Page 1
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
36
RANCANG BANGUN PENGENDALI TEGANGAN BATERAI
PADA MOBIL LISTRIK
Adi Saputro1, Sigit Joko Purnomo 2, A. Noorsetyo H.D.3
1,2,3Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tidar
[email protected] , [email protected] , [email protected]
Abstrak
Sistem kontrol pengendali tegangan baterai bertujuan untuk mengendalikan aktifnya alternator saat
pengisian baterai. Rancang bangun dilakukan dengan metode kontrol pengisian baterai menggunakan
mikrokontroller ATMega 2560 dan menggunakan 4 sensor tegangan DC untuk mengetahui setiap nilai
tegangan baterai. Data empiris setiap sensor dihitung menggunakan mikrokontroller ATMega 2560
menjadi nilai tegangan data terproses guna menentukan aktifnya relay (aktuator) untuk mengaktifkan
alternator. Pengujian dilakukan dengan menghitung nilai ketepatan pengukuran tegangan setiap sensor
dengan mengambil setiap kesalahan pembacaan pengukuran dan menguji aktifnya relay terhadap variasi
tegangan secara elektrikal maupun secara mekanikal. Hasil pengujian diperoleh ketepatan pengukuran
tegangan sebesar 98.86% (M1) dan 99.01% (M2), sedang relay (aktuator) aktif tepat pada tegangan
dibawah 48V dengan variasi tegangan tanpa beban maupun dengan beban listrik.
Kata Kunci: aktuator, mikrokontroller ATMega2560, mobil listrik, pengisian baterai, sensor
tegangan
Abstract
The battery voltage control control system aims to control the active alternator when charging the
battery. The design is carried out with the battery charging control method using ATMega 2560
microcontroller and uses 4 DC voltage sensors to determine each battery voltage value. Empirical data
for each sensor is calculated using an ATMega 2560 microcontroller to be the processed data voltage
value to determine the active relay (actuator) to activate the alternator. The test is done by calculating
the accuracy value of the voltage measurement of each sensor by taking every error reading the
measurement and testing the relay's active electrical or mechanical voltage variations. The test results
obtained voltage measurement accuracy of 98.86% (M1) and 99.01% (M2), while the relay (actuator)
is active at a voltage below 48V with no voltage variation or electrical load.
Keywords: actuator, microcontroller ATMega2560, electrical vehicle, battery charging,
voltage sensor
PENDAHULUAN
Mobil merupakan alat transportasi
manusia di jalan raya, saat ini kebanyakan
menggunakan penggerak mesin
pembakaran dalam (internal combustion
engine) yang mengeluarkan emisi gas
buang sehingga berpotensi menimbulkan
polusi udara, oleh karena itu mobil dengan
motor pembakaran dalam ini banyak
menggunakan bahan bakar minyak (BBM)
dan menghasilkan polusi udara.
Pemerintah indonesia melalui
kementerian energi dan sumber daya
mineral (ESDM) menunjukkan data
konsumsi bahan bakar minyak (BBM)
sektor transportasi yang menyatakan
bahwa “Pemakaian BBM jenis gasoline
terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Dibandingkan tahun 2010,
konsumsi gasoline di sektor transportasi
mengalami peningkatan 11,93% dari 23,1
juta kilo liter (KL) menjadi 25,94 juta KL”.
Disamping itu, persediaan cadangan BBM
semakin menipis, padahal sektor
transportasi merupakan pengguna BBM
terbesar (ESDM, 2012).
Sektor transportasi masih menjadi
sektor pengguna BBM terbesar di
Page 2
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
37
bandingkan dengan sektor-sektor lainnya
seperti industri, dan pembangkit listrik.
Penggunaan BBM di sektor transportasi
mencapai 65%, pembangkit listrik 16%,
industri 10%, rumah tangga 2%, komersial
1%, dan sektor lainnya 6%, dari total
kebutuhan BBM pada tahun 2011 yang
mencapai 70,89 juta KL. Dibandingkan
tahun 2010, jumlah tersebut mengalami
peningkatan 4,04% dari sebelumnya 68,14
juta KL (ESDM, 2012). Peningkatan
kebutuhan BBM tertinggi terjadi pada
sektor transportasi, hal ini disebabkan
karena peningkatan jumlah kendaraan
yang cukup tinggi, peningkatan mobilitas
perjalanan karena jarak tempat tinggal
yang semakin menjauh dari tempat kerja,
kemacetan yang semakin padat, ditambah
harga BBM yang cenderung masih murah.
