Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel 1 . Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal 2 . Hidrosefalus bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri. Sebenarnya, hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun 1 . Thanman pada tahun 1984 melaporkan insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Raveley tahun 1973 dan Yasa tahun 1983 di Inggris melaporkan bahwa insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada setiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis akuaduktus serebri. Hidrosefalus dengan meningomielokel, yaitu antara 4 per 1000 kelahiran di beberapa negara bagian wales dan Irlandia Utara sampai sekitar 0,2 per 1000 kelahiran di Jepang. Sedangkan insidensi hidrosefalus bentuk lainnya sekitar 1 per 1000 kelahiran. Stenosis akuaduktus ditemukan pada sekitar sepertiga anak dengan hidrosefalus 2 . Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% 1
32

reading saraf

Jul 01, 2015

Download

Documents

Sri Yuliastini
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: reading saraf

BAB I

PENDAHULUAN

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya

cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,

sehingga terdapat pelebaran ventrikel1. Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan

antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal2. Hidrosefalus bukan suatu penyakit

yang berdiri sendiri. Sebenarnya, hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat

penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala

menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun1.

Thanman pada tahun 1984 melaporkan insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap

1000 kelahiran. Raveley tahun 1973 dan Yasa tahun 1983 di Inggris melaporkan bahwa

insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada setiap 1000 kelahiran dan 11%-43%

disebabkan oleh stenosis akuaduktus serebri. Hidrosefalus dengan meningomielokel, yaitu

antara 4 per 1000 kelahiran di beberapa negara bagian wales dan Irlandia Utara sampai

sekitar 0,2 per 1000 kelahiran di Jepang. Sedangkan insidensi hidrosefalus bentuk lainnya

sekitar 1 per 1000 kelahiran. Stenosis akuaduktus ditemukan pada sekitar sepertiga anak

dengan hidrosefalus2. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin,

juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja

dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46%

diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan

subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior3.

Hidrosefalus dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu hidrosefalus obstruktif (HO)

dan hidrosefalus komunikan (HK). Terapi hidosefalus adalah secara pembedahan. Hal ini

dengan menggunakan kateter ventrikular yang dimasukkan kedalam ventrikel untuk

membuat jalan pintas dari area obstruksi dan mengalirkan cairan ke bagian tubuh

berongga lainnya seperti ke area peritoneum (ventriculo-peritoneal shunt), atrium kanan

(ventriculo-atrial shunt), rongga pleural (ventriculo-pleural shunt). Teknik ini memiliki

risiko kegagalan yang tinggi dan beberapa komplikasi, seperti diskoneksi komponen alat,

jika hal ini terjadi maka cairan akan terhambat dan menimbulkan infeksi. Cairan yang

terakumulasi dapat menimbulkan gejala yang tidak nyaman pada pasien seperti, sakit

kepala, mual, muntal, fotofobia bahkan kejang. Menurut Shermann, dkk. (2007)

komplikasi pada bulan pertama mencapai 25-50%, setelah itu, pertahun 4-5 % dan setiap

1

Page 2: reading saraf

komplikasi berarti harus dilakukan revisi. Setiap VP shunting memiliki kemungkinan

risiko revisi sekitar 3 kali dalam 10 tahun pasca operasi4.

Dengan diperkenalkannya suatu teknik neuroendoskopi, endoscopic third

ventriculostomy (ETV) lebih dipilih untuk terapi hidrosefalus obstruksi karena bersifat

minimal invasif. Operasi dengan teknik ETV prinsipnya adalah pengaliran CSS dari dasar

ventrikel III ke sisterna basalis yaitu ruang subarakhnoid di belakang sela tursika. Pada

teknik ETV tidak ada alat yang dipasang, sehingga aliran CSS dibuat hampir mendekati

aliran fisiologis menuju sistem penyerapan pada vili arakhnoid. Walaupun demikian terapi

ETV pada pasien dengan hidrosefalus komunikan belum dapat disimpulkan. Pada studi ini

akan dibahas mengenai hidrosefalus dan menganalisa penggunaan ETV pada 32 pasien

dengan hidrosefalus komunikan.

2

Page 3: reading saraf

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hidrosefalus

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya

cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,

sehingga terdapat pelebaran ventrikel1. Pelebaran ventrikuler ini akibat

ketidakseimbangan antara produksi, aliran dan absorbsi cairan serebrospinal.

Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.

Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi

pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun5.

Hidrosefalus harus dibedakan dengan pengumpulan cairan lokal tanpa

terkanan intrakranial yang meninggi seperti pada kista porensefali atau pelebaran

ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan, sesudah terjadinya

atrofi otak.

