Page 1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat
dan kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Refarat yang
berjudul “Glomerulonefritis Akut”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terimakasih
kepada dr. Marisi Ester Sihite yang telah memberikan ilmu kepada penulis,
memotivasi dan membimbing penulis dalam menyelesikan makalah ini. Tujuan
penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan
tulisan ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga tulisan ini berguna bagi
pembacanya.
Balige, 16 Desember2015
Penyusun
i
Page 2
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
Daftar Gambar........................................................................................................iii
Daftar Tabel............................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal.........................................................................3
2.2 Definisi Glomerulonefritis.............................................................................7
2.3. Etiologi..........................................................................................................8
2.4 Epidemiologi..................................................................................................8
2.5 Patogenesis dan Gambaran Histologis...........................................................8
2.6 Perubahan Struktural dan Fungsional...........................................................10
2.7 Manifestasi Klinis.........................................................................................11
2.8 Pemeriksaan Penunjang................................................................................13
2.9 Diagnosis......................................................................................................15
2.10 Diagnosis Banding.....................................................................................15
2.11 Komplikasi.................................................................................................16
2.12 Tatalaksana.................................................................................................17
2.13 Pemantauan................................................................................................19
2.14 Rujukan kepada Konsultan Ginjal Anak....................................................20
2.15 Prognosis....................................................................................................21
BAB III..................................................................................................................22
KESIMPULAN......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
ii
Page 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Penyakit ini sering dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari dan
merupakan penyebab penting penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).1
Glomerulonefritis dibedakan menjadi Glomerulonefritis Primer dan
Glomerulonefritis sekunder. GN primer apabila penyakit dasarnya berasal dari
ginjal sendiri sedangkan GN sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik
(SLE), mieloma multipel, atau amiloidosis.1
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai
pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS
dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun.
Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun
dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1.2
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik
lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden
GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit
infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak
dijumpai.2 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada
golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9% & 66,9%.2
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi.
Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah,
1
Page 5
biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh
spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.3
1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi glomerulonefritis akut
2. Mengetahui patofisiologi dan etiologi glomerulonefritis akut
4. Mengetahui penatalaksanaan glomerulonefritis akut
2
Page 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi GinjalGinjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,
retroperitoneal antara vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang
dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Setiap ginjal terdiri dari 8-12
lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya
yang disebut papilla bermuara di kaliks minor.4,10
Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan
distal. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir
cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal
tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya
umur.4,10
Setiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang
berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin
berusia 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan
selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai
maturasi fungsional.4
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus
proksimal, ansa henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula
bowman juga disebut badan malphigi. Meskipun ultra filtrasi plasma terjadi di
glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah
pentingnya.4
Fungsi dari ginjal sendiri adalah:
1. Filtrasi plasma darah
2. Regulasi volume darah dan tekanan darah dengan cara mengeliminasi air
seperlunya
3. Regulasi osmolaritas cairan tubuh dengan mengontrol jumlah air dan solusi
yang tereliminasi
4. Sekresi enzim Renin yang mengaktivasi mekanisme hormonal untuk
mengontrol tekanan darah
3
Page 7
5. Sekresi hormon eritropoietin yang menstimulasi produksi sel darah merah
6. Berkolaborasi dengan paru-paru untuk regulasi CO2 dan keseimbangan asam
basa.
7. Membantu proses pembentukan kalsitriol
8. Membantu proses glukoneogenesis saat kelaparan dengan cara melakukan
deaminasi asam amino (menghilangkan grup -NH2), dan mengekskresikan
grup amino sebagai ammonia (NH3) dan mensintesis glukosa dari sisa
molekul.4
Setiap ginjal memiliki sekitar 1,2 juta nefron. Tiap nefron terdiri dari
korpuskulum renalis yang menyaring plasma darah dan tubulus renalis yang
merubah hasil filtrasi menjadi urine. Korpuskulum renalis terdiri dari glomerulus
dan kapsula glomerular (kapsula Bowman) yang melapisinya. Lapisan dari
glomerulus terdiri dari:
1. Endotel Fenestra dari Kapiler/ Lamina dense yang padat (ditengah)
Sel endoteliar dari kapiler glomerulus berbentuk seperti sarang lebah
dengan pori pori filtrasi yang besar sekitar 70-90 nm. Kapiler ini sangat
permeabel walaupun porinya cukup kecil untuk menyingkirkan sel darah dari
filtrasi.
