Top Banner
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Refarat yang berjudul “Glomerulonefritis Akut”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terimakasih kepada dr. Marisi Ester Sihite yang telah memberikan ilmu kepada penulis, memotivasi dan membimbing penulis dalam menyelesikan makalah ini. Tujuan penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak. Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga tulisan ini berguna bagi pembacanya. Balige, 16 Desember2015 i
39

Refarat GNA Ifantri Pramana

Feb 15, 2016

Download

Documents

Ifantri Pramana

Tugas Referat Koass Stase Pediatrik
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Refarat GNA Ifantri Pramana

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat

dan kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Refarat yang

berjudul “Glomerulonefritis Akut”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terimakasih

kepada dr. Marisi Ester Sihite yang telah memberikan ilmu kepada penulis,

memotivasi dan membimbing penulis dalam menyelesikan makalah ini. Tujuan

penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan kepaniteraan klinik

di bagian Ilmu Kesehatan Anak.

Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan

tulisan ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga tulisan ini berguna bagi

pembacanya.

Balige, 16 Desember2015

Penyusun

i

Page 2: Refarat GNA Ifantri Pramana

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

Daftar Gambar........................................................................................................iii

Daftar Tabel............................................................................................................iv

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Tujuan.............................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal.........................................................................3

2.2 Definisi Glomerulonefritis.............................................................................7

2.3. Etiologi..........................................................................................................8

2.4 Epidemiologi..................................................................................................8

2.5 Patogenesis dan Gambaran Histologis...........................................................8

2.6 Perubahan Struktural dan Fungsional...........................................................10

2.7 Manifestasi Klinis.........................................................................................11

2.8 Pemeriksaan Penunjang................................................................................13

2.9 Diagnosis......................................................................................................15

2.10 Diagnosis Banding.....................................................................................15

2.11 Komplikasi.................................................................................................16

2.12 Tatalaksana.................................................................................................17

2.13 Pemantauan................................................................................................19

2.14 Rujukan kepada Konsultan Ginjal Anak....................................................20

2.15 Prognosis....................................................................................................21

BAB III..................................................................................................................22

KESIMPULAN......................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

ii

Page 3: Refarat GNA Ifantri Pramana

iii

Page 4: Refarat GNA Ifantri Pramana

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.

Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan

atau hematuria. Penyakit ini sering dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari dan

merupakan penyebab penting penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).1

Glomerulonefritis dibedakan menjadi Glomerulonefritis Primer dan

Glomerulonefritis sekunder. GN primer apabila penyakit dasarnya berasal dari

ginjal sendiri sedangkan GN sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat

penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik

(SLE), mieloma multipel, atau amiloidosis.1

Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai

pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS

dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun.

Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun

dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1.2

Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik

lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden

GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit

infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak

dijumpai.2 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada

golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9% & 66,9%.2

Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau

secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan

gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi.

Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah,

1

Page 5: Refarat GNA Ifantri Pramana

biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh

spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.3

1.2 Tujuan

1. Mengetahui definisi glomerulonefritis akut

2. Mengetahui patofisiologi dan etiologi glomerulonefritis akut

4. Mengetahui penatalaksanaan glomerulonefritis akut

2

Page 6: Refarat GNA Ifantri Pramana

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi GinjalGinjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,

retroperitoneal antara vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang

dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Setiap ginjal terdiri dari 8-12

lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya

yang disebut papilla bermuara di kaliks minor.4,10

Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan

distal. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir

cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal

tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya

umur.4,10

Setiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang

berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin

berusia 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan

selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai

maturasi fungsional.4

Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus

proksimal, ansa henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula

bowman juga disebut badan malphigi. Meskipun ultra filtrasi plasma terjadi di

glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah

pentingnya.4

Fungsi dari ginjal sendiri adalah:

1. Filtrasi plasma darah

2. Regulasi volume darah dan tekanan darah dengan cara mengeliminasi air

seperlunya

3. Regulasi osmolaritas cairan tubuh dengan mengontrol jumlah air dan solusi

yang tereliminasi

4. Sekresi enzim Renin yang mengaktivasi mekanisme hormonal untuk

mengontrol tekanan darah

3

Page 7: Refarat GNA Ifantri Pramana

5. Sekresi hormon eritropoietin yang menstimulasi produksi sel darah merah

6. Berkolaborasi dengan paru-paru untuk regulasi CO2 dan keseimbangan asam

basa.

