Top Banner
Amenore / Amenorrhea adalah tidak terjadinya menstruasi / Haid. dibedakan menjadi 2, Amenore Primer dan Amenore Sekunder Amenore Primer, jika seorang wanita tidak pernah sekalipun Menstruasi / Haid dalam hidupnya. Amenore Sekunder, jika seorang wanita pernah mengalami menstruasi / Haid, kemudian berhenti selama 3 siklus, atau selama 6 bulan Amenore bisa juga merupakan kondisi yang normal, jika terjadi sebelum masa pubertas(sebelum 16 tahun) , selama kehamilan, selama menyusui dan setelah menopause. Amenore bisa terjadi akibat kelainan di otak, kelenjar hipofisa, kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium (indung telur) maupun bagian dari sistem reproduksi lainnya. Dalam keadaan normal, hipotalamus (bagian dari otak yang terletak diatas kelenjar hipofisa) mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisa untuk melepaskan hormon-hormon yang merangsang dilepaskannya sel telur oleh ovarium. Pada penyakit tertentu, pembentukan hormon hipotalamus maupun hormon hipofisa yang Abnormal bisa menyebabkan terhambatnya pelepasan sel telur dan terganggunya serangkaian proses hormonal yang terlibat dalam terjadinya menstruasi. Pembagian Amenore Primer Amenore Primer Tipe 1 Buah dada tidak ada, Uterus Ada Amenore Primer Tipe 2
37

Rangkuman Obgyn

Oct 29, 2015

Download

Documents

Azis Kaze

Resume of Obstetric and Gynecology
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Rangkuman Obgyn

Amenore / Amenorrhea adalah tidak terjadinya menstruasi / Haid.

dibedakan menjadi 2, Amenore Primer dan Amenore Sekunder

Amenore Primer, jika seorang wanita tidak pernah sekalipun Menstruasi / Haid dalam

hidupnya.

Amenore Sekunder, jika seorang wanita pernah mengalami menstruasi / Haid, kemudian

berhenti selama 3 siklus, atau selama 6 bulan

Amenore bisa juga merupakan kondisi yang normal, jika terjadi sebelum masa

pubertas(sebelum 16 tahun) , selama kehamilan, selama menyusui dan setelah menopause.

Amenore bisa terjadi akibat kelainan di otak, kelenjar hipofisa, kelenjar tiroid, kelenjar

adrenal, ovarium (indung telur) maupun bagian dari sistem reproduksi lainnya.

Dalam keadaan normal, hipotalamus (bagian dari otak yang terletak diatas kelenjar hipofisa)

mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisa untuk melepaskan hormon-hormon yang

merangsang dilepaskannya sel telur oleh ovarium.

Pada penyakit tertentu, pembentukan hormon hipotalamus maupun hormon hipofisa yang

Abnormal bisa menyebabkan terhambatnya pelepasan sel telur dan terganggunya serangkaian

proses hormonal yang terlibat dalam terjadinya menstruasi.

Pembagian Amenore Primer

Amenore Primer Tipe 1

Buah dada tidak ada, Uterus Ada

Amenore Primer Tipe 2

Buah dada Ada, Uterus tidak ada

Amenore Primer Tipe 3

Buah dada dan Uterus tidak ada

Amenore Primer Tipe 4

Buah dada dan uterus ada

Penyebab amenore primer:

1. Tertundanya menarke (menstruasi pertama)

2. Kelainan bawaan pada sistem kelamin (misalnya tidak memiliki rahim atau vagina, adanya

sekat pada vagina, serviks yang sempit, lubang pada selaput yang menutupi vagina terlalu

sempit/himen imperforata)

Page 2: Rangkuman Obgyn

3. Penurunan berat badan yang drastis (akibat kemiskinan, diet berlebihan, anoreksia nervosa,

bulimia, dan lain lain)

4. Kelainan bawaan pada sistem kelamin

5. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Turner atau sindroma Swyer) dimana sel hanya

mengandung 1 kromosom X)