Peningkatan penggunaan BBM juga
terjadi untuk sektor pembangkit akibat
masih adanya beberapa pembangkit yang
seharusnya menggunakan gas masih
kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar
gas sehingga terpaksa masih menggunakan
BBM. Mengingat hal itu, kebijakan
pemerintah tentang penghematan
penggunaan BBM pada sektor transportasi,
merupakan pendorong utama untuk
pengembangan alat transportasi yang
hemat BBM dan ramah lingkungan. Hal ini
sesuai Undang-undang No.30 tahun 2007
tentang energi. Oleh karena itu, mobil
listrik yang menggunakan motor elektrik
sebagai tenaga penggerak utama untuk
dikembangkan menggantikan mobil BBM
sangat efektif.
Sumber energi mobil listrik
menggunakan baterai sebagai energi
utamanya, baterai yang digunakan seperti
baterai Pb-Acid, NiCd, Na-S, NiMH, Ni-
Fe, Zn-Br dan lain-lain yang digunakan
untuk memberi energi listrik ke motor
penggerak. Kelemahan baterai adalah
mempunyai ampere jam (Ah) yang terbatas
yaitu berapa ampere arus yang dikeluarkan
oleh baterai dalam setiap jam. Untuk
menjaga keandalan sumber energi dari
baterai, diperlukan pemilihan jenis baterai
yang sesuai untuk mobil listrik dan sistem
pengisian baterai (charging system) yang
handal.
Dari segi kekurangan dalam
penggunaan mobil listrik adalah masih
sedikitya stasiun pengisian untuk mobil
listrik, ditambah lagi ketakutan pengendara
akan habisnya isi baterai mobil sebelum
mereka sampai di tujuan. Beberapa
pemerintah di beberapa negara di dunia
telah menerbitkan beberapa insentif dan
aturan untuk menanggulangi masalah ini,
yang tujuannya untuk meningkatkan
penjualan mobil listrik dan membiayai
pengembangan teknologi mobil listrik
sehingga harga baterai dan komponen
mobil listrik bisa semakin efisien.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian mengenai pengendali
tegangan baterai juga telah dilakukan oleh
Alex Mashinsky (2007), meneliti tentang
sebuah metode dan sistem untuk distribusi
tenaga yang efisien untuk daya nirkabel
dan distribusi untuk menyediakan
perangkat listrik, seperti kendaraan dengan
cara mengumpulkan dan menggunakan
secara terus menerus tanpa kabel. Sistem
dan metode hibrida yang disederhanakan
dengan cara yang lebih murah untuk
mengisi perangkat, seperti kendaraan.
Sehingga perangkat terus beroperasi saat
pengisian atau pengisian ulang.
Fuad (2015), meneliti tentang
optimalisasi rancang bangun mobil listrik
sebagai bagian solusi alternatif krisis
energi dunia. Penelitiannya membahas
rancangan mobil listrik yang optimal
meliputi rangka, bodi, sistem pengisian,
dan sistem penggerak.
Kwok-Leung Tsui (2011), meneliti
tentang optimalisasi penggunaan sistem
manajemen baterai di kendaraan listrik dan
hibrid. Penelitiannya mengenai klarifikasi
baterai dalam penggunaan kendaraan
listrik seperti EVs (Electric Vehicles) dan
HEVs (Hibrid Electric Vehicles), peneliti
menyimpulkan bahwa terdapat reaksi
Page 3
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
38
kimia dalam baterai yang tunduk pada
kondisi pengoperasian, dan karenanya
dibuatlah suatu sistem agar mengendalikan
kondisi baterai saat charger dan discharger.
