Top Banner

of 42

Realisasi apbd 2012z

Aug 07, 2018

Download

Documents

Awal Asn
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    1/113

    1 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    2/113

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    3/113

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    4/113

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    5/113

    iii ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    KATA PENGANTAR 

    Dalam konteks implementasi otonomi daerah dan desentralisasi skal, pemerintah

    daerah selama lebih dari satu dasawarsa ini telah mengelola dana pada Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam jumlah yang sangat besar.

    Pengelolaan APBD tidak hanya dimaksudkan untuk sekedar menghabiskan dana

    semata namun harus dibelanjakan sesuai dengan prioritas kebijakan dan target

    yang akan dicapai sesuai sumber daya yang tersedia baik yang didapatkan

    melalui skema transfer maupun perpajakan daerah. Kemampuan daerah dalam

    mengelola APBD mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayaipelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial

    masyarakat.

    Dalam upaya merealisasikan APBD, ada beberapa hal yang ingin disorot oleh

    semua  stakeholder   baik dari sisi pemerintah pusat, akademisi, lembaga-lembaga

    non pemerintah, pemerintah daerah itu sendiri dan terutama dari masyarakat

    sebagai pihak yang memberikan amanah dan penerima manfaat yang mereka

    peroleh atas pelayanan instansi pemerintah. Hal-hal tersebut, antara lain: (1) kinerjapengelolaan keuangan dilihat dari sisi kesesuaian realisasi dengan perencanaan,

    (2) konsistensi pelaksanaan anggaran untuk merealisasikan program / kegiatan, (3)

    seberapa baik pihak pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah, dan

    (4) dampak pelaksanaan APBD terhadap perekonomian regional. Dalam konteks

    itulah, buku ini disusun untuk menyajikan analisis atas realisasi APBD seluruh

    daerah dan diharapkan dapat memberikan potret yang informatif dan akurat

    mengenai hasil dari pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah di tahun anggaran

    2012.

    Selain itu, dalam rangka menjalankan amanat rakyat dimaksud, pengelolaan

    keuangan negara termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan daerah, harus

    dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, esien, efektif,

    transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan

    kepatutan. Untuk mewujudkannya, diperlukan pendekatan prestasi kerja dalam

    penyusunan APBD, setiap alokasi pendanaan yang direncanakan harus dikaitkan

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    6/113

    iv  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai. Pendekatan

    ini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen

    kinerja, khususnya untuk mengukur tingkat keberhasilan program atau aktivitas

    pada pemerintah yang ditujukan dalam rangka mencapai hasil yang dapatmemenuhi kebutuhan stakeholders.

    Dalam buku ini juga akan dicoba sebuah pendekatan untuk menganalisis dan

    mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah tersebut melalui sebuah metode

    sederhana dengan nama analisis indikator kesehatan keuangan daerah. Analisis

    tersebut mengadopsi pada teori Ten Point Test   untuk mengetahui tingkat kondisi

    kesehatan keuangan masing-masing daerah dengan melihat skor akhir ( score)

    dari masing-masing daerah. Alat pengukuran ini pada dasarnya memotret kondisi

    kesehatan skal antar pemerintah daerah dengan berdasarkan beberapa rasio

    sederhana, yang setiap rasionya terfokus pada empat aspek kesehatan skal yaitu

    pendapatan, pengeluaran, posisi operasi dan struktur utang.

    Kami mengharapkan agar buku Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012

    ini dapat bermanfaat bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan baik di pusat

    maupun di daerah sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan yang

    terkait dengan otonomi daerah dan desentralisasi skal.

    Jakarta, Desember 2013

    Direktur Evaluasi Pendanaan

    dan Informasi Keuangan Daerah

     Yusrizal I lyas

    NIP 19540401 197507 1 001

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    7/113

    v ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ................................................................................................iii

    DAFTAR ISI ............................................................................................................. v

    DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vii

    DAFTAR GRAFIK .................................................................................................... x

    RINGKASAN EKSEKUTIF.....................................................................................xiii

    BAB I GAMBARAN UMUM REALISASI APBD ....................................................1

    A. Gambaran Umum Realisasi APBD 2012 secara Nasional ................. 3

    B. Gambaran Umum Realisasi APBD 2012 Provinsi ............................... 6

    C. Gambaran Umum Realisasi APBD 2012 Kabupaten/Kota ................ 8

    D. Gambaran Umum Realisasi APBD Tahun 2008-2012 ...................... 10

    BAB II REALISASI PENDAPATAN DAERAH ...................................................... 13

    A. Perbandingan Anggaran dan Realisasi Pendapatan Daerah ...........13

    B. Komposisi Pendapatan Daerah .........................................................15

    C. Tren Realisasi Pendapatan Daerah Nasional

    (Harga Berlaku dan Harga Konstan)..................................................17

    D. Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah ................ 19

    E. Pengaruh Transfer Akhir Tahun terhadap SILPA Tahun Berkenaan ....22

    BAB III REALISASI BELANJA DAERAH .............................................................. 27A. Perbandingan Anggaran dengan Realisasi Belanja Daerah .............27

    B. Komposisi Realisasi Belanja Daerah ................................................ 31

    C. Tren Realisasi Belanja Daerah Secara Nasional ...............................34

    D. Realisasi Belanja Daerah Per Kapita.................................................37

    E. Realisasi Belanja Modal Daerah Per Kapita .....................................38

    BAB IV REALISASI SURPLUS/DEFISIT DAN PEMBIAYAAN DAERAH .............. 39

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    8/113

    vi  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    A. Surplus/Defsit ....................................................................................39

    B. Pembiayaan Daerah ...........................................................................42

    C. SiLPA ...................................................................................................45

    D. Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah ........................48

    BAB V ANALISIS INDIKATOR KESEHATAN KEUANGAN DAERAH .................... 51

    A. Dasar Teoretis Analisis Indikator Kesehatan Keuangan Daerah ..... 51

    B. Analisis Indikator Kesehatan Keuangan Daerah .............................. 57

    BAB VI IMPLIKASI REALISASI APBD TA 2012 TERHADAP PEREKONOMIAN

    DAERAH ................................................................................................. 79

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 91

    UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................................... 93

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    9/113

    vii ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012 .............................................. 1

    Tabel 1.2 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012 ..... 3

    Tabel 2.1 Klaster Rasio Transfer Desember 2012/ Besaran SILPA 2012 ...... 23

    Tabel 4.1 Rata-rata Besaran Surplus/defsit Per Daerah ................................ 41

    Tabel 4.2 Daerah dengan SiLPA Tahun Berkenaan Negatif ............................ 47

    Tabel 5.1 Tabel Indikator-Indikator Kesehatan Keuangan Daerah .................54

    Tabel 5.2 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Provinsi ....................... 57

    Tabel 5.3 Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Provinsi ....................... 58

    Tabel 5.4 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Kabupaten ..................60

    Tabel 5.5 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah

    Tertinggi (Kluster 1 - luas wilayah di bawah 1, 213 km2) ................61

    Tabel 5.6 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan DaerahTerendah (Kluster 1 - luas wilayah di bawah 1, 213 km2) ...............62

    Tabel 5.7 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah 

    Tertinggi (Kluster 2 - luas wilayah antara 1,213 km2 s/d 1,989 km2) ..63

    Tabel 5.8 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

    (Kluster 2 - luas wilayah antara 1, 213 km2 s/d 1,989 km2) ................63

    Tabel 5.9 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

    (Kluster 3 - luas wilayah antara 1,990 km2 s/d 3,571 km2) ...................64

    Tabel 5.10 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

    (Kluster 3 - luas wilayah antara 1,990 km2 s/d 3,571 km2) ...................65

    Tabel 5.11 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

    (Kluster 4 - luas wilayah antara 3,572 km2 s/d 6,276 km2) ................. 66

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    10/113

    viii  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Tabel 5.12 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

    (Kluster 4 - luas wilayah antara 3,572 km2 s/d 6,276 km2) ...................67

    Tabel 5.13 Kabupaten Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah

    Tertinggi (Kluster 5 - luas wilayah di atas 6,276 km2) .....................67

    Tabel 5.14 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah

    Terendah (Kluster 5 - luas wilayah di atas 6,276 km2) ....................68

    Tabel 5.15 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Kota .............................69

    Tabel 5.16 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

    (Kluster 1 - jumlah penduduk di bawah 131.423 jiwa) ...................70

    Tabel 5.17 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

    (Kluster 1 - jumlah penduduk di bawah 131.423 jiwa) ................... 71

    Tabel 5.18 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

    (Kluster 2 - jumlah penduduk antara 131.423 jiwa sampai 189.381

     jiwa) .................................................................................................... 72

    Tabel 5.19 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

    (Kluster 2 - jumlah penduduk antara 131.423 jiwa sampai 189.381

     jiwa) .................................................................................................... 72

    Tabel 5.20 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

    (Kluster 3 - jumlah penduduk antara 189.382 jiwa sampai 264.608

     jiwa) .................................................................................................... 73

    Tabel 5.21 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

    (Kluster 3 - jumlah penduduk antara 189.382 jiwa sampai 264.608

     jiwa) .................................................................................................... 74

    Tabel 5.22 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

    (Kluster 4 - jumlah penduduk antara 264.609 jiwa sampai 643.043

     jiwa) .................................................................................................... 75

    Tabel 5.23 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

    (Kluster 4 - jumlah penduduk antara 264.609 jiwa sampai 643.043

     jiwa) .................................................................................................... 75

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    11/113

    ix ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Tabel 5.24 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi

    (Kluster 5 - jumlah penduduk di atas 643.043 jiwa) ...................... 76

    Tabel 5.25 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah

    (Kluster 5 - jumlah penduduk di atas 643.043 jiwa) ...................... 77

    Tabel 6.1 Perbandingan Volume APBD dengan PDRB .....................................80

    Tabel 6.2 Perbandingan Realisasi Belanja per kapita dengan Indikator

    Kesejahteraan Masyarakat ...............................................................83

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    12/113

    x  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    DAFTAR GRAFIK 

    Grafk 1.1 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD secara nasional Tahun

    Anggaran 2012.................................................................................... 4

    Grafk 1.2 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Provinsi Tahun Anggaran

    2012 .................................................................................................... 7

    Grafk 1.3 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Kabupaten/Kota

    Tahun Anggaran 2012 ........................................................................ 8

    Grafk 1.4 Tren Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Konsolidasi Nasional 

    Tahun 2008 - 2012 ...........................................................................10

    Grafk 1.5 Realisasi Surplus/Defsit APBD Konsolidasi Nasional Tahun 2008 –

    2012 ..................................................................................................10

    Grafk 2.1 Perbandingan Anggaran - Realisasi Pendapatan Nasional TA 2012 ...14

    Grafk 2.2 Komposisi Pendapatan Daerah Secara Nasional dan Provinsi.......15

    Grafk 2.3 Komposisi Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota ........... 16

    Grafk 2.4 Tren Realisasi Pendapatan Daerah Nasional .................................18

