Page 1
TRAUMA OCULI PENETRANS
I. PENDAHULUAN
Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari
trauma. Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-
tulang yang kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk
mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi
tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata,
terkadang sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh
lagi, mata harus di keluarkan. Kebanyakan trauma mata adalah ringan, namun
karena luka memar yang luas pada sekeliling struktur, maka dapat terlihat
lebih parah dari sebenarnya.1,2
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah
terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada
mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut : trauma tumpul,
trauma tembus bola mata, trauma kimia dan trauma radiasi.3
Trauma mekanik dapat diklasifikasikan menjadi :1
1. Benda asing ekstraokuler yang tertinggal (Retained extraocular foreign
bodies).
2. Trauma tumpul (contusional injuries)
3. Trauma penetrasi dan perforasi
4. Trauma penetrasi dengan benda asing intraokuler yang tertinggal
(Penetrating injuries with retained intraocular foreign bodies).
Perforasi bola mata merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata
karena pada keadaan ini kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain
dapat mengakibatkan kerusakan susunan anatomi dan fungsional jaringan
intraokuler. Trauma tembus dapat berbentuk perforasi sklera, prolaps badan
kaca maupun prolaps badan siliar.4
II. EPIDEMIOLOGI
Page 2
Trauma pada mata merupakan penyebab kebutaan yang cukup
signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-
negara berkembang. Trauma okular, khususnya yang berat dan mengancam
penglihatan, lebih tinggi pada pria 3 – 5 kali lebih banyak daripada wanita.
Dari data WHO yang dipublikasikan pada tahun 1998 disimpulkan bahwa
sebanyak 55 juta orang mengalami trauma pada mata per tahun. 750.000
orang dirawat inap di rumah sakit per tahun. 200.000 orang mengalami
trauma tembus bola mata (open globe injuries), 19 juta orang mengalami
kebutaan unilateral. 2,3 juta orang mengalami penurunan penglihatan bilateral
dan 1,6 juta orang mengalami kebutaan bilateral akibat trauma pada mata.5
Menurut data dari United States Eye Injury Registry (USEIR), rata-rata
umur penderita yang terkena trauma tembus bola mata adalah umur 29 tahun
dimana laki-laki lebih sering terkena dibanding perempuan.5
Di Amerika Serikat, frekuensi trauma superfisial dan adneksa (41,6%),
benda asing pada ekstraokular (25,4%), kontusio pada mata dan adneksa
(16%), luka terbuka pada mata dan adneksa (10,1%), fraktur basis orbita
(1,3%) dan cedera saraf (0,3%).5
III. ANATOMI BOLA MATA
Mata merupakan organ penglihatan primer. Manusia memiliki dua buah
bola mata yang terletak di dalam rongga orbita yang dikelilingi tulang-tulang
yang membentuk rongga orbita. Selain itu juga terdapat jaringan adneksa
mata yaitu : palpebra, sistem lakrimalis, konjungtiva, otot-otot ekstraokular,
fasia, lemak, orbita, pembuluh darah dan sistem saraf.3
Kelopak mata atau palpebra yang terdiri dari palpebra superior dan
inferior mempunyai fungsi melindungi bola mata terhadap trauma dan
pengeringan bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang
membentuk film air mata di depan kornea. Setiap kelopak terdiri dari bagian
anterior dan bagian posterior. Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian
kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat,
kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus. Otot
Page 3
seperti musculus orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak
mata atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak.6,7,8
Musculus orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi
oleh nervus fasialis. Musculus levator palpebra yang berorigo pada anulus
foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus
musculus orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit
tempat insersi musculus levator palpebrae terlihat sebagai lipatan palpebra.
Otot ini dipersarafi oleh nervus III, yang berfungsi untuk mengangkat
kelopak mata atau membuka mata.6,7,8
Sistem sekresi air mata terletak di daerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,
duktus nasolakrimal, dan berakhir di meatus nasi inferior.3
Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan yang menutupi
sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat
diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin
yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata
terutama kornea.5,6,7
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian yaitu :
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari
sklera di bawahnya.
- Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva
tarsal dan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar
dengan jaringan dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
Page 4
Gambar 1. Anatomi permukaan (surface anatomy) mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.6,7,8
Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan:6
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal yang memberikan
bentuk pada mata, yang merupakan bagian terluar yang melindungi
bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat
transparan yang memudahkan sinar masuk ke bola mata .
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah jika terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot dapat mengatur jumlah
sinar masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang terletak di
belakang iris menghasilkan cairan humor aquos yang dikeluarkan
melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris.
3. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam
dan mempunyai susunan lapis sebanyak sepuluh lapis yang
Page 5
merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar
menjadi rangsangan ke saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat
rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat
terlepas dari koroid yang disebut ablasio retina.
Gambar 2. Potongan Sagital Bola Mata
Secara klinis bola mata juga terdiri dari 2 segmen: segmen anterior
terdiri dari lensa dan struktur anterior yaitu kornea, iris, anterior chamber
dan posterior chamber. Segmen Segmen posterior terdiri dari struktur
posterior lensa, yaitu humor vitreous (gel seperti materi yang mengisi ruang
di belakang lensa), retina, koroid dan diskus optik.6,7,8
IV. ETIO-PATOGENESIS
Berdasarkan mekanisme traumanya, trauma okular terbagi atas : 2,4,8
1. Trauma tumpul
2. Trauma tembus bola mata
3. Trauma akibat benda asing intraokuler
4. Trauma fisis
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau lunak,
dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun
lambat.
Berdasarkan letaknya, trauma tumpul dapat menyebabkan :
Page 6
- Perdarahan palpebra
- Laserasi palpebra
- Hiperemis konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva
- Edema kornea
- Hifema
- Iridoplegi dan iridodialisis
- Kelainan lensa berupa : subluksasi, luksasi, maupun katarak traumatik
- Kelainan retina berupa : edema retina, maupun perdarahan retina
- Laserasi sklera
- Glaukoma sekunder
Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat menimbulkan tekanan
yang sangat tinggi dan dalam waktu yang singkat di dalam bola mata terjadi
penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak
elastis sehingga terjadi perenggangan dan robekan pada kornea, sklera, sudut
iridokornea, badan siliaris yang dapat menimbulkan perdarahan.2,4,8
Berikut adalah mekanisme trauma pada bola mata akibat benda
tumpul:1
1. Dampak langsung (Direct impact on the globe). Menghasilkan
kerusakan maksimum.
2. Compression wave force. Ditransmisi melalui cairan ke seluruh arah
dan menghantam bilik mata depan, mendorong diafragma iris ke
belakang, dan juga menghantam koroid dan retina. Kadang- kadang
gelombang penekanan sangat besar sehingga menyebabkan cedera pada
tempat yang jauh dari tempat cedera awal yang disebut counter coup.
3. Reflected compression wave force. Setelah mengenai dinding luar, maka
gelombang penekanan menuju ke kutub belakang dan dapat merusak
fovea.
4. Rebound compression wave forcer. setelah mengenai dinding belakang,
gelombang penekanan dikembalikan lagi ke depan, yang dapat merusak
koroid dan diafragma dengan tarikan dari belakang ke depan.
Page 7
5. Indirect force. Apabila bola mata mengenai struktur tulang dan elastis
dari struktur penyusun bola mata.
Gambar 3. Mekanisme trauma tumpul
Trauma tembus bola mata. Besarnya kerusakan akibat trauma tembus
bola mata bergantung pada dimana dan seberapa jauh benda penyebab trauma
tersebut masuk ke dalam mata. Luka yang terbatas pada kornea, dapat
menembus segmen anterior dari struktur yang ada dan jika kecil, mungkin
hanya menyebabkan sedikit morbiditas visual, khususnya jika kerusakan yang
timbul berada diluar aksis visual. Trauma penetrasi pada segmen anterior dari
bola mata dapat melibatkan kapsul anterior dari lensa, menyebabkan opasitas
terlokalisasi atau opasitas lenitkular difus. Sebagai refleks protektif, bola mata
biasanya mengalami rotasi ke atas sambil mengalami penutupan (fenomena
Bell’s), dan trauma penetrasi seringkali terletak pada sklera bagian inferior.