Poernomo, dkk. (2012), meneliti
tentang pengaruh alternator terhadap daya
pada rancang bangun mobil listrik
TMUG01. Tujuan penelitiannya yaitu
perancangan dan pembuatan mobil listrik
TMUG01 menggunakan motor listrik arus
searah (DC) dan alternator. Batasan
perancangan yaitu beban pengemudi,
kecepatan maksimum dan lokasi
pemakaian. Tahap proses perancangan
adalah desain bentuk dan dimensi bodi
mobil, sistem kemudi, sistem suspensi,
sistem transmisi serta material yang
digunakan. Mesin penggerak motor listrik
DC 48V 30A, sumber energi 6
accumulator 12V 50A dirangkai 3 seri dan
3 paralel serta alternator 12V 45A. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan alternator pada mobil listrik
TMUG01 dapat meningkatkan daya
sehingga jarak tempuh lebih jauh dan
waktu pemakaian yang dapat lebih lama
dibandingkan sebelum menggunakan
alternator.
Rohmat (2015), meneliti tentang
rancang bangun sistem pengisian baterai
cutoff. Penelitiannya menggunakan
rectifier, buck converter, mikrokontroller
ATmega16, sensor arus, dan sensor
tegangan. Salah satu rangkaian rectifier
digunakan untuk menyearahkan tegangan
AC 220 V/50 Hz yang sudah diturunkan
dengan trafo regulator. Rectifier sendiri
menggunakan dioda 6A dan kapasitor
sebesar 30.000 uF sebagai filter. Kemudian
untuk rangkaian buck converter
menggunakan frekuensi 31 KHz, induktor
0.8 mH, dan kapasitor 80.6uF dengan
tegangan input 80 V. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa self recharging
sistem pengisian baterai dapat dilakukan
dengan metode pengisian arus konstan dan
tegangan konstan.
METODOLOGI
Penelitian ini dimulai dengan
membuat alat kendali tegangan baterai
yang disusun berdasarkan tujuan utama
pembuatan alat, yaitu membuat alat sistem
kendali untuk mengontrol aktifnya
aktuator atau relay terhadap tegangan
baterai untuk mengalirkan tegangan ke
terminal F alternator serta mekanisme
pengisian sendiri (self-recharging) pada
mobil listrik. Diagram alir pengerjaan
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir pengerjaan
Setelah dilakukan perencanaan
pengerjaan, selanjutnya melakukan proses
perancangan software seperti desain
sistem, rangkaian sistem, dan diagram alir
sistem. Setiap langkah pembuatan desain
software akan sangat penting dalam
pembuatan sistem kendali, karena desain
software merupakan cikal bakal sistem
kendali yang akan dibuat. Adapun
langkah-langkah pertama yang dilakukan
adalah membuat metode “tiga kotak”.
Gambar 2 menunjukkan metode “tiga
kotak” yang digunakan.
Gambar 2. Metode “tiga kotak”
Page 4
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
39
Dengan berpegang pada tiga kotak
diatas, perancangan akan lebih terarah
dalam menyelesaikan suatu proyek sistem
kendali. Kotak (‘Input’) merupakan daftar
‘modal’ dalam suatu sistem. Dalam proyek
instrumentasi, ‘modal’ adalah berupa input
parameter lingkungan. Kotak (‘Output’)
yang merupakan tujuan akhir dari suatu
sistem. Dan yang terakhir, kotak (‘Desain
Sistem’) yang pada awalnya belum tahu
apa isinya, langkah berikutnya akan
menjelaskan pembuatan sistem yang
merupakan sebuah solusi bagaimana
mencapai kotak (‘output’) dengan
menggunakan ‘modal’ pada kotak
pertama.
Selanjutnya mendefinisikan input dan
output suatu sistem kendali yang akan
digunakan untuk menunjukkan bahwa
‘modal’ sistem yang akan dibuat adalah
‘nilai tegangan baterai’ dan ‘tujuan akhir’
sistem adalah mengendalikan tegangan
baterai dengan nilai tegangan konstan 48
volt DC. Gambar 3 menunjukkan input dan
ouput yang digunakan.