2. Membrana Basalis/ Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa
dan sel endotel
Membran ini terdiri dari gel proteoglikan. Beberapa partikel dapat
melewati celah kecil dari membran ini, tetapi kebanyakan darinya tidak dapat,
seperti molekul yang besarnya lebih dari 8 nm. Beberapa molekul yang lebih
kecil dapat dipertahankan agar tidak melewat celah dengan adanya listrik
negatif pada proteoglikan. Albumin hampir mencapai 7 nm tetapi tidak dapat
melewati membran karena adanya muatan negatif tersebut. Walaupun plasma
darah mengandung 7% protein, tetapi filtrat glomerulus hanya mengandung
0,03% protein, terdiri dari banyak albumin, termasuk beberapa hormon.
3. Celah Filtrasi/ Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan
sel epitel
4
Page 8
Podosit dari kapsula glomerulus berbentuk seperti gurita, dengan adanya
badan sel bulbosa dengan beberapa lengan tebal dimana tiap lengannya
memiliki banyak perpanjangan kecil yang disebut foot processes (pedikel)
yang mengelilingi kapiler.4
Hampir semua molekul yang lebih kecil dari 3 nm dapat melewati membran
filtrasi ke dalam celah kapsular, diantaranya air, elektrolit, glukosa, asam lemak,
asam amino, sisa nitrogen, dan vitamin. Substansi tersebut memiliki konsentrasi
yang hampir sama pada plasma darah dengan di filtrat glomerular. Infeksi ginjal
atau trauma, dapat merusak membran filtrasi dan membiarkan albumin atau sel
darah terfiltrasi.4
Penyakit ginjal terkadang ditandai dengan adanya protein atau darah dalam
urin, kondisi yang dikenal dengan proteinuria dan hematuria. Tekanan filtrasi
ditentukan oleh beberapa tekanan yaitu tekanan hidrostatik kapiler (60 mmHg)
yang dilawan dengan tekanan osmotik koloid (32mmHg) dan tekanan kapsular
(18 mmHg), sehingga tekanan yang dihasilkan akan membuat darah dari kapiler
melewati membran atau disebut tekanan filtrasi net (NFP).4
Tingginya tekanan darah pada glomerulus membuat ginjal tidak dapat
bertahan lama pada hipertensi, sehingga dapat menimbulkan efek yang buruk dan
terjadinya gagal ginjal. Hipertensi dapat menyebabkan rupturnya kapiler
glomerular sehingga dapat menimbulkan cidera (nefrosklerosis). Hal ini akan
membuat terjadinya aterosklerosis dari pembuluh darah renal seperti di tempat
lain dan mengurangi suplai darah renal sehingga mengakibatkan gagal ginjal.4
Glomerular Filtration Rate merupakan jumlah dari filtrat yang terbentul per
menit oleh kedua ginjal. Tiap 1 mmHg dari NFP, ginjal membentuk 12,5 mL
filtrat/menit. Tetapi hanya sebagian kecil. GFR harus dikontrol dengan tepat,
regulasinya dikontrol oleh beberapa cara, yaitu:
1. Autoregulasi Renal
5
Page 9
Kemampuan nefron untun mengatur aliran darah dan GFR tanpa ada kendali
dari luar (syaraf atau hormon) sesuai dengan adanya perubahan di tekanan darah
arteri. Output urin akan hanya sedikit meningkat dengan bantuan autoregulasi saat
MAP (Mean Arterial Pressure) meningkat. Terdapat 2 mekanisme dari auregulasi
1). Mekanisme Miogenik, mekanisme ini mengendalikan GFR dengan bergantung
pada kontraksi otot polos saat meregang. Ketika tekanan darah arteri meningkat,
maka otot polos arteriol aferen akan meregang, maka arteriol akan mengalami
kontraksi untuk mencegah aliran darah masuk ke dalam glomerulus, demikian
sebaliknya. 2). Tubuloglomerular Feedback, yaitu mekanisme ketika glomerulus
menerima feedback mengenai status cairan dari tubular agar filtrasi selanjutnya
disesuaikan untuk meregulasi komposisi cairan, menstabilisasi dan kompensasi
akan adanya fluktuasi dari tekanan darah. Terdapat 3 tipe sel yang berperan dalam
mekanisme ini, yaitu makula densa (epitel pada ujung dari loop nefron pada sisi
tubulus yang berhadapan dengan arteriol), sel jukstaglomerular (otot polos pada
arteriol aferen yang secara langsung bersebrangan dengan makula densa. Sel ini
akan terstimulasi dari makula, dan akan melakukan konstriksi atau dilatasi dan
berhubungan dengan sistem RAA), dan sel mesangial (sel diantara arteriol aferen
dan eferen dan diantara kapiler glomerulus yang juga berperan untuk
memfagositosis debris jaringan). Ketiganya saling berhubungan dan
berkomunikasi dengan adanya sekresi parakrin. 4
2. Kontrol Simpatis
Simpatis banyak menginervasi pembuluh darah renal, dan mengatur GFR pada
kondisi tertentu seperti syok. 4
6
Page 10
3. Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
Gambar 2.1 Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