7. Membantu proses pembentukan kalsitriol

8. Membantu proses glukoneogenesis saat kelaparan dengan cara melakukan

deaminasi asam amino (menghilangkan grup -NH2), dan mengekskresikan

grup amino sebagai ammonia (NH3) dan mensintesis glukosa dari sisa

molekul.4

Setiap ginjal memiliki sekitar 1,2 juta nefron. Tiap nefron terdiri dari

korpuskulum renalis yang menyaring plasma darah dan tubulus renalis yang

merubah hasil filtrasi menjadi urine. Korpuskulum renalis terdiri dari glomerulus

dan kapsula glomerular (kapsula Bowman) yang melapisinya. Lapisan dari

glomerulus terdiri dari:

1. Endotel Fenestra dari Kapiler/ Lamina dense yang padat (ditengah)

Sel endoteliar dari kapiler glomerulus berbentuk seperti sarang lebah

dengan pori pori filtrasi yang besar sekitar 70-90 nm. Kapiler ini sangat

permeabel walaupun porinya cukup kecil untuk menyingkirkan sel darah dari

filtrasi.

2. Membrana Basalis/ Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa

dan sel endotel

Membran ini terdiri dari gel proteoglikan. Beberapa partikel dapat

melewati celah kecil dari membran ini, tetapi kebanyakan darinya tidak dapat,

seperti molekul yang besarnya lebih dari 8 nm. Beberapa molekul yang lebih

kecil dapat dipertahankan agar tidak melewat celah dengan adanya listrik

negatif pada proteoglikan. Albumin hampir mencapai 7 nm tetapi tidak dapat

melewati membran karena adanya muatan negatif tersebut. Walaupun plasma

darah mengandung 7% protein, tetapi filtrat glomerulus hanya mengandung

0,03% protein, terdiri dari banyak albumin, termasuk beberapa hormon.

3. Celah Filtrasi/ Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan

sel epitel

4

Page 8: Refarat GNA Ifantri Pramana

Podosit dari kapsula glomerulus berbentuk seperti gurita, dengan adanya

badan sel bulbosa dengan beberapa lengan tebal dimana tiap lengannya

memiliki banyak perpanjangan kecil yang disebut foot processes (pedikel)

yang mengelilingi kapiler.4

Hampir semua molekul yang lebih kecil dari 3 nm dapat melewati membran

filtrasi ke dalam celah kapsular, diantaranya air, elektrolit, glukosa, asam lemak,

asam amino, sisa nitrogen, dan vitamin. Substansi tersebut memiliki konsentrasi

yang hampir sama pada plasma darah dengan di filtrat glomerular. Infeksi ginjal

atau trauma, dapat merusak membran filtrasi dan membiarkan albumin atau sel

darah terfiltrasi.4

Penyakit ginjal terkadang ditandai dengan adanya protein atau darah dalam

urin, kondisi yang dikenal dengan proteinuria dan hematuria. Tekanan filtrasi

ditentukan oleh beberapa tekanan yaitu tekanan hidrostatik kapiler (60 mmHg)

yang dilawan dengan tekanan osmotik koloid (32mmHg) dan tekanan kapsular

(18 mmHg), sehingga tekanan yang dihasilkan akan membuat darah dari kapiler

melewati membran atau disebut tekanan filtrasi net (NFP).4

Tingginya tekanan darah pada glomerulus membuat ginjal tidak dapat

bertahan lama pada hipertensi, sehingga dapat menimbulkan efek yang buruk dan

terjadinya gagal ginjal. Hipertensi dapat menyebabkan rupturnya kapiler

glomerular sehingga dapat menimbulkan cidera (nefrosklerosis). Hal ini akan

membuat terjadinya aterosklerosis dari pembuluh darah renal seperti di tempat

lain dan mengurangi suplai darah renal sehingga mengakibatkan gagal ginjal.4

Glomerular Filtration Rate merupakan jumlah dari filtrat yang terbentul per

menit oleh kedua ginjal. Tiap 1 mmHg dari NFP, ginjal membentuk 12,5 mL

filtrat/menit. Tetapi hanya sebagian kecil. GFR harus dikontrol dengan tepat,

regulasinya dikontrol oleh beberapa cara, yaitu:

