USULAN PENELITIAN OKSITOSIN DRIP LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN MISOPROSTOL PER REKTAL DALAM MENINGKATKAN KONTRAKSI RAHIM PADA PERSALINAN KALA I LAMA Oleh: Effendi gunawan Pembimbing: Prof. DR. Dr. O.S. Tendean, Sp.And PENDIDIKAN DASAR 0
USULAN PENELITIAN
OKSITOSIN DRIP LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN MISOPROSTOL PER REKTAL DALAM MENINGKATKAN KONTRAKSI RAHIM
PADA PERSALINAN KALA I LAMA
Oleh:
Effendi gunawan
Pembimbing:
Prof. DR. Dr. O.S. Tendean, Sp.And
PENDIDIKAN DASAR
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2013
0
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oksitosin merupakan suatu uterotonika. Penggunaan oksitosin umum digunakan
pada persalinan pervaginam. Oksitosin diberikan pada pasien dengan tujuan memperbaiki
kontraksi uterus dan atau merangsang timbulnya kontraksi uterus. Oksitosin (1 ampul ≈
1ml ≈ 10 IU) digunakan pada induksi persalinan maupun pada kala uri. Tujuan diberikan
oksitosin setelah kala I supaya terjadi kontraksi pada uterus sehingga terjadi induksi
persalinan. Dengan terjadinya kontraksi otot rahim maka akan mempercepat proses
persalinan.1
Dalam penelitian terkini diketahui bahwa misoprostol memiliki efek yang lebih
baik dibandingkan dengan placebo dalam hal menginduksi persalinan. Efek samping
utama yang dilaporkan adalah menggigil dan pireksia walaupun keduanya diketahui
bergantung pada dosis yang diberikan.2
Mengulas dari segi farmakologis, fisiologis dan bukti klinis mengenai
penggunaan oksitosin dan misoprostol untuk induksi persalinan. Pemberian misoprostol
secara oral merupakan cara yang paling cepat namun berkaitan dengan durasi kerja yang
pendek. Pemberian melalui rektal memiliki uptake yang rendah namun dengan waktu
kerja yang panjang. Pemberian secara buccal dan sublingual memiliki intake yang cepat,
durasi kerja yang panjang dan bioavaibilitas total yang paling besar.3
Banyak perdebatan yang masih terjadi mengenai kedua uterotonika tersebut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan perbandingan tentang uterotonika yang lebih
baik dalam menginduksi persalinan kala I.
1
Aktivitas kontraksi rahim (his) mempunyai beberapa ciri sebagai berikut:
1. Saat Hamil
Perubahan perimbangan estrogen dan progesteron menimbulkan kontraksi otot rahim
dengan sifat tidak teratur menyeluruh, tidak nyeri dan berkekuatan 5 mm Hg yang disebut
dengan kontraksi Braxton hicks. Makin tua kehamilan, kontraksi Braxton Hicks makin
sering terjadi sejak umur kehamilan 30 minggu. Kekuatan kontraksi tersebut akan
menjadi kekuatan his dalam persalinan.
2.Kekuatan His kala pertama
Sifat kontraksi otot rahim pada kala pertama adalah:
a. Kontraksi bersifat simetris
b. Fundal dominan, artinya bagian fundus uteri sebagai pusat dan mempunyai kekuatan
yang paling besar.
c. Involunter artinya tidak dapat diatur oleh parturien
d. Intervalnya makin lama makin pendek
e. Kekuatannya makin besar dan pada kala pengusiran diikuti dengan refleks mengejan.
f. Diikuti retraksi artinya panjang otot rahim yang telah berkontraksi tidak akan kembali
kepanjang semula.
g. Setiap kontraksi dimulai dengan pace maker yang terletak sekitar insersi tuba, dengan
arah perjalaran ke daerah serviks uteri dengan kecepatan 2 cm/detik.
h. Kontraksi rahim menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut dan dapat
menjalar kedaerah paha. Distribusi susunan otot rahim ke arah serviks yang semakin
berkurang menyebabkan serviks bersifat pasif, sehingga terjadi peregangan/penipisan,
seolah-olah janin terdorong kearah jalan lahir. Bagian rahim yang berkontraksi dengan
2
yang menipis dapat diraba atau terlihat, tetapi tidak melebihi batas setengah pusat
simfisis.