    Grafk 2.5 Tren Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah 

    Secara Nasional TA 2012 .................................................................20

    Grafk 2.6 Tren Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah 

    Agregat Kabupaten/Kota TA 2012 ................................................... 21

    Grafk 3.1 Perbandingan Anggaran dengan Realisasi Belanja Daerah APBD

    Tahun Anggaran 2012 ......................................................................27

    Grafk 3.2 Komposisi Realisasi Belanja Daerah Nasional Tahun Anggaran

    2012 ..................................................................................................31

    Grafk 3.3 Komposisi Realisasi Belanja Daerah Provinsi Tahun Anggaran 2012 ...32

    Grafk 3.4 Komposisi Realisasi Belanja Daerah Kabupaten/Kota Tahun

    Anggaran 2012..................................................................................33

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    13/113

    xi ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Grafk 3.5 Tren Realisasi Belanja Daerah Nasional (harga berlaku) ................34

    Grafk 3.6 Tren Realisasi Belanja Daerah Nasional (Harga Konstan, Tahun

    2000) .................................................................................................35

    Grafk 3.7 Realisasi Belanja Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012 .......... 37

    Grafk 3.8 Realisasi Belanja Modal Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012 ...38

    Grafk 4.1 Perbandingan Suplus/Defsit pada Anggaran dan Realisasi APBD

    2009-2012 ........................................................................................39

    Grafk 4.2. Tren kabupaten/kota yang mengalami surplus/defsit dalam

    realisasi APBD ................................................................................... 41

    Grafk 4.3. Tren Provinsi yang mengalami surplus/defsit dalam realisasi

    APBD ................................................................................................. 41

    Grafk 4.4 Rincian Penerimaan Pembiayaan APBD TA 2012 ............................43

    Grafk 4.5 Rincian Pengeluaran Pembiayaan APBD TA 2012 ...........................44

    Grafk 4.6 Perbandingan Tren SiLPA Tahun Sebelumnya antara Anggaran dan

    Realisasi ............................................................................................45

    Grafk 4.7 Tren SiLPA Tahun Berkenaan ............................................................46

    Grafk 4.8 Perbandingan Anggaran dan Realisasi Penerimaan Pinjaman Kab/

    Kota ....................................................................................................49

    Grafk 4.9 Perbandingan Anggaran dan Realisasi Penerimaan Pinjaman

    Provinsi .............................................................................................49

    Grafk 4.10 Jumlah Kab/kota yang melakukan Pinjaman .................................50

    Grafk 4.11 Jumlah Provinsi yang melakukan Pinjaman .....................................50Grafk 6.1 Realisasi Belanja per kapita .............................................................84

    Grafk 6.2 Perbandingan Realisasi Belanja dengan Pertumbuhan Ekonomi ..86

    Grafk 6.3 Perbandingan Realisasi Belanja dengan Tingkat Pengangguran ...87

    Grafk 6.4 Perbandingan Realisasi Belanja dengan Tingkat Kemiskinan ........ 87

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    14/113

    xii  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Grafk 6.5 Perbandingan Realisasi Belanja per Kapita dengan Delta Tingkat

    Kemiskinan 2011-2012 ....................................................................89

    Grafk 6.6 Perbandingan Realisasi Belanja per Kapita dengan Delta Tingkat

    Pengangguran 2011-2012 ...............................................................89

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    15/113

    xiii ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    Realisasi APBD TA 2012 memperlihatkan realisasi pendapatan daerah secara

    agregat nasional tahun 2012 yang lebih tinggi dari realisasi belanjanya, sehingga

    terjadinya suplus di akhir tahun. Surplus tersebut disumbang dari pelampauan

    realisasi pendapatan sebesar Rp65,4 triliun dan realisasi belanja daerah yang lebih

    rendah Rp3,6 triliun dari anggarannya. Yang menarik pada surplus dalam realisasi

     APBD 2012 adalah bahwa ternyata surplus lebih banyak didorong oleh terjadinya

    pelampauan pendapatan, dan bukan terjadi karena tidak terealisasikannya belanja.

    Tren realisasi jenis pendapatan PAD secara nasional berdasarkan harga berlaku

    mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2012 penerimaan daerah

    melalui PAD mengalami peningkatan sebesar 20,9% atau Rp23 triliun dibandingkan

    tahun 2011. Sementara itu, berdasarkan harga konstan jenis pendapatan PAD juga

    mengalami peningkatan di tahun 2012 sebesar 15,4% atau Rp6 triliun. Berdasarkan

    data tersebut, pendapatan daerah baik secara keseluruhan maupun per jenis

    pendapatan mengalami kenaikan baik menggunakan pendekatan harga berlaku

    maupun harga konstan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan realisasipendapatan secara riil dari tahun 2009 hingga 2012.

    Berdasarkan analisis deskriptif atas klaster rasio transfer Desember 2012 terhadap

    besaran SILPA 2012, dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 daerah yang mengalami

    krisis kas baik pada akhir tahun 2012 maupun pada awal tahun 2013. Pemerintah

    daerah tersebut perlu memperbaiki kinerja manajemen kasnya sehingga krisis kas

    dapat dihindari. Sementara itu, sebanyak 471 daerah sebagian besar dana transfer

     non earmarked  pada bulan Desember menjadi SILPA. Total SILPA dari daerah-daerah tersebut mencapai Rp96,91 triliun.

    Realisasi belanja daerah secara nasional tahun 2012 adalah Rp596,88 triliun, masih

    lebih kecil jika dibandingkan dengan pagu anggaran sebesar Rp600,51 triliun

    atau secara persentase realisasi belanja daerah mencapai 99,39%. Komponen

    belanja yang tingkat penyerapannya di atas 100% hanyalah Belanja Lainnya yaitu

    sebesar 107,12% (realisasi Rp84,85 triliun sedangkan pagu anggaran Rp79,21

    triliun), sedangkan komponen belanja yang tingkat penyerapannya masih di bawah

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    16/113

    xiv  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    100% meliputi Belanja Pegawai yaitu sebesar 99,81% (realisasi Rp260,87 triliun

    sedangkan pagu anggaran sebesar Rp261,36 triliun), Belanja Barang dan Jasa

    sebesar 98,21% (realisasi Rp120,23 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar

    Rp122,42 triliun), dan Belanja Modal sebesar 95,20% (realisasi Rp130,93 triliunsedangkan pagu anggaran sebesar Rp137,53 triliun).

    Komposisi belanja daerah tahun 2012 didominasi oleh Belanja Pegawai yaitu

    sebesar 43,71%, selanjutnya diikuti oleh Belanja Modal yaitu sebesar 21,94%,

    Belanja Barang dan Jasa sebesar 20,14%, dan Belanja Lainnya sebesar 14,22%.

    Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian, karena secara implisit daerah hanya

    menganggarkan sebagian kecil APBD-nya untuk jenis-jenis belanja selain Belanja

    Pegawai. Hal ini akan menyebabkan keterbatasan program dan kegiatan daerah

    di luar Belanja Pegawai yang bisa didanai, khususnya pada pos Belanja Modal

    yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Seharusnya dengan melihat realisasi

    pendapatan yang ternyata jauh lebih tinggi, maka belanja pelayanan publik bisa

    didorong lebih besar.

    Terkait dengan peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik, salah satu

    kelemahan yang sering terjadi adalah adanya kecenderungan daerah untuk

    melakukan perubahan APBD pada saat menjelang akhir tahun anggaran berjalan

    (di atas bulan September). Hal ini tentu saja sangat mengurangi kemampuan

    Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyesuaikan belanja, karena

    waktu yang tersisa untuk melaksanakan kegiatan/proyek menjadi sangat sempit.

    Daerah mempunyai kecenderungan untuk melakukan perubahan APBD setelah

    diketahuinya hasil audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun

    sebelumnya sehingga dapat mengetahui secara pasti berapa besarnya Sisa Lebih

    Penggunaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa

    konsentrasi perubahan APBD hanya pada penyesuaian yang sifatnya administratifdan kurang menyentuh aspek substansi penyebab perubahan serta dampak yang

    mungkin bisa didapatkan apabila momentum perubahan dilakukan lebih awal.

    Tren realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami peningkatan baik menurut

    harga yang berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan harga yang berlaku,

    realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami kenaikan pada tahun 2011,

    yaitu sebesar 14,95% (Rp14,06 triliun) dan pada tahun 2012 kembali mengalami

    peningkatan sebesar 21,09% (Rp22,80 triliun). Sementara itu berdasarkan harga

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    17/113

    xv ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    konstan, Belanja Modal juga mengalami kenaikan pada tahun 2011, yaitu sebesar

    6,04% (Rp2,4 triliun), dan pada tahun 2011 Belanja Modal kembali meningkat

    sebesar 6,04% (Rp2,39 triliun). Pada tahun 2011 dan 2012, ternyata kenaikan

    realisasi Belanja Modal berdasarkan harga konstan lebih kecil jika dibandingkandengan kenaikan berdasarkan harga yang berlaku.

    Perbedaan desit/surplus dalam anggaran dengan realisasi memberikan gambaran

    tingkat akurasi perencanaan daerah dalam penganggaran pendapatan dan belanja

    daerah, baik di sisi pendapatan atau belanja. Semakin besar  gap  anggaran dan

    realisasi surplus/ desit maka hal itu menggambarkan perencanaan anggaran

    pendapatan dan belanja daerah yang kurang tersusun dengan baik. Tahun 2009

     APBD dianggarkan desit sebesar Rp47,96 triliun dan realisasi APBD juga terjadi

    desit sebesar Rp11,46 triliun, dengan kata lain terdapat  gap atau selisih sebesar

    Rp36,50 triliun. Secara visual selisih tersebut terlihat semakin besar, hingga di

    tahun 2012  gap tersebut mencapai Rp69,5 triliun. Gap tahun 2012 sebagian besar

    berasal dari pelampauan realisasi pendapatan yang lebih besar dari anggaran

    sebesar Rp65,5 triliun, yang secara terperinci angka tersebut 29,5% berasal dari

    pelampuan PAD dan sebesar 67,5% berasal dari pendapatan dana bagi hasil dan

    dana penyesuaian yang lebih tinggi dari yang dianggarkan daerah serta sisanya

    berasal dari pendapatan lainnya. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkanbahwa sebenarnya penyebab utama terjadinya selisih surplus/ desit anggaran

    dan realisasi berasal dari faktor eksternal di luar kewenangan Pemerintah Daerah,

    karena alokasi DBH dan dana penyesuaian dianggarkan oleh Pemerintah Pusat.

    SiLPA tahun berkenaan mempunyai pergerakan yang meningkat dalam kurun

    waktu empat tahun terakhir (2009-2012), bahkan besaran SiLPA tahun 2012 hampir

    mencapai dua kali lipat tahun 2009 (dari Rp52 triliun menjadi Rp 99 triliun). Kondisi

    ini menunjukkan gejala yang kurang baik karena semakin besar SiLPA tahunberkenaan maka menjadi indikasi semakin besar dana yang tidak digunakan dalam

    memenuhi pelayanan dasar kepada masyarakat. Peningkatan SiLPA tidak hanya

    terlihat dalam nominal harga berlaku, namun juga terlihat meningkat dalam nominal

    harga konstan. SiLPA harga konstan diperoleh dengan membagi nilai nominal

    dengan angka defator .