Gambar 3. Input dan output sistem
Setelah mendefinisikan parameter
input dan output, selanjutnya
mendefinisikan detail desain sistem yang
akan dibuat, sehingga kemungkinan proses
yang dilakukan tidak berhenti di langkah
selanjutnya. Gambar 4 menunjukkan detail
desain sistem.
Gambar 4. Detail desain sistem
Berdasarkan tujuan sistem kendali
yang dibuat yakni tercapainya nilai
tegangan untuk baterai charge maupun
discharger dan parameter tegangan
sebagai informasi ‘modal’, maka
disusunlah diagram alir software untuk
menangani perakitan hardware yang
ditunjukkan pada gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir sistem kendali
Berdasarkan gambar sistem desain
dan diagram alir diatas, kemudian
dikembangkanlah menjadi software
pemrograman microcontroller
menggunakan software arduino IDE yang
dituliskan menggunakan bahasa C++.
Proses berikutnya yaitu membuat
rancangan perangkat keras atau komponen
kelistrikkan dan mempersiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan, serta cara
instalasi setiap komponen. Pemeriksaan
setiap komponen diperlukan untuk
mengetahui kondisi komponen sebelum
dipasang. Ketika alat dan bahan sudah
dipersiapkan, maka siap untuk dilakukan
perakitan komponen dan proses pengujian.
Gambar 6 menunjukkan wiring
kelistrikkan sistem yang akan dibuat.
Perancangan instalasi komponen
sangat penting dalam membangun sistem
kendali self recharging, mulai dari
pemilihan komponen yang akan
digunakan, fungsi setiap komponen, serta
wiring diagram untuk memudahkan proses
instalasi komponen secara benar dan sesuai
dengan rancangan sebelumnya. Gambar 7
menunjukkan blok diagram sistem yang
akan dibuat.
Page 5
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
40
Gambar 6. Wiring diagram sistem
Gambar 7. Blok diagram sistem
Setelah mengetahui wiring sistem
kelistrikan serta blok diagram sistem yang
akan dibangun, selanjutnya
mempersiapkan, memeriksa, serta
memasang setiap komponen kelistrikkan.
Gambar 8 menunjukkan pemeriksaan
terhadap salah satu komponen.
Gambar 8. Pemeriksaan komponen
Proses berikutnya yaitu, memasang
setiap komponen kelistrikan sesuai dengan
desain sistem yang dibuat. Gambar 9
menunjukkan pemasangan komponen
mikrokontroller dengan sensor tegangan
yang fungsinya untuk membaca nilai
tegangan , setelah sensor voltage membaca
nilai tegangan maka sensor tersebut akan
mengirim data logger ke kontroller.
Kontroller sendiri menggunakan
mikrokontroller sebagai unit
pengendalinya. Adapun pemasangan
instalasi sensor dengan mikrokontroller
dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Pemasangan sensor tegangan
12C dan LCD display sebagai salah satu
komponen komunikasi antara mikrokontroller
dengan pengguna. LCD display akan
menunjukkan hasil nilai yang sudah dibaca
oleh sensor kepada pengguna menggunakan
tampilan display. Gambar 10 menunjukkan
pemasangan instalasi modul 12C dan LCD
display.
Gambar 10. Instalasi I2C dan LCD
display
Instalasi selanjutnya adalah merakit
modul relay sebagai modul aktuator yang
fungsinya untuk melaksanakan perintah
oleh mikrokontroller untuk
menghubungkan dan memutuskan arus ke
terminal F alternator. Gambar 11
Page 6
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
41
menunjukkan pemasangan instalasi modul
relay.
Gambar 11. Instalasi modul relay
Guna mengetahui data tegangan yang
telah dibaca oleh sistem kendali, maka
sistem dibekali dengan memori eksternal.
Memori eksternal tersebut menggunakan
SD card module sebagai modul
komunikasi yang fungsinya untuk
membaca , menulis, sekaligus menyimpan
data logger yang terekam oleh
mikrokontroller selama sistem kendali
menyala dan bekerja. Gambar 12
menunjukkan pemasangan instalasi SD
card modul.
