan tubuh, seperti urin, air liur, atau ASI. CMV ditularkan secara
seksual dan dapat menyebar melalui organ-organ transplantasi dan transfusi darah
(Karger, 2001).
Orang yang terinfeksi dengan CMV dapat menularkan virus ( terinfeksi virus dari
cairan tubuh mereka, seperti urin, air liur, darah, dan air mani, ke lingkungan). Anak-
anak kecil sering menularkan CMV selama berbulan-bulan setelah mereka pertama
terinfeksi. Walaupun orang tua dari anak-anak yang shedding virus dapat menjadi
terinfeksi dari anak-anak mereka, CMV tidak menyebar dengan mudah. Kurang dari 1
dari 5 orang tua dari anak-anak yang terinfeksi CMV penumpahan selama setahun
(Karger, 2001).
Meskipun CMV dapat ditularkan melalui ASI, infeksi yang terjadi dari pemberian ASI
biasanya tidak menimbulkan gejala atau penyakit pada bayi. Karena infeksi CMV
setelah lahir dapat menyebabkan penyakit pada bayi lahir prematur atau rendah sangat
berat, ibu bayi tersebut harus berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan
mereka tentang menyusui (Karger, 2001).
Transmisi CMV selama Kehamilan
Di Amerika Serikat, sekitar 30-50% wanita tidak pernah terinfeksi CMV. Sekitar 1-4
dari setiap 100 wanita yang belum pernah terinfeksi dengan CMV mengalami infeksi
(pertama) primer CMV selama kehamilan. Sekitar sepertiga dari wanita (33 dari setiap
100) yang terinfeksi dengan CMV untuk pertama kalinya selama kehamilan akan
meneruskan infeksi pada bayi mereka (Karger, 2001).
Di Amerika Serikat, sekitar 50-80% wanita telah terinfeksi dengan CMV pada usia 40
tahun. Jika seorang wanita terinfeksi dengan CMV sebelum menjadi hamil, risiko
menularkan virus ke janinnya sekitar 1 dalam 100 (Karger, 2001).
Untuk wanita hamil, dua transmisi yang paling umum untuk CMV melalui hubungan
seksual dan melalui kontak dengan urin dan air liur anak-anak muda dengan infeksi
CMV (Karger, 2001).
Tidak ada tindakan yang dapat menghilangkan semua resiko infeksi CMV dari anak
muda, tetapi ada beberapa tindakan yang dapat mengurangi penyebarannya (untuk
rinciannya, lihat Pencegahan). Tujuan utama dari tindakan ini adalah untuk menghindari
urin anak-anak dan air liur di tangan Anda atau di Anda mata, hidung, atau mulut
(Karger, 2001).
4
Penularan CMV ke Bayi sebelum Lahir
CMV dapat menular dari ibu hamil ke janinnya selama kehamilan. Virus dalam darah
ibu masuk lewat plasenta dan menginfeksi darah janin (Karger, 2001).
Antara bayi yang lahir dengan infeksi CMV (infeksi CMV kongenital), sekitar 1 dari 5
akan memiliki cacat permanen, seperti cacat perkembangan atau gangguan
pendengaran (Karger, 2001).
2. 3. Patogenesis Infeksi Cytomegalovirus
CMV adalah virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vitro dan in vivo. Efek
patologis infeksi CMV adalah sel yang membesar dengan badan inklusi virus (viral
inclusion bodies). Sel yang terkena sitomegali juga terlihat pada infeksi yang
disebabkan oleh Betaherpesvirinae lain. Secara mikroskopis, sebutan bagi sel ini
adalah mata burung hantu. Walaupun merupakan suatu dasar diagnosis, tampilan
histologis seperti ini hanya ada sedikit atau tidak ada pada organ terinfeksi (Akhter &
Wills, 2010).