Pada kala pertama, amplitudo sebesar 40 mm Hg, menyebabkan pembukaan serviks,
interval 3 sampai 4 menit dan lamanya berkisar antara 40 sampai 60 detik. Akhir kala
pertama ditetapkan dengan kriteria yaitu, pembukaan lengkap, ketuban pecah, dan dapat
disertai refleks mengejan.4,5
Persalinan kala I dikatakan memanjang apabila telah berlangsung lebih dari 24 jam
pada primi dan 18 jam pada multi. Sebab kala I memanjang adalah keadaan his,
keadaan jalan lahir, keadaan janin . Akibat kala I memanjang pada janin akan terjadi
trauma, kerusakan hipoksik, asfiksia serta peningkatan mortalitas dan morbiditas
perinatal. Pada ibu mengakibatkan penurunan semangat, kelelahan, infeksi dan resiko
ruptur uterus.5
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut : Apakah Oksitosin drip lebih efektif dibandingkan dengan
Misoprostol per rektal dalam meningkatkan kontraksi rahim pada persalinan kala I lama
di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado?
I.3.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efektivitas Oksitosin drip dibandingkan dengan Misoprostol
per rektal dalam meningkatkan kontraksi rahim pada persalinan kala I lama di RSUP
Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
I.4. Manfaat Penelitian
3
1. Menambah wawasan dan informasi mengenai efektivitas Oksitosin drip
dibandingkan dengan Misoprostol per rektal dalam meningkatkan kontraksi rahim
pada kala I persalinan di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.
2. Dari segi pengabdian masyarakat maka diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi bahwa meningkatkan kontraksi rahim pada kala I
persalinan di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada pasien yang melakukan
persalinan di Bidan atau puskesmas atau senter kesehatan lainnya.
BAB II
4
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Oksitosin
Oksitosin merupakan suatu uterotonika. Maksud pemberian oksitosin adalah
selain untuk memperbaiki his sehingga dapat membuka serviks dapat juga digunakan
untuk menimbulkan kontraksi uterus sehingga induksi persalinan. Satu ciri khas dari
oksitosin adalah hasil pemberiannya akan tampak dalam waktu singkat, sehingga tidak
ada gunanya pemberian oksitosin secara berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin diberikan
dalam beberapa jam saja dan jika tidak ada kemajuan pemberian dihentikan saja.
Kemudian dapat dicoba lagi beberapa jam, kalau tetap tidak ada kemajuan maka
sebaiknya dilakukan seksio sesaria saja. Oksitosin bekerja dengan cara mempengaruhi
arus ion transmembran pada sel-sel otot polos miometrium untuk menyebabkan kontraksi
otot uterus, sehingga pembuluh – pembuluh darah yang berada di miometrium dapat
terjepit dengan adanya kontraksi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan post
partum. Oksitosin biasanya bisa diberikan secara suntikan intra muskuler atau bisa secara
intra vena segera setelah bayi lahir.6.7
2.2 Misoprostol
Prostaglandin adalah asam lemak yang secara alami diproduksi oleh berbagai
jaringan tubuh. Prostaglandin E1 menyebabkan kontraksi miometrium dengan cara
berinteraksi dengan reseptor spesifik pada sel miometrium. Interaksi ini menimbulkan
kaskade proses yang mencakup perubahan pada konsentrasi kalsium yang menimbulkan
kontraksi uterus.4,8
Misoprostol adalah analog dari prostaglandin E1. Dengan berinteraksi pada
reseptor prostaglandin, misoprostol menyebabkan serviks menjadi lunak dan uterus
berkontraksi yang menyebabkan pengeluaran dari isi uterus. Misoprostol relatif tidak
dimetabolisme, sehingga memiliki masa kerja lebih lama. Walaupun analog
prostaglandin lain dapat digunakan bersamaan dengan mifepriston dan metotreksat,
keamanan, biaya yang rendah, ketersediaan dan stabilitas pada suhu ruangan dari
5
misoprostol menyebabkan obat ini lebih disenangi dalam aborsi medisinalis. Misoprostol
digunakan dalam berbagai macam kondisi termasuk pencegahan ulkus lambung.