6. Obesitas yang ekstrim

7. Hipoglikemia

8. Disgenesis gonad

9. Hipogonadisme hipogonadotropik

10. Sindroma feminisasi testis

11. Hermafrodit sejati

12. Penyakit menahun

13. Kekurangan gizi

14. Penyakit Cushing

15. Fibrosis kistik

16. Penyakit jantung bawaan (sianotik)

17. Kraniofaringioma, tumor ovarium, tumor adrenal

18. Hipotiroidisme

19. Sindroma adrenogenital

20. Sindroma Prader-Willi

21. Penyakit ovarium polikista

22. Hiperplasia adrenal kongenital

Penyebab amenore sekunder:

1. Kehamilan

2. Kondisi psikis dalam tekanan (kecemasan)

3. Penurunan berat badan yang drastis

4. Olah raga yang berlebihan

5. Mengkonsumsi hormon tambahan(kontrasepsi suntik, maupun Pil)

6. Obesitas

7. Stres emosional

8. Menopause

9. Kelainan endokrin (misalnya sindroma Cushing yang menghasilkan sejumlah besar

hormon kortisol oleh kelenjar adrenal)

Page 3: Rangkuman Obgyn

10. Obat-obatan (misalnya busulfan, klorambusil, siklofosfamid, pil KB, fenotiazid)

11. Prosedur dilatasi dan kuretase

12. Kelainan pada rahim, seperti mola hidatidosa (tumor plasenta) dan sindrom Asherman

(pembentukan jaringan parut pada lapisan rahim akibat kuret, infeksi atau pembedahan).

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan usia penderita.

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:

# Biopsi endometrium

# Progestin withdrawal

# Kadar prolaktin

# Kadar hormon (misalnya testosteron)

# Tes fungsi tiroid

# Tes kehamilan

# Kadar FSH (follicle stimulating hormone)< LH (luteinizing hormone), TSH (thyroid

stimulating hormone)

# Kariotipe untuk mengetahui adanya kelainan kromosom

# CT scan kepala (jika diduga ada tumor hipofisa).

PENGOBATAN

Pengobatan tergantung kepada penyebabnya dan diagnosanya.

Jika penyebabnya adalah penurunan berat badan yang drastis atau obesitas, penderita

dianjurkan untuk menjalani diet yang tepat.

Jika penyebabnya adalah olah raga yang berlebihan, penderita dianjurkan untuk

menguranginya.

Jika seorang anak perempuan belum pernah mengalami menstruasi dan semua hasil

pemeriksaan normal, maka dilakukan pemeriksaan setiap 3-6 bulan untuk memantau

perkembangan pubertasnya.

Untuk merangsang menstruasi/challenge test, bisa diberikan progesteron.

Untuk merangsang perubahan pubertas pada anak perempuan yang payudaranya belum

membesar atau rambut kemaluan dan ketiaknya belum tumbuh, bisa diberikan estrogen.

Jika penyebabnya adalah tumor, maka dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor

tesebut.

Page 4: Rangkuman Obgyn

Tumor hipofisa yang terletak di dalam otak biasanya diobati dengan bromokriptin untuk

mencegah pelepasan prolaktin yang berlebihan oleh tumor ini.

Bila perlu bisa dilakukan pengangkatan tumor. Terapi penyinaran biasanya baru dilakukan

jika pemberian obat ataupun pembedahan tidak berhasil.

Page 5: Rangkuman Obgyn

Definisi

            Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang

didalam maupun diluar siklus haid, yang semata-mata disebabkan gangguan fungsional

mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik alat

reproduksi. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenars dan perimenopause.

Batasan Perdarahan Uterus Abnormal  

BATASAN POLA ABNORMALITAS

PERDARAHAN

Oligomenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan

interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase

folikuler yang memanjang.

Polimenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan

interval < 21 hari dan disebabkan oleh defek

fase luteal.

Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi dengan

interval normal    ( 21 – 35 hari) namun

jumlah darah haid > 80 ml atau   > 7 hari.

Menometroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval

non-siklik dan dengan darah yang berlebihan

(>80 ml) dan atau dengan durasi yang

panjang ( > 7 hari).

Amenorea Tidak terjadi haid selama 6 bulan berturut-

turut pada wanita yang belum

masuk usia menopause.