Sumber: Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit
EGC. Jakarta.2007. h. 417-30.
2.2 Definisi Glomerulonefritis
Istilah Glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal, yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopatologi tertentu pada glomerolus.1-3
Glomerulonefritis akut (GNA) merupakan suatu istilah yang lebih bersifat
umum dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi &
inflamasi sel glomerulus akibat proses imunologik. Glomerulonefritis akut disebut
juga dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu
proses radang non-supuratif yang mengenai glomerulus, sebagai akibat infeksi
kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain.
Penyakit ini sering mengenai anak-anak usia sekolah dan jarang pada anak usia <
3 tahun.3,5,6
7
Page 11
2.3. Etiologi
Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptokokus beta
hemolitikus group A tipe nefritogenik. Tipe antigen protein M berkaitan erat
dengan tipe nefritogenik. Serotipe streptokokus beta hemolitik yang paling sering
dihubungkan dengan glomerulonefritis akut (GNA) yang didahului faringitis
adalah tipe 12, tetapi kadang- kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling
sering dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit / pioderma,
walaupun galur 53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi. Protein streptokokus galur
nefritogenik yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen
presorbing(PA-Ag), nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal
sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding protein (NPBP).7
2.4 Epidemiologi
GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus
terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan hygiene yang
kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis
5% dari infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang menyerang
tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit (pioderma), sedangkan tanpa
melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%. Rasio terjadinya GNAPS
pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang
kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 3 tahun kejadiannya kurang dari
5%.3,7
2.5 Patogenesis dan Gambaran Histologis
Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti Faktor genetik diduga
berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR.
Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus
menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme
penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus
antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini
terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas substansi yang akan menarik
8
Page 12
neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk
merusak glomerulus.6-8
Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus
akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek
imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal. Pada kasus ringan,
pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya
terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada
kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus
disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen
kapiler.2,3.7,8
Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus
digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Bentuk bulan
sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar
yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan
imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G dan sebagian kecil
Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresen. Mikroskop
elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah
subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.7
Mekanisme terjadinya jejas renal pada GNAPS GNAPS adalah suatu
penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam sirkulasi
atau in situ dalam glomerulus.2
Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal
didahului oleh proses sebagai berikut:3
1. Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh
streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.
2. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam
glomerulus.
9
Page 13
3. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan
molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag
Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen).