2.2. Etiologi Hidrosefalus

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat

antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam

ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya1.

Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik adalah foramen Monroe,

Foramen Luschka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis3. Teoritis

pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal akan

menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi,

misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus

koroidalis. Berkurangnya absorbsi CSS pernah dilaporkan dalam kepustakaan pada

obstruksi kronik aliran vena otak pada trombosis sinus longitudinalis. Contoh lain

ialah terjadinya hidrosefalus setelah operasi koreksi daripada spina bifida dengan

meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk absorbsi.

3

Page 4: reading saraf

Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak antara

lain :

a) Kelainan bawaan

- Stenosis akuaduktus sylvii

Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60 –

90%). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal

lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosepalus terlihat sejak lahir atau

progresif dengan cepat pada bulan – bulan pertama setelah lahir.

- Spina bifida dan kranium bifida

Hidrosepalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold –

Chiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan

serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi

penyumbatan sebagian atau total.

- Sindrom Dandy – Walker

Merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat

hidrosefalus abstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV

yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di

daerah fosa posterior.

- Kista Araknoid

Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu

hematoma.

- Anomali pembuluh darah

Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidrosefalus akibat aneurisma arterio –

vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus

transverses dengan akibat obstruksi akuaduktus.

b) Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi

ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi

bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus

sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosepalus terdapat paska meningitis.

Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah

sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terdapat penebalan jaringan piameter

dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa

4

Page 5: reading saraf

tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna

kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokalisasinya

lebih tersebar.

c) Neoplasme

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.

Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak

mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS

melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan

penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu

glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel

III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.

d) Perdarahan

Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak,

dapat menyebabkan fibriosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain

penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

Selanjutnya hidrosefalus dengan penyebab pertama tersebut diatas dikelompokan

sebagai hidrosefalus kongenitus, sedangkan penyebab kedua sampai ke empat

dikelompokkan sebagai hidrosefalus akuisita. Sebab-sebab prenatal merupakan faktor

yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in-utero

dan kemudian bermanifestasi baik in-utero ataupun setelah lahir. Sebab-sebab ini

mencakup malformasi (anomali perkembangan sporadis), infeksi atau kelainan

vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologinya tidak dapat diketahui,

dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik. Dari bukti eksperimental

pada beberapa spesies hewan mengisyaratkan infeksi virus pada janin terutama

parotitis dapat sebagai faktor etiologi7.

Etiologi hidrosefalus berdasarkan proses kejadiannya dapat dikelompokkan

sebagai berikut8 :

1. Kongenital

Agenesis korpus kalosum, stenosis akuaduktus serebri, anensefali dan

disgenesis serebral, genetis.

2. Degeneratif

Histiositosis, inkontinensia pugmenti, dan penyakit Krebbe.

5

Page 6: reading saraf

3. Infeksi

Post meningitis, TORCH, kista-kista parasit, lues kongenital.

4. Kelainan metabolisme

Penggunaan isotretionin (Accutane) untuk pengobatan akne vulgaris, antara

lain dapat menyebabkan stenosis akuaduktus, sehingga terjadi hidrosefalus

pada anak yang dilahirkan. Oleh karena itu penggunaan derivat retinol (vit.

A) dilarang pada wanita hamil9.

5. Trauma

Seperti pada perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat

menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,

disamping organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya

sumbatan yang mengganggu aliran CSS.

6. Neoplasma

Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat

terjadi di setiap aliran CSS, antara lain tumor ventrikel III, tumor fossa

posterior, papilloma pleksus koroideus, leukemia, dan limfoma.

7. Gangguan vaskuler

Dilatasi sinus dural, trombosis sinus venosa, malformasi v. Galeni,

malformasi arteriovenosa.

2.3. Klasifikasi Hidrosefalus

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya.

1. Gambaran klinis

Dikenal hidrosefalus yang manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus yang

tersembunyi (occult hydrocephalus). Hidrosefalus yang tampak jelas dengan

tanda-tanda klinis yang khas disebut hidrosefalus yang manifes. Sementara itu,

hidrosefalus dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai hidrosefalus yang

tersembunyi6.

2. Waktu pembentukan

Dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus yang

terjadi pada neonatus atau yang berkembang selama intra uterin disebut

hidrosefalus kongenital. Hidrosefalus yang terjadi karena cedera kepala selama

proses kelahiran disebut hidrosefalus infantil. Hidrosefalus akuisita adalah

6

Page 7: reading saraf

hidrosefalus yang terjadi setelah masa neonatus atau disebabkan oleh faktor-faktor

lain setelah masa neonatus6.