1. Autoregulasi Renal

5

Page 9: Refarat GNA Ifantri Pramana

Kemampuan nefron untun mengatur aliran darah dan GFR tanpa ada kendali

dari luar (syaraf atau hormon) sesuai dengan adanya perubahan di tekanan darah

arteri. Output urin akan hanya sedikit meningkat dengan bantuan autoregulasi saat

MAP (Mean Arterial Pressure) meningkat. Terdapat 2 mekanisme dari auregulasi

1). Mekanisme Miogenik, mekanisme ini mengendalikan GFR dengan bergantung

pada kontraksi otot polos saat meregang. Ketika tekanan darah arteri meningkat,

maka otot polos arteriol aferen akan meregang, maka arteriol akan mengalami

kontraksi untuk mencegah aliran darah masuk ke dalam glomerulus, demikian

sebaliknya. 2). Tubuloglomerular Feedback, yaitu mekanisme ketika glomerulus

menerima feedback mengenai status cairan dari tubular agar filtrasi selanjutnya

disesuaikan untuk meregulasi komposisi cairan, menstabilisasi dan kompensasi

akan adanya fluktuasi dari tekanan darah. Terdapat 3 tipe sel yang berperan dalam

mekanisme ini, yaitu makula densa (epitel pada ujung dari loop nefron pada sisi

tubulus yang berhadapan dengan arteriol), sel jukstaglomerular (otot polos pada

arteriol aferen yang secara langsung bersebrangan dengan makula densa. Sel ini

akan terstimulasi dari makula, dan akan melakukan konstriksi atau dilatasi dan

berhubungan dengan sistem RAA), dan sel mesangial (sel diantara arteriol aferen

dan eferen dan diantara kapiler glomerulus yang juga berperan untuk

memfagositosis debris jaringan). Ketiganya saling berhubungan dan

berkomunikasi dengan adanya sekresi parakrin. 4

2. Kontrol Simpatis

Simpatis banyak menginervasi pembuluh darah renal, dan mengatur GFR pada

kondisi tertentu seperti syok. 4

6

Page 10: Refarat GNA Ifantri Pramana

3. Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron

Gambar 2.1 Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron

Sumber: Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit

EGC. Jakarta.2007. h. 417-30.

2.2 Definisi Glomerulonefritis

Istilah Glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal, yang

etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran

histopatologi tertentu pada glomerolus.1-3

Glomerulonefritis akut (GNA) merupakan suatu istilah yang lebih bersifat

umum dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi &

inflamasi sel glomerulus akibat proses imunologik. Glomerulonefritis akut disebut

juga dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu

proses radang non-supuratif yang mengenai glomerulus, sebagai akibat infeksi

kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain.

Penyakit ini sering mengenai anak-anak usia sekolah dan jarang pada anak usia <

3 tahun.3,5,6

7

Page 11: Refarat GNA Ifantri Pramana

2.3. Etiologi

Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptokokus beta

hemolitikus group A tipe nefritogenik. Tipe antigen protein M berkaitan erat

dengan tipe nefritogenik. Serotipe streptokokus beta hemolitik yang paling sering

dihubungkan dengan glomerulonefritis akut (GNA) yang didahului faringitis

adalah tipe 12, tetapi kadang- kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling

sering dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit / pioderma,

walaupun galur 53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi. Protein streptokokus galur

nefritogenik yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen

presorbing(PA-Ag), nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal

sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding protein (NPBP).7

2.4 Epidemiologi

GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus

terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan hygiene yang

kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis

5% dari infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang menyerang

tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit (pioderma), sedangkan tanpa

melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%. Rasio terjadinya GNAPS

pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang

kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 3 tahun kejadiannya kurang dari

5%.3,7

2.5 Patogenesis dan Gambaran Histologis

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti Faktor genetik diduga

berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR.

Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus

menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme

penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus

antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya

kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini

terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas substansi yang akan menarik

8

Page 12: Refarat GNA Ifantri Pramana

neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk

merusak glomerulus.6-8

Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus

akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi

terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek

imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal. Pada kasus ringan,

pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya

terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada

kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus

disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen

kapiler.2,3.7,8

Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus

digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Bentuk bulan

sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar

yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan

imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G dan sebagian kecil

Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresen. Mikroskop

elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah

subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.7

Mekanisme terjadinya jejas renal pada GNAPS GNAPS adalah suatu

penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam sirkulasi

atau in situ dalam glomerulus.2

Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal

didahului oleh proses sebagai berikut:3

1. Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh

streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.

2. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam

glomerulus.

9

Page 13: Refarat GNA Ifantri Pramana

3. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan

molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag

Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen).

Proses terjadinya jejas renal pada GNAPS diterangkan pada gambar

dibawah ini:3

Gambar 2.2 Mekanisme Imunopatogenik GNAPSSumber: Rachmadi, Dedi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis

akut.Dalam: Simposium Nasional II IDAI. Bandar Lampung: IDAI. 2010. h.1-13.

2.6 Perubahan Struktural dan Fungsional

GNA melibatkan baik perubahan struktural dan perubahan fungsional.

Secara struktural, proliferasi sel menyebabkan peningkatan jumlah sel dalam

seberkas glomerular karena proliferasi endotel, mesangial dan epitel sel.

Proliferasi mungkin endokapiler (yaitu, dalam batas-batas jumbai glomerular

kapiler) atau extrakapiler (yaitu, diruang Bowman yang melibatkan sel-sel epitel).

Dalam proliferasi ekstrakapiler, proliferasi sel epitel parietal mengarah pada

pembentukan crescent, karakteristik fitur bentuk-bentuk tertentu dari GN

progresif cepat. 1

10

Page 14: Refarat GNA Ifantri Pramana

Proliferasi Leukosit, ditunjukkan dengan adanya neutrofil dan monosit

dalam lumen kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi sel. Penebalan

membran basalis glomerular muncul sebagai penebalan dinding kapiler pada

mikroskop cahaya. Pada mikroskop elektron, ini mungkin muncul sebagai akibat

penebalan membran basement yang tepat (misalnya, diabetes) atau pengendapan

elektron padat materi, baik di sisi endotel atau epitel dari membran basal.

Hialinisasi atau sklerosis menunjukkan cedera ireversibel. Perubahan-perubahan

struktural dapat fokus, difus atau segmental, atau global.1

Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR

(yaitu, oligoanuria), dan sedimen urin aktif dengan sel darah merah dan cast sel

darah merah. Akibat dari penurunan GFR dan retensi garam dan air akan

menyebabkan edema dan hipertensi sistemik.1,7

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala klinis GNAPS terjadi secara tiba-tiba, 7–14 hari setelah infeksi

saluran nafas (faringitis), atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit (piodermi).

Gambaran klinis GNAPS sangat bervariasi, kadang-kadang gejala ringan atau

tanpa gejala sama sekali, kelainan pada urin ditemukan secara kebetulan pada

pemeriksaan rutin. Pada anak yang menunjukkan gejala berat, tampak sakit parah

dengan manifestasi oliguria, edema, hipertensi, dan uremia dengan proteinuria,

hematuria dan ditemukan cast.2,3,7,910

Kerusakan pada dinding kapiler gromelurus mengakibatkan

hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria., Gejala overload

cairan berupa sembab (85%), sedangkan di Indonesia 76.3% kasus menunjukkan

gejala sembab orbita dan kadang-kadang didapatkan tanda-tanda sembab paru

(14%), atau gagal jantung kongestif (2%). Hematuria mikroskopik ditemukan

pada hampir semua pasien (di Indonesia 99.3%). Hematuria gross (di Indonesia

53.6%) terlihat sebagai urin berwarna merah kecoklatan seperti warna coca-

cola.3,11

11

Page 15: Refarat GNA Ifantri Pramana

Penderita tampak pucat karena anemia akibat hemodilusi. Penurunan laju

filtrasi glomerulus biasanya ringan sampai sedang dengan meningkatnya kadar

kreatinin (45%). Takipnea dan dispnea yang disebabkan kongesti paru dengan

efusi pleura sering ditemukan pada penderita glomerulonefritis akut. Takikardia,

kongesti hepar dan irama gallop timbul bila terjadi gagal jantung kongesti.