Misoprostol juga digunakan pada keadaan emergensi obstetrik termasuk induksi
persalinan, pematangan serviks dan aborsi trimester kedua. Misoprostol juga dapat
digunakan pada perdarahan postpartum dan kegagalan kehamilan.9
Misoprostol larut dalam air, cepat diserap dan mengalami deesterifikasi menjadi
bentuk asamnya, yang memiliki aktifitas klinis. Misoprostol pada pemberian oral diserap
dengan t max dari asam misoprostol 12±3 menit dan t1/2 20-40 menit. Terdapat
variabilitas yang besar pada level plasma asam misoprostol pada berbagai penelitian,
namun nilai rata-rata setelah pemberian dosis tunggal menunjukkan hubungan linier
dengan dosis antara 200-400µg. Tidak terdapat akumulasi asam misoprostol pada
penelitian dengan dosis multiple, kadar plasma stabil tercapai dalam 2 hari. Konsentarasi
plasma maksimum dari misoprostol berkurang setelah penggunaan bersama dengan
makanan dan ketersediaan total dari asam misoprostol berkurang dengan penggunaan
antasida.7
Misoprostol dapat diserap baik melalui mukosa vagina maupun mukosa mulut.
Beberapa penemuan mendapatkan bahwa vaskularisasi dari mukosa mulut
memungkinkan absorbsi yang dapat menghindari dari metabolisme hati. Jika
dibandingkan pemberian melalui oral, vaginal dan rectal, didapatkan bahwa pemberian
per vagina menghasilkan kadar misoprostol dalam plasma lebih lama dan memiliki area
dibawah kurva (AUC) pada menit ke 240 lebih besar dibandingkan kedua jalur lainnya (p
< 0,01). Pemberian jalur rektal menghasilkan keadaan yang serupa namun dengan area
dibawah kurva yang jauh lebih sedikit pada menit ke 240. Sedangkan pemberian jalur
oral memiliki kadar plasma yang lebih tinggi dan waktu yang jauh lebih sedikit untuk
mencapai dosis maksimal dibandingkan dengan kedua rute lainnya.10
Penelitian farmakokinetik pada pasien dengan berbagai derajat gangguan renal
menunjukkan penggandaan dari t1/2, Cmax dan AUC dibandingkan keadaan normal,
namun tidak terdapat korelasi yang jelas antara derajat gangguan dengan AUC. Tidak
terdapat penyesuaian dosis rutin pada pasien lanjut usia ataupun pasien dengan gangguan
ginjal, namun dosis dapat dikurangi jika dosis yang umum digunakan tidak dapat
ditoleransi.11
6
Misoprostol memiliki kerja anti sekretoris dan proteksi mukosa. Misoprostol
digunakan dalam perlindungan mukosa lambung pada penggunaan NSAID. Obat ini
menghambat produksi prostaglandin yang mengakibatkan kurangnya sekresi mukus dan
bikarbonat sehingga mengakibatkan kerusakan mukosa pada penggunaan NSAID
tersebut. Misoprostol meningkatkan produksi mukus dan bikarbonat, serta pada dosis
yang diatas 200µg juga berfungsi sebagai antisekretoris.10
Misoprostol merupakan analog prostaglandin dan memiliki reseptor dalam
menjalankan fungsinya. Pada awal kehamilan hanya terdapat sedikit reseptor pada uterus
sehingga membutuhkan dosis yang lebih besar untuk menimbulkan efek yang diinginkan.
