Top Banner
350

RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

Nov 15, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia
Page 2: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia
Page 3: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

RAJAWALI PERSDivisi Buku Perguruan TinggiPT RajaGrafindo Persada

D E P O K

Page 4: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Ishaq Pengantar Hukum Indonesia (PHI) /Ishaq —Ed. 1—Cet. 5.—Depok: Rajawali Pers, 2018. xii, 338 hlm., 24 cm Bibliografi: hlm. 327 ISBN 978-979-769-742-6

1. Hukum -- Indonesia. I. Judul. 340.095 98

Hak cipta 2014, pada Penulis

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit

2014.1404 RAJDr. H. Ishaq, S.H., M.HumDr. H. Efendi, S.H., M.Si (Editor)PENGANTAR HUKUM INDONESIA (PHI)

Cetakan ke-4, Mei 2017Cetakan ke-5, September 2018

Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Depok

Desain cover oleh [email protected]

Dicetak di Fajar Interpratama Mandiri

PT RAJAGRAfInDo PERSADA

Anggota IKAPI

Kantor Pusat: Jl. Raya Leuwinanggung, No.112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Kota Depok 16956Tel/Fax : (021) 84311162 – (021) 84311163 E-mail : [email protected] http: // www.rajagrafindo.co.id

Perwakilan:Jakarta-16956 Jl. Raya Leuwinanggung No. 112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Depok, Telp. (021) 84311162. Bandung-40243, Jl. H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi, Telp. 022-5206202. Yogyakarta-Perum. Pondok Soragan Indah Blok A1, Jl. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Telp. 0274-625093. Surabaya-60118, Jl. Rungkut Harapan Blok A No. 09, Telp. 031-8700819. Palembang-30137, Jl. Macan Kumbang III No. 10/4459 RT 78 Kel. Demang Lebar Daun, Telp. 0711-445062. Pekanbaru-28294, Perum De' Diandra Land Blok C 1 No. 1, Jl. Kartama Marpoyan Damai, Telp. 0761-65807. Medan-20144, Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rossa No. 3A Blok A Komplek Johor Residence Kec. Medan Johor, Telp. 061-7871546. Makassar-90221, Jl. Sultan Alauddin Komp. Bumi Permata Hijau Bumi 14 Blok A14 No. 3, Telp. 0411-861618. Banjarmasin-70114, Jl. Bali No. 31 Rt 05, Telp. 0511-3352060. Bali, Jl. Imam Bonjol Gg 100/V No. 2, Denpasar Telp. (0361) 8607995. Bandar Lampung-35115, Jl. P. Kemerdekaan No. 94 LK I RT 005 Kel. Tanjung Raya Kec. Tanjung Karang Timur, Hp. 082181950029.

Page 5: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PERSEMBAHAN

Buku ini saya persembahkan kepada:

Ayahnda Dama almarhum dan Ibunda Hj. HalwiahKakandaku M. Yusuf.

Istriku yang tercinta, AsyirahPutra-putriku tersayang: Nurhikmah Ishaq, dan

Fadhli Muhaimin IshaqPara guru-guruku, dan

Almamaterku

Page 6: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia
Page 7: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

viiKata Pengantar

Ο ¡0! #≈ Η q�9#ΟŠm�9 #

Dengan mengucapkan puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis

panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karena-Nya penulis telah dapat menyelesaikan penyusunan buku referensi Pengantar Hukum Indonesia (PHI).

Buku referensi ini merupakan penyempurnaan dari buku referensi penulis yang pertama dengan judul Dasar-Dasar Hukum Indonesia yang diterbitkan oleh penerbit STAIN Kerinci Press dengan tujuan untuk diedarkan di kalangan terbatas di lingkungan mahasiswa Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kerinci tempat penulis mengabdikan diri.

Penyusunan buku referensi ini pada awalnya bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam proses belajar mengajar khususnya dalam Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia (PHI) pada semester II (dua) yang mengambil Mata Kuliah “Pengantar Hukum Indonesia” dalam bentuk buku referensi.

Buku referensi ini merupakan penyempurnaan dari buku referensi sebelumnya, yakni penambahan materi dari setiap bab dan literatur terbaru sebagai sumber referensi. Buku referensi ini pokok bahasannya sudah disesuaikan dengan Topik Inti Kurikulum Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN, Fakultas Syariah IAIN, Jurusan Syariah STAIN Kerinci, dan Fakultas Syariah IAIN STS Jambi.

KATA PENGANTAR

Page 8: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

viii Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Y. Sonafist, M.Ag, selaku Ketua STAIN Kerinci yang telah banyak memberikan arahan semangat dan dorongan kepada penulis, sehingga buku referensi ini dapat diselesaikan dengan baik. Di samping itu juga Sdr. Dr. H. Efendi, S.H., M.Si, yang bersedia sebagai editor ahli dari buku referensi ini.

Dengan adanya buku referensi ini tidak berarti bahwa para mahasiswa lalu dapat mengesampingkan buku-buku literatur Pengantar Hukum Indonesia dan bahan-bahan lainnya yang telah diwajibkan. Penulisan buku referensi ini masih belum sempurna, oleh karena itu, penulis tetap mengharapkan saran-saran dan kritikan sehat dari pembaca (pemakai) untuk lebih penyempurnaan buku referensi ini. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan dan penerbitan buku referensi ini, serta kepada Penerbit PT RajaGrafindo Persada yang berkenan menerbitkan diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga kehadiran buku referensi ini dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari Pengantar Hukum Indonesia.

الله و ور م

الله و ور م

Sungai Penuh, April 2013

Penulis

Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum

Page 9: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

ixDaftar Isi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

A. Pengertian Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

dan Pengantar Ilmu Hukum (PIH) 1

B. Pengertian Tata Hukum 4

C. Sejarah Tata Hukum di Indonesia 5

D. Pembinaan Hukum Nasional 22

BAB 2 SUMBER HUKUM DAN BAHAN HUKUM 31

A. Pengertian dan Macam-macam Sumber Hukum 31

B. Bahan-bahan Hukum 59

BAB 3 ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA 61

A. Istilah dan Pengertian Hukum Tata Negara 61

B. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia 64

C. Sistem Pemerintahan 70

D. Lembaga Negara Republik Indonesia 81

BAB 4 ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 103

A. Istilah dan Definisi Hukum Administrasi Negara 103

B. Asas-asas Hukum Administrasi Negara 104

Page 10: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

x Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

C. Perbuatan Administrasi Negara 107

D. Peradilan Tata Usaha Negara 116

BAB 5 ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 127

A. Pengertian Hukum Pidana 127

B. Sejarah Hukum Pidana di Indonesia 129

C. Tindak Pidana dan Jenis Pidana 136

D. Berlakunya Hukum Pidana 138

E. Penggolongan Tindak Pidana dan Sistematika KUHP 145

BAB 6 ASAS-ASAS HUKUM PERDATA 151

A. Istilah dan Pengertian Hukum Perdata 151

B. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia 152

C. Sistematika Hukum Perdata 154

BAB 7 ASAS HUKUM ACARA PIDANA 213

A. Pengertian, Tujuan dan Asas Hukum Acara Pidana 213

B. Sejarah Singkat Hukum Acara Pidana 216

C. Ruang Lingkup Kegiatan Hukum Acara Pidana 217

D. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan dan Alat Bukti 219

E. Putusan Pengadilan dan Upaya Hukum 227

F. Pelaksanaan Putusan Haki m 237

BAB 8 ASAS HUKUM ACARA PERDATA 239

A. Pengertian,Tujuan, Fungsi dan Asas Hukum Acara

Perdata 239

B. Pihak-pihak dalam Proses Hukum Acara Perdata 245

C. Proses Beracara di Pengadilan 246

D. Rekonvensi (Gugatan Balasan) 252

E. Intervensi Terhadap Perkara yang Diperiksa 253

F. Gugatan Dengan Prodeo (Cuma-cuma) 257

G. Pembuktian 259

Page 11: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

xiDaftar Isi

H. Kesimpulan dari Penggugat dan Tergugat

Sebelum Perkara Diputus 261

I. Putusan Hakim 262

J. Upaya Hukum 263

BAB 9 ASAS-ASAS HUKUM DAGANG 271

A. Istilah dan Pengertian Hukum Dagang 271

B. Sejarah Hukum Dagang 272

C. Sistematika dan Sumber Hukum Dagang 273

BAB 10 HUKUM PERBURUHAN 275

A. Pengertian Hukum Perburuhan 275

B. Perjanjian Kerja dan Perjanjian Perburuhan 277

BAB 11 ASAS-ASAS HUKUM AGRARIA 281

A. Definisi Hukum Agraria 281

B. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 283

BAB 12 ASAS-ASAS HUKUM PAJAK 285

A. Pengertian Hukum Pajak 285

B. Perbedaan Antara Pajak, Retribusi dan Sumbangan 286

C. Jenis-jenis Pajak 286

BAB 13 ASAS-ASAS HUKUM ANTAR GOLONGAN 289

A. Istilah dan Pengertian Hukum Antar Golongan 289

B. Sejarah Timbulnya Hukum Antar Golongan 290

BAB 14 ASAS-ASAS HUKUM INTERNASIONAL DAN

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL 293

A. Asas-asas Hukum Internasional 293

B. Asas-asas Hukum Perdata Internasional 296

BAB 15 ASAS-ASAS HUKUM ADAT 301

A. Istilah dan Pengertian Hukum Adat 301

B. Sifat dan Lingkungan Hukum Adat 303

C. Struktur Persekutuan Hukum (Masyarakat Hukum) 305

Page 12: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

xii Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

BAB 16 ASAS-ASAS HUKUM ISLAM 307

A. Istilah dan Pengertian Hukum Islam 307

B. Sumber Hukum Islam 308

C. Tujuan Hukum Islam 322

DAFTAR PUSTAKA 327

CATATAN SINGKAT MENGENAI PENULIS 337

Page 13: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

1Bab 1 | PendahuluanPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

PENDAHULUAN

BAB 1

A. Pengertian Pengantar Hukum Indonesia (PHI) dan Pengantar Ilmu Hukum (PIH)Pengantar Hukum Indonesia merupakan basis atau mata kuliah

dasar yang tidak bisa ditinggalkan oleh seseorang yang ingin mempelajari keseluruhan hukum positif di Indonesia. Pengantar Hukum Indonesia (PHI) terdiri dari kata Pengantar dan Hukum Indonesia. Pengantar berarti membawa ke tempat yang dituju mempelajari masalah-masalah dan cabang-cabang hukum di Indonesia.

Oleh karena itu, Pengantar Hukum Indonesia (PHI) adalah mata kuliah dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia dalam garis besarnya. Dengan demikian, objek dari Pengantar Hukum Indonesia adalah hukum positif Indonesia. Fungsinya adalah mengantarkan setiap mahasiswa atau orang yang akan mempelajari hukum positif Indonesia.

Sedangkan Pengantar Ilmu Hukum (PIH) adalah mata kuliah yang merupakan dasar bagi setiap mahasiswa atau orang yang akan mempelajari ilmu hukum dan memberikan pengertian-pengertian dasar berbagai istilah dalam ilmu hukum yang bersifat umum, yakni tidak terbatas pada ilmu hukum yang berfokus pada negara tertentu dan masa tertentu.

1Adalah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.

Page 14: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

3Bab 1 | Pendahuluan2 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Jadi objek Pengantar Ilmu Hukum adalah hukum pada umumnya dan tidak terbatas pada hukum positif negara tertentu. Fungsinya adalah mendasari dan menumbuhkan motivasi bagi setiap mahasiswa atau orang yang akan mempelajari hukum.

Pengantar Ilmu Hukum secara formalnya, yaitu memberikan suatu pemandangan umum secara ringkas, yakni: (1) mengenai seluruh ilmu pengetahuan hukum, (2) mengenai kedudukan ilmu hukum di samping ilmu-ilmu yang lain, (3) mengenai pengantar dasar, asas dan penggolongan cabang hukum.

Secara materiilnya bahwa Pengantar Ilmu Hukum (PIH) memberikan uraian tentang sejarah lembaga-lembaga hukum beserta metode-metode peninjauannya baik secara sejarah, kemasyarakatan, filsafat, maupun dogmatis.

Pengantar Ilmu Hukum (PIH) berstatus sebagai mata kuliah dasar yang menunjukkan jalan ke arah cabang-cabang ilmu hukum yang lebih terperinci dan mempunyai nilai guna/parktis. Dengan demikian, Pengantar Ilmu Hukum (PIH) memberi pengetahuan dalam garis besarnya mengenai hukum pada umumnya.

Menurut Marwan Mas,bahwa:Pengantar Ilmu Hukum (PIH) merupakan mata kuliah dasar bagi mahasiswa (setiap orang) yang akan mempelajari atau bahkan memperdalam ilmu hukum, meskipun berisi pengetahuan dasar hukum, tetapi membutuhkan kesiapan bagi yang ingin mendalaminya karena lingkup bahasannya sangat luas.2

Berdasarkan keterangan di atas dapatlah dijelaskan bahwa mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum (PIH) keberadaannya sebagai pengantar dalam mengarungi lautan ilmu hukum, sesungguhnya memberikan pemahaman tentang bagaimana dasar-dasar teoretis, asas-asas, dan filosofis yang terkandung dalam lautan hukum itu.

Jadi Pengantar Ilmu Hukum (PIH) mengantarkan kepada materi lapangan-lapangan hukum yang cukup luas, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum internasional, hukum perdata internasional, hukum agraria, hukum lingkungan, hukum adat, hukum pajak, hukum acara (hukum formal), dan sebagainya.

2Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 11.

Page 15: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

3Bab 1 | Pendahuluan2 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Sebagai pengantar, maka PIH yang objeknya hukum mengkaji dan menganalisis hukum sebagai suatu fenomena (gejala) hukum yang berhubungan dengan kehidupan manusia secara universal.

Apabila diperhatikan penjelasan di atas maka antara Pengantar Hukum Indonesia (PHI) dengan Pengantar Ilmu Hukum (PIH) mempunyai perbedaan dan hubungannya, yaitu:

1. Perbedaannya:

a. Kedua ilmu itu (PHI dan PIH) memiliki objek kajian yang berbeda, yaitu objek kajian Pengantar Hukum Indonesia (PHI) adalah mempelajari hukum yang sekarang sedang berlaku atau hukum positif di Indonesia (ius constitutum). Sedangkan objek kajian Pengantar Ilmu Hukum (PIH) adalah pengertian dasar dan teori ilmu hukum serta membahas hukum pada umumnya, dan tidak terbatas pada hukum yang berlaku tertentu saja, akan tetapi juga hukum yang berlaku di negara lain pada waktu kapan saja (ius constitutum dan ius constituendum).

b. Pengantar Hukum Indonesia (PHI) berfungsi untuk mengantarkan setiap mahasiswa atau orang yang akan mempelajari hukum yang sedang berlaku atau hukum positif Indonesia. Sedangkan Pengantar Ilmu Hukum (PIH) berfungsi sebagai dasar bagi setiap mahasiswa atau orang yang akan mempelajari hukum secara luas beserta pelbagai hal yang melingkupnya.

2. Hubungannya.

Adapun hubungan antara Pengantar Hukum Indonesia (PHI) dengan Pengantar Ilmu Hukum (PIH) adalah merupakan dua mata kuliah yang memiliki hubungan yang erat. Hubungan yang erat itu mengantarkan bagi yang mempelajarinya pada suatu kesimpulan, bahwa Pengantar Hukum Indonesia (PHI) secara khusus mempelajari hukum yang sedang diberlakukan pada waktu tertentu di Indonesia, namun dalam Pengantar Ilmu Hukum (PIH) menelaah hukum secara luas dan komprehensif. Selanjutnya hubungan antara Pengantar Hukum Indonesia (PHI) dengan Pengantar Ilmu Hukum (PIH) dapat dilihat pada dua hal di bawah ini, yaitu:

a. Kedua llmu itu (PHI dan PIH) merupakan mata kuliah dasar keahlian yang akan mempelajari ilmu hukum.

Page 16: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

5Bab 1 | Pendahuluan4 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

b. Pengantar Ilmu Hukum (PIH) merupakan dasar untuk mempelajari Pengantar Hukum Indonesia (PHI), yakni Pengantar Ilmu Hukum (PIH) harus dipelajari terlebih dahulu sebelum mempelajari Pengantar Hukum Indonesia (PHI).

Untuk mempermudah melihat perbedaan dan hubungan antara Pengantar Hukum Indonesia (PHI) dengan Pengantar Ilmu Hukum (PIH) dapat dilihat pada skema I di bawah ini:

Skema 1. Perbedaan dan hubungan antara PHI dan PIH.

Mata Kuliah DasarKeahlian Hukum

Pengantar Hukum Indonesia Pengantar Ilmu Hukum

Fungsinyamendasaridan menum-buhkan mo-tivasi bagisetiap mhs/orang ygakan mem-pelajari hu-kum.

Objeknyahukum padaumumnyayg tidak ter-batas pada-hukum positifnegara ter- tentu.

Fungsinyamengantarkansetiap mahasis-wa/orang yangakan mempela-jari hukum posi-tif Indonesia

Objeknyahukum positifIndonesia

B. Pengertian Tata HukumTata hukum dalam bahasa Belandanya disebut “recht orde”, yaitu susunan

hukum. Dengan demikian tata hukum adalah susunan hukum yang terdiri atas aturan-aturan hukum yang tertata sedemikian rupa sehingga orang mudah menemukannya bila suatu ketika ia membutuhkannya untuk menyelesaikan peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Tata atau susunan itu pelaksanaannya berlangsung selama ada pergaulan hidup manusia yang berkembang.

Setiap bangsa mempunyai tata hukumnya sendiri, demikian juga bangsa Indonesia mempunyai tata hukumnya, yaitu tata hukum Indonesia. Guna

Page 17: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

5Bab 1 | Pendahuluan4 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

mempelajari tata hukum Indonesia adalah untuk mengetahui hukum yang berlaku sekarang ini di dalam negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tata hukum yang sah dan berlaku pada waktu tertentu di negara tertentu disebut hukum positif (ius constitutum). Sedangkan tata hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang dinamakan. Ius constituendum dapat menjadi ius constitutum, dan ius constitutum dapat hapus dan diganti dengan ius constitutum baru yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa berkembang.

Dalam hal ini dapat dicontohkan pada Buku Kesatu tentang perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER) diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan. Proses penggantian aturan-aturan hukum seperti itu akan harus dilakukan oleh manusia selama pergaulan hidup menghendaki adanya rasa keadilan yang sesuai kebutuhan akan ketertiban dan ketenteraman hidupnya.

Tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia yang terdiri dari aturan-aturan hukum yang ditata atau disusun sedemikian rupa, dan aturan-aturan itu antara satu dan lainnya saling berhubungan dan saling menentukan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan contoh sebagai berikut:

a. Hukum pidana saling berhubungan dengan hukum acara pidana dan saling menentukan satu sama lain, sebab hukum pidana tidak akan dapat diterapkan tanpa adanya hukum acara pidana. Dalam arti jika tidak ada hukum pidana, maka hukum acara pidana tidak akan berfungsi.

b. Hukum keluarga berhubungan dan saling menentukan dengan hukum waris. Agar harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia dapat dibagikan kepada para ahli warisnya perlu dibuat peraturannya. Siapa ahli warisnya, berapa bagiannya, dan apa kewajibannya ditentukan oleh hukum waris.

C. Sejarah Tata Hukum di IndonesiaSejarah dalam bahasa asing, misalnya bahasa Inggrisnya adalah “history”,

Asal katanya yaitu,”historiai” dari bahasa Yunani yang artinya adalah hasil penelitian. Dalam bahasa Latinnya adalah “historis”. Istilah ini menyebar luas menjadi “historia” (bahasa Spanyol), “historie” (bahasa Belanda), “histoire”(bahasa Prancis), dan “storia”(bahasa Italia). Sedangkan dalam bahasa

Page 18: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

7Bab 1 | Pendahuluan6 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Jermannya, semula dipergunakan istilah “Geschichte”, yang berasal dari kata geschehen, yang berarti “sesuatu yang terjadi”. Sedangkan istilah “Historie” menyatakan kumpulan fakta kehidupan dan perkembangan manusia.3

Dengan demikian sejarah adalah suatu cerita dari kejadian masa lalu yang dikenal dengan sebutan lagenda, kisah, hikayat, dan sebagainya yang kebenarannya belum tentu tanpa bukti-bukti sebagai hasil suatu penelitian. Di samping itu, sejarah dapat juga diartikan sebagai suatu pengungkapan dari kejadian-kejadian masa lalu. Menurut Soerjono Soekanto, sejarah adalah pencatatan yang bersifat deskriptif dan interpretatif, mengenai kejadian-kejadian yang dialami oleh manusia pada masa-masa lampau, yang ada hubungannya dengan masa kini.4

Apabila dilihat dari kegunaannya, maka sebagai pegangan dapat diartikan bahwa, sejarah adalah suatu pencatatan dari kejadian-kejadian penting masa lalu yang perlu diketahui, diingat, dan dipahami oleh setiap orang atau suatu bangsa masa kini. Jadi sejarah tata hukum Indonesia adalah suatu pencatatan dari kejadian-kejadian penting mengenai tata hukum Indonesia pada masa lalu yang perlu diketahui, diingat dan dipahami oleh bangsa Indonesia.

Sejarah tata hukum Indonesia terdiri dari sebelum tanggal 17 Agustus 1945 dan sesudah tanggal 17 Agustus 1945. Sebelum tanggal 17 Agustus 1945 terdiri dari:

1. Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) (1602-1799);

2. Masa Besluiten Regerings (1814-1855);

3. Masa Regerings Reglement (1855-1926);

4. Masa Indische Staatsregeling (1926-1942);

5. Masa Jepang (Osamu Seirei) (1942-1945).5

Sedangkan sesudah tanggal 17 Agustus 1945 adalah sebagai berikut:

1. Masa 1945-1949 (18 Agustus1945 – 26 Desember 1949);

2. Masa 1949-1950 (27 Desember 1945 – 16 Agustus 1950);

3. Masa 1950-1959 (17 Agustus 1950 – 4 Juli 1959);

4. Masa 1959-sekarang (5 Juli 1959 – sekarang).6

3R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia,(Jakarta: RajaGrafindo Persada,1999), hlm. 8.

4Soerjono Soekanto, Pengantar Sejarah Hukum, (Bandung: Alumni,1983), hlm.13.5J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1995),

hlm.13-21.6J.B. Daliyo, Ibid, hlm. 23-25.

Page 19: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

7Bab 1 | Pendahuluan6 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC/1602-1799)Sebelum kedatangan orang-orang Belanda pada tahun 1596 di Indonesia

hukum yang berlaku di daerah-daerah Indonesia pada umumnya adalah hukum yang tidak tertulis yang disebut hukum adat. Setelah orang-orang Belanda berada di Indonesia dengan mendirikan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada tahun 1602 dengan tujuan supaya tidak terjadi persaingan antar para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang-orang pribumi, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Vereenigde Oost Indische Compagnie dalam berdagang diberi hak istimewa oleh pemerintah Belanda yang disebut hak octrooi yang meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dan mencetak uang. Dengan hak octrooi itu VOC melakukan ekspansi penjajahan di daerah-daerah kepulauan Nusantara, dan menanamkan penekanan dalam bidang perekonomian dengan memaksakan aturan-aturan hukumnya yang dibawa dari negeri asalnya untuk ditaati oleh orang-orang pribumi.

Peraturan-peraturan tersebut merupakan hukum positif orang Belanda di daerah perdagangan, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang dijalankan di atas kapal-kapal dagang. Ketentuan hukum tersebut sama dengan hukum Belanda kuno yang sebagian besar merupakan hukum disiplin. Sejak Gubernur Jenderal Pieter Both diberi wewenang untuk membuat peraturan yang diperlukan oleh VOC di daerah-daerah yang dikuasainya, maka setiap peraturan yang dibuat itu diumumkan berlakunya melalui “pelekat”. Kemudian pelekat itu dihimpun dan diumumkan dengan nama “Statuten Van Batavia” (Statuta Betawi) pada tahun 1642.

Statuta tersebut berlaku sebagai hukum positif baik orang-orang pribumi maupun orang pendatang dan sama kekuatan berlakunya dengan peraturan-peraturan lain yang telah ada. Peraturan-peraturan hukum yang dibuat oleh VOC, pada masa inipun kaidah-kaidah hukum adat Indonesia tetap dibiarkan berlaku bagi orang bumi putra (pribumi). Tetapi dalam berbagai hal VOC mencampuri peradilan-peradilan adat dengan alasan-alasan, bahwa:

Sistem hukum pada hukum adat, tidak memadai untuk memaksakan rakyat menaati peraturan-peraturan;Hukum adat adakalanya tidak mampu menyelesaikan suatu perkara, karena persoalan alat-alat bukti;Adanya tindakan-tindakan tertentu yang menurut hukum adat bukan merupakan kejahatan, sedangkan menurut hukum positif merupakan tindak pidana yang harus diberikan suatu sanksi.7

7S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya,(Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem, 1986), hlm. 43.

Page 20: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

9Bab 1 | Pendahuluan8 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Salah satu contoh tentang campur tangan penjajah adalah diadakannya “pakem Cirebon” sebagai pegangan bagi hakim-hakim peradilan adat, yang isinya antara lain memuat sistem hukuman seperti, pemukulan, cap bakar, dirantai. Pada zaman ini daerah Indonesia misalnya Aceh sudah dikenal sistem penghukuman yang kejam seperti hukuman mati bagi seorang istri yang melakukan perzinaan, hukuman potong tangan bagi orang mencuri, hukuman menumbuk kepala dengan alu lesung bagi orang pembunuh tanpa hak.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa ketika VOC berkuasa, tata hukum yang berlaku adalah aturan-aturan yang berasal dari negeri Belanda dan aturan yang diciptakan oleh gubernur jenderal yang berkuasa di daerah kekuasaan VOC, serta aturan yang tidak tertulis maupun yang tertulis yang berlaku bagi orang-orang pribumi, yakni hukum adatnya masing-masing. Pada tanggal 31 Desember 1799 pemerintah Belanda akhirnya membubarkan VOC, karena banyak menanggung utang.

2. Masa Besluiten Regerings (1814-1855)Menurut Pasal 36 Nederlands Gronwet tahun 1814 (UUD Negeri

Belanda 1814) menyatakan bahwa “Raja yang berdaulat, secara mutlak mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan dan harta milik negara di bagian-bagian lain”. Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan sebutan “Algemene Verordening”(Peraturan Pusat). Karena peraturan pusat itu dibuat oleh raja, maka dinamakan juga “Koninklijk Besluit”(besluit raja) yang pengundangannya dibuat oleh raja melalui “Publicatie, yakni surat selebaran yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal.

Dilihat dari isi Koninklijk Besluit itu mempunyai dua sifat tergantung dari kebutuhannya, yaitu:

1. Besluit sebagai tindakan eksekutif raja, misalnya ketetapan pengangkatan gubernur jenderal.

2. Besluit sebagai tindakan legislatif, yaitu mengatur misalnya berbentuk Algemene Verordening atau Algemene Maatregel Van Bestur (AMVB) di negeri Belanda.

Dalam rangka melaksanakan pemerintahan di “Nederlands Indie” (Hindia Belanda), raja mengangkat Komisaris Jenderal yang terdiri dari Elout, Buyskes dan Vander Capellen. Para Komisaris Jenderal itu tidak membuat

Page 21: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

9Bab 1 | Pendahuluan8 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

peraturan baru untuk mengatur pemerintahannya, dan tetap memberlakukan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku pada masa Inggris berkuasa di Indonesia, yakni mengenai landrente dan usaha pertanian dan susunan pengadilan buatan Raffles. Dalam bidang hukum peraturan yang berlaku bagi orang Belanda tidak mengalami perubahan, karena menunggu terwujudnya kodifikasi hukum yang direncanakan oleh pemerintah Belanda. Lembaga peradilan yang diperlakukan bagi orang pribumi tetap dipergunakan peradilan Inggris.

Untuk memenuhi kekosongan kas negara Belanda sebagai akibat dari pendudukan Prancis tahun 1810-1814, Gubernur Jenderal Du Bus de Gesignes memperlakukan politik agraria dengan cara mempekerjakan para terpidana pribumi yang dikenal dengan “dwangs arbeid”(kerja paksa) berdasarkan pada stbl.1828 nomor 16, yang dibagi atas dua golongan, yaitu:

1. yang dipidana kerja rantai;

2. yang dipidana kerja paksa.8

Dipidana kerja-rantai, ditempatkan dalam suatu tuchtplaats dan akan dipekerjakan pada openbare werker di Batavia dan Surabaya. Sedangkan yang dipidana kerja paksa, baik yang diupah maupun tidak, ditempatkan dalam suatu werkplaats dan akan dipekerjakan pada landbouweta blissementen yang dibuat oleh pemerintah.

Pada tahun 1830 pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan hukum perdata. Pengundangan hukum yang sudah berhasil dikodifikasi itu baru dapat terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1838. Hal ini disebabkan terjadinya pemberontakan di bagian selatan Belanda pada bulan Agustus 1830. Selanjutnya timbul pemikiran tentang pengkodifikasian hukum perdata bagi orang Belanda yang berada di Hindia Belanda. Untuk maksud itu pada tanggal 15 Agustus 1839 menteri jajahan di Belanda mengangkat Komisi undang- undang bagi Hindia Belanda yang terdiri dari Mr.Scholten Van Oud Haarlem sebagai ketua, Mr.J.Schmither dan Mr.J.F.H. Van Nes sebagai anggota. Komisi ini dalam tugasnya dapat menyelesaikan beberapa peraturan yang kemudian oleh Mr. H.L. Wicher disempurnakan, yaitu:

1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie (RO) atau Peraturan Organisasi Pengadilan (POP).

8Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana,(Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 17.

Page 22: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

11Bab 1 | Pendahuluan10 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

2. Algemene Bepalingen Van Wetgeping (AB) atau Ketentuan Umum tentang Perundang-undangan.

3. Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KUHS).

4. Wetboek Van Koophandel (WVK) atau Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).

5. Reglement op de Burgerlijke Rechts Vordering (RV) atau peraturan tentang Acara perdata (AP).9

Berdasarkan kenyataan sejarah tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa tata hukum pada masa Busleiten Regerings (BR) terdiri dari peraturan tertulis yang dikodifikasikan, dan yang tidak dikodifikasi, serta peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi orang bukan golongan Eropa.

3. Masa Regerings Reglement (1855-1926)Di negeri Belanda terjadi perubahan Grond Wet (UUD) pada tahun 1848

sebagai akibat dari pertentangan Staten General (Parlemen) dan Raja yang berakhir dengan kemenangan Parlemen dalam bidang mengelola kehidupan bernegara. Adanya perubahan Grondwet itu mengakibatkan juga terjadinya perubahan terhadap pemerintahan dan perundang-undangan jajahan Belanda di Indonesia. Hal ini dicantumkannya Pasal 59 ayat (1),(II), dan (IV) Grondwet yang menyatakan: bahwa ayat (1) raja mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah jajahan dan harta kerajaan di bagian dari dunia. Ayat (II) dan (IV) aturan tentang kebijaksanaan pemerintah ditetapkan melalui undang-undang sistem keuangan ditetapkan melalui undang-undang. Hal-hal lain yang menyangkut mengenai daerah-daerah jajahan dan harta, kalau diperlukan akan diatur melalui undang-undang.

Menurut ketentuan Pasal 59 ayat (1),(II) dan (IV) tersebut di atas, maka kekuasaan raja terhadap daerah jajahan menjadi berkurang. Peraturan yang menata daerah jajahan tidak semata-mata ditetapkan oleh raja dengan Koninklijk Besluit-nya, tetapi ditetapkan bersama oleh raja dengan parlemen, sehingga sistem pemerintahannya berubah dari monarkhi konstitusional menjadi monarkhi parlementer. Peraturan dasar yang dibuat bersama oleh raja dengan parlemen untuk mengatur pemerintahan daerah jajahan di Indonesia adalah Regerings Reglement. Regerings Reglement ini berbentuk undang-undang yang diundangkan melalui S. 1855:2 yang isinya terdiri dari

9R.Abdoel Djamali, Op.Cit, hlm. 17.

Page 23: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

11Bab 1 | Pendahuluan10 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

130 pasal dan 8 bab dan mengatur tentang pemerintahan di Hindia Belanda, sehingga RR ini dianggap sebagai Undang-Undang Dasar pemerintahan jajahan Belanda.

Politik hukum pemerintahan Belanda yang mengatur tentang tata hukum dicantumkan dalam Pasal 75 RR dan asasnya sama sebagaimana termuat dalam Pasal 11 AB, yaitu bahwa dalam menyelesaikan perkara perdata hakim diperintahkan untuk menggunakan hukum perdata Eropa bagi golongan Eropa dan hukum perdata adat bagi orang bukan Eropa.

Selanjutnya RR mengalami perubahan pada tahun 1920 pada Pasal-Pasal tertentu, sehingga dinamakan RR baru yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1920 sampai tahun 1926. Golongan penduduk dalam Pasal 75 RR itu diubah dari dua golongan menjadi tiga golongan, yaitu golongan Eropa, golongan Timur Asing dan golongan Indonesia (Pribumi).

Pada masa berlakunya RR telah berhasil diundangkan kitab-kitab hukum, yaitu:

1. Kitab hukum pidana untuk golongan Eropa melalui S.1866:55 sebagai hasil saduran dari Code Penal yang berlaku di Belanda pada waktu itu;

2. Algement Politie Strafreglement sebagai tambahan kitab hukum pidana untuk golongan Eropa tahun 1872;

3. Kitab hukum pidana bagi orang bukan Eropa melalui S.1872:85 yang isinya hampir sama dengan kitab hukum pidana Eropa tahun 1866;

4. Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa melalui S.1872:111;

5. Wetboek Van Strafrecht diundangkan pada tahun 1915 dengan S.1915:732 di Hindia Belanda dalam suatu kodifikasi yang berlaku bagi semua golongan penduduk mulai tanggal 1 Januari 1918.

4. Masa Indische Staatsregeling (1926-1942)Pada tanggal 23 Juni 1925 Regerings Reglement tersebut diubah menjadi

Indische Staatsregeling (IS) atau peraturan ketatanegaraan Indonesia yang termuat dalam Stb 1925:415 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1926. Pada masa berlakunya IS tata hukum yang berlaku di Hindia Belanda adalah pertama-tama yang tertulis dan yang tidak tertulis (hukum adat) dan sifatnya masih pluralistis khususnya hukum perdata. Hal tersebut tampak pada ketentuan Pasal 131 IS yang juga menjelaskan bahwa pemerintah Hindia

Page 24: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

13Bab 1 | Pendahuluan12 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Belanda membuka kemungkinan adanya usaha untuk unifikasi hukum bagi ketiga golongan penduduk Hindia Belanda, yaitu Eropa, Timur Asing, dan Pribumi yang ditetapkan dalam Pasal 163 IS.

Tujuan pembagian golongan penduduk sebenarnya adalah untuk menentukan sistem-sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan, yaitu:

I. Golongan Eropa sebagaimana tercantum dalam Pasal 131 IS. Adalah hukum perdata yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek Van Koophandel (WVK) yang diundangkan berlakunya tanggal 1 Mei 1848, dengan asas konkordansi, hukum pidana materiil yaitu Wetboek Van Strafrecht (WVS) yang diundangkan berlakunya tanggal 1 Januari 1981 melalui S.1915:732, dan hukum acara yang dilaksanakan dalam proses pengadilan bagi golongan Eropa di Jawa dan Madura diatur dalam “Reglement op de Burgerlijke Rechts Vordering” untuk proses perdata, dan Reglement op de Straf Vordering untuk proses perkara pidana, yang keduanya mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1981.

Adapun susunan peradilan yang dipergunakan bagi golongan Eropa di Jawa dan Madura adalah:

1. Residentie Gerecht;

2. Raad Van Justitie.dan

3. Hooggerechtshof.

Sedangkan acara peradilan di luar Jawa dan Madura diatur dalam Rechts Reglement Buitengewesten (R.Bg) berdasarkan S.1927: 227 untuk daerah hukumnya masing-masing.

