BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis kronis masih merupakan penyakit yang sering ditemukan dan penyebab utama morbiditas pada sebagian besar penderitanya. Banyak faktor yang berperan dalam patogenesisnya, yaitu faktor lokal (variasi anatomi), faktor individu dan faktor non individu. Prevalensi rinosinusitis mencapai 14 % dari populasi secara global. Variasi anatomi dan proses patologi dalam hidung dan sinus paranasal telah banyak diteliti oleh para ahli. Banyak variasi anatomi meyebabkan penyakit sinus kronis dengan menimbulkan obstruksi pada kompleks osteomeatal (KOM) dan mempengaruhi pola transport mukosilier. (1,9) Rinosinusitis kronis merupakan salah satu dari penyakit otorinolaringologik, dengan demikian penyakit ini adalah kondisi medis yang cukup umum, tetapi merupakan salah satu penyakit dimana diagnosis dan prognosisnya tergantung pada gejala, tanda-tanda, penilaian klinis dan evaluasi radiologis. Hal ini sering tidak sangat mudah; banyak peneliti telah berusaha untuk 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rinosinusitis kronis masih merupakan penyakit yang sering ditemukan dan
penyebab utama morbiditas pada sebagian besar penderitanya. Banyak faktor yang
berperan dalam patogenesisnya, yaitu faktor lokal (variasi anatomi), faktor individu
dan faktor non individu. Prevalensi rinosinusitis mencapai 14 % dari populasi secara
global. Variasi anatomi dan proses patologi dalam hidung dan sinus paranasal telah
banyak diteliti oleh para ahli. Banyak variasi anatomi meyebabkan penyakit sinus
kronis dengan menimbulkan obstruksi pada kompleks osteomeatal (KOM) dan
mempengaruhi pola transport mukosilier.(1,9)
Rinosinusitis kronis merupakan salah satu dari penyakit otorinolaringologik,
dengan demikian penyakit ini adalah kondisi medis yang cukup umum, tetapi
merupakan salah satu penyakit dimana diagnosis dan prognosisnya tergantung pada
gejala, tanda-tanda, penilaian klinis dan evaluasi radiologis. Hal ini sering tidak
sangat mudah; banyak peneliti telah berusaha untuk mengkarakterisasi kondisi ini
berdasarkan pada berbagai faktor. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: Skor
gejala, skor Computed Tomography, temuan endoskopi, temuan bedah, hasil kultur
dan hasil Histopatologi.(8)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sinus
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
didekripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada 4 pasang
sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu, sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid , dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga didalam tulang. Semua
sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Secara embriologik,
sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannnya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan
sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada sejak bayi lahir, sedangkan
sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada ank yang berusia kurang
lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal
dari bagian posterior superior rongga hidung. Sinus- sinus ini umumnya mencapai
besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.(1)
Gambar 1.Proyeksi Sinus Paranasales
2
Gambar 2. Rongga Hidung, Cavitas Nasi, dan Lubang-lubang muara sinus paranasales
2.1.1 Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila
berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila
yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga dan dinding
superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris
dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial
sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Dari segi
klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah : 1). Dasar sinus
maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu P1,P2,M1,M2 dan
M3. 2). Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. 3). Ostium
maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung
3
dari gerak silia, sementara itu drainase juga harus melalui infundibulum yang
sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan
akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus
maksila dan selanjtunya menyebabkan sinusitis.(9)
2.1.2 Sinus Frontalis
Sinus frontalis terletak yang terletak di Os frontal mulai terbentuk sejak
bulan ke 4 fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia
8-10 tahun dana akan mencapai ukuran maksima sebelum usia 20 tahun.
Ukuran sinus frontal adal 2,8 cm tingginya, lebar 2,4 cm dan dalamnya 2 cm.
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Sinus
frontal dipisahkan oleh tulang yang tipis dari orbita dan fosa serebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal
berdrenase melalui ostium yang terletak di resesu frontal, yang berhubungan
dengan infundibulum etmoid.(1,9)
2.1.3 Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi
sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid
dengan dasarnya dibagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5
cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian
posterior. (1,9)
2.1.3 Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sphenoid dibelakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.
4
Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1, 7 cm.
Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus ini berkembang,
pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sphenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding
sinus sphenoid. (1,9)
2.2 Komplek Osteo-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini
rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteo-meatal (KOM), terdiri dari
infundibulum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,
bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.(1,9)
Gambar 3. kompleks osteo-meatal
2.3 Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat mukosa bersilia.
Didalam sinus, silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium,
5
normalnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada dinding lateral
hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari
kelompok sinus anterior yang bergabung diinfundibulum etmoid dialirkan ke
nasofaring didepan muara tuba Eustacius, lendir yang berasal dari kelompok sinu
posterior bergabung diresesus sfenoetmoidalis dialairkan ke nasofaring dipostero-
superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati secret pasca-natal (post
nasal drip), tetapi belum tentu ada secret dirongga hidung.(1,4)
2.4 Fungsi Sinus Paranasal
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Beberapa pendapat mengenai fungsi sinus paranasal antara lain (4,9) :
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning), Sinus berfungsi sebagai
ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara
inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati
pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Lagipula
mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak
mukosa hidung.
b. Sebagai penahan suhu (termal insulators), Sinus paranasal berfungsi sebagai
penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa serebri dari suhu rongga
hidung yang berubah-ubah.
c. Membantu keseimbangan kepala, Sinus membantu keseimbangan kepala
karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus
diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1%
dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.
d. Membantu resonansi suara, Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk
resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang
berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi
6
sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi
suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara, Fungsi ini berjalan bila ada
perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin
atau membuang ingus.
f. Membantu produksi mukus, Jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus
dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut
masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius,
tempat yang paling strategis.
2.5 Rinosinusitis Kronis
2.5.1 Defenisi
Rinosinusitis Kronis adalah sekelompok gangguan yang ditandai dengan
peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal dengan durasi minimal 12
minggu berturut-turut. Selain itu, osteitis pada tulang didasarnya dapat pula
terjadi. Beberapa faktor, baik intrinsik dan ekstrinsik berkontribusi pada
perkembangan Rinosinusitis kronis. .(7,8)
2.5.2 Epidemiologi
Rinosinusitis merupakan penyakit yang umum dijumpai dalam praktek sehari-
hari. rinosinusitis tersebar luas dan diperkirakan mengenai 10 % hingga 30 %
individu di Eropa. Di Amerika Serikat hampir 15 % penduduk pernah menderita
paling sedikit sekali episode rinosinusitis dalam hidupnya.(12)
Insiden dan prevalensi rinosinusitis sebenarnya tidak diketahui secara pasti
pada beberapa kasus. Perkiraan prevalensi rhinosinusitis didasarkan pada hasil Ct
scan yang menunjukkan bahwa 90% terjadi pada pasien yang pilek karena virus
dan bakteri bersamaan. Setiap tahun, anak-anak dan orang deawasa rata-ratan
7
antara 6 dan 8 atau 2 sampai 3 mengalami infeksi saluran peranfasan atas. Oleh
karena itu , lebih dari 1 milliar kasus rinosinusitis terjadi setiap tahun. (5)
Bila suatu rinosinusitis merupakan peradangan dari lapisan mukosa hidung
dan sinus paranasalis, maka dapatlah dikatakan bahwa rinosinusitis dapat terjadi
pada setiap infeksi saluran nafas atas .Tetapi pada anak-anak dimana rongga sinus
paranasalis relatif kecil dengan ukuran ostium sinus paranasalis yang relatif
besar, maka tidak terdapat retensi sekret, sehingga meskipun terjadi rinitis karena
virus yang dapat meluas ke lapisan mukosa sinus paranasalis, mukus yang
terdapat dalam rongga sinus akan dengan cepat dikeluarkan oleh gerakan silia.
Oleh karena itu pada anak-anak usia 2 – 3 tahun jarang timbul masalah klinis.
Infeksi dari sinus paranasalis lebih mungkin terjadi pada anak yang lebih besar,
namun demikian ini tidak berarti bahwa insiden infeksi sinus paranasalis pada
anak-anak lebih jarang daripada orang dewasa karena anak-anak lebih sering
terkena infeksi saluran nafas atas daripada orang dewasa.(10)
2.5.3 Etiologi
Faktor yang dapat merupakan predisposisi terjadinya rinosinusitis kronis adalah :
Udema mukosa hidung : infeksi saluran nafas atas rinitis alergi, rinitis non alergi,