3. Proses terbentuknya hidrosefalus (waktu/onset)

Dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. Hidrosefalus akut adalah

hidrosefalus yang terjadi secara mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan

absorbsi CSS (berlangsung dalam beberapa hari). Disebut hidrosefalus kronik

apabila perkembangan hidrosefalus terjadi setelah aliran CSS mengalami

obstruksi beberapa minggu (bulan-tahun). Dan diantara waktu tersebut disebut

hidrosefalus subakut6.

4. Sirkulasi CSS (cairan serebrospinal)

Dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans. Hidrosefalus

non komunikans berarti CSS sistem ventrikulus tidak berhubungan dengan CSS

ruang subaraknoid (adanya blok), misalnya terjadi pada:

a. Kelainan perkembangan akuaduktus Silvius kongenital (disebabkan oleh gen

terangkai X resesif), infeksi virus, tertekannya akuaduktus dari luar karena

hematoma atau aneurisma kongenital

b. Atresia foramen Luschka dan Magendie (sindroma Dandy-Walker)

c. Berhubungan dengan keadaan-keadaan meningokel, ensefalokel, hipoplastik

serebelum.

Hidrosefalus komunikans adalah hidrosefalus yang memperlihatkan adanya

hubungan antara CSS sistem ventrikulus dan CSS dari ruang subaraknoid otak dan

spinal. Gangguan absorbsi CSS dapat disebabkan sumbatan sistem subaraknoid

disekeliling batang otak ataupun obliterasi ruang subaraknoid disekeliling batang

otak ataupun obliterasi ruang subaraknoid disekeliling konveksitas otak. Disini

seluruh sitem ventrikuli terdistensi2. Hal ini terjadi pada keadaan-keadaan:

a. Malformasi Arnold-Chiari dimana terjadi hambatan CSS di ruang subaraknoid

sekitar batang otak akibat berpindahnya batang otak dan serebelum ke kanalis

servikalis

b. Sekunder akibat infeksi piogenik dan meningitis sehingga terjadi fibrosis dan

perlekatan

c. Fibrosis akibat perdarahan subaraknoid

5. Pseudohidrosefalus dan hidrosefalus tekanan normal (normal pressure

hydrocephalus). Pseudohidrosefalus adalah disproporsi kepala dan badan bayi.

Kepala bayi tumbuh cepat selama bulan kedua sampai bulan ke delapan.

7

Page 8: reading saraf

Selain itu ada beberapa istilah lainnya yang dipakai dalam klasifikasi maupun sebutan

diagnosis kasus hidrosefalus. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi

ventrikel; sedangkan hidrosefalus eksternal cenderung menunjukkan adanya pelebaran

rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan

kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor; dan hal ini dijumpai pada

sebagian besar kasus. Berdasarkan gejala yang ada dibagi menjadi hidrosefalus

simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan di mana

faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif

lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang

diakibatkan oleh atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.

2.4. Patofisiologi

Untuk memahami kondisi hidrosefalus, sebuah pengertian dari kedinamisan CSS dan

hubungan antara bentuk ventrikular yang bervariasi dan ruang subaraknoid adalah

penting. Kedua mekanisme yang dibentuk oleh CSS antara lain sekresi pleksus koroid

dan saluran limfa oleh cairan ekstraselular otak. CSS bersirkulasi melalui sistem

ventrikular dan kemudian diserap ke dalam ruang subaraknoid oleh sebuah

mekanisme yang tidak pernah habis sama sekali.

Volume normal dari cairan serebrospinal adalah 140 ml. Cairan ini diproduksi

oleh pleksus koroid dengan tingkat pembentukan 0.4 ml per menit atau sekitar 500 ml

per 24 jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen Monro menuju

ventrikel yang ketiga, tempat dimana cairan tersebut menyatu dengan cairan yang

telah disekresi ke ventrikel ketiga. Dari sana CSS mengalir melalui akueduktus Sylvii

menuju ventrikel keempat, tempat dimana cairan lebih banyak dibentuk, kemudian

cairan tersebut akan meninggalkan ventrikel keempat melewati foramen Luschka

lateral dan garis tengah foramen Magendie dan mengalir menuju sisterna magna. Dari

sana CSS mengalir ke serebral dan ruang subaraknoid serebellum, dimana cairan akan

diabsorpsi. Sebagian besar diabsorpsi melalui villi araknoid, tetapi sinus, vena,

substansi otak dan dura juga berperan dalam absorpsi.

Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-

140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan pada prematur kecil 10-20 ml6. Cairan

yang tertimbun dalam ventrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan tetapi kadang-

kadang dapat mencapai 5 liter. Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar antara

50-200 mmH2O. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis merupakan suatu

8

Page 9: reading saraf

kotak tertutup yang berisikan jaringan otak dan medula spinalis sehingga volume otak

total (kraniospinal) ditambah dengan volume darah dan likuor merupakan angka tetap

(Hukum Monroe Kellie). Bila terdapat peningkatan volume likuor akan menyebabkan

peningkatan tekanan intrakranial. Keadaan ini terdapat pada perubahan volume likuor,

pelebaran dura, perubahan volume pembuluh darah terutama volume vena, perubahan

jaringan otak (bagian putih otak berkurang pada hidrosefalus obstruktif). Pada

umumnya volume otak serta tekanan likuor berubah oleh berbagai pengaruh sehingga

volume darah selalu akan menyesuaikan diri6.

Gambar 1. Aliran Cairan Serebrospinal

Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :

1. Produksi likuor yang berlebihan

2. Peningkatan resistensi aliran likuor

3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan

intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.

Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dapat dipahami secara

9

Page 10: reading saraf

terperinci, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat

dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi

ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan

hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :

1. Kompresi sistem serebrovaskuler

2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler atau

keduanya di dalam sistem susunan saraf pusat

3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan

viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)

4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan)

5. Hilangnya jaringan otak

6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya

regangan abnormal pada sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh karena tumor

pleksus khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan

menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan

antara sekresi dan resorbsi likuor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar.

Adapula beberapa laporan mengenai produksi likuor yang berlebihan tanpa adanya

tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat hipervitaminosis.

Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.

Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan

tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang

seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu

peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler

intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang

dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang

relatif tinggi.

Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians

tengkorak. Bila sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi

dengan peningkatan volume vaskuler; dalam hal ini peningkatan tekanan vena akan

diterjemahkan dalam bentuk klinis dari pseudotumor serebri. Sebaliknya, bila

tengkorak masih dapat mengadaptasi, kepala akan membesar dan volume cairan akan

bertambah.

10

Page 11: reading saraf

2.5. Manifestasi Klinis

Gejala yang tampak berupa gejala akibat tekanan intrakranial yang meninggi. Pada

bayi biasanya disertai pembesaran tengkorak sendiri, yaitu bila tekanan yang

meninggi ini terjadi sebelum sutura tengkorak menutup. Gejala tekanan intrakranial

yang meninggi dapat berupa muntah, nyeri kepala dan pada anak yang agak besar

mungkin terdapat edema papil saraf. Kepala terlihat lebih besar dibandingkan dengan

tubuh. Ini dipastikan dengan mengukur lingkaran kepala suboksipito – bregmatikus

dibandingkan dengan lingkaran dada dan angka normal pada usia yang sama. Lebih

penting lagi ialah pengukuran berkala lingkaran kepala, yaitu untuk melihat

pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal.

Ubun – ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang

atau menonjol. Dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis, tegang dan

mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala. Sutura tengkorak belum menutup dan

teraba melebar. Didapatkan “cracked pot sign” yaitu bunyi seperti pot kembang yang

retak pada perkusi kepala. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan

tulang supraorbita. Sklera tampak di atas iris sehingga iris seakan – akan matahari

yang akan terbenam (sunset sign). Pergerakan bola mata yang tidak teratur dan

nigtagmus tidak jarang terdapat. Kerusakan saraf yang memberikan gejala kelainan

neurologis berupa gangguan kesadaran, motoris atau kejang, kadang – kadang

gangguan pusat vital, bergantung pada kemampuan kepala untuk membesar dalam

mengatasi tekanan intrakranial yang meninggi. Bila proses berlangsung lambat, maka

mungkin tidak terdapat gejala neurologis walaupun terdapat pelebaran ventrikel yang

hebat, sebaliknya ventrikel yang belum begitu melebar akan tetapi berlangsung

dengan cepat sudah memperlihatkan kelainan neurologis yang nyata.

2.6. Penanganan

Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :

1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus khoroidalis dengan

tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi hasilnya kurang

memuaskan. Obat-obatan yang berpengaruh disini antara lain ; diamox

(asetazolamid), isosorbit, manitol, urea, kortikosteroid, diuretik dan fenobarbital,

2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi

yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subaraknoid. Misalnya Torkildsen

11

Page 12: reading saraf

ventrikulosisternostomi pada stenosis akuaduktus Silvius. Pada anak hasilnya

kurang baik karena sudah ada insufisisensi fungsi absorbsi

3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial dengan cara ;

ventrikuloperitoneal drainage, ventrikulopleural drainage, lumboperitoneal

drainage, ventrikuloretrostomi, mengalirkan kedalam antrum mastoid,

mengalirkan CSS kedalam vena jugularis melalui kateter berventil (Hoten-

velve)1.