II. Bagi golongan Pribumi (Bumi Putra).

a. Hukum perdata adat dalam bentuk tidak tertulis. Tetapi dengan adanya Pasal 131 ayat (6) IS kedudukan berlakunya hukum perdata adat itu tidak mutlak, dan dapat diganti dengan ordonansi jika dikehendaki oleh pemerintah Hindia Belanda. Kemudian demikian telah dibuktikan dengan dikeluarkannya berbagai ordonansi yang diberlakukan untuk semua golongan yaitu:

1. S.1933: 48 Jo. S.1939: 2 tentang peraturan pembukuan kapal;

2. S.1933: 108 tentang peraturan umum untuk perhimpunan koperasi;

Page 25: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

13Bab 1 | Pendahuluan12 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. S. 1938: 523 tentang ordonansi orang yang meminjamkan uang;

4. S. 1938: 524 tentang ordonansi riba.

Sedangkan hukum yang berlaku bagi golongan pribumi, yaitu:

1. S. 1927: 91 tentang koperasi pribumi;

2. S. 1931: 53 tentang pengangkatan wali di Jawa dam Madura;

3. S. 1933:74 tentang perkawinan orang Kristen di Jawa, Minahasa, dan Ambon.

4. S. 1933: 75 tentang pencatatan jiwa bagi orang Indonesia di Jawa, Madura, Minahasa, Amboina, Saparua, dan Banda;

5. S. 1939: 569 tentang Maskapai Andil;

6. S. 1939: 570 tentang perhimpunan pribumi.

Semua Staatsblad di atas adalah ordonansi yang berkaitan dengan bidang hukum perdata.

b. Hukum pidana materiil yang berlaku bagi golongan pribumi adalah:

1. Hukum pidana materiil yaitu Werboek Van Straf recht sejak tahun 1918 berdasarkan S.1915: 723.

2. Hukum acara perdata untuk daerah Jawa dan Madura adalah “Inlands Reglement”(IR) dan hukum acara pidana bagi mereka diatur dalam “Herziene Inlands Reglement”(HIR) berdasarkan S.1941: 44 tanggal 21 Februari 1941. HIR ini berlaku di landraat Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Susunan peradilan bagi pribumi di Jawa dan Madura adalah sebagai berikut:

1. District Gerecht, di daerah pemerintahan distrik (kewedanan);

2. Regentschaps Gerecht, di daerah kabupaten yang diselenggarakan oleh Bupati, dan sebagai pengadilan banding;

3. Lanraad, terdapat di kota kabupaten dan beberapa kota lainya yang diperlukan adanya peradilan ini, dan mengadili perkara banding yang diajukan atas putusan Regentschaps Gerecht.

Bagi daerah-daerah di luar Jawa dan Madura, susunan organisasi peradilannya untuk golongan pribumi diatur dalam: Rechtsreglement Buitengewesten (R.Bg), dan lembaga peradilannya adalah:

Page 26: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

15Bab 1 | Pendahuluan14 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Negorijrecht bank, terdapat pada desa (negari) di Ambon;

2. Districts Gerecht, terdapat di tiap kewedanan dari keresidenan Bangka, Beliteung, Manado, Sumatra Barat, Tapanuli, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur;

3. Mgistraats Gerecht, menangani keputusan districts Gerecht di Beliteung, dan Manado, sedangkan untuk Ambon menangani keputusan Negorijrecht bank;

4. Landgerecht, kedudukan dan tugasnya sama dengan landraad di Jawa, tetapi untuk daerah landraad Nias, Bengkulen, Majene, Palopo, Pare-Pare, Monokwari dan Fak-Fak jabatan ketua dapat diserahkan kepada pegawai pemerintah Belanda, karena kekurangan Sarjana Hukum.

III. Bagi golongan Timur Asing, berlakulah:

a. Hukum perdata, hukum pidana adat mereka menurut ketentuan Pasal 11 AB, berdasarkan S.1855: 79 (untuk semua golongan Timur Asing);

b. Hukum perdata golongan Eropa (BW) hanya bagi golongan Timur Asing Cina untuk wilayah Hindia Belanda melalui S. 1924 : 557. Dan untuk daerah Kalimantan Barat berlakunya BW tanggal 1 September 1925 melalui S. 1925: 92;

c. WvS yang berlaku sejak 1 Januari 1918 untuk hukum pidana materiil;

d. Hukum acara yang berlaku bagi golongan Eropa dan hukum acara yang berlaku bagi golongan pribumi, karena dalam praktik kedua hukum acara tersebut digunakan untuk peradilan bagi golongan Timur Asing.

Dalam penyelenggaraan peradilan, di samping susunan peradilan yang telah disebutkan di atas juga melaksanakan peradilan lain, yaitu:

1. Pengadilan Swapraja;

2. Pengadilan Agama;

3. Pengadilan Militer.

Berdasarkan Pasal 163 jo, Pasal 131 IS. Maka golongan penduduk dan sistem hukumnya dapat dilihat Bagan 2 berikut ini:

Page 27: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

15Bab 1 | Pendahuluan14 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Bagan 2 Penggolongan penduduk dan sistem hukumnya.

Lain-lain yg hk.keLain-lain

Ke dalam Indonesia asli

5. Masa Jepang (Osamu Seirei)Pada masa pemerintahan Jepang pelaksanaan tata pemerintahan di

Indonesia berpedoman undang-undang yang disebut “Gunseirei”, melalui Osamu Seirei.

Osamu Seirei itu mengatur segala hal yang diperlukan untuk melaksanakan pemerintahan, melalui peraturan pelaksana yang disebut “Osamu Kanrei”.Peraturan Osamu Seirei berlaku secara umum. Osamu Kanrei sebagai peraturan pelaksana isinya juga mengatur hal-hal yang diperlukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum.

Page 28: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

17Bab 1 | Pendahuluan16 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Dalam bidang hukum, pemerintah Balatentara Jepang melalui Osamu Seirei Nomor 1 tahun 1942 pada Pasal 3 menyebutkan, semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari peme-rintah yang dahulu tetap diakui sah buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer.

Berdasarkan Pasal 3 Osamu seirei tersebut, jelaslah, bahwa hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum Balatentara Jepang datang ke Indonesia masih tetap berlaku. Dengan demikian, Pasal 131 IS sebagai Pasal politik hukum dan pembagian golongan penghuni Indonesia menurut Pasal 163 IS masih tetap berlaku.

Untuk golongan Eropa, Timur Asing Cina dan Indonesia,Timur Asing bukan Cina yang tunduk secara sukarela kepada hukum perdata Eropa tetap berlaku baginya Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek Van Koophandel (WVK) serta aturan-aturan hukum perdata Eropa yang tidak dikodifikasikan.

Sedangkan bagi golongan Indonesia dan golongan Timur Asing bukan Cina yang tidak tunduk secara suka rela kepada hukum perdata Eropa tetap berlaku aturan-aturan hukum perdata adatnya. Selanjutnya pemerintah Balatentara Jepang juga mengeluarkan Gun Seirei nomor Istimewa 1942, Osamu Seirei Nomor 25 Tahun 1944, memuat aturan-aturan pidana yang umum dan aturan-aturan pidana yang khusus, sebagai pelengkap peraturan yang telah ada sebelumnya.

Sedangkan Gun Seirei Nomor 14 Tahun 1942 mengatur susunan lembaga peradilan yang terdiri dari:

1. Tihoo Hooin, berasal dari landraad (Pengadilan Negeri);

2. Keizai Hooir, berasal dari landgerecht (Hakim Kepolisian);

3. Ken Hooin, berasal dari Regentschap Gerecht (Pengadilan Kabupaten);

4. Gun Hooin, berasal dari Districts Gerecht (Pengadilan Kewedanan);

5. Koikyoo Kootoo Hooin, berasal dari Hof Voor Islami etische Zaken (Mahkamah Islam Tinggi);

6. Sooyoo Hooin, berasal dari Priesterraad (Rapat Agama);

7. Gunsei Kensatu Kyoko, terdiri dari Tihoo Kensatu Kyoko (Kejaksaan Pengadilan Negeri), berasal dari Paket voor de Landraden.

Adapun wewenang Raad van Justitie dialihkan kepada Tihoo Hooin dan Hooggerechtshof tidak disebut-sebut dalam undang-undang itu. Semua aturan

Page 29: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

17Bab 1 | Pendahuluan16 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

hukum dan proses peradilannya selama zaman penjajahan Jepang berlaku sampai Indonesia merdeka.

Selanjutnya sejarah tata hukum Indonesia sesudah tanggal 17 Agustus 1945 adalah sebagai berikut:

I. Masa tahun 1945-1949 (18 Agustus 1945-26 Desember 1949).

Setelah bangsa Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, maka saat itu bangsa Indonesia telah mengambil sikap untuk menentukan nasib sendiri, mengatur dan menyusun negaranya serta menetapkan tata hukumnya, sehingga pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Undang-Undang Dasar yang supel dan elastik dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945.

Bentuk tata hukum dan politik hukum yang akan berlaku masa itu dapat dilihat pada Pasal I dan II aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: Pasal I yang berbunyi: Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Pasal II, semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Menurut ketentuan Pasal I dan II aturan peralihan itu dapat diketahui, bahwa semua peraturan dan lembaga yang telah ada dan berlaku pada zaman penjajahan Belanda maupun masa pemerintahan Balatentara Jepang, tetap diperlakukan dan difungsikan. Dengan demikian, tata hukum yang berlaku pada masa tahun 1945-1949 adalah semua peraturan yang telah ada dan pernah berlaku pada masa penjajahan Belanda maupun masa Jepang berkuasa dan produk-produk peraturan baru yang dihasilkan oleh pemerintah negara Republik Indonesia dari tahun 1945-1949.

II. Masa tahun 1949-1950 (27 Desember 1949-16 Agustus 1950).

Setelah berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat, berdasarkan hasil konperensi meja bundar pada tahun 1949, maka berlakulah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS), dan tata hukum yang berlaku pada waktu itu adalah tata hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan yang dinyatakan berlaku pada masa 1945-1949 dan produk peraturan baru yang dihasilkan oleh pemerintah Negara Republik Indonesia Serikat selama kurun waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 16 Agustus

Page 30: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

19Bab 1 | Pendahuluan18 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1950. Hal tersebut telah ditentukan dalam Pasal 192 KRIS yang berbunyi: ”Peraturan-peraturan, undang-undang dan ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat konstitusi ini mulai berlaku tetap berlaku tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan RIS sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau atas kuasa konstitusi ini.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 192 KRIS ini berarti bahwa aturan-aturan hukum yang berlaku dalam negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal I dan II aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 tetap berlaku di negara Republik Indonesia Serikat.

III. Masa Tahun 1950-1959 (17 Agustus 1950-4 Juli 1959).

Pada tanggal 17 Agustus 1950 bangsa Indonesia kembali ke negara kesatuan, dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku sampai tanggal 4 Juli 1959. Tata hukum yang berlaku pada masa ini adalah tata hukum yang terdiri dari semua peraturan yang dinyatakan berlaku berdasarkan Pasal 142 UUDS 1950, dan ditambah dengan peraturan baru yang dibentuk oleh pemerintah negara selama kurun waktu dari 17-8-1950 sampai dengan 4 - 7- 1959.

IV. Masa Tahun 1959-Sekarang (5 Juli 1959 sampai Sekarang).

Setelah keluarnya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, maka Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 tidak berlaku lagi, dan kembali berlaku Undang-Undang Dasar 1945 sampai sekarang. Tata hukum yang berlaku pada masa ini adalah tata hukum yang terdiri dari semua peraturan yang berlaku pada masa tahun 1950-1959 dan yang dinyatakan masih berlaku berdasarkan ketentuan Pasal I dan II aturan peralihan UUD 1945 dengan ditambah berbagai peraturan yang dibentuk setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut.

Adapun tata urutan perundang-undangan yang diatur berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 jo, Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 dan TAP No.IX/MPR/1978, tata urutan perundang-undangan (hierarki perundang-undangan) adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);

Page 31: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

19Bab 1 | Pendahuluan18 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

4. Peraturan Pemerintah (PP);

5. Keputusan Presiden;

6. Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya seperti:

a. Peraturan Menteri

b. Instruksi Menteri;

c. Dan lain-lain.

Sedangkan sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan menurut Ketetapan MPR No.III/2000, hierarkinya sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3. Undang-undang.

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

5. Peraturan Pemerintah.

6. Keputusan Presiden.

7. Peraturan Daerah.

Dalam ketetapan MPR No. III/2000 dinyatakan bahwa yang dimaksud sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan hukum untuk penyusunan peraturan perundang-undangan. Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yng dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila sebagai sumber hukum dasar nasional artinya nilai-nilai Pancasila dijadilan sumber normatif penyusunan hukum oleh karena Pancasila sendiri merupakan norma dasar.

Adapun penjelasan dari masing-masing aturan perundang-undangan sebagaimana telah tercantum di dalam Tap MPR No. III/2000 adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.

Page 32: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

21Bab 1 | Pendahuluan20 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3. Undang-Undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesdia.

4. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Dewan Perwakilan Rakyat dapat menerima atau menolak peraturan pemerintah pengganti undang-undang dengan tidak mengadakan perubahan. Jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut harus dicabut.

5. Peraturan pemerintah dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang.

6. Keputusan Presiden yang bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.

7. Peraturan daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.

Peraturan daerah provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi bersama dengan Gubernur. Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama dengan Bupati/Walikota.

Peraturan Desa atau yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau yang setingkat, sedangkan tata pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Dengan terbitnya Ketetapan NO III/MPR/2000 tersebut, maka ketetapan No.XX/MPR/1966, dan Ketetapan No. IX/MPR/1978 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, adalah sebagai berikut:

Page 33: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

21Bab 1 | Pendahuluan20 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,

2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

3. Peraturan Pemerintah,

4. Peraturan Presiden,

5. Peraturan Daerah.10

ad.1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis, sedangkan di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.11

ad.2. Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal-ihwal kegentingan yang memaksa.

ad.3.Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undag sebagaimana mestinya.

ad.4. Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden.

ad.5. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.12

Tata urutan tersebut di atas mengandung konsekuensi bahwa peraturan yang urutannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dengan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, maka Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak berlaku lagi.

Adapun jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan menurut Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 adalah sebagai berikut:

10UU RI No.10 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (1). 11Penjelasan Umum Undag-Undang Dasar Negara Indonesia 1945, hlm. 64. 12UU RI No. 10 Tahun 2004 Pasal 1.

Page 34: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

23Bab 1 | Pendahuluan22 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Undang-Undang Dasar Negara Rebublik Indonesia Tahun 1945,

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat,

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

4. Peraturan Pemerintah,

5. Peraturan Presiden,

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

D. Pembinaan Hukum NasionalSetiap negara yang merdeka dan berdaulat harus mempunyai suatu

hukum nasional baik di bidang kepidanaan maupun dibidang keperdataan yang mencerminkan kepribadian jiwa dan pandangan hidup bangsanya.

Bagi negara Indonesia dalam pembinaan dan pembentukan hukumnya harus berdasarkan dengan rambu-rambu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka menggantikan hukum warisan kolonial yang tidak sesuai dengan tata hukum nasional.

Pembinaan hukum nasional tidak hanya tertuju pada aturan atau substansinya hukum saja, tetapi juga pada struktur, instansi dan budaya hukum masyarakat yang mendukung pelaksanaan hukum yang bersangkutan. Dengan demikian, pembinaan hukum menurut H. Abdurrahman adalah usaha menyeluruh dan terpadu untuk menangani hukum di Indonesia dalam semua aspek.13 Salah satu aspek dari pembinaan hukum nasional adalah membangun adanya suatu konsepsi hukum yang akan dibangun.

Hukum yang harus dibangun adalah bertujuan untuk mengakhiri suatu tatanan sosial yang tidak adil dan yang menindas hak-hak asasi. Politik hukum Indonesia sesungguhnya harus berorientasi pada cita-cita negara hukum yang didasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi dan berkeadilan sosial dalam suatu masyarakat bangsa Indonesia yang bersatu sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.14

13H.Abdurrahman, Perkembangan Pemikiran Tentang Pembinaan Hukum Nasional di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1989), hlm. 10.

14Abdul Hakim G. Nusantara, Politik Hukum Indonesia, (Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1988), hlm. 20.

Page 35: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

23Bab 1 | Pendahuluan22 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pada era Orde Baru golongan militer dan birokrat merupakan kelompok-kelompok sosial yang terorganisir secara rapi dan mempunyai visi dan ideologi yang relatif homogen, yakni ide persatuan nasional. Ideologi persatuan nasional ini memberikan ligitimasi penting bagi naiknya golongan militer dan birokrat ke panggung politik.

Dengan demikian, golongan sosial di luar sektor negara umumnya merupakan golongan sosial yang kurang terorganisir secara rapi dan secara ideologis tercerai berai. Golongan tersebut terdiri dari intelektual, kalangan akademis, pedagang-pedagang menengah, golongan profesi, pemimpin agama dan tokoh partai politik. Kesemuanya golongan tersebut di atas termasuk golongan menengah yang tidak mempunyai akses langsung ke pusat kekuasaan politik.

Lemahnya masyarakat lapisan bawah terhadap kedudukan politik dan ekonomi, maka kedudukan pemerintah monopoli di bidang pembinaan hukum nasional. Selaras dengan kenyataan ini lembaga peradilan dan partisipasi masyarakat luas kurang mendapatkan tempat yang cukup bararti di bidang pembinaan hukum.

Dengan demikian, produk strategi pembangunan hukumnya adalah ortodoks yang menghasilkan hukum bersifat positivis instrumentalis.15 Hukum yang menjadi instrumen yang ampuh bagi pelaksanaan ideologi dan program dari negara. Dalam hal ini hukum bersifat kaku dan kurang terbuka bagi perubahan, sehingga hukum itu menjadi kurang tanggap terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat.

Adapun di era Reformasi sekarang ini strategi pembangunan hukum itu diarahkan kepada hukum yang responsif bercirikan adanya peranan besar lembaga-lembaga peradilan dan partisipasi luas kelompok-kelompok sosial atau partisipasi individu di dalam masyarakat untuk menentukan arah perkembangan hukum. Dengan perkataan lain, aksi hukum merupakan wahana bagi kelompok atau organisasi untuk berperan serta dalam menentukan kebijaksanaan umum.

Arah dan kebijakan politik hukum nasional pada masa lalu dituangkan dalam naskah Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai haluan negara dalam penyelenggaraan bernegara dan pembangunan nasional.

15Abdul Hakim G. Nusantara, Ibid, hlm. 27.

Page 36: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

25Bab 1 | Pendahuluan24 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pada masa sekarang sehubungan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak lagi berwenang menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), maka haluan negara tentang penyelenggaraan bernegara menjadi tugas dan tanggung jawab Presiden pilihan rakyat untuk merumuskannya dalam suatu rencana pembangunan.

Dalam kurun waktu 2004-2009 ini telah keluar rencana pembangunan nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dalam rencana pembangunan tersebut tercantum arah kebijakan dan program berbagai bi dang termasuk di bidang hukum.

Pembangunan di bidang hukum sebagaimana telah dicantumkan dalam Bab 9 tentang Pembentukan Sistem dan Politik Hukum dalam naskah Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 adalah sasaran politik hukum nasional, arah kebijakan hukum nasional, dan program pembangunan hukum nasional.

Adapun sasaran politik hukum nasional adalah terciptanya sistem hukum nasional yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif (termasuk tidak diskriminatif terhadap perempuan atau bias gender); terjaminnya konsisten seluruh peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah, serta tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang lebih tinggi; kelembagaan peradilan dan penegak hukum yang berwibawa, bersih, profesional dalam upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat secara keseluruhan.

Sedangkan arah kebijakan hukum nasional adalah untuk memperbaiki substansi (materi) hukum, struktur (kelembagaan) hukum, dan kultur (budaya) hukum, dengan upaya adalah sebagai berikut:

1. Menata kembali substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan tertib perundang-undangan dengan memerhatikan asas umum dan hierarki perundang-undangan; dan menghormati serta memperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dan upaya pembaruan materi hukum nasional.

2. Melakukan pembenahan struktur hukum melalui penguatan kelembagaan dengan meningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan serta kualitas sistem peradilan yang terbuka dan transparan; menyederhanakan

Page 37: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

25Bab 1 | Pendahuluan24 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

sistem peradilan, meningkatkan transparansi agar peradilan dapat diakses oleh masyarakat dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil dan memihak kepada kebenaran; memperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional.

3. Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan serta perilaku keteladanan dari kepala negara dan jajarannya dalam mematuhi dan menaati hukum serta penegakan supremasi hukum.

Selanjutnya program pembangunan hukum nasional dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Perencanaan hukum, yang bertujuan untuk menciptakan persamaan persepsi dan seluruh pelaku pembangunan khususnya di bidang hukum dalam menghadapi berbagai isu strategis dan global yang secara cepat perlu diantisipasi agar penegakan dan kepastian hukum tetap berjalan secara berkesinambungan.

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun mendatang meliputi beberapa hal sebagai berikut:

a. Pengumpulan dan pengolahan serta penganalisisan bahan informasi hukum terutama yang terkait dengan pelaksanaan berbagai kegiatan perencanaan pembangunan hukum secara keseluruhan.

b. Penyelenggaraan berbagai forum diskusi dan konsultasi publik yang melibatkan instansi/lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk melakukan evaluasi dan penyusunan rencana pembangunan hukum yang akan datang.

c. Penyusunan dan penyelenggaraan forum untuk menyusun prioritas rancangan undang-undang ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) bersama pemerintah dan badan Legislatif (DPR).

d. Penyelenggaraan berbagai forum kerja sama internasional di bidang hukum yang terkait terutama dengan isu-isu korupsi, terorisme, perdagangan perempuan dan anak, obat-obat terlarang, perlindungan anak, dan lain-lain.

2. Pembentukan hukum, yang berfungsi untuk menciptakan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi yang

Page 38: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

27Bab 1 | Pendahuluan26 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

akan menjadi landasan hukum untuk berperilaku tertib dalam rangka menyelenggarakan kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pembentukan peraturan perundang-undangan dilakukan melalui proses yang benar dengan memerhatikan tertib perundang-undangan serta asas umum peraturan perundang-undangan yang baik. Kemudian pembentukan yurisprudensi dilakukan oleh lembaga peradilan dalam menyelesaikan perkara-perkara tertentu terutama yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Adapun kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilaksanakan antara lain meliputi:

a. Pelaksanaan berbagai pengkajian hukum dengan mendasarkan baik dari hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis yang terkait dengan isu hukum, hak asasi manusia dan peradilan.

b. Pelaksanaan berbagai penelitian hukum untuk dapat lebih memahami kenyataan yang ada dalam masyarakat.

c. Harmonisasi di bidang hukum (hukum tertulis dan hukum tidak tertulis/hukum adat) terutama pertentangan antara peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dengan peraturan perundang-undangan pada tingkat daerah yang mempunyai implikasi meng hambat pencapaian kesejahteraan rakyat.

d. Penyusunan naskah akademis rancangan undang-undang berdasarkan kebutuhan masyarakat.

e. Penyelenggaraan berbagai konsultasi publik terhadap hasil peng-kajian dan penelitian sebagai bagian dari proses pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan rekomendasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

f. Penyempurnaan dan perubahan serta pembaruan berbagai peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dan tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan, serta yang masih berindikasi diskriminasi dan yang tidak memenuhi prinsip kesetaraan dan keadilan.

g. Penyusunan dan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan berdasarkan asas hukum umum, taat prosedur serta sesuai dengan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan

Page 39: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

27Bab 1 | Pendahuluan26 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

h. Pemberdayaan berbagai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk menjadi sumber hukum bagi para hakim termasuk para praktisi hukum dalam menangani perkara sejenis yang diharapkan akan menjadi bahan penyempurnaan, perubahan dan pembaruan hukum (peraturan perundang-undangan).

3. Peningkatan kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegakan hukum lainnya, yakni bertujuan untuk memperkuat lembaga peradilan dan lembaga penegakan hukum melalui sistem peradilan pidana terpadu yang melibatkan di antaranya Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Lembaga Pemasyarakatan dan praktisi hukum sebagai upaya mempercepat pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan peradilan.

Adapun kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegakan hukum lainnya adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan kegiatan operasional penegakan hukum dengan per-hatian khusus kepada pemberantasan korupsi, terorisme, dan penyalah gunaan narkoba.

b. Peningkatan forum diskusi dan pertemuan antarlembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang lebih transparan dan terbuka bagi masyarakat.

c. Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses publik.

d. Pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel, antara lain pembentukan Komisi Pengawas Kejaksaan dan Komisi Kepolisian Nasional.

e. Penyederhanaan sistem penegakan hukum.

f. Pembaruan konsep penegakan hukum, antara lain penyusunan konsep sistem peradilan pidana terpadu dan penyusunan konsep pemberian bantuan hukum serta meninjau kembali peraturan perundang-undangan tentang izin pemeriksaan terhadap penyelenggara negara dan cegah tangkal tersangka kasus korupsi.

g. Penguatan kelembagaan, antara lain Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) serta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor).

Page 40: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

29Bab 1 | Pendahuluan28 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

h. Percepatan penyelesaian berbagai perkara tunggakan pada tingkat kasasi melalui proses yang transparan.

i. Pengembangan sistem manajemen anggaran peradilan dan lembaga penegak hukum lain yang transparan dan akuntabel.

j. Penyelamatan bahan bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip lembaga negara dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum.16

4. Peningkatan kualitas profesi hukum, yaitu bertujuan untuk meningkatkan profesional aparat penegak hukum yang meliputi hakim, polisi, jaksa, petugas pemasyarakatan, petugas keimigrasian, perancang peraturan perundang-undangan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) para praktisi hukum.

Adapun kegiatan pokok yang akan dilakukan meliputi:

a. Pengembangan sistem manajemen sumber daya manusia yang transparan dan profesional.

b. Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

c. Pengawasan terhadap berbagai profesi hukum dengan penerapan secara konsisten kode etiknya.

d. Penyelenggaraan berbagai seminar dan lokakarya di bidang hukum dan hak asasi manusia untuk lebih meningkatkan wawasan dan pengetahuan aparatur hukum agar lebih tanggap terhadap perkembangan yang terjadi baik pada saat ini maupun pada saat mendatang.

e. Peningkatan kerja sama yang intensif dengan negara-negara lain untuk mengantisipasi dan mencegah meluasnya kejahatan transnasional dengan cara-cara yang sangat canggih sehingga cukup sulit terdeteksi apabila hanya dengan langkah-langkah konvensional.17

5. Peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan kadar kesadaran hukum dari hak asasi manusia masyarakat termasuk para penyelenggara negara agar mereka tidak hanya mengetahui dan menyadari hak dan

16Dwi Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 117.

17Dwi Winarno, Ibid, hlm. 118.

Page 41: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

29Bab 1 | Pendahuluan28 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

kewajibannya, tetapi juga mampu berperilaku sesuai dengan kaidah hukum serta menghormati hak asasi manusia.

Adapun kegiatan pokok yang akan dilakukan program ini antara lain adalah sebagai berikut:

a. Pemantapan metode pengembangan dan peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia yang disusun berdasarkan pendekatan dua arah, agar masyarakat tidak hanya dianggap sebagai objek pembangunan tetapi juga sebagai subjek pembangunan serta benar-benar memahami dan menerapkan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku.

b. Peningkatan penggunaan media komunikasi yang lebih modern dalam rangka pencapaian sasaran penyadaran hukum pada berbagai lapisan masyarakat.

c. Pengkayaan metode pengembangan dan peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia secara terus-menerus untuk mengim-bangi pluralitas sosial yang ada dalam masyarakat maupun sebagai implikasi dari globalisasi; serta

d. Peningkatan kemampuan dan profesionalisme tenaga penyuluh yang tidak saja dari kemampuan substansi, namun hubungan juga pengetahuan sosiologi terhadap perilaku masyarakat setempat, sehingga komunikasi dalam menyampaikan materi dapat lebih tepat, dipahami dan diterima dengan baik oleh masyarakat.18

Dalam pembaruan hukum seyogyanya dilakukan dengan memerhatikan hukum yang berkembang dalam masyarakat. Hukum dalam masyarakat menurut Philippe Nonet dan Philip Selznick terdapat 3 (tiga) keadaan hukum, yaitu:

1. Hukum Represif, yaitu hukum yang merupakan alat kekuasaan represif;

2. Hukum Otonom, yaitu hukum sebagai suatu pranata yang mampu menjinakkan represi melindungi integritasnya sendiri, dan

3. Hukum Responsif, yaitu hukum yang merupakan sarana responss atas kebutuhan dan aspirasi masyarakat.19

18Dwi Winarno, Ibid, hlm. 119. 19Philippe Nonet dan Philip Selznik dalam Mulyana W. Kusumah, Prespektif, Teori,

dan Kebijaksanaan Hukum, (Jakarta: Rajawali, 1996), hlm. 12.

Page 42: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PBBab 1 | Pendahuluan30 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Hukum represif khususnya bertujuan untuk mempertahankan status quo penguasa, karapkali dikemukakan dengan dalih untuk menjamin ketertiban. Aturan-aturan hukum represif keras dan terperinci akan tetapi lunak dalam mengikat para pembuat peraturan sendiri, hukum tunduk pada politik kekuasaan, tuntutan untuk patuh bersifat mutlak dan ketidakpatuhan dianggap sebagai suatu penyimpangan, sedangkan kritik terhadap penguasa dianggap sebagai suatu ketidaksetiaan.

Hukum otonom yang bertujuan untuk membatasi kesewenang-wenangan, baik dalam mempertahankan maupun mengubah status quo. Hukum otonom tidak mempermasalahkan dominasi kekuasaan dalam orde yang ada maupun orde yang hendak dicapai. Hukum otonom merupakan model hukum “the rule of law” dalam bentuk liberal klasik.

Legitimasi hukum dalam hukum otonom terletak pada kebenaran prosedural, hukum bebas dari pengaruh politik sehingga terdapat pemisahan kekuasaan, kesempatan untuk berpartisipasi dibatasi oleh tata cara yang sudah mapan.

Dalam konsep hukum responsif melahirkan keadilan substansial, karena hukum dimaknai sebagai sarana rekayasa sosial yang dilakukan secara terencana menuju pola pikir dan pola perilaku yang lebih baik. Hukum responsif pada dasarnya bertujuan agar hukum lebih tanggap terhadap kebutuhan warga masyarakat, serta lebih efektif menangani konflik yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat.

Tipe hukum responsif ini faktor yang paling menonjol adalah: (a) adanya pergeseran penekanan dari aturan-aturan kepada prinsip-prinsip dan tujuan hukum, (b) mementingkan keberadaan rakyat, baik sebagai tujuan hukum maupun cara untuk mencapainya.

Hukum responsif itu mencoba mengatasi kepicikan dalam moralitas masyarakat serta mendorong pendekatan yang berorientasi pada masalah yang secara sosial terintegrasi.

Page 43: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

31Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan HukumPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

A. Pengertian dan Macam-macam Sumber HukumPengertian sumber menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat

beberapa arti, di antaranya adalah: (1) tempat keluar (air atau zat cair), (2) asal (di berbagai arti): ia berusaha mendekati dan menemukan, (3) segala sesuatu, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang digunakan untuk mencapai hasil, misalnya peralatan.1 Begitu juga sumber hukum itu mempunyai banyak arti, tergantung dari sudut mana seorang melihatnya. Untuk seorang ahli sejarah sumber hukum mempunyai arti yang berbeda dari pendapat seorang ahli sosiologi. Demikian pula sumber hukum menurut seorang ahli ekonomi berbeda pandangannya dengan seorang ahli hukum.

Untuk mengetahui sumber hukum itu terlebih dahulu harus ditentukan dari sudut mana sumber hukum itu dilihat, sehingga sampai L.J. Van Apeldoorn menyatakan bahwa, perkataan sumber hukum dipakai dalam arti sejarah, kemasyarakatan, filsafat dan arti formal.2

Menurut Victor Situmorang bahwa sumber hukum itu adalah segala sesuatu yang dapat melakukan, menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukannya aturan hukum.3 Dengan demikian, dapatlah dirumuskan

1Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), edisi ketiga, hlm. 1102.

2L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), hlm. 87. 3Victor Situmorang, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Bina Aksara,

1989), hlm. 68.

SUMBER HUKUM DANBAHAN HUKUM

BAB 2

Page 44: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

33Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum32 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

bahwa, sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

Maksud dengan segala sesuatu adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal, yakni dari mana hukum itu dapat ditemukan, dari mana asal mulaya hukum, di mana hukum dapat dicari atau hakim menemukan hukum sehingga dasar putusannya dapat diketahui bahwa suatu peraturan tertentu mempunyai kekuatan mengikat atau berlaku.

Oleh karena itu, menurut Sudikno Mertokusumo bahwa, sumber hukum itu sendiri sering digunakan dalam beberapa arti, yaitu:

a. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya.

b. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan kepada hukum yang sekarang berlaku: hukum Prancis, hukum Romawi.

c. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat).

d. Sebagai sumber dari kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen, undang-undang, lonat, batu tulis dan sebagainya.

e. Sebagai sumber terjadinya hukum: sumber yang menimbulkan hukum.4

Seorang ahli hukum memandang sumber hukum itu terdapat 2 (dua) macam, yaitu:

1. Sumber hukum formal;

2. Sumber hukum materiil.

Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang dirumuskan peraturannya dalam suatu bentuk. Karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, mengikat, dan ditaati. Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu.

Kemudian yang menjadi sumber hukum materiel di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan norma tertib hukum tertinggi serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental). Oleh karena

4Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999), hlm. 76.

Page 45: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

33Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum32 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

itu, setiap peraturan perundang-undangan yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Jika ada peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Pancasila, maka dengan sendirinya peraturan itu tidak boleh berlaku.

Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim bahwa, bagi seorang sarjana hukum yang penting adalah sumber hukum dalam arti formal. Baru kemudian jika ia menganggap perlu akan asal usul hukum itu, ia akan memerhatikan sumber hukum dalam arti materiil.5

Adapun sumber hukum menurut Achmad Sanoesi mengelompokkannya menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:

1. Sumber hukum normal, yang dibaginya lebih lanjut menjadi:

a. sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan undang-undang, yaitu:

- undang-undang;

- perjanjian antar negara;

- kebiasaan.

b. sumber hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan undang-undang, yaitu:

- perjanjian;

- doktrin;

- yurisprudensi.

2. Sumber hukum abnormal, yaitu:

a. Proklamasi;

b. Revolusi;

c. Coup d’etat.6

Kemudian Subandi Al Marsudi,H. membagi sumber hukum itu menjadi 4 (empat), yaitu:

1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

2. Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959

5Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988), hlm. 45.

6Achmad Sanoesi, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Bandung: Tarsito, 1977), hlm. 34.

Page 46: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

35Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum34 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. Undang-Undang Dasar 1945

4. Surat Perintah Sebelas Maret 1966.7

Adanya Proklamasi kemerdekaan menjadi sumber hukum bagi lahirnya Negara Republik Indonesia, adanya Dekrit Presiden menjadi sumber hukum berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Adanya Undang-Undang Dasar 1945 menjadi sumber hukum bagi penyelenggaraan kehidupan konstitusional bangsa dan negara Republik Indonesia, begitu juga Surat Perintah Sebelas Maret 1966 menjadi sumber hukum bagi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.

Selanjutnya Saut P. Panjaitan menegaskan bahwa, sumber hukum itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Sumber hukum dalam arti formal, yaitu mengkaji kepada prosedur atau tata cara pembentukan suatu hukum atau melihat kepada bentuk lahiriah dari hukum yang bersangkutan, yang dapat dibedakan secara tertulis atau tidak tertulis.

Sumber hukum dalam arti formal dalam bentuk lahiriah/tertulis contoh:

- Hukum perundang-undangan;

- Hukum yurisprudensi;

- Hukum traktat/perjanjian;

- Hukum doktrin.

Sedangkan dalam arti formal yang tidak tertulis, contohnya adalah hukum kebiasaan.

b. Sumber hukum dalam arti materiil, yaitu faktor-faktor/kenyataan- kenyataan yang turut menentukan isi dari hukum.

Isi hukum ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

- Faktor idiil, yaitu faktor yang berdasarkan kepada cita-cita masyarakat akan keadilan.

- Faktor sosial masyarakat, antara lain:

- Struktur ekonomi,

- Kebiasaan-kebiasaan,

- Tata hukum negara lain,

7Subandi Al Marsudi,H. Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 12.

Page 47: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

35Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum34 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

- Agama dan kesusilaan,

- Kesadaran hukum.8

Sumber hukum dalam arti materiil merupakan kaidah penuntun bagi perumusan kaidah/norma yang tercakup dalam sumber hukum formal. Sedangkan C.S.T. Kansil meninjau sumber hukum itu dari segi materiil dan segi formal.

1. Sumber hukum materiil, dapat ditinjau lagi dari pelbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat.

2. Sumber hukum formal antara lain ialah:

a. Undang-Undang (Statute);

b. Kebiasaan (Costum);

c. Keputusan-keputusan hakim (Yurisprudensi);

d. Traktat (Treaty);

e. Pendapat sarjana hukum (Doktrin).9

Jika dijelaskan masing-masing sumber hukum formal tersebut di atas, maka dapat dilihat sebagai berikut:

ad. a. Undang-Undang (Statute)Undang-undang adalah suatu peraturan/ keputusan negara yang tertulis

dibuat oleh alat perlengkapan negara yang berwenang (bersama-sama oleh DPR dan Presiden) dan mengikat masyarakat.