    Untuk mengetahui potret kesehatan keuangan daerah, dilakukan analisis terhadap

    indikator-indikator kesehatan keuangan daerah. Berdasarkan hasil perhitungan

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    18/113

    xvi  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    dapat diketahui bahwa Provinsi Kalimantan Timur mempunyai tingkat kesehatan

    keuanganyang tertinggi, sedangkan Provinsi Maluku mempunyai tingkat kesehatan

    keuangan yang terendah. Yang menarik adalah sebagian besar Provinsi di wilayah

    Sumatera memiliki tingkat kesehatan keuangan yang tinggi, dimana banyak daerahdi wilayah Sumatera berada di atas rata-rata, melebihi daerah-daerah di wilayah

    Jawa yang sebagian besar berada di peringkat rata-rata bahkan ada daerah di

    Jawa yang kesehatan keuangannya di bawah rata-rata yaitu Provinsi Jawa Barat

    dan Jawa Timur. Justru beberapa daerah di wilayah Kalimantan memiliki kesehatan

    keuangan di atas rata-rata seluruh daerah. Hal ini cukup menarik, mengingat

    jika melihat keunggulan dalam pengelolaan keuangan dan ketersediaan sumber

    daya manusia, provinsi di wilayah Jawa memiliki tingkat pengelolaan keuangan

    daerah yang relatif lebih bagus dibandingkan dengan daerah di wilayah lain. Disamping itu, juga memiliki keunggulan dalam sumber daya manusia serta sarana

    dan prasarana infrastruktur dibandingkan daerah lain di wilayah Indonesia. Selain

    daerah provinsi, analisis terhadap indikator kesehatan keuangan daerah juga

    dilakukan untuk daerah kabupaten dan kota. Analisis indikator kesehatan keuangan

    per kabupaten dan kota dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan

    masing-masing kabupaten dan kota dengan melihat nilai akhir ( score) dari masing-

    masing kabupaten dan kota. Dalam analisis ini digunakan pengelompokan daerah

    berdasarkan suatu kluster yang membagi daerah kabupaten menjadi 5 (lima)

    kluster berdasarkan luas wilayah, dan membagi daerah kota menjadi 5 (lima)

    kluster berdasarkan jumlah penduduk. Hasil perhitungan dan analisis secara

    lengkap terlampir.

    Perbandingan antara realisasi belanja dengan pertumbuhan ekonomi berdasarkan

    provinsinya pada tahun 2012 dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi nasional

    adalah sebesar 6,30%, dengan 19 provinsi memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi

    di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun jumlah provinsi yang memilikipertumbuhan ekonomi di bawah pertumbuhan ekonomi nasional jauh lebih besar,

    akan tetapi pertumbuhan ekonomi daerah-daerah tersebut masih berada di sekitar

    angka pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi yang mempunyai pertumbuhan

    ekonomi tertinggi adalah Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar 15.84%, sedangkan

    provinsi yang mempunyai pertumbuhan ekonomi negatif adalah Provinsi NTB. Untuk

    Provinsi NTB, meskipun memiliki realisasi belanja yang tinggi, namun pertumbuhan

    ekonominya negatif.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    19/113

    1 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    BAB I

    GAMBARAN UMUM REALISASI APBD

    Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah

    satu alat ukur untuk melihat implementasi dari kebijakan dan operasionalisasi

    pelaksanaan pengelolaan keuangan suatu daerah dalam upaya mewujudkan

    pelayanan publik yang optimal serta upaya dalam mendorong pembangunan

    ekonomi di daerah. Besarnya realisasi anggaran dan jenis belanjanya

    mengindikasikan besarnya komitmen dan keseriusan suatu pemerintahan daerahpada aspek-aspek yang menjadi prioritas daerah.

    Dalam gambaran umum realisasi APBD Tahun Anggaran (TA) 2012, akan dilihat

    realisasi dari 524 daerah, yang terdiri dari 33 provinsi, 398 Kabupaten, dan 93 kota.

    Secara ringkas buku ini akan membahas tentang perbandingan realisasi APBD

    TA 2012 dengan anggarannya dan perbandingan data realisasi APBD TA 2012

    dengan realisasi APBD tahun-tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan, belanja

    maupun pembiayaannya. Selain itu akan disajikan analisis tentang beberapaindikator kinerja keuangan maupun implikasinya terhadap indikator perekonomian

    dan kesejahteraan masyarakat.

    Potret mengenai Realisasi APBD TA 2012 secara agregat nasional, seluruh provinsi,

    kabupaten, dan kota bisa dilihat pada tabel 1.1.

    Tabel 1.1

    Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012

    Mata Anggaran

    Jumlah Anggaran

    Nasional(Konsolidasi)

    ProvinsiKabupaten/

    Kota

    Pendapatan 625.650 185.883 461.071

    PAD 132.055 86.295 45.760

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    20/113

    2  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Mata Anggaran

    Jumlah Anggaran

    Nasional(Konsolidasi)

    ProvinsiKabupaten/

    Kota

    Dana Perimbangan 406.494 62.005 344.489

    Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 87.101 37.584 70.821

    Belanja 596.878 179.327 438.855

    Belanja Pegawai 260.870 33.884 226.986

    Belanja Barang dan jasa 120.231 41.262 78.969

    Belanja Modal 130.926 29.863 101.064

    Lain-lain 84.850 74.318 31.836

    Surplus/Defsit   28.771 6.556 22.216

    Pembiayaan Netto   70.360 23.399 46.960

    Penerimaan Pembiayaan 81.697 26.435 55.262

    Pengeluaran Pembiayaan 11.337 3.035 8.302

    Silpa Tahun Berkenaan   99.131 29.955 69.176

    Sumber: DJPK (data diolah)

    *) Konsolidasi APBD adalah proses penggabungan APBD Kab/kota dengan provinsi

    dengan menghilangkan reciprocal account, hal tersebut dilakukan supaya tidak ada

    penghitungan ganda antara transfer provinsi ke kab/kota dengan pendapatan kab/ 

    kota, dengan menghilangkan reciprocal account besaran pendapatan dan belanja

    secara total lebih kecil namun besaran surplus/defsit tetap.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    21/113

    3 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Tabel 1.2

    Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012

    Mata Anggaran

    Persentasi perbandingan APBD dan

    Realisasi APBD 2012

    Nasional(Konsolidasi)

    ProvinsiKabupaten/

    Kota

    Pendapatan   111,70% 114,21% 111,29%

    PAD 117,13% 114,95% 121,46%

    Dana Perimbangan 106,70% 113,38% 105,58%

    Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 131,23% 113,89% 140,74%

    Belanja 99,39% 103,05% 98,96%

    Belanja Pegawai 99,81% 95,39% 100,51%

    Belanja Barang dan jasa 98,21% 98,21% 98,21%

    Belanja Modal 95,20% 93,86% 95,60%

    Lain-lain 107,12% 114,93% 101,08%

    Surplus/defsit   71,19% 58,23% 76,20%

    Pembiayaan Netto   171,11% 205,10% 158,06%

    Penerimaan Pembiayaan 156,75% 166,05% 152,66%

    Pengeluaran Pembiayaan 103,08% 67,30% 127,97%

    Sumber: DJPK (data diolah)

    A. GAMBARAN UMUM REALISASI APBD 2012 SECARA

    NASIONAL

    Gambaran mengenai tingkat penyerapan APBD 2012 secara nasional dengan

    perbandingannya terhadap APBD dapat dilihat pada grak 1.1.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    22/113

    4  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Grafik 1.1

    Perbandingan APBD dan Realisasi APBD secara nasional Tahun Anggaran 2012

     

    Sumber: DJPK (data diolah)

    Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012 memperlihatkan bahwa realisasi pendapatan

    lebih tinggi dibandingkan dengan anggarannya, sementara realisasi belanja

    daerah lebih rendah dibandingkan anggarannya. Selisih negatif realisasi belanja

    daerah ditambah dengan selisih positif realisasi pendapatannya mengakibatkan

    terjadi surplus di akhir tahun. Terjadinya surplus dalam realisasi APBD tahun

    2012 ternyata lebih banyak didorong oleh terjadinya pelampauan pendapatan,

    dimana pelampauan realisasi pendapatan 111,70% dari anggaran, sementara

    realisasi belanja 99,39% dari anggaran. Pada tahun 2012, realisasi pendapatanlebih tinggi Rp65,4 triliun dan realisasi belanja daerah lebih rendah Rp3,6 triliun

    dari anggarannya. Kondisi ini sedikit berbeda dengan kondisi dua tahun terakhir

    (2010 dan 2011), di mana realisasi pendapatan maupun belanja lebih tinggi dari

    anggarannya.

    Pada tahun 2012, faktor yang paling dominan dalam mendorong pelampauan

    perkiraan pendapatan daerah adalah pada pos Dana Perimbangan di mana

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    23/113

    5 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    sekitar 39% dari total pelampauan pendapatan berasal dari Dana Perimbangan,

    diikuti oleh pelampauan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar 31% dan

    pelampauan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 30%. Pelampauan Dana

    Perimbangan terutama didominasi oleh pos Dana Bagi Hasil (DBH), baik Dana BagiHasil dari pajak maupun sumber daya alam yang pelampauannya mencapai 98%

    dari total pelampauan Dana Perimbangan atau sekitar Rp25 triliun. Hal ini terjadi

    karena realisasi DBH, utamanya DBH SDA melampaui target yang dialokasikan

    ke dalam APBN 2012. Sementara pelampauan PAD lebih banyak dipengaruhi

    oleh pelampauan pajak daerah, yang mencapai 70% dari total pelampauan PAD.

    Jika dilihat lebih rinci, porsi pajak daerah lebih banyak disumbang oleh pajak

    daerah provinsi sebesar Rp8,7 triliun, sementara porsi pajak daerah kabupaten/ 

    kota sebesar Rp4,7 triliun dari total Rp13,4 triliun pelampauan pajak daerahsecara nasional. Pelampauan PAD di kabupaten/kota mungkin merupakan

    dampak kebijakan pemerintah yang telah membuka keran penambahan sumber

    pajak daerah di kabupaten/kota melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor

    perkotaan dan pedesaan.