Setelah berikatan dengan reseptornya, prostaglandin akan mengakibatkan menurunnya
cAMP pada retikulum endoplasma melalui mediasi protein G, dimana protein G tersebut
akan mengaktifkan fosfolipase C selanjutnya fosfolipase C akan mengaktifkan protein
kinase C dan melepaskan inositol trifosfat. Protein kinase C akan mengaktifkan miosin
sedangkan inositol trifosfat akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi ion Ca dalam
otot, sehingga kedua hal tersebut akan menimbulkan kontraksi otot.9
2.3 Kontraksi Rahim
Seperti diketahui bahwa otot rahim terdiri atas tiga lapis yang teranyam dengan
sempurna yaitu, lapisan otot longitudinal dibagian luar, lapisan otot sirkuler dibagian
dalam, dan lapisan otot menyilang diantara keduanya. Dengan susunan demikian,
pembuluh darah yang terdapat diantara otot rahim akan tertutup rapat saat terjadinya
kontraksi postpartum sehingga menghindari perdarahan. Pada saat inpartu perlu dilakukan
observasi yang seksama karena tertutupnya pembuluh darah mengurangi oksigen ke
peredaran darah retroplasenter, sehingga dapat menimbulkan asfiksia intrauterin. Dengan
demikian pengawasan dan pemeriksaan djj segera setelah kontraksi rahim, terutama pada
kala 2, sangat penting sehingga dengan cepat dapat diketahui terjadinya asfiksia janin.
Kontraksi otot rahim bersifat otonom artinya tidak dapat dikendalikan oleh parturien,
sedangkan serat saraf simpstis dan parasimpatis hanya bersifat koordinasi.
Beberapa sifat kontraksi rahim dijabarkan sebagai berikut:
1.Amplitudo
7
•Kekuatan his diukur dengan mm Hg
• Cepat mencapai puncak dan diikuti relaksasi yang tidak lengkap sehingga kekuatannya
tidak mencapai 0 mm Hg.
• Setelah kontraksi otot rahim mengalami retraksi (teidak kembali kepanjang semula).
2. Frekuensi
• Jumlah terjadinya his selama 10 menit
3.Durasi his
• Lamanya his terjadi pada setiap saat
• Diukur dengan detik
4.Interval His
•Tenggang waktu antara 2 his
5. Kekuatan His
• Perkalian antar amplitudo dengan frekuensi yang ditetapkan dengan satuan Montevideo.
Aktivitas kontraksi rahim (his) mempunyai beberapa ciri sebagai berikut :
1. Saat Hamil
Perubahan perimbangan estrogen dan progesterone menimbulkan kontraksi otot rahim
dengan sifat tidak teratur menyeluruh, tidak nyeri dan berkekuatan 5 mm Hg yang disebut
dengan kontraksi Braxton hicks. Makin tua kehamilan, kontraksi Braxton Hicks makin
sering terjadi sejak umur kehamilan 30 minggu. Kekuatan kontraksi tersebut akan menjadi
kekuatan his dalam persalinan.
2. Kekuatan His kala pertama
Sifat kontraksi otot rahim pada kala pertama adalah:
a. Kontraksi bersifat simetris
b. Fundal dominan, artinya bagian fundus uteri sebagai pusat dan mempunyai kekuatan
yang paling besar.
c. Involunter artinya tidak dapat diatur oleh parturien
d. Intervalnya makin lama makin pendek
e. Kekuatannya makin besar dan pada kala pengusiran diikuti dengan refleks mengejan.