Undang-undang dapat dibedakan menjadi dua macam arti, yaitu:

1. Undang-undang dalam arti materiil (luas), yaitu semua peraturan/keputusan tertulis yang menurut isinya mengikat setiap orang secara umum dan dibuat oleh penguasa (pusat ataupun daerah) yang sah.

Undang-undang dalam arti materiil ini yang ditekankan adalah segi isinya. Undang-undang dalam arti materiil ini juga dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu:

8Saut P. Panjaitan, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Asas, Pengertian, dan Sistematika), (Palembang: Universitas Sriwijaya, 1998), hlm. 145-146.

9C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm. 44.

Page 48: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

37Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum36 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1.a. Peraturan Pusat (Algemene Verordening), yakni peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah pusat yang berlaku di seluruh atau sebagian wilayah negara.

Contoh undang-undang/peraturan yang berlaku di seluruh wilayah negara Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Begitu juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004 tentang Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia.

Sedangkan undang-undang yang hanya berlaku di sebagian wilayah negara, misalnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4134). Kedua undang-undang tersebut di atas berlaku khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

1.b. Peraturan setempat (Locale Verordening), yaitu peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa setempat dan hanya berlaku di tempat atau daerah itu saja. Seperti Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3/1981 Jo Perda Nomor 7/1987 tentang Kebersihan, Ketertiban dan Keamanan di Kotamadya Palembang. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 20/2005 tentang Pembentukan Kecamatan Sungai Penuh.

2. Undang-undang dalam arti formal (sempit), yaitu peraturan tertulis yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang berwenang (bersama-sama oleh DPR dan Presiden).

Undang-undang dalam arti formal ini yang ditekankan adalah segi pembuatan dan bentuknya. Di Indonesia undang-undang dalam arti formal dibentuk bersama-sama oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden (Pasal 20 ayat (1), (2), dan (4) UUD 1945).

Undang-undang dalam arti formal ini juga berlaku dan mengikat, jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. diberi bentuk tertulis;

2. adanya tata cara/prosedural tertentu dalam proses pembuatannya, yaitu bersama-sama oleh DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan Presiden (Pasal 20 ayat (1), (2), dan (4) UUD 1945;

Page 49: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

37Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum36 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. undang-undang itu harus diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara dan dimuat dalam Lembaran Negara;

4. undang-undang itu mulai berlaku dan mengikat menurut tanggal yang ditentukan dalam undang-undang itu sendiri;

5. jika tidak disebutkan tanggal mulai berlakunya, maka berlakunya undang-undang itu adalah 30 hari sejak diundangkan untuk daerah Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah lainnya hari ke 100 sejak diundangkan.

Apabila persyaratan tersebut telah dipenuhi, maka berlakulah suatu fictie dalam hukum, yakni setiap orang dianggap telah mengetahui adanya suatu undang-undang. Dengan demikian setiap orang tidak boleh membela diri dengan alasan karena belum mengetahui undang-undang itu.

Suatu undang-undang tidak berlaku lagi dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Jika undang-undang itu jangka waktu berlakunya sudah habis;

2. Jika hal-hal atau keadaan/objek yang diatur oleh undang-undang itu sudah habis;

3. Jika undang-undang itu dengan tegas dicabut oleh pembentuknya atau instansi yang lebih tinggi;

4. Jika telah dikeluarkan undang-undang baru yang isinya bertentangan dengan isi undang-undang terdahulu/yang dahulu berlaku.

Undang-undang itu terdiri dari konsideran yang berisikan pertimbangan-pertimbangan mengapa undang-undang itu dibuat. Pada umumnya pertimbangan itu dimulai dengan kata-kata “menimbang”, “membaca”, “mengingat”. Di samping itu, undang-undang berisikan juga diktum atau amar.

Pada bagian lain yang tidak kurang pentingnya yang pada umumnya terdapat dalam setiap undang-undang, yaitu ketentuan peralihan yang fungsinya mengisi kekosongan dalam hukum (rechtsvacuum) dengan menghubungkan waktu yang lampau dengan sekarang. Ketentuan peralihan itu biasanya berbunyi: “apabila tidak ada ketentuannya, maka berlakulah peraturan yang lama”.

Page 50: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

39Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum38 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Suatu undang-undang akan berlaku didasarkan pada adanya asas-asas tertentu, seperti di bawah ini:

1. Undang-undang tidak berlaku surut, maksudnya undang-undang hanya terhadap peristiwa yang disebutkan dalam undang-undang tersebut, dan terjadinya setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku. Contoh Pasal 3 A.B, Pasal 1ayat (1) KUHP.

2. Undang-undang yang lebih rendah derajatnya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi (asas tata jenjang), artinya peraturan yang dibuat oleh penguasa yang rendah tidak boleh bertentangan (dari segi isi) dengan peraturan yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi.

3. Undang-undang yang berlaku kemudian/belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriori derogat lex priori), dengan syarat, bahwa hal yang diatur adalah sama. Asas ini tidak berlaku bagi KUHP, karena itu sendiri mempunyai asas yang mengatakan, “bila ada perubahan berlakulah peraturan yang lebih baik bagi si tersangka “ (Pasal 1 ayat (2) KUHP.

4. Undang-undang yang lebih tinggi derajatnya membatalkan undang-undang yang mempunyai derajat yang lebih rendah (lex superior derogat lex inferiori), dengan syarat mengatur objek yang sama dan saling bertentangan. Maksudnya apabila ada dua macam undang-undang yang tidak sederajat mengatur objek yang sama dan saling bertentangan, maka hakim harus menerapkan undang-undang yang lebih tinggi, dan menyatakan bahwa undang-undang yang lebih rendah tidak mengikat.

5. Undang-undang khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum, (lex specialis derogat legi generalis), maksudnya apabila ada dua macam undang-undang yang setingkat dan berlaku pada waktu bersamaan serta saling bertentangan, hakim menerapkan yang khusus, dan mengesampingkan yang umum. Contoh KUHP terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

6. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. Dalam hal ini menyangkut dengan adanya hak uji materiil dan kaitannya dengan asas kedaulatan rakyat. Sepanjang undang-Undang itu dibuat oleh badan negara yang memegang kedaulatan rakyat, maka biasanya asas ini. Contoh: Pada

Page 51: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

39Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum38 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

masa berlakunya UUDS 1950. Dengan demikian, tidak semua negara menganut asas ini.

Peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Indonesia menurut TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966 telah ditetapkan tata pertingkatan/hierarki perundang-undangan dengan ketentuan bahwa peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih tinggi.

Tata pertingkatan perundang-undangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Keputusan Presiden;

6. Peraturan pelaksana lainnya:

- Peraturan Menteri,

- Instruksi Menteri,

- Dan lain-lain.

Sebagaimana telah diketahui bahwa isi Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 ini berdasarkan Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/1978, berkenaan dengan tata urutan/pertingkatan peraturan perundang-undangan masih perlu disempurnakan lagi.

Adapun penyempurnaan atas ketetapan tersebut di atas baru terwujud dalam sidang tahunan MPR RI yang berlangsung dari tanggal 7 sampai dengan 8 Agustus 2000 yang menghasilkan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan/pertingkatan peraturan perundang-undangan, yang di dalamnya memuat ketentuan-ketentuan yang menegaskan antara lain:

- Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945.

- Tata urutan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya.

Page 52: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

41Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum40 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Tata urutan/pertingkatan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI);

3. Undang-Undang

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

5. Peraturan Pemerintah;

6. Keputusan Presiden;

7. Peraturan Daerah (Perda), dan menurut Pasal 3 ayat (7) Ketetapan ini, Perda terdiri dari:

a. Peraturan Daerah Provinsi,

b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,

c. Peraturan Desa.

Dengan adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 tersebut maka Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966, dan Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/1978 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Adapun di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

2. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

3. Peraturan Pemerintah

4. Peraturan Presiden.

5. Peraturan Daerah.

Di dalam Stufen Theory (stufen = tangga) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, bahwa tertib hukum berbentuk sebuah piramid, di mana pada tiap-tiap tangga piramid terdapat kaidah-kaidah. Selanjutnya oleh Hans Kelsen pernah menjelaskan, bahwa:

Page 53: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

41Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum40 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Dasar berlakunya dan legalitas suatu kaidah terletak pada kaidah yang lebih tinggi. Ini berarti bahwa yang menjadi dasar berlakunya suatu ketetapan adalah peraturan, dasar berlakunya peraturan adalah undang-undang, dasar berlakunya undang-undang adalah Undang-Undang Dasar dan akhirnya dasar berlakunya Undang-Undang Dasar adalah kaidah dasar (grund norm).10

Berdasarkan keterangan tersebut di atas dapatlah dijelaskan bahwa, puncak piramid itu adalah kaidah dasar atau grund norm dan di bawahnya terdapat kaidah Undang-Undang Dasar, yang dibentuk oleh suatu badan yang berwenang, kalau di negara Indonesia adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) (Pasal 3 ayat (1) UUD 1945, di bawahnya lagi adalah undang-undang yang dibentuk bersama-sama oleh DPR dan Presiden (Pasal 20 ayat (1), dan (2) UUD 1945), kemudian di bawahnya lagi terdapat Peraturan Pemerintah yang dibentuk oleh Presiden (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, dan di tangga yang paling bawah terdapat ketetapan-ketetapan.

Secara sederhana stufen theory Hans Kelsen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan : 3 Skema stufen theory Hans Kelsen

General Norm(mengikat umum)

Individual Norm(Mengikat orangtertentu)

Tata Hukum KD

UUD

UU

Peraturan-Peraturan

Ketetapan-Ketetapan

Apabila Ketetapan itu mempunyai fungsi untuk melaksanakan suatu peraturan ke dalam suatu hal yang nyata (konkret) tertentu karena demikian Hans Kelsen menyebutnya ketetapan itu sebagai individual norm, norma yang berlaku terhadap subjek hukum tertentu atau dengan perkataan lain suatu norma yang mengikat subjek hukum tertentu. Sedangkan Peraturan, Undang-Undang, Undang-Undang Dasar, dan Kaidah Dasar disebut sebagai General Norm, yaitu norma yang berlaku/mengikat umum.

10Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), hlm. 94.

Page 54: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

43Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum42 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Selanjutnya stufen theory Hans Kelsen itu kemudian disempurnakan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky, dengan teorinya “Die Stufenordnung der Rechtsnormen”, yang mengatakan bahwa norma hukum dalam suatu negara juga berjenjang dan bertingkat membentuk suatu tertib hukum. Norma yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam negara yang disebutnya sebagai Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm/ Grundnormen.) Norma dalam negara itu selain berjenjang, bertingkat dan berlapis juga membentuk kelompok norma hukum.

Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara terdiri atas 4 (empat) kelompok besar, yaitu:

1. Grundnormen (norma dasar), UUD.

2. Grundgesetzes (hukum dasar), TAP MPR.

3. Formelle Gesetzes (undang-undang).

4. Verordnungen/Autonome Satzungen (peraturan pelaksanaan).11

Grundnormen merupakan norma dasar yang menjadi payung bagi seluruh peraturan di bawahnya. Dengan demikian, merupakan sumber dari segala sumber hukum atau merupakan morma dari seluruh norma yang ada dalam suatu negara. Norma ini di Indonesia adalah Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang perumusannya terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak dapat digolongkan ke dalam jenis peraturan.

Grundgesetzes merupakan hukum/peraturan dasar yang menjadi sumber hukum bagi peraturan perundang-undangan. Aturan ini masih bersifat mendasar, akan tetapi belum bisa langsung dioperasionalkan. Tingkatan aturan ini pada kebanyakan negara terletak pada tingkatan konstitusional. Dengan demikian, untuk operasionalisasinya, masih dipergunakan peraturan pelaksana yang lebih rendah. Di Indonesia adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Formelle Gesetzes adalah Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang merupakan aturan formal dalam negara sebagai penjabaran lebih lanjut dari aturan tingkat atasnya. Pada kebanyakan

11R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 131.

Page 55: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

43Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum42 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

negara, aturan ini menunjuk pada kewenangan pembuatan undang-undang yang ada pada negara tersebut.

Kewenangan membentuk undang-undang ini biasanya terdapat pada pihak eksekutif dan Parlemen. Di Indonesia kewenangan membuat undang-undang adalah bersama-sama oleh DPR dan Presiden (Pasal 20 ayat (1), dan (2) UUD 1945), sedangkan membuat/menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah wewenang Presiden (Pasal 22 ayat (1) UUD 1945).

Verordnungen/Autonome Satzungen yang merupakan peraturan pelaksana dari peraturan-peraturan tingkat atasnya. Peraturan ini seperti Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres), Keputusan Menteri (Kepmen), Dirjen, Direktur, Peraturan Daerah yang kesemuanya itu merupakan sumber hukum dalam arti formal yang kedudukannya lebih rendah.

Adapun yang dimaksud dengan ‘peraturan perundang-undangan” yang dikenal sehari-hari, jika dikaitkan dengan teori Die Stufenordnung der Rechtsnormen dari Hans Nawiasky ini adalah dimulai dari formelle gesetzes sampai kepada verordnungen/autonome satzungen.

Jika dikaitkan dengan tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 adalah seperti berikut di bawah ini:

:

Pancasila Norma dasar negara Pembukaan UUD 1945 (Staatsfundamental Norm)

Batang Tubuh UUD 1945 Hukum/peraturan dasar Serta TAP MPR (Grundgesetzes) Undang-Undang/Perpu Peraturan formal (Formelle Gesetzes)

Peraturan Pemerintah Peraturan-peraturan pelak Keputusan Presiden sana (Autonome Satzu- Peraturan Daerah ngen/Verordnungen).

(Staatsfundamental Norm)

(Grundgesetzes)

(Autonome Satzu-ngen/Verordnungen)

Undang-Undang Perpu Peraturan formal(Formelle Gesetzes)

Peraturan-peraturan pelaksanaan (Autonome Satzungen/Verordnungen)

Batang Tubuh UUD 1945 TAP MPR

Adapun dasar hukum proses pembuatan undang-undang adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Lembaran Negara dan pengumumannya, jo Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

Page 56: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

45Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum44 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (RPP-RI).

Di dalam mempersiapkan Rancangan Undang-Undang itu ada 4 (empat) tahap yang harus diikuti, yaitu:

1. Tahap prakarsa Rancangan Undang-Undang;

2. Tahap penyusunan dan pengolahan;

3. Tahap persidangan (melalui beberapa kali jenis persidangan di DPR);

4. Tahap pengesahan dan pengundangan.

Adapun syarat berlakunya undang-undang yaitu bahwa, undang-undang itu harus lebih dahulu diundangkan dan dimuat dalam lembaran negara. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan lembaran negara adalah tempat pengundangan suatu undang-undang agar mempunyai daya mengikat. Lembaran Negara (LN)/Staatsblad diterbitkan oleh Sekretaris Negara.

Adapun urutan nomor lembaran negara adalah untuk tiap satu tahun. Maksudnya tiap ganti tahun, maka lembaran negara yang keluar tahun itu dimulai dari angka 1 (satu) lagi, dan seterusnya.

Contoh cara penulisan lembaran negara (LN) adalah sebagai berikut:- LN 2003 : 1, 2, 3, 4, dan seterusnya.

- LN 2004 : 10, 11, 12, 13, dan seterusnya.

- LN 2004 : 67 (yaitu Undang-Undang Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia).

- LN 2004 : 95 (yaitu Undang-Undang Nomor 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Di samping Lembaran Negara (LN), ada juga Tambahan Lembaran Negara (TLN) dan Berita Negara. Tambahan Lembaran Negara (TLN)/Bijblad yang berisikan penjelasan tentang apa yang terdapat dalam Lembaran Negara (LN), yang diberi nomor urut dan tahun penerbitannya. Nomor Tambahan Lembaran Negara tidak urut untuk satu tahun, akan tetapi terus saja.

Contoh: Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 2004: 4358 (penjelasan mengenai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman). Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 2003: 4316 (penjelasan mengenai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi). Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 2004: 4419 (penjelasan mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

Page 57: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

45Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum44 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Berita Negara adalah tempat memuat berita lain yang sifatnya penting yang berkaitan dengan peraturan negara dan pemerintah, memuat surat-surat yang dianggap penting, misalnya: akta pendirian perseroan terbatas (PT), akta pendirian koperasi, dan sebagainya.

ad. b. Kebiasaan (Costum)Kebiasaan dapat diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam

bentuk yang sama, merupakan suatu bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut.

Jadi kebiasaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan orang secara tetap. Menurut J.B. Daliyo bahwa kebiasaan adalah perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang dilakukan berulang-ulang.12

Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbullah suatu kebiasaan hukum.

Jadi perilaku yang diulang itu mempunyai kekuatan normatif, mempunyai kekuatan yang mengikat. Karena diulang oleh orang banyak maka mengikat orang-orang lain untuk melakukan hal yang sama, karena menimbulkan keyakinan atau kesadaran, bahwa hal itu memang patut dilakukan.

Contoh kebiasaan orang Dayak yang mengharuskan perkawinan dilaksanakan melalui sistem endogami, yaitu sistem perkawinan yang terjadi antar keluarga yang masih terkait dalam suatu rumpun suku bangsa yang bersangkutan.

Dengan demikian, di negara Indonesia, bahwa kebiasaan merupakan sumber hukum. Kebiasaan dapat menjadi hukum kebiasaan. Hukum kebiasaan dapat dirumuskan dari kebiasaan oleh hakim dalam putusannya.

Kebiasaan dalam lingkungan masyarakat tertentu adalah suatu kenyataan yang dapat dilihat, dikonstatir oleh hakim sebagai suatu peristiwa dan kemudian dirumuskan sebagai peraturan hukum. Apabila pembentukan peraturan itu selalu dilakukan dalam pengadilan, maka terdapat hukum kebiasaan di samping undang-undang.

12J.B. Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 57.

Page 58: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

47Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum46 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Menurut Sudikno Mertokusumo, bahwa kebiasaan dapat menjadi hukum diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Syarat materiil: adanya kebiasaan atau tingkah laku yang tetap atau diulang, yaitu suatu rangkaian perbuatan yang sama, yang berlangsung untuk beberapa waktu lamanya (longa et invetarata consuetudo).

2. Syarat intelektual: kebiasaan itu harus menimbulkan opinio necessitatis (keyakinan umum) bahwa perbuatan itu merupakan kewajiban hukum.

3. Adanya akibat hukum apabila hukum kebiasaan itu dilanggar.13

Hukum kebiasaan terdapat kelemahan-kelemahan, sebab tidak dirumus-kan secara jelas dan pada umumnya sukar digali, dikarenakan tidak tertulis. Di samping itu juga bersifat aneka ragam sehingga tidak menjamin kepastian hukum dan sering menyulitkan beracara.

Antara hukum kebiasaan dan undang-undang mempunyai perbedaan, yaitu pada undang-undang merupakan keputusan pemerintah yang berwenang (bersama-sama oleh DPR dan Presiden Pasal 20 ayat (1), dan (2) UUD 1945). Sedangkan hukum kebiasaan merupakan peraturan yang timbul dari pergaulan. Akan tetapi, hukum kebiasaan dan undang-undang itu kedua-duanya merupakan penegasan pandangan hukum yang terdapat di dalam masyarakat.

Kebiasaan mempunyai tempat yang penting di samping undang-undang. Hukum ketatanegaraan Indonesia sebagian besar dikuasai oleh kebiasaan yang disebut dengan istilah convensi (kebiasaan ketatanegaraan), dan tidak mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan dalam praktik ketatanegaraan, seperti pidato kenegaraan Presiden di depan sidang paripurna DPR setiap tanggal 16 Agustus yang berisikan laporan pelaksanaan tugas pemerintahan dalam tahun anggaran yang lewat dan arah kebijaksanaan ke depan.

Ketentuan kebiasaan sebagai hukum di negara Indonesia telah diatur dalam beberapa pasal perundang-undangan, seperti:

1. A.B. (Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia) pada Pasal 15 yang berbunyi: “selain pengecualian-pengecualian yang ditetapkan mengenai orang-orang Indonesia dan orang-orang yang dipersamakan, maka kebiasaan tidak merupakan hukum kecuali apabila undang-undang menetapkan demikian”.

13Sudino Mertokusumo, Op. Cit, hlm. 99.

Page 59: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

47Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum46 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Berdasar pasal tersebut di atas jelaslah, bahwa kebiasaan itu diakui apabila undang-undang menunjuknya. Ini maksudnya bahwa jika undang-undang tidak menunjuknya hakim tidak perlu memperlakukannya. Jadi apabila dilihat bunyi Pasal 15 A.B. tersebut, maka pada asasnya bahwa pembentuk undang-undang berpendapat bahwa undang-undanglah yang menjadi sumber hukum.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) pada Pasal 1346, Pasal 1347, Pasal 1339, dan Pasal 1571.

Pasal 1346 KUH Perdata berbunyi: “apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat di mana perjanjian telah dibuat”.

Pasal 1347 KUH Perdata yang berbunyi: ”hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan”.

Pasal 1339 KUH Perdata yang berbunyi: “semua perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.

Pasal 1571 KUH Perdata yang berbunyi: “jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”.

Dengan demikian, kebiasaan dalam seluruh hukum perjanjian diberi kekuatan yang bersifat kontrak. Di dalam hukum dagangpun kebiasaan itu juga memegang peranan yang penting.

3. A.B. (Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia)/ketentuan umum tentang peraturan perundang-undangan untuk Indonesia yang di- undangkan pada tanggal 30 April 1847 staatsblad 23/1847, pada Pasal 22 berbunyi: “hakim yang menolak untuk mengadili dengan alasan undang-udangnya bungkam, tidak jelas atau tidak lengkap dapat dituntut karena menolak untuk mengadili”.

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada Pasal 16 ayat (1) berbunyi: “pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.

Page 60: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

49Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum48 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Jika dilihat bunyi pada Pasal 22 A.B. dan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman jelaslah, bahwa hakim harus memeriksa dan memutuskan perkara sekalipun hukumnya tidak jelas dan lengkap. Ini berarti bahwa ia tidak terikat pada undang-undang, sehingga dalam hal ini kebiasaan mempunyai peranan yang penting. Oleh karena itu, kebiasaan di Indonesia termasuk sumber hukum.

Apabila terjadi konflik antara hukum kebiasaan dengan undang-undang, maka penyelesaiannya adalah, jika undang-undang itu bersifat pelengkap maka hukum kebiasaan mengesampingkan undang-undang. Akan tetapi, apabila undang-undang itu berisi ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa dan bertentangan dengan kebiasaan, maka undang-undang mengalahkan hukum kebiasaan.

Selanjutnya di samping hukum kebiasaan sebagai hukum tidak tertulis ada juga hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) pada umumnya adalah merupakan sinonim dari istilah atau sebutan hukum adat.

Hukum adat adalah peraturan hukum yang tidak tertulis. Atau hukum adat adalah bagian tata hukum Indonesia yang berasal dari adat istiadat dan mempunyai sanksi hukum. Menurut R. Soepomo mengatakan, bahwa hukum adat adalah hukum non statutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam.14

Hukum adat menurut Van Vollenhouven adalah:Hukum yang tidak bersumber pada perundang-undangan yang dibuat pemerintah, oleh karenanya ia tidak teratur, tidak sempurna dan tidak tegas. Namun demikian, maka ia disebut hukum adat karena ia berbeda dari “adat”, ia disebut hukum adat karena ia mempunyai sanksi (reaksi).15

Hukum adat dan hukum kebiasaan sama-sama hukum yang tidak tertulis, namun demikian kedua hukum itu mempunyai perbedaan-perbedaan, yaitu:

1. Hukum adat asal usulnya bersifat agak sakral, berasal dari nenek moyang, agama dan tradisi rakyat, sedangkan hukum kebiasaan sebagian besar dari kontak antara Timur dan Barat tetapi kemudian dapat diresapi dalam hukum Indonesia sebagai sesuatu yang asli.

2. Hukum adat dipertahankan oleh para anggota adat, sedangkan hukum kebiasaan dipertahankan oleh penguasa yang tidak termasuk badan perundang-undangan.

14R. Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 3. 15Van Vollenhoven dalam Hilman Hadikusumah, Sejarah Hukum Adat Indonesia,

(Bandung: Alumni, 1978), hlm. 107.

Page 61: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

49Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum48 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. Hukum adat sebagian besar terdiri atas kaidah-kaidah yang tidak tertulis, sedangkan hukum kebiasaan semuanya terdiri atas kaidah-kaidah yang tidak tertulis.

ad. c. YurisprudensiIstilah yurisprudensi berasal dari kata latin yaitu “jurisprudentia” yang

berarti pengetahuan hukum. Kata yurisprudensi dengan istilah teknis Indonesia sama artinya dengan “jurisprudentie” (dalam bahasa Belanda) dan “jurisprudence” (dalam bahasa Prancis), yaitu peradilan tetap atau hukum peradilan.

Istilah jurisprudence (dalam bahasa Inggris) berarti teori ilmu hukum (algemene rechtsleer: General Theory of Law). Sedangkan pengertian yurisprudensi dalam bahasa Indonesia adalah peradilan tetap atau hukum peradilan, dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan istilah case law atau judge made law (hukum yang dibuat pengadilan).

Kata “jurisprudenz” dalam bahasa Jerman berarti ilmu hukum dalam arti sempit atau aliran ilmu hukum. Kemudian yurisprudensi dalam arti peradilan tetap atau hukum peradilan dalam bahasa Jerman disebut dengan istilah "ueberlieferung”. Dengan demikian, yurisprudensi adalah rentetan keputusan hakim yang sama bunyinya tentang masalah yang sama.

Menurut C.S.T. Kansil bahwa, yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.16 Kemudian oleh Marwan Mas menjelaskan bahwa, yurisprudensi adalah putusan hakim yang memuat peraturan tersendiri dan telah berkekuatan hukum tetap, kemudian diikuti oleh hakim lain dalam peristiwa yang sama.17 Dengan demikian, yurisprudensi itu adalah suatu keputusan hakim yang diikuti oleh hakim lainnya, dan merupakan sumber hukum dalam arti formal.

Hakim dalam memutuskan suatu perkara yang diperiksa sering terjadi tidak langsung didasarkan pada suatu peraturan yang telah ada. Tindakan hakim semacam ini dapat didasarkan pada ketentuan Pasal 22 A.B. (Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia) dan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

16C.S.T. Kansil, Op-Cit, hlm. 47. 17Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 66.

Page 62: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

51Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum50 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pasal 22 A.B berbunyi: “hakim yang menolak untuk mengadili dengan alasan undang-undangnya bungkam, tidak jelas atau tidak lengkap, dapat dituntut karena menolak untuk mengadili”.

Kemudian Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman menegaskan bahwa, “pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum itu tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.

Kedua pasal tersebut di atas memberikan penjelasan bahwa, hakim tidak boleh menolak apabila diminta memutuskan perkara, dengan alasan karena belum ada aturan hukumnya. Akan tetapi, justru dia diminta untuk menemukan hukumnya, sebab hakim dianggap mengetahui hukum dan dapat mengambil keputusan berdasarkan ilmu pengetahuannya sendiri dan keyakinannya sendiri. Doktrin dalam ilmu hukum ialah “curia ius novit”, artinya hakim dianggap mengetahui hukum.

Selanjutnya apabila ternyata peraturan hukumnya ada tetapi kurang jelas, hakim dengan ilmu pengetahuannya dan kebijaksanaannya dapat menafsirkan peraturan hukum itu secara positif sedemikian rupa sehingga menurut keyakinannya perkara itu dapat diputus dengan rasa keadilan.

Kemudian apabila tidak ada peraturan hukum tertulis, hakim harus mencari peraturan hukum tidak tertulis, kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Hakim harus aktif menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi, “hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Jika hakim menolak permintaan itu dikenakan sanksi pidana. Meskipun pada dasarnya hakim tidak terikat oleh yurisprudensi, tetapi bila ia menghadapi kasus demikian hakim akan menggunakan yurisprudensi sebagai dasar pertimbangan keputusannya, bahkan tidak mustahil apabila hakim itu akan mengikuti keputusan hakim terdahulu jika keputusan itu dianggap sudah tepat dan adil, sedang kasus yang diperiksa sama atau hampir sama.

Keputusan hakim (yurisprudensi) suatu produk yudikatif, yang isinya berupa kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan atau terhukum. Dengan demikian, keputusan hakim itu hanya

Page 63: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

51Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum50 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

mengikat kepada orang-orang tertentu saja dan tidak mengikat setiap orang secara umum. Jadi hakim menghasilkan hukum yang berlakunya terbatas pada kasus dari piahak-pihak tertentu (kasus konkret).

Putusan hakim mempunyai kekuatan berlaku untuk dilaksanakan sejak putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap. Perbedaannya dengan hukum yang dibentuk oleh lembaga legislatif (undang-undang) adalah bahwa undang-undang itu berisi peraturan-peraturan yang bersifat abstrak dan berlakunya umum, serta mengikat setiap orang.

Adapun seorang hakim mempergunakan putusan hakim lain, disebabkan pertimbangan sebagai berikut:

1. Pertimbangan psikologis, yakni karena keputusan hakim mempunyai kekuasaan/kekuatan hukum terutama keputusan dari Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Keputusan seorang hakim lebih tinggi diturut, karena hakim tersebut adalah pengawasan atas pekerjaan hakim di bawahnya, dan karena jasa-jasanya hakim bawahan segan untuk tidak menghormati putusan tersebut.

2. Pertimbangan praktis, yakni apabila tidak mengikuti hakim yang lebih tinggi, maka kemungkinan besar salah satu pihak akan minta banding.

3. Pendapat yang sama, yakni dari antara keputusan-keputusan hakim itu ada yang disebut standard-arrest, yang dimaksudkan ialah keputusan hakim yang secara tegas menjelaskan suatu persoalan yang menimbulkan keraguan-keraguan. Dengan kata lain sependapat dengan apa yang telah diputuskan oleh hakim lainnya.

Di dalam praktik kenegaraan, maka penanganan peradilan dilaksanakan berdasarkan asas-asas tertentu. Asas-asas pokok yang dapat dianut oleh suatu negara mengenai peradilan tersebut, yaitu ada asas precedent dan ada asas bebas.

Asas precedent (stare decisis) yang dianut oleh negara-negara Anglo Saxon (Inggris, Amerika Serikat), berarti bahwa petugas peradilan (hakim) terikat atau tidak boleh menyimpang dari keputusan yang lebih dahulu dari hakim yang lebih tinggi, atau sederajat tingkatnya. Jadi hakim harus berpedoman pada putusan-putusan pengadilan terdahulu apabila ia dihadapkan pada suatu peristiwa. Di sini hakim berpikir secara induktif.

Menurut R. Soeroso, bahwa asas precedent (stare decisis), ini berlaku berdasarkan 4 (empat) faktor, yaitu:

Page 64: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

53Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum52 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Bahwa penerapan dari peraturan-peraturan yang sama pada kasus-kasus yang sama menghasilkan perlakuan yang sama, bagi siapa saja/yang datang/menghadap pada pengadilan.

2. Bahwa mengikuti precedent secara konsisten dapat menyumbangkan pendapatnya dalam masalah-masalah di kemudian hari.

3. Bahwa penggunaan kriteria yang mantap untuk menempatkan masalah-masalah yang baru dapat menghemat waktu dan tenaga.

4. Bahwa pemakaian putusan-putusan yang lebih dahulu (sebelumnya) menunjukkan adanya kewajiban untuk menghormati kebijaksanaan dan pengalaman dari pengadilan pada generasi sebelumnya.18

Sedangkan asas bebas yang dianut oleh negara-negara Kontinental (Belanda, Jerman, Prancis, Italia, Amerika Latin). Asas ini berpendapat, bahwa petugas peradilan (hakim) tidak terikat pada keputusan-keputusan hakim terdahulu (sebelumnya) pada tingkatan sejajar maupun hakim yang lebih tinggi. Di sini hakim berpikir secara deduktif dari undang-undang yang sifatnya umum ke peristiwa khusus.

Di dalam praktiknya, pelaksanaan masing-masing asas tersebut di atas tidaklah demikian ketatnya, sehingga perbedaannya satu sama lain hanyalah pada asasnya saja dan akan menimbulkan hal-hal yang kurang baik apabila dilaksanakan secara kaku.

Di Indonesia dikenal kedua asas tersebut dan berlaku, yaitu asas bebas bagi peradilan barat, sedangkan asas precedent dapat dijumpai bagi peradilan hukum adat. Apabila diamati pengertian kedua asas yurisprudensi tersebut di atas, maka sistem peradilan pada umumnya dikenal dua sistem, yaitu sistem Kontinental (asas bebas) dan sistem Anglo Saxon (asas precedent).

Selanjutnya yurisprudensi itu dapat dibagi atas 2 (dua) macam, yaitu:

1. Yurisprudensi tetap, yakni keputusan hakim yang terjadi karena rentetan-rentetan keputusan yang sama dan dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu perkara (standard arresten). Standard adalah dasar atau baku, arresten adalah keputusan Mahkamah Agung.

Contoh: Yurisprudensi Belanda yang diikuti oleh Indonesia pada tanggal 23 Mei 1921 Hoge Raad der Nederlanden memutuskan bahwa pencurian tenaga alam seperti tenaga listrik dapat juga dihukum berdasarkan Pasal 362 KUHP, karena pencurian tenaga alam termasuk juga mengambil

18R. Soeroso, Op. Cit, hlm. 168.

Page 65: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

53Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum52 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

barang yang sama sekali atau sebagian termasuk milik orang lain secara melawan hukum dengan maksud akan memiliki barang tersebut.

2. Yurisprudensi tidak tetap, yaitu yurisprudensi (keputusan hakim) yang terdahulu yang belum masuk menjadi yurisprudensi tetap (standard arresten).

Selain yurisprudensi tetap dan yurisprudensi tidak tetap ada lagi yurisprudensi semi yuridis, dan yurisprudensi administrasi. Menurut Marwan Mas bahwa yurisprudensi semi yuridis, yaitu semua penetapan pengadilan berdasarkan permohonan seseorang yang hanya berlaku khusus pada pomohon. Misalnya, penetapan pengangkatan anak, penetapan penggantian nama dan sebagainya. Yurisprudensi administrasi, yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang hanya berlaku secara administrasi dan mengikat intern dalam lingkup peradilan.19

ad. d. Traktat (Perjanjian Antar Negara)Pemakaian istilah traktat lazimnya digunakan untuk perjanjian

Internasional khususnya perjanjian dalam bidang politik dan ekonomi.

Traktat adalah persetujuan (perjanjian) yang dilakukan oleh dua negara atau lebih. Apabila traktat itu diadakan antara dua negara, maka traktat itu dinamakan bilateral.

Contohnya:

1. Perjanjian negara Republik Indonesia dengan negara Republik Rakyat Cina tentang dwi kewarganegaraan tahun 1954.

2. Traktat antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Papua Nugini tentang perjanjian perbatasan wilayah kedua negara.

3. Traktat antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Malaysia tentang Ekstradisi yang diadakan di Jakarta tanggal 7 Juni 1974. Perjanjian ini telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1974, Lembaran Negara Nomor 63/1974, disahkan, diundangkan, dan mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 1974.

Sedangkan traktat yang diadakan oleh banyak negara, atau beberapa negara maka traktat (perjanjian) itu dinamakan perjanjian multilateral.

19Marwan Mas, Op. Cit, hlm. 67.

Page 66: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

55Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum54 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Contohnya:

1. Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perlindungan korban perang.

2. Perjanjian 5 (lima) negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Muangthai, dan Philipina tentang kerja sama regional antara rumpun Asia Tenggara (ASEAN); Indonesia meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1976.

3. Perjanjian kerja sama beberapa negara di bidang pertahanan dan ideologi seperti NATO (North Atlantic Treaty Organization).

4. Perjanjian antara tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Singapura tentang status selat Malaka sebagai laut milik bersama ketiga negara tersebut dan bukan laut internasional.

Apabila perjanjian multilateral memberi kesempatan kepada suatu negara yang pada mulanya tidak turut mengadakan, kemudian menjadi pihak, maka perjanjian itu merupakan perjanjian terbuka atau kolektif. Contoh PBB atau Charter of the United Nation merupakan perjanjian banyak negara-negara yang ingin menegakkan perdamaian dunia, Indonesia menjadi anggota ke-60.

Sedangkan traktat kolektif atau traktat terbuka adalah perjanjian antara beberapa negara atau traktat multilateral yang masih memungkinkan masuknya negara lain menjadi peserta asal negara itu menyetujui isi perjanjian yang sudah ada.

Traktat merupakan perjanjian internasional yang kekuatan mengikatnya terhadap para peserta pembuat perjanjian itu sangat ketat. Sebab sesuai ketentuan traktat, negara yang telah mengikatkan dirinya dalam traktat tidak dapat menarik diri dari ketentuan kewajiban-kewajibannya tanpa persetujuan pihak-pihak lainnya yang tergabung dalam perjanjian itu.

Dengan demikian, maka traktat adalah bentuk perjanjian yang paling formal. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.20

Untuk perjanjian antar negara yang biasa dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden dengan dasar hukum Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

20Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Bina Cipta, 1981), hlm. 109.