Metroragia atau

perdarahan antara

haid

Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara

siklus ovulatoir dengan penyebab a.l penyakit

servik, AKDR, endometritis, polip, mioma

submukosa, hiperplasia endometrium, dan

keganasan.

Bercak Bercak perdarahan yang terjadi sesaat

Page 6: Rangkuman Obgyn

intermenstrual sebelum ovulasi yang umumnya disebabkan

oleh penurunan kadar estrogen.

Perdarahan pasca

menopause

Perdarahan uterus yang terjadi

pada wanitamenopause yang sekurang-

kurangnya sudah tidak mendapatkan haid

selama 12 bulan.

Perdarahan uterus

abnormal akut

Perdarahan uterus yang ditandai dengan

hilangnya darah yang sangat banyak dan

menyebabkan gangguan hemostasisis

(hipotensi , takikardia atau renjatan).

Perdarahan uterus

disfungsi

Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau

anovulatoir yang tidak berkaitan dengan

kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik,

patologi traktus genitalis yang nyata dan atau

gangguan kondisi sistemik.

Page 7: Rangkuman Obgyn

HIPERPLASIA ENDOMETRIUM adalah keadaan dimana endometrium tumbuh secara

berlebihan. Kelainan ini bersifat benigna ( jinak ) ; akan tetapi pada sejumlah kasus dapat

berkembang kearah keganasan uterus . Sejumlah wanita berada pada resiko tinggi menderita

hiperplasia endometrium. Tulisan ini akan memberi penjelasan mengenai :

Pemeriksaan Diagnostik

Terapi

Pencegahan

Siapa yang memiliki resiko tinggi?

Hiperplasia Endometrium seringkali terjadi pada sejumlah wanita yang memiliki resiko

tinhggi :

1. Sekitar usia menopause

2. Didahului dengan terlambat haid atau amenorea

3. Obesitas ( konversi perifer androgen menjadi estrogen dalam jaringan lemak )

4. Penderita Diabetes melitus

5. Pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai pemberian progestin pada

kasus menopause

6. PCOS – polycystic ovarian syndrome

7. Penderita tumor ovarium dari jenis granulosa theca cell tumor

Keluhan utama hiperplasia glandulare adalah perdarahan uterus abnormal dengan spektrum

histologis yang luas .

Terdapat 2 golongan :

1. Simple Hyperplasia

2. Complex Hyperplasia

dengan dua subgolongan : dengan atau tanpa atypia

Complex Atypical Hyperplasia memiliki potensi keganasan paling tinggi dimana sekitar20 –

30% tanpa pengobatan akan mengalami perubahan ke karsinoma endometrium

Page 8: Rangkuman Obgyn

Kanker Endometrium

Office endometrial biopsi (pipele) harus dikerjakan pada keadaan berikut :

- Metroragia > 35 tahun

- Perdarahan pasca menopause (> 6 bulan)

- Setiap tahun pada pemakai tamoxipen

- Penderita unopposed estrogen (seperti Obese, nulipara, chronic unovalation)

Page 9: Rangkuman Obgyn

Penyebab timbulnya kanker ovarium belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa

faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit kanker ovarium yaitu :

a. Riwayat kanker payudara

b. Riwayat kanker ovarium dalam keluarga (faktor genetik)

c. Berawal dari hiperplasia endometrium yang berkembang menjadi karsinoma.

d. Menarche dini

e. Diet tinggi lemak

f. Riwayat kanker payudara

g. Merokok

h. Alkohol

i. Penggunaan bedak talk perineal

j. Nulipara

k. Infertilitas

l. Tidak pernah melahirkan

m. Terapi penggantian hormon

n. Kontrasepsi oral

Gejala umum bervariasi yang biasanya muncul pada kanker ovarium adalah :

a. Dispepsia

b. Menoragia

c. Menopause lebih dini

d. Rasa tidak nyaman pada abdomen.

e. Nyeri tekan pada pelvis

f. Lingkar abdomen yang terus meningkat

g. Sering berkemih.