Gambar 12. Instalasi SD card modul
Alat kendali tegangan baterai
dilengkapi dengan lampu indikator
charging (pengisian), yang berguna untuk
memberitahukan kepada operator atau
pengguna bahwa sistem pengisian sedang
berlangsung atau tidak. Lampu indikator
ini menggunakan lampu LED yang sudah
terintegrasi dengan program
mikrokontroller, pemasangan pin LED
juga harus sesuai dengan pin yang sudah
diprogram dengan software. Gambar 13
menunjukkan pemasangan instalasi lampu
indikator pengisian.
Gambar 13. Instalasi lampu indikator
pengisian
Tak hanya lampu indikator pengisian
saja, namun lampu indikator sensor dan
buzzer juga digunakan untuk melengkapi
sistem kendali tegangan baterai. Lampu
indikator sensor berfungsi untuk
memberitahukan kepada pengguna bahwa
sensor bekerja dengan baik. Lampu
indikator sensor akan berkedip kedip
sesuai dengan jeda pembacaan sensor yang
telah bekerja, begitu pula buzzer akan
timbul suara beep-beep yang artinya sensor
dan aktuator sedang bekerja. Lampu
indikator sensor menggunakan lampu
LED, pemasangan pin LED dan buzzer
disesuaikan dengan pin yang sudah
diprogram menggunakan software
sebelumnya. Gambar 14 menunjukkan
pemasangan instalasi lampu indikator
sensor dan buzzer.
Gambar 14. Instalasi indikator sensor dan
buzzer
Terakhir, memasang catu daya atau
power supply. Catu daya adalah piranti
yang berguna sebagai sumber listrik.
Pemasangan catu daya berfungsi untuk
mengaktifkan sekaligus memberikan
sumber listrik utama ke mikrokontroller.
Mikrokontroller memiliki 2 pilihan untuk
mengaktifkannya, pertama menggunakan
catu daya kabel USB pemrograman dan
Page 7
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
42
yang kedua yaitu catu daya eksternal (
Rekomendasi 7 – 12 Volt DC ) dari baterai.
Gambar 15 menunjukkan instalasi catu
daya (power supply).
Gambar 15. Instalasi catu daya (power
supply)
Proses selanjutnya yaitu pengujian
alat, proses pengujian ini dilakukan untuk,
mengetahui ketepatan pengukuran nilai
tegangan (beda potensial) pengendali
tegangan baterai dengan alat ukur yang
sudah ada, serta mengetahui aktifnya relay
yang terhubung dengan terminal F
alternator terhadap tegangan positif baterai
menggunakan beban listrik (secara
mekanikal) maupun tanpa beban (secara
elektrikal).
Pengujian kalibrasi alat dilakukan
guna mengetahui kendali mutu alat ukur
yang baik, maka perlu memastikan kinerja
dan akurasi dari alat ukur tersebut agar
nilai yang diukur akurat dan sesuai dengan
standar yang ada. Pengujian ini untuk
mengetahui hasil kalibrasi alat yang sudah
dibuat dengan alat ukur yang sudah ada.
Pengujian kalibrasi menggunakan alat
ukur clampmeter dan multitester guna
membandingkan nilai beda potensial
(tegangan) dengan alat sistem kendali
pengendali tegangan baterau yang sudah
dibuat. Adapun langkah-langkah
melakukan pengujian kalibrasi alat adalah
sebagai berikut:
a. menyiapkan alat pengendali tegangan
baterai yang sudah dibuat, baterai 12V
20Ah, clampmeter, dan multitester
digital;
b. melakukan pengukuran nilai tegangan
dengan alat pengendali tegangan
baterai yang sudah dibuat. Gambar 16
menunjukkan cara pengukuraan nilai
tegangan dengan alat kendali;
Gambar 16. Pengukuran nilai tegangan
dengan alat kendali
c. melakukan pengukuran nilai tegangan
baterai dengan alat ukur clampmeter;
Gambar 17. Pengukuran tegangan dengan
clampmeter
d. melakukan pengukuran nilai tegangan
baterai dengan alat ukur multitester
digital.