Proses terjadinya jejas renal pada GNAPS diterangkan pada gambar
dibawah ini:3
Gambar 2.2 Mekanisme Imunopatogenik GNAPSSumber: Rachmadi, Dedi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis
akut.Dalam: Simposium Nasional II IDAI. Bandar Lampung: IDAI. 2010. h.1-13.
2.6 Perubahan Struktural dan Fungsional
GNA melibatkan baik perubahan struktural dan perubahan fungsional.
Secara struktural, proliferasi sel menyebabkan peningkatan jumlah sel dalam
seberkas glomerular karena proliferasi endotel, mesangial dan epitel sel.
Proliferasi mungkin endokapiler (yaitu, dalam batas-batas jumbai glomerular
kapiler) atau extrakapiler (yaitu, diruang Bowman yang melibatkan sel-sel epitel).
Dalam proliferasi ekstrakapiler, proliferasi sel epitel parietal mengarah pada
pembentukan crescent, karakteristik fitur bentuk-bentuk tertentu dari GN
progresif cepat. 1
10
Page 14
Proliferasi Leukosit, ditunjukkan dengan adanya neutrofil dan monosit
dalam lumen kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi sel. Penebalan
membran basalis glomerular muncul sebagai penebalan dinding kapiler pada
mikroskop cahaya. Pada mikroskop elektron, ini mungkin muncul sebagai akibat
penebalan membran basement yang tepat (misalnya, diabetes) atau pengendapan
elektron padat materi, baik di sisi endotel atau epitel dari membran basal.
Hialinisasi atau sklerosis menunjukkan cedera ireversibel. Perubahan-perubahan
struktural dapat fokus, difus atau segmental, atau global.1
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR
(yaitu, oligoanuria), dan sedimen urin aktif dengan sel darah merah dan cast sel
darah merah. Akibat dari penurunan GFR dan retensi garam dan air akan
menyebabkan edema dan hipertensi sistemik.1,7
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala klinis GNAPS terjadi secara tiba-tiba, 7–14 hari setelah infeksi
saluran nafas (faringitis), atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit (piodermi).
Gambaran klinis GNAPS sangat bervariasi, kadang-kadang gejala ringan atau
tanpa gejala sama sekali, kelainan pada urin ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan rutin. Pada anak yang menunjukkan gejala berat, tampak sakit parah
dengan manifestasi oliguria, edema, hipertensi, dan uremia dengan proteinuria,
hematuria dan ditemukan cast.2,3,7,910
Kerusakan pada dinding kapiler gromelurus mengakibatkan
hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria., Gejala overload
cairan berupa sembab (85%), sedangkan di Indonesia 76.3% kasus menunjukkan
gejala sembab orbita dan kadang-kadang didapatkan tanda-tanda sembab paru
(14%), atau gagal jantung kongestif (2%). Hematuria mikroskopik ditemukan
pada hampir semua pasien (di Indonesia 99.3%). Hematuria gross (di Indonesia
53.6%) terlihat sebagai urin berwarna merah kecoklatan seperti warna coca-
cola.3,11
11
Page 15
Penderita tampak pucat karena anemia akibat hemodilusi. Penurunan laju
filtrasi glomerulus biasanya ringan sampai sedang dengan meningkatnya kadar
kreatinin (45%). Takipnea dan dispnea yang disebabkan kongesti paru dengan
efusi pleura sering ditemukan pada penderita glomerulonefritis akut. Takikardia,
kongesti hepar dan irama gallop timbul bila terjadi gagal jantung kongesti.