7. Diagnosis

Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan pemeriksaan hispatologis yang dilakukan dengan :

a. Metode anamnesis (wawancara dan pemeriksaan fisik)

Pada saat anamnesis pasien akan ditanya (diwawancarai) secara lisan mengenai sakit yang

dirasakan beserta sejarah penyakitnya (jika ada) yang akan dicatat dalam rekam medik.

b. Pemeriksaan USG untuk dapat membedakalesi/tumor yang solid dan kristik.

c. Tes laboratorium

Tes alkaline phospatase (atau disingkat ALP), yaitu suatu tes laboratorium di mana kadar

ALP yang tinggi menunjukkan adanya sumbatan empedu atau kanker yang telah

bermetastasis ke arah hati atau tulang

Page 10: Rangkuman Obgyn

d. Penanda tumor (tumor marker)

Cancer antigen 125 (CA 125). Pada pasien penderita kanker ovarium sering ditemukan

peningkatan kadar CA 12

e. X-ray

X-ray merupakan pemeriksaan bagian dalam tubuh dengan memancarkan gelombang lalu

mengukur serapannya pada bagian tubuh yang sedang diperiksa tulang akan memberikan

warna putih, jaringan akan memberikan warna keabuan, sedangkan udara memberikan warna

hitam

f. Pencitraan lain

1) Magnetic Resonance Imaging (MRI). Prinsip kerja MRI adalah memvisualisasikan

tubuh, termasuk jaringan dan cairan, dengan menggunakan metode pengukuran sinyal

elektromagnetik yang secara alamiah dihasilkan oleh tubuh.

2) Position Emission Tomography (PET SCAN). PET SCAN bekerja dengan cara

memvisualisasikan metabolisme sel-sel tubuh. Sel-sel kanker (yang berkembang lebih cepat

daripada sel hidup) akan memecah glukosa lebih cepat/banyak daripada sel-sel normal.

g. CT SCAN, merupakan alat diagnosis noninvasif yang digunakan untuk mencitrakan

bagian dalam tubuh.

h. Scanning radioaktif.

i. Ultrasound

Ultrasound (atau juga disebut ultrasonografi, echografi, sonografi, dan sonogram

ginekologik) merupakan teknik noninvasif untuk memperlihatkan abnormalitas pada bagian

pelvis atau daerah lain dengan merekam pola suara yang dipantulkan oleh jaringan yang

ditembakkan gelombang suara.

j. Endoskopi

Endoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam suatu organ/rongga tubuh menggunakan alat

fiberoptik. Hasil pemeriksaan dapat berupa adanya abnormalitas seperti bengkak, sumbatan,

luka/jejas, dan lain-lain.

Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation InternationalofGinecologies and

Obstetricians) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Stadium I : Pertumbuhan terbatas pada ovarium.

a) Stadium Ia : Pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada ansietas yang

berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan dipermukaan luar, kapsul utuh.

Page 11: Rangkuman Obgyn

b) Stadium Ib : Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada asietas yang

berisi sel ganas, tidak ada tumor dipermukaan luar, kapsul intak.

c) Stadium Ic : Tumor dengan stadium Ia dan Ib tetapi ada tumor di permukaan luar atau

kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan

peritoneum positif.

2) Stadium II : Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul.

a) Stadium 2a : Perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba.

b) Stadium 2b : Perluasan jaringan pelvis lainnya.

c) Stadium 2c : Tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau

kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asietas yang mengandung sel ganas dengan bilasan

peritoneum positif

3) Stadium III : Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan implant di peritoneum di

luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tapi histologi

terbukti meluas ke usus besar dan omentum.

a) Stadium 3a : Tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi

secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding)

dipermukaan peritoneum abdominal.

b) Stadium 3b : Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan

peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah

bening negatif.

c) Stadium 3c : Implant di abdomen dengan diameter > 2 cm dan kelenjar getah bening

retroperitoneal atau inguinal positif.

4) Stadium IV : Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh.

Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke

permukaan liver.