Secara umum, penanganan untuk hidrosefalus adalah dengan pemasangan shunt atau

dilakukannya third ventriculostomy5.

a. Pemasangan shunt

Metode yang biasanya digunakan untuk mengalihkan cairan serebrospinal adalah

pemasangan ventriculoperitoneal shunt, dimana sebuah kateter ditempatkan pada

ventrikel lateral dan dihubungkan dengan subcutaneous unidirectional pressure

regulated-valve yang melekat pada kateter yang dinsersikan ke dalam rongga

peritoneum. Aliran alternatif lain seperti atrium, rongga pleura dan ureter dapat

digunakan. Beberapa komplikasi dapat terjadi pada pemasangan shunt ini

diantaranya infeksi, obstruksi pada shunt dfan perdarahan intrakranial5.

b. Third ventriculostomy

Ventriculoscopy diperkenalkan pada awal 1900-an sebagai pengobatan alternatif

untuk mengendalikan hidrosefalus. Walter E. Dandy adalah salah satu dokter

bedah pertama yang menggunakan endoskopi primitif untuk melakukan

plexectomy choroid pada pasien dengan hidrosefalus komunikan. Dia kemudian

12

Page 13: reading saraf

memperkenalkan pendekatan sub-frontal untuk open third ventriculostomy;.

Namun, tingkat kematian tinggi dan perlunya mengorbankan saraf optik dengan

pendekatan ini membuat Dandy diminta untuk menerapkan terapi yang lain10.

Endoscopic Third Ventriculostomy (ETV) pertama dilakukan oleh William

Mixter, seorang ahli urologi, pada tahun 1923. Mixter urethroscope digunakan

untuk memeriksa dan melakukan third ventriculostomy pada anak dengan

hidrosefalus obstruktif. Tracy J. Putnam kemudian meminjam urethroscope ini

dan membuat modifikasi yang diperlukan untuk menggunakan mengoptimalkan

penggunaannya pada sistem ventrikel. Ventriculoscopenya secara khusus

dirancang untuk kauterisasi pada pleksus koroid pada anak dengan hidrosefalus10.

Pada tahun 1947, HF McNickle memperkenalkan metode percutaneous third

ventriculostomy yang menurunkan tingkat komplikasi dan meningkatkan tingkat

keberhasilan. Cara ini diperkenalkan pada awal tahun 1970 untuk memperbesar

perforasi di lantai ventrikel ketiga tanpa cedera pada sekitar struktur vaskular.

Teknik-teknik perkutan ini kemudian dimodifikasi lebih lanjut setelah kedatangan

frame stereotactic10.

Endoscopic third ventriculostomy adalah suatu teknik operasi dengan membuat

perforasi minimal pada lantai tertipis dari ventrikel tiga, sehingga dapat

menyebabkan aliran CSS yang mengalami hambatan dalam sistem ventrikuler

mengalir ke basal sisterna11.

2.7. Endoscopic Third Ventriculostomy Dalam Manajemen Hidrosefalus Komunikan

Endoskopi telah merubah penerapan terapi dalam keilmuan bedah saraf. Banyak

penulis mempertimbangkan ETV sebagai terapi yang aman dan efektif untuk

hidrosefalus obstruktif, tetapi saat ini belum merupakan pilihan operatif untuk pasien

dengan hidrosefalus komunikan. Indikasi ETV secara keilmuan belum bisa diterapkan

dan masih dalam tahap penelitian12.

Mekanisme yang mendasari secara tepat suatu hidrosefalus komunikan masih

belum diketahui. Hidrosefalus komunikan yang diterapi dengan ETV tidak didukung

dengan teori lama mengenai bulk flow theory. Ransohoff dkk menyarankan perubahan

dalam nomenklature dimana hidrosefalus obstruktif disebut dengan hidrosefalus

obstruksi intraventrikular yang meliputi baik obstruksi pada akuaduktus dan

penyumbatan pada foramen outlet dari ventrikel ke empat. Semua bentuk lain dari

hidrosefalus dapat disebut hidrosefalus obstruksi ekstraventrikular dan semua

13

Page 14: reading saraf

hidrosefalus merupakan suatu keadaan obstruktif sehingga dapat dijelaskan dengan

bulk flow theory. Rekate mengeksplorasi tempat terjadinya obstruksi dari aliran CSS

yang mengakibatkan hidrosefalus. Tempat ini meliputi tidak hanya akuaduktus dan

foramen outlet dari ventrikel empat tetapi juga basal sisterna yang menghambat aliran

CSS. Bulk flow theory yang dimodifikasi ini dapat menjelaskan efektivitas third

ventriculostomy dalam pengobatan beberapa tipe hidrosefalus komunikan seperti

posttrauma, postpendarahan dan post meningitis12.

