Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Pendengaran merupakan salah satu dari pancaindera yang digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Bila terjadi gangguan pada fungsi pendengaran akan mengurangi kemampuan untuk menerima informasi dan berkomunikasi melalui suara. 7 Dari kelima indera manusia yang digunakan dalam proses belajar, fungsi telinga untuk mendengar dapat menyerap 20% informasi, lebih besar dibanding membaca yang hanya menyerap 10% informasi. 8 Derajat pendengaran normal pada manusia intensitasnya antara 0-20 dB. Jika derajat pendengaran seseorang melampaui batas normal maka dikatakan terjadi penurunan derajat pendengaran. Penurunan derajat pendengaran dapat diakibatkan oleh gangguan pada telinga baik secara struktural ataupun fungsional. Berdasarkan uji pendengaran, penurunan fungsi pendengaran dapat dibagi atas tipe konduktif (conductive hearing loss), sensorineural (sensorineural hearing loss), dan tipe campuran antara kedua tipe di atas (mixed hearing loss). Tuli konduktif terjadi apabila terdapat gangguan hantaran bunyi sistem konduksi (pada tulang-tulang pendengaran) di dalam telinga. Tuli sensorineural terjadi apabila terdapat gangguan fungsi system sensoris serta saraf, akibat kerusakan sel – sel rambut dalam koklea, N.VIII, dan pusat pendengaran di korteks serebri. Tipe campuran terjadi apabila terdapat gangguan penghantar bunyi sistem konduksi di dalam telinga tengah dan gangguan sistem saraf pendengaran. 7 1
26

Re Frat 2324

Jan 12, 2016

Download

Documents

Ongen Achilles

12341
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Re Frat 2324

BAB I

PENDAHULUAN

Pendengaran merupakan salah satu dari pancaindera yang digunakan untuk

berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Bila terjadi gangguan pada fungsi pendengaran

akan mengurangi kemampuan untuk menerima informasi dan berkomunikasi melalui suara.7

Dari kelima indera manusia yang digunakan dalam proses belajar, fungsi telinga untuk

mendengar dapat menyerap 20% informasi, lebih besar dibanding membaca yang hanya

menyerap 10% informasi.8

Derajat pendengaran normal pada manusia intensitasnya antara 0-20 dB. Jika derajat

pendengaran seseorang melampaui batas normal maka dikatakan terjadi penurunan derajat

pendengaran. Penurunan derajat pendengaran dapat diakibatkan oleh gangguan pada telinga

baik secara struktural ataupun fungsional. Berdasarkan uji pendengaran, penurunan fungsi

pendengaran dapat dibagi atas tipe konduktif (conductive hearing loss), sensorineural

(sensorineural hearing loss), dan tipe campuran antara kedua tipe di atas (mixed hearing

loss). Tuli konduktif terjadi apabila terdapat gangguan hantaran bunyi sistem konduksi (pada

tulang-tulang pendengaran) di dalam telinga. Tuli sensorineural terjadi apabila terdapat

gangguan fungsi system sensoris serta saraf, akibat kerusakan sel – sel rambut dalam koklea,

N.VIII, dan pusat pendengaran di korteks serebri. Tipe campuran terjadi apabila terdapat

gangguan penghantar bunyi sistem konduksi di dalam telinga tengah dan gangguan sistem

saraf pendengaran.7

Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk empat

negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi (4,6%),

tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%). Walaupun

bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% cukup tinggi yang dapat menimbulkan masalah

sosial di tengah masyarakat. Berdasarkan hasil Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan

dan Pendengaran di 7 provinsi tahun 1993-1996, prevalensi ketulian 0,4% dan gangguan

pendengaran 16,8%. Penyebabnya, infeksi telinga tengah (3,1%) presbikusis (2,6%), tuli

akibat obat ototoksik (0,3%), tuli sejak lahir/kongenital (0,1%) dan tuli akibat pemaparan

bising. Data yang didapat dari BKIM kota Semarang pada November 2007 yang dilakukan

pada anak-anak usia sekolah dasar, dari 467 siswa kelas 1 yang diperiksa telinganya

ditemukan sebanyak 29,55% siswa mengalami gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh

serumen obsturan, otitis media kronik supuratif (OMKS) 1,28% dan sensory neural hearing

1

Page 2: Re Frat 2324

loss (SNHL) unilateral 0,21 %.9 Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat

278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia

Tenggara.8 Angka gangguan pendengaran Indonesia cukup mengejutkan, termasuk yang

tinggi di bilangan Asia Tenggara, yaitu 16,8% untuk gangguan pendengaran

Terdapat 2 jenis kelainan yang berhubung dengan pemaparan bising yaitu trauma

akustik dan gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearingloss/NIHL).