    Sementara di sisi yang lain, pada sektor belanja secara umum tidak terjadi

    pelampauan. Justru pada sektor belanja terlihat ada sekitar Rp3,6 triliun yang

    tidak terserap sesuai dengan anggaran. Walaupun terlihat pelampauan belanja diprovinsi secara agregat, namun jumlah belanja yang tidak terealisasi di kabupaten/ 

    kota jauh lebih besar, sehingga jika dilihat secara nasional pelampauan belanja di

    provinsi tidak cukup untuk menutupi pelampauan belanja di kabupaten/kota. Hal

    ini menunjukkan bahwa daerah tidak cukup mampu mengejar peningkatan belanja

    pada saat terjadi tambahan pendapatan yang cukup signikan dari sektor transfer

    pusat maupun peningkatan penerimaan pajak daerah, atau dapat dikatakan bahwa

    daerah belum mampu melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk menyerap

    pelampauan pendapatan tersebut. Yang perlu diperhatikan juga adalah bahwapelampauan belanja yang terjadi di daerah ternyata justru terjadi pada pelampauan

    belanja pegawai tidak langsung yaitu meningkat sebesar Rp26 triliun, sementara

    belanja modal justru tidak tercapai sebesar Rp6 triliun.

    Kondisi tersebut di atas patut mendapat perhatian serius baik dari pusat maupun

    daerah sendiri. Harus diakui bahwa pendapatan APBD masih sangat bergantung

    kepada transfer dari pusat, sehingga informasi yang relatif cepat dan akurat atas

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    24/113

    6  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    besaran transfer yang dialokasikan ke daerah akan menjadi kunci bagi kecepatan

    dan keakurasian perencanaan anggaran di daerah. Hal ini sudah diupayakan

    lebih baik dari tahun ke tahun. Untuk alokasi tahun anggaran 2014, khususnya

    alokasi transfer Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan DanaInsentif Daerah (DID) pada akhir Oktober 2013 telah diinformasikan kepada seluruh

    pemerintah daerah, baik melalui website maupun melalui surat kepada masing-

    masing daerah.

    Pekerjaan rumah yang masih harus terus dibenahi oleh pemerintah pusat adalah

    memperbaiki kualitas perencanaan alokasi DBH, mengingat hal ini membutuhkan

    kerjasama dengan berbagai kementerian/lembaga terkait penerimaan negara yang

    dibagihasilkan ke daerah. Di sisi lain, daerah juga perlu secara serius memperbaiki

    kinerja pengelolaan keuangan di daerahnya dan memperbaiki kualitas belanjanya,

    sehingga dapat terfokus pada upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan

    publik, bukan sekedar penyerapan belanja untuk keperluan aparatur.

    B. GAMBARAN UMUM REALISASI APBD 2012 PROVINSI

    Pola realisasi APBD provinsi hampir sama dengan pola realisasi APBD secara

    agregat nasional, di mana adanya surplus pada realisasi anggarannya. APBDagregat provinsi yang semula dianggarkan desit Rp11 triliun, pada realisasinya

    menjadi surplus mencapai hampir Rp6,6 triliun. Sementara itu, pelampauan

    realisasi pembiayaan netto provinsi lebih tinggi Rp12 triliun, sehingga sisa lebih

    perhitungan anggaran (SiLPA) tahun berkenaan untuk agregat pemerintah provinsi

    juga meningkat menjadi Rp30 triliun.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    25/113

    7 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Grafik 1.2

    Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Provinsi Tahun Anggaran 2012

     

    Sumber: DJPK (data diolah)

    Pelampauan pendapatan agregat provinsi lebih banyak diakibatkan oleh adanya

    pelampauan PAD, utamanya dari pajak daerah yaitu dengan kontribusi terhadap

    pelampauan PAD hingga 78%. Sebagai konsekuensi pelampauan target pajak

    daerah tersebut, maka secara otomatis juga terjadi pelampauan Dana Bagi Hasil

    provinsi ke kabupaten/kota sebagai dampak dari penerusan pelampauan dana

    bagi hasil yang didapat di provinsi. Sementara itu, porsi pelampauan pendapatan

    karena peningkatan realisasi DBH adalah 96% dari Rp7,3 triliun pelampauan DanaPerimbangan atau sebesar lebih kurang Rp7 triliun pelampauan Dana Perimbangan

    pada sektor pendapatan berasal dari DBH. Hal ini memberikan sinyal kepada

    Pemerintah Pusat, sebagai pihak yang berperan besar dalam menentukan anggaran

    alokasi Dana Bagi Hasil di daerah setiap tahunnya, agar dapat menemukan

    pendekatan yang paling tepat dalam memprediksi pendapatan bagi hasil di tahun

    anggaran yang bersangkutan.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    26/113

    8  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Pada sektor belanja agregat provinsi, terjadi juga pelampauan realisasi belanja.

    Walaupun realisasi belanja secara nasional desit, namun realisasi belanja agregat

    provinsi justru mengalami pelampauan. Pada tahun 2012 total pelampauan belanja

    agregat provinsi mencapai Rp5,3 triliun di mana didominasi oleh pelampauanBelanja Hibah dan Belanja Bagi Hasil serta tidak tercapainya realisasi belanja

    daerah pada sektor belanja yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya provinsi

    untuk menggenjot belanja publik guna menyesuaikan dengan pendapatan yang

    melebihi anggaran masih rendah, dan terkesan kurang terencana, karena besarnya

    dana yang dialokasikan ke belanja hibah yang seyogiyanya dapat digunakan untuk

    belanja yang lebih menyentuh sektor publik.

    C. GAMBARAN UMUM REALISASI APBD 2012 KABUPATEN/KOTA

    Grafik 1.3

    Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Kabupaten/Kota

    Tahun Anggaran 2012

     

    Sumber: DJPK (data diolah)

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    27/113

    9 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Realisasi APBD pada agregat kabupaten/kota tahun 2012 memiliki pola yang

    hampir sama dengan realisasi konsolidasi nasional, di mana terjadi pelampauan

    realisasi pendapatan tetapi desit pada realisasi belanja. Pelampauan realisasi

    pendapatan mencapai Rp47 triliun di mana 44% (sekitar Rp20 triliun) adalah dariLain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, kemudian 39% (sekitar Rp18 Triliun) dari

    Dana Perimbangan yang mana didominasi oleh DBH yang ditransfer baik oleh

    pusat maupun dari provinsi. Sementara komposisi pelampauan PAD terhadap

    pelampauan pendapatan secara agregat kabupaten/kota sebesar 17% atau sekitar

    Rp8 triliun.

    Pada sektor belanja, realisasi APBD pada agregat kabupaten/kota tahun 2012

    mengalami desit hingga hampir Rp4,6 triliun. Desit belanja terbesar diakibatkan

    oleh belanja modal yang tidak terealisasi sesuai anggaran sebesar lebih dari Rp4,6

    triliun, kemudian diikuti belanja barang dan jasa yang tidak terealisasi sebesar

    Rp1,4 triliun. Sementara itu total agregat belanja kabupaten/kota menjadi lebih

    besar karena pelampauan realisasi belanja pegawai sebesar Rp1,2 triliun dan

    pelampauan realisasi belanja lain-lain sebesar Rp341 milyar. Hal tersebut di atas

    mengindikasikan bahwa komitmen kabupaten/kota dalam merealisasikan belanja

    modal masih kurang optimal, sehingga sekalipun adanya pencapaian pada

    pelampauan pendapatan, namun pertumbuhan pembangunan di daerah tidak sertamerta turut meningkat karena tidak diikuti oleh penggunaan pendapatan tersebut

    untuk pembangunan di daerah kabupaten/kota masing-masing.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    28/113

    10  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    D. GAMBARAN UMUM REALISASI APBD TAHUN 2008-2012

    Grafik 1.4

    Tren Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Konsolidasi Nasional

    Tahun 2008 - 2012

     

    Sumber: DJPK (data diolah)

    Grafik 1.5

    Realisasi Surplus/Defisit APBD Konsolidasi NasionalTahun 2008 – 2012

    Sumber: DJPK (data diolah)

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    29/113

    11 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Tren realisasi APBD dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada grak di atas

    menunjukkan tren realisasi pendapatan yang selalu berada di atas 100% artinya

    secara keseluruhan selama 5 tahun terakhir realisasi pendapatan APBD nasional

    selalu melebihi anggaran pendapatan itu sendiri. Bahkan terdapat tren peningkatanjumlah nominal pelampauan realisasi pendapatan dari tahun ke tahun, sekalipun

    terjadi penurunan pada tahun 2009 dan 2012, tetapi secara agregat dapat

    disimpulkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan. Demikian juga dengan tren

    realisasi belanja, di mana dapat kita lihat bahwa terdapat kecenderungan realisasi

    belanja APBD secara nasional hampir mencapai anggarannya, seperti yang terlihat

    pada garis merah, di mana realisasi belanja APBD nasional pada tahun 2008

    hanya mencapai 94%, namun pada tahun 2012 mencapai 99%, bahkan sempat

    melampaui anggarannya pada tahun 2011 dengan capaian 101%. Demikian jugadengan realisasi pembiayaan, dari tahun ke tahun realisasi pembiayaan APBD

    secara nasional mengalami peningkatan, bahkan yang terlihat pada tahun 2012

    mencapai 171%, hampir setengah dari yang dianggarkan.

    Perbedaan desit/surplus dalam anggaran dengan realisasi memberikan gambaran

    tingkat akurasi perencanaan daerah dalam penganggaran pendapatan dan belanja

    daerah, baik dari sisi pendapatan ataupun belanja. Semakin besar  gap anggaran

    dan realisasi surplus/desit maka hal itu menggambarkan perencanaan anggaranpendapatan dan belanja daerah yang kurang tersusun dengan baik. Grak 1.5

    menyajikan pergerakan gap antara surplus/desit antara anggaran dengan realisasi

    yang semakin besar. Tahun 2008 APBD dianggarkan desit sebesar Rp43,65 triliun

    dan terealisasi surplus sebesar Rp12,84 triliun. Tahun 2009 APBD dianggarkan desit

    sebesar Rp47,96 triliun dan realisasi APBD juga terjadi desit sebesar Rp11,46

    triliun, dengan kata lain terdapat  gap  atau selisih sebesar Rp36,50 triliun. Secara

    visual selisih tersebut terlihat semakin besar, hingga di tahun 2012 gap tersebut

    mencapai Rp69,3 triliun. Gap  tahun 2012 sebagian besar berasal dari pelampauanrealisasi pendapatan yang lebih besar dari anggaran sebesar Rp65,4 triliun, yang

    secara terperinci angka tersebut 29,5% berasal dari pelampuan PAD dan sebesar

    67,5% berasal dari pendapatan dana bagi hasil dan dana penyesuaian yang lebih

    tinggi dari yang dianggarkan daerah serta sisanya berasal dari pendapatan lainnya.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    30/113

    12  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    31/113

    13 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    BAB II

    REALISASI PENDAPATAN DAERAH

    A. PERBANDINGAN ANGGARAN DAN REALISASI

    PENDAPATAN DAERAH

    Pada Tahun Anggaran 2012 realisasi pendapatan daerah secara nasional

    mengalami peningkatan Rp65,55 triliun atau sebesar 11,70% dibandingkananggarannya. Pelampauan pendapatan daerah pada tahun 2012 ini sedikit lebih

    rendah dibandingkan pelampauan pendapatan pada tahun 2011 yang mencapai

    Rp66,94 triliun.