Suatu analisis hidrodinamika intrakranial yang berhubungan dengan tekanan

nadi menunjukkan bahwa penjelasan mengenai hidrosefalus komunikan hanya dengan

teori bulk flow terlalu sederhana. Berdasarkan penelitian terbaru tentang dinamika

hidrosefalus, hidrosefalus komunikan merupakan suatu kelainan pulsasi intrakranial

karena penurunan komplians. Hasil MRI pada pasien dengan hidrosefalus komunikan

menunjukkan total stroke volume intrakranial hanya 0,5 kali dari individu normal.

Pada monitoring intracranial pressure (ICP), terdapat peningkatan tekanan CSS 6 kali

dibandingkan individu normal. Komplians intrakranial menurun pada hidrosefalus

komunikan karena komplians merupakan rasio antara perubahan volume dengan

perubahan tekanan. Penurunan komplians intrakranial membatasi ekspansi arteri

sehingga menyebabkan terjadinya mekanisme Windkessel dengan peningkatan pulsasi

dari kapiler-kapiler otak. Karena arteri tidak mengalami ekspansi, hal ini

menyebabkan penurunan aliran gelombang denyut dalam arteri. Konduksi volume

secara langsung dari arteri ke vena melalui kapiler mengalami penurunan. Untuk

mempertahankan keadaan yang seharusnya, maka diperlukan tekanan yang kuat dan

transmisi volume gelombang nadi dari arteri ke kapiler dan jaringan otak. Hal ini

menyebabkan peningkatan tekanan serebral dibandingkan di ruang subarakhnoid.

Yang paling penting dari keadaan ini adalah adanya suatu tekanan yang abnormal dan

transmisi volume ke kapiler otak menyebabkan peningkatan tekanan nadi ventrikular,

peningkatan aliran CSS dalam akuaduktus dan menyebabkan pelebaran ventrikel12.

Tujuan dari ETV pada hidrosefalus komunikan adalah untuk meningkatkan

komplians intrakranial, dimana ETV menyebabkan peningkatan aliran sistolik dari

ventrikel dan menurunkan tekanan nadi intraventrikuler dan mempersempit ventrikel.

Efek ini menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah yang mengalami kompresi dan

meningkatkan komplians intrakranial. Kapiler yang mengalami dilatasi meningkatkan

aliran darah dan absorpsi CSS12.

14

Page 15: reading saraf

Dari suatu penelitian yang dilakukan pada tiga puluh dua pasien yang terdiri

dari 24 laki-laki dan 8 perempuan menjalani endoscopic third ventriculostomy (ETV)

untuk terapi hidrosefalus komunikan pada institusi penelitian antara bulan Agustus

2002 hingga Januari 2007. Rata-rata umur semua pasien adalah 61,4 tahun (rentang

umur 25-85 tahun). Gejala yang terdapat pada pasien, diantara sakit kepala pada 28

pasien, vertigo pada 32 pasien, gangguan memori pada dan disorientasi pada 31

pasien, gangguan gaya jalan pada 28 pasien dan inkontinensia urine pada 16 pasien,

termasuk didalamnya 7 pasien dengan inkontinensia permanen atau inkontinensia

urine dan alvi. Informasi dasar pasien dapat dilihat pada tabel 1.Berdasarkan hasil

preoperatif, peneliti memisahkan pasien menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama

terdiri dari 17 pasien dengan idiopathic normal pressure hydrocephalus (INPH) yang

didefinisikan sebagai hidrosefalus komunikan primer, tekanan CSS dalam batas

normal dan tanpa lesi intraserebral (infark lakunar pada MRI mungkin ada).

Kelompok kedua terdiri dari 15 pasien dengan secondary communicating

hydrocephalus (SCH) yang memiliki meningitis, ventrikulitis, pendarahan

subarakhnoid spontan dan HIH. Periode follow up adalah 2 – 53 bulan (rata-rata 14

bulan).

ETV dilakukan dengan metode freehand standard menggunakan endoskop

kaku pada semua pasien. Hasil akhir dievaluasi berdasarkan data yang dikumpulkan

selama follow up. Hasil pemeriksaan klinis diklasifikasikan berdasar Kiefer chronic

hydrocephalus grading system. Peneliti menggunakan skala RR untuk mencari

hubungan perbaikan post operatif terhadap status pre operatif: RR=(preoperatif – post

operatif Kiefer score)/preoperatif Kiefer score.