Keduanya mengakibatkan kerusakan pendengaran dengan menyebabkan beberapa kerusakan

pada telinga, terutama telinga dalam. Kerusakan telinga dalam sangat bervariasi dari

kerusakan ringan pada sel rambut sampai kerusakan total organ korti. Segera setelah terjadi

pemaparan bising yang mendadak dan merusak, sel-sel dan jaringan telinga dalam mengalami

trauma, degenerasi atau perbaikan. Paparan bising pada fase akut dengan intensitas paparan

140 dB atau lebih, menyebabkan trauma akustik segera dan seketika terjadi kurang

pendengaran. 10

2

Page 3: Re Frat 2324

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Telinga

Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah atau cavum timpani, dan telinga dalam

atau labyrinth. Telinga dalam berisi organ pendengaran dan keseimbangan.1

a. Telinga Luar

Telinga luar terdiri atas auricular dan meatus acusticus externus. Auricula berfungsi

mengumpulkan getaran udara. Auricular terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang

ditutupi kulit.1,2

Meatus acusticus externus adalah tabung berkelok berbentuk huruf S yang

menghubungkan auricular dengan membrane timpani. Tabung ini berfungsi menghantarkan

gelombang suara dari auricular ke membrane timpani. Pada orang dewasa panjangnya ± 1

inci (2,5cm). 1/3 bagian luar adalah kartilago elastis, sedangkan 2/3 bagian dalam rangkanya

terdiri dari tulang. Panjangnya kira – kira 2½ - 3cm. Meatus acusticus externus dilapisi oleh

kulit, pada 1/3 bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar sebacea, glandula

ceruminosa dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Glandula

3

Gambar 1. Anatomi Telinga Manusia

Page 4: Re Frat 2324

ceruminosa adalah kelenjar keringat yang telah termodifikasi unutuk menghasilkan skret lilin

berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket,untuk

melindungi telinga dari masuknya benda asing. Pada 2/3 bagian dalam hanya sedikit dijumpai

kelenjar serumen.1,2

b. Telinga Tengah ( Cavum Timpani )

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang

dilapisi oleh membrane mukosa. Telinga tengah terdiri dari membrana timpani dan tulang –

tulang pendengaran. Tulang – tulang pendengaran berfungsi meneruskan getaran membrana

tympani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam.1,2

Telinga tengah mempunyai batas berupa atap, lantai, dinding anterior, dinding

posterior, dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang

(tegmen tympani), merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini

membatsi antara cavum tympani dari meninges dan lobus temporalis otak di dalam fossa

crania media. Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang. Lempeng ini membatasi

antara cavum tympani dari bulbus superior V. jugularis interna.1

Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan

cavum tympani dari a.carotis interna. Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari

dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva,

dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk m. tensor tympani.

Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu

aditus ad antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil,

disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius.1

Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrana tympanica. Membrana

tympani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Membrana ini terletak

miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada

dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium

mallei. Membrana tympani berbentuk bundar dengan diameter ± 1 cm dan cekung bila dilihat

dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Pinggirannya tebal dan

melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus tympanicus , di bagian atasnya

berbentuk incisura. Dari sisi – sisi incisura ini berjalan dua plica, yaitu plica malearis

anterior dan posterior, yang menuju ke processus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada

membrana tympani yang dibatasi oleh plica – plica tersebut lemas dan disebut pars flaccida.

Bagian lainnya tegang disebut pars tensa. Pars flaccida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar

4

Page 5: Re Frat 2324

ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia. Pars

tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen, dan

sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. 1,2

Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar dari

dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang disebabkan oleh

lengkungan pertama cochlea yang ada di bawahnya. Di atas dan belakang promontorium

terdapat fenestra vestibule, yang berbentuk lonjong dan ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi

medial fenestra terdapat perilympha scala vestibule telinga dalam. Di bawah ujung posterior

promontorium terdapat fenestra cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membrane

tynmpani secundaria.1

Tulang – tulang pendengaran (ossicula auditus) adalah melleus, incus, dan stapes.