Proteinuria (di Indonesia 98.5%) biasanya bukan tipe proteinuria nefrotik. Gejala
sindrom nefrotik dapat terjadi pada kurang dari 5% pasien. Hipertensi ringan
sampai sedang terlihat pada 60-80% pasien ( di Indonesia 61.8%) yang biasanya
sudah muncul sejak awal penyakit. Tingkat hipertensi beragam dan tidak
proporsional dengan hebatnya sembab.2,12,13
Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap
tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya
menjadi kronis. Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah
mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel
(ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas.2,7
`Kadang-kadang terjadi krisis hipertensi yaitu tekanan darah mendadak
meningkat tinggi dengan tekanan sistolik > 200 mm Hg, dan tekanan diastolik >
120 mmHg. Sekitar 5% pasien rawat inap mengalami ensefalopati hipertensi (di
Indonesia 9.2%), dengan keluhan sakit kepala hebat, perubahan mental, koma dan
kejang. Patogenesis hipertensi tidak diketahui, mungkin multifaktorial dan
berkaitan dengan ekspansi volume cairan ekstraseluler. Ensefalopati hipertensi
meskipun jarang namun memerlukan tindakan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan nyawa pasien. 2,3
Kadang kadang terdapat gejala-gejala neurologi karena vaskulitis serebral,
berupa sakit kepala dan kejang yang bukan disebabkan karena ensefalopati
hipertensi. Adanya anuria, proteinuria nefrotik, dan penurunan fungsi ginjal yang
lebih parah, mungkin suatu glomerulonefritis progresif cepat yang terjadi pada 1%
kasus GNAPS. Gejala-gejala GNAPS biasanya akan mulai menghilang secara
spontan dalam 1-2 minggu. Kelainan urin mikroskopik termasuk proteinuria dan
12
Page 16
hematuria akan menetap lebih lama sekitar beberapa bulan sampai 1 tahun atau
bahkan lebih lama lagi. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi
sekali pada hari pertama. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu
makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.2,3,7
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis
akut. Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan
seperti air cucian daging. Hematuria makroskopis maupun mikroskopis
dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit khas terdapat pada 60-85%
kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus.2,3,7,13
Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi
protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari.
Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti gambaran nefrotik.
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan
garam, menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular.2,7,11
Menurunnya LFG akibat tertutupnya permukaan glomerulus dengan
deposit kompleks imun. Sebagian besar anak yang dirawat dengan GNA
menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum
kreatinin. Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan
esktraselular dan membaik bila edema menghilang.7
Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit.
Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan
berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial
glomerulus. Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak
dengan GNA harus diperhatikan termasuk riwayatnya.7
Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting untuk isolasi
dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji
serologi respon imun terhadap antigen streptokokus. Peningkatan titer antibodi
terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10-14 hari setelah infeksi streptokokus.
13
Page 17
Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat
antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat
dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase
(Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNaseB) umumnya meningkat.
Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap
antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan
titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus
sebelumnya pada hampir 100% kasus.2,3,7
Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu
pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3
sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar
IgG sering meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien.11
Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam
sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.2,3,7
2. Pemeriksaan Pencitraan
a. Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.
b. USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal. 2,7
3. Biopsi Ginjal
Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan
bila:
a. Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas
(berkembang menjadi gagal ginjal atau sindrom nefrotik).
b. Tidak ada bukti infeksi streptokokus.
c. Tidak terdapat penurunan kadar komplemen.
d. Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross
hematuria setelah 3 minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu,
proteinuria yang menetap setelah 6 bulan dan hematuria yang menetap
setelah 12 bulan. 2,7
14
Page 18
2.9 Diagnosis
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi
pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:3,7
Gejala-gejala klinik :
1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case
dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan
gejala-gejala khas GNAPS.3,7
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak
eritrosit, hematuria & proteinuria. 3,7
3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus
grup A. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen
urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan
penderita GNAPS.3,7
2.10 Diagnosis Banding
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit glomerulonefritis
penyebab lainnya, yaitu: Henoch-Schonlein purpura, IgA nephropathy, MPGN,
SLE, ANCA-positive vasculitis. Untuk membedakan seperti yang terdapat dalam
tabel dibawah ini:3
15
Page 19
Tabel 2.1 Diagnosis Banding GNAPSSumber: Rachmadi, Dedi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis
akut.Dalam: Simposium Nasional II IDAI. Bandar Lampung: IDAI. 2010. h.1-13.
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai adalah :
1. Ensefalopati hipertensi (EH).
EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak
> 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi
dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau
sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah
belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali. 2,3,7
Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila
tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan Captopril
(0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal. 2,3,7
2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI) 2,3,7
16
Page 20
Pengobatan konservatif :
a.Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan
memberikan kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari. 2,3,7
b. Mengatur elektrolit :
1. Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.