    Pelampauan pendapatan daerah yang terbesar pada tahun 2012 berasal dari

    komponen Lain-Lain Pendapatan Yang Sah yaitu sebesar Rp20,78 triliun atau

    terealisasi sebesar 131,23% (pagu anggaran Rp66,37 triliun sedangkan realisasinya

    Rp87,10 triliun), diikuti oleh pelampauan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp19,31

    triliun atau terealisasi sebesar 117,13% (pagu anggaran Rp112,75 triliun sedangkan

    realisasi Rp132,06 triliun), dan pelampauan Dana Perimbangan Rp25,5 triliun atau

    terealisasi sebesar 106,70% (pagu anggaran Rp380,98 triliun sedangkan realisasi

    Rp406,49 triliun).

    Pelampauan komponen Lain-lain Pendapatan Yang Sah didominasi oleh pos Dana

    Penyesuaian yang mencapai Rp19,04 triliun (37,4% dari anggaran). Pos lain yang

    tingkat pelampauannya cukup tinggi yaitu pos Lain-Lain dengan kenaikan sebesar

    Rp4,9 triliun (49,8% dari anggarannya). Sementara itu penerimaan dari pos Hibah

    dan Dana Darurat pada saat realisasi justru mengalami penurunan dibandingkan

    anggarannya.

    Untuk komponen Dana Perimbangan, pelampauan terbesar berasal dari

    penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan SDA yang mengalami peningkatan

    sebesar 30,8% dari anggaran atau sebesar Rp25,1 triliun. Hal ini dikarenakan

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    32/113

    14  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    realisasi DBH, terutama DBH SDA melampaui target yang telah dialokasikan dalam

     APBN 2012.

    Sedangkan komponen PAD masih didominasi oleh pelampauan Pajak Daerah dan

    Lain-Lain PAD Yang Sah. Peningkatan realisasi pajak daerah pada tahun 2012

    mencapai Rp13,4 triliun. Terjadinya pelampauan pendapatan dari pajak daerah

    ini menunjukkan adanya kemungkinan pemerintah daerah masih menargetkan

    penerimaan pajaknya secara pesimis sehingga selalu terjadi pelampauan

    penerimaan dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya akan berpotensi pada terbentuknya

    SiLPA di akhir tahun anggaran, karena pendapatan daerah tidak dapat dialokasikan

    pada belanja secara optimal. Pos Lain-Lain PAD ternyata juga mengalami

    peningkatan yang cukup signikan yaitu sebesar Rp4,4 triliun, lebih tinggi dari

    pendapatan Retribusi yang hanya mengalami peningkatan sebesar Rp1,5 triliun.

    Grafik 2.1

    Perbandingan Anggaran - Realisasi Pendapatan Nasional TA 2012

    Sumber: DJPK (data diolah)

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    33/113

    15 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    B. KOMPOSISI PENDAPATAN DAERAH

    Komposisi realisasi pendapatan secara nasional seperti tampak dalam grak 2.2

    di bawah, menunjukkan bahwa Dana Perimbangan masih merupakan pendapatan

    yang berkontribusi paling besar bagi daerah (65%). Kondisi ini menunjukkan bahwa

    daerah masih sangat tergantung pada transfer dari Pemerintah Pusat. Di urutan

    kedua adalah PAD (21%) dan yang ketiga Lain-Lain Pendapatan Yang Sah (14%).

    Satu hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah peningkatan penerimaan dari

    pos Lain-Lain PAD yang nilainya cukup signikan yaitu Rp4,4 triliun. Dalam pos

    Lain-Lain PAD tersebut terdapat pos Pendapatan Bunga. Kondisi ini perlu dicermati

    mengingat sepanjang tahun 2012 jumlah dana yang dimiliki daerah yang tersimpan

    dalam perbankan relatif cukup besar. Banyaknya dana  idle di perbankan tentunya

    akan meningkatkan pendapatan bunga bagi daerah.

    Grafik 2.2

    Komposisi Pendapatan Daerah Secara Nasional dan Provinsi

    (dalam triliun Rupiah dan persentase)

    Sumber: DJPK (data diolah)

    Berbeda dengan nasional, komposisi pendapatan untuk provinsi yang terbesar

    berasal dari PAD yaitu sebesar 47%. Hal ini dikarenakan basis pajak provinsi yang

    cukup besar sehingga penerimaan dari pajak daerah memberikan kontribusi yang

    besar bagi APBD. Proporsi Dana Perimbangan yang diterima oleh provinsi hanya

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    34/113

    16  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    sebesar 33%, sedangkan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah hanya memberikan

    kontribusi sebesar 20% yang masih didominasi oleh penerimaan transfer Dana

    Penyesuaian.

     Adapun realisasi pendapatan APBD provinsi tahun 2012 adalah Pendapatan Asli

    Daerah sebesar Rp86,3 triliun (realisasi 114,9%), Dana Perimbangan Rp62 triliun

    (realisasi 113,4%), dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp37,6 triliun

    (realisasi 113,9%).

    Grafik 2.3

    Komposisi Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota

    (dalam triliun Rupiah dan persentase)

     

    Sumber: DJPK (data diolah)

    Proporsi pendapatan APBD kabupaten/kota sebagaimana terlihat pada grak 2.3

    menunjukkan bahwa pendapatan kab/kota sangat didominasi oleh penerimaan dari

    Dana Perimbangan, yaitu sebesar 75% dengan komponen terbesar adalah Dana

     Alokasi Umum. Penerimaan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah memiliki kontribusi

    sebesar 15%. Tidak berbeda dengan provinsi, penerimaan terbesar komponen ini

    berasal dari transfer Dana Penyesuaian dari Pemerintah Pusat.

    Sementara itu Pendapatan Asli Daerah hanya memberikan kontribusi terhadap APBD

    sebesar 10%. Komponen PAD belum mampu memberikan kontribusi yang cukup

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    35/113

    17 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    signikan bagi Kabupaten/Kota meskipun penerimaannya mengalami kenaikan

    sebesar Rp10 triliun dibandingkan tahun 2011. Dari keseluruhan komponen PAD,

    Pajak Daerah memberikan kontribusi sebesar Rp22,2 triliun (48,6%) dan Lain-Lain

    PAD sebesar Rp13,9 triliun (30,4%). Bagi kabupaten/kota penerimaan Lain-LainPAD ternyata juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi APBD.

    Realisasi pendapatan daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia adalah PAD

    sebesar Rp45,7 triliun (realisasi 121,5%), Dana Perimbangan Rp344,5 triliun

    (realisasi 105,6%), dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah yaitu sebesar Rp70,8 Triliun

    (realisasi 140,7%).

    C. TREN REALISASI PENDAPATAN DAERAH NASIONAL

    (HARGA BERLAKU DAN HARGA KONSTAN)

    Tren realisasi pendapatan nasional dapat dilihat pada grak 2.4 di bawah ini.

    Kedua grak tersebut menunjukkan pola realisasi pendapatan daerah yang terus

    meningkat dari tahun 2009-2012 meskipun menggunakan dua pendekatan yang

    berbeda. Pendekatan dengan harga konstan tahun 2000 dan memperhitungkan

    faktor perubah harga seperti inasi pada tahun 2009 - 2012, sedangkan pendekatan

    dengan harga berlaku tidak memperhitungkan faktor perubah harga pada tahun

    2009 - 2012.

    Tren realisasi jenis pendapatan PAD secara nasional berdasarkan harga berlaku

    mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2012 penerimaan daerah

    melalui PAD mengalami peningkatan sebesar 20,9% atau Rp23 triliun dibandingkan

    tahun 2011. Sementara itu, berdasarkan harga konstan jenis pendapatan PAD juga

    mengalami peningkatan di tahun 2012 sebesar 15,4% atau Rp6 triliun.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    36/113

    18  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Grafik 2.4

    Tren Realisasi Pendapatan Daerah Nasional

    Sumber: DJPK (data diolah)

    Tren realisasi PAD secara nasional berdasarkan harga berlaku terus mengalamipeningkatan setiap tahun. Pada tahun 2011 meningkat sebesar 34,6% (Rp28 triliun)

    dan tahun 2012 kembali mengalami peningkatan sebesar 20,9% (Rp23 triliun).

    Sementara itu berdasarkan harga konstan, PAD juga mengalami peningkatan dari

    tahun 2009-2012 meskipun dengan persentase yang lebih rendah. Tahun 2011

    realisasi PAD meningkat sebesar 25,9% (Rp8 triliun) dan tahun 2012 mengalami

    peningkatan sebesar 15,4% (Rp6 triliun).

    Tren realisasi Dana Perimbangan secara nasional juga mengalami kenaikan baikberdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan harga berlaku

    pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 12,2% (Rp37 triliun) dan di tahun 2012

    kembali menunjukkan kenaikan sebesar 18% (Rp62 triliun). Menurut harga konstan,

    Dana Perimbangan juga mengalami kenaikan meskipun secara persentase jauh

    lebih rendah dari harga berlaku. Tahun 2011 telah terjadi peningkatan sebesar 4,9%

    (Rp5 triliun) dan pada tahun 2012 naik sebesar 12,6% (Rp15 triliun).

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    37/113

    19 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Tidak berbeda dengan PAD dan Dana Perimbangan, tren Lain-lain Pendapatan

    yang Sah juga mengalami peningkatan baik dalam harga berlaku maupun harga

    konstan. Peningkatan harga berlaku di tahun 2011 sebesar 20% (Rp12 triliun) dan

    di tahun 2012 sebesar 18,2% (Rp13 triliun), sedangkan berdasarkan harga konstanpeningkatannya pada tahun 2011 sebesar 12,2% (Rp3 triliun) dan pada tahun 2012

    sebesar 12,8% (Rp3 triliun).

    Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendapatan daerah

    baik secara keseluruhan maupun per jenis pendapatan mengalami kenaikan

    baik menggunakan pendekatan harga berlaku maupun harga konstan. Hal ini

    menunjukkan bahwa terjadi peningkatan realisasi pendapatan secara riil dari tahun

    2009 hingga 2012.

    D. RASIO PAJAK DAERAH TERHADAP TOTAL PENDAPATAN

    DAERAH

    Rasio pendapatan pajak daerah terhadap total pendapatan daerah menggambarkan

    perbandingan antara jumlah penerimaan pajak di daerah terhadap total pendapatan

    daerah selama satu periode anggaran. Rasio ini menunjukkan bagaimana komposisi

    penerimaan dari sektor pajak daerah terhadap pendapatan yang dapat dihasilkan

    oleh daerah. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

    dengan pendekatan closed list memberikan kewenangan yang luas kepada daerah

    untuk memberdayakan potensi yang dimiliki dengan kebijakan diskresi penetapan

    tarif pajak yang dimiliki pemerintah daerah.