Malleus adalah tulang pendengaran terbesar. Melleus terdiri dari caput, collum, prosessus

longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan lateralis. Caput mallei berbentuk

bulat dan bersendi di posterior dengan incus. Collum mallei adalah bagian sempit di bawah

caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang dan melekat dengan erat pada

permukaan medial membrane tympani. Processus anterior adalah tonjolan tulang kecil yang

berhubungan dengan dinding anterior cavum tympani. Processus lateralis menonjol ke lateral

dan melekat pada plica mallearis anterior dan posterior membrane tympani.1

Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk bulat

dan bersendi di anterior dengan caput mallei.1,2 Crus longum berjalan ke bawah di belakang

dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya melengkung ke medial dan bersendi

dengan caput stapedis. Crus breve menonjol ke belakang dan melekat pada dinding posterior

cavum tympani.1

Stapes juga mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput stapedis

kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit dan merupakan

tempat insersio m.stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari collum dan melekat pada

basis yang lonjong. Pinggiran basis dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah

cincin fibrosa, yang disebut ligamentum annulare.1

Di dalam telinga tengah pun terdapat otot – otot diantaranya adalah:

1) M. tensor tympani. Origo : cartilago tuba audiotiva dan dinding tulang salurannya sendiri.

Insersio : otot langsing ini berjalan ke belakang dan berakhir sebagai tendo bulat yang

membelok ke lateral di sekitar processus cochleariformis dan berinsersio pada manubrium

5

Page 6: Re Frat 2324

mallei. Fungsi : secara refleks meredam getaran malleus dengan lebih menegangkan

membrana tympani.1

2) M. stapedius. Origo : dinding dalam pyramis yang berongga. Insersioi : tendo muncul dari

puncak pyramis dan berinsersio pada bagian belakang collum stapedis. Fungsi : secara

refleks meredam getaran stapes dengan menarik collumnya.1

Fungsi utama dari otot-otot telinga bagian dalam yaitu melindungi telinga dari suara

keras, dan untuk mengurangi mengganggu suara yang dihasilkan oleh pendengar.3

Tuba audiotiva terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke nasopharynx. Tuba

berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum tympani dengan nasopharynx.1

c. Telinga dalam ( Labyrinthus )

Labyrinthus terdiri atas layrinthus osseus, yang tersusun dari sejumlah rongga di

dalam tulang dan labyrinthus membranaceus, yang tersusun dari sejumlah saccus dan ductus

membranosa di dalam labyrinthus osseus.

Labyrinthus osseus terdiri dari tiga bagian : vestibulum, canalis semisirkularis, dan

cochlea. Ketiganya merupakan rongga – rongga yang terletak di dalam substansia compacta

tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan bening, yaitu perilympha, yang di

dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus.1,2

Vestibulum, merupakan bagian tengah labyrinthus osseus. Pada dinding lateralnya

terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum annularenya, dan

fenestra cochleae yang ditutupi oleh membrana tympanisecundaria. Di dalam vestibulum

terdapat sacculus dan uriculus labyrinthus membranaceus.1

Ketiga canalis semisirkularis yaitu canalis semicircularis superior, posterior, dan

lateral bermuara ke bagian posterior vestibulum. Setiap canalis mempunyaisebuah pelebaran

di ujungnya disebut ampulla. Di dalam canalis terdapat ductus semicircularis.1,2

Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema , menghubungkan perilimfa skala

timpani dengan skala vestibule. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan

skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibule dissebut sebagai membrane vestibule

(Reissner’s membrane) sedangkan Dasar skala media adalah membrane basalis. Pada

membrane ini terletak Organ Corti yang merupakan organ pendengaran. Organ Corti. terdiri

dari kurang lebih 10.000 - 12.000 sel-sel rambut eksternal dan 3500 sel-sel rambut internal

yang duduk di atas basilar membrane. Prinsipnya sel – sel rambut luar diinervasi oleh saraf

eferen sedangkan sel – sel rambut dalam diinervasi oleh saraf aferen.2,3

2. Fisiologi Pendengaran6

Page 7: Re Frat 2324

Proses mendengar diawali oleh Aurikula yang berfungsi untuk mengumpulkan

gelombang suara yang ditangkapnya. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga

bagian tengah melalui kanalis auditorius eksternus.3,4

Gelombang tersebut menggetarkan membrane timpani kemudian diteruskan ke telinga

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran. Prosesus longus maleus melekat pada

membrane timpani, ujung yamg lainnya melekat pada inkus, sehingga ketika maleus bergerak

maka inkus pun akan ikut bergerak. Ujung lainnya dari inkus melekat pada stapes. Stapes

terletak berhadapan dengan membrane labirin koklea pada muara fenestra ovalis.2,3,5