8
f. Diikuti retraksi artinya panjang otot rahim yang telah berkontraksi tidak akan kembali
kepanjang semula.
g. Setiap kontraksi dimulai dengan pace maker yang terletak sekitar insersi tuba, dengan
arah perjalaran ke daerah serviks uteri dengan kecepatan 2 cm/detik.
h. Kontraksi rahim menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut daan dapat
menjalar kedaerah paha. Distribusi susunan otot rahim ke arah serviks yang semakin
berkurang menyebabkan serviks bersifat pasif, sehingga terjadi keregangan/penipisan,
seolah-olah janin terdorong kearah jalan lahir. Bagian rahim yang berkontraksi dengan
yang menipis dapat diraba atau terlihat, tetapi tidak melebihi batas setengah pusat simfisis.
Pada kala pertama, amplitudo sebesar 40 mm Hg, menyebabkan pembukaan serviks,
interval 3 sampai 4 menit dan lamanya berkisar antara 40 sampai 60 detik. Akhir kala
pertama ditetapkan dengan kriteria yaitu, pembukaan lengkap, ketuban pecah, dan dapat
disertai refleks mengejan.
3. Kekuatan His kala kedua (pengusirana)
Kekuatan his pada akhir kala pertama atau permulaan kala dua mempunyai amplitudo 60
mm Hg, interval 3 sampai 4 menit dan durasi berkisar 60 sampai 90 detik.
Kekuatan his dan mengejan dorong janin ke arah bawah dan menimbulkan keregangan
yang bersifat pasif. Kekuatan his menimbulkan putar paksi dalam, penurunan kepala atau
bagian terendah, menekan serviks dimana terdapat fleksus Frankenhauser, sehingga terjadi
reflek mengejan. Kedua kekuatan his dan reflek mengejan makin mendorong bagian
terendah sehingga terjadilah pembukaan pintu, dengan crowning dan penipisan perinium.
Selanjutnya kekuatan his dan refleks mengejan menyebabkan ekspulsi kepala, sehingga
berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, muka dan kepala seluruhnya.
Untuk meningkatkan kekuatan his dan mengejan lebih berhasil guna, posisi parturien
sebagai berikut:
• Badan dilengkungkan sehingga dagu menempel pada dada.
• Tangan merangkul paha sehingga pantat sedikit terangkat yang menyebabkan pekebaran
pintu bawah panggul melalui persedian sacro coccygeus.
• Dengan jalan demikian kepala bayi akan ikut serta membuka diafragma pelvis dan vulva
perenium semakin tipis.
• Sikap ini dikerjakan bersamaan dengan his dan mengejan, sehingga resultante kekuatan
9
menuju jalan lahir.
4. Kekuatan his (kontraksi) rahim pada kala ketiga
Setelah istirahat sekitar 8 sampai 10 menit rahim berkontraksi untuk melepaskan plasenta
dari insersinya, dilapisan Nitabusch. Pelepasan plasenta dapat dimulai dari pnggir atau
dari sentral dan terdorong kebagian bawah rahim. Untuk melahirkan plasenta diperlukan
dorongan ringan secara crede.
5. Kekuatan his pada kala IV
Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitudo sekitar 60 sampai 80
mm Hg, kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat
dan terjadi pembentukan trombus terjadi penghentian pengeluaran darh postpartum.
Kekuatan his dapat diperkuat dengan memberi obat uterotonika. Kontraksi diikuti saat
menyusui bayi bayi sering dirasakan oleh ibu postpartum, karena pengeluaran oksitosin
oleh kelenjar hipofisis posterior.
Pengeluaran oksitisin sangat penting yang berfungsi:
• Merangsang otot plos yang terdapat disekitar alveolus kelenjar mamae, sehingga ASI
dapat dikeluarkan.
• Oksitosin merangsang kontraksi rahim.
• Oksitosin mempercepat involusi rahim.
• Kontraksi otot rahim yang disebabkan oksitisin mengurangi perdarahan postpartum
Dalam batas yang wajar maka rasa sakit postpartum tidak memerlukan pengobatan serta
dapat dibatasi dengan sendirinya.