Gambar 2. Pewarnaan hematoxylin-eosin pada potongan paru menunjukan inklusi mata burung hantu yang tipikal (Wiedbrauk, dalam Akhter & Wills, 2010)
Virus CMV memasuki sel dengan cara terikat pada reseptor yang ada di permukaan
sel inang, kemudian menembus membran sel, masuk ke dalam vakuole di sitoplasma,
lalu selubung virus terlepas, dan nucleocapsid cepat menuju ke nukleus sel inang
(uncoating) (Budipardigdo, 2007)
Riwayat infeksi CMV sangat kompleks, setelah infeksi primer, virus diekskresi
melalui beberapa tempat dan ekskresi virus dapat menetap beberapa minggu, bulan,
bahkan tahun sebelum virus hidup laten. Episode infeksi ulang sering terjadi, karena
reaktivasi dari keadaan laten dan terjadi pelepasan virus lagi. Infeksi ulang juga dapat
terjadi eksogen dengan strain lain dari CMV. Infeksi CMV dapat terjadi setiap saat dan
menetap sepanjang hidup. ”Sekali terinfeksi, tetap terinfeksi”, virus hidup dormant
dalam sel inang tanpa menimbulkan keluhan atau hanya keluhan ringan seperti
common cold. Replikasi virus merupakan faktor risiko penting untuk penyakit dengan
manifestasi klinik infeksi CMV. Penyakit yang timbul melibatkan peran dari banyak
5
molekul baik yang dimiliki oleh CMV sendiri maupun molekul tubuh inang yang terpacu
aktivasi atau pembentukannya akibat infeksi CMV. CMV dapat hidup di dalam
bermacam sel seperti sel epitel, endotel, fibroblas, leukosit polimorfonukleus, makrofag
yang berasal dari monosit, sel dendritik, limfosit T (CD4+ , CD8+), limfosit B, sel
progenitor granulosit-monosit. Dengan demikian berarti CMV menyebabkan infeksi
sistemik dan menyerang banyak macam organ antara lain kelenjar ludah, tenggorokan,
paru, saluran cerna, hati, kantong empedu, limpa, pankreas, ginjal, adrenal, otak atau
sistem syaraf pusat. Virus dapat ditemukan dalam saliva, air mata, darah, urin, semen,
sekret vagina, air susu ibu, cairan amnion dan lain-lain cairan tubuh. Ekskresi yang
paling umum ialah melalui saliva, dan urin dan berlangsung lama, sehingga bahaya
penularan dan penyebaran infeksi mudah terjadi. Ekskresi CMV pada infeksi kongenital
sama seperti pada ibu, juga berlangsung lama (Budipardigdo, 2007).
Reaktivasi, replikasi dan reinfeksi umum terjadi secara intermiten, meskipun tanpa
menimbulkan keluhan atau kerusakan jaringan. Replikasi DNA virus dan pembentukan
kapsid terjadi di dalam nukleus sel inang. Sel-sel terinfeksi CMV dapat berfusi satu
dengan yang lain, membentuk satu sel besar dengan nukleus yang banyak. Endothelial
giant cells (multinucleated cells) dapat dijumpai dalam sirkulasi selama infeksi CMV
menyebar. Sel berinti ganda yang membesar ini sangat berarti untuk menunjukkan
replikasi virus, yaitu apabila mengandung inklusi intranukleus berukuran besar seperti
mata burung hantu (owl eye) (Budipardigdo, 2007).
Respons imun seseorang memegang peran penting untuk mengeliminasi virus yang
telah menyebabkan infeksi. Pada kondisi kompetensi imun yang baik (imunokompeten),
infeksi CMV akut jarang menimbulkan komplikasi, namun penyakit dapat menjadi berat
bila individu berada dalam keadaan immature (belum matang), immunosuppressed
(respons imun tertekan) atau immunocompromised (respons imun lemah), termasuk ibu
hamil dan neonatus, penderita HIV (human immunodeficiency virus), penderita yang
mendapatkan transplantasi organ atau pengobatan imunosupresan dan yang menderita
penyakit keganasan. Pada kondisi tersebut, sistem imun yang tertekan atau lemah,
belum mampu membangun respons baik seluler maupun humoral yang efektif,
sehingga dapat mengakibatkan nekrosis atau kematian jaringan yang berat, bahkan
fatal (Budipardigdo, 2007).
Respons imun terhadap infeksi CMV sama seperti terhadap infeksi terhadap virus
pada umumnya, bersifat kompleks yang meliputi baik faktor atau komponen yang
berperan dalam respons imun seluler maupun humoral. Kontrol yang cepat, segera
pada infeksi akut dilakukan oleh sistem imun yang diperantarai sel yaitu sel NK (natural
killer), sel T CD8+ dan dengan bantuan sel T CD4+. Sel NK, anggota limfosit nonT-nonB
yang beredar dalam sirkulasi darah dan jaringan, merupakan komponen nonspesifik
dari sistem imun bawaan, akan mengenal sel inang yang terinfeksi virus, kemudian
menghancurkan sel tersebut dengan cara lisis proteolitik. Pada awal infeksi akut, dalam