Ujung tangkai meleus melekat di bagian tengah membrane timpani, dan tempat

perlekatan ini secara konstan akan tertarik oleh M. tensor timpani sehingga membran timpani

tetap tegang. Keadaan ini memungkin setiap getaran yang terjadi pada membrane timpani

akan dikirim ke tulang – tulang pendengaran,dan terjadi sebaliknya jika membrane longgar.5

Artikulasi inkus dengan stapes menyebabkan stapes mendorong fenestra ovalis ke

depan dan di sisi lain juga mendorong cairan koklea setiap saat membrane timpani bergerak

ke dalam, dan setiap meleus bergerak keluar akan mendorong cairan ke belakang.5

Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. getaran

diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan

menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan membrane tektoria.2

7

Gambar 2. Fisiologi Pendengaran

Page 8: Re Frat 2324

Ada tiga baris ramping, luar silinder sel-sel rambut, yang masing-masing berisi sekitar

100 silia (sebenarnya mikrovili) yang menyentuh tectorial membran. Dasar-dasar dari sel-sel

rambut yang melekat erat pada membran basilar oleh sel pendukung, dan sel tubuh mereka

mengapung di perilimfa.3

Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi

stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan

listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga

melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius, yang kemudian nai menuju kolikulus

inferior kontralateral. Penyilangan selanjutnya terjadi pada inti lemniskus lateralis dan

kolikulus inferior. Dari kolikulus inferior, jaras pendengaran berlanjut ke korpus genikulatum

dan kemudian ke korteks pendengaran (area 41) di lobus temporalis. Korteks pendengaran

dapat menginterpretasikan informasi yang diterima dalam bentuk suara serta menjadi tempat

untuk menyimpan informasi tersebut sehingga dapat diingat kembali. 2,4

3. Gangguan Fisiologi Pendengaran

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural serta tuli campuran. Gangguan

telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan

telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli

retrokoklea. sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan

terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan menyebabkan

telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung. Obat-obatan dapat merusak stria vaskularis,

sehingga saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian obat

ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli

sensorineural dan gangguan keseimbangan. Tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli

konduktif dan tuli sensorineural. Tuli campuran dapat merupakan satu penyakit, misalnya

radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam.2

Robekan pada gendang telinga, lesi pada tulang pendengaran, atau imobilisasi alat

konduksi, misalnya yang disebabkan oleh infeksi purulen di telinga tengah akan menghambat

transmisi ke fenestra vestibule. Selain itu, bila terdapat lubang gendang telinga, fenestra

koklea tidak akan lagi terlindungi. Hal ini menyebabkan tuli telinga tengah.6

8

Page 9: Re Frat 2324

Sel rambut dapat dirusak oleh tekanan suara (akibat terpapar oleh suara yang terlalu

keras untuk jangka waktu yang terlalu lama). Hal ini menyebabkan tuli telinga dalam yang

akan sama – sama memengaruhi konduksi udara dan tulang.6

4. Trauma Akustik

1. Defenisi

Istilah trauma akustik dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan

bising, atau tuli mendadak akibat ledakan hebat, dentuman, tembakan pistol, serta

trauma langsung ke kepala dan telinga. Trauma akustik berarti kerusakan pada elemen

saraf di telinga dalam akibat pajanan energi akustik yang kuat dan tiba-tiba.