    Selain itu, salah satu kebijakan baru dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah adanya

    pengalihan kewenangan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan

    Pedesaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

    dari pusat ke daerah. Dengan kebijakan yang diberikan pada UU Nomor 28 Tahun

    2009 tersebut diharapkan agar daerah dapat melakukan pemungutan pajaknya

    dengan lebih optimal.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    38/113

    20  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Grafik 2.5

    Tren Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah

    Secara Nasional TA 2012

     

    Sumber: DJPK (data diolah)

    Grak 2.5 menunjukkan tren rasio pajak daerah terhadap total pendapatan dari

    tahun 2009 hingga 2012 secara agregat nasional pada APBD dan realisasinya.

    Tren yang ditunjukkan terus meningkat dari tahun ke tahun baik pada anggaran

    maupun realisasi. Peningkatan tren anggaran menunjukkan adanya peningkatan

    sekitar 1% setiap tahunnya dan peningkatan rasio terbesar terjadi pada tahun 2011

    yaitu sebesar 1,5% dari tahun 2010. Tren rasio pajak berdasarkan realisasi APBD

    menunjukkan peningkatan dari tahun 2009-2011 sekitar 1 hingga 2 persen tetapi

    tahun 2012 hanya mengalami peningkatan sebesar 0,16% dari tahun 2011.

    Grak tersebut juga menunjukkan bahwa penerimaan pajak selalu terealisasi lebih

    besar dibandingkan yang telah dianggarkan daerah dalam APBD. Perbedaan

    terkecil antara realisasi dengan anggaran terjadi pada tahun 2009 yaitu sekitar

    0,3% dan yang terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sekitar 1,2%. Deviasi terbesar

    pada tahun 2011 tersebut disebabkan karena adanya jenis pajak daerah baru,

    yaitu BPHTB yang mulai efektif dialihkan sebagai pajak daerah pada tanggal 1

    Januari 2011. Mengingat tahun 2011 adalah tahun pertama BPHTB sebagai pajak

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    39/113

    21 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    daerah, sehingga terdapat kecenderungan pemerintah daerah mengganggarkan

    pendapatan dari BPHTB relatif pesimis dibandingkan potensi yang sebenarnya.

    Pengaruh pengalihan BPHTB terhadap peningkatan PAD dapat terlihat lebih jelas

    pada Grak 2.6 yang menyajikan tren rasio pajak secara agregat Kabupaten/Kota.

    Grafik 2.6

    Tren Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah

    Agregat Kabupaten/Kota TA 2012

     

    Sumber: DJPK (data diolah)

    Pada Grak 2.6 tampak bahwa pada tahun 2009 dan 2010, rasio pajak berdasarkan

    realisasi relatif stabil pada kisaran 2,5%. Namun, sejak tahun 2011, terlihat adanyapeningkatan tren dari rasio dimaksud. Pada tahun 2012, rasio pajak hampir dua

    kali lipat dari rasio pajak pada tahun 2010. Hal ini menunjukan betapa signikannya

    pengaruh BPHTB terhadap penerimaan pajak kabupaten/kota.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    40/113

    22  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    E. PENGARUH TRANSFER AKHIR TAHUN TERHADAP SILPA

    TAHUN BERKENAAN

    Bagian ini akan disajikan kajian sederhana/analisis terkait dengan besaran SILPAtahun berkenaan pada tahun 2012. Sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah

    Pusat melakukan transfer ke daerah secara berkala dan bertahap sesuai jadwal

    yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Pada bulan Desember,

    pemerintah pusat juga tetap melakukan transfer ke pemerintah daerah. Untuk

    tahun 2012, transfer pada bulan Desember mencapai Rp36,8 triliun (Rp28,9 triliun

    diantaranya merupakan dana transfer yang  non-earmarked). Jumlah tersebut

    berkisar 7,8% dari total dana yang digelontorkan kepada pemerintah daerah pada

    tahun 2012, yaitu sebesar Rp470, triliun.

    Penyaluran dana transfer ke daerah yang mendekati akhir tahun anggaran disinyalir

    memberikan sumbangan signifkan terhadap terbentuknya SILPA di daerah.

    Tentunya ada faktor lain yang menyebabkan terbentuknya SILPA pada APBD,

    antara lain adanya permasalahan dalam manajemen pengelolaan keuangan daerah

    khususnya manajemen kas daerah (Tuba Bali, 2013). Manajemen kas daerah dan

    transfer ke daerah sangat erat hubungannya. Pada bagian sebelumnya disebutkan

    bahwa transfer ke daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang dominan,maka kekurangtepatan pengelolaan kas dan transfer ke daerah pada akhir tahun

    akan menyebabkan sisa dana APBD yang tidak terserap (SILPA) cukup besar.

    Untuk melihat adanya pengaruh dari transfer ke daerah terhadap SILPA di daerah,

    data yang akan digunakan adalah data transfer ke daerah  non-earmarked  yang

    disalurkan pada bulan Desember tahun 2012. Penggunaan data penyaluran bulan

    Desember didasarkan pada asumsi bahwa adanya kenaikan dana perimbangan,

    terutama DBH Pajak dan SDA, dari alokasi semula tidak akan dapat dialokasikanlagi dalam belanja karena proses perubahan APBD tidak mungkin lagi dilakukan.

    Selanjutnya, untuk data SILPA Tahun 2012 digunakan data SILPA tahun berkenaan

    yang berasal dari realisasi APBD tahun 2012 dari 33 provinsi dan 491 kabupaten/ 

    kota. Karena keterbatasan data, angka SILPA tersebut tidak dipisahkan antara

    SILPA yang ter-earmark  dan yang tidak. Deskripsi mengenai SiLPA Tahun 2012

    secara rinci dibahas pada bagian pembiayaan.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    41/113

    23 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Kajian singkat ini akan menggunakan metode kuantitatif berdasarkan analisis

    deskriptif dan analisis regresi linear sederhana. Analisis deskriptif akan

    menggunakan rasio transfer bulan Desember terhadap besaran SILPA di daerah

    untuk melakukan identikasi awal atas pengaruh dana transfer ke daerah padabulan Desember terhadap besaran SILPA di daerah. Selanjutnya analisis regresi

    akan dilakukan secara cross section untuk membuktikan hipotesis bahwa dana

    transfer ke daerah yang disalurkan pada akhir tahun memberikan pengaruh

    terhadap besaran SILPA di daerah.

    1. ANALISIS DESKRIPTIF

    Di dalam analisis deskriptif ini, angka Rasio Transfer Bulan Desember terhadapSILPA digunakan untuk mengukur sejauh mana Dana Transfer ke Daerah yang

    disalurkan bulan Desember memberikan kontribusi atas munculnya SILPA dalam

     APBD. Sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, nilai Transfer  non-

    earmark  yang disalurkan pada bulan Desember mencapai Rp28,9 triliun dan

    nilai SILPA yang digunakan pada penyusunan buku ini adalah Rp99,1 triliun.

    Secara persentase, nilai Transfer tersebut mencapai 29,2% dari nilai SILPA yang

    terbentuk pada tahun 2012. Persentase tersebut akan lebih besar jika nilai dari jenis

    transfer yang sudah ditentukan peruntukannya (seperti DAK dan DBH SDA DR)diperhitungkan, yaitu mencapai 37,1%.

    Rasio yang diperoleh dari perhitungan, dikelompokan menjadi tiga klaster besar,

    yaitu daerah dengan rasio negatif, rasio diantara 0%-100%, dan rasio diatas 100%.

    Tabel 2.1

    Klaster Rasio Transfer Desember 2012/ Besaran SILPA 2012

    KeteranganKlaster Rasio

    100%

    Jumlah Daerah 9 471 44

    Total SILPA (59,508,883,613) 96,913,231,911,478 2,277,055,620,106

    Jumlah Transfer

    Non-Earmark Bulan

    Desember

    76,867,276,014 24,488,325,344,417 4,351,234,428,158

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    42/113

    24  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Dari Tabel 2.1 terlihat bahwa terdapat 9 daerah yang mempunyai SILPA negatif

    dengan nilai mencapai Rp59,5 miliar sehingga menghasilkan rasio negatif. Karena

    keterbatasan data, hal-hal yang mengakibatkan terjadinya SILPA negatif tersebut

    tidak diuraikan pada kajian ini. Rasio negatif menunjukkan bahwa penerimaantransfer pada bulan Desember tidak berhasil menutup besarnya belanja yang

    telah direalisasikan oleh pemerintah daerah. Jika dilihat dari besaran transfer yang

    diterima oleh sembilan daerah tersebut, jumlahnya hanya sebesar Rp76,87 miliar

    atau 0,27% dari total transfer non earmarked bulan Desember. Rasio negatif juga

    menunjukkan bahwa kesembilan pemerintah daerah mengalami krisis kas baik

    pada akhir tahun 2012 maupun pada awal tahun 2013. Pemerintah daerah tersebut

    perlu memperbaiki kinerja manajemen kasnya sehingga krisis kas dapat dihindari.

    Sementara itu, jumlah daerah dengan rentang rasio antara 0%-100% adalah

    sebanyak 471 daerah. Dengan rentang rasio tersebut, dapat dikatakan bahwa 100%

    atau sebagian besar dana transfer  non earmarked pada bulan Desember menjadi

    SILPA. Total SILPA dari daerah-daerah tersebut mencapai Rp96,91 triliun Adapun

    besaran transfer non earmarked yang diterima oleh 471 daerah tersebut pada bulan

    Desember mencapai 84,69% dari total transfer non earmarked bulan bersangkutan.

    Untuk klaster ini, dana transfer  non earmarked  menyumbang sebesar 25,3% dari

    SILPA yang terbentuk.

    Pada klaster ketiga, yaitu dengan rasio diatas 100%, terdapat 44 daerah dengan

    total nilai SILPA mencapai Rp2,28 triliun. Adapun nilai transfer  non earmarked yang

    diterima pada bulan Desember sebesar Rp4,35 triliun. Hal ini dapat dikatakan

    bahwa sebagian besar transfer non earmarked pada bulan Desember membentuk

    SILPA. Disamping itu, nilai rasio yang jauh diatas 100% (yakni jumlah SILPA jauh

    dibawah jumlah transfer bulan Desember) juga menunjukan bahwa pemerintah

    daerah sangat tergantung pada transfer yang diterima bulan Desember untukmenutupi belanja-belanja yang telah direalisasikan.

    2. ANALISIS REGRESI

    Dengan menggunakan alat bantu Microsoft Excel, dilakukan uji coba model untuk

    mencari keterkaitan antara variable transfer ke daerah bulan Desember 2012

    sebagai  independent variable (terikat) dan variable besaran SILPA Tahun 2012

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    43/113

    25 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    sebagai  dependent variable  (tergantung). Model yang diperoleh dari pengolahan

    data tersebut adalah sebagai berikut:

    Y = 60.388.049.548,24 + 2,417 x1 + e

      12.707.918.533,82 0,0658

    R-Square menunjukkan angka 0,72, yang berarti bahwa model yang diperoleh

    memiliki level goodness of t yang cukup bagus dan bahwa variabel transfer bulan

    Desember 2012 mampu menjelaskan sekitar 72% dari nilai SILPA tahun 2012.