Gambar 18. Pengukuran tegangan dengan
multitester digital
Pengujian relay terhadap variasi
tegangan berguna untuk mengetahui arus
listrik dari positif baterai 12 volt mengalir
melalui terminal 30 dan terminal 87 pada
relay untuk menghubungkan arus beban ke
terminal F alternator. Pengujian ini
dilakukan menggunakan clampmeter
untuk mengetahui terhubung tidaknya
antara terminal 30 dan 87 dengan
memeriksa hambatan kedua terminal
tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan
masukan nilai tegangan 47.00V, 47.40V,
47.80V, 48.00V, 48.20V, 48.60V, dan
Page 8
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
43
49.00V untuk dibaca oleh sensor tegangan.
Variasi tegangan tersebut berguna untuk
mengetahui aktifnya relay untuk
mengalirkan arus listrik ke terminal F
alternator. Gambar 19 menunjukkan
pengujian relay terhadap variasi tegangan
pada baterai 12V 20Ah.
Gambar 19. Pengujian relay terhadap
variasi tegangan pada baterai 12V 20Ah
Pengujian diatas menggunakan
modul DC converter guna mengatur variasi
tegangan untuk dibaca oleh sensor
tegangan. Variasi tegangan dapat dirubah
dengan cara memutarkan potensiometer di
modul DC converter dengan obeng minus.
Pengujian ini dilakukan pada 2 jenis
kapasitas baterai yang berbeda, yaitu
baterai 12V 20Ah dan 12V 50Ah. Gambar
20 menunjukkan pengujian relay terhadap
variasi tegangan pada baterai 12V 50Ah.
Gambar 20. Pengujian relay terhadap
variasi tegangan pada baterai 12V 50Ah
Pengujian relay terhadap perubahan
tegangan baterai dengan beban hampir
sama dengan pengujian kedua, yang
berguna untuk mengetahui arus listrik dari
positif baterai 12 volt mengalir melalui
terminal 30 dan terminal 87 pada relay.
Tetapi perubahan nilai tegangan baterai
berdasarkan penggunaan beban yang
bekerja secara mekanikal. Pengujian ini
dilakukan menggunakan motor wiper
sebagai beban penggunaan baterai dan
clampmeter untuk mengetahui terhubung
tidaknya antara terminal 30 dan 87 dengan
memeriksa hambatan kedua terminal
tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan
mode high dan low pada motor wiper.
Mode high dan low tersebut berguna untuk
membedakan perubahan penurunan
tegangan baterai dan waktu aktifnya relay.
Gambar 21 menunjukkan pengujian relay
menggunakan beban motor wiper.
Gambar 21. Pengujian relay
menggunakan motor wiper
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menjelaskan hasil uji kalibrasi
yang diperoleh. Hasil uji kalibrasi alat
kendali pengendali tegangan baterai pada
mobil listrik menggunakan alat ukur
clampmeter dan multitester digital,
pengujian dilakukan dengan nilai tegangan
satu baterai saja.
Tabel 1. Hasil Uji Kalibrasi
Tabel 2 menjelaskan hasil uji relay
terhadap variasi tegangan baterai 12V
20Ah, dan Tabel 3 menjelaskan hasil uji
relay terhadap variasi tegangan baterai
12V 50Ah.
Page 9
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
44
Tabel 2. Hasil Uji Relay Pada Baterai 12V
20Ah
Tabel 3. Hasil Uji Relay Pada Baterai 12V
50Ah
Tabel 4 menjelaskan hasil uji daya
listrik komponen, dan Tabel 5 menjelaskan
hasil pengujian menggunakan motor wiper
selama 5 menit.
Tabel 4. Hasil Uji Daya Listrik
Tabel 5. Hasil Pengujian Dengan Beban
Motor Wiper
Gambar 2 menunjukkan hubungan
antara nilai kesalahan dengan tegangan
baterai, nilai kesalahan terkecil berada
pada pengukuran kalibrasi pertama yaitu
saat mengukur tegangan 1 baterai dengan 1
sensor voltage yang memiliki nilai
kesalahan 0,03 (M1) dan 0,01 (M2),
dengan kondisi tersebut sensor masih
berada pada toleransi penyimpangan ± 0,1.