2. Etiologi

Paparan suara yang berlebihan apalagi berupa suara ledakan dapat

menyebabkan kerusakan organ korti. Salah satu efek bising pada pendengaran adalah

trauma akustik akut yaitu kerusakan organ pendengaran yang bersifat segera setelah

terjadi paparan energi suara yang berlebihan, seperti bising mesin, suara jet, konser

rock, gergaji mesin dan letusan senjata. Terdapat berbagai cara bising dapat merusak

telinga dalam. Pemaparan bising yang sangat keras lebih dari 150 dB, seperti pada

ledakan, dapat menyebabkan tuli sensorineural ringan sampai berat. Biasanya tuli

timbul pada cara pemaparan yang lebih halus dan progresif sampai pemaparan bising

keras intermitten yang kurang intensif atau pemaparan kronis bising yang kurang

intensif. Pemaparan singkat berulang ke bising keras intermitten dalam batas 120-150

dB, seperti yang terjadi akibat pemaparan senjata api atau mesin jet, akan merusak

telinga dalam. Pemaparan kronis berupa bising keras pada pekerja dengan intensitas

bising di atas 85 dB, seperti yang terjadi akibat mengendarai traktor atau mobil salju

atau gergaji rantai, merupakan penyebab tersering dari tuli sensorineural yang

diakibatkan oleh bising. Di samping itu, pada lingkungan yang besar, seseorang dapat

terpapar bising diatas 90 dB pada waktu mendengarkan music dari sistem suara

stereofonik atau panggung musik.

9

Page 10: Re Frat 2324

3. Patofisiologi

Suara yang keras menyebabkan getaran berlebihan pada membran timpani yang

kemudian dilanjutkan melalui tulang – tulang pendengaran ke perilimfe dan

endolimfe, selanjutnya menggetarkan membrane basilaris lebih kuat dari keadaan

normal, hal ini menyebabkan sentuhan sel – sel rambut luar dan sel – sel rambut

dalam pada membrane tektoria yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan atrofi

sel – sel rambut tersebut. Bising dengan intensitas 85 dB atau lebih dapat

mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam, terutama

yang berfrekuensi 3000-6000 Hz. Mekanisme dasar terjadinya tuli karena trauma

akustik, adalah;

Proses mekanik

Pergerakan cairan dalam koklea yang begitu keras, menyebabkan robeknya

membrana Reissner dan terjadi percampuran cairan perilmfe dan endolimfee,

sehingga menghasilkan kerusakan sel-sel rambut. Pergerakan membrana

basiler yang begitu keras, menyebabkan rusaknya organ korti sehingga terjadi

percampuran cairan perilmf dan endolimfe, akhirnya terjadi kerusakan sel-sel

rambut. Pergerakan cairan dalam koklea yang begitu keras, dapat langsung

menyebabkan rusaknya sel-sel rambut, dengan ataupun tanpa melalui

rusaknya organa korti dan membrana basiler.

Proses metabolic

Vasikulasi dan vakuolisasi pada retikulum endoplasma sel-sel rambut dan

pembengkakkan mitokondria yang akan mempercepat rusaknya membrana sel

dan hilangnya sel-sel rambut. Hilangnya sel-sel rambut mungkin terjadi karena

kelelahan metabolisme, sebagai akibat dari gangguan sistem enzim yang

memproduksi energi, biosintesis protein dan transport ion. Terjadi cedera pada

vaskularisasi stria, menyebabkan gangguan tingkat konsentrasi ion Na, K, dan

ATP. Sel rambut luar lebih terstimulasi oleh bising, sehingga lebih banyak

membutuhkan energi dan mungkin akan lebih peka untuk tcrjadinya cedera

atau iskemi. Kemungkinan lain adalah interaksi sinergistik antara bising

dengan zat perusak yang sudah ada dalam telinga itu sendiri.

10

Page 11: Re Frat 2324

4. Nilai Ambang Bising

Adapun nilai ambang batas yang dibuat berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja

Republik Indonesia no. KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor

Fisika di Tempat Kerja, dimana nilai amabang batas kebisingan ditetapkan sebesar 85

dB. Kebisingan yang melampaui nilai ambang batas, juga ditetapkan waktu

pemajanan per harinya

5. Gambaran Klinis

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech

discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekuensi tinggi dapat menyebabkan

kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada

tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama

sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering

11

Page 12: Re Frat 2324

dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.

Secara umum gambaran ketulian :

a. Bersifat sensorineural

b. Hampir selalu bilateral

c. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ) Derajat

ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.

d. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan

pendengaran yang signifikan.

Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga

mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara,

gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan

pendengaran yang terjadi.

6. Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditanyakan jenis onset hilangnya pendengaran atau

berkurangnya pendengaran, apakah tiba-tiba atau pelan-pelan (bertahap).