    Koesien yang positif tersebut selaras dengan koesien korelasi antara kedua

    variabel sebesar 0,85.

    Uji koesien khususnya terhadap variabel independen menujukkan bahwa variable

    yang digunakan memiliki pengaruh terhadap besaran SILPA di daerah. Dari

    persamaan regresi tersebut, dapat disimpulkan bahwa transfer bulan Desember

    mempunyai pengaruh positif terhadap nilai SILPA dengan nilai koesien (ß1)

    sebesar 2,417. Jika transfer bulan Desember naik Rp1, maka berdasarkan

    persamaan regresi tersebut SILPA akan meningkat sebesar Rp2,4.

     

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    44/113

    26  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    45/113

    27 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    BAB III

    REALISASI BELANJA DAERAH

    Salah satu tugas penting dari pemerintahan daerah adalah menyediakan layanan

    administratif dan infrastruktur publik melalui alokasi belanja daerah pada APBD.

    Perwujudan pelayanan publik di daerah tentunya berkorelasi erat dengan kebijakan

    belanja daerah. Realisasi belanja daerah merupakan realisasi penyerapan belanja

    daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendanai seluruh program/ 

    kegiatan yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelayananpublik di daerah.

    A. PERBANDINGAN ANGGARAN DENGAN REALISASI

    BELANJA DAERAH

    Grafik 3.1

    Perbandingan Anggaran dengan Realisasi

    Belanja Daerah APBD Tahun Anggaran 2012

     

    Sumber : DJPK (data diolah)

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    46/113

    28  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Realisasi belanja daerah secara nasional tahun 2012 adalah Rp596,88 triliun, masih

    lebih kecil jika dibandingkan dengan pagu anggaran sebesar Rp600,51 triliun

    atau secara persentase realisasi belanja daerah mencapai 99,39%. Komponen

    belanja yang tingkat penyerapannya di atas 100% hanyalah Belanja Lainnya yaitusebesar 107,12% (realisasi Rp84,85 triliun sedangkan pagu anggaran Rp79,21

    triliun), sedangkan komponen belanja yang tingkat penyerapannya masih di bawah

    100% meliputi Belanja Pegawai yaitu sebesar 99,81% (realisasi Rp260,87 triliun

    sedangkan pagu anggaran sebesar Rp261,36 triliun), Belanja Barang dan Jasa

    sebesar 98,21% (realisasi Rp120,23 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar

    Rp122,42 triliun), dan Belanja Modal sebesar 95,20% (realisasi Rp130,93 triliun

    sedangkan pagu anggaran sebesar Rp137,53 triliun).

     Apabila kita hanya melihat realisasi belanja yang lebih tinggi jika dibandingkan

    dengan anggaran (induk/awal), maka hal tersebut bisa menjadi sangat bias, karena

    seolah-olah penyerapan belanja APBD sangat baik padahal tidak sepenuhnya

    seperti itu. Pada tahun 2012 telah terjadi perubahan yang cukup signikan terhadap

     APBD pada saat tahun anggaran sedang berjalan, terutama di sisi pendapatan

     APBD, baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Dana

    Perimbangan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa penetapan angka

    pendapatan APBD sangat tergantung kepada informasi transfer dari Pusat, dansayangnya, praktis hanya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus

    (DAK) saja yang informasinya benar-benar sesuai dengan jadwal tenggat waktu

    penetapan APBD 2012, yaitu sebelum 31 Desember 2011 yaitu pada minggu

    pertama November 2011. Informasi atas seluruh jenis dana transfer lainnya sudah

    melewati tanggal tersebut.

     Adapun transfer Dana Bagi Hasil (DBH) baru dapat terinformasikan setelah tahun

    anggaran telah berjalan yaitu sekitar Januari s/d Maret 2012. Sebagai akibatnya,daerah cenderung menganggarkan sangat pesimis (under estimate) pendapatan

    yang belum terinfokan tersebut. Mengingat bahwa struktur pendapatan APBD

    sangat didominasi oleh transfer dari Pusat, maka kecepatan dan keakuratan

    informasi transfer dari pusat menjadi sangat krusial bagi daerah. Oleh karena

    itulah yang paling tepat seharusnya melihat angka pada Perubahan APBD, namun

    mengingat data APBD Perubahan tidak lengkap maka dalam buku ini sebagai

    pembanding realisasi APBD menggunakan angka APBD induk/awal.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    47/113

    29 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Beberapa hal yang cukup memprihatinkan justru terlihat apabila melihat data

    secara lebih detail. Pada Grak 3.1 di atas terlihat bahwa ternyata yang mengalami

    pelampauan target belanja (dari pagu anggaran induk) cukup tinggi adalah Belanja

    Pegawai tidak langsung, atau biasa disebut sebagai “Gaji PNS”, yaitu sebesar111,26% (realisasi Rp258,17 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp232,05

    triliun). Sementara Belanja Pegawai langsung yang terkait dengan program/ 

    kegiatan justru mengalami realisasi di bawah target yaitu sebesar 9,20% (realisasi

    Rp2,70 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp29,30 triliun).

    Realisasi Belanja Modal yang merupakan variabel penting dalam penyediaan

    infrastruktur publik hanya mencapai 95,20% dari anggaran induk (realisasi Rp130,93

    triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp137,53 triliun), atau masih kurang

    Rp6,6 triliun dari anggaran. Padahal seharusnya dengan peningkatan alokasi

    pendapatan transfer dari Pusat (yang informasinya baru didapat pada saat tahun

    anggaran 2012 berjalan), maka anggaran belanja juga harus segera menyesuaikan

    sehingga pendapatan daerah bisa semaksimal mungkin teralokasikan untuk belanja

    yang langsung berdampak pada peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik.

    Salah satu kelemahan yang seringkali terjadi adalah adanya kecenderungan

    daerah untuk melakukan perubahan APBD pada saat menjelang akhir tahun

    anggaran berjalan (di atas bulan September). Hal ini tentu saja sangat mengurangi

    kemampuan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyesuaikan belanja,

    karena waktu yang tersisa untuk melaksanakan kegiatan/proyek menjadi sangat

    sempit. Daerah mempunyai kecenderungan untuk melakukan perubahan APBD

    setelah diketahuinya hasil audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

    tahun sebelumnya sehingga dapat mengetahui secara pasti berapa besarnya Sisa

    Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan

    bahwa konsentrasi perubahan APBD hanya pada penyesuaian yang sifatnyaadministratif dan kurang menyentuh aspek substansi penyebab perubahan serta

    dampak yang mungkin bisa didapatkan apabila momentum perubahan dilakukan

    lebih awal.

    Sebab lain yang turut andil dalam keterlambatan penyesuaian belanja daerah ini

    juga dipengaruhi oleh aturan Permendagri yang memang mengaturnya sedemikian

    rupa. Namun apabila merujuk pada UU 17 Nomor 2003 tentang Keuangan Negara,

    dalam Pasal 28 menyebutkan bahwa perubahan APBD dapat dilakukan apabila

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    48/113

    30  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan kebijakan umum APBD. Yang

    dimaksudkan dengan kebijakan umum APBD mencakup di antaranya adalah

    kebijakan yang terkait dengan upaya peningkatan pendapatan dan faktor-faktor

    yang mempengaruhi peningkatan belanja daerah. Dua hal tersebut seharusnyasudah bisa dijadikan sebagai dasar bagi perubahan APBD. Dengan demikian,

    apabila melihat kondisi yang terjadi pada tahun 2012, seharusnya perubahan APBD

    sudah dapat dilakukan paling tidak sejak bulan Mei 2012.

    Di samping permasalahan yang telah disebutkan di atas, beberapa hal yang juga

    menyebabkan rendahnya penyerapan Belanja Modal daerah adalah penetapan

     APBD yang terlambat, adanya esiensi Belanja Modal dan berbagai kebijakan

    penghematan. APBD yang terlambat ditetapkan dapat menyebabkan pelaksanaan

    proyek jadi terhambat. Penyerapan belanja yang tidak dapat dimulai pada awal

    tahun anggaran akan menyebabkan proyek yang direncanakan pemerintah

    tidak dapat diselesaikan tepat waktu sehingga akan menghambat daya dorong

    pertumbuhan ekonomi di daerah. Proses tender yang memakan waktu relatif lama

    menyebabkan waktu yang tersisa untuk menyelesaikan proyek-proyek di daerah

    menjadi lebih sedikit sehingga terdapat beberapa proyek yang tidak selesai pada

    akhir Desember 2012.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    49/113

    31 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    B. KOMPOSISI REALISASI BELANJA DAERAH

    Grafik 3.2

    Komposisi Realisasi Belanja Daerah Nasional Tahun Anggaran 2012(dalam miliar rupiah dan persentase)

     

    Sumber : DJPK (data diolah)

    Grak 3.2 menggambarkan bahwa secara nasional komposisi belanja daerah

    tahun 2012 didominasi oleh Belanja Pegawai yaitu sebesar 43,71% lebih rendahdibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebesar 46,20%. Selanjutnya diikuti oleh

    Belanja Modal yaitu sebesar 21,94% lebih tinggi dari realisasi tahun lalu sebesar

    21,70%, Belanja Barang dan Jasa sebesar 20,14% lebih rendah dari realisasi tahun

    lalu sebesar 21,20%, dan Belanja Lainnya sebesar 14,22% lebih tinggi dari realisasi

    tahun lalu sebesar 10,80%.

    Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian, karena secara implisit daerah hanya

    menganggarkan sebagian kecil APBD-nya untuk jenis-jenis belanja selain BelanjaPegawai. Hal ini akan menyebabkan keterbatasan program dan kegiatan daerah

    di luar Belanja Pegawai yang bisa didanai, khususnya pada pos Belanja Modal

    yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Seharusnya dengan melihat realisasi

    pendapatan yang ternyata jauh lebih tinggi, maka belanja pelayanan publik bisa

    didorong lebih besar.

     Apabila seluruh pelampauan pendapatan dalam APBD 2012 dapat dialokasikan

    untuk penambahan belanja (dengan asumsi bahwa Belanja Pegawai tetap), dapat

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    50/113

    32  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    diketahui bahwa alokasi belanja non Belanja Pegawai akan mengalami kenaikan

    dari 53,7% menjadi 64,2% dari total APBD. Meskipun hal tersebut hanya sebuah

    pengandaian, namun apabila pelampauan pendapatan sebesar Rp65,55 triliun

    tersebut benar-benar digunakan untuk menambah alokasi Belanja Modal danBelanja Barang dan Jasa yang terkait pelayanan dasar kepada masyarakat, maka

    besar harapan bahwa hal tersebut akan memperluas jangkauan pelayanan publik

    dan sekaligus dapat mendorong pertumbuhan perekonomian daerah.