2.4. Persalinan kala 1 lama
Persalinan kala I dikatakan memanjang apabila telah berlangsung lebih dari 24
jam pada primi dan 18 jam pada multi. kala I fase laten yang memanjang, uterus
cenderung berada pada status hypertonik, ini dapat mengakibatkan kontraksi tidak
adekuat dan hanya ringan (kurang dari 15 mm Hg pada layar monitor), oleh karena itu
kontraksi uterus menjadi tidak efektif.
Fase aktif memanjang apabila kualitas dan durasi kontraksinya bagus tetapi
tiba-tiba yang terjadi dilatasi lemah maka kontraksi menjadi jarang dan lemah serta
10
dilatasi dapat berhenti. Jika ini terjadi dan didukung oleh kontraksi yang hipertonik maka
dapat mengakibatkan rupture membran. Penyebab kala I secara psikologis, yaitu:
ketakutan, kecemasan, kesendirian, stres atau kemarahan yang berlebihan dapat
menyebabkan pembentukan katekolamin (hormon stres) dan menimbulkan
kemajuan persalinan melambat, kelelahan dan putus asa adalah akibat dari prapersalinan
yang panjang. Sebab kala I memanjang adalah keadaan his, keadaan jalan lahir,
keadaan janin, yang sering di jumpai dalam kala I lama yaitu kelainan his. His
yang tidak efisien atau adekuat akan mengakibatkan vasokontriksi plasenta,
dengan adanya gangguan fungsi plasenta akan mengakibatkan suplai O2 ke
janin berkurang serta perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim mengalami
kelainan, selanjutnya dapat mengalami distress janin, maka kesejahteraan janin akan
terganggu. Menurut akibat kala I memanjang pada janin akan terjadi trauma,
kerusakan hipoksik, asfiksia serta peningkatan mortalitas dan morbiditas perinatal. pada
ibu mengakibatkan penurunan semangat, kelelahan, infeksi dan resiko ruptur uterus.
BAB III
11
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
3.2 Hipotesis
Ho : Oksitosin drip tidak lebih efektif dibanding Misoprostol Per rektal dalam
meningkatkan kontraksi rahim pada persalinan kala I lama di RSUP Prof. Dr.
R.D. Kandou Manado
H1 : Oksitosin drip lebih efektif dibanding Misoprostol Per rektal dalam
meningkatkan kontraksi rahim pada kala persalinan kala I lama di RSUP Prof.
Dr. R.D. Kandou
BAB IV
12
SAMPELPersalinan kala I lama di ruang bersalin RSUP Prof. RD. Kandou Manado
Faktor Intrinsik- Umur- Besar Janin- Kadar Hb
Faktor Ekstrinsik- Status Gizi- Pemberian obat-obatan
Oksitosin drip Misoprostol per rektal
Durasi dan frekuensi kontraksi rahim 10” – 50” tiap 2’-9’
POPULASISemua wanita hamil aterm, yang dirawat di ruang bersalin RSUP
Prof. RD. Kandou Manado
P S R
O1
O3
O5
O
M
K
O4
O6
O2
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pretest and post test
controlled group design.