Sudah berapa lama dirasakan, Apakah hilangnya pendengaran tetap (tidak ada

perubahan) atau malah semakin memburuk. Apa disertai dengan nyeri, otore,

tinnitus (berdenging di telinga), telinga terasa tersumbat, vertigo, atau

gangguan keseimbangan. Apakah kehilangan pendengarannya unilateral atau

bilateral. Apakah mengalami kesulitan berbicara dan mendengar di lingkungan

yang bising. Pada orang yang menderita tuli saraf koklea sangat terganggu

oleh bising latar belakang, sehingga bila orang tersebut berkomunikasi di

tempat yang ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti

pembicaraan. Ditanyakan juga apakah pemah bekerja atau sedang bekerja di

lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya 5 tahun atau

lebih. Pernahkah terpapar atau mendapat trauma pada kepala maupun telinga

baik itu berupa suara bising, suara ledakan, suara yang keras dalam jangka

waktu cukup lama. Apakah mempunyai kebiasaan mendengarkan headphone,

mendengarkan musik dengan volume yang keras. Apakah mengkonsumsi

obat-obatan ototoksis dalam jangka waktu lama.

Pemeriksaan Fisis

12

Page 13: Re Frat 2324

Pada pemeriksaan fisis telinga tidak ditemukan adanya kelainan dari telinga

luar hingga membran timpani. Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan perlu

dilakukan secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab

kelainan organik yang menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi

telinga, trauma telinga karena agen fisik lainnya, gangguan telinga karena

agen toksik. Dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf pusat perIu dilakukan

untuk rnenyingkirkan adanya masalah di susunan saraf pusat yang (dapat)

menganggu pendengaranya.

7. Diagnosis Banding

Diagnosa banding trauma akustik antara lain, yaitu;

1. Tuli saraf pada geriatri (presbikusis)

2. Tuli akibat obat ototoksik

8. Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang spesifik dapat diberikan pada penderita dengan

trauma akustik. Oleh karena tuli karena trauma akustik adalah tuli saraf koklea yang

bersifat menetap (irreversible). Apabila penderita sudah sampai pada tahap gangguan

pendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan berkomunikasi maka dapat

dipertimbangkan menggunakan ABD (alat bantu dengar). Pada pasien yang gangguan

pendengarannya lebih buruk harus dibantu dengan penanganan psikoterapi untuk

dapat menerima keadaan. Latihan pendengaran dengan alat bantu dengar dibantu

dengan membaca ucapan bibir, mimik, anggota gerak badan, serta bahasa isyarat agar

dapat berkomunikasi. Selain itu diperlukan juga rehabilitasi suara agar dapat

mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan.

Pencegahan dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya tuli pada trauma

akustik. Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dalam waktu tertentu dapat

mengakibatkan ketulian, oleh karena itu bising dilingkungan kerja harus diusahakan

lebih rendah dari 85 dB. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain

dengan meredam sumber bunyi, sumber bunyi diletakkan di area yang kedap suara.

Apabila berada di daerah industri yang penuh dengan kebisingan menetap, maka

dianjurkan untuk menggunakan alat pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup

telinga, alat-alat tersebut terutama melindungi telinga terhadap bising berfrekuensi

13

Page 14: Re Frat 2324

tinggi yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian . Sumbatan telinga

efektif digunakan pada level kebisingan rendah sekitar 10 dB hingga 32 dB.

Adakalanya tutup telinga lebih efektif daripada sumbatan telinga khususnya pada

pekerja yang berpindah-pindah tempat. Bila terjadi tuli bilateral berat yang tidak dapat

dibantu dengan a1at bantu dengar maka dapat dipertirnbangkan dengan memasang

implan koklea. Implan koklea ialah suatu perangkat elektronik yang mempunyai

kemampuan memperbaiki fungsi pendengaran sehingga akan meningkatkan

kemampuan berkomunikasi penderita tuli saraf berat dan tuli saraf bilateral.

9. Pencegahan

Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah

terjadinya trauma akustik yang disebabkan oleh kebisingan.

Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu :

Pengukuran pendengaran

Pengukuran pendengaran secara periodik.

Pengendalian suara bising

Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

a. Melindungi telinga secara langsung dengan memakai ear muff (tutup

telinga) dan ear plugs (sumbat telinga).

b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara:

memasang peredam suara

menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu ruangan yang

terpisah dari orang di sekitar

Analisa bising

Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising, frekuensi

bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat

utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter .

10. Prognosis

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang

sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun

pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah

pencegahan terjadinya ketulian

14

Page 15: Re Frat 2324

BAB III

KESIMPULAN

Terdapat 2 jenis kelainan yang berhubung dengan pemaparan bising yaitu trauma

akustik dan gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearingloss/NIHL).

Keduanya mengakibatkan kerusakan pendengaran dengan menyebabkan beberapa kerusakan

pada telinga, terutama telinga dalam. Kerusakan telinga dalam sangat bervariasi dari

kerusakan ringan pada sel rambut sampai kerusakan total organ korti. Segera setelah terjadi

pemaparan bising yang mendadak dan merusak, sel-sel dan jaringan telinga dalam mengalami

trauma, degenerasi atau perbaikan. Paparan bising pada fase akut dengan intensitas paparan

140 dB atau lebih, menyebabkan trauma akustik segera dan seketika terjadi kurang

pendengaran.

Paparan suara yang berlebihan apalagi berupa suara ledakan dapat menyebabkan

kerusakan organ korti. Salah satu efek bising pada pendengaran adalah trauma akustik akut

yaitu kerusakan organ pendengaran yang bersifat segera setelah terjadi paparan energi suara

yang berlebihan, seperti bising mesin, suara jet, konser rock, gergaji mesin dan letusan

senjata.

Suara yang keras menyebabkan getaran berlebihan pada membran timpani yang

kemudian dilanjutkan melalui tulang – tulang pendengaran ke perilimfe dan endolimfe,

selanjutnya menggetarkan membrane basilaris lebih kuat dari keadaan normal, hal ini

menyebabkan sentuhan sel – sel rambut luar dan sel – sel rambut dalam pada membrane

tektoria yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan atrofi sel – sel rambut tersebut. Bising

dengan intensitas 85 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor

pendengaran Corti di telinga dalam

Tidak ada pengobatan yang spesifik dapat diberikan pada penderita dengan trauma

akustik. Oleh karena tuli karena trauma akustik adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap

(irreversible). Untuk itu lebih baik dilakukan pencegahan.

15

Page 16: Re Frat 2324

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran (Clinical Anatomy for Medical

Students) edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006

2. Soepardi E. Iskandar N. Bashiruddin J. Restuti R.. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorokan Kepala & Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia;2007

3. Silbernagl S. Despopoulos A. Color Atlas of Physiology. Stuttgart, Germany : Georg

Thieme Verlag;2003

4. Boies, L. Adams, G. Higler, P. BOIES Buku Ajar THT edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC;1997

5. Guyton A. Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical Physiology)

edisi 11. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006

6. Silbernagl S. Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart, Germany : Georg

Thieme Verlag;2000

7. Dewi Y. Agustian R. Skrining Gangguan Dengar pada Pekerja Salah Satu Pabrik Tekstil

di Bandung. Majalah Kedokteran Bandung Vol. 44 No. 2, 2012. Hlm 96-100

8. Irmawati D.Hubungan gangguan pendengaran dengan prestasi belajar siswa. 2010.

Semarang; Universitas Diponegoro

9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Telinga Sehat Pendengaran Baik. c2010

[cited 2015 January 16]. Available from:

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/840-telinga-sehatpendengaran-

baik.html

10. Munilson J. Gangguan Pendengaran Akibat Bising : Tinjauan Beberapa Kasus. 2010.

Padang; Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

16

Page 17: Re Frat 2324

11. Komite nasional penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian. c2007 [cited 2015

Januari 16]. Available from: http://www.k omnaspgpk.org /v1/web/index.php

12. Feidihal. Tingkat kebisingan dan pengaruhnya terhadap mahasiswa di bengkel teknik

mesin politeknik Negeri Padang. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 4 No. 1, Juni 2007. Hlm 31-

41.

13. Linasari P. Kebisingan Lalu Lintas Dan Hubungannya Dengan Tingkat Ketergangguan

Masyarakat (Studi Kasus : Jalan Bojongsoang, Kabupaten Bandung). 2009. Bandung;

Institute Teknik Bandung.

14. Farkhana N. Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa sekolah

menengah pertama di kecamatan demak (skripsi). 2010. Semarang; Universitas

Diponegoro

15. Budiyanto A. Trauma akustik akibat latihan menembak pada taruna akademi kepolisian

Semarang. 2010. Semarang : Universitas Semarang

16.

17