    Grafik 3.3

    Komposisi Realisasi Belanja Daerah Provinsi Tahun Anggaran 2012

    (dalam miliar rupiah dan persentase)

     

    Sumber : DJPK (data diolah)

    Grak 3.3 menunjukkan bahwa persentase realisasi belanja daerah provinsi terbesar

    adalah Belanja Lainnya, yaitu sebesar 41,44% lebih tinggi dibanding realisasi tahun

    lalu sebesar 31,80%, diikuti Belanja Barang dan Jasa sebesar 23,01% lebih rendah

    dibanding realisasi tahun lalu sebesar 25,40%, Belanja Pegawai sebesar 18,90%

    lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 23,00%, dan Belanja Modal

    sebesar 16,65% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 19,90%.

    Berbeda dengan komposisi realisasi belanja daerah secara nasional, persentase

    realisasi belanja provinsi seluruh Indonesia yang terbesar adalah untuk Belanja

    Lainnya, yaitu berupa transfer Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    51/113

    33 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    dan Kota. Hal ini wajar mengingat pelampauan pendapatan yang tertinggi untuk

    provinsi adalah dari pajak daerah, sehingga memang harus dibagihasilkan.

    Selain itu pada Belanja Lainnya di APBD provinsi juga terdapat pos Belanja Hibah

    dan Belanja Bantuan Sosial. Mendekati tahun politik 2014, hal ini patut dicermati

    karena belanja ini sering menjadi isu yang panas dan banyak diperbincangkan di

    kalangan masyarakat.

    Untuk provinsi, persentase realisasi Belanja Lainnya dan Belanja Barang dan Jasa

    memiliki tren meningkat sedangkan realisasi Belanja Pegawai dan Belanja Modal

    memiliki tren menurun.

    Grafik 3.4

    Komposisi Realisasi Belanja Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012

    (dalam miliar rupiah dan persentase)

     

    Sumber : DJPK (data diolah)

    Untuk komposisi realisasi belanja daerah kabupaten/kota seluruh Indonesia, secara

    persentase realisasi belanja daerah didominasi oleh Belanja Pegawai yaitu sebesar

    51,72% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 51,80%, kemudian

    diikuti oleh Belanja Modal dengan persentase sebesar 23,03% lebih tinggi

    dibanding realisasi tahun lalu sebesar 21,20%, Belanja Barang dan Jasa sebesar

    17,99% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 18,70% dan Belanja

    Lainnya sebesar 7,25% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 8,30%.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    52/113

    34  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Realisasi ini cukup menunjukkan ke arah yang membaik karena pada level

    kabupaten/kota, persentase realisasi Belanja Modal memiliki tren meningkat

    sedangkan realisasi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja

    Lainnya memiliki tren menurun.

    C. TREN REALISASI BELANJA DAERAH SECARA NASIONAL

    Untuk mengetahui tren realisasi belanja daerah dilakukan melalui dua pendekatan,

    yaitu pendekatan dengan menggunakan harga berlaku dan menggunakan harga

    konstan. Harga konstan digunakan untuk melihat apakah nilai yang tertuang dalam

     APBD memang secara riil mengalami kenaikan atau penurunan.

    Grak 3.5 menunjukkan tren realisasi belanja dengan menggunakan harga

    berlaku yang tidak memperhitungkan faktor perubah harga pada tahun 2010-

    2012, sedangkan Grak 3.6 menggunakan perhitungan dengan harga konstan

    berdasarkan angka GDP defator   dengan tahun dasar 2000. Harga konstan

    memperhitungan faktor perubah harga seperti inasi pada tahun 2010-2012.

    Grafik 3.5

    Tren Realisasi Belanja Daerah Nasional

    (harga berlaku)

     

    Sumber : DJPK dan BPS (data diolah)

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    53/113

    35 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    Grafik 3.6

    Tren Realisasi Belanja Daerah Nasional

    (Harga Konstan, Tahun 2000)

     

    Sumber : DJPK dan BPS (data diolah)

    Tren realisasi Belanja Pegawai secara nasional berdasarkan harga berlaku terusmengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2011 meningkat sebesar 14,59%

    (Rp29,31 triliun) dan tahun 2012 kembali mengalami peningkatan sebesar 13,32%

    (Rp30,67 triliun). Sementara itu berdasarkan harga konstan, Belanja Pegawai pada

    tahun 2011 juga mengalami peningkatan meskipun dengan persentase yang lebih

    rendah yaitu sebesar 5,71% (Rp4,82 triliun), kemudian mengalami penurunan pada

    tahun 2012 sebesar 4,76% (Rp4,25 triliun).

    Tren realisasi Belanja Barang dan Jasa secara nasional memiliki pola yang samadengan tren realisasi Belanja Pegawai secara nasional baik menurut harga yang

    berlaku maupun berdasarkan harga konstan. Tren realisasi Belanja Barang dan

    Jasa secara nasional berdasarkan harga berlaku pada tahun 2011 mengalami

    peningkatan sebesar 31,04% (Rp25,06 triliun) dan pada tahun 2012 kembali

    meningkat sebesar 13,65% (Rp14,45 triliun). Berdasarkan harga konstan, pada

    tahun 2011 juga terjadi peningkatan untuk realisasi Belanja Barang dan Jasa

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    54/113

    36  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    sebesar 20,88% (Rp7,08 triliun), akan tetapi pada tahun 2012 mengalami penurunan

    sebesar 4,49% (Rp1,84 triliun).

    Tren realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami peningkatan baik menurut

    harga yang berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan harga yang berlaku,

    realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami kenaikan pada tahun 2011,

    yaitu sebesar 14,95% (Rp14,06 triliun) dan pada tahun 2012 kembali mengalami

    peningkatan sebesar 21,09% (Rp22,80 triliun). Sementara itu berdasarkan harga

    konstan, Belanja Modal juga mengalami kenaikan pada tahun 2011, yaitu sebesar

    6,04% (Rp2,4 triliun), dan pada tahun 2011 Belanja Modal kembali meningkat

    sebesar 6,04% (Rp2,39 triliun). Pada tahun 2011 dan 2012, ternyata kenaikan

    realisasi Belanja Modal berdasarkan harga konstan lebih kecil jika dibandingkan

    dengan kenaikan berdasarkan harga yang berlaku.

    Tren Belanja Lainnya mengalami penurunan pada tahun 2011 baik dalam harga

    berlaku maupun harga konstan, yaitu sebesar 15,54% (Rp9,92 triliun) berdasarkan

    harga yang berlaku, dan sebesar 22,09% (Rp5,93 triliun) berdasarkan harga

    konstan. Sedangkan pada tahun 2012, realisasi Belanja Lainnya mengalami

    kenaikan baik dalam harga yang berlaku maupun harga konstan, yaitu sebesar

    57,35% (Rp30,92 triliun) berdasarkan harga yang berlaku, dan sebesar 32,23%

    (Rp6,74 triliun) berdasarkan harga konstan. Pada tahun 2011, penurunan Belanja

    Lainnya berdasarkan harga konstan ternyata lebih besar dibanding penurunan

    berdasarkan harga yang berlaku, dan pada tahun 2012 peningkatan Belanja

    Lainnya berdasarkan harga konstan ternyata lebih kecil dibanding peningkatan

    Belanja Lainnya berdasarkan harga yang berlaku.

    Dengan demikian, belanja daerah baik secara keseluruhan maupun per jenis

    belanja mempunyai pola kenaikan atau penurunan yang sama, meskipun

    besarannya berbeda, baik dengan memasukkan faktor perubah harga maupun

    tidak. Namun demikian, besaran persentase kenaikan berdasarkan harga yang

    berlaku lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan berdasarkan harga konstan,

    sebaliknya penurunan berdasarkan harga yang berlaku lebih rendah dibandingkan

    dengan penurunan berdasarkan harga konstan.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    55/113

    37 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    D. REALISASI BELANJA DAERAH PER KAPITA

    Grafik 3.7

    Realisasi Belanja Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012(dalam rupiah)

     

    Sumber : DJPK (data diolah)

    Berdasarkan Grak 3.7 dapat diketahui bahwa rata-rata realisasi belanja daerahper kapita adalah sebesar Rp4.000.562,00. Realisasi belanja daerah per kapita per

    provinsi memperlihatkan bahwa belanja daerah per kapita paling besar terjadi pada

    provinsi yang berada di wilayah timur Indonesia. Hal ini disebabkan oleh besarnya

    dana transfer pusat yang diberikan pada provinsi tersebut dan jumlah penduduk

    pada provinsi tersebut sedikit.

    Belanja daerah per kapita terbesar adalah Provinsi Papua Barat yaitu sebesar

    Rp14.634.031,00, diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Papua,dengan belanja per kapita masing-masing sebesar Rp10.086.568,00 dan

    Rp9.256.187,00. Sedangkan belanja daerah per kapita di beberapa provinsi di

    Pulau Jawa merupakan yang terkecil. Hal ini disebabkan karena provinsi di Pulau

    Jawa memiliki jumlah penduduk yang besar. Provinsi dengan belanja per kapita

    terkecil adalah Provinsi Jawa Barat yaitu sebesarRp1.436.104,00, diikuti oleh

    Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Tengah, masing-masing sebesar Rp1.518.477,00

    dan Rp1.619.728,00.

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    56/113

    38  ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    E. REALISASI BELANJA MODAL DAERAH PER KAPITA

    Grafik 3.8

    Realisasi Belanja Modal Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012(dalam rupiah)

    Sumber : DJPK (data diolah)

    Berdasarkan Grak 3.8 dapat diketahui bahwa rata-rata realisasi Belanja Modal per

    kapita adalah sebesar Rp953.567,00. Sama halnya dengan realisasi belanja daerah

    per kapita per provinsi, Belanja Modal daerah per kapita juga menunjukkan bahwa

    Belanja Modal per kapita paling besar terjadi pada provinsi yang berada di wilayah

    timur Indonesia.

    Belanja Modal daerah per kapita terbesar adalah Provinsi Papua Barat yaitu

    Rp4.243.978,00 diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Papua

    dengan Belanja Modal per kapita masing-masing adalah Rp2.636.704,00 dan

    Rp3.523.115,00. Sedangkan Belanja Modal daerah per kapita terendah tetap

    dimiliki oleh beberapa provinsi di Pulau Jawa yaitu Provinsi Jawa Tengah, Provinsi

    Jawa Barat, dan Provinsi D.I. Yogyakarta dengan belanja per kapita masing-masing

    adalah sebesar Rp223.446,00, Rp239.585,00, dan Rp255.092,00.

     

  • 8/20/2019 Realisasi apbd 2012z

    57/113

    39 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012

    BAB IV

    REALISASI SURPLUS/DEFISIT DAN

    PEMBIAYAAN DAERAH

    A. SURPLUS/DEFISIT

    Model penganggaran surplus/desit dalam APBD memungkinkan realisasi

    pendapatan anggaran pemerintah daerah dapat lebih tinggi atau lebih rendah

    dari realisasi belanjanya. Desit terjadi apabila belanja daerah lebih besar dari

    pendapatannya, sedangkan jika pendapatan daerah lebih besar dari belanja

    daerah maka kondisi i