Proteinuria (di Indonesia 98.5%) biasanya bukan tipe proteinuria nefrotik. Gejala

sindrom nefrotik dapat terjadi pada kurang dari 5% pasien. Hipertensi ringan

sampai sedang terlihat pada 60-80% pasien ( di Indonesia 61.8%) yang biasanya

sudah muncul sejak awal penyakit. Tingkat hipertensi beragam dan tidak

proporsional dengan hebatnya sembab.2,12,13

Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap

tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya

menjadi kronis. Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah

mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel

(ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas.2,7

`Kadang-kadang terjadi krisis hipertensi yaitu tekanan darah mendadak

meningkat tinggi dengan tekanan sistolik > 200 mm Hg, dan tekanan diastolik >

120 mmHg. Sekitar 5% pasien rawat inap mengalami ensefalopati hipertensi (di

Indonesia 9.2%), dengan keluhan sakit kepala hebat, perubahan mental, koma dan

kejang. Patogenesis hipertensi tidak diketahui, mungkin multifaktorial dan

berkaitan dengan ekspansi volume cairan ekstraseluler. Ensefalopati hipertensi

meskipun jarang namun memerlukan tindakan yang cepat dan tepat untuk

menyelamatkan nyawa pasien. 2,3

Kadang kadang terdapat gejala-gejala neurologi karena vaskulitis serebral,

berupa sakit kepala dan kejang yang bukan disebabkan karena ensefalopati

hipertensi. Adanya anuria, proteinuria nefrotik, dan penurunan fungsi ginjal yang

lebih parah, mungkin suatu glomerulonefritis progresif cepat yang terjadi pada 1%

kasus GNAPS. Gejala-gejala GNAPS biasanya akan mulai menghilang secara

spontan dalam 1-2 minggu. Kelainan urin mikroskopik termasuk proteinuria dan

12

Page 16: Refarat GNA Ifantri Pramana

hematuria akan menetap lebih lama sekitar beberapa bulan sampai 1 tahun atau

bahkan lebih lama lagi. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi

sekali pada hari pertama. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu

makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.2,3,7

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis

akut. Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan

seperti air cucian daging. Hematuria makroskopis maupun mikroskopis

dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit khas terdapat pada 60-85%

kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus.2,3,7,13

Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi

protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari.

Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti gambaran nefrotik.

Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan

garam, menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular.2,7,11

Menurunnya LFG akibat tertutupnya permukaan glomerulus dengan

deposit kompleks imun. Sebagian besar anak yang dirawat dengan GNA

menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum

kreatinin. Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan

esktraselular dan membaik bila edema menghilang.7

Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit.

Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan

berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial

glomerulus. Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak

dengan GNA harus diperhatikan termasuk riwayatnya.7

Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting untuk isolasi

dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji

serologi respon imun terhadap antigen streptokokus. Peningkatan titer antibodi

terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10-14 hari setelah infeksi streptokokus.

13

Page 17: Refarat GNA Ifantri Pramana

Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat

antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat

dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase

(Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNaseB) umumnya meningkat.

Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap

antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan

titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus

sebelumnya pada hampir 100% kasus.2,3,7

Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu

pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3

sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar

IgG sering meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien.11

Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam

sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.2,3,7

2. Pemeriksaan Pencitraan

a. Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.

b. USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal. 2,7

3. Biopsi Ginjal

Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan

bila:

a. Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas

(berkembang menjadi gagal ginjal atau sindrom nefrotik).

b. Tidak ada bukti infeksi streptokokus.

c. Tidak terdapat penurunan kadar komplemen.

d. Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross

hematuria setelah 3 minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu,

proteinuria yang menetap setelah 6 bulan dan hematuria yang menetap

setelah 12 bulan. 2,7

14

Page 18: Refarat GNA Ifantri Pramana

2.9 Diagnosis

Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi

pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:3,7

Gejala-gejala klinik :

1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case

dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan

gejala-gejala khas GNAPS.3,7

2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa

ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak

eritrosit, hematuria & proteinuria. 3,7

3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus

grup A. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen

urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan

penderita GNAPS.3,7

2.10 Diagnosis Banding

GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit glomerulonefritis

penyebab lainnya, yaitu: Henoch-Schonlein purpura, IgA nephropathy, MPGN,

SLE, ANCA-positive vasculitis. Untuk membedakan seperti yang terdapat dalam

tabel dibawah ini:3

15

Page 19: Refarat GNA Ifantri Pramana

Tabel 2.1 Diagnosis Banding GNAPSSumber: Rachmadi, Dedi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis

akut.Dalam: Simposium Nasional II IDAI. Bandar Lampung: IDAI. 2010. h.1-13.