Luka pada bagian posterior melibatkan retina, dan terjadinya traksi vitreo-
retinal dan jaringan parut dalam periode setelah trauma merupakan faktor
penting yang mempengaruhi terjadinya complex retinal detachment.1,2
Benda asing yang masuk ke mata dapat menyebabkan kerusakan
melalui dua cara: 1) menyebabkan kerusakan struktur intraokuler saat masuk
ke dalam bola mata, dan 2) menyebabkan toksisitas jaringan karena
mengalami degradasi ataupun oksidasi, jika tidak segera dikeluarkan.
Sebagian besar benda asing memiliki momentum yang cukup untuk
menembus kornea akan mengalami deselerasi saat mencapai bilik mata depan
dan tampak pada iris. Luka yang lebih dalam dapat menembus kapsul lensa
yang berakibat pada terbentuknya katarak dalam beberapa hari hingga
beberapa minggu. Benda asing yang masuk ke segmen posterior mungkin
Page 8
tertinggal dalam vitreus atau dapat mengenai retina dan menyebabkan
perdarahan dan robekan pada retina.1,2
Trauma okuli penetrans dapat disebabkan oleh :1
Trauma oleh benda tajam atau bersudut seperti jarum, kuku, panah,
mur, pulpen, pensil, pecahan kaca, dan lain-lain.
Trauma oleh benda asing yang berkecepatan sangat tinggi seperti
trauma akibar peluru dan benda asing dari besi
V. KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma okular berdasarkan mekanisme trauma berdasarkan
definisi American Ocular Trauma Society :1
1. Close Globe Injury :
Keadaan dimana dinding mata (sklera dan kornea) tidak memiliki
cedera pada keseluruhan dindingnya tetapi ada kerusakan intraokuler. Terbagi
menjadi 2 yaitu:
a. Kontusio : Mengarah pada trauma non-penetrans yang diakibatkan dari
trauma benda tumpul. Kerusakan mungkin terjadi pada tempat trauma
atau tempat yang jauh.
b. Laserasi lamellar : Mengarah pada trauma non-penetrans yang
mengenai hingga sebagian ketebalan dinding mata yang disebabkan
oleh benda tajam atau benda tumpul.
2. Open Globe Injury :
Keadaan dimana terdapat perlukaan yang mengenai seluruh lapisan
pada sklera atau kornea atau keduanya. Terdiri atas :
Ruptur dimana kerusakan pada bola mata yang disebabkan oleh benda
tumpul.
Laserasi dimana kerusakan pada bola mata disebabkan oleh benda
tajam. Terdiri atas :
a. Luka penetrans, mempunyai satu laserasi di bola mata yang
disebabkan oleh benda tajam.
b. Luka perforans, mempunyai dua laserasi (luka masuk dan keluar)
Page 9
pada bola mata yang disebabkan oleh benda tajam. Kedua luka ini
harus disebabkan oleh benda yang sama.
c. Benda asing intraokular merupakan luka penetrasi yang berhubungan
dengan benda asing intraokular.
Gambar 5. Klasifikasi trauma okular
Gambar 6. Alur diagnosis trauma okular
Page 10
Gambar 7. Terminologi dalam klasifikasi trauma okular4
VI. GAMBARAN KLINIS
Page 11
Gambar 8. Bentuk-bentuk cedera pada mata
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola
mata,maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti :
Mata merah, nyeri, fotofobia, blefarospasme dan lakrimasi
Tajam penglihatan yang menurun akibat terdapatnya kekeruhan media
refraktasecara langsung atau tidak langsung akibat trauma tembus
tersebut
Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata
Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea
Bentuk dan letak pupil berubah
Terlihatnya ruptur pada kornea atau sclera
Adanya hifema pada bilik mata depan
Terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, irirs lensa,
badankaca atau retina
Trauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu3,4,8:
1. Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi
bila terjadi pada kedua mata, hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis
krani.