Page 67: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

55Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum54 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Adapun bunyi dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undamg Dasar 1945 itu adalah “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”.

Kalau diperhatikan bunyi Pasal 11 ayat (1) di atas tidak membedakan antara perjanjian yang termasuk penting (treaty), dengan perjanjian tidak begitu penting (agreement). Dalam praktik ketatanegaraan yang dipakai sebagai dasar untuk menjalankan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 itu adalah surat Presiden Republik Indonesia tentang pembuatan perjanjian-perjanjian dengan negara lain kepada ketua Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 22 Agustus 1960 nomor 2826/HK/1960. Dalam surat ini dibedakan 2 (dua) macam perjanjian internasional, yaitu:

1. Perjanjian internasional yang memuat materi yang penting (treaty), dan

2. Perjanjian internasional yang mengandung materi yang kurang penting (agreement).

Perjanjian internasional yang lazim berbentuk penting (treaty) yang mengandung materi sebagai berikut:

a. Soal-soal politik atau soal-soal yang dapat memengaruhi haluan politik luar negeri seperti misalnya perjanjian-perjanjian persahabatan, perjanjian-perjanjian persekutuan (aliansi), perjanjian-perjanjian tentang perubahan wilayah.

b. Ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya sehingga memengaruhi haluan politik luar negeri seperti perjanjian kerja sama ekonomi, pinjaman uang.

c. Soal-soal yang menurut Undang-Undang Dasar dan menurut sistem perundang-undangan kita harus diatur dengan bentuk undang-undang, seperti soal-soal kewarganegaraan dan soal-soal kehakiman.

Dengan demikian, di luar hal-hal tersebut di atas, dianggap sebagai perjanjian internasional yang kurang penting (agreement). Perjanjian semacam ini tidak memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), akan tetapi hanya disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk diketahui setelah disahkan oleh Presiden.

Sedangkan perjanjian internasional yang berbentuk penting (treaty) harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pelaksanaan pembuatan traktat (perjanjian) itu menurut pendapat klasik harus melalui prosedur tertentu, yakni melalui 4 (empat) tahap, yaitu:

Page 68: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

57Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum56 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Tahap penetapan (sluiting), yaitu penetapan isi perjanjian oleh utusan atau delegasi pihak-pihak yang bersangkutan. Hasil penetapan diberi nama konsep traktat/perjanjian (sluiting oorkonde/concept verdrag/concept overeen komst).

2. Tahap persetujuan masing-masing parlemen pihak yang bersangkutan. Di Indonesia oleh Presiden diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disetujui. Setelah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimasukkan dalam undang-undang persetujuan (goedkeurings wet), kemudian konsep perjanjian itu disahkan oleh Kepala Negara (Presiden).

3. Tahap ratifikasi (pengesahan). Setelah ratifikasi oleh Presiden, maka perjanjian itu berlaku di wilayah negara yang bersangkutan. Perjanjian yang telah diratifikasikan kemudian diundangkan dalam lembaran negara. Pengundangan ini hanya merupakan tindakan formal saja dan bukan syarat untuk berlakunya perjanjian. Perjanjian telah mulai berlaku setelah ratifikasi.

4. Tahap penukaran piagam perjanjian. Pihak-pihak yang telah meratifisir perjanjian dalam suatu upacara saling menyampaikan piagam persetujuan. Perbuatan ini disebut pengumuman atau pelantikan.

Setelah tahap-tahap tersebut telah dilaksanakan, maka perjanjian (traktat) itu telah terbentuk dan berlaku mengikat kepada negara dari negara yang bersangkutan. Mengikatnya suatu perjanjian (traktat) pada umumnya didasarkan pada suatu asas hukum yang bernama “pacta Sun Servanda”, yaitu setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati, atau setiap perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya. Dengan demikian, perjanjian (traktat) merupakan sumber hukum formal.

Kemudian suatu perjanjian secara umum dapat ditangguhkan keber-lakuannya atau berakhir disebabkan sebagai berikut:

1. Karena telah tercapainya tujuan daripada perjanjian itu;

2. Karena habis berlakunya waktu perjanjian itu;

3. Karena punahnya salah satu pihak peserta perjanjian atau penunahnya objek perjanjian itu;

4. Karena adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu;

5. Karena diadakannya perjanjian antara para peserta kemudian yang meniadakan perjanjian yang terdahulu;

Page 69: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

57Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum56 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

6. Karena dipenuhinya syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian itu sendiri; dan

7. Diakhirinya perjanjian secara sepihak oleh salah satu peserta dan diterimanya pengakhiran itu oleh pihak lain.21

Berdasarkan ketentuan–ketentuan umum tentang punahnya perjanjian tersebut di atas, jelaslah bahwa berakhirnya perjanjian itu dalam berbagai hal dapat diatur oleh peserta-peserta perjanjian dalam perjanjian itu sendiri berupa ketentuan-ketentuan yang disetujui kedua belah pihak dan mengikat mereka.

ad. e. Doktrin (Pendapat Sarjana Hukum)Doktrin adalah suatu ajaran dari seseorang ahli hukum. Seorang ahli

yakni seorang yang oleh dunia internasional sudah diakui keahliannya dalam lapangan hukum. Biasanya ahli yang demikian itu menjadi terkenal karena buah pikirannya yang bermutu tinggi.

Menurut R. Soeroso, bahwa doktrin adalah pendapat para sarjana hukum yang terkemuka yang besar pengaruhnya terhadap hakim, dalam mengambil keputusannya.22 Selanjutnya Sudikno Mertokusumo pernah juga berpendapat, bahwa doktrin itu adalah pendapat para hukum yang merupakan sumber hukum, tempat hakim dapat menemukan hukumnya.23

Kemudian oleh Chainur Arrasyid menjelaskan bahwa doktrin itu adalah hukum yang diciptakan oleh orang-orang cerdik pandai. Atau pendapat-pendapat dari ahli hukum tentang sesuatu hal mengenai hukum.24 Sering kali terjadi bahwa hakim dalam memutuskan perkara yang diperiksanya menyebut-nyebut pendapat sarjana hukum tertentu sebagai dasar pertimbangannya.

Dengan kata lain, bahwa hakim sering kali mempergunakan doktrin (pendapat sarjana hukum) sebagai landasan untuk mencari kebenaran-kebenaran materiil dari suatu perkara yang dihadapinya. Jadi dapat dikatakan bahwa hakim menemukan hukumnya dalam doktrin itu. Doktrin yang demikian itu adalah sumber hukum, yakni sumber hukum formal.

21Mochtar Kusumaatmadja, Ibid, hlm. 128. 22R. Soeroso, Op. Cit, hlm. 179. 23Sudikno Mertokusumo, Op. Cit, hlm. 108. 24Chainur Arrasyid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 81.

Page 70: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

59Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum58 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Dengan demikian, suatu doktrin untuk dapat menjadi hukum formal harus memenuhi syarat tertentu, yaitu jika doktrin itu telah menjelma menjadi keputusan hakim.

Adapun contoh doktrin dapat dilihat sebagai berikut:

1. Doktrin mazhab sejarah dan kebudayaan yang dipelopori oleh Friedrich Karl Von Savigny (1779-1861), seorang Jerman berpendapat bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (volkgeist). Semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan dan bukan berasal dari pembentuk undang-undang.

2. Doktrin aliran utilitarianisme yang dipelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1832), berpendapat bahwa manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Setiap kejahatan harus disertai dengan hukuman-hukuman yang sesuai dengan kejahatan tersebut dan hendaknya penderitaan yang dijatuhkan tidak lebih daripada apa yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat secara individual.

3. Doktrin aliran socialogical jurisprudence yang dipelopori oleh Eugen Ehrlich (1826-1922), seorang Austria berpendapat bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan-keputusan badan yudikatif ataupun ilmu hukum, akan tetapi justru terletak di dalam masyarakat itu sendiri.

4. Doktrin aliran realisme hukum yang diprakarsai oleh Karl Llewellyn (1893-1962), Jerome Frank (1889-1957), Justice Oliver Wendell Holmes (1841-1935) ketiga-tiganya orang Amerika berpendapat bahwa hakim-hakim tidak hanya menemukan hukum, akan tetapi bahkan membentuk hukum.25

Di Indonesia dalam hukum Islam banyak juga dijumpai ajaran-ajaran dari Imam Syafi’i yang digunakan oleh hakim pada pengadilan agama dalam putusan-putusannya. Dalam hukum internasional doktrin diakui sebagai sumber hukum. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional (Statute of the International Court of Justice) mengatakan bahwa

25Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hlm. 33-38.

Page 71: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

59Bab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum58 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

dalam mengadili perkara-perkara yang diajukan kepadanya, Mahkamah Internasional akan mempergunakan:

1. Perjanjian-perjanjian internasional (International conventions);

2. Kebisaan-kebiasaan Internasional (International customs);

3. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (The general principles of law recognized by civilized nations);

4. Keputusan pengadilan (Judicial decisions); dan

5. Ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah-kaidah hukum (The teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law).

Berdasarkan hal tersebut di atas dapatlah dijelaskan bahwa doktrin itu akan dapat dipergunakan sebagai bahan baku untuk menciptakan pembaruan hukum dan selanjutnya menjadi sumber hukum.

B. Bahan-bahan HukumIstilah bahan di dalam kamus besar bahasa Indonesia terdapat beberapa

arti, yaitu:

1. Barang yang akan dibuat menjadi satu benda tertentu lain;

2. Segala sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan untuk tujuan tertentu, seperti untuk pedoman atau pegangan, untuk mengajar, memberi ceramah;

3. Sesuatu yang menjadi sebab (pengikat) atau sikap (perbuatan: tertawaan, pertikaian);

4. Barang yang akan dipakai untuk bukti (keterangan, alasan).26

Selain istilah bahan ada juga dikenal dengan istilah “unsur”, yang diartikan sebagai bagian terkecil dari suatu benda. Pengertian istilah bahan di dalam bahan-bahan hukum dipergunakan pada pengertian pada urutan yang kedua di atas.

Adapun bahan hukum itu menurut Soerjono Soekanto terdiri atas 3 (tiga) macam, yaitu:

26Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, hlm. 87.

Page 72: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PBBab 2 | Sumber Hukum dan Bahan Hukum60 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Bahan hukum primer,

2. Bahan hukum sekunder,

3. Bahan hukum tertier.27

a. Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai otoritas. Bahan hukum tersebut terdiri atas:

1) Norma atau kaidah dasar, yakni Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

2) Peraturan dasar, yaitu batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, dan ketetapan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3) Peraturan perundang-undangan, yaitu undang-undang dan peraturan yang setaraf, peraturan pemerintah dan peraturan yang setaraf, keputusan presiden dan peraturan yang setaraf, keputusan menteri dan peraturan yang setaraf, dan peraturan daerah.

4) Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat.

5) Yurisprudensi.

6) Traktat.

7) Bahan hukum yang dari zaman penjajahan yang hingga sekarang masih berlaku, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, jurnal-jurnal hukum.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia.

27Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 52.

Page 73: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

61Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata NegaraPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

A. Istilah dan Pengertian Hukum Tata NegaraIstilah hukum tata negara adalah terjemahan dari bahasa Belanda yaitu

“staatsrecht”. Staats berarti negara-negara, sedangkan recht berarti hukum. Dalam kepustakaan Indonesia diartikan menjadi hukum tata negara.

Berdasarkan kepustakaan Belanda istilah staats recht mempunyai dua arti, yakni staats recht in ruimere zin, yaitu hukum tata negara dalam arti luas, dan staats recht in engere zin, yaitu hukum tata negara dalam arti sempit.

Hukum tata negara dalam arti luas (staats recht in ruimere zin), yaitu hukum tata negara dalam arti sempit ditambah dengan hukum administrasi negara. Sedangkan hukum tata negara dalam arti sempit (staats recht in engere zin), yaitu hukum tata negara positif dari suatu negara tertentu. Atau hukum tata negara suatu negara tertentu yang berlaku pada waktu tertentu.

Di Inggris pada umumnya dipakai dengan istilah constitutional law untuk menunjukkan arti yang sama dalam hukum tata negara. Istilah constitutional law dipergunakan dengan alasan bahwa dalam hukum tata negara unsur konstitusi lebih menonjol. Sebagai variasi dari istilah constitutional law tersebut dijumpai istilah state law yang didasarkan pada perkembangan bahwa hukum tata negaranya lebih penting.

Di Prancis dipergunakan dengan istilah Droit Constitutional yang dilawankan dengan Droit Administratif, sedangkan di Jerman untuk istilah

ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA

BAB 3

Page 74: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

63Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara62 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

tata negara disebut verfassungs recht dan verwaltungs recht untuk istilah hukum administrasi negara.1

Di Indonesia mengambil istilah hukum tata negara dari bahasa Belanda, hal ini disebabkan, karena bangsa Belanda pernah menjajah bangsa Indonesia yang tentunya terhadap hukum tata negara Indonesia tidak terelakkan, bahkan lebih jauh dari itu termasuk juga hukum pidana dan hukum perdata.

Adapun definisi hukum tata negara para ahli hukum masih terdapat perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan karena masing-masing ahli hukum itu berpendapat bahwa apa yang dianggap penting akan menjadi titik berat dalam merumuskan arti hukum tata negara. Di samping itu, juga pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berlainan.

Di bawah ini akan diuraikan definisi hukum tata negara yang dikemukakan oleh para sarjana ilmu hukum tata negara sebagai acuan dalam memberikan rumusan hukum tata negara, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim berpendapat bahwa, hukum tata negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi daripada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya.2

2. M. Solly Lubis menjelaskan bahwa, hukum tata negara adalah seperangkat peraturan mengenai struktur pemerintahan negara, yakni peraturan-peraturan mengenai bentuk dan susunan negara, alat-alat perlengkapannya, tugas-tigas dan hubungan antara alat-alat perlengkapan itu.3

3. Dasril Radjab mengemukakan bahwa, hukum tata negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara, hubungan alat perlengkapan negara, susunan dan wewenangnya serta hak dan kewajiban warga negara.4

4. Djokosutono dalam CST Kansil mengatakan bahwa, hukum tata negara adalah hukum mengenai organisasi jabatan-jabatan negara di dalam rangka pandangan mereka terhadap “negara sebagai organisasi”.5

1Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988), hlm. 23.

2Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, Ibid, hlm. 29. 3M. Solly Lubis, Asas-Asas Hukum Tata Negara, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 31. 4Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rinneka Cipta, 1994), hlm. 6.5CST. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1986),

hlm. 32.

Page 75: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

63Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara62 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

5. J.R. Stellinga dalam Soembodo Tikok berpendapat bahwa, hukum tata negara adalah hukum yang mengatur wewenang dan kewajiban alat-alat perlengkapan negara, mengatur hak dan kewajiban warga negara.6

6. Kusumadi Pudjosewojo menegaskan bahwa, hukum tata negara ialah hukum yang mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal), dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik), yang menunjukkan masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan imbangannya , yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dan masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat-masyarakat hukum itu, beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah orang), wewenang, tingkatan-imbangan dari dan antara alat-alat perlengkapan itu.7

Apabila diperhatikan keenam definisi hukum tata negara yang disebutkan oleh sarjana tersebut di atas, terlihat dengan jelas adanya perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh titik berat perhatian, lingkungan, dan pandangan hidup masing-masing daripada para ahli hukum tata negara tersebut, sehingga tidak mustahil jika setiap definisi tersebut tidak sama. Akan tetapi, di samping perbedaan, juga ada persamaannya, yaitu membicarakan tentang organisasi negara, hubungan alat perlengkapan negara, susunan dan wewenangnya, serta hak dan kewajiban warga negara.

Berdasarkan dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapatlah dijelaskan, bahwa hukum tata negara adalah hukum yang mengatur bentuk dan susunan negara yang meliputi alat-alat perlengkapan negara beserta susunannya, tugas, dan wewenangnya serta hubungan dari alat-alat perlengkapan negara tersebut.

Dengan demikian, hukum tata negara mengatur negara dalam keadaan diam, karena hanya mengatur bentuk, susunan negara, dan alat perlengkapannya beserta susunannya, tugas dan wewenangnya, tidak mengatur bagaimana cara bekerja alat-alat perlengkapan negara itu dalam

melaksanakan tugasnya.

6Soembodo Tikok, Hukum Tata Negara, (Bandung: Eresco, 1988), hlm. 7. 7Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Aksara

Baru, t.th), hlm. 93.

Page 76: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

65Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara64 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

B. Sejarah Ketatanegaraan IndonesiaPada detik-detik bala tentara Jepang di Indonesia menghadapi saat-saat

yang amat kritis, maka pada tanggal 29 April 1945 Pemerintah Jepang di Jakarta membentuk suatu badan yang bernama “Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (BPUPKI) Dokuritzu Zyunby Tyoosakai”. Badan ini diketuai oleh Dr. KRT Radjiman Wediodiningrat, ketua muda RP. Soeroso, dan ketua muda dari pihak Jepang Tuan Itibangase Yosio, dengan jumlah anggotanya sebanyak 62 (enam puluh dua) orang, yaitu sebagai berikut:

1. Ir. Soekarno

2. Mr. Moh. Yamin

3. Dr. R. Kusumah Atmaja

4. R. Abdulrahim Pratalykusuma

5. R. Aris

6. K.H. Dewantara

7. K. Bagus H. Hadikusuma

8. M.P.H. Bintaro

9. A.K. Moezakir

10. B.P.H. Poerbojo

11. R.A.R. Wiranatakoesoema

12. Ir. R. Asharsoetedjo Moenandar

13. Oet Tjiang Tjoei

14. Drs. Muh. Hatta

15. Oey Tjong Hauw

16. H. Agus Salim

17. M. Soetardjo Kartohadikusumo

18. R.M. Margono Djojohadikusumo

19. K.H. Abdul Halim

20. K.H. Masjkoer

21. R. Soedirman

Page 77: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

65Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara64 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

22. Prof.Dr. P. A.H. Djayadiningrat

23. Prof. Dr. Soepomo

24. Prof. Ir. Roeseno

25. Mr. R.P. Singgih

26. Mr. Ny. Maria Ulfah Santoso

27. R.M.T. A. Soejo

28. R. Ruslan Wongsokusumo

29. R. Soesanto Tirtoprodjo

30. Ny. R.S.S. Soemario Mangunpoespito

31. Dr. R. Boentaran Martoatmodjo

32. Liem Koem Hian

33. Mr. J. Latuharhary

34. Mr. R. Hindromartono

35. R. Soekardjo Wirjopranoto

36. Hadji Ahmad Sanoesi

37. A.M. Dasaat

38. Mr. Tan Eng Hoa

39. Ir. R.M.P. Soerachman Tjokroadisurjo

40. R.A.A. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro

41. K.R.M.T.H. Woeryaningrat

42. Mr. A. Soerbardjo

43. Prof.Dr.R. Djenal Asikin Widjayakoesoema

44. Abikoesno

45. Parada Harahap

46. Mr. R.M. Sartono

47. K.H.M. Mansoer

48. K.R.M.A. Sosrodiningrat

49. Mr. Soewandi

50. K.H.A. Wachid Hasyim

Page 78: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

67Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara66 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

51. P.F. Dahler

52. Dr. Soekiman

53. Mr.K.R.M.T. Wongsonegoro

54. R. Oto Iskandar Dinata

55. A. Baswedan

56. Abdul Kadir

57. Dr. Samsi

58. Mr.A.A. Maramis

59. Mr. Samsoedin

60. Mr.R. Sastromoeljono8

Badan Penyelidik ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, yaitu tepatnya pada hari Tentyo Setsu atau hari ulang tahun Raja Jepang (Tenno Heika) oleh Seiko Syikikan, pemerintah militer Jepang. Tujuan BPUPKI adalah untuk menyelidiki hal-hal yang penting mengenai kemerdekaan Indonesia serta menyusun pelbagai rencana yang penting. Badan ini kemudian mempersiapkan serta memberikan segala sesuatu sebagai badan untuk diperbincangkan kepada DOKURITZU TYUNBY INKAI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI), sebagai badan yang bertugas mengambil keputusan tentang bahan yang mengenai kemerdekaan itu.

Badan Penyelidik ini bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan bagi negara Indonesia merdeka yang akan lahir kelak, termasuk soal-soal yang menyangkut dasar-dasar negara, undang-undang dasar, dan pembelaan tanah air.

Selanjutnya badan penyelidik ini mengadakan sidang 2 (dua) kali, yaitu (1) dari tanggal 29 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, disebut masa sidang babak perencanaan. (2) tanggal 10 Juli sampai dengan 16 Juli 1945 disebut masa sidang babak perumusan.

BPUPKI selanjutnya membentuk suatu panitia perumus yakni panitia kecil yang anggotanya 9 (sembilan) orang yang disebut juga panita sembilan yang bertugas untuk merumuskan hasil-hasil perundingan badan itu.

8Sekretariat Negara RI, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemer-dekaan Indonesia (BPUPKI), (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 1995), hlm. xxvii.

Page 79: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

67Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara66 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Adapun anggota panitia perumus yang 9 (sembilan) orang itu adalah sebagai berikut:

1. Ir. Soekarno, (Ketua merangkap anggota).

2. Drs. Muhammad Hatta, (anggota).

3. Mr. A.A.Maramis, (anggota).

4. K.H. Wachid Hasjim, (anggota).

5. Abdul Kahar Muzakkir, (anggota).

6. Abikusno Tjokrosujono, (anggota).

7. H.Agus Salim, (anggota).

8. Mr. Achmad Soebardjo, (anggota).

9. Mr. Muhammad Yamin, (anggota).9

Panitia kecil yakni penitia sembilan pada malam harinya tanggal 22 Juni 1945 jam 20.00 wib malam bersidang di rumah kediaman Ir. Soekarno, di Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Setelah panitia kecil ini mengadakan persetujuan yang mendalam, maka tercapailah satu persetujuan bersama yang dituangkan dalam bentuk naskah “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”, yang kemudian dikenal dengan nama “Piagam Jakarta”, atau “Jakarta Charter”.

Adapun rumusan Dasar Negara di dalam Mukaddimah sebagai hasil kerja kolektif Panitia 9 (sembilan) terdiri dari 5 (lima) dasar, yaitu:

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya-waratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu,

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada tanggal 16 Juli 1945 selesai menyusun naskah, Rancangan Undang-Undang Dasar 1945 dengan perubahan-perubahannya diterima seluruhnya oleh BPUPKI. Kemudian akhirnya BPUPKI dibubarkan dan digantikan sebuah badan baru yang bernama Dokuritsu Zyunbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 7 Agustus 1945.

9CST. Kansil, Op.Cit, hlm.268-269.

Page 80: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

69Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara68 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ini beranggotakan 21 (dua puluh satu) orang dengan ditunjuk ketuanya Ir. Soekarno dan wakil ketuanya Drs. Muhammad Hatta.10 Akhirnya setelah Jepang menyerah kepada sekutu, maka PPKI ditambah anggotanya 6 (enam) orang sehingga menjadi 27 (dua puluh tujuh) orang dan dijadikan sebuah Panitia Nasional.

Apabila dilihat susunan keanggotaannya yang berasal dari rakyat Indonesia yang mewakili masing-masing daerah asalnya, maka PPKI pada waktu itu dapat dianggap sebagai “Badan Perwakilan” seluruh rakyat Indonesia. PPKI itu juga menyaksikan pembacaan naskah proklamasi oleh Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1945.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan itu telah mewujudkan Negara Republik Indonesia Sabang sampai Merauke.

Oleh karena itu, Proklamasi Kemerdekaan mengandung makna/arti sebagai berikut:

1. Lenyapnya penjajahan di Indonesia dan terciptanya kemerdekaan Indonesia atas kekuatan sendiri.

2. Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan, setelah berjuang berpuluh-puluh tahun sejak tanggal 20 Mei 1908.

3. Deklarasi kemerdekaan (pencerminan kehendak bangsa Indonesia untuk bebas, merdeka, tidak mau lagi dikuasai oleh bangsa lain).

4. Berdirinya negara Indonesia baru secara defacto oleh pembentuk negara (the founding fathers).

5. Sumber dari segala sumber tertib hukum yang berlaku di Indonesia dan peralihan hukum kolonial ke dalam hukum nasional.

Selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945 sehari sesudah Indonesia merdeka PPKI mengadakan sidang pertama yang dihadiri 27 (dua puluh tujuh) orang dan menghasilkan keputusan-keputusan atau ketetapan sebagai berikut:

a. Pembukaan Undng-Undang Dasar 1945,

b. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,

10BP7 Pusat, Bahan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara, (Jakarta: BP7 Pusat, 1993), hlm. 90.

Page 81: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

69Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara68 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

c. Ir.Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia,

d. Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional.11

Kemudian PPKI mengadakan sidang yang kedua pada tanggal 19 Agustus 1945 dengan keputusan sebagai berikut:

1. Tentang daerah Provinsi; dibagi ke dalam 8 wilayah, yaitu:

a. Jawa Barat,

b. JawaTengah,

c. Jawa Timur,

d. Sumatera,

e. Borneo,

f. Sulawesi,

g. Maluku,

h. Sunda Kecil.

2. Pembentukan 12 Departemen, yaitu:

a. Departemen Dalam Negeri,

b. Departeen Luar Negeri,

c. Departemen Kehakiman,

d. Departemen Keuangan,

e. Departemen Kemakmuran,

f. Departemen Kesehatan,

g. Departemen Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan,

h. Departemen Sosial,

i. Departemen Pertahanan,

j. Departemen Penerangan,

k. Departemen Perhubungan,

l. Departemen Pekerjaan Umum.12

11J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. 52.

12Sekretariat Negara RI, Op.Cit, hlm. 461. Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2004), hlm. 48.

Page 82: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

71Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara70 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Selanjutnya pada tanggal 20 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang yang ketiga dengan agenda pembahasan tentang “Badan Penolong Keluarga Korban Perang”, yang keputusannya menghasilkan delapan Pasal. Dalam Pasal 2 dibentuklah suatu badan yang disebut “Badan Keamanan Rakyat” (BKR). Kemudian PPKI mengadakan rapat yang keempat pada tanggal 22 Agustus 1945 yang agendanya membahas tentang Komite Nasional Partai Nasional Indonesia yang pusatnya berkedudukan di Jakarta.

Berdasarkan hasil sidang PPKI tanggal 18 dan 19 Agustus 1945, sebagai-mana tertera tersebut di atas, maka secara formal negara Indonesia telah memenuhi semua unsur-unsur terbentuknya suatu negara, yaitu adanya rakyat, wilayah, pemerintahan yang berdaulat, serta mempunyai tujuan negara.

Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa lahirnya pemerintahan Negara Republik Indonesia sejak tanggaal 18 Agustus 1945 pada saat ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan ditetapkannya Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia, dan Drs. Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Negara Republik Indonesia telah memiliki Undang-Undang Dasar sebagai pelaksana pemerintahan, Presiden sebagai puncak pimpinan pemerintahan.

C. Sistem PemerintahanPerkataan sistem pemerintahan terdiri dari dua kata, yaitu sistem dan

pemerintahan. Sistem berarti satu kesatuan atau kebulatan yang terdir atas bagian-bagian, di mana bagian yang satu dengan bagian yang lainnya saling berkaitan satu sama lain, tidak boleh terjadi konflik, tidak boleh terjadi overlopping (tumpang tindih).13

Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, bahwa:Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan memengaruhi keseluruhannya itu.14

13Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 104. 14Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, Op.Cit, hlm. 171.

Page 83: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

71Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara70 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Sedangkan pengertian pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk memcapai tujuan-tujuan. Kemudian M. Solly Lubis menjelaskan bahwa pemerintahan mencakup pengertian-pengertian tentang struktur kekuasaan dalam suatu negara. Sedangkan pemerintah lebih menggambarkan peralatan atau organ pemerintahan itu sendiri.15

Jadi sistem pemerintahan pengertiannya menurut Dasril Radjab adalah sekelompok organ (alat) pemerintah baik dalam arti luas maupun dalam arti sempit yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dari pemerintah itu, yang telah ditentukan sebelumnya, seperti di Indonesia tujuannya dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.16

Pada dasarnya bahwa sistem pemerintahan itu dikenal dua macam, yaitu:

(1) Sistem pemerintahan perlemeter, dan

(2) Sistem pemerintahan presidentil.

Sistem pemerintahan parlementer ini yang pertama kali melaksanakannya adalah kerajaan Brithania Raya, kemudian dilanjutkan negara-negara jajahan Inggris, di antaranya misalnya Kerajaan Malaysia, dan India. Sistem pemerintahan parlementer itu antara eksekutif dan badan perwakilan hubungannya sangat erat sekali. Hal ini dikarenakan adanya pertanggung- jawaban para menteri terhadap parlemen, maka setiap kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara yang terbanyak dari parlemen yang berarti, bahwa kebijaksanaan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen.

Dengan demikian sistem parlementer ini lahir dari pertanggung- jawaban menteri. Sedangkan Kepala Negara (Raja) sebagai pucuk pimpinan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat. Asas yang dianut di sini adalah “the king can do no wrong”, maka apabila terjadi perselisihan antara raja dengan rakyat, maka yang bertanggung jawab adalah menteri atas segala tindakan raja. Seperti di Inggris sejak masa King Charles I, di mana menteri Lord Stafford dituduh melakukan tindak pidana oleh majelis rendah dan kemudian dijatuhkan hukuman mati oleh majelis tinggi. Sistem pemerintahan ini pernah berlaku di Indonesia pada masa berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

15M. Solly Lubis, Op.Cit, hlm. 104. 16.Dasril Radjab, Op.Cit, hlm. 59.

Page 84: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

73Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara72 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Adapun ciri ciri sistem pemerintahan parlemeter adalah sebagai berikut:

1. Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri dibentuk oleh atau berdasarkan kekuatan dan/atau kekuatan-kekuatan yang menguasai parlemen.

2. Para anggota kabinet mungkin seluruhnya anggota parlemen dan mungkin pula tidak seluruhnya dan mungkin pula seluruhnya bukan anggota parlemen.

3. Kabinet dengan ketuanya bertanggung jawab kepada parlemen. Apabila kabinet atau seorang atau beberapa orang anggotanya mendapat misi tidak percaya dari parlemen, maka kabinet atau seorang atau beberapa orang daripadanya harus mengundurkan diri.

4. Sebagai imbangan dapat dijatuhkan kabinet, maka kepala negara (presiden atau raja atau ratu) dengan sarana nasihat perdana menteri dapat membubarkan parlemen.17

Kemudian sistem pemerintahan presidentil adalah suatu sistem pemerintahan di mana kedudukan eksekutif tidak tergantung kepada badan perwakilan rakyat. Dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Di sini sebagai kepala eksekutif seorang presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing, dan menteri itu hanya bertanggung jawab kepada presiden.

Karena pembentukan kabinet itu tidak tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat itu, maka menteri pun tidak bisa diberhentikan olehnya. Sistem ini terdapat di Amerika Serikat yang mempertahankan ajaran Montesquieu, di mana kedudukan tiga kekuasaan negara, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpisah satu sama lain secara prinsipil dan saling menguji serta saling mengadakan perimbangan (check and balance). Kekuasaan membentuk/membuat undang-undang di tangan congress, sedangkan presiden mempunyai hak veto terhadap undang-undang yang sudah dibuat itu.

Kekuasaan eksekutif ada pada presiden dan pemimpin-pemimpin departemen adalah para menteri yang tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Karena presiden itu dipilih oleh rakyat, maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab para pemilih (rakyat).

17Dasril Radjab, Ibid, hlm. 60.

Page 85: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

73Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara72 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Adapun ciri-ciri sistem pemerintahan presidentil menurut Sumbodo Tikok adalah sebagai berikut:

1. Presiden adalah kepala eksekutif yang memimpin kabinetnya yang semuanya diangkat olehnya dan bertanggung jawab kepadanya. Ia sekaligus juga berkedudukan sebagai kepala negara dengan masa jabatan yang telah ditentukan dengan pasti oleh Undang-Undang Dasar.

2. Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi oleh sejumlah pemilih, oleh karena itu ia bukan bagian dari badan legislatif.

3. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif, dan dalam hal ini tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif.

4. Sebagai imbangannya presiden tidak dapat atau tidak mempunyai wewenang membubarkan badan legislatif.18

Adapun sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, menurut Sri Soemantri yang dikutip oleh Dasril Radjab, adalah mengandung segi-segi presidentil dan segi-segi parlementer atau dengan kata lain sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem campuran.19 Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia tidak terdapat sistem presidentil yang murni.

Selanjutnya menurut penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945, bahwa sistem pemerintahan negara Indonesia dikenal adanya 7 (tujuh) buah kunci pokok, yitu:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat).

2. Sistem konstitusional.

3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah Majelis.

5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

6. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.20

18Soembodo Tikok, Op.Cit, hlm. 275. 19Dasril Radjab, Op.Cit, hlm. 63. 20BP7 Pusat, Undang-Undang Dasar, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, Garis-

Garis Besar Haluan Negara, (Jakarta: BP7 Pusat, 1993), hlm. 12-13.

Page 86: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

75Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara74 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Kemudian setelah Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen, maka sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia mengalami suatu perubahan, yaitu pada kunci nomor 3, dan 4, hal ini dapat dilihat pada di bawah ini sebagai berikut:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat).

2. Sistem konstitusional.

3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan rakyat.

4. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang Tertinggi di samping MPR dan DPR.

5. Presiden Tidak Bertanggung Jawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

6. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara Tidak Bertanggung Jawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

7. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas.

ad. 1. Indonesia Ialah Negara yang Berdasarkan Atas Hukum (Rechtsstaat)Negara Indonesia berdasarkan hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan

atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Konsepsi negara hukum mengandung pengertian bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak dan menjamin hak asasi manusia.

Menurut Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, bahwa negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.21 Kemudian Dwi Winarno menjelaskan bahwa negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum.22 Selanjutnya Abu Daud Busroh, Abu Bakar Busroh mengemukakan bahwa negara hukum adalah negara yang berdasarkan hukum. Maksudnya adalah segala kewenangan dan tindakan-tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum.23

21Moh. Kusnardi. Harmaily Ibrahim, Op.Cit, hlm. 153. 22Dwi Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah Perguruan

Tinggi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 104. 23Abu Daud Busro, Abu Bakar Busroh, Asas-asas Tata Negara, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1985), cet.II, hlm. 110.

Page 87: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

75Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara74 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Negara yang berdasarkan atas hukum menempatkan hukum itu sebagai hal yang tertinggi sehingga ada istilah supremasi hukum. Supremasi hukum itu harus melaksanakan tiga ide dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Dengan demikian, negara yang melaksanakan hukum harus memerhatikan tiga ide tersebut.

Dalam kepustakaan ilmu hukum di Indonesia istilah negara hukum sebagai terjemahan dari rechtsstaat dan the rule of law. Menurut Moh. Mahfud MD yang dikutip oleh Dede Rosyada, dkk. disebutkan bahwa:

Istilah rechtsstaat banyak dianut di negara-negara Eropa Kontinental yang tertumpu pada sistem civil law, sedangkan the rule of law banyak dikembangkan di negara-negara Anglo Saxon yang tertumpu pada common law. Civil law menitikberatkan pada administration law, sedangkan common law menitikberatkan pada judicial.24

Berdasarkan istilah negara hukum di atas, maka negara Indonesia memakai istilah Rechtsstaat yang kemungkinan dipengaruhi oleh konsep hukum Belanda yang termasuk dalam wilayah Eropa Kontinental. Perumusan negara hukum Indonesia adalah sebagai berikut:

a. negara berdasarkan atas hukum, bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka;

b. pemerintah negara berdasarkan atas suatu konstitusi dengan kekuasaan pemerintahan terbatas, tidak absolut.

Konsep negara hukum Indonesia sebagai mana telah dirumuskan tersebut di atas, bukan sekedar negara hukum dalam arti formal, lebih-lebih bukanlah negara hanya sebagai “polisi lalu lintas” atau “penjaga malam” yang bertugas menjaga jangan sampai terjadi pelanggaran hukum dan menindak para pelanggar hukum saja, atau negara hanya membatasi ruang geraknya dan bersifat pasif terhadap kepentingan rakyat negara. Negara tidak campur tangan secara banyak terhadap urusan dan kepentingan warga negara. Akan tetapi, justru negara hukum dalam arti materiil (luas), yaitu negara yang melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Jadi negara yang pemerintahnnya memiliki kekuasaan untuk turut serta (campur tangan) dalam urusan warga dengan dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Negara bersifat aktif

24Dede Rosyada, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (civic education), (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 117.