2. Bila terjadi hipokalemia diberikan :
a. Kalsium Glukonat 10% 0,5 ml/kgbb/hari.
b. NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari.
c. K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari.
d. Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb.2,3,7
3. Edema paru Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronkhi nyaring,
sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni.2,3,7
4. Posterior leukoencephalopathy syndrome Merupakan komplikasi yang
jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi, karena
menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang,
halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.2,3,7
2.12 Tatalaksana
1. Bed Rest
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya
timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut,
tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan
seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit.2,7,11
Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan
alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif,
penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada
17
Page 21
komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan
pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat
tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman temannya,
sehingga dapat memberikan beban psikologik.2,7,11
2. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak
0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama
pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus
seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible
water loss (20-25 ml/kgbb/ hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).2,7,11
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering
dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan
tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain
memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat
menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah
mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang
terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan
untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis
selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi
eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.2,3,7,11
4. Simptomatik
a. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan,
dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat
18
Page 22
atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila
tidak berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal. 2,3,7,11
b. Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan
dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa
kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa
tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid
atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan
oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-
0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada
hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi)
dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali
atau diazoxide 5 mg/ kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat
digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb). 2,3,7
c. Gangguan Ginjal Akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian
kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi
natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau
Kayexalate untuk mengikat kalium. 2,7
2.13 Pemantauan
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut
yang berlangsung 1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala-
gejala seperti edema, hematuria, hipertensi dan oliguria mulai menghilang,
sebaliknya gejala-gejala laboratorium menghilang dalam waktu 1-12 bulan.
Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan bahwa hematuria
mikroskopik terdapat pada rata-rata 99,3%, proteinuria 98,5%, dan
hipokomplemenemia 60,4%.1 Kadar C3 yang menurun (hipokomplemenemia)
menjadi normal kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria dan hematuria dapat
menetap selama 6 bulan – 1 tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan biopsi
19
Page 23
ginjal untuk melacak adanya proses penyakit ginjal kronik. Proteinuria dapat
menetap hingga 6 bulan, sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga
1 tahun. 2,7
Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria
yang berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan
untuk pengamatan setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih
terdapat hematuria mikroskopik dan atau proteinuria, Pengamatan diteruskan
hingga 1 tahun atau sampai kelainan tersebut menghilang. Bila sesudah 1 tahun
masih dijumpai satu atau kedua kelainan tersebut, perlu dipertimbangkan biopsi
ginjal. 2,7
2.14 Rujukan kepada Konsultan Ginjal Anak
Meskipun GNAPS merupakan penyakit yang bersifat self limiting disease,
masih terdapat kasus-kasus yang perjalanan penyakitnya tidak khas sebagai
GNAPS, sehingga memerlukan rujukan kepada Konsultan Ginjal Anak untuk
tindakan khusus (antara lain biopsi ginjal). Indikasi rujukan tersebut adalah
sebagai berikut:2
1. Gejala-gejala tidak khas untuk GNAPS:2
a. Periode laten pendek
b. Adanya penyakit ginjal dalam keluarga
c. Pernah mendapat penyakit ginjal sebelumnya
d. Usia di bawah 2 tahun atau di atas 12 tahun
2. Adanya kelainan-kelainan laboratorik yang tidak khas untuk GNAPS:2
a. Hematuria makroskopik > 3 bulan
b. Hematuria mikroskopik > 12 bulan
c. Proteinuria > 6 bulan
20
Page 24
d. Kadar komplemen C3 tetap rendah > 3 bulan
e. Laju Filtrasi Glomerulus < 50% menetap > 4 bulan
f. Kadar komplemen C4 rendah, ANCA (+), ANA (+), anti ds DNA (+) atau
anti GBM (+)
2.15 Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak
ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease.
Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali. 2,3,7,12
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut
yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala
laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12
bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada
orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik
maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30%
kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi
glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi
terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury),
edema paru akut atau ensefalopati hipertensi. 2,3,7,11,12
21
Page 25
BAB III
KESIMPULAN
Glomerulonefritis akut (GNA) merupakan suatu istilah yang lebih bersifat
umum dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi &
inflamasi sel glomerulus akibat proses imunologik.
Glomerulonefritis akut disebut juga dengan glomerulonefritis akut post
streptokokus (GNAPS) merupakan suatu proses radang non-supuratif yang
mengenai glomerulus, sebagai akibat infeksi kuman streptococcus beta
hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering
menyerang anak-anak usia sekolah dan jarang pada usia < 3 tahun.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit ini adalah
hematuria, oliguria, edema, hipertensi dan beberapa gejala non-spesifik seperti
rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisik, bakteriologis, serologis, imunologis, dan histopatologis. Pengobatan hanya
bersifat suportif dan simtomatik.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk
meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada
ginjal, dan meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
glomerulus. Pemberian penisilin untuk memberantas semua sisa infeksi, tirah
baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal
jantung dan antihipertensi kalau perlu, sementara kortikosteroid tidak mempunyai
efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Prognosis umumnya baik, namun ditentukan pula oleh faktor penyebab
terjadinya GNA itu sendiri, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 80-95%
22
Page 26
kasus. Observasi jangka panjang diperlukan untuk membuktikan kemungkinan
penyakit menjadi kronik.
23
Page 27
DAFTAR PUSTAKA
1. Prodjosudjadi, Wiguno. Glomerulonefritis. Dalam Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC. 2009. h.969-98.
2. Rauf, Syarifuddin., Albar, Husein., Aras, Jusli. Konsensus
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Dalam: UKK Nefrologi.
Jakarta: Unit Kerja Nefrologi IDAI. 2012. h.1-17.
3. Rachmadi, Dedi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis
akut.Dalam: Simposium Nasional II IDAI. Bandar Lampung: IDAI. 2010.
h.1-13.
4. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit EGC.
Jakarta.2007. h. 417-30.
5. Muscatello, D J., Grady, KAO., Neville, K., McAnu, J. Acute
poststreptococcal glomerulonephritis. Dalam: public health implications of
recent clusters in New South Wales and epidemiology of hospital
admissions. North Sydney: NSW. 2001. h.365-72..
6. Suprapto, Novita., Pardede O sodung. Gangguan Ginjal Akut. Dalam:
Nefrologi Anak. Jakarta: EGC. 2009. h.88-92.
7. Lumbanbatu, Sondang Maniur. Glomerulonefris Akut Pasca Streptokokus
pada Anak. Dalam: Sari Pediatri, vol 5. Denpasar: IDAI. 2003. h.58-63.
8. Cunningham, Madeleine W. Pathogenesis of Group A Streptococcal
Infections. Dalam: Clinical Microbiologi Review.US: PMC. 2000. h.470-
511.
9. Todd, James. Infeksi Streptokokus. Dalam:. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Jakarta: EGC. 2000. h.924-29.
10. Bergstein, Jerry M. Editor: Behrman, E Richard., Kliegman, Robert M.,
Arvin, Ann M., Wahab, A Samik. Penyakit Glomerulus. Dalam: Nelson
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC. 2000. h.1805-29.
24
Page 28
11. Callaghan, C A. Penerjemah: Yusmin Elizabeth. Gambaran Umum
Penyakit Glomerulus. Dalam: At a Glance Proses Penyakit Ginjal. Jakarta:
Erlangga.2009. h. 68-72.
12. Tanto, Chris., Hustrini, Ni Made. Sindrom Nefritik Akut. Dalam Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014. h.647-9.
13. Mahan, D John. Editor: Marcdante, Karen J., Kliegman, Robert M., Jenson
Hal B., Behrman, E Richard. Nefrologi dan Urologi. Dalam Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Essensial. Jakarta: EGC.2009. h. 655-62.
25