2. Ruptur kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris,
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
3. Ruptur membran descement
Page 12
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada
kornea, myang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus
sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali.
4. Hifema
Hifema adalah adanya darah di dalam kamera anterior. Hifema atau
adanya darah dalam bilik mata depan dapat terjadi karena trauma tumpul.
Bila pasien duduk hifema akan terlihat mengumpul di bagian bawah bilik
mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Darah dalam cairan aqueus humor dapat membentuk lapisan yang terlihat.
Jenis trauma ini tidak perlu menyebabkan perforasi bola mata. Perdarahan
dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau
korpus siliaris, biasanya di sertai edema kornea dan endapan di bawah
kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius.
5. Iridoparese
Iridoplegia adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi
midriasis.
6. Iridodialisis
Iridodialisis ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil
menjadi tidak bulat dan disebut dengan pseudopupil.
7. Irideremia ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan
8. Subluksasi lentis- luksasi lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan
akan menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan
afakia. Bila terjadigaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan
jika terjadi afakia pengobatan dilakukan secara konservatif.
9. Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, karena banyak terdapat
eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
10. Glaukoma
Page 13
Di sebabkan oleh karena robekan trabekulum pada sudut kamera okuli
anterior, yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan
aliran akquos humour.
11. Ruptur sklera
Menimbulkan penurunan tekanan intra okuler. Perlu adanya tindakan
operatif segera.
12. Ruptur retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan,
harus dilakukan operasi.
13. Benda asing pada intraocular
Merupakan masalah yang sangat penting karena pasien sering tidak
menyadari bahwa partikel telah masuk ke dalam mata.
VII. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata dinyatakan waktu
kejadian, proses terjadi trauma dan benda akan yang mengenai mata
tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itu,
apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain
dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan
pula seberapa besar benda mengenai mata, jenis bahan apakah terbuat
dari kayu, besi atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam
maka perlu ditanyakan ketajaman intra okuler akibat pendarahan
sekunder. Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan
apakah sudah pernah mendapat pertolongan sebelumnya. Perlu juga
ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila
terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan
penglihatan itu terjadi sebelum atau setelah kecelakaan tersebut,
ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembekuan darah
atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.11
b. Pemeriksaan Oftalmologi
Page 14
Pemeriksaan oftalmologi harus dilakukan secara lengkap. Semua
hal yang berhubungan dengan cedera bola mata disingkirkan.
Dilakukan pemeriksaan hifema dan menilai perdarahan ulang. Bila
ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti
keadaan mata luar. Hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat
trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus, seperti:
ekimosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus, fraktur yang
disertai gangguan pada gerakan mata.11
Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati
dalam memeriksa kornea karena akan meningkatkan resiko corneal
blood staining pada lapisan endotel kornea. Keadaan iris dan lensa juga
dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau robekan
iris. Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin
lensa tidak berada di tempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi lensa
bahkan luksasi lensa.9,12
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata
untuk mengetahui apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata.
Pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular, juga
perlu dilakukan meskipun tidak ditemukan hifema, karena pada trauma
yang menyebabkan ruptur bola mata dapat menyebabkan tekanan
intraokular yang menurun. Penilaian fundus perlu dicoba tetapi
biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai hifema hilang.