Page 12: Rangkuman Obgyn

Kanker serviks membutuhkan proses yang sangat panjang yaitu antara 10 hingga 20 tahun

untuk menjadi sebuah penyakit kanker yang pada mulanya dari sebuah infeksi. Oleh karena

itu, saat tahap awal perkembangannya akan sulit untuk di deteksi. Oleh karena itu di sarankan

para perempuan untuk melakukan test pap smear setidaknya 2 tahun sekali, melakukan test

IVA (inspeksi visual dengan asam asetat, dll. Meskipun sulit untuk di deteksi, namun ciri-ciri

berikut bisa menjadi petunjuk terhadap perempuan apakah dirinya mengidap gejala kanker

serviks atau tidak:

Saat berhubungan intim selaku merasakan sakit, bahkan sering diikuti pleh adanya

perdarahan.

Mengalami keputihan yang tidak normal disertai dengan perdarahan dan jumlahnya berlebih

Sering merasakan sakit pada daerah pinggul

Mengalami sakit saat buang air kecil

Pada saat menstruasi, darah yang keluar dalam jumlah banyak dan berlebih

Saat perempuan mengalami stadium lanjut akan mengalami rasa sakit pada bagian paha atau

salah satu paha mengalami bengkak, nafsu makan menjadi sangat berkurang, berat badan

tidak stabil, susah untuk buang air kecil, mengalami perdarahan spontan.

Page 13: Rangkuman Obgyn

Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia dapat disebabkan karena

kelainan HIS (HIS hipotonik dan hipertonik), karena kelainan mbesar anak, bentuk anak

(Hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat), letak anak (letak sungsang dan lintang), serta

karena kelainan jalan lahir.

Distosia karena kelainan HIS antara lain berupa:

1. Inersia Uteri (Hypotonic uterine contraction )

Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan

pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya

jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,

uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau

makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi

kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun

pada kala pengeluaran.

Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :

a) Inersia uteri primer

Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat

( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk

memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.

b) Inersia uteri sekunder

Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan

selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.

Penanganan :

a) Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus

diperhatikan.

b) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang, kemungkinan

yang ada.

c) Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong

bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat

dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan

dilakukan sectio cesaria.

d) Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dektrosa 5% ,dimulai dengan 12 tetes

permenit,dinaikkan setiap 10-15 tetes permenit sampai 40-50 tetes permenit.

e) Pemberian oksitosin tidak perlu terus menerus, sebab bila tidak memperkuat HIS

setelah pemberian beberapa lama,hentikan dulu dan ibu disuruh istirahat. Pada malam hari

Page 14: Rangkuman Obgyn

berikan obat penenang misalnya valium10 mg dan esoknya dapat diulangi lagi pemberian

oksitosin drips.

f) Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan Secsio

Sesarea

g) Bila semula HIS kuat kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah dan partus

berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak ada gunanya

memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil

pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (ekstraksi vakum atau forcep, atau secsio sesarea)

2. Tetania Uteri (Hypertonic uterine contraction )

Adalah HIS yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal

ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat menyebabkan persalinan

diatas kendaraan, kamar mandi, dan tidak sempat dilakukan pertolongan. Pasien merasa

kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Akibatnya terjadilah

luka-luka jalan lahir yang luas pada serviks, vagina dan perineum, dan pada bayi dapat terjadi

perdarahan intrakranial,dan hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.

Bila ada kesempitan panggul dapat terjadi ruptur uteri mengancam, dan bila tidak segera

ditangani akan berlanjut menjadi ruptura uteri. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini

antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan,

ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.

Penanganan:

a) Berikan obat seperti morfin, luminal, dan sebagainya asal janin tidak akan lahir dalam

waktu dekat (4-6 jam).

b) Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan secsio

sesaria.

c) Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba

dan cepat.

3. Aksi Uterus Inkoordinasi (incoordinate uterine action)

Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan singkronisasi antara kontraksi dan

bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam

pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak,

sehingga dapat menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan

persalinan tidak maju.

Penanganan:

Page 15: Rangkuman Obgyn

a) Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obat anti sakit dan

penenang (sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin, dan valium.

b) Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan berlarut - larut selesaikanlah partus

menggunakan hasil pemriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forseps atau seksio

sesaria.

Page 16: Rangkuman Obgyn

Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian

antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.

Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun

kombinasi keduanya

Ada 2 definisi panggul sempit, yaitu secara anatomi dan secara obstetri.

Secara anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah

angka normal sebanyak 1 cm atau lebih.

Pengertian secara obstetri adalah panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga

mengganggu mekanisme persalinan normal.

Faktor yang mempengaruhi ukuran dan bentuk panggul

* Perkembangan: bawaan lahir atau keturunan.

* Suku bangsa.

* Nutrisi: gangguan gizi (malnutrisi)

* Faktor hormon: kelebihan androgen menyebabkan panggul jenis android.

* Metabolisme: ricketsia dan osteomalasia.

* Trauma, penyakit atau tumor tulang panggul, kaki dan tulang belakang.

Wanita dengan tinggi kurang dari 1,5 meter dicurigai panggul sempit (ukuran barat). Pada

pemeriksaan kehamilan, terutama kehamilan anak pertama, kepala janin belum masuk pintu

atas panggul di 3-4 minggu terakhir kehamilan. Bisa juga ditemukan perutnya seperti

pendulum serta ditemukan kelainan letak bayi.

Pada kehamilan pertama, biasanya dilakukan pemeriksaan kapasitas rongga panggul pada

usia kehamilan 38-39 minggu, baik secara klinis (dengan periksa dalam /VT) atau dengan alat

seperti jangka ataupun radio diagnostik (X-ray, CT-scan atau Magnetic resonance imaging

(MRI).

Page 17: Rangkuman Obgyn

Ada dua kelainan letak janin dalam rahim, yaitu :

a. Letak Sungsang

Sekitar 3-5% atau 3 dari 100 bayi terpaksa lahir dalam posisi sungsang. Resiko bayi lahir

sungsang pada persalinan alami diperkirakan 4 kali lebih besar dibandingkan lahir dengan

letak kepala yang normal. Oleh karena itu, biasanya langkah terakhir untuk mengantisipasi

terburuk karena persalinan yang tertahan akibat janin sungsang adalah operasi. Namun,

tindakan operasi untuk melahirkan janin sungsang baru dilakukan dengan beberapa

pertimbangan, yaitu posisi janin yang beresiko terjadinya “macet” di tengah proses

persalinan. Apabila posisi bokong di bawah rahim dengan satu atau dua kaki menjuntai maka

kelahiran bayinya harus dengan operasi sesar.

b. Letak Lintang

Kelainan lain yang paling sering terjadi adalah letak lintang atau miring. Letak yang

demikian menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan lahir. Pada keadaan ini,

letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya, bokong

akan berada sedikit lebih tinggi dari pada kepala janin, sementara bahu berada pada bagian

atas panggul. Konon,punggung dapat berada di depan, belakang, atas, maupun bawah.

Kelainan letak lintang ini hanya terjadi sebanyak 1%. Letak lintang ini biasanya ditemukan

pada perut ibu yang menggantung atau karena adanya kelainan bentuk rahimnya. Keadaan ini

menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan persentasi tubuh janin di dalam jalan

lahir. Apabila dibiarkan terlalu lama, keadaan ini dapat mengakibatkan janin kekurangan

oksigen dan menyebabkan kerusakan pada otak janin. Oleh karena itu, harus segera dilakukan

operasi untuk mengeluarkannya.

Page 18: Rangkuman Obgyn

Cara kerja dari kontrasepsi pil progestin atau mini pil dalam mencegah kehamilan antara lain

dengan cara:

Menghambat ovulasi.

Mencegah implantasi.

Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma.

Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma menjadi terganggu.

Pil progestin atau mini pil sangat efektif (98,5 persen). Penggunaan yang benar dan konsisten

sangat mempengaruhi tingkat efektifitasnya. Efektifitas penggunaan mini pil akan berkurang

pada saat mengkonsumsi obat anti konvulsan (fenitoin), carbenzemide, barbiturat, dan obat

anti tuberkulosis (rifampisin).

Adapun cara untuk menjaga kehandalan mini pil antara lain:

Minum pil setiap hari pada saat yang sama.

Penggunaan mini pil jangan sampai ada yang lupa.

Senggama dilakukan 3-20 jam setelah minum mini pil.