Sedangkan pada saat pengukuran kedua
yang menggunakan 1 buah baterai dengan
2 buah sensor tegangan dan pengukuran
ketiga yang menggunakan 3 buah sensor,
memiliki nilai kesalahan tertinggi dari 4
pengukuran yang di uji, yaitu 0,62 (M1)
dan 0,57 (M2).
Gambar 3 dan Gambar 4
menunjukkan hubungan antara perubahan
terminal relay 30 dan 87 dengan tegangan
baterai jenis 12V 20Ah dan 12V 50Ah
terhadap variasi tegangan baterai 47.00V,
47.40V, 47.80V, 48.00V, 48.20V, 48.60V,
dan 49.00V mengalami perubahan aktifnya
relay, saat kondisi tegangan baterai terbaca
47.00V, 47.40V, 47.80V, dan 48.00V
terminal relay 30 dan 87 terhubung, maka
arus listrik mengalir ke terminal F
alternator, sebaliknya pada saat kondisi
tegangan baterai terbaca 48.20V, 48.60V,
dan 49.00V terminal relay 30 dan 87 tidak
terhubung, akibatnya arus listrik tidak
mengalir ke terminal F alternator. Kondisi
tersebut berlaku saat uji relay dengan
baterai 12V 20Ah dan 12V 50Ah.
Gambar 2. Hubungan nilai kesalahan
dengan tegangan baterai
Gambar 3. Grafik hubungan aktifnya
relay dan tegangan baterai jenis 12V
20Ah
Gambar 4. Grafik hubungan aktifnya
relay dan tegangan baterai 12V 50Ah
Page 10
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
45
Gambar 5 dan Gambar 6
menunjukkan grafik hubungan nilai
tegangan baterai yang mengalami
penurunan tegangan karena beban listrik
yang digunakan berdasarkan lamanya
waktu (menit). Gambar 25 menunjukkan
grafik penurunan tegangan baterai
terhadap beban motor wiper mode “high”,
dan Gambar 26 menunjukkan grafik
penurunan tegangan baterai terhadap
beban motor wiper mode “low”.
Gambar 5. Grafik penurunan tegangan
baterai dengan mode high motor wiper
Gambar 6. Grafik penurunan tegangan
baterai dengan mode low motor wiper
KESIMPULAN
Dari hasil pengujian dan pengolahan
data yang telah dilakukan, penulis
menyimpulkan:
1. Pembuatan alat pengendali tegangan
baterai mobil listrik yang
menggunakan sensor tegangan untuk
membaca nilai tegangan merupakan
keputusan yang tepat, akan tetapi
penerapannya kurang efektif jika
sensor tegangan lebih dari satu sensor
untuk satu keputusan atau perintah.
2. Dari uji yang dilakukan menghasilkan
nilai persentase ketepatan yang belum
100% tepat, penyebab nilai persentase
ketepatan ditandai dengan nilai
kesalahan pengukuran dan pergeseran
nilai yang ada. Nilai kesalahan ini
disebabkan oleh penyimpangan
pengukuran pada alat ukur, salah satu
sensor voltage yang digunakan pada
alat kendali tegangan baterai memiliki
perbedaan nilai masukkan analog to
digital convertion (ADC), hal ini
mempengaruhi perhitungan data
terproses yang nantinya digunakan
sebagai nilai penentuan perintah
aktifnya relay.
3. Dibandingkan dengan regulator
tegangan pada alternator, kelebihan
alat kendali tegangan ini dapat
membaca tegangan 4 baterai daripada
regulator tegangan yang hanya
membaca tegangan 1 baterai saja untuk
mengaktifkan relay guna mengalirkan
arus listrik ke terminal F alternator.
4. Uji relay terhadap variasi tegangan
sebagai nilai masukkan yang dilakukan
menggunakan 2 jenis baterai berbeda,
yaitu baterai 12V 20Ah dan 12V 50 Ah
menunjukkan hasil yang sama terhadap
perubahan aktifnya relay.
5. Perbedaan jika menggunakan baterai
12V 20Ah dan 12V 50Ah dengan alat
pengendali tegangan baterai terletak
pada waktu lamanya proses pengisian.