Pemeriksaan funduskopi diperlukan untuk mengetahui akibat trauma
pada segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak
mungkin karena terdapat darah pada media penglihatan. Pada
funduskopi kadang-kadang terlihat darah dalam badan kaca. Pemberian
midriatika tidak dianjurkan kecuali bila untuk mencari benda asing pada
polus posterior.9,11
c. Pemeriksaan Penunjang
Page 15
1. Slit-lamp dan gonioskopi. Tanda yang dapat ditemukan melalui
pemeriksaan ini yang mengindikasikan adanya benda asing
intraokuler adalah : perdarahan subkonjungtiva, jaringan parut
kornea, lubang pada iris, dan gambaran opak pada lensa. Dengan
medium yang jernih, seringkali benda asing intraokuler dapat
terlihat dengan oftalmoskopi pada corpus vitreous atau bahkan pada
retina. Benda asing yang terletak pada bilik mata depan dapat
terlihat melalui gonioskopi.1,4
2. X-ray orbita. Foto polos orbita antero-posterior dan lateral sangat
diperlukan untuk menentukan lokasi benda asing intraokuler
disebabkan sebagian besar benda yang menembus bola mata akan
memberikan gambaran radiopak.2
3. Ultrasonografi. Penggunaan ultrasonografi merupakan prosedur
non-invasif yang mampu mendeteksi benda berdensitas radiopak
dan non-radiopak.1
4. CT-Scan. CT-Scan potongan aksial dan koronal saat ini merupakan
metode terbaik untuk mendeteksi benda asing intraokuler dengan
menyediakan gambaran potongan melintang yang lebih unggul
dalam sensitivitas dan spesifisitas dibanding foto polos dan
ultrasonografi. MRI tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan
benda asing jenis metal, karena medan magnet yang diproduksi saat
pemeriksaan dilakukan dapat menyebabkan benda asing menjadi
proyektil berkecepatan tinggi dan menyebabkan kerusakan ocular. 1,12
VIII.PENATALAKSANAAN
Prinsip untuk menangani pasien trauma, seperti pasien pada umumnya
bila pasien masuk, yang pertama diperhatiakan adalah Airway, Breathing, dan
Circulation. Setelah Airway, Breathing, dan Circulation stabil barulah kita
memeriksa trauma pada bagian mata. Pada setiap keadaan, harus dilakukan
usaha untuk mempertahankan bola mata bila masih terdapat kemampuan
melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan.
Page 16
Setiap pasien trauma mata seharusnya mendapatkan pengobatan
antitetanus toksoid untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus dikemudian
hari terutama trauma yang menyebabkan luka penetrasi. Apabila jelas tampak
ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien
mendapat anastesi umum. Sebelum pembedahan jangan diberi obat siklopegik
ataupun antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas pada jaringan
intraokular yang terpajan. Berikan antibiotik sistemik spectrum luas dan
upayakan memakai pelindung mata.9
Analgetik dan antiemetik diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi
makanan dan minum. Induksi anastesi umum jangan menggunakan obat-obat
penghambat depolarisasi neuron muskular, karena dapat meningkatkan secara
transien tekanan di dalam bola mata sehingga meningkatkan kecenderungan
herniasi isi intraokular. Anak juga lebih baik diperiksa awal dengan bantuan
anastesi umum yang bersifat singkat untuk memudahkan pemeriksaan.9
Untuk terapi pembedahan pada trauma penetrans waktu operasi sangat
penting jika tindakan pembedahan diperlukan. Penatalaksanaan pada laserasi
kornea, sklera, dan traktus uvea umumnya memerlukan pembedahan. Tujuan
utama dari pembedahan adalah perbaikan awal pada kornea dan sklera.
Tujuan selanjutnya yang dapat dicapai pada saat perbaikan pertama atau
selama prosedur berikutnya adalah untuk mengembalikan penglihatan melalui
perbaikan kerusakan baik luar dan dalam pada mata.11
Prognosis pada pasien yang berisiko menjadi sympathetic ophthalmia
enukleasi harus dipertimbangkan. Enukleasi primer harus dilakukan pada
cedera parah dengan tidak lagi memungkinkan dilakukan perbaikan anatomi.