Page 19: Rangkuman Obgyn

Histology

Grade

Corresponding

CytologyDescription Image

– – Normal cervical epithelium

CIN

1(Grade I)LSIL [5]

The least risky type, represents only mild dysplasia,

or abnormal cell growth.[3] It is confined to the basal

1/3 of the epithelium. This corresponds to infection

with HPV, and typically will be cleared by immune

response in a year or so, though can take several

years to clear.

CIN 2/3 HSIL Formerly subdivided into CIN2 and CIN3.

CIN

2(Grade II)

Moderate dysplasia confined to the basal 2/3 of the

epithelium

CIN

3(Grade

III)

Severe dysplasia that spans more than 2/3 of the

epithelium, and may involve the full thickness. This

lesion may sometimes also be referred to as

cervical carcinoma in situ.

Servisitis Kronis

Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan dengan luka-luka

kecil atau besra pada cerviks karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-

kuman kedalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun.

Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan:

Page 20: Rangkuman Obgyn

a. Cerviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi

endokopik dalam stroma endocerviks. Cervicitis ini tidak menimbulkan gejala, kecuali

pengeluaran sekret yang agak putih kekuningan.

Disini pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang

tidak terpisah secara jelas dan epitel portio disekitarnya, sekret dikeluarkan terdiri atas mukus

bercampur nanah.

Sobekan pada cerviks uteri disini lebih luas dan mucosa endocerviks lebih kelihatan dari luar

(eksotropion). Mukosa dalam keadaan demikian itu mudah kena infeksi dari vagina, karena

radang menahun, cerviks bisa menjadi hipertropis dan mengeras : sekret bertambah banyak.

1. Pemeriksaan Khusus:

a. Pemeriksaan dengan speculum

b. Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan

c. Pap smear

d. Biakan damedia

e. Biopsy

2. Sitologi, dengan cara tes pap

Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker serviks.

Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada

dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar disebabkan

pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil positif palsu sebesar 3-15%.

3. Kolposkopi

4. Servikografi

5. Pemeriksaan Ø visual langsung

6. Gineskopi

7. Pap Ø net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)

Edema Tungkai

Secara umum edema nonradang akan terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Peningkatan tekanan hidrostatik

2. Penurunan tekanan onkotik plasma

3. Obstruksi saluran limfe.

4. Peningkatan permeabilitas kapiler.

Page 21: Rangkuman Obgyn

Cairan intravaskular terbentuk sebagai plasma yang dipertahankan dalam ruangan

intravaskular oleh endotel vaskular. Sebagian besar elektrolit dapat dengan bebas keluar

masuk melalui plasma dan interstisial yang menyebabkan komposisi elektrolit keduanya yang

tidak jauh berbeda. Bagaimanapun juga, ikatan antar sel endotel yang kuat akan mencegah

keluarnya protein dari ruang intravaskular. Akibatnya plasma protein (terutama albumin)

merupakan satu-satunya zat terlarut secara osmotik aktif dalam pertukaran cairan antara

plasma dan cairan interstisial. Peningkatan volume ekstraselular normalnya juga

merefleksikan volume intravaskular dan interstisial. Bila tekanan interstisial berubah menjadi

positif maka akan diikuti dengan peningkatan cairan ekstrasel yang akan menghasilkan

ekspansi hanya pada kompartemen cairan interstisial. Pada keadaan ini kompartemen

interstisial akan berperan sebagai reservoir dari kompartemen intravaskular. Hal ini dapat

dilihat secara klinis sebagai edema jaringan.

IUFD

Intra Uterine Fetal Death (IUFD) adalah:kematian janin dalam rahim pada usia kehamilan >

20 minggu dan berat janin > 500 gram

Intra Uterin Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi

proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau BB janin lebih dari 1000 gram.

( Kamus istilah kebidanan)

2.2 Klasifikasi

Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh

2. Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu

3. Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)

4. Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas

Manifestasi Klinis

• DJJ tidak terdengar

• Uterus tidak membesar, fundus uteri turun

• Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksa

• Palpasi anak menjadi tidak jelas

• Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati kurang lebih 10 hari

● Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%.