Page 88: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

77Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara76 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

dan mandiri dalam upaya membangun kesejahteraan rakyat. Dengan kata lain, setiap tindakan negara haruslah mempertimbangkan dua kepentingan ataupun landasan, yaitu: (1) landasan hukumnya (rechts matigheid), dan (2) kegunaannya (doel matigheid). Dalam hal ini setiap tindakan negara/pemerintah harus senantiasa selalu memenuhi dua kepentingan atau landasan tersebut.

ad. 2. Sistem KonstitusionalPemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar negara),

tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan ketegasan bahwa secara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi atau undang-undang dasar negara yang mengatur dan menetapkan kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan pemerintahan negara efektif untuk kepentingan rakyat serta tercegah dari penyalahgunaan kekuasaan. Di samping itu, juga dengan ketentuan-ketentuan hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Garis-Garis Besar Haluan Negara, undang-undang, dan sebagainya.

Konstitusi selain sebagai pembatasan kekuasaan, juga dipergunakan sebagai alat untuk menjamin hak-hak warga negara. Hak-hak tersebut mencakup hak-hak asasi, seperti hak untuk hidup, hak untuk kesejahteraan hidup, dan hak kebebasan. Dengan demikian, sistem ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem negara hukum seperti telah dikemukakan di atas.

Dengan landasan sistem negara hukum dan sistem konstitusional, diciptakanlah sistem mekanisme hubungan tugas dan hukum antara lembaga-lembaga negara yang ada, yang dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendiri, sehingga dapat memperlancar pelaksanaan pencapaian cita-cita nasional.

ad. 3. Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Majelis Permusyawaratan Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Majelis ini juga mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakil presiden. Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedangkan presiden harus menjalankan haluan negara menurut Garis-Garis Besar Haluan Negara yang telah ditetapkan oleh Majelis.

Page 89: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

77Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara76 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Presiden yang diangkat oleh Majelis tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis (mandataris) dari Majelis. Presiden wajib menjalankan putusan-putusan Majelis, dan “tidak neben” (setara), akan tetapi “untergeordnet” kepada Majelis.

Di sinilah terjelmanya pokok pikiran kedaulatan rakyat yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mempunyai tugas dan wewenang yang sangat menentukan jalannya negara dan bangsa, yaitu berupa:

a. Menetapkan Undang-Undang Dasar.

b. Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.

c. Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai badan yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat, maka segala keputusan yang diambil haruslah mencerminkan keinginan dan aspirasi seluruh rakyat.

Setelah Undng-Undang Dasar 1945 sudah diamandemen, maka kunci pokok yang ketiga sistem pemerintahan negara Indonesia adalah, “Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan rakyat”. Hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Jadi kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945 hanya berwenang melakukan perubahan dan menetapkan Undang-Undang Dasar, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden sesuai masa jabatan, atau jikalau melanggar suatu konstitusi.

Presiden dan wakil presiden sekarang dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini telah disebutkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen pada Pasal 3 ayat (1), (2), (3), dan Pasal 6A ayat (1). Adapun bunyi Pasal tersebut adalah sebagai berikut:

Pasal 3

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan Wakil Presiden.

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.

Page 90: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

79Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara78 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pasal 6A.

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih di dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

ad. 4. Presiden Ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang Tertinggi di Bawah MajelisSebelum dilakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945, maka

kekuasaan presiden sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 adalah “penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the Presiden)”.

Sistem ini logis, karena presiden diangkat oleh Majelis. Di samping itu Presiden juga dipercayakan dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan ketetapan-ketetapan lainnya.

Dengan demikian, presiden adalah mandataris Majelis. Presidenlah yang memegang tanggung jawab atas jalannya pemerintahan yang dipercayakan kepadanya dan mempertanggungjawabkan kepada Majelis, bukan kepada badan lain.

Adapun tugas dan wewenang presiden adalah sebagai berikut:

1. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar (executive power).

2. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya (Pouvoir Reglementair).

3. Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Legislatief Power).

4. Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Noodvermondeningsrecht).

Setelah Undang-Undang Dasar 1945 sudah diamandemen, maka kunci pokok yang keempat sistem pemerintahan berubah menjadi “Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di samping MPR dan DPR”. Hal ini disebabkan karena Presiden dipilih secara langsung

Page 91: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

79Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara78 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

oleh rakyat. Oleh karena itu, presiden tidak lagi merupakan mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat, akan tetapi dipilih langsung oleh rakyat.

ad. 5. Presiden Tidak Bertanggung Jawab Kepada Dewan Perwakilan RakyatDi dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan

bahwa: “di samping Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk undang-undang (Gezetzgebung) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan belanja negara (staatsbegrooting). Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung daripada Dewan”.

Berdasarkan sistem pemerintahan ini Presiden tidak dapat membubarkan Dewan Perwakilan rakyat seperti pada sistem parlementer, begitu juga Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat menjatuhkan Presiden, karena Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini telah dijelaskan pada Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa: ”Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak”. Konsekuensi dari Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 ini adalah Presiden harus bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai lembaga negara yang memegang kedaulatan rakyat dan sekali-gus merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.

ad. 6. Menteri Negara Ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara Tidak Bertanggung Jawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Sistem ini telah dijelaskan di dalam penjelasan umum Undang-Undang

Dasar 1945 bahwa, “Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung daripada Dewan, akan tetapi tergantung daripada Presiden. Mereka adalah pembantu Presiden”.

Selanjutnya di dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa:

(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

(3) Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.

Page 92: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

81Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara80 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 dan ketentuan Pasal 17 tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa presiden dalam menyeleng garakan pemerintah dibantu oleh menteri-menteri. Dengan demikian menteri-menteri itu bertanggung jawab kepada presiden, bukan kepada dewan Perwakilan Rakyat. Menteri-menteri itu secara keseluruhan tergabung dalam dewan menteri yang merupakan anggota kabinet.

Kabinet jika dilihat dari segi tanggung jawab dikenal dengan nama Kabinet Presidentil dan Kabinet Parlementer. Kabinet Presidentil adalah suatu kabinet yang tugas-tugas eksekutifnya dipertanggungjawabkan oleh Presiden. Misalnya Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

Kabinet Parlementer adalah suatu kabinet yang tugas-tugas eksekutifnya dipertanggungjawabkan oleh menteri-menterinya, sedangkan Kepala Negara selaku pucuk pimpinan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat, karena Kepala Negara tidak pernah berbuat salah (The king can do no wrong).

ad. 7. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak TerbatasDi dalam penjelasan umum Undang-Undang dasar 1945 disebutkan

bahwa, “meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan “diktator”, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Di atas telah ditegaskan, bahwa ia bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kecuali itu ia harus memerhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat”.

Ketentuan tersebut di atas maksudnya bahwa kekuasaan Kepala Negara itu ada batasnya. Pembatasan kekuasaan Kepala Negara itu dapat dilihat sebagai berikut:

1. Konstitusi (kunci kedua), artinya tidak boleh menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945.

2. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah dari Dewan Perwakilan Rakyat, yakni harus memerhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat.

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh Presiden. Kecuali itu Dewan Perwakilan Rakyat yang anggota-anggotanya adalah juga anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, sehingga Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai wewenang memanggil Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengadakan sidang

Page 93: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

81Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara80 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden, jika Dewan Perwakilan Rakyat menganggap Presiden sungguh-sungguh telah melanggar haluan negara yang ditetapkan Undang-Undang Dasar atau Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3. Peranan menteri-menteri sebagai pembantu presiden yang juga mempunyai wewenang dalam menjalankan kekuasan pemerintahan.

Sistem ini merupakan sarana preventif untuk mencegah pemerosotan sistem konstitusional menjadi absolutisme. Jadi Kepala Negara (Presiden) bukan seorang diktator. Kunci ketujuh ini menegaskan bahwa kekuasaan Kepala Negara (Presiden) ada batasnya.

Berdasarkan uraian tentang sistem pemerintahan sebagaimana telah disebutkan di atas, tampak jelas kerangka mekanisme hubungan kelembagaan negara dalam penyelenggaraan negara, antara Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat. Jika ditinjau dari segi kelembagaan negara berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, maka masih ada terdapat lembaga negara lainnya yang belum diuraikan dalam sistem pemerintahan tersebut, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA).

D. Lembaga Negara Republik IndonesiaLembaga negara adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-

Undang Dasar 1945. Lembaga negara sebelum diadakan amandemen (perubahan) Undang-Undang Dasar 1945 terdiri atas:

1. Lembaga tertinggi negara, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Dasar 1945.

2. Lembaga tinggi negara, yaitu:

a. Presiden tercantum dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 15 Undang-Undang Dasar 1945.

b. Dewan Pertimbangan Agung (DPA) tercantum dalam Pasal 16 Undang-Undang Dasar 1945.

c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tercantum dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945.

d. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tercantum dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945.

Page 94: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

83Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara82 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

e. Mahkamah Agung (MA) tercantum dalam Pasal 24 dan 25 Undang-Undang Dasar 1945.

Sedangkan lembaga negara hasil amandemen (perubahan) Undang-Undang Dasar 1945 hanya terdapat lembaga tinggi negara saja, yaitu:

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

2. Presiden dan wakil presiden.

3. Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

5. Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

6. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

7. Mahkamah Agung (MA).

8. Mahkamah Konstitusi (MK).

9. Komisi Yudisial (KY).

ad. 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)Sebelum diadakan amandemen (perubahan) Undang-Undang Dasar

1945, maka:

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah pemegang kekuasaan negara tertinggi dan pelaksana kedaulatan rakyat. (Pasal 1ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945).

b. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ditambah dengan utusan dari daerah-daerah, dan golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945).

c. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menetapkan Undang-Undang Dasar, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (Pasal 3 Undang-Undang Dasar 1945).

d. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945).

Setelah Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen, maka kedudukan MPR itu adalah sebagai berikut:

Page 95: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

83Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara82 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hanya sebagai lembaga tinggi negara saja, sejajar dengan lembaga-lembaga lainnya, dan MPR bukan lagi satu-satunya yang menyelenggarakan sepenuhnya kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945).

b. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hanya terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945).

c. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak lagi menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

d. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden, karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung melalui pemilihan umum. MPR hanya melantik Presiden dan Wakil Presiden.

e. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

ad. 2. Presiden dan Wakil Presiden

Sebelum diadakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945, maka:

a. Presiden merupakan mandataris MPR, yakni ia ditugaskan oleh MPR untuk melaksanakan ketetapan MPR.

b. Presiden adalah Kepala Negara yang memiliki hak-hak prerogatif, yaitu:

1. Memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara.

2. Dengan persetujuan DPR, Presiden menyatakan perang membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

3. Presiden menyatakan keadaan bahaya.

4. Presiden mengangkat duta dan konsul.

5. Presiden memberi garasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.

6. Presiden memberi gelaran, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 Undang-Undang Dasar 1945).

c. Presiden adalah Kepala Pemerintahan, karena ia adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi.

d. Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945).

Page 96: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

85Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara84 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

e. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali (Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945).

Sesudah diadakan amandemen Undang-Undang Dasar1945, maka kedudukan Presiden adalah sebagai berikut:

a. Presiden tidak lagi sebagai mandataris MPR, melainkan dipilih secara langsung oleh rakyat.

b. Presiden adalah Kepala Negara yang memiliki hak-hak prerogatif, yaitu:

1. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara.

2. Dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

3. Menyatakan keadaan bahaya.

4. Mengangkat duta dan konsul. Mengangkat duta Presiden memerhatikan pertimbangan DPR. Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memerhatikan pertimbangan DPR.

5. Memberi grasi25 dan rehabilitasi26 dengan memerhatikan pertim-bangan Mahkamah Agung.

6. Memberi amnesti27 dan abolisi28 dengan memerhatikan pertimbangan DPR.

7. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

8. Membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 10 sampai dengan Pasal 16 Undang-Undang Dasar 1945).

25Hak Presiden untuk memberikan ampunan kepada orang-orang hukuman, karena pertimbangan kepantasan.

26Hak Presiden untuk mengembalikan kehormatan seseorang, nama baik seseorang (pemulihan nama baik).

27Hak Presiden untuk membebaskan hukuman terhadap orang-orang yang telah melakukan pelanggaran hukum yang seharusnya memang dihukum.

28Hak Presiden untuk memberhentikan penuntutan atau memberhentikan pemeriksaan terhadap orang-orang yang telah melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum, yang sudah berjalan yang yang dilakukan oleh alat-alat negara, sehingga perkara-perkara itu tidak jadi diteruskan sampai ke depan pengadilan.

Page 97: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

85Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara84 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

c. Presiden adalah Kepala Pemerintahan, ia adalah penyelenggara pemerintahan yang tertinggi di samping MPR dan DPR.

d. Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada DPR (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945).

e. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7 Undang-Undang Dasar1945).

ad. 3. Dewan Pertimbangan AgungSebelum diamandemen Undang-Undang Dasar 1945, maka kedudukan

Dewan Pertimbangan Agung setingkat dengasn Presiden dan DPR. Kemudian susunan DPA itu telah disebut dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Dasar1945, yaitu ditetapkan dengan undang-undang.

Adapun Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967, yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1978. Susunan Dewan Pertimbangan Agung menurut undang-undang tersebut di atas terdiri atas:

1. Tokoh-tokoh politik.

2. Tokoh-tokoh karya.

3. Tokoh-tokoh daerah.

4. Tokoh-tokoh nasional.

Dari susunan itu, maka Dewan Pertimbangan Agung dianggap ahli dalam bidang kenegaraan, politik dan kekaryaan yang meliputi kaum cendekiawan dan alim ulama. Sedangkan yang dimaksudkan dengan tokoh daerah adalah orang yang terkemuka dari daerah atau orang-orang yang dapat mengemukakan dan turut menyelesaikan masalah daerah-daerah. Jumlah anggotanya adalah 27 orang, termasuk ketua dan wakil ketua, oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1978 tersebut ditambah menjadi 33 orang.

Adapun fungsi Dewan Pertimbangan Agung menurut Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 adalah berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada Pemerintah. Menurut penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan, bahwa “Dewan Pertimbangan Agung hanya suatu badan penasihat belaka. Oleh karena itu, Presidenlah yang bertanggung jawab sendiri atas jawaban atau usul Dewan yang dipakai sebagai dasar kebijaksanaannya.

Page 98: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

87Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara86 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Persiden dapat bersikap menerima atau menolak usul Dewan yang diberikan kepada Presiden. Walaupun demikian, badan ini tidak kurang pentingnya daripada lembaga-lembaga negara lainnya, hanya saja bidang tugasnya yang berbeda.

Setelah Undang-Undang Dasar 1945 itu sudah diamandemen, maka lembaga Dewan Pertimbangan Agung ini dihapus, dan sebagai gantinya menurut Pasal 16 Undang-Undang Dasar1945 hasil amandemen memberikan wewenang kepada Presiden untuk membentuk Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang. Dengan demikian kedudukan Dewan Pertimbangan Agung ini tidak lagi sederajat (neben) dengan Presiden, akan tetapi sebuah Dewan Pertimbangan yang statusnya berada di bawah dan tergantung pada Presiden.

ad. 4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen dapat dilihat sebagai berikut:

a. Susunannya

Menurut Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Dasar1945 disebutkan bahwa “susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-undang”. Untuk melaksanakan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka dirumuskan di dalam:

1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969, jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975, jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969, jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975, jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985, jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dari kedua undang-undang tersebut di atas dapat dipahami, bahwa cara yang dipakai untuk menentukan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dengan pemilihan umum dan dengan pengangkatan. Sedangkan susunan keanggotaannya merupakan gabungan antara anggota-anggota yang

Page 99: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

87Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara86 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

dipilih hasil pemilihan umum dan yang diangkat, yang jumlah keseluruhannya ditetapkan sebanyak 500 (lima ratus) orang dengan rincian: (a) anggota partai politik hasil Pemilihan Umum sebanyak 462 orang, dan (b) anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang.29

b. Kedudukan, Tugas, dan Wewenang DPRAdapun kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat telah dijelaskan di dalam

penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa “kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer). Kecuali itu anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta pertanggungjawaban kepada Presiden”.

Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 maupun Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara tegas disebutkan bahwa tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat adalah sebagai berikut:

1. Bersama-sama dengan Presiden membentuk Undang-Undang (Pasal 20 ayat (1), Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, dan Pasal 33 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999).

2. Bersama-sama dengan Presiden menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, dan Pasal 33 ayat (2b) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999).

3. Melaksanakan pengawasan terhadap: (a) pelaksanaan undang-undang, (b) pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, (c) kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR (Pasal 33 ayat (2c) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999).

4. Membahas hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang diberitahukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, yang disampaikan

29Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999, Pasal 11.

Page 100: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

89Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara88 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

dalam rapat paripurna DPR untuk dipergunakan sebagai bahan pengawasan (Pasal 33 ayat (2d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999).

5. Membahas untuk meratifikasi dan/atau memberi persetujuan atas pernyataan perang serta pembuatan perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh Presiden (Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (2e) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999).

6. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat (Pasal 33 ayat (2f) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999).

7. Melaksanakan hal-hal yang ditugaskan oleh Ketetapan MPR dan/atau undang-undang kepada DPR (Pasal 33 ayat (2g) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999).

8. Mengawasi tindakan-tindakan Presiden (Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945).

Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak-hak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada Pasal 33 ayat 3 bahwa hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat adalah:

1. Hak meminta keterangan kepada Presiden (hak interpelasi).

2. Hak mengadakan penyelidikan (hak angket).

3. Hak mengadakan perubahan atas Rancangan Undang-Undang (hak amandemen).

4. Hak mengajukan pernyataan pendapat.

5. Hak mengajukan Rancangan Undang-Undang (hak inisiatif).

6. Hak mengajukan/menganjurkan seseorang jika ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan.

7. Hak menentukan anggaran DPR.

Selain hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana telah disebutkan di atas, juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak-hak sebagai berikut:

1. Hak mengajukan pertanyaan.

2. Hak protokoler.

3. Hak keuangan/administratif.

Page 101: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

89Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara88 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Kemudian setelah Undang-Undang Dasar 1945 sudah diamandemen, maka Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat dilihat sebagai berikut:

a. SusunannyaAdapun susunan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menurut Undang-

Undang Dasar 1945 hasil amandemen dapat dilihat sebagai berikut:

Pasal 19 ayat:

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.

Maksud Pasal 19 ayat (1) ini bahwa semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih langsung oleh rakyat (derect popular vote).

(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.

(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

b. Tugas, Wewenang dan Hak-hak DPRTugas, wewenang Dewan Perwakilan Rakyat menurut Undang-Undang

Dasar 1945 hasil amandemen adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945).

2. Membahas Rancangan Undang-Undang dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal 20 ayat(2) Undang-Undang Dasar 1945).

3. Berhak mengajukan usul Rancangan Undang-Undang (Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945).

4. Memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan (Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945).

5. Mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan ahak menyatakan pendapat (Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945).

6. Mempunyai hak mengajukan pertanyaan, mempunyai hak usul dan pendapat, serta hak imunitas.30

ad. 5 Dewan Perwakilan Daerah (DPD)Sebelum Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen belum dikenal

tentang Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang dikenal hanyalah utusan

30Hak DPR untuk tidak dituntut di Pengadilan karena pernyataan/pendapat yang disampaikan dalam rapat.

Page 102: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

91Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara90 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

daerah di MPR. Setelah adanya amandemen (perubahan) Undang-Undang Dasar 1945, maka dikenal istilah Dewan Perwakilan Daerah.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah badan perwakilan tingkat pusat yang bertugas mengawasi jalannya politik dan pengelolaan negara. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Daerah dapat pula dipandang sebagai koreksi atau penyempurnaan sistem utusan daerah di MPR menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diadakan amandemen.

Selanjutnya Bagir Manan menjelaskan bahwa: Ada berbagai gagasan dibalik kelahiran Dewan Perwakilan Daerah. Pertama gagasan mengubah sistem perwakilan menjadi sistem dua kamar (bicameral). DPD dan DPR digambarkan serupa dengan sistem perwakilan seperti di Amerika Serikat yang terdiri dari senate sebagai perwakilan negara bagian (DPD), dan House of Representatives sebagai perwakilan seluruh rakyat (DPR). Di Amerika Serikat kedua unsur perwakilan tersebut dinamakan Kongres (Congress). Kedua gagasan untuk meningkatkan keikutsertaan daerah terhadap jalannya politik dan pengelolaan negara.31

Salah satu konsekuensi gagasan dua kamar (terdiri dari DPR dan DPD), perlu nama bagi badan perwakilan yang mencerminkan dua unsur perwakilan tersebut, seperti Congress sebagai nama badan perwakilan yang terdiri dari Senate, dan House of Representatives.

Di Kerajaan Belanda wadah badan perwakilan yaitu State General yang terdiri dari de Eerste Kamer (perwakilan dari daerah) dan de Tweede Kamer (perwakilan seluruh rakyat). Di Inggris, badan perwakilan bernama Parliament yang terdiri dari House of Lords (perwakilan golongan) dan House of Commons (perwakilan seluruh rakyat).

Sedangkan nama yang digagaskan untuk badan perwakilan dua kamar di Indonesia adalah tetap menggunakan nama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sebagai konsekuensi penggunaan nama MPR sebagai nama sistem dua kamar, maka MPR tidak lagi menjadi suatu lingkungan jabatan (lingkungan kerja tetap tersendiri) yang memiliki lingkungan wewenang sendiri. Wewenang MPR (baru) melekat pada wewenang DPR dan DPD.

Selanjutnya ketentuan mengenai DPD telah diatur dalam Pasal 22C dan 22D Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, yaitu:

31Bagir Manan, H., DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 baru, (Yogyakarta: FH. UII Press, 2003), hlm. 53.

Page 103: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

91Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara90 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pasal 22C

(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap Provinsi melalui pemilihan umum.

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap Provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.

Pasal 22D

(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah.

(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

ad. 6. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum Undang-Undang Dasar 1945 diadakan amandemen telah dijelaskan di dalam Pasal 23 ayat (5) yang berbunyi: “untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.

Page 104: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

93Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara92 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Apabila suatu Rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan tidak disetujui DPR, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu. Ketentuan ini adalah praktis sekali, sebab anggaran belanja tahun yang lalu sudah tentu telah disetujui DPR. Hal ini perlu untuk mencegah adanya kekosongan anggaran belanja negara.

Adapun kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan menurut Pasal 1Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 adalah sebagai lembaga tinggi negara yang dalam pelaksanaan fungsinya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, akan tetapi tidak terdiri di atas pemerintah.

Sedangkan tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan telah diatur dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973.

Pasal 2 ayat:

(1) Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara.

(2) Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(3) Pelaksanaan pemeriksaan seperti dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang.

(4) Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 3

Apabila suatu pemeriksaan mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan sangkaan tindak pidana atau perbuatan yang merugikan keuangan negara, maka Badan Pemeriksa Keuangan memberitahukan persoalan tersebut kepada pemerintah.

Pasal 4

Sehubungan dengan penunaian tugasnya Badan Pemeriksa Keuangan berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan/instansi pemerintah atau badan swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.

Kemudian Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih menyimpulkan tugas pokok Badan Pemeriksa Keuangan menjadi 3 (tiga) macam fungsi, yaitu:

1. Fungsi operatif, yakni melakukan pemeriksaan, pengawasan dan penelitian atas penguasaan dan pengurusan keuangan negara.

2. Fungsi yudikatif, yakni melakukan tuntutan perbendaharaan dan

Page 105: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

93Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara92 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

tuntutan ganti rugi terhadap bendaharawan dan pegawai negeri bukan bendaharawan yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, menimbulkan kerugian besar bagi negara.

3. Fungsi memberi rekomendasi, yakni memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang pengurusan keuangan negara.32

Di era reformasi dewasa ini, kelembagaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dimuat dalam bab tersendiri dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, yaitu Bab VIIIA, Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G, yang makin mempertegas kedudukan, kemerdekaan, memperluas tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), meskipun hal ini masih harus diatur dengan undang-undang, yakni guna menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Undang-undang baru tentang BPK ini diperlukan, mengingat hubungan BPK bukan hanya dengan DPR, tetapi juga dengan lembaga baru, yaitu DPD, serta hubungannya dengan DPRD, seperti bunyi dari Pasal-Pasalnya yang dinyatakan di bawah ini:

Pasal 23E ayat:

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

(2) Hasil pemeriksaan keuangan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kewenangannya.

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Pasal 23F ayat:

(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memerhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.

Pasal 23G ayat:

(4) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.

32Moh. Kusnardi, dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Gramedia, 1978), hlm. 100-101.

Page 106: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

95Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara94 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ad. 7. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung dan badan peradilan lainnya adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Hal ini telah disebutkan di dalam penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen yang mengatakan bahwa, “kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubungan dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukannya para hakim”.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka disusunlah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 ini pada bab III dalam Pasal 19 disebutkan bahwa: “demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang mendesak, Presiden dapat turun atau campur tangan dalam soal-soal pengadilan”

Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni, maka ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang diktumnya berbunyi: “mencabut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Adapun undang-undang yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dinyatakan bahwa: “kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia”. Kemudian Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004, tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa:

(1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

(2) Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

Peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya, baik mengenai perkara perdata, maupun perkara pidana. Peradilan umum terdiri dari : (a) Pengadilan Negeri, (b) Pengadilan Tinggi, dan (c) Mahkamah Agung.

Page 107: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

95Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara94 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pengadilan negeri adalah pengadilan tingkat pertama atau merupakan pengadilan sehari-hari yang secara langsung mengadili perkara perdata dan perkara pidana bagi orang-orang sipil. Pengadilan negeri ini dibentuk dengan keputusan Presiden. Usul pembentukannya diajukan oleh Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Pengadilan negeri berkedudukan di Kotamadya atau ibu kota Kabupaten. Pada tiap-tiap pengadilan negeri ditempatkan suatu Kejaksaan Negeri.

Pengadilan tinggi menurut Pasal 87 KUHAP adalah berwenang mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding. Pemeriksaan tingkat banding ini pada dasarnya adalah pemeriksaan ulangan dari pemeriksaan oleh pengadilan negeri. Dalam pemeriksaan tingkat banding ini pengadilan tinggi memeriksa kembali semua fakta-fakta yang ada, sehingga pengadilan tinggi disebut juga sebagai judex facti. Daerah hukumnya meliputi suatu wilayah Provinsi.

Mahkamah Agung merupakan peradilan tertinggi dari semua lingkup peradilan. Ini berarti bahwa terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh badan peradilan lain, dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung. Di samping itu, Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggara peradilan di semua lingkungan peradilan. Mahkamah Agung berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.

Adapun Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, merupakan peradilan khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu saja atau mengadili golongan rakyat tertentu saja.

Pengadilan Agama menurut Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: (a) perkawinan, (b) waris, (c) wasiat, (d) hibah, (e) wakaf, (f) zakat, (g) infaq, (h) sedekah, dan (i) ekonomi syariah.

Peradilan Militer hanya berwenang untuk mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh oknum militer. Sedangkan Peradilan Tata Usaha Negara hanya mengadili sengketa Tata Usaha Negara antara rakyat dengan pejabat. Adapun maksud sengketa Tata Usaha Negara menurut Pasal 1angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata

Page 108: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

97Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara96 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka sengketa Tata Usaha Negara mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara.

2. Sengketa tersebut antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

3. Sengketa yang dimaksud sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara.

Adapun susunan Mahkamah Agung sebagaimana disebutkan pada Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, adalah sebagai berikut:

(1) Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera dan seorang sekretaris;

(2) Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung;

(3) Jumlah hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) orang.

Sedangkan kekuasaan dan wewenang Mahkamah Agung sebagaimana telah disebutkan di dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 31A, Pasal 35, dan Pasal 35A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Pasal 30

(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:

a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

(2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim agung wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan;

(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

Page 109: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

97Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara96 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pasal 31

(1) Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang;

(2) Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku;

(3) Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung;

(4) Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

(5) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.

Pasal 31A

(1) Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung, dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

(2) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:

a. nama dan alamat pemohon;

b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan wajib menguraikan dengan jelas bahwa:

1. materi muatan ayat, Pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau,

2. pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

c. hal-hal yang diminta untuk diputus.

(3) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan atau permohonannya tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima.

Page 110: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

99Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara98 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

(4) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

(5) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(6) Dalam hal peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.

Pasal 35

Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam permohonan grasi, dan rehabilitasi.

Pasal 45A

(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh undang-undang ini dibatasi pengajuannya.

(2) Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Putusan tentang praperadilan.

b. Perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda.

c. Perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.

(3) Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung.

(4) Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diajukan upaya hukum.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.

Adapun skematis kelembagaan negara Republik Indonesia menurut UUD 1945 sebelum diamandemen adalah sebagai berikut:

Page 111: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

99Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara98 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

UUD 1945

MADPAPresidenDPR UUBPK

MPR

Setelah Undang-Undang Dasar 1945 sudah diamandemen, maka kekua-saan kehakiman telah diatur di dalam Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25.

Pasal 24

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradila agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi.

(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

Pasal 24A

(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

(2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden.

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.

(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukuman acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.

Page 112: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

101Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara100 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ad. 8. Komisi Yudisial (KY)Komisi Yudisial adalah suatu lembaga negara yang sifatnya, kewe-

nangannya, dan keanggotaannya telah dijelaskan di dalam Pasal 24B Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut:

Pasal 24B

(6) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengang katan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

(7) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

(8) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(9) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.

ad. 9. Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara yang kewenangannya, kewajibannya, dan keanggotaannya telah dijelaskan di dalam Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut:

Pasal 24C

(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Indang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga oleh Mahkamah Agung, tiga oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga oleh Presiden.

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.

Page 113: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

101Bab 3 | Asas-asas Hukum Tata Negara100 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

(5) Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.

(6) Pengangkatan dan pemberhentian Hakim Konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.

Pasal 25

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

Dibentuknya Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, merupakan langkah maju dalam lembaga peradilan di Indonesia.

Adapun skematis kelembagaan negara Republik Indonesia menurut UUD 1945 hasil amandemen adalah sebagai berikut:

UUD 1945

KYMA/MK

Presiden/Wakil Presiden

MPRDPR/DPDBPK

KabinetDewan

Pertimbangan

Page 114: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

Page 115: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

103Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi NegaraPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

A. Istilah dan Definisi Hukum Administrasi NegaraIstilah hukum administrasi negara adalah terjemahan dari administratief

recht (bahasa Belanda), verwaltungsrecht (bahasa Jerman), droit administratif (bahasa Prancis). Di Inggris dan Amerika Serikat disebut dengan istilah “administrative Law”. Istilah administratief recht ada juga menerjemahkan menjadi hukum tata usaha negara dan hukum tata pemerintahan.

Definisi hukum administrasi negara para sarjana tidak terdapat kesatuan pendapat. Hal ini dapat dilihat di bawah ini:

a. R. Abdoel Djamali berpendapat, bahwa hukum administrasi negara adalah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan antara warga negara dan pemerintahnya yang menjadi sebab sampai negara itu berfungsi.1

b. L.J. Van Apeldoorn menjelaskan bahwa, hukum administrasi negara adalah peraturan-peraturan yang harus diperhatikan oleh para pendukung kekuasaan pemerintahan yang memegang tugas pemerintahan dalam menjalankan kewajiban pemerintahan.2

c. Kusumadi Pudjosewojo mengemukakan bahwa, hukum administrasi negara adalah (hukum tata usaha) adalah keseluruhan aturan hukum yang

1R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 96.

2L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), hlm. 333.

ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB 4

Page 116: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

105Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara104 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

menentukan cara bagaimana negara sebagai penguasa itu menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugas-tugasnya; atau cara bagaimana penguasa itu seharusnya bertingkah laku dalam mengusahakan tugas-tugasnya.3

d. Victor Situmorang berpendapat bahwa, hukum administrasi negara adalah hukum mengenai seluk-beluk administrasi negara (hukum administrasi negara heteronom) dan hukum operasional hasil ciptaan administrasi negara sendiri (hukum administrasi negara otonom) di dalam rangka memperlancar penyelenggaraan dari segala apa yang dikehendaki dan menjadi keputusan pemerintah di dalam rangka penunaian tugas-tugasnya.4

Berdasarkan definisi hukum administrasi negara tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa hukum administrasi negara itu mengatur negara dalam keadaan bergerak. Hukum tata negara dan hukum administrasi negara merupakan dua jenis hukum yang dapat dibedakan, yakni hukum tata negara mengatur negara dalam keadaan diam, sedangkan hukum administrasi negara mengatur negara itu dalam keadaan bergerak. Akan tetapi, kedua hukum tersebut tidak dapat dipisahkan secara tajam.

Hukum administrasi negara sangat erat hubungannya dengan hukum tata negara, karena kedua bidang hukum itu mempunyai objek yang sama, yaitu negara. Selanjutnya Bachsan Mustafa menjelaskan bahwa hukum administrasi negara merupakan tambahan atau perpanjangan (verlengstuk) dari hukum tata negara.5

B. Asas-asas Hukum Administrasi NegaraAsas dalam istilah asingnya adalah “beginsel”, asal dari perkataan “begin”,

artinya permulaan atau awal. Dengan demikian, asas adalah mengawali atau yang menjadi permulaan “sesuatu”. Dalam hal ini asas adalah permulaan sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar tujuan berpikir, dan berpendapat.

3Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Aksara Baru, 1976), hlm. 144.

4Victor Situmorang, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm. 22.

5Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), hlm. 59.

Page 117: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

105Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara104 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Jadi asas itu merupakan dasar dari suatu kaidah atau norma. Misalnya asas monogami dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa, pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

Dalam lapangan hukum administrasi negara dikenal juga asas-asas hukumnya sebagai berikut:

1. Asas legalitas, bahwa setiap perbuatan administrasi berdasarkan hukum.

2. Asas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan atau dengan istilah lain asas tidak boleh melakukan “DETOURNEMENT DE POUVOIR”.

3. Asas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi negara yang satu oleh yang lainnya atau disebut asas “EXES DE POUVOIR”.

4. Asas kesamaan hak bagi setiap penduduk negara atau disebut asas Non diskriminatif.

5. Asas upaya memaksa atau bersanksi sebagai jaminan pentaat kepada hukum administrasi negara.

6. Asas kebebasan, yaitu kepada badan-badan administrasi negara diberikan kebebasan dalam menyelesaikan masalah yang menyangkut kepentingan umum, bangsa dan negara disebut asas FREIES ERMESSEN.6

Asas Freies Ermessen ini diberikan kepada administrasi negara (pemerintah) kerana fungsi administrasi negara (pemerintah) adalah menyelenggarakan kesejahteraan umum. Jadi keputusan administrasi negara (pemerintah) adalah lebih mengutamakan pencapaian tujuannya atau sasarannya (doelmatigheid-nya) daripada sesuaian dengan hukum yang berlaku (rechtmatigheid-nya).

Adapun asas hukum administrasi negara yang dikemukakan oleh Panitia Ahli Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman yang dikutip oleh Victor Situmorang adalah sebagai berikut:

1. Asas ketertiban hukum dan kepastian hukum.

Semua penyelenggaraan kehidupan negara didasarkan pada peraturan perundangan dan peraturan tertulis.

2. Asas perencanaan.

Pembangunan dan penggunaan keuangan negara harus berdasarkan pada suatu perencanaan (planning-pola) yang disetujui oleh DPR.

6Bachsan Mustafa, Ibid, hlm. 55.

Page 118: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

107Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara106 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. Asas kesejahteraan antara hukum tata negara dan hukum administrasi negara.

Hukum tata negara sebagai hukum pelengkap harus sejajar dan terpadu dengan tata usaha negara dengan prinsip-prinsip yang sama.

4. Asas keseimbangan hukum tata usaha negara/hukum administrasi negara.

Penyelenggaraan kehidupan negara/peraturannya ke dalam harus seimbang dengan penyelenggaraan tugasnya terhadap masyarakat dan saling mengisi.

5. Asas pengendalian.

Tata usaha negara perlu dikendalikan dengan baik melalui pengawasan, pemeriksaan, penelitian dan penganalisisan.

6. Asas legalitas bendaharaan.

Perbendaharaan negara harus didasarkan pada hukum perbendaharaan yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

7. Asas pertanggungjawaban.

Keuangan negara harus dipertanggungjawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

8. Legalitas lembaga tinggi keuangan.

Pembentukan, susunan, persyaratan keanggotaan, ruang lingkup, wewenang, hak dan kewajiban Lembaga Tinggi Keuangan ditetapkan dengan undang-undang.

9. Hak budget.

Hak budget (hak menentukan anggaran negara) tertinggi diberikan kepada rakyat melalui DPR yang dalam hal ini bekerja sama dengan Bepeka.

10. Asas pertimbangan anggaran.

Setiap tahun dilakukan perhitungan anggaran oleh badan eksekutif yang akhirnya setelah disetujui dituangkan dalam bentuk undang-undang.

11. Asas tanggung jawab pejabat.

Pejabat yang diberikan wewenang harus mempertanggungjawabkan penggunaan wewenang itu dan diatur dalam peraturan undang-undang.

Page 119: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

107Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara106 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

12. Asas hierarki tanggung jawab.

Tanggung jawab administrasi dilakukan kepada atasan langsung dan naik ke atas sampai pejabat tertinggi.