P : Populasi
S : Sampel
R : Random
O1 : durasi kontraksi otot rahim sebelum diberikan oksitosin drip
O2 : durasi kontraksi otot rahim sesudah diberikan oksitosin drip
O3 : durasi kontraksi otot rahim sebelum diberikan misoprostol per rektal
O4 : durasi kontraksi otot rahim sesudah diberikan misoprostol per rektal
13
P S R
O7O9O11
O
M
K
O10O12
O8
O5 : durasi kontraksi otot rahim sebelum diberikan Plasebo
O6 : durasi kontraksi otot rahim sesudah diberikan Plasebo
O7 : Frekuensi kontraksi otot rahim sebelum diberikan oksitosin drip
O8 : Frekuensi kontraksi otot rahim sesudah diberikan oksitosin drip
O9 : Frekuensi kontraksi otot rahim sebelum diberikan misoprostol per rektal
O10 : Frekuensi kontraksi otot rahim sesudah diberikan misoprostol per rektal
O11 : Frekuensi kontraksi otot rahim sebelum diberikan plasebo
O12 : Frekuensi kontraksi otot rahim sesudah diberikan plasebo
O : Pemberian Oksitosin drip
M : Pemberian Misoprostol per rektal
K : Pemberian Plasebo (kontrol)
4.2 Populasi
Populasi penelitian adalah semua wanita hamil aterm yang dirawat di ruang
bersalin RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.
4.3 Sampel
Sampel penelitian ini adalah Persalinan kala I lama di ruang bersalin RSUP Prof. RD.
Kandou Manado dan memenuhi kriteria inklusi serta bersedia mengikuti penelitian ini.
Besar sampel ditentukan menurut rumus infinitive (Tendean, 2012) :
Z2 r2
n = –––––––––– d2
dimana :
14
n : besar sampel
Z: harga standar normal
r : varian populasi
d : penyimpangan yang ditolerir
(4,8)2 (1,976) 2
n = –––––––––––––– (0,05)2
n = 36
4.4. Kriteria Penelitian
4.4.1 Kriteria Inklusi
1. Ibu multigravida hamil aterm yang melakukan persalinan spontan pervaginam
2. Tidak ada komplikasi obstetrik
3. Ibu setuju mengikuti penelitian
4.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Primigravida
2. Gemeli
3. Bekas seksio sesarea
4. Terdapat kelainan jantung, paru
4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kamar Bersalin Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSUP Prof. Dr. R D Kandou, Manado. Waktu penelitian dari bulan Januari 2013
sampai Maret 2013.
15
4.6 Variabel Penelitian
Variabel bebas : oksitosin drip dan misoprostol per rektal
Variabel tergantung : durasi dan frekuensi kontraksi rahim pada kala I
persalinan
4.7 Definisi Operasional
1. Wanita hamil adalah wanita yang terlambat haid dengan tanda-tanda pasti
kehamilan.
2. Multigravida adalah ibu hamil yang pernah hamil pertama kali dengan janin
hidup.
3. Hamil aterm adalah usia kehamilan 37 – 40 minggu, dengan berat janin lebih dari
2500 gram.
4. Usia kehamilan ditentukan berdasarkan rumus Naegele dimana dihitung dari hari
pertama haid terakhir.
5. Durasi dan frekuensi kontraksi otot rahim adalah dimulai dari 10 – 55 detik tiap 2
-9 menit dirasakan teratur, terutama di bagian fundus uteri.
6. Persalinan kala I dikatakan memanjang apabila telah berlangsung lebih dari 24
jam pada primi dan 18 jam pada multi
4.8 Instrumen Penelitian
1. Kuesioner data dasar pasien
2. Lembar persetujuan
3. Dysposible syringe 3 ml
4. Handscoen steril
16
5. Formulir identitas dan persetujuan subjek penelitian
6. Lembar observasi efek perlakuan
4.9. Bahan Penelitian
1. Misoprostol
2. Oksitosin
4.10 Faktor Intrinsik dan Faktor Ekstrinsik
4.10.1 Faktor Intrinsik :
1. Umur
2. Besar janin
3. Kadar Hb
4.10.2 Faktor Ekstrinsik :
1. Status Gizi
2. Pemberian obat-obatan
3. Cara pertolongan persalinan
4.11 Analisa Data
Data pada penelitian ini akan dianalisa dengan menggunakan analisa statistik
parameterik.
4.12 Prosedur Pengambilan Data
1. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian diberikan informasi yang jelas tentang
penelitian ini dan kemudian menandatangani inform consent.