Faktor Resiko

Page 22: Rangkuman Obgyn

1. Status sosial ekonomi rendah

2. Tingkat pendidikan ibu yang rendah

3. Usia ibu >30 tahun atau <20 tahun

4. Partias pertama dan partias kelima atau lebih

5. Kehamilan tanpa pengawasan antenatal

6. Kehamilan tanpa riwayat pengawasan kesehatan ibu yang inadekuat

7. Riwayat kehamilan dengan komplikasi medik atau obstetrik

patofisiologi

Patologi

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan- perubahan sebagai

berikut :

1. Rigor mostis (tegang mati)

Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.

2. Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah.

Stadium ini berlangsung 48 jam setelah mati.

3. Stadium maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, stadium ini berlangsung

48 jam setelah anak mati.

4. Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antara

tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.

• Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau kelainan

bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.

Diagnosa

a. Anamnesis

- Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat berkurang

- Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak

seperti biasanya.

- Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau

melahirkan

- Penurunan berat badan

Page 23: Rangkuman Obgyn

- Perubahan pada payudara atau nafsu makan

b. Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi

- tidak kelhiatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang

kurus

- Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu

- Terhentinya perubahan payudara

• Palpasi

- Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tdak teraba gerakan-

gerakan janin

- Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.

• Auskultasi

- baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut jantung

janin

c. Pemeriksaan Lab

- reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati

- hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati

d. Pemeriksaan Tambahan

- Ultrasound: - gerak anak tidak ada

- denyut jantung anak tidak ada

- tampak bekuan darah pada ruang jantung janin

- X-Ray :

1. Spalding¡’s sign (+) : tulang-tulang tengkorak janin saling tumpah tindih, pencairan otak

dapat menyebabkan overlapping tulang tengkorak.

2. Nanjouk¡’s sign (+) : tulang punggung janin sangat melengkung

3. Robert¡’s sign (+) : tampak gelembung-gelembung gas pada pembuluh darah besar. Tanda

ini ditemui setelah janin mati paling kurang 12 jam

4. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin

komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat terjadi bila janin

yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2 minggu.akan tetapi,kasus janin

yang meninggal dan tetap berada dirahim ibu lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi hal ini

dikrenakan biasanya tubuh ibu sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati,seingga

timbullah proses persalinan adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

Page 24: Rangkuman Obgyn

1. Disseminated intravascular coagulation (DIC),yaitu adanya perubahan pada proses

pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau internal bleeding zat.zat

pembekuan darahh atau fibrinogen bisa turun dan menyebabkan darah agak sulit

membeku.bila ini terjadi,akan berakibat fatal kala ibu melahirkan.jika fibrinogen rendah

(hipofibrinogenemia),maka perdarahan yang terjadi pada proses persalinan akan sulit

berhenti.bila terjadi fibrinogenemia bahayanya adalah perdarahan post partum.terapi nya

adalah dengan pemberian darah segar atau fibrinogen.

2. Infeksi

3. Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebnelum 4-6 minggu

setelah kematian janin .oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD maka janin yang telah

meninggal harus segera dilahirkan. proses kelahiran harus segera dilakukan secara

normal,karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu.operasi hanya dilakukan jika

ada halangan untuk melahirkan normal.

Misalnya janin meninggal dalam posisi melintang atau karena ibu mengalami preeklamsia

(William,2009).

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah

menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus

untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH

menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan

folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-

RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH).

LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak

terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena

itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.

Page 25: Rangkuman Obgyn
Page 26: Rangkuman Obgyn

Mempergunakan tinggi fundus uteri

Perkiraan tinggi fundus uteri dilakukan dengan palpasi fundus dan membandingkan dengan patokan.

12 minggu >> 1/3 di atas simpisis

16 minggu >> simpisis-pusat

20 minggu >> 2/3 di atas simpisis

24 minggu >> Setinggi pusat

28 minggu >> 1/3 di atas pusat

34 minggu >> pusat-prosessus xifoideus

36 minggu >> Setinggi prosessus xifoideus

40 minggu >> 2 jari di bawah prosessus xifoideus