13. Asas kedaulatan dalam pembangunan.

Hasil dari pembangunan harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

14. Asas keadilan dalam tata usaha negara.

Semua sengketa hukum tata usaha negara/hukum administrasi negara diselesaikan melalui Badan Peradilan Tata Usaha Negara yang dibentuk dan dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang.

15. Asas penjaminan hak dan kewajiban warga negara/aparatur negara.

Hak dan kewajiban warga negara/aparatur negara diatur dengan undang-undang sehingga terjamin pelaksanaannya.7

C. Perbuatan Administrasi NegaraDalam suatu negara hukum modern, di mana negara ikut campur dalam

segala lapangan kehidupan masyarakat, maka kepada administrasi negara diberikan tugas membentuk undang-undang dan peraturan-peraturan atau disebut dengan istilah “tugas legislatif” dengan melalui “delegasi”.

Menurut Bachsan Mustafa bahwa penyerahan atau pelimpahan kekuasaan, wewenang membuat undang-undang dari badan pembuat undang-undang kepada badan-badan administrasi negara, disebut “delegasi perundang-undangan” (delegative van wetgeving).8

Pelimpahan wewenang ini telah disebutkan dalam Pasal 22 (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.

Kemudian ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur delegasi perundang-undangan ini adalah Pasal 5 (2) yang berbunyi: “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”.

7Victor Situmorang, Op.Cit, hlm. 94-95. 8Bachsan Mustafa, Op.Cit, hlm. 79.

Page 120: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

109Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara108 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Jika diperhatikan bunyi Pasal 22 (1) Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka memberikan wewenang kepada administrasi negara untuk atas inisiatif sendiri membuat undang-undang, atau peraturan-peraturan. Sedangkan pada Pasal 5 (2) Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka dasar inisiatifnya untuk membuat undang-undang adalah tetap pada Badan Pembuat Undang-Undang.

Dengan demikian, perbedaan antara Pasal 22 (1) dengan Pasal 5 (2) Undang-Undang Dasar 1945 itu terletak pada siapa yang mengambil inisiatif dalam membuat undang-undang, apakah badan pembentuk undang-undang ataukah badan administrasi negara. Sedangkan persamaannya adalah keduanya sama-sama merupakan ketentuan yang menjadi dasar hukum dari “delegation of legislation power”.

Perbuatan administrasi negara secara garis besarnya terdiri atas (a) bukan perbuatan hukum/perbuatan biasa, (b) perbuatan hukum. Bukan perbuatan hukum/perbuatan biasa berupa perbuatan-perbuatan yang tidak membawa akibat hukum, seperti membuat mesjid. Adapun perbuatan hukum adalah perbuatan baik perbuatannya maupun akibatnya diatur oleh hukum, baik hukum perdata maupun hukum publik.

Perbuatan administrasi negara menurut hukum perdata misalnya Bupati mengadakan jual beli tanah, membeli rumah. Perbuatan Bupati semacam ini jelas diatur di dalam hukum perdata. Perbuatan administrasi negara menurut hukum publik, yaitu perbuatan yang bertujuan mengatur dan memelihara kepentingan umum (publik), seperti memberikan izin bangunan, membuat surat keputusan atau ketetapan.

Perbuatan pemerintah menurut hukum publik dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu:

1. Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu.

2. Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua.

Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu, yaitu suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat administrasi negara berdasarkan wewenang istimewa dalam hal membuat suatu ketetapan yang mengatur hubungan antara sesama administrasi negara maupun antara administrasi negara dan warga masyarakat. Seperti ketetapan tentang pengangkatan seorang menjadi pegawai negeri.

Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua adalah suatu perbuatan aparat administrasi negara yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih secara

Page 121: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

109Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara108 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

suka rela. Seperti mengadakan perjanjian pembuatan gedung, jembatan dengan pihak swasta (pemborong).

Adapun bentuk perbuatan pemerintahan dapat digambarkan sebagai berikut:

Perbuatanpemerintahan

Perbuatanhukum

Perbuatanmenuruthukumprivat

Perbuatanmenuruthukum publikbersegi satu

Perbuatanmenuruthukum publikbersegi dua

Perbuatanmenuruthukumpublik

Perbuatanbukanperbuatanhukum

Perbuatan menurut hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh badan administrasi negara disebut juga dengan istilah “ketetapan”, dalam bahasa Belandanya disebut dengan istilah “beschikking”. Istilah “beschikking” ini oleh E. Utrecht menyebutnya “ketetapan”, sedangkan Prajudi Atmosudirdjo menyebutnya dengan “penetapan”.

Ketetapan menurut A.M. Donner yang dikutip oleh H. Amrah Muslimin adalah “tindakan pemerintahan dalam jabatan, yang secara sepihak dan disengaja dalam suatu ikhwal tertentu, menetapkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang sedang berjalan atau menimbulkan suatu hubungan hukum atau keadaan baru, atau salah satu yang dimaksud.9

Kemudian H. Amrah Muslimin menjelaskan bahwa ketetapan adalah tindakan hukum (rechtshandeling) pemerintahan dalam suatu ikhwal yang konkret berdasarkan kewenangan khusus jabatan.10

Dalam membuat ketetapan pemerintah harus memerhatikan ketentuan-ketentuan dalam hukum negara arti sempit, yakni hukum tata negara maupun hukum administrasi negara. Ketetapan-ketetapan yang dibuat tanpa memerhatikan hal-hal tersebut di atas merupakan ketetapan yang mengandung kekurangan. Kekurangan yang demikian ini dapat menyebabkan ketetapan itu menjadi suatu ketetapan yang tidak sah. Dengan demikian,

9H. Amrah Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan Hukum Administrasi, (Bandung: Alumni, 1985), hlm. 114-115.

10H. Amrah Muslimin, Ibid, hlm. 121.

Page 122: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

111Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara110 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

pemerintah dalam membuat suatu ketetapan harus memerhatikan ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat tertentu.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar supaya ketetapan itu menjadi suatu ketetapan yang sah menurut H. Amrah Muslimin harus memuat 2 (dua) syarat, yaitu:

1. Syarat formal mengenai:

a. prosedur/cara membuat penetapan;

b. bentuk penetapan;

c. pemberitahuan penetapan pada yang bersangkutan.

2. Syarat materiil mengenai isi dari penetapan.11

ad. a. Tentang Prosedur/Cara Membuat PenetapanDalam membuat suatu penetapan mengenai hal-hal yang penting,

umpamanya dalam penetapan menunjuk pelaksana pemborong membangun sebuah gedung, ditetapkan prosedur tertentu, yaitu harus diadakan pengumuman dahulu secara luas dalam surat-surat atau cara-cara lain, agar diadakan tawaran oleh peminat-peminat pemborong.

Selanjutnya diadakan seleksi oleh sebuah panitia yang telah dibentuk untuk memeriksa apakah pelamar yang ikut serta dalam tender memenuhi syarat tertentu dan pelamar yang paling mendekati syarat-syarat yang ditentukan pemerintah berdasarkan peraturan, ditunjuk sebagai pemenang tender.

Kemudian dilakukan penetapan sebagai penunjukan pelaksana pemborong pembangunan. Jika prosedur ini tidak dilaksanakan, maka penetapan itu dapat dibatalkan dan dapat diperintahkan dengan suatu penetapan instansi atasan, agar prosedur yang diharuskan dituruti dahulu.

ad. b. Tentang Bentuk PenetapanDalam suatu penetapan boleh yang berbentuk tertulis dan ada juga

berbentuk lisan, tergantung dari peraturan pokok yang menjadi dasar bagi pengambilan suatu penetapan. Pada umumnya dapat dilihat, bahwa persoalan-persoalan yang penting diharuskan oleh aturan dasar yang bersangkutan, ataupun kalau ketentuan ini tidak ada, diambil sebagai suatu asas, bahwa

11H. Amrah Muslimin, Ibid, hlm. 128.

Page 123: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

111Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara110 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

penetapan itu dilakukan secara tertulis dengan menyebut pertimbangan dan alasan secara jelas. Hal ini diperlukan terlebih dahulu dalam penetapan yang memberikan syarat yang terperinci bagi yustisiabel, sehingga atasan dapat menilai apakah syarat yang diharuskan baik mengenai prosedur, maupun tentang kewajiban dari yustisiabel telah dipenuhi.

Dalam hal demikian, jika penetapan itu tidak terpenuhi syarat mengenai bentuk, maka penetapan yang bersangkutan dapat dianggap tidak ada/batal, atau jika syarat tidak dipenuhi tidak begitu berpengaruh terhadap isi keputusan, penetapan itu harus diperbaiki sehingga memenuhi syarat bentuk yang diharapkan.

Penetapan juga dapat dilakukan secara lisan, tetapi pada umumnya dilakukan dalam hal yang tidak begitu penting, seperti:

1. Pemberian izin oleh seorang pejabat pada pegawai bawahan, boleh tidak masuk kantor pada hari tertentu, karena istrinya sakit.

2. Dalam hal dikehendaki suatu akibat yang timbul dengan segera. Seperti perintah seorang pejabat polisi lalu lintas pada pejalan kaki, agar berjalan di sebelah kiri/jalur tertentu.

ad. c. Tentang Pemberitahuan Penetapan pada yang BersangkutanUntuk dapat berlaku suatu penetapan pada hakikatnya harus disampaikan

pada yang terkena penetapan, apakah itu dilakukan dengan pengumuman melalui mass-media ataukah diberitahukan secara tercatat (dengan buku ekspedisi). Jika belum sampai kepada yang bersangkutan, maka penetapan itu belum dapat dianggap berlaku, dan baru berlaku setelah diberitahukan.

Contoh:

Muhammad diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil sejak tanggal 1 Februari 2008. Penetapan baru sampai pada tanggal 1 April 2008 pada Muhammad. Antara Februari dan April Muhammad masih menerima gaji. Hal ini tidak dapat dipertanggungjawabkan pada Muhammad.

Adapun syarat materiil penetapan itu adalah sebagai berikut:

1. Bahwa instansi yang membuat penetapan itu harus berwenang menurut jabatan.

2. Bahwa penetapan itu harus dibuat tanpa adanya kekurangan yuridis dalam pembentukan kemauan pada waktu membuat penetapan pada si pejabat,

Page 124: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

113Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara112 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

seperti adanya: (a) kesesatan pikiran atau kekhilafan (dwaling), (b) penipuan (bedrog), dan (c) paksaan (dwang) atau penyogokan (amkoping).

Dengan adanya kesesatan pikiran/kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog) yang menimbulkan sesuatu yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada, maka penetapan yang bersangkutan dapat dibatalkan. Begitu juga dengan adanya paksaan (dwang) atau penyogokan (amkoping) pembuatan penetapan sudah tidak murni lagi berdasarkan jabatan, sehingga tidak dapat dipertahankan penetapan yang bersangkutan.

Contoh dengan kekhilafan:

Pejabat Polisi membuat penetapan menangkap seorang bernama Sudirman karena diduga melakukan pembunuhan. Padahal Sudirman yang ditangkap adalah lain dari pembunuhan yang sebenarnya, yang juga bernama Sudirman (senama).

Contoh dengan penipuan:

Petugas Polisian membuat penetapan mensita mobil kepunyaan Bujang atas laporan Ahmad yang menyatakan, bahwa Bujang mencuri mobilnya. Padahal sebenarnya Bujang telah membeli mobil Ahmad dengan sah. Jadi di sini ada unsur penipuan.

Contoh dengan paksaan atau sogokan:

Dekan Fakultas Syariah membuat penetapan memberikan ijazah pada seorang mahasiswa, karena mahasiswanya itu mengancam dengan kekerasan, misalnya menodong dengan pistol atau telah memberikan uang sogokan sejumlah yang besar.

3. Bahwa penetapan itu harus menuju sasaran yang tepat. Jika suatu penetapan dibuat tidak langsung menuju sasaran, maka ini adalah suatu penyelewengan atau penyimpangan (detournement de pouvoir).

Contoh: Kepala Sekolah memakai uang untuk pembangunan gedung sekolah untuk keperluan lain yang tidak urgent, misalnya membeli mobil.

Apabila ketetapan itu sah, maka ketetapan itu mempunyai kekuatan hukum dan berlaku sebagai ketentuan yang harus dipenuhi. Ketentuan hukum itu ada yang dinamakan kekuatan hukum formal, dan ada juga kekuatan hukum materiil.

Page 125: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

113Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara112 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Kekutan hukum formal artinya bahwa kekuatan hukum yang ditimbulkan oleh ketetapan itu tidak dapat dibantah oleh alat hukum. Adapun kekuatan hukum materiil artinya kekuatan hukum yang ditimbulkan oleh isi ketetapan itu tidak dapat dibatalkan oleh alat negara yang membuatnya.

Pemerintah dalam menjelankan tugas pemerintahan melakukan berbagai perbuatan baik perbuatan biasa maupun perbuatan hukum guna menyelesai-kan masalah-masalah konkret tertentu yang timbul dalam masyarakat, sehingga pemerintah mengeluarkan berbagai ketetapan yang isi dan bentuk-nya beraneka ragam coraknya.

Adapun macam-macam ketetapan itu menurut Victor Situmorang terdiri atas:

1. Ketetapan Positif, yaitu suatu ketetapan bila dilakukan dari pemohon yang bersangkutan atau yang diharapkan oleh warga masyarakat yang bersifat mengabulkan seluruh atau sebagian dari pemohon. Dalam garis besar ketetapan positif yang mempunyai akibat-akibat yang dapat dibagi ke dalam 5 (lima) golongan, yaitu:

a. Ketetapan yang umumnya melahirkan keadaan hukum yang baru (Rechtstoestand). Misalnya pemberian izin pada suatu Perusahaan Terbatas dan pemberian ijazah pada seorang Sarjana Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta yang disamakan.

b. Ketetapan yang melakukan keadaan hukum baru bagi objek yang tertentu. Misalnya ketetapan Menteri Perhubungan yang menyatakan suatu pelabuhan tertentu berubah status dari pelabuhan Nusantara menjadi pelabuhan Samudera, atau status pelabuhan udara Nasional dijadikan pelabuhan Internasional.

c. Ketetapan yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya suatu badan hukum (Rechtspersoon). Misalnya penetapan Menteri Kehakiman menyetujui anggaran dasar dari suatu Perseroan Terbatas tersebut dengan demikian menjadi badan hukum.

d. Ketetapan yang memberikan hak-hak baru kepada seorang atau lebih disebutkan juga ketetapan mengembangkan.

e. Ketetapan yang membebankan kewajiban baru kepada seseorang atau lebih (perintah-perintah). Misalnya penetapan Pejabat Administrasi Negara mengenai jumlah pajak, pungutan wajib, yang wajib dibayar.

Page 126: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

115Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara114 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

2. Ketetapan Negatif, yaitu ketetapan yang hanya berlaku satu kali, artinya begitu diterbitkan dan disampaikan kepada yang bersangkutan begitu pula daya lakunya; sehingga terbuka bagi warga masyarakat yang bersangkutan untuk mengulangi permohonannya.

Ketetapan negatif ini berupa pernyataan: (a) tidak berhak, (b) tidak berdasarkan hukum, (c) melakukan penolakan hukum.

3. Ketetapan Deklatoir, yaitu mengakui sesuatu hak yang telah ada, suatu ketetapan yang mengandung pernyataan bahwa yang bersangkutan dapat diberikan haknya karena sudah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan lazimnya dalam hubungan dengan ketetapan Deklatoir ini, pihak alat perlengkapan administrasi tidak ada kekuasaan sama sekali dan harus tunduk ketentuan-ketentuan undang-undang yang sudah ada.

4. Ketetapan Konstitutif, yaitu ketetapan yang melahirkan hak baru. Hak baru itu sebelumnya tidak dipunyai oleh orang yang namanya disebut dalam ketetapan itu. Misalnya memberikan izin kepada seorang pegawai Negeri Sipil untuk tidak masuk kantor karena sakit.

5. Ketetapan Kilat/Sepintas Lalu (Cluchting).

Mengenai ketetapan kilat/sepintas lalu ini Prins mengemukakan ada empat jenis ketetapan yakni:

a. Ketetapan yang bersifat mengubah redaksi dari suatu ketetapan yang dibuat lebih dahulu.

b. Ketetapan yang sifatnya negatif, yakni yang mengandung suatu keputusan penolakan, pernyataan tidak berwenang dan pernyataan tidak dapat diterima.

c. Ketetapan yang maksudnya menarik kembali atau membatalkan.

d. Ketetapan yang mengandung pernyataan bahwa sesuatu boleh dilaksanakan.

6. Ketetapan Tetap, yaitu ketetapan yang sama bentuknya untuk waktu yang sampai diadakan perubahan/penarikan kembali.

7. Ketetapan Fotografis, yaitu ketetapan yang masa berlakunya abadi/tidak ada perubahan, pencabutan terhadap yang dikeluarkan tersebut, misalnya ijazah. Pada ketetapan Fotografis Administrasi Negara mengadakan momentopname, yaitu keadaan yang sungguh-sungguh ada pada waktu pembatalan ketetapan yang bersangkutan.

Page 127: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

115Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara114 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

8. Ketetapan Inter, adalah ketetapan untuk melaksanakan/menyelenggarakan perubahan dalam suatu alat perlengkapan Administrasi Negara yang membuat ketetapan itu, pokoknya dari ketetapan itu hanya dirasakan oleh lingkungan sendiri. Misalnya: Saudara Amir sebagai Kepala Bagian Keuangan dipindah dan memangku jabatan sebagai Kepala Bagian Kepegawaian pada Departemen Kehakiman.

9. Ketetapan Ekstern, adalah ketetapan untuk menyelenggarakan perhu-bungan antara alat-alat perlengkapan Administrasi Negara yang mem-buatnya seorang partikelir atau antara dua lebih alat-alat perleng kapan, mempunyai izin Bangunan, Perumahan.

10. Dispensasi.

Dispensasi berasal dari asas hukum yang disebut “Relaratiologis” (pembukuan hukum) yang dimaksudkan untuk menghindari ketinggalan peraturan yang tidak dapat mencakup perkembangan situasi. Sehubungan dengan pengertian dispensasi ini, beberapa sarjana berpendapat, yakni:

a. Van Der Pot bahwa dispensasi adalah keputusan Administrasi Negara yang membebaskan sesuatu perbuatan dari cengkraman suatu peraturan yang melarang perbuatan itu. Sehingga bersifat perbuatan pemerintah dalam arti kata sempit (bestuurs handeling).

b. Prins mengatakan bahwa dispensasi adalah suatu perbuatan pemerintah/bestuur/yang meniadakan berlakunya suatu perbuatan perundang-undangan untuk suatu persoalan istimewa.

c. Prajudi Admosudirdjo bahwa dispensasi merupakan suatu pernyataan dari Administrasi Negara yang berwenang bahwa suatu kekuatan undang-undang tertentu yang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan oleh seorang atau instansi.

d. Kranenburg-Vegting: berpendapat bahwa dispensasi ialah suatu perbuatan membuat peraturan untuk mengoreksi/memperbaiki akibat adanya beberapa hak konkret yang khusus diselesaikan secara tidak memuaskan dan bertentangan dengan maksud.

11. Vergunning/Izin.

Menurut Van der Pot bahwa izin adalah tindakan perbuatan peraturan yang secara umum tidak dibenarkan, akan tetapi memperkenankannya dengan memenuhi cara-cara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret.

Page 128: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

117Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara116 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

12. Licentie (Lisensi) yakni merupakan izin untuk menjalankan suatu perusahaan. Menurut W.F. Prins, bahwa nama lisensi lebih tepat untuk digunakan dalam hal izin guna menjalankan suatu perusahaan dengan leluasa, sehingga tidak ada gangguan lainnya termasuk gangguan dari pihak sendiri.

Misalnya:

a. Lisensi untuk mendirikan tempat perjudian (Pasal 11 stbl 1912 No, 230).

b. Lisensi untuk menambang intan di Martapura (stbl 1923 No.565- Pasal 2).

c. Lisensi untuk memotong hewan (stbl.1936).

d. Lisensi untuk memburu burung cendrawasih (stbl. 1906-230).

13. Konsesi.

Ada beberapa pendapat sarjana tentang pengertian konsesi, yaitu:

a. Van der Pot, bahwa konsesi adalah keputusan administrasi negara yang memperkenankan suatu subjek hukum swasta bersama pemerintah melakukan perbuatan penting bagi umum.

b. Prins, berpendapat bahwa konsesi adalah izin atas hal yang penting bagi umum umpamanya izin, dalam undang-undang pertambangan Indonesia.

c. Krenenburg-Vergting mengatakan bahwa konsesi berhubungan dengan hal pemerintahan memberi bantuan pada pekerjaan yang bagi umum dan bersifat monopoli.

d. Van Vollenhoven berpendapat bahwa konsesi adalah bilamana orang-orang partikulir berdamai dengan pemerintah, melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah.12

D. Peradilan Tata Usaha Negara

1. Pengertian PeradilanAda beberapa pengertian peradilan menurut para ahli, sebagaimana yang

dikutip oleh J.B. Daliyo, yaitu sebagai berikut:

12Victor Situmorang, Op.Cit, hlm. 135-143.

Page 129: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

117Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara116 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

a. Menurut R.J. Van Apeldoorn, peradilan adalah pemutusan perselisihan oleh suatu instansi yang tidak mempunyai kepen tingan dalam perkara maupun menjadi pihak dalam perkara itu, tetapi berdiri di atas perkara itu. Hakim berstatus sebagai aparat yang bertugas menerapkan peraturan terhadap perselisihan.

b. Menurut Van Praag, peradilan adalah pemutusan berlakunya suatu aturan hukum pada suatu peristiwa yang konkret berkaitan dengan adanya suatu perselisihan.

c. Menurut G. Yellinek, peradilan adalah memasukkan perkara-perkara yang konkret dalam suatu norma yang abstrak dan kemudian perkaranya diputuskan.13

Apabila diteliti ketiga pendapat sarjana tersebut di atas, maka dapatlah dijelaskan bahwa adanya suatu peradilan haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Adanya aturan hukum abstrak yang mengikat umum dan dapat diterapkan pada suatu masalah.

2. Adanya perselisihan hukum konkret.

3. Adanya minimal dua pihak yang berselisih.

4. Adanya aparatur peradilan yang berwenang memutuskan.

2. Pengertian Peradilan Tata Usaha NegaraPeradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu pelaksana kekuasaan

kehakiman yang ditugaskan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa dalam bidang Tata Usaha Negara, kecuali sengketa Tata Usaha Negara di lingkungan Angkatan Bersenjata dan dalam soal-soal militer yang menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1953 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1958 diperiksa, diputus dan diselesaikan oleh Peradilan Tata Usaha Negara Militer, sedangkan sengketa Tata Usaha Negara lainnya yang menurut undang-undang ini tidak menjadi wewenang Peradilan Tata Usaha Negara, diselesaikan oleh Peradilan Umum. Undang-Undang yang mengatur tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

13J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. 79.

Page 130: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

119Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara118 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa: “peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.”

Peradilan Tata Usaha Negara adalah Badan Peradilan yang bertugas untuk memeriksa/mengadili/memutus/menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara antara orang perorangan/Badan Hukum Perdata dengan Pejabat/Badan Tata Usaha Negara yang dilakukan oleh hakim yang khusus diangkat untuk itu.14 Dengan demikian, Pengadilan Tata Usaha Negara itu diadakan dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat pencari keadilan yang merasa dirinya dirugikan akibat suatu keputusan tata usaha negara.

Adapun yang dimaksud dengan Tata Usaha Negara itu adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena, itu Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau Badan Hukum Perdata.

Konkret artinya bahwa objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak bersifat abstrak (tidak jelas), tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, seperti:

- Penolakan IMB bagi si A;

- Izin Usaha bagi si B;

- Pemberhentian si C sebagai pegawai negeri;

- Penerbitan Sertifikat Tanah atas nama D.

Individual artinya bahwa Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan kepada umum, tetapi tertentu orangnya, baik alamat maupun hal

14 Darwan Prinst, Strategi Menangani Perkara Tata Usaha Negara, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 16.

Page 131: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

119Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara118 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

yang dituju. Seandainya yang dituju oleh Keputusan Tata Usaha Negara itu lebih dari seorang, maka nama taip-tiap orang itu disebutkan dalam Keputusan Tata Usaha Negara tersebut.

Final artinya bahwa Keputusan Tata Usaha Negara itu sudah dapat dilaksanakan, pelaksanaannya tidak memerlukan izin/persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan.

Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mengeluarkan suatu keputusan administrasi negara atau keputusan tata usaha negara ada kemungkinan terdapat pihak-pihak yang dirugikan, sehingga terjadilah persengketaan, maka untuk menyelesaikan persengketaan itu dapat ditempuh dengan 3 (tiga) alternatif, yaitu:

a. Upaya administratif;

b. Gugatan;

c. Perdamaian.15

1. Upaya Administratif

Upaya penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara secara administratif telah dijelaskan di dalam Pasal 48 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu:

Pasal 48

1. Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.

2. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 48 tersebut, dapat diketahui adanya beberapa petunjuk sebagai berikut:

15R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 92-109.

Page 132: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

121Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara120 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

a. Upaya administratif sebagai penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang sudah ada tetap dipertahankan, bahkan kini terbuka kemungkinan untuk mengajukan lebih lanjut ke pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara;

b. Dengan adanya kalimat “sengketa Tata Usaha Negara tertentu” pada Pasal 48 ayat (1), maka penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara melalui upaya administratif tidak berlaku untuk semua sengketa Tata Usaha Negara, melainkan hanya sengketa Tata Usaha Negara yang penyelesaiannya tersedia upaya administratif saja;

c. Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara baru mempunyai wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara yang tersedia upaya administratif, jika seluruh upaya administratif tersebut telah digunakan dan mendapat keputusan.

Selanjutnya di dalam penjelasan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dijelaskan bahwa: “upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara”. Proses itu dilakukan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri dari dua bentuk, yaitu banding administrasi dan keberatan administrasi.

Banding administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dan SE-MA No. 2 Tahun 1991, yaitu suatu pemberian wewenang oleh/atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu. Oleh karenanya sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administrasi yang tersedia.

Banding administratif, yaitu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap Keputusan Tata Usaha Negara, yang penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, dilakukan oleh atasan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara atau instansi lain dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.

Page 133: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

121Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara120 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Sebagai contoh dapat dilihat di bawah ini:

1. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang merasa nilainya yang ada dalam daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tidak tepat. Prosedur yang ditempuh oleh Pegawai Negeri Sipil tersebut adalah dengan mengajukan permohonan kepada atasan dari Pejabat Penilai agar nilai yang ada dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut diperiksa kembali (Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil).

2. Seorang Pegawai Negeri Sipil merasa tidak puas terhadap penolakan permohonan dari Pembuat Daftar Urut Kepangkatan. Maka prosedur yang ditempuh oleh Pegawai Negeri Sipil tersebut adalah dengan jalan mengajukan permohonan kepada atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan agar nomor urutnya dalam Daftar Urut Kepangkatan diperiksa kembali (Pasal 11 ayat (1) Peraruran Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil).

3. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Prosedur yang ditempuh oleh Pegawai Negeri Sipil tersebut adalah dengan mengajukan permohonan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian agar keputusan tentang hukuman disiplin tersebut diperiksa kembali (Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil).

Keberatan administrasi, yaitu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap Keputusan Tata Usaha Negara, yang penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang dimaksud.

Sebagai contoh seorang Pegawai Negeri Sipil yang merasa nomor urutnya dalam Daftar Urut Kepangkatan tidak tepat. Maka prosedur yang dapat ditempuh oleh Pegawai Negeri Sipil tersebut adalah dengan mengajukan permohonan kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan agar nomor urutnya dalam Daftar Urut Kepangkatan tersebut diperiksa kembali (Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil).

Page 134: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

123Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara122 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ad. b. Gugatan

Selain penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dengan upaya adminis-tratif, juga dapat dilakukan dengan cara gugatan. Adapun yang dimaksud dengan gugatan di sini adalah suatu surat permohonan yang diajukan oleh seseorang (penggugat) atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dinyatakan batal, atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi.

Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dengan jalan gugatan dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Sengketa Tata Usaha Negara yang penyelesaiannya tidak tersedia upaya administratif, artinya dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang mengakibatkan timbulnya sengketa Tata Usaha Negara tidak ada ketentuan tentang upaya adminisratif yang harus dilalui.

2. Sengketa Tata Usaha Negara yang penyelesaiannya sudah melalui upaya administratif yang tersedia (keberatan dan/atau banding administratif) dan sudah mendapat keputusan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara atau atasan atau instansi lain dari badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, akan tetapi terhadap keputusan tersebut, orang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara masih belum dapat menerimanya.

Adapun syarat-syarat gugatan menurut Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut:

1. Identitas Penggugat yang terdiri dari:

a. Nama lengkap Penggugat,

b. Kewarganegaraan Penggugat,

c. Tempat tinggal Penggugat,

d. Pekerjaan Penggugat.

Page 135: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

123Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara122 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

2. Identitas Tergugat, yang terdiri dari:

a. Nama jabatan Tergugat, misalnya Kepala Dinas,…….,Bupati,………, Gubernur,......

Camat,…….,Lurah,………, Menteri,……. Rektor,…….., dan lain-lain.

b. Tempat kedudukan Tergugat

3. Dasar Gugatan (fundamentum petendi/posita/dalil gugatan).

Dasar gugatan ini berisi tentang:

a. Fakta hukum yang berisi fakta-fakta secara kronologis tentang adanya hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat maupun dengan objek gugatan. Dalam fakta hukum ini juga diuraikan kapan keputusan yang menjadi objek gugatan dikeluarkan atau diberitahukan kepada Penggugat, atau kapan diketahui oleh Penggugat, atau kapan mulai merasa kepentingannya terganggu akibat keputusan tersebut.

b. Kualifikasi perbuatan Tergugat, seperti dijelaskan dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

c. Uraian kerugian Penggugat, jika terjadi kerugian Penggugat akibat Tergugat mengeluarkan keputusan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1991, bahwa ganti rugi itu maksimum sebesar Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah).

4. Hal yang diminta untuk diputus oleh pengadilan (petitum).

Petitum ini biasanya berisikan hal-hal yang dituntut oleh Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim. Petitum umumnya meliputi hal-hal sebagai berikut:

- Mengabulkan/menerima gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

- Menyatakan perbuatan Tergugat adalah perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang.

- Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan No…….tanggal……………yang dikeluarkan oleh tergugat.

- Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp…….. kepada Penggugat (jika ada).

Page 136: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

125Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara124 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

- Menghukum Tergugat untuk merehabilitasi nama baik Penggugat seperti semula.

- Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini untuk semua tingkatan.

Adapun tenggang waktu pengajuan gugatan berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak:

1. Keputusan itu dibuat atau diumumkan;

2. Keputusan itu dikirimkan kepada Penggugat;

3. Ditolaknya pemberian keputusan yang diminta;

4. Diketahuinya keputusan itu oleh Penggugat.

Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang dimohon, (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986), maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari itu dihitung setelah lewatnya tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan untuk menerbitkan Surat Keputusan yang dimohonkan.

Maksudnya, bahwa dalam beberapa peraturan perundang-undangan ditentukan batas atau lama maksimum waktu yang diperlukan untuk menerbitkan suatu Surat Keputusan, maka setelah lewat batas waktu maksimum tersebut dan ternyata Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara tidak menerbitkannya, maka pemohon dapat mengajukan hal tersebut kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. Akan tetapi, jika peraturan dasarnya tidak menentukan suatu batas jangka waktu maksimum untuk menerbitkan suatu keputusan (Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986), maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari itu dihitung setelah lewatnya batas waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan menerbitkan keputusan bersangkutan. Dalam hal peraturan dasarnya menentukan, bahwa suatu keputusan harus diumumkan, maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari itu dihitung sejak hari pengumuman keputusan tersebut.

Apabila lewat tenggang waktu gugatan, maka Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat diganggu lagi dengan sarana hukum yang ada, walaupun Keputusan Tata Usaha Negara tersebut mengandung cacat hukum, kecuali atas kemauan sendiri Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berwenang

Page 137: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

125Bab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara124 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

mencabut atau mengubah Keputusan Tata Usaha Negara dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya jika gugatan itu sudah masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara, maka ketua Pengadilan Tata Usaha Negara menunjuk hakim untuk memeriksa gugatan itu dan memberi nasihat kepada Penggugat jika gugatan itu belum lengkap. Kelengkapan berkas gugatan harus dimasukkan kembali ke pengadilan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Seandainya dalam jangka waktu tersebut gugatan belum dilengkapi, maka gugatan dibatalkan.

Apabila gugatan itu sudah lengkap, maka berkas perkara disidangkan melalui sidang terbuka dengan 3 (tiga) orang hakim. Dalam sidang ini diadakan pembuktian-pembuktian untuk mencari kebenaran permasalahan yang ada dan kemudian menetapkan pihak mana yang benar dan pihak mana yang salah, serta bagaimana putusan yang diambil atau ditetapkan.

Hakim berdasarkan hasil pemeriksaan memutuskan pihak mana yang bersalah dan apa hukumannya. Keputusan hakim dapat berupa: (1) menolak gugatan, (2) mengabulkan gugatan, (3) tidak menerima gugatan, dan (4) menyatakan gugatan gugur.

Seandainya putusan hakim itu tidak diterima oleh pihak Penggugat atau Tergugat, maka dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak putusan itu diketahui, dan masing-masing dapat mengajukan banding. Jika para pihak telah menerima putusan hakim, maka dikatakan bahwa keputusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan oleh karenanya harus dilaksanakan.

ad. c. Perdamaian

Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara tidak ada yang mengatur tentang perdamaian. Kemungkinan adanya perdamaian di dalam perkara Tata Usaha Negara antara Penggugat dengan Tergugat hanya terdapat di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1991. Perdamaian ini hanya dapat dilakukan di luar persidangan.

Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut di atas, memberikan petunjuk sebagai berikut:

Page 138: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PBBab 4 | Asas-asas Hukum Administrasi Negara126 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

a. Penggugat mencabut gugatannya secara resmi dalam sidang terbuka untuk umum dengan menyebutkan alasan pencabutannya.

b. Apabila pencabutan gugatan dimaksud dikabulkan, maka hakim memerintahkan agar panitera mencoret gugatan tersebut dari register perkara.

c. Perintah pencoretan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.

Petunjuk dari Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut dapat dipahami, karena dalam penyelesaian perkara Tata Usaha Negara, kedudukan Tergugat lebih dominan jika dibandingkan dengan kedudukan Penggugat.

Adapun contoh penyelesaian secara perdamaian terhadap perkara Tata Usaha Negara di antaranya adalah perkara Tata Usaha Negara Nomor 01/PTUN-JKT/1991 antara Paulus Djaja Sentosa melawan Walikota Jakarta Barat dengan Akta Perdamaian tanggal 25 Maret 1991.16

16O.C. Kaligis, Praktik-Praktik Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Buku kedua, (Bandung: Alumni, 1999), hlm. 6-11.

Page 139: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

127Bab 5 | Asas-asas Hukum PidanaPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

A. Pengertian Hukum PidanaDalam ilmu hukum pidana dikenal perbedaan antara “ius punale” dan “ius

puniendi”. Terjemahan istilah “ius punale” adalah hukum pidana, sedangkan terjemahan “ius puniendi” adalah hak memidana, dalam bahasa latin “ius “ dapat diartikan sebagai hukum maupun hak.

Menurut Satochid Kartanegara bahwa hukum pidana itu dapat dipandang dari sudut:

a. Hukum pidana dalam arti objektif (ius poenale).

b. Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi).Hukum pidana dalam arti objektif (ius poenale) adalah sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan di mana terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman.Ius poenale dapat dibagi dalam: (a) hukum pidana materiil, (b) hukum pidana formal. Hukum pidana materiil berisikan peraturan-peraturan tentang perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman, siapa-siapa yang dapat dihukum, hukum apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang.Hukum pidana formal adalah sejumlah peraturan-peraturan yang mengandung cara-cara negara mempergunakan haknya untuk melaksanakan hukuman.

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA

BAB 5

Page 140: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

129Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana128 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.1

Adapun hak negara yang tercantum dalam hukum pidana subjektif (ius puniendi), yaitu: (a) hak negara untuk memberikan ancaman hukuman, (b) hak Jaksa untuk menuntut pelaku tindak pidana, (c) hak hakim untuk memutuskan suatu perkara.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka pembagian hukum pidana dapat digambarkan sebagai berikut:

Hukum Pidana

Hukum PidanaObjektif

Hukum PidanaFormal

Hukum PidanaMateriil

Hukum PidanaSubjektif

Hukum Pidana Umum

Hukum Pidana Khusus

Adapun hukum pidana menurut Wirjono Prodjodikoro adalah peraturan hukum mengenai pidana.2 Kemudian Moeljatno menjelaskan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

1Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, Bagian Satu, (Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, tt), hlm. 1-2.

2Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1986), hlm. 1.

Page 141: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

129Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana128 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.3

Selanjutnya menurut Bambang Poernomo,bahwa hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.4

B. Sejarah Hukum Pidana di IndonesiaBabak sejarah hukum pidana tertulis di Indonesia dimulai dengan

datangnya orang Belanda di Indonesia, dalam hal ini dapat dibagi atas 4 (empat) babak, yaitu:

1. Zaman VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie);

2. Zaman Hindia Belanda;

3. Zaman Jepang;

4. Zaman Kemerdekaan.5

ad. 1. ZamanVOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)Kedatangan pedagang-pedagang Belanda (VOC) di Indonesia membawa

suasana “penjajahan”. Untuk kepentingan-kepentingan perdagangan mereka, berdasarkan oktrooi Staten General di negeri Belanda, VOC telah melaksanakan berlakunya peraturan-peraturannya sendiri di Indonesia.

Semula peraturan-peraturan tersebut berbentuk Plakaat-plakaat. Kemudian plakaat-plakaat itu dihimpun dengan nama Statuten Van Batavia (Statuta Betawi) pada Tahun 1642, tetapi belum merupakan kodifikasi. Pada Tahun 1848 diadakan Interimaire Straf Bepalingen. Di samping kedua peraturan tersebut berlaku juga Oud Hollands Recht dan Romeins Recht (hukum Belanda kuno dan hukum Romawi).6

Adapun bagi orang Bumiputra atau orang Indonesia asli, meskipun adanya peraturan-peraturan hukum pidana yang tertulis tersebut, tetap berlaku hukum adat pidana yang sebagian besar tidak tertulis. Pada tahun

3Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), hlm. 1. 4Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983),

hlm. 19. 5Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta:Rinekas, Cipta,1991), hlm.15.6SR.Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni

Ahaem-Petehaem, 1986), hlm.43.

Page 142: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

131Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana130 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1866 barulah dikenal kodifikasi dalam arti sebenarnya, yaitu pembukuan segala peraturan hukum pidana.

Menurut A.Zainal Abidin Farid, bahwa:Pada tanggal 10 Februari 1866 berlakulah dua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia yaitu:

1. Het Wetboek Van Strafrecht Voor Europeanen (S. 1866 Nomor 55) yang berlaku bagi golongan Eropa mulai pada tanggal 1 Januari 1867. Kemudian dengan ordonansi tanggal 6 Mei 1872 ditetapkan pula berlakunya KUHP untuk golongan Bangsa Indonesia dan Timur Asing, yaitu:

2. Het Wetboek Van Strafrecht Voor Inlands en Daarmede Gelijkgestelde S. 1872 Nomor 85 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1873.7

Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia tersebut di atas adalah jiplakan dari kode penal negara Prancis, yang oleh Kaisar Napoleon dinyatakan berlaku di negara Belanda pada waktu negara itu ditaklukkan oleh Napolleon permulaan abad XIX.

Dengan berlakunya KUHP Tahun 1866 dan Tahun 1872, maka aturan hukum pidana yang lama yaitu Tahun 1642 dan Tahun 1848 tidak berlaku lagi, begitu juga hukum adat pidana yang berlaku di daerah-daerah yang dijajah itu dihapuskan dan semua orang-orang Indonesia tunduk kepada satu KUHP saja (kecuali di daerah-daerah Swapraja).

Sedangkan KUHP yang ditetapkan dengan ordonansi tanggal 6 Mei 1872 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1873 khusus terhadap golongan Bumiputra yakni suatu turunan pula dari KUHP yang berlaku untuk golongan Eropa dengan perubahan-perubahan yang telah disesuaikan dengan agama dan lingkungan hidup golongan Bumiputra.

Sedangkan perbedaannya hanya terletak pada sanksinya saja, misalnya jika orang Indonesia yang melakukan delik, maka pidananya dikenakan kerja paksa, dan jika orang Eropa pidananya hanya pidana penjara atau kurungan.

7A.Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta: Sinar Grafika,1995), hlm. 62.

Page 143: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

131Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana130 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ad. 2. Zaman Hindia BelandaPada Tahun 1811 sampai dengan Tahun 1814 Indonesia pernah jatuh

dari tangan Belanda ke tangan Inggris. Berdasarkan konvensi London 13 Agustus 1814, maka bekas koloni Belanda dikembalikan kepada pemerintah Belanda. Kepada komisaris jenderal diberi suatu instruksi tanggal 3 Januari 1815. Instruksi ini menjadi Undang-Undang Dasar Pemerintah Kolonial pada waktu itu dan terkenal dengan nama: Regerings Reglement van 1815 (RR 1815). Tindakan pertama komisaris jenderal setibanya di Indonesia, yaitu mempertahankan untuk sementara waktu semua peraturan bekas pemerintah Inggris untuk menghindari “Rechts Vacum”. Berdasarkan stbl 1828 nomor 16, diadakan suatu sistem kerja paksa sebagai sistem hukuman. Sistem kerja paksa dengan sendirinya hanya dilakukan bagi para terhukum bangsa pribumi yang terbagi dalam dua golongan, yaitu:

1. yang dihukum kerja rantai;

2. yang dihukum kerja paksa.8

Pada Tahun 1881 di negeri Belanda dibentuk suatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana Baru yang mulai berlaku pada Tahun 1886 yang bersifat nasional dan yang sebagian besar mencontoh Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Jerman. Sikap semacam ini bagi Indonesia baru diturut dengan dibentuknya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie stbl Nomor 732) dengan Firman Raja Belanda tanggal 15 Oktober 1915, mulai berlaku 1 Januari 1918, yang sekaligus menggantikan kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut di atas untuk berlaku bagi semua penduduk di Indonesia.

Dengan demikian, berakhirlah dualisme hukum pidana di Indonesia yang pada mulanya hanya untuk daerah yang langsung dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda dan akhirnya untuk seluruh Indonesia.

ad. 3. Zaman Pendudukan Jepang

Pada waktu Indonesia diduduki oleh Jepang pada Tahun 1942, maka pemerintah Jepang mengeluarkan peraturan yang bernama Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942 yang mulai berlaku pada tanggal 7 Maret 1942 sebagai peraturan peralihan Jawa dan Madura.

8E.Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I.(Surabaya: Pustaka Tinta Mas,t.th), hlm. 31.

Page 144: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

133Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana132 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942 dalam Pasal 3 menentukan bahwa, semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer.9

Berdasarkan ketentuan pasal di atas, dapat diketahui, bahwa perundang-undangan yang berasal dari zaman penjajahan pemerintahan Belanda, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan bala tentara Jepang, dengan demikian Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie (stbl 1915 Nomor 732) tetap berlaku.

ad. 4. Zaman Kemerdekaan

Setelah bangsa Indonesia diproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkanlah Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam Pasal II dari aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut menegaskan, bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.10

Dalam rangka untuk mempertegas aturan peralihan tersebut di atas, maka Presiden Republik Indonesia mengeluarkan peraturan pada tanggal 10 Oktober 1945 dengan nama peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1945 yang terdiri dari dua pasal, yaitu:

Pasal 1.

Segala badan-badan dan peraturan-peraturan yang ada sampai berdirinya negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar, masih tetap berlaku, asal saja tidak bertentangan dengan Undang-Undang tersebut;

Pasal 2.

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1945.11

Peraturan Presiden ini isinya hampir sama dengan bunyi Pasal II aturan peralihan UUD 1945, bedanya adalah pada Peraturan Pemerintah dengan tegas dinyatakan tanggal perbatasan, yaitu tanggal 17 Agustus 1945, dan aturan-aturan yang bertentangan dengan UUD 1945 dianggap tidak berlaku.

9J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1995), hlm. 23.

10Indonesia, UUD 1945 Hasil Amandemen dan Proses Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap(Pertama 1999-Keempat 2002),(Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 62.

11S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm. 46.

Page 145: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

133Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana132 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 disebutkan bahwa hukum pidana yang berlaku sekarang mulai Tahun 1946 ialah hukum pidana yang berlaku pada tanggal 8 Maret 1942 dengan berbagai perubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan keadaan negara proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan nama Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie diubah menjadi Wetboek Van Strafrecht (WVS) atau yang disebut juga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 perlu diperhatikan beberapa hal yang penting sebagai berikut:

(1) Pasal V yang menentukan bahwa peraturan hukum pidana yang seluruh nya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan atau pertentangan dengan kedudukan Indonesia sebagai negara merdeka atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap tidak berlaku;

(2) Pasal VI mengubah dengan resmi nama Wetboek Van Strafrecht saja, yang biasa diterjemahkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana disingkat KUHP;

(3) Pasal VIII menurut perubahan kata-kata dan penghapusan beberapa pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana;

(4) Adanya penciptaan delik-delik baru yang dimuat dalam Pasal IX sampai dengan Pasal XVI.12

Sedangkan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terdapat tiga pendapat, yaitu:

(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, berlaku di seluruh wilayah bekas NRI Yogya, ditambah dengan daerah pulihan. Dengan perkataan lain berlaku di Sumatera minus negara Sumatera Timur, Jawa dan Madura minus Jakarta Raya dan Kalimantan minus Kalimantan Barat,(sebagai daerah pulihan), atas nama Prof. OEMAR SENOAJI,S.H.

(2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, berlaku di seluruh wilayah bekas NRI Yogya, ditambah dengan daerah pulihan, kecuali daerah-daerah pulihan di Kalimantan. Dengan perkataan lain, hanya berlaku di Sumatera minus neg. Sumatera Timur dan Jawa + Madura minus Jakarta Raya (atas nama: HAN BIN SIONG).

(3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, berlaku di seluruh Jawa dan Madura serta Sumatera, tanpa kecuali (atas nama Prof. MOELJATNOS.H.).13

12A.Zainal Abidin Farid, Op.Cit, hlm. 64-65.13S.R. Sianturi, Op-Ci, hlm. 48.

Page 146: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

135Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana134 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Adanya pendapat-pendapat tersebut di atas, tidak dapat dilepaskan dari fakta sejarah perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia dalam segala bidang. Pada tanggal 27 Desember 1949 terbentuklah negara Republik Indonesia Serikat (RIS),sehingga peraturan hukum yang berlaku berdasarkan Pasal 192 KRIS yaitu:

Peraturan-peraturan, undang-undang dan ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat konstitusi ini mulai berlaku tetap berlaku tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan RIS sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan tata usaha atas kuasa konstitusi ini.14

Konstitusi RIS 1949 ini hanya berlaku 7 bulan 16 hari kemudian diganti dengan UUDS 1950 yang berlaku sampai 4 Juli 1959. Tata hukum yang berlaku pada masa ini adalah tata hukum berdasarkan Pasal 142 UUDS 1950, kemudian ditambah dengan peraturan baru yang dibentuk oleh pemerintah negara selama kurun waktu dari 17 Agustus 1950 sampai dengan 4 Juli 1959. Dengan demikian, sejak tanggal 17 Agustus 1950 di seluruh negara kesatuan Republik Indonesia berlaku dua KUHP, yaitu (1) KUHP menurut UU RI No.1 Tahun 1946, (2) Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie (Stbl 1915 No.732) dengan segala tambahan dan perubahannya.

Keadaan tersebut berakhir pada tanggal 29 September 1958 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 (LN.No.127/1958) yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dinyatakan untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, hingga sekarang yang berlaku hanya satu undang-undang hukum pidana saja,15 yaitu KUHP sebagai intinya.

Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa hukum pidana yang berlaku sekarang adalah hukum pidana yang pada pokoknya bersumber pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, dan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 beserta perubahan-perubahannya.

Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdiri dari 569 pasal yang terbagi dalam tiga buku yang isinya sebagai berikut:

14J.B.Daliyo, Op-Cit, hlm. 25.15R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya

Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, t.th), hlm. 23.

Page 147: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

135Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana134 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Buku I berisi tentang peraturan umum, terdiri dari 9 Bab dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 103.

2. Buku II berisi tentang kejahatan, terdiri dari 31 Bab, dari Pasal 104 sampai dengan Pasal 488.

3. Buku III berisi tentang pelanggaran-pelanggaran, terdiri dari 9 Bab dari Pasal 489 sampai dengan Pasal 569.16

Dalam buku I dimuat ketentuan-ketentuan umum dari hukum pidana yang pada umumnya berlaku untuk seluruh bidang hukum pidana, baik yang bersumber dari buku II dan buku III, maupun yang disebutkan dalam undang-undang lain.

Indonesia sekarang ini belum mempunyai hukum pidana nasional yang dibuat sendiri. Hukum pidana yang berlaku sekarang ini adalah produk hukum pidana peninggalan pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda. Oleh karena itu, Indonesia pada saat ini sedang berusaha untuk membentuk hukumnya sendiri termasuk penyusunan KUHP nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia sudah lama dicetuskan di dalam berbagai kesempatan termasuk seminar hukum nasional dan lokakarya. Pada Tahun 1980 telah dibentuk tim pengkajian hukum pidana yang diberikan tugas menyusun Rancangan KUHP yang baru oleh pemerintah.

Selanjutnya pada tahun 1997/1998 Departemen Kehakiman Republik Indonesia telah menyusun Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RUUHP) yang sistematikanya terdiri dari 615 pasal yang dibagi dalam dua buku yang isinya yaitu, buku I berisi tentang peraturan umum yang terdiri dari 6 Bab dari Pasal 1sampai dengan Pasal 153, dan buku II berisi tentang tindak pidana yang terdiri dari 34 Bab dari Pasal 154 sampai dengan Pasal 615.17

Ketentuan dalam buku kesatu (I) berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali ditentukan lain. Perbedaan yang mencolok antara rancangan KUHP dengan KUHP lama adalah pada rancangan hanya terdiri atas dua buku, sedangkan KUHP lama sama dengan WVS Belanda yang terdiri dari tiga buku. Dengan demikian, perbedaan antara delik kejahatan dan delik pelanggaran di dalam rancangan KUHP itu ditiadakan.

16R. Soesilo, Ibid, hlm. 7-9.17Indonesia, Rancangan KUHP, (Jakarta: Departemen Kehakiman RI, 1997/1998),

hlm. 1-8.

Page 148: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

137Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana136 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

C. Tindak Pidana dan Jenis Pidana

1. Tindak PidanaIstilah tindak pidana adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa

Belanda yaitu “Strafbaar feit” atau “delict”. Di dalam bahasa Indonesia sebagai terjemahan dari strafbaar feit atau delict terdapat beberapa istilah seperti:

a. Tindak pidana.

b. Perbuatan pidana.

c. Peristiwa pidana.

d. Pelanggaran pidana.

e. Perbuatan yang boleh dihukum.

f. Perbuatan yang dapat dihukum.

Di antara keenam istilah tersebut di atas, menurut pendapat penulis yang paling tepat dan baik untuk dipergunakan adalah istilah “tindak pidana”, dengan alasan bahwa istilah tersebut selain mengandung pengertian yang tepat dan jelas sebagai istilah hukum, juga sangat mudah diucapkan.

Di samping itu, di dalam beberapa peraturan perundang-undangan memakai istilah “tindak pidana”, seperti di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Adapun pengertian tindak pidana menurut para sarjana di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Wirjono Prodjodikoro, bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.18

2. Muljatno berpendapat, bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman

18Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hlm. 55.

Page 149: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

137Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana136 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.19

3. R. Tresna mengemukakan bahwa peristiwa pidana ialah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.20

4. Simons dalam Mustafa Abdullah, Ruben Achmad berpendapat, bahwa peristiwa pidana adalah “Een Strafbaargestelde, onrechtmatige, met schuld in verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar persoon”. Terjemahan bebasnya: Perbuatan salah dan melawan hukum, yang diancam pidana dan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.21

Apabila diperhatikan definisi tindak pidana tersebut di atas, maka dapat dijelaskan bahwa suatu tindakan atau kejadian/peristiwa dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan pidana jika perbuatan itu memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Harus ada suatu perbuatan manusia,

2. Perbuatan manusia itu harus melawan hukum (wederrechtelijk),

3. Perbuatan itu diancam dengan pidana (strafbaar gesteld) dalam undang-undang,

4. Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar),

5. Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan (schuld) si pembuat.

2. Jenis PidanaAdapun jenis pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) terdapat pada Pasal 10 KUHP, yang terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu:

a. Hukuman-hukuman pokok

1e. hukuman mati,

2e. hukuman penjara,

19Moeljatno, Op.Cit, hlm. 54. 20R. Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Tiara Limitet, 1959), hlm. 27. 21Mustafa Abdullah, Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1986), hlm. 26.

Page 150: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

139Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana138 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3e. hukuman kurungan,

4e. hukuman denda.

b. Hukuman-hukuman tambahan

1e. pencabutan beberapa hak yang tertentu,

2e. perampasan barang tertentu,

3e. pengumuman keputusan hakim.22

Hukuman pokok yaitu hukuman yang terlepas dari hukuman lain, berarti dapat dijatuhkan kepada terpidana secara mandiri. Sedangkan hukuman tambahan, yaitu hukuman yang tidak dapat dijatuhkan tanpa ada hukuman pokok (tidak mandiri).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia pada saat sekarang ini terbentuk sejak tahun 1915 telah terkodifikasi dengan staatsblad 1915 No. 732. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918 ketika Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka KUHP dinyatakan berlaku berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 yang sudah diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Selanjutnya KUHP dinyatakan berlaku umum (unifikasi hukum pidana) berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1958 (29 September 1958). Kodifikasi KUHP adalah selaras dengan Wetboek van Strafrecht (WvS) Negeri Belanda. WvS ini bersumber dari code penal Prancis, dan code penal Prancis ini bersumber dari hukum Romawi. Dengan demikian sumber KUHP

sebenarnya berasal dari hukum Romawi.

D. Berlakunya Hukum PidanaBerlakunya hukum pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) terdapat 2 (dua) asas, yaitu:

1. Asas berlakunya hukum pidana menurut tempat.

2. Asas berlakunya hukum pidana menurut waktu.

Asas berlakunya hukum pidana menurut tempat sangat penting untuk mengetahui penentuan tentang sampai di mana berlakunya undang-undang

22R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, t.th), hlm. 43.

Page 151: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

139Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana138 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

hukum pidana dari suatu negara jika terjadi tindak pidana. Di samping itu, juga untuk mengetahui bila mana negara berhak menuntut sesuatu perbuatan dari seseorang yang merupakan kejahatan atau pelanggaran.

Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat terdapat atas 4 (empat) asas, yaitu:

1. Asas teritorial atau asas wilayah.

2. Asas nasionalitas aktif atau asas personalitas.

3. Asas nasionalitas pasif atau asas perlindungan.

4. Asas universalitas.23

ad. 1. Asas Teritorial atau Asas WilayahMenurut asas ini berlakunya undang-undang hukum pidana dari suatu

negara disandarkan pada tempat atau teritoir di mana perbuatan itu dilakukan, dan tempat di mana terletak di dalam wilayah, dan di mana undang-undang hukum pidana tadi berlaku.

Jadi asas ini khusus ditujukan kepada tempat di mana perbuatan dilakukan, sedangkan sifat orang yang melakukannya diabaikan. Asas teritorial atau wilayah telah diatur di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 KUHP.

Pasal 2 KUHP menyatakan bahwa, ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi tiap orang yang dalam Indonesia melakukan sesuatu perbuatan yang boleh dihukum (peristiwa pidana).

Tiap orang berarti siapa saja, baik warga negara Indonesia, maupun warga negara asing (bangsa asing) dengan tidak membedakan kelamin atau agama, kedudukan atau pangkat yang melakukan tindak pidana dalam wilayah Republik Indonesia.

Adapun bunyi Pasal 3 KUHP adalah: ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindakan pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.

Pasal 3 KUHP ini menjelaskan, bahwa tindak pidana yang diwujudkan di dalam kendaraan air Indonesia dikuasai oleh hukum pidana Indonesia. Kapal atau petahu Indonesia di laut bebas dipersamakan dengan wilayah Indonesia.

23Satochid Kartanegara, Op.Cit, hlm. 189-191.

Page 152: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

141Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana140 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Undang-undang tidak menyatakan apa yang disebut kendaraan air Indonesia. Dalam Pasal 95 KUHP menyebutkan bahwa, yang dikatakan kapal Negara Indonesia, yaitu kapal (perahu) yang menurut undang-undang umum tentang pemberian surat laut dan pas kapal di Negara Indonesia harus mempunyai pas laut atau pas kapal atau surat izin buat sementara waktu pengganti surat atau pas kapal itu. Rumusan Pasal 95 KUHP tersebut dapat dijelaskan, bahwa kapal laut adalah species dari kendaraan air.

Kendaraan air adalah segala kendaraan yang dapat berlayar di air seperti perahu nelayan, kendaraan air yang peruntukan memberikan pertolongan, kendaraan air yang dipakai bersenang-senang, dan sebagainya.

Dasar hukum asas ini adalah kedaulatan negara, hal ini disebabkan oleh karena setiap negara yang berdaulat wajib menjamin ketertiban hukum dalam wilayahnya.

ad. 2. Asas Nasional Aktif atau Asas PersonalitasAsas ini menjelaskan, bahwa berlakunya undang-undang hukum pidana

sesuatu negara disandarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitasnya seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan, bukan pada tempat di mana perbuatan itu dilakukan.

Jadi undang-undang hukum pidana hanya dapat diperlakukan terhadap seseorang warga negara yang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, dan dalam hal ini tidak menjadi persoalan di mana perbuatan itu dilakukan. Meskipun perbuatan itu dilakukannya di luar negara asalnya, undang-undang hukum pidana negaranya itu tetap berlaku terhadap dirinya. Asas ini diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 KUHP.

Pasal 5 KUHP

(1) Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesia yang melakukan di luar Indonesia:

1e. Salah satu kejahatan yang disebut dalam Bab I dan II Buku Kedua, dan dalam Pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan Pasal 451;

2e. Suatu perbuatan yang dipandang sebagai kejahatan menurut ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia dan boleh dihukum menurut undang-undang negeri, tempat perbuatan itu dilakukan.

Page 153: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

141Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana140 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

(2) Penuntutan terhadap suatu perbuatan yang dimaksudkan pada ke 2e boleh juga dilakukan, jika tersangka baru menjadi warga negara Indonesia setelah melakukan perbuatan itu.

Pasal 6 KUHP:

Berlakunya Pasal 5 ayat 1 angka 2e itu dibatasi hingga tidak boleh dijatuhkan hukuman mati untuk perbuatan yang tiada diancam dengan hukuman mati menurut undang-undang negeri tempat perbuatan itu dilakukan.

Pasal 7 KUHP:

Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi pegawai negara Indonesia yang melakukan di luar Indonesia salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Bab XXVIII Buku Kedua.

ad. 3. Asas Nasionalitas Pasif atau Asas PerlindunganAsas ini menjelaskan, bahwa berlakunya undang-undang hukum pidana

sesuatu negara disandarkan kepada kepentingan hukum yang dilanggarnya. Dengan demikian, maka apabila kepentingan hukum dari suatu negara, yang menganut asas ini dilanggar oleh seseorang, baik oleh warga negara ataupun oleh orang asing dan pelanggaran tersebut dilakukannya baik di luar negeri maupun di dalam negara yang menganut asas tadi, undang-undang hukum pidana negara itu dapat diperlakukan terhadap si pelanggar tadi.

Adapun pangkal tolak dari asas ini adalah, bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Dalam hal ini bukan kepentingan perseorangan yang diutamakan, akan tetapi kepentingan bersama.

Titik berat asas ini ditujukan kepada perlindungan kepentingan (nasional) yang dibahayakan oleh perbuatan pidana yang dilakukan seseorang di luar negeri, sehingga asas ini juga disebut asas perlindungan. Asas ini diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 8 KUHP.

Pasal 4 KUHP:

Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi tiaporang yang melakukan di luar Indonesia:

1e. salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal-pasal 104, 106, 107, 108, 110, 111 bis pada 1e, 127 dan 131;

2e. suatu kejahatan tentang mata uang, uang kertas Negeri atau uang kertas bank atau tentang meterai atau merek yang dikeluarkan atau disuruhkan oleh Pemerintah Indonesia;

Page 154: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

143Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana142 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3e. pemalsuan tentang surat-surat utang atau sertifikat-sertifikat utang yang ditanggung Indonesia, daerah (gewest) atau sebagian daerah, talon-talon, surat-surat utang sero atau surat-surat bunga utang yang masuk surat-surat itu, serta surat-surat keterangan ganti surat itu, atau dengan sengaja mempergunakan surat palsu atau yang dipalsukan demikian itu seakan-akan surat itu benar dan tidak dipalsukan;

4e. salah satu kejahatan yang tersebut dalam Pasal-pasal 438, 444 sampai dengan Pasal 446 tentang pembajakan laut dan Pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan Pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, Pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

Walupun ketentuan Pasal 4 tersebut di atas pada umumnya mengatur perlindungan terhadap kepentingan nasional Indonesia, namun yang benar-benar hanya mengatur perlindungan nasional Indonesia saja, adalah ketentuan-ketentuan tersebut dalam angka 1e, 2e sebagian yaitu perlindungan segel atau merek yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, dan 3e. Selebihnya di samping melindungi kepentingan nasional, juga melindungi kepentingan negara-negara asing secara berimbal-balik.

Adapun subjek yang ditentukan dalam Pasal 4 KUHP tersebut adalah setiap orang, sedangkan locus delicti-nya ditentukan di luar Indonesia. Oleh karena itu siapa saja di luar negeri, melakukan kejahatan seperti yang dirumuskan secara limitatif pada angka 1e sampai dengan angka 4e, kepada petindak tersebut diberlakukan ketentuan pidana Indonesia.

Jika telah terjadi suatu kejahatan sebagaimana ditentukan pada Pasal 4 KUHP tersebut, dan petindak tidak datang ke Indonesia (dalam rangka menyerahkan diri atau bukan), maka harus diteliti apakah telah ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan negara yang bersangkutan di mana kejahatan telah terjadi. Apabila misalnya sudah ada harus diteliti mengenai apa saja yang telah diperjanjikan.

Menurut S.R. Sianturi, bahwa di dalam suatu perjanjian ekstradisi biasanya yang diperjanjikan adalah:

- Pelaku kejahatan politik tidak diperjanjikan penyerahannya;- Dapat menolak untuk menyerahkan warga negara sendiri;

Page 155: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

143Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana142 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

- Dapat menolak untuk menyerahkan seseorang petindak, apabila perkara tersebut ditangani sendiri oleh negara di mana kejahatan itu terjadi;

- Diberlakukan asas non bis in idem;- Permintaan penyerahan dilakukan melalui saluran diplomatik

secara tertulis, yang dialamatkan kepada pejabat tertentu yang diperjanjikan;

- Ditentukan jenis/macam kejahatan yang dilakukan untuk mana petindaknya dapat dimintakan penyerahannya. Untuk ini bacalah antara lain Undang-Undang No.9 Tahun 1974 tentang Pengesahan perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia mengenai ekstradisi LN.No. 63, tahun 1974, tanggal 26 Desember 1974.24

Ada beberapa macam kejahatan yang dapat diserahkan dalam perjanjian ekstradisi, di antaranya seperti: pembunuhan berencana, pembunuhan, perkosaan, penculikan, penganiayaan, perampasan kemerdekaan, perdagangan budak, pencurian, pemalsuan, penipuan, korupsi, pemerasan, pemalsuan uang/meterai, penyelundupan, dan pemberontakan.

Pasal 8 KUHP.

Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi nakhoda dan penumpang alat pelayar (kapal, perahu) Indonesia, yang ada di luar Indonesia, juga waktu mereka tidak ada di atas alat pelayar, melakukan salah satu peristiwa pidana, yang diterangkan dalam Bab XXIX Buku Kedua dan Bab IX Buku ketiga, demikian juga dalam undang-undang umum tentang surat-surat laut dan pas kapal di Indonesia dan dalam “Ordonansi Kapal 1927”.

Pasal 8 KUHP ini menjelaskan, bahwa ketentuan-ketentuan pidana Indonesia berlaku pula bagi mereka yang di luar Indonesia telah melakukan tindak pidana, akan tetapi mereka itu harus seorang nakhoda atau penumpang kapal atau perahu Indonesia.

ad. 4. Asas UniversalMenurut asas ini undang-undang hukum pidana dari suatu negara

yang menganutnya dapat diperlakukan terhadap siapa pun, yang melanggar kepentingan hukum dari seluruh dunia.

24S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm. 110.

Page 156: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

145Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana144 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Adapun yang menjadi landasan hukum asas ini adalah untuk melindungi kepentingan hukum seluruh dunia. Asas ini menganggap seolah-olah di seluruh dunia telah berlaku hukum pidana. Jadi siapa pun dan dari bangsa manapun juga yang melakukan kejahatan perampokan laut dapat dikenakan hukuman, tidak melihat tempat dan bangsa. Asas ini diatur di dalam Pasal 4 sub 2e dan 4e KUHP.

Adapun asas berlakunya hukum pidana menurut waktu terdapat di dalam Pasal 1ayat (1) KUHP. Pasal 1ayat (1) disebutkan, bahwa “tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu daripada perbuatan itu”.

Jadi Pasal 1ayat (1) KUHP itu menjelaskan bahwa undang-undang pidana berlaku untuk waktu yang akan datang dan tidak berlaku sebelum dikeluarkan undang-undang itu. Dengan perkataan lain bahwa sesuatu perbuatan tidak dapat dihukum kalau tidak ada undang-undang lebih dahulu yang telah mengatur untuk perbuatan itu.

Kemudian Bambang Poernomo mengemukakan, bahwa pengertian yang dapat diberikan pada Pasal 1 ayat (1) KUHP adalah antara lain:

1. mempunyai makna “nullun delectum, nulla poena sine praevia lege poenali”, tiada delik, tiada pidana, tanpa peraturan yang mengancam pidana lebih dahulu. (Sifat umum adagium di dalam ilmu hukum pidana);

2. mempunyai makna “undang-undang hukum pidana tidak mempunyai kekuatan berlaku surut“(Mr. J.E. Jonkers 1946: 37);

3. mempunyai makna “lex temporis delicti”, yang artinya undang-undang berlaku terhadap delik yang terjadi pada saat itu. (Mr. D.H. Suringa 1968: 305).25

Selanjutnya S.R. Sianturi menjelaskan bahwa Pasal 1ayat (1) KUHP itu terkandung 3 (tiga) asas hukum pidana, yaitu:

1. Bahwa hukum pidana bersumber atau berdasarkan peraturan-peraturan tertulis (undang-undang dalam arti luas). Dengan perkataan lain ketentuan pidana sudah ada terlebih dahulu (daripada tindakan tertentu) dalam peraturan tertulis.

2. Ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut. Asas kedua ini merupakan makna atau amanat dari ketentuan “terlebih dahulu”.

3. Dilarang menggunakan analogi, dalam penerapan hukum pidana. Asas ini adalah merupakan makna dari “peraturan tertulis”.26

25Bambang Poernomo, Op.Cit, hlm. 68.26S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm. 70.

Page 157: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

145Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana144 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Untuk mencegah adanya ketidakadilan, maka diadakan pengecualian terhadap Pasal 1 KUHP, yaitu Pasal 1ayat (2) menyatakan: ”jikalau undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya”. Maksudnya bahwa peraturan yang berlaku ialah undang-undang pidana yang lama, tetapi kalau undang-undang pidana yang baru memuat hal-hal yang lebih ringan bagi si terdakwa daripada undang-undang pidana yang lama, maka untuk si tersangka berlaku undang-undang yang baru.

Maksud dengan “peraturan/ketentuan-ketentuan yang lebih mengun-tungkan” ialah: jenis hukuman, beratnya hukuman, syarat-syarat tentang dapatnya dihukum dan lain-lain, kalau misalnya undang-undang yang baru tidak memuat ancaman hukuman sedangkan yang lama memuat ancaman hukuman, maka perbuatan itu tidak dapat dihukum, yang dimaksud perubahan undang-undang ialah “perubahan undang-undang pidana”.27

E. Penggolongan Tindak Pidana dan Sistematika KUHPDalam hukum pidana dikenal penggolongan tindak pidana (delik)

menurut doktrin, dan menurut KUHP.

Menurut doktrin

Adapun penggolongan tindak pidana (delik) menurut doktrin dapat dilihat di bawah ini, yaitu:

1. Delik dolus dan delik culpa

Dolus berarti sengaja. Delik dolus adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja yang dilarang dan diancam dengan pidana.

Contoh:

Pasal 338 KUHP, “dengan sengaja menyebabkan matinya orang lain”.

Pasal 354 KUHP, “dengan sengaja melukai berat orang lain”.

Pasal 187 KUHP, “dengan sengaja menimbulkan kebakaran”.

Pasal 231 KUHP, “dengan sengaja mengeluarkan barang-barang yang disita”.

Pasal 232 KUHP, “dengan sengaja merusak segel dalam pensitaan”.

27R. Soehadi, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, (Surabaya : Apollo, t.th), hlm. 115-116.

Page 158: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

147Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana146 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Sedangkan culpa berarti alpa (kelalaian). Jadi delik culpa adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan kealpaan (ketidakhati-hatian).

Contoh:

Pasal 359 KUHP, “dapat dipidananya orang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaannya”.

Pasal 360 KUHP, “karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat”.

Pasal 188 KUHP, “karena kealpaannya menyebabkan kebakaran, peletusan atau banjir”.

Pasal 231 ayat (4) KUHP, “karena kealpaannya menyebabkan dikeluarkannya barang-barang dari sitaan”.

Pasal 191 ter KUHP, “karena kealpaannya menyebabkan sesuatu alat perkakas listrik menjadi binasa”.

2. Delik kommissionis, delik ommissionis, dan delik kommissionis per ommissionis

Delik kommissionis adalah delik yang terdiri dari melaksanakan sesuatu (berbuat sesuatu) perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana yang dapat meliputi delik formal dan delik materiil.

Contoh Pasal 362 KUHP, tentang pencurian, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Delik ommissionis adalah delik yang terjadi karena seseorang melalaikan suruhan (tidak berbuat), dan biasanya merupakan delik formal. Contoh delik yang dirumuskan dalam Pasal 164 KUHP, mengetahui ada permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan yang disebut dalam pasal itu, sedang masih ada tempo untuk mencegah kejahatan itu, tidak segera melaporkan kepada instansi yang berwajib atau orang yang terkena. Pasal 224 KUHP tentang orang yang tidak memenuhi panggilan pengadilan.

Delik kommissionis per ommissionis adalah delik yang pada umumnya dilaksanakan dengan perbuatan, tetapi dapat pula dilakukan dengan tidak berbuat. Contoh seorang ibu yang menghilangkan nyawa anaknya dengan jalan tidak memberi makan pada anak itu. Pelanggaran Pasal 338 KUHP.

Page 159: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

147Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana146 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. Delik materiil dan delik formal

Delik materiil adalah delik yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. Contoh Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 187 KUHP tentang pembakaran.

Delik formal adalah delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. Contoh Pasal 362 KUHP tentang pencurian, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 209 KUHP tentang penyuapan.

4. Delik yang berdiri sendiri (zelfstandige delicten), dan delik ber-kesinam bungan/berlanjut (voortgezette delicten).

Delik mandiri (zelfstandige delicten) adalah delik yang berdiri sendiri yang terdiri atas satu perbuatan tertentu. Misalnya mencuri sepeda, menganiaya seseorang, mengemudikan mobil tanpa lampu waktu malam.

Delik berlanjut (voortgezette delicten) adalah delik yang terdiri atas beberapa perbuatan berlanjut. Contoh Pasal 64 KUHP tentang perbuatan berlanjut, Pasal 65 KUHP tentang perbarengan perbuatan.

5. Delik berakhir/delik yang selesai seketika (aflopende delicten), dan delik berkesinambungan/delik terus-menerus (voortdurende delicten).

Delik berakhir (Aflopende delicten), ialah delik yang terdiri atas kelakukan untuk berbuat atau tidak berbuat dan delik telah selesai ketika dilakukan. Contoh kejahatan tentang pembunuhan (Pasal 338 KUHP), pencurian (Pasal 362 KUHP), pembakaran (Pasal 187 KUHP).

Delik berkesinambungan/terus-menerus (Voortdurende delicten), ialah yang dilakukan untuk melangsungkan keadaan yang dilarang. Contoh Pasal 221 KUHP tentang menyembunyikan orang jahat, Pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan orang, Pasal 250 KUHP tentang mempunyai persediaan bahan untuk memalsukan mata uang, Pasal 261 KUHP tentang menyediakan bahan-bahan atau perkas-perkas yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 253, atau Pasal 260 bis KUHP.

6. Delik tunggal/sederhana (eenkelvoudige delicten), dan delik majemuk (samengestelde delicten).

Delik tunggal/sederhana (eenkelvoudige delicten) ialah delik yang selesai dengan satu kelakuan. Contoh Pasal 362 KUHP.