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang sering dijumpai adalah :

1. Ensefalopati hipertensi (EH).

EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak

> 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi

dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau

sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah

belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali. 2,3,7

Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila

tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan Captopril

(0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal. 2,3,7

2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI) 2,3,7

16

Page 20: Refarat GNA Ifantri Pramana

Pengobatan konservatif :

a.Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan

memberikan kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari. 2,3,7

b. Mengatur elektrolit :

1. Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.

2. Bila terjadi hipokalemia diberikan :

a. Kalsium Glukonat 10% 0,5 ml/kgbb/hari.

b. NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari.

c. K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari.

d. Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb.2,3,7

3. Edema paru Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronkhi nyaring,

sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni.2,3,7

4. Posterior leukoencephalopathy syndrome Merupakan komplikasi yang

jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi, karena

menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang,

halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.2,3,7

2.12 Tatalaksana

1. Bed Rest

Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya

timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut,

tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan

seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit.2,7,11

Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan

alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif,

penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada

17

Page 21: Refarat GNA Ifantri Pramana

komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan

pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat

tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman temannya,

sehingga dapat memberikan beban psikologik.2,7,11

2. Diet

Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan

makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi

sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak

0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama

pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus

seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible

water loss (20-25 ml/kgbb/ hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan

suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).2,7,11

3. Antibiotik

Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering

dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan

tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain

memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat

menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah

mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang

terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan

untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis

selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi

eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.2,3,7,11

4. Simptomatik

a. Bendungan sirkulasi

Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan,

dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat

18

Page 22: Refarat GNA Ifantri Pramana

atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila

tidak berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal. 2,3,7,11

b. Hipertensi

Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan

dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa

kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa

tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid

atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan

oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-

0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada

hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi)

dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali

atau diazoxide 5 mg/ kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat

digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb). 2,3,7

c. Gangguan Ginjal Akut

Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian

kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi

natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau

Kayexalate untuk mengikat kalium. 2,7

2.13 Pemantauan

Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut

yang berlangsung 1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala-

gejala seperti edema, hematuria, hipertensi dan oliguria mulai menghilang,

sebaliknya gejala-gejala laboratorium menghilang dalam waktu 1-12 bulan.

Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan bahwa hematuria

mikroskopik terdapat pada rata-rata 99,3%, proteinuria 98,5%, dan

hipokomplemenemia 60,4%.1 Kadar C3 yang menurun (hipokomplemenemia)

menjadi normal kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria dan hematuria dapat

menetap selama 6 bulan – 1 tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan biopsi

19

Page 23: Refarat GNA Ifantri Pramana

ginjal untuk melacak adanya proses penyakit ginjal kronik. Proteinuria dapat

menetap hingga 6 bulan, sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga

1 tahun. 2,7

Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria

yang berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan

untuk pengamatan setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih

terdapat hematuria mikroskopik dan atau proteinuria, Pengamatan diteruskan

hingga 1 tahun atau sampai kelainan tersebut menghilang. Bila sesudah 1 tahun

masih dijumpai satu atau kedua kelainan tersebut, perlu dipertimbangkan biopsi

ginjal. 2,7

2.14 Rujukan kepada Konsultan Ginjal Anak

Meskipun GNAPS merupakan penyakit yang bersifat self limiting disease,

masih terdapat kasus-kasus yang perjalanan penyakitnya tidak khas sebagai

GNAPS, sehingga memerlukan rujukan kepada Konsultan Ginjal Anak untuk

tindakan khusus (antara lain biopsi ginjal). Indikasi rujukan tersebut adalah

sebagai berikut:2

1. Gejala-gejala tidak khas untuk GNAPS:2

a. Periode laten pendek

b. Adanya penyakit ginjal dalam keluarga

c. Pernah mendapat penyakit ginjal sebelumnya

d. Usia di bawah 2 tahun atau di atas 12 tahun

2. Adanya kelainan-kelainan laboratorik yang tidak khas untuk GNAPS:2

a. Hematuria makroskopik > 3 bulan

b. Hematuria mikroskopik > 12 bulan

c. Proteinuria > 6 bulan

20

Page 24: Refarat GNA Ifantri Pramana

d. Kadar komplemen C3 tetap rendah > 3 bulan

e. Laju Filtrasi Glomerulus < 50% menetap > 4 bulan

f. Kadar komplemen C4 rendah, ANCA (+), ANA (+), anti ds DNA (+) atau

anti GBM (+)

2.15 Prognosis

Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak

ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease.

Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali. 2,3,7,12

Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut

yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala

laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12

bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada

orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik

maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30%

kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi

glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi

terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury),

edema paru akut atau ensefalopati hipertensi. 2,3,7,11,12

21

Page 25: Refarat GNA Ifantri Pramana

BAB III

KESIMPULAN

Glomerulonefritis akut (GNA) merupakan suatu istilah yang lebih bersifat

umum dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi &

inflamasi sel glomerulus akibat proses imunologik.

Glomerulonefritis akut disebut juga dengan glomerulonefritis akut post

streptokokus (GNAPS) merupakan suatu proses radang non-supuratif yang

mengenai glomerulus, sebagai akibat infeksi kuman streptococcus beta

hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering

menyerang anak-anak usia sekolah dan jarang pada usia < 3 tahun.

Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit ini adalah

hematuria, oliguria, edema, hipertensi dan beberapa gejala non-spesifik seperti

rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan

fisik, bakteriologis, serologis, imunologis, dan histopatologis. Pengobatan hanya

bersifat suportif dan simtomatik.

Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk

meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada

ginjal, dan meningkatkan fungsi ginjal.

Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan

glomerulus. Pemberian penisilin untuk memberantas semua sisa infeksi, tirah

baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal

jantung dan antihipertensi kalau perlu, sementara kortikosteroid tidak mempunyai

efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.

Prognosis umumnya baik, namun ditentukan pula oleh faktor penyebab

terjadinya GNA itu sendiri, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 80-95%

22

Page 26: Refarat GNA Ifantri Pramana

kasus. Observasi jangka panjang diperlukan untuk membuktikan kemungkinan

penyakit menjadi kronik.

23

Page 27: Refarat GNA Ifantri Pramana

DAFTAR PUSTAKA

1. Prodjosudjadi, Wiguno. Glomerulonefritis. Dalam Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta: EGC. 2009. h.969-98.

2. Rauf, Syarifuddin., Albar, Husein., Aras, Jusli. Konsensus

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Dalam: UKK Nefrologi.

Jakarta: Unit Kerja Nefrologi IDAI. 2012. h.1-17.

3. Rachmadi, Dedi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis

akut.Dalam: Simposium Nasional II IDAI. Bandar Lampung: IDAI. 2010.

h.1-13.

4. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit EGC.

Jakarta.2007. h. 417-30.

5. Muscatello, D J., Grady, KAO., Neville, K., McAnu, J. Acute

poststreptococcal glomerulonephritis. Dalam: public health implications of

recent clusters in New South Wales and epidemiology of hospital

admissions. North Sydney: NSW. 2001. h.365-72..

6. Suprapto, Novita., Pardede O sodung. Gangguan Ginjal Akut. Dalam:

Nefrologi Anak. Jakarta: EGC. 2009. h.88-92.

7. Lumbanbatu, Sondang Maniur. Glomerulonefris Akut Pasca Streptokokus

pada Anak. Dalam: Sari Pediatri, vol 5. Denpasar: IDAI. 2003. h.58-63.

8. Cunningham, Madeleine W. Pathogenesis of Group A Streptococcal

Infections. Dalam: Clinical Microbiologi Review.US: PMC. 2000. h.470-

511.

9. Todd, James. Infeksi Streptokokus. Dalam:. Nelson Ilmu Kesehatan Anak

Jakarta: EGC. 2000. h.924-29.

10. Bergstein, Jerry M. Editor: Behrman, E Richard., Kliegman, Robert M.,

Arvin, Ann M., Wahab, A Samik. Penyakit Glomerulus. Dalam: Nelson

Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC. 2000. h.1805-29.

24

Page 28: Refarat GNA Ifantri Pramana

11. Callaghan, C A. Penerjemah: Yusmin Elizabeth. Gambaran Umum

Penyakit Glomerulus. Dalam: At a Glance Proses Penyakit Ginjal. Jakarta:

Erlangga.2009. h. 68-72.

12. Tanto, Chris., Hustrini, Ni Made. Sindrom Nefritik Akut. Dalam Kapita

Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014. h.647-9.

13. Mahan, D John. Editor: Marcdante, Karen J., Kliegman, Robert M., Jenson

Hal B., Behrman, E Richard. Nefrologi dan Urologi. Dalam Nelson Ilmu

Kesehatan Anak Essensial. Jakarta: EGC.2009. h. 655-62.

25