Hasil akhir didefinisikan sebagai sangat baik (RR > 7 poin), baik (RR 5-7

poin), memuaskan ( RR 2-5 poin), dan jelek (RR < 2 poin). Beberapa pasien yang

meninggal setelah menjalani ETV atau telah melakukan pemasangan shunt setelah

ETV dideskripsikan memiliki hasil akhir yang jelek. Analisis statistik dikonduksi

menggunakan software yang tersedia (SPSS, SPSS Inc.)

Dari semua proporsi didapatkan hasil akhir sangat baik dan baik sebesar

65,6%, dimana 25% sangat baik dan 40,6% baik. Empat pasien memiliki hasil akhir

memuaskan dan 7 pasien (21,9%) memiliki hasil akhir jelek. Tidak ada komplikasi

intraoperatif mayor. Satu pasien mengalami penyumbatan stoma 3 bulan postoperatif

dan telah menjalani pemasangan shunt. Komplikasi minor lainnya meliputi demam

dan muntah pada 4 pasien. Tidak ada pasien yang dilaporkan mengalami infeksi

15

Page 16: reading saraf

akibat ETV pada kelompok pasien ini. Dua pasien meninggal (tingkat mortalitas 6%)

selama periode follow up; 1 pasien meninggal dengan HIH akibat infeksi paru-paru

dan 1 pasien meninggal mengalami gagal jantung karena penyakit jantung rematik

(pasien ini meninggal 6 bulan setelah ETV). Tidak ada pasien meninggal akibat ETV

secara langsung12.

Dari penelitian ini, skor Kiefer preoperatif dan usia pasien menentukan hasil

akhir dari ETV. Umur pasien merefleksikan kemampuan kompensasi dari parenkim

otak, sedangkan dari hasil analisis mengenai status mental pre operatif didapatkan

bahwa pasien dengan gangguan konsentrasi memiliki risiko gagal sebanyak 2 kali

dibandingkan pasien yang tidak memiliki gangguan tersebut. Adanya gangguan jalan

menunjukkan tingkat perbaikan yang paling baik diantara 2 gejala trias klasik

lainnnya. Hal ini mungkin disebabkan karena gangguan gaya jalan hanya diakibatkan

karenan gangguan lokal pada bagian korteks tertentu dan suplai darah. Status mental

merefleksikan compliance dari seluruh otak dan kerusakan parenkim yang masif12.

Pasien pada kelompok SCH memiliki hasil akhir lebih baik dibandingkan

dengan kelompok INPH. Analisis dari penelitian ini tidak dapat disimpulkan karena

beberapa alasan. Pertama, karena adanya perbedaan umur antara kedua kelompok ini

dan kedua karena pada kelompk SCH distrata dan didalamnya terdapat pasien

posttrauma dan HIH-related communicating hydrocephalus. Subkelompok posttrauma

pada kelompok SCH memiliki tingkat perbaikan yang lebih baik dibandingkan

subkelompok HIH, hal ini karena HIH berkaitan dengan gangguan pembuluh darah.

Hipertensi arteri, arteriosklerosis serebral, penyakit pembuluh darah kecil tipe

Binswanger, mikroangiopati diebetikum dan umur tua semua berhubungan dengan

HIH-related communicating hydrocephalus. Hal ini merupakan keadaan patologi

dasar yang menyebabkan kerusakan masif dan menurunnya kemungkinan perbaikan12.

Suatu studi hidrodinamika menjelaskan bahwa akuaduktus paten pasien

hidrosefalus komunikan sangat sempit untuk dilalui oleh alirah CSS. ETV

mengurangi peningkatan tekanan sistolik otak dengan mengalirkan CSS ventrikuler

melalui stoma12.

Konsep hidrodinamika baru mengenai hidrosefalus menekankan bahwa

hidrosefalus komunikan disebabkan oleh penurunan komplians intrakranial yang

meningkatkan transmisi tekanan sistolik ke parenkim otak. Peningkatan tekanan

sistolik ini menyebabkan otak mengalami distensi melawan tulang dan secara

simultan menekan region paraventrikular. Akibatnya terjadi pelebaran ventrikel dan

16

Page 17: reading saraf

penyempitan ruang subarakhnoid. Konsep baru ini membuka peluang bagi ETV

sebagai terapi yang aman dan efektif untuk hidrosefalus komunikan. Umur pasien,

pertimbangan etiologi dan status mental pasien merupakan prediktor penting dalam

hasil akhir dari penangan hidrosefalus komunikan dengan ETV12.

Studi lebih lanjut tentang hidrodinamik diperlukan untuk memperdalam

patofisiologi hidrosefalus komunikan dan studi klinis acak juga diperlukan untuk

membandingkan ETV dengan penggunaan shunt pada terapi hidrosefalus komunikan.

17

Page 18: reading saraf

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya

cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,

sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan

aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem

ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subaraknoid.

Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu

mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus khoroidalis dengan

tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi hasilnya kurang

memuaskan. Obat-obatan yang berpengaruh disini antara lain ; diamox

(asetazolamid), isosorbit, manitol, urea, kortikosteroid, diuretik dan fenobarbital,

mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi yakni

menghubungkan ventrikel dengan ruang subaraknoid. Misalnya Torkildsen

ventrikulosisternostomi pada stenosis akuaduktus silvius dan pengeluaran likuor

(CSS) kedalam organ ekstrakranial dengan cara ; ventrikuloperitoneal drainage,

ventrikulopleural drainage, lumboperitoneal drainage, ventrikuloretrostomi,

mengalirkan kedalam antrum mastoid, mengalirkan CSS kedalam vena jugularis

melalui kateter berventil (Hoten-velve) .

Banyak penulis menyarankan endoscopic third ventriculostomy (ETV) sebagai

terapi yang aman dan efektif untuk hidrosefalus obstruktif, tetapi saat ini belum

merupakan pilihan operatif untuk pasien dengan hidrosefalus komunikan.

Berdasarkan penelitian terbaru tentang dinamika hidrosefalus, hidrosefalus

komunikan merupakan suatu kelainan pulsasi intrakranial karena penurunan

compliance yang meningkatkan transmisi tekanan sistolik ke parenkim otak.

Peningkatan tekanan sistolik ini menyebabkan otak mengalami distensi melawan

tulang dan secara simultan menekan region paraventricular. Akibatnya terjadi

pelebaran ventrikel dan penyempitan ruang subarachnoid.

Tujuan dari ETV pada hidrosefalus komunikan adalah untuk meningkatkan

compliance intrakranial, dimana ETV menyebabkan peningkatan aliran sistolik dari

18

Page 19: reading saraf

ventrikel dan menurunkan tekanan nadi intraventrikuler dan mempersempit ventrikel.

Konsep baru ini membuka peluang bagi ETV sebagai terapi yang aman dan efektif

untuk hidrosefalus komunikan. Umur pasien, pertimbangan etiologi dan status mental

pasien merupakan prediktor penting dalam hasil akhir dari penangan hidrosefalus

komunikan dengan ETV

19

Page 20: reading saraf

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 1985. Hidrosefalus dalam Kumpulan Kuliah Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, cetakan ke IV, Jakarta. Hal : 874-8

2. Huttenlocher, P.R. 1983. Hydrocephalus in Behrman, R.E. and Vaughan, V.C.

(editor) Nelson : Textbook of Pediatrics, 12th ed, W.B. Saunders, Philadelphia.

3. Harsono. 1994. Masalah Diagnosis Epilepsi, Lab. Ilmu Penyakit Saraf Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hal : 8-11.

4. Piatt, J. H. Jr., and Carlson, C. V. 1993. A Search for Determinants of Cerebrospinal

Fluid Shunt Survival: Retrospective Analysis of a 14 Year Institutional Experience .

Pediatr. Neurosurg, 19:233–242.

5. Andrew H Kaye. 2005. Raised Intracranial Pressure and Hydrocephalus in Essential

Neurosurgery, 3rd ed, Australia: Blackwell Publishing Asia Pty Ltd, 3:31-39.

6. Anonim, 1996, Kelainan Neurologi Hidrosefalus dalam Harsono (editor) Buku Ajar

Neurologi Klinis dan Kapita Selekta, Gadjah Mada University Press, Bulaksumur,

Yogyakarta. Hal 45-8.

7. Ngoerah, I. Gst. Ng. Gd., 1991, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf, Airlangga

University Press, Surabaya. Hal : 45-9.

8. Swaiman, K.F., and Wright, F.S. 1975. Hydrocephalus, in Farmer, T.W. (editor)

Practice of Pediatrics Neurology, vol II, C.V Mosby Co., Saint Louis, 11(2) : 111-4.

9. Lott, I. T., Bocian, M., and Leitner, M. 1984 Fetal Hydrocephalus and Ear

Anomalies, J pediatrics. 11 (3) : 173-5

10. Jallo George, Kothbauer Karl F, Abbott Rick. 2005. Endoscopic Third

Ventriculostomy. Neurosurg Focus 19 (6):E11.

11. Hydrocephalus association. 1997. Hydrocephalus, Available:

http//www.hydroassoc.org.html (Accessed: 2011, February 26).

12. Hailong Feng, Guangfu Huang, Haibin Tan, Hong Pu, Yong Cheng, Weidong Liu,

Dongdong Zhao. 2008. Endoscopic Third Ventriculostomy In The Management Of

Communicating Hydrocephalus: A Preliminary Study. J Neurosurg 109:923-30.

20