Baterai 12V 20Ah lebih cepat jika
dilakukan pengisian baterai sampai
penuh daripada baterai 12V 50Ah yang
membutuhkan waktu agak lama untuk
proses pengisian baterai sampai penuh.
6. Dibandingkan dengan regulator
tegangan alternator yang hanya dapat
menentukan tegangan keluaran
alternator pada 13,5 - 14,5 volt untuk
mengirimkan arus ke rotor koil guna
menciptakan medan magnet, alat
kendali tegangan ini dapat menentukan
tegangan keluaran alternator dengan
batas 48 - 60 volt sesuai dengan
kebutuhan tegangan pada baterai.
Page 11
RIDTEM (Riset Diploma Teknik Mesin) Volume I, Nomor 2, Tahun 2018
46
7. Uji relay terhadap perubahan nilai
tegangan yang disebabkan oleh
penggunaan energi listrik (beban) pada
motor wiper mode high lebih cepat
aktifnya, daripada menggunakan beban
motor wiper mode low.
8. Hal itu juga dapat dilihat dari besarnya
arus listrik yang digunakan saat
pengujian. Saat pengujian
menggunakan beban motor wiper
mode high memiliki 5 ampere,
sedangkan pada mode low memiliki
2,4 ampere.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, D. 2014. Pemodelan Baterai Pada
Mobil Listrik Nasional Menggunakan
Metode Adaptif. Jurnal Teknik
Elektro. Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, Vol.4 No.1.
Buntarto. 2015. Sistem Kelistrikan Pada
Mobil. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.
Daryanto. 2006. Pengetahuan Baterai
Mobil. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Daryanto. 2006. Reparasi Sistem
Kelistrikan Mobil. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Daryanto. 2014. Konsep Dasar Teknik
Elektronika Kelistrikan. Bandung:
CV. Alfabeta
ESDM. 2012. Kajian Supply Demand
Energy. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian
ESDM.
Happyanto, D. 2014. Teknik Kendali
Motor Induksi Tiga Fasa.
Surabaya: Graha Ilmu.
Khoirul, Rohmat. 2015. Rancang Bangun
Sistem Pengisi Baterai Mobil Listrik
Berbasis Mikrokontroller Atmega16.
Skripsi Teknik Elektro. Fakultas
Teknik Universitas Jember.
Kristanto, Philip. 2015. Sistem Kelistrikan
Otomotif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Manshisky, Alex. 2014. Self - Charging
Electric Vehicles and Aircraft, and
Wireless Energy Distribution System.
Publikasi United States Patent.
Pandiangan. 2007. Ketidakpastian dan
Pengukuran. Modul Program Studi
Pendidikan Fisika. Universitas
Terbuka.
Poernomo, dkk. 2012. Pengaruh Alternator
Terhadap Daya Pada Rancang Bangun
Mobil Listrik TMUG01 (Effect of
Alternator to Power in Design of
Electric Car TMUG01). Jurnal
Teknik Mesin. Fakultas Teknologi
Industri Universitas Gunadarma,
Vol.3 No.2.
Purnomo, Sigit J., dkk. 2017. Uji
Eksperimental Kinerja Mobil Listrik.
Publikasi Prosiding Sinatif di
Universitas Muria Kudus.
Saptaji, H. 2015. Mudah Belajar
Mikrokontroller dengan Arduino .
Bandung: Widya Media.
Sayuthi, M. 2012. Pengukuran Teknik.
Yogyakarta: Graha ilmu.
Sigit, R. 2007. Robotika, Sensor, &
Aktuator. Yogyakarta: Graha ilmu.
Sukandarrumidi. 2015. Energi
Terbarukan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Tsui, K. 2011. Battery Management
Systems in Electric and Hybrid
Vehicles. Jurnal Department of
Systems Engineering and
Engineering Management, City
University of Hong Kong,
China, ISSN 1996-1073.
Zainuri, Fuad. 2015. Optimalisasi Rancang
Bangun Mobil Listrik Sebuah Studi
Kendaraan Hemat Energi Sebagai
Bagian Solusi Alternatif Krisis Energi
Dunia. Jurnal Teknik Mesin. Fakultas
Teknik Politeknik Negeri Jakarta,
Vol. 14 No. 3.