Tetapi dalam beberapa kasus, keuntungan menunda enukleasi selama
beberapa hari jauh lebih baik jika dibandingkan dengan keuntungan dari
enukleasi primer. Penundaan ini memungkinkan untuk penilaian fungsi
penglihatan pasca operasi, vitreoretina atau konsultasi bedah plastik mata,
dan menstabilkan kondisi medis pasien. 11
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin juga bisa terjadi setelah trauma okuli penetrans3,9
Page 17
1. Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis
Endoftalmitis jarang, namun dapat merusak sebagai akibat dari trauma
okuli perforasi dan dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam
beberapa minggu tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat.
Endoftalmitis dapat berlanjut menjadi panoftalmitis. Pemberian antibiotik
dan menjaga ke-sterilan alat dianjurkan untuk mencegah infeksi.
2. Katarak traumatik
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi
kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga
terbentuk kekeruhan. Katarak jenis ini akan timbul setelah beberapa hari
ataupun tahun. Pada penanganan mata yang terkena katarak traumatik
apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu mata sampai tenang.
3. Simpatik oftalmia
Merupakan suatu kondisi pada mata yang jarang terjadi, dimana pada mata
yang semula sehat (sympathetic eye), terjadi suatu peradangan pada
jaringan uvea setelah cedera penetrasi pada salah satu mata (exciting eye)
oleh karena trauma atau pembedahan. Gejala gejala dari peradangan pada
mata yang tidak mengalami trauma akan terlihat biasanya dalam waktu 2
minggu setelah cedera, tetapi dapat juga berkembang dari hari sampai
beberapa tahun kemudian. Peradangan pada mata muncul dalam bentuk
pan uveitis granulomatosa yang bilateral. Biasanya exciting eye ini tidak
pernah sembuh total dan tetap meradang pasca trauma, baik trauma tembus
akibat kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata. Peradangan
yang berlanjut pada exciting eye tampak berkurang dengan penggunan
steroid tetapi pada prinsipnya proses peradangan jaringan uvea masih tetap
berjalan. Tanda awal dari mata yang bersimpati adalah hilangnya daya
akomodasi serta terdapatnya sel radang di belakang lensa. Gejala ini akan
diikuti oleh iridosiklitis subakut, serbukan sel radang dalam vitreous dan
eksudat putih kekuningan pada jaringan di bawah retina.
DAFTAR PUSTAKA
Page 18
1. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology 4thEd. New Delhi: New Age
International (P). 2007; p401-15.
2. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes 4th Ed. London: BMJ Books.
2004.p 29-32.
3. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Edisi 3. Jakarta. 2009. h.1-13, 259-276.
4. Lang GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed. Stuttgart:
Thieme.2006.
5. Rappon Joseph. Primary Care Ocular Trauma Management. Pacific
University Oregon. USA. Available from :
http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/documents/PrimaryCareOcularTrau
maManagement.pdf
6. Faiz O. Mofat D. Anatomy at a Glance. Italy. Blackwell Science Ltd. 2002. h.
154-155
7. Galloway NR. Amoaku WMK. Galloway PH. Browning AC. Common eyes
disease and their management. 3rdedition . London. Springer-Verlag. 2006.
h.7-15, 129-134
8. Olver J. Cassidy Lorraine. Ophtalmology at a Glance. India. Blackwell
Science Ltd. 2005. h.36-39
9. Webb LA. Kanski JJ. Manual of Eye Emergencies: Diagnosis and
Management. China: Butterworth-Heinemann. 2004. h.114-131.
10. Eva PR. Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s: General Opthalmology. 16th
edition. United States of America. Mc Graw Hill. 2007. h.372-377
11. Basic And Clinical Science Course. External Disease and Cornea. Section 8.
Singapore. American Academy of Opthalmology. 2008. h.351-367.
12. Kuhn Ferenc, Morris Robert, Mester Viktoria, Witherspoon C.D. Terminology
of Mechanical Injuries: the Birmingham Eye Trauma Terminologi (BETT).
2008. Available from : http://www.springer.com/978-3-540-33824-6