2. Sampel pasien yang memenuhi kriteria inklusi dibagi secara random menjadi 3
kelompok, dimana kelompok 1 mendapat oksitosin intravena kelompok 2
mendapat misoprostol per rektal,, dan kelompok 3 mendapat plasebo.
17
3. Pada waktu kala I persalinan dilakukan pemberian oksitosin intravena atau
pemberian misoprostol per rektal
4. Dilakukan observasi pada ibu primigravida inpartu kala I
5. Hitung durasi dan frekuensi kontraksi rahim di bagian tertipis kulit abdomen
(umbilicus)
6. Pencatatan hasil dan analisa data.
18
BAB V
TEMPAT, WAKTU, DAN CARA PENELITIAN
5.1. Tempat Penelitian
Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan di kamar bersalin Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
5.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian selama 4 bulan mulai November 2012 sampai dengan Februari
2013.
5.3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
KegiatanMinggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Persiapan
Pembuatan usulan penelitian X X
Pembentukan organisasi X
Melatih tenaga penelitian X X
Pengurusan surat-surat X X
Pelaksanaan
Pengumpulan Data X X X X X X X X X X X X
Pengolahan Data X X X
Analisa Data X X X
Penyusunan Laporan X X X
BAB VI
PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
19
6.1 Personalia Penelitian
1. Ketua Penelitian
2. Konsultan
3. Anggota Peneliti
4. Pekerja Lapangan
5. Tenaga Administrasi
6.2 Anggaran Penelitian
1. Honorarium Konsultan Rp. 2.000.000,-
2. Bahan dan Peralatan Penelitian Rp. 5.000.000,-
3. Alat tulis Rp. 200.000,-
4. Biaya analisis dan pembuatan laporan penelitian Rp. 1.500.000,-
5. Biaya lain-lain Rp. 300.000,-
Total Rp. 9.000.000,-
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Setjalikusuma L, Angsar MD. Induksi persalinan; Dalam : Ilmu Bedah kebidanan.
Edisi kedua, Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1991; hal
73-76
2. Setjalikusuma L, Angsar MD. Induksi persalinan; Dalam : Ilmu Bedah kebidanan.
Edisi kedua, Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1991; hal
133-140
3. Mochtar R. Seksio Sesarea. Dalam Lutan G, editor. Sinopsis Obstetri Jilid II,
Jakarta : EGC, 1998. Hal 117-133
4. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD; Dystocia; Dalam Obstetri patologi
Bandung; penerbit Elstar Offset, 1984, hal.154-157
5. Cunningham FG, Gant NF et al; Obstetri Williams; edisi 21; Distosia Persalinan
Abnormal dan Disproporsi Fetopelvik; 2006; hal 476-492
6. Harry Oxorn; Kerja Uterus Yang Normal dan Abnormal; Dalam Ilmu Kebidanan;
Patologi dan Fisiologi Persalinan Human Labor and Birth; Penerbit Yayasan
Essentia Medica, 1996, Hal 537-541
7. Tim Pengajar Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT; Pedoman Diagnosis dan
Terapi Obstetri dan Ginekologi; Manado; Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi
FK UNSRAT, 1996
8. Derek G. Waller, Andrew G. Renwick, Keith Hillier; Medical Pharmacology and
Therapeutics; Saunders, Toronto 2001; P.437
9. Sulistia G. Ganiswarna; Farmakologi dan Therapy Edisi 4; Bagian Farmakologi
FK UI Jakarta; Tahun 2003; Hal.404-409
10. Abdel-Aleem H El-Nashar I, Abdel-Aleem A. Management of severe postpartum
hemorrhage with misoprostol. Int J Gynecol Obstet 2001; 72:75-6
11. Adekanmi OA, Purmessur S, Edwards G, Barrington JW. Intrauterine
Misoprostol for the treatment of severe recurrent atonic secondary postpartum
hemorrhage. Br J Obstet Gynecol 2001; 108:541-5
21