Page 160: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

149Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana148 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Delik majemuk (samengestelde delicten) adalah delik yang terdiri atas lebih dari satu perbuatan. Atau delik yang terjadi dua atau lebih perbuatan yang dipersatukan. Contoh Pasal 480, 481 KUHP tentang penadahan, Pasal 295 (2) KUHP melakukan kejahatan yang dijalankan sebagai pencahariannya atau kebiasaannya, Pasal 296 KUHP tentang kebiasaannya dengan sengaja memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, Pasal 299 KUHP tentang memberikan obat untuk pengguguran kandungan, Pasal 303 KUHP tentang tidak berhak menuntut pencaharian dengan jalan sengaja memberi kesempatan untuk main judi, atau sengaja turut campur dalam perusahaan main judi.

7. Delik biasa (eenvoudige delicten), delik yang mempunyai bentuk pokok disertai unsur yang memberatkan (gekwalificeerde delicten), dan delik yang mempunyai bentuk pokok disertai unsur yang meringankan (geprivilegeerde delicten).

Delik biasa (eenvoudige delicten) adalah delik yang bukan delik pengaduan dan penuntutannya tidak perlu adanya pengaduan. Contoh Pasal 362 KUHP, Pasal 338 KUHP.

Delik yang mempunyai bentuk pokok disertai unsur yang memberatkan (gekwalificeerde delicten) adalah delik di mana hanya disebut nama kejahatannya disertai dengan unsur pemberatan. Contoh Pasal 362 KUHP sebagai eenvoudige delict menjadi bentuk Pasal 363 KUHP, dan Pasal 365 KUHP dengan disertai pemberatan pidana karena adanya syarat-syarat tertentu. Pasal 338 KUHP sebagai eenvoudige delict menjadi bentuk Pasal 340 KUHP.

Delik yang mempunyai bentuk pokok disertai unsur yang meringankan (geprivilegeerde delicten) adalah delik di mana hanya disebut nama kejahatannya disertai dengan unsur yang meringankan. Contoh Pasal 341 KUHP lebih ringan daripada Pasal 342 KUHP, Pasal 338 KUHP lebih ringan dari Pasal 340 dan 339 KUHP, Pasal 308 KUHP lebih ringan daripada Pasal 305, 306 KUHP.

8. Politieke Delicten, Adalah delik yang dilakukan karena adanya unsur politik. Delik ini terdiri atas:

a. Zuivere politieke delicten, yang merupakan kejahatan “hoogverraad” dan “landverraad” sebagaimana diatur dalam Pasal 104-110 KUHP (pengkhianatan intern), dan Pasal 121,124, 126 KUHP (pengkhia-natan eksteren).

Page 161: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

149Bab 5 | Asas-asas Hukum Pidana148 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

b. Gemengde politieke delicten, yang merupakan pencurian terhadap dokumen negara, dan

c. Delecta politieke delicten, yang merupakan kejahatan menyem-bunyikan senjata.

9. Delecta propria, yaitu delik yang dilakukan hanya oleh orang tertentu karena suatu kualitas, misalnya delik jabatan dan delik militer. Commune delicten, yaitu delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang pada umumnya. Seperti penggelapan, pencurian.

10. Delik aduan, adalah delik yang dapat dituntut apabila ada pengaduan. Delik aduan ini terdiri atas delik aduan mutlak, dan delik aduan relatif.

Delik aduan mutlak adalah bahwa pengaduan itu tidak boleh dibatasi pada beberapa orang tertentu, melainkan dianggap ditujukan kepada siapa saja yang melakukan kejahatan yang bersangkutan.

Contoh delik aduan mutlak antara lain, yaitu:

1. Penghinaan Pasal 319 KUHP (310 sampai dengan Pasal 318 minus Pasal 316), Pasal 320, Pasal 321, Pasal 335 (2) KUHP.

2. Perzinahan Pasal 284 (2) KUHP.

3. Kesusilaan Pasal 287 KUHP, Pasal 293 (2) KUHP.

4. Pembukaan rahasia, Pasal 322 (2), 323 (2) KUHP.

5. Kawin lari, Pasal 332 (2) KUHP.

6. Pengancaman, Pasal 369 (2) KUHP.

7. Penerbitan/percetakan tertentu, Pasal 485 KUHP.

Delik aduan relatif adalah delik pengaduan hanya dilakukan oleh orang tertentu. Delik ini pada umumnya kejahatan terhadap benda yang terjadi dalam keluarga.

Contoh delik aduan relatif antara lain, yaitu:

1. Pencurian Pasal 367 KUHP.

2. Pemerasan dan pengancaman Pasal 370 KUHP.

3. Penggelapan Pasal 376 KUHP.

4. Penipuan Pasal 391 KUHP.

5. Perusakan barang, Pasal 411 KUHP.

Page 162: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PBBab 5 | Asas-asas Hukum Pidana150 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Menurut KUHP

Dalam KUHP, bahwa penggolongan tindak pidana itu terdapat 2 (dua) jenis, yaitu “misdrijf ” (kejahatan) yang diatur dalam buku II (dua), dan “overtreding” (pelanggaran) yang diatur dalam buku III (tiga). Kedua jenis tindak pidana itu bukan berdasarkan perbedaan prinsipil, melainkan hanya perbedaan graduel saja. Kejahatan pada umumnya diancam dengan pidana yang lebih berat daripada pelanggaran.

Ada beberapa ketentuan yang termuat dalam buku I (satu) KUHP yang membedakan antara kejahatan dengan pelanggaran, yaitu:

1. Percobaan (poging) atau membantu (medeplictigheid) untuk pelanggaran tidak dipidana Pasal 54, 60 KUHP.

2. Daluarsa (verjaring) bagi kejahatan lebih lama daripada bagi pelanggaran Pasal 78, 84 KUHP.

3. Pengaduan (klacht) hanya ada terhadap beberapa kejahatan dan tidak ada pada pelanggaran.

4. Peraturan pada perbarengan (samenloop) adalah berlainan untuk kejahatan dan pelanggaran.28

Adapun sistematika KUHP terdiri atas 3 (tiga) buku, yaitu:

1. Buku I: mengatur tentang ketentuan umum (algemene Bepalingen) terdiri dari 9 Bab, dan 103 Pasal (mulai Pasal 1sampai dengan Pasal 103).

2. Buku II: mengatur tentang kejahatan (misdrijven) terdiri atas 31 Bab dan 284 Pasal (mulai Pasal 104 sampai dengan Pasal 488).

3. Buku III: mengatur tentang pelanggaran (overtredingen) terdiri atas 10 Bab dan 80 Pasal (mulai dari Pasal 289 sampai dengan Pasal 569).

28Mustafa Abdullah, Ruben Achmad, Op.Cit, hlm. 29.

Page 163: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

151Bab 6 | Asas-asas Hukum PerdataPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

A. Istilah dan Pengertian Hukum PerdataIstilah “perdata” berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti warga

(burger), pribadi (privat), sipil . Hukum perdata berarti peraturan mengenai warga, pribadi, sipil, berkenaan dengan hak dan kewajiban.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, bahwa hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang lain.1 Definisi tersebut di atas mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. peraturan hukum,

b. hubungan hukum,

c. orang

Peraturan yaitu serangkaian ketentuan mengenai ketertiban. Peraturan itu ada yang tertulis seperti undang-undang, dan ada juga tidak tertulis seperti hukum adat. Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum. Hubungan yang diatur oleh hukum itu adalah hak dan kewajiban warga, pribadi yang satu terhadap warga, pribadi yang lain dalam hidup bermasyarakat.

1Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 1.

ASAS-ASAS HUKUM PERDATA

BAB 6

Page 164: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

153Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata152 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Orang adalah subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Pendukung hak dan kewajiban ini dapat berupa manusia pribadi dan badan hukum. Manusia pribadi adalah segala alam, makhluk hidup ciptaan Tuhan, yang mempunyai akal, perasaan, kehendak. Sedangkan badan hukum adalah gejala yuridis, badan ciptaan manusia berdasarkan hukum.

Selanjutnya definisi hukum perdata menurut Bachsan Mustafa dkk., yang dikutip dari Paul Scholten yaitu, hukum perdata adalah hukum antara perorangan, hukum yang mengatur wewenang dan kewajiban dari per-seorangan yang satu terhadap yang lainnya di dalam pergaulan masyarakat dan di dalam hubungan keluarga.2

Dengan demikian, hukum perdata itu mengatur hubungan perseorangan baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga. Kemudian dalam tiap-tiap hubungan hukum terlibat dua orang atau lebih yang merupakan subjek-subjek hukum. Hukum perdata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata materiil dan hukum perdata formal.

Hukum perdata materiil yang disebut juga hukum perdata adalah mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Sedangkan hukum perdata formal mengatur tentang proses penyelesaian perkara di muka pengadilan secara formal. Dengan kata lain hukum perdata formal disebut juga hukum acara perdata, yaitu peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata materiil.

B. Sejarah Hukum Perdata di IndonesiaHukum perdata yang berlaku sekarang di Indonesia adalah hukum

perdata Belanda atau BW (Burgerlijk Wetboek). Hukum perdata Belanda ini juga berasal dari hukum perdata Prancis (Code Napolion), karena pada waktu itu pemerintahan Napolion Bonaparte Prancis pernah menjajah Belanda. Adapun code Napolion itu sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi, yakni Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.

Selanjutnya setelah Belanda merdeka dari kekuasaan Prancis, Belanda menginginkan pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri yang terlepas dari pengaruh kekuasaan Prancis. Untuk mewujudkan keinginan

2Bachsan Mustafa dkk., Asas-Asas Hukum Perdata dan Hukum Dagang, (Bandung: Ermico, 1982), hlm. 25.

Page 165: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

153Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata152 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Belanda tersebut, maka dibentuklah suatu panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumbernya sebagian besar berasal dari “Code Napolion” dan sebagian kecil berasal dari hukum Belanda kuno.

Pembentukan kodifikasi3 hukum perdata Belanda itu baru selesai pada tanggal 5 Juli 1830, dan diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838. Hal ini disebabkan karena pada bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di daerah bagian selatan Belanda yang memisahkan diri dari kerajaan Belanda yang sekarang ini disebut kerajaan Belgia.

Walaupun hukum perdata Belanda atau BW (Burgerlijk Wetboek) merupakan kodifikasi bentukan nasional Belanda, namun isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis. Dalam hal ini oleh J.Van Kan menjelaskan, bahwa BW adalah saduran dari Cide Civil, hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Prancis ke dalam bahasa nasional Belanda.4

Kemudian hukum perdata/BW (Burgerlijk Wetboek) yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata/BW Belanda, karena Belanda pernah menjajah Indonesia. Jadi BW Belanda juga diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) berdasarkan asas konkordonansi (persamaan). Adapun BW Hindia Belanda (Indonesia) ini disahkan oleh raja pada tanggal 16 Mei 1846, yang diundangkan melalui staatsblad Nomor 23 tahun 1847, dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.

Setelah Indonesia merdeka, maka BW Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku. Hal tersebut berdasarkan Pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen yang berbunyi “segala badan negara dan peraturan yang ada, masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undag-Undang Dasar ini”. Atau Pasal 1 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang berbunyi: ”segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Oleh karena itu, BW Hindia Belanda ini disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, sebagai induk hukum perdata Indonesia.

3Adalah penghimpunan ketentuan-ketentuan badan hukum tertentu dalam satu kitab undang-undang yang tersusun secara sistematis, lengkap, dan tuntas.

4Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 6

Page 166: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

155Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata154 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Dengan demikian jelaslah, bahwa hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda), yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per), yang dalam bahasa aslinya disebut dengan Burgerlijk Wetboek (BW). Burgerlijk Wetboek (BW) ini sebagian materinya sudah dicabut berlakunya dan diganti dengan undang-undang Republik Indonesia, seperti tentang perkawinan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dan hak-hak kebendaan sepanjang mengenai bumi, air, dan segala kekayaan alam uang ada di dalamnya, yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, kecuali hipotek.

C. Sistematika Hukum PerdataSistematika hukum perdata Eropa menurut ilmu Pengetahuan Hukum

dengan sistematika hukum perdata Eropa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) terdapat perbedaan.

Adapun sistematika hukum perdata Eropa menurut Ilmu Pengetahuan Hukum dibagi atas 4 (empat) buku atau bagian, yaitu:

Buku I : Hukum perorangan (personen recht), berisikan peraturan- peraturan yang mengatur kedudukan orang dalam hukum, kewenangan seseorang serta akibat-akibat hukumnya.

Buku II : Hukum keluarga (familie recht), berisikan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara orang tua dengan anak-anak, hubungan antara suami dan istri serta hak-hak dan kewajibannya masing-masing.

Buku III : Hukum harta kekayaan (vermogens- rechts), berisikan peraturan– peraturan yang mengatur kedudukan benda dalam hukum yaitu pelbagai hak-hak kebendaan.

Buku IV : Hukum waris (erfrecht), berisikan peraturan-peraturan mengenai kedudukan benda-benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia.

Sedangkan sistematika hukum perdata Eropa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) terdiri atas 4 (empat) macam buku atau bagian, yaitu:

Buku I : Tentang orang (van personen), berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga.

Page 167: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

155Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata154 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Buku II : Tentang benda (van zaken), berisikan hukum harta kekayaan dengan hukum waris.

Buku III : Tentang perikatan (van verbintennissen), berisikan hukum perikatan yang lahir dari undang-undang dan dari persetujuan-persetujuan/perjanjian-perjanjian.

Buku IV : Tentang pembuktian dan daluarsa (van - bewijs en verjaring), berisikan peraturan-peraturan tentang alat-alat bukti dan kedudukan benda-benda akibat lampau waktu (verjaring).

Apabila diperhatikan antara sistematika hukum perdata Eropa menurut ilmu pengetahuan hukum dengan sistematika hukum perdata Eropa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW terdapat perbedaan. Adapun perbedaan ini disebabkan karena latar belakang penyusunannya. Adapun penyusunan atau sistematika ilmu pengetahuan hukum itu didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan manusia, seperti lahir kemudian menjadi dewasa (kawin), dan selanjutnya cari harta (nafkah hidup), dan akhirnya mati (pewarisan).

Sedangkan penyusunan atau sistematika BW didasarkan pada sistem individualisme (kebebasan individu) sebagai pengaruh dari revolusi Prancis. Hak milik (eigendom) adalah sentral, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun juga.

Dalam hal ini perbedaan sistematika tersebut dapat dilihat di bawah ini:

1. Buku I hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan tentang manusia pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sedangkan buku I hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga (perkawinan).

2. Buku II hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat tentang ketentuan keluarga (perkawinan dan segala akibatnya). Sedangkan buku II hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan tentang benda dan waris.

3. Buku III hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan tentang harta kekayaan yang meliputi benda dan perikatan. Sedangkan buku III hukum perdata menurut BW (KUH Per) hanya memuat ketentuan tentang perikatan saja.

Page 168: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

157Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata156 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

4. Buku IV hukum perdata menurut ilmu pengetahun hukum memuat ketentuan tentang pewarisan. Sedangkan buku IV hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan tentang bukti dan daluarsa.

1. Hukum Perseorangan (Personenrecht)Di dalam hukum perdata perkataan “orang” (person) merupakan subjek

hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum itu terdiri atas:

a. Manusia (Naturlijk person).

b. Badan hukum (Rechts person).

Manusia sebagai subjek di dalam hukum, pembawa hak dan kewajiban terjadi sejak manusia itu lahir, dan berakhir setelah ia meninggal dunia. Bahkan pengakuan manusia sebagai subjek hukum dapat dilakukan sejak masih di dalam kandungan ibunya, asal ia dilahirkan hidup. Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per), bahwa “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bila mana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernah telah ada”.

Jadi seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya sudah dijamin untuk mendapatkan warisan, jika ayah meninggal dunia, asal anak tersebut dilahirkan hidup. Selanjutnya Pasal 3 KUH Per menyebutkan, bahwa “tiada suatu hukuman pun mengakibatkan kematian perdata, atau kehilangan segala hak kewargaan”. pasal ini memberikan suatu ketegasan bahwa bagaimanapun kesalahan seseorang, sehingga ia dijatuhi pidana oleh hakim, maka pidana hakim itu tidak bisa menghilangkan kedudukan manusia itu sebagai pendukung hak dan kewajiban perdata.

Indonesia sebagai negara hukum, mengakui manusia pribadi sebagai subjek hukum, pendukung hak dan kewajiban. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa, “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Orang untuk dapat melakukan perbuatan hukum harus sudah dewasa. Menurut KUH Per, bahwa orang yang sudah dewasa adalah orang sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin sebelum umur tersebut. Hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 330 KUH Per yang mengatakan, bahwa “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih

Page 169: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

157Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata156 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

dahulu telah kawin”. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Yurisprudensi Mahkamah Agung, bahwa orang yang sudah dewasa adalah orang yang sudah berumur 18 tahun.

Orang yang sudah dewasa berarti oleh hukum dianggap sudah cakap untuk melakukan perbuatan hukum/bertindak sendiri. Sedangkan orang belum dewasa, adalah orang yang ditaruh dalam pengampuan/pengawasan (curatele) oleh hukum dinyatakan sebagai orang yang “tidak cakap” untuk melakukan sendiri perbuatan-perbuatan hukum. Perbuatan hukum bagi kepentingan mereka itu harus dilakukan oleh wali kuratornya.

Selain manusia sebagai subjek hukum terdapat juga badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan dipandang sebagai subjek hukum yang mempunyai hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Badan hukum itu mempunyai tujuan dan kekayaan sendiri terpisah dari kekayaan orang-orang yang mengurus badan hukum tersebut.

Apabila dilihat dari hukum materiilnya yang mengurus dan mengatur badan hukum, maka badan hukum itu terdiri atas:

1. Badan hukum privat dibentuk dan diatur oleh hukum privat, seperti yayasan, koperasi, dan perseroan-perseroan terbatas.

2. Badan hukum publik dibentuk dan diatur oleh hukum publik, seperti negara, provinsi, kabupaten.5

Jika dilihat dari segi tujuan keperdataan yang hendak dicapai oleh badan hukum itu, maka badan hukum keperdataan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

1. Badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, terdiri dari perusahaan negara, yaitu Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Jawatan (Perjan); perusahaan swasta, yaitu Perseroan Terbatas (PT).

2. Badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para anggotanya, yaitu Koperasi.

3. Badan hukum yang bertujuan bersifat ideal di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, keagamaan. Ada pemisahan antara kekayaan badan hukum dan kekayaan pribadi pengurusnya. Termasuk dalam jenis ini adalah yayasan, organisasi keagamaan, wakaf.6

5Bachsan Mustafa (dkk.), Op.Cit, hlm. 26. 6Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 30-31.

Page 170: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

159Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata158 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pengurus suatu badan hukum bertindak sebagai wakil dari badan hukum tersebut. Jadi ia bertindak untuk dan atas nama badan hukum yang ia urus atau pimpin itu, baik ke dalam maupun keluar. Pengurus bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan pegawai bawahannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugas kewajibannya.

Suatu perkumpulan dapat pula dijadikan badan hukum asal saja memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh badan hukum, yaitu:

1. didirikan dengan akta notaris,

2. didaftarkan di kepeniteraan Pengadilan Negeri setempat,

3. diumumkan dalam berita negara.

Orang dan badan hukum sebagai subjek hukum dapat melakukan perbuatan hukum sebagai pelaksanaan hak dan kewajibannya, seperti (1) mengadakan perjanjian sewa menyewa, (2) mengadakan perjanjian jual beli tanah, (3) mengadakan perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang, (4) mengadakan perjanjian kerja.

Tiap orang menurut hukum harus mempunyai tempat tinggal/domisili, begitu juga badan hukum. Adapun tempat tinggal itu dapat digolongkan 4 (empat) jenis, yaitu: (1) tempat tinggal yuridis, (2) tempat tinggal nyata, (3) tempat tinggal pilihan, dan (4) tempat tinggal ikutan (tergantung).7

Terjadinya tempat tinggal yuridis disebabkan karena peristiwa hukum kelahiran, perpindahan atau mutasi. Tempat tinggal yuridis ini dibuktikan oleh kartu tanda penduduk (KTP) atau bukti-bukti lain.

Terjadinya tempat tinggal nyata disebabkan karena peristiwa hukum keberadaan yang sesungguhnya. Tempat tinggal nyata ini pada umumnya dibuktikan dengan kehadiran selalu di tempat itu. Tempat tinggal nyata ini bersifat sementara karena adanya perbuatan atau keperluan tertentu yang tidak terus-menerus untuk jangka waktu yang lama. Seperti seorang mahasiswa yang mempunyai KTP Telanai Pura Jambi melakukan Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) di desa Koto Lebu Sungai Penuh Kerinci selama dua bulan, sehingga ia bertempat tinggal nyata di Koto Lebu.

Terjadinya tempat tinggal pilihan karena disebabkan peristiwa hukum membuat perjanjian, dan tempat tinggal itu dipilih oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian itu. Tempat tinggal ini dibuktikan oleh akta autentik

7Abdul Kadir Muhammad, Ibid, hlm. 36.

Page 171: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

159Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata158 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

yang mereka buat di muka Notaris. Seperti dalam perjanjian ditentukan tempat yang dipilih adalah Kantor Pengadilan Negeri Sungai Penuh Kerinci.

Terjadinya tempat tinggal ikutan (tergantung) karena disebabkan peristiwa hukum keadaan status hukum seseorang, yang ditentukan oleh undang-undang, seperti:

1. Tempat tinggal istri sama dengan tempat tinggal suami. Hal ini disebutkan dalam Pasal 32 UU No.1 Tahun 1974, bahwa (1) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap. (2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami istri bersama.

2. Tempat tinggal anak mengikuti tempat tinggal orang tua. Hal ini disebutkan dalam Pasal 47 UU No.1 Tahun 1974, bahwa: (1) anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. (2) orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.

3. Tempat tinggal orang di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampuannya/walinya. Hal ini disebutkan di dalam Pasal 50 UU No.1 Tahun 1974, bahwa: (1) anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. (2) perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.

Tempat tinggal/domisili itu perlu untuk urusan-urusan tertentu, seperti:

1. di mana seorang harus kawin;

2. di mana seorang harus dipanggil dan ditarik di muka hakim;

3. pengadilan mana yang berkuasa terhadap seseorang.8

Tempat tinggal/domisili seseorang biasanya di tempat tinggal pokoknya. Badan hukum biasanya di kantor pusat badan hukum itu berada. Akan tetapi, kadang-kadang orang atau badan hukum memilih tempat tertentu sebagai domisilinya untuk memudahkan urusan jika diperlukan.

Ada juga domisili yang dipilih berhubung dengan suatu urusan, seperti dua pihak dalam suatu kontrak memilih domisili di kantor seorang notaris atau di kantor kepaniteraan suatu pengadilan negeri setempat. Ini bermaksud untuk memudahkan pihak penggugat bila sampai terjadi suatu perkara di muka hakim.

8Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1991), Cet. XXIII, hlm. 21.

Page 172: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

161Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata160 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Selain domisili terdapat juga istilah rumah kematian yang berarti domisili terakhir (penghabisan). Pengertian ini penting untuk menentukan hukum mana yang berlaku untuk mengatur warisan orang yang meninggal, hakim mana yang berwenang mengadili perkara tentang warisan itu, dan penting pula berhubung dengan peraturan yang memperkenankan kepada orang-orang yang mengutangkan si meninggal untuk menggugat “seluruh ahli waris” pada rumah kematian tersebut dalam waktu enam bulan sesudah meninggalnya orang tersebut.

Pembahasan hukum keluarga ini menekankan pada Undang-Undang Perkawinan, yaitu UU No. 1 Tahun 1974. Dalam hal ini dilakukan mengingat undang-undang tersebut mencabut berlakunya ketentuan-ketentuan mengenai perkawinan dan segala akibat hukumnya yang terdapat dalam buku I KUH Per. Ketentuan-ketentuan mengenai hukum keluarga sepanjang sudah dicabut oleh Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, tidak dibicarakan lagi.

Hukum keluarga adalah serangkaian peraturan-peraturan hukum yang timbul untuk mengatur pergaulan hidup kekeluargaan. Pembahasan tentang hukum keluarga dalam tulisan ini meliputi:

a. Hubungan Keluarga

Keluarga maksudnya adalah kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri suami, istri, dan anak yang berdiam dalam satu tempat tinggal. Ini pengertian keluarga dalam arti sempit. Keluarga dalam arti luas adalah keluarga yang terdiri atas orang-orang yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan karena pertalian darah.

Hubungan keluarga adalah hubungan dalam kehidupan keluarga, yang terjadi karena hubungan perkawinan dan karena hubungan darah. Hubungan keluarga karena perkawinan disebut juga dengan hubungan semenda, seperti mertua, ipar, anak tiri, menantu. Sedangkan hubungan keluarga karena pertalian darah seperti bapak, ibu, nenek, puyang (lurus ke atas), anak, cucu, cicit (lurus ke bawah), saudara kandung, dan anak-anak saudara kandung (ke samping).

Hubungan darah adalah pertalian darah antara orang yang satu dengan orang yang lain karena berasal dari leluhur yang sama. Hubungan darah itu terdiri atas dua macam, yaitu: (1) hubungan darah garis lurus ke atas yang disebut dengan leluhur, dan hubungan darah garis ke bawah yang disebut dengan keturunan, (2) serta hubungan darah menurut garis ke samping, yakni pertalian darah antara orang bersaudara dan keturunannya.

Page 173: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

161Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata160 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

b. Perkawinan

Perkawinan menurut KUH Per (BW) adalah hubungan keperdataan antara seorang pria dan seorang wanita dalam hidup bersama sebagai suami istri. Adapun menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa, “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri”.

Ikatan lahir, yaitu hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang, hubungan mana mengikat kedua belah pihak dan pihak lain dalam masyarakat. Ikatan batin, yakni hubungan tidak formal yang dibentuk dengan kemauan bersama yang sungguh-sungguh, yang mengikat kedua pihak saja.

Antara seorang pria dengan seorang wanita, maksudnya dalam satu masa ikatan lahir batin itu hanya terjadi antara seorang dan seorang wanita saja. Suami istri adalah fungsi masing-masing pihak sebagai akibat dari adanya ikatan lahir batin. Tidak adanya ikatan lahir batin berarti tidak ada pula fungsi sebagai suami istri.

c. Kekuasaan Orang Tua

Kekuasaan orang tua menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, telah diatur dalam Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), dan Pasal 48.

Pasal 45 ayat (1): Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

Pasal 47 ayat (1): Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.

Pasal 48: Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.

d. Kekuasaan Terhadap Harta

Menurut Pasal 35 ayat (1), dan (2) Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa:

Page 174: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

163Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata162 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

e. Perwalian

Anak yatim piatu atau anak yang belum dewasa yang tidak dalam kekuasaan orang tua, diperlukan bimbingan dan pemeliharaan. Dalam hal ini perlu ditunjuk wali yaitu orang atau perkumpulan yang akan menyelenggarakan keperluan si anak.

Dalam hal ini Undang-Undang Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974) pada Pasal 51 menyebutkan bahwa:

1. Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi.

2. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.

3. Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu.

4. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu.

5. Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya.

f. Asas-asas Perkawinan

Di dalam Undang-Undang Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974) terdapat beberapa asas perkawinan, yaitu:

1) Perkawinan monogami.

Perkawinan itu hanya dibolehkan antara seorang pria dan seorang wanita. Maksudnya adalah seorang suami hanya seorang istri. Dengan kata lain seorang suami dilarang untuk kawin lagi dengan seorang wanita lain.

Page 175: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

163Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata162 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

2) Kebebasan kehendak.

Perkawinan itu harus berdasarkan persetujuan bebas atau suka sama suka antara seorang pria dengan seorang wanita yang akan melangsungkan perkawianan itu, tanpa ada paksaan dari pihak lain, termasuk dari orang tua sendiri.

3) Pengakuan kelamin secara kodrati.

Kelamin seorang pria dan kelamin seorang wanita adalah kodrat yang diciptakan oleh Allah Swt., bukan bikinan manusia. Di era kemajuan ilmu dan teknologi sekarang ini, manusia sudah mampu mengubah bentuk kelamin pria menjadi kelamin wanita. Pria yang berubah menjadi wanita karena operasi kelamin tidak termasuk arti wanita menurut Undang-Undang Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974).

4) Tujuan perkawinan.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan, bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Membentuk keluarga maksudnya membentuk kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Membentuk rumah tangga berarti membentuk kesatuan hubungan suami istri dalam satu wadah yang dinamakan rumah kediaman bersama.

Bahagia berarti ada ketentraman dalam hubungan antara suami istri, anak-anak dalam rumah tangga. Kekal maksudnya adalah berlangsung terus-menerus seumur hidup dan tidak boleh dibubarkan begitu saja atau diputuskan menurut kehendak masing-masing pihak (suami atau istri).

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maksudnya bahwa perkawinan itu merupakan sebagai karunia Tuhan kepada manusia sebagai makhluk yang beradab, bukan terjadi begitu saja menurut kemauan pihak-pihak tersebut. Jadi perkawinan itu dilakukan secara berkeadaban yang sesuai dengan tuntunan ajaran agama yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada manusia.

5) Perkawinan kekal.

Perkawinan kekal, maksudnya bahwa perkawinan itu tidak mengenal jangka waktu, yakni berlangsung seumur hidup.

Page 176: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

165Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata164 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

6) Perkawinan menurut hukum agama.

Perkawinan itu sah apabila dilakukan menurut hukum agama yang dianut oleh pihak yang akan kawin itu, (pria dan wanita) itu. Jadi keduanya menganut agama yang sama. Apabila keduanya itu berlainan agama seperti pria beragama Islam dan wanitanya itu beragama Kristen, maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan, kecuali wanita itu ikut menganut agama Islam.

Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974), yaitu: “perkawinan adalah sah, apa bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.

7) Perkawinan terdaftar.

Perkawinan itu harus didaftarkan pada lembaga pencatatan perkawinan. Jika perkawinan itu tidak terdaftar, maka perkawinan itu tidak akan diakui sah menurut Undang-Undang Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974).

8) Kedudukan suami istri seimbang.

Suami istri dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bermasyarakat kedudukannya adalah seimbang. Masing-masing pihak (suami/istri) sama-sama berhak melakukan perbuatan hukum. Suami sebagai kepala rumah tangga, istri sebagai ibu rumah tangga.

Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 31 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974), yaitu: (1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam bermasyarakat. (2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum (3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.

9) Poligami sebagai pengecualian.

Undang-Undang Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974) membolehkan poligami dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Suami wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

b) Pengadilan memberikan izin kepada suami yang akan berpoligami (beristri lebih dari seorang) dengan syarat:

Page 177: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

165Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata164 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

(1) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

(2) istri mendapat cacat badan/atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

(3) istri tidak dapat melahirkan keturunan.

10) Batas minimal usia kawin.

Adapun batas minimal usia kawin, yaitu bagi pria minimal berusia 19 tahun dan wanita minimal berusia 16 tahun. Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, bahwa “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

11) Membentuk keluarga sejahtera.

Asas ini berkaitan dengan tujuan perkawinan, yaitu membentuk keluarga bahagia dan sejahtera. Bahagia berarti adanya keharmonisan, sejahtera berarti cukup sandang, pangan, dan perumahan yang layak di antara junlah anggota keluarga yang relatif kecil.

12) Larangan dan pembatalan perkawinan.

Perkawinan itu dilarang jika ada hubungan dan keadaan tertentu menurut agama atau hukum positif, seperti karena hubungan darah yang terlalu dekat, karena semenda, karena telah bercerai tiga kali, karena belum habis masa tunggu.

Jika perkawinan itu dilaksanakan pada hal ada larangan, atau tidak dipenuhi syarat-syarat, maka perkawinan itu dibatalkan.

13) Tanggung jawab perkawinan dan perceraian.

Adanya perkawinan, maka suami istri dibebani dengan tanggung jawab. Begitu juga jika terjadi perceraian, maka bekas suami istri itu menanggung segala akibat perceraian. Bertanggung jawab terhadap anak dan terhadap harta kekayaan.

14) Kebebasan mengadakan janji perkawinan.

Sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan, maka kedua belah pihak boleh mengadakan janji perkawinan, asal saja tidak bertentangan dengan undang-undang, agama dan kesusilaan. Adapun taklik talak tidak termasuk dalam perjanjian perkawinan.

Page 178: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

167Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata166 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

15) Pembedaan anak sah dan anak tidak sah.

Menurut Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974) disebutkan bahwa, “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. Sedangkan anak yang tidak sah adalah anak dilahirkan di luar perkawinan. Menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa,”anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.

Pembedaan ini perlu untuk mengurangi kemungkinan terjadi kelahiran sebelum perkawinan dilangsungkan, dan juga ada hubungan dengan hak mewaris.

16) Perkawinan campuran

Perkawinan campuran menurut Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan adalah “perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak kewarga- negaraan Asing dan salah satu pihak kewarganegaraan Indonesia”.

Adapun unsur-unsur perkawinan campuran menurut definisi Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan adalah sebagai berikut:

a) Perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita;

b) Di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan;

c) Karena perbedaan kewarganegaraan;

d) Salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Jadi berlainan agama tidak termasuk perkawinan campuran, dan tidak dapat dilakukan perkawinan.

17) Perceraian dipersulit.

Asas ini menuntut kesadaran pihak-pihak untuk berpikir dan bertindak secara matang dan dewasa sebelum melangsungkan perkawinan. Asas ini berhubungan dengan tujuan perkawinan, yakni membentuk keluarga bahagia yang kekal.

Adapun alasan undang-undang mempersulit perceraian adalah sebagai berikut:

a) Perkawinan itu tujuannya suci dan mulia, sedangkan perceraian adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah Swt.

Page 179: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

167Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata166 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

b) Untuk membatasi kesewenang-wenangan suami terhadap istri.

c) Untuk mengangkat derajat dan martabat istri (wanita), sehingga setaraf dengan derajat dan martabat suami (pria).

18) Hubungan dengan pengadilan.

Setiap perbuatan hukum seperti izin kawin, pelaksanaan talak, perselisihan tentang harta perkawinan, tentang perwalian, tentang status anak selalu dimintakan campur tangan Hakim, yakni Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang bukan beragama Islam.

g. Putusnya Perkawinan dan Akibatnya

Putusnya perkawinan menurut ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan adalah (a) kematian, (b) perceraian, dan (c) atas keputusan Pengadilan.

Putusnya perkawinan akibat kematian disebut juga dengan istilah cerai mati. Kemudian putusnya perkawinan dengan sebab perceraian terdapat dua macam sebutan, yaitu cerai gugat, dan cerai talak. Sedangkan putusnya perkawinan dengan sebab atas keputusan pengadilan disebut juga dengan istilah cerai batal.

Putusnya perkawinan dengan sebutan istilah cerai mati dan cerai batal tidak menunjukkan kesan adanya perselisihan antara suami dan istri. Putusan perkawinan dengan sebab cerai batal disebabkan karena perkawinannya itu tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan.

Adapun syarat-syarat perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan adalah sebagai berikut:

1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6 (1)).

2. Adanya izin orang tua/pengadilan jika belum berumur 21 tahun (Pasal 6 (2)).

3. Pria sudah berumur 19 tahun, wanita berumur 16 tahun (Pasal 7 (1).

4. Tidak ada larangan perkawinan (Pasal 8).

5. Tidak masih terikat dalam satu perkawinan (Pasal 9).

6. Tidak bercerai untuk kedua kali dengan suami/istri yang sama yang hendak dikawini (Pasal 10).

7. Bagi janda, sudah lewat waktu tunggu (Pasal 11 (1)).

Page 180: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

169Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata168 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

8. Tidak ada yang mengajukan pencegahan (Pasal 13).

9. Sudah memberi tahu kepada Pegawai Pencatat Perkawinan 10 hari sebelum dilangsungkan perkawinan (Pasal 3 PP No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).

Sedangkan putusan perkawinan akibat cerai gugat dan cerai talak menunjukkan kesan adanya perselisihan antara suami dan istri. Kedua-duanya (cerai gugat dan cerai talak) itu harus dengan keputusan Pengadilan.

Adapun alasan perceraian menurut ketentuan Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan adalah sebagai berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah, atau karena hal lain di luar kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.

6. Antara suami istri terus-menerus menjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Adapun akibat perceraian terdapat tiga masalah yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikit:

1. terhadap anak dan istri,

2. terhadap harta perkawinan,

3. terhadap status.

ad. 1. Terhadap anak dan istriMenurut ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan, bahwa akibat

putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

Page 181: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

169Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata168 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi keputusannya;

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

ad. 2. Terhadap harta perkawinanMenurut ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan, bahwa “bila

perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing”. Maksud dengan kata hukumnya masing-masing menurut penjelasan pada pasal ini adalah hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum lain.

Adapun penyelesaian harta bersama adalah sebagai berikut:

a. Bagi mereka yang kawin menurut agama Islam, hukum Islam tidak mengenal harta bersama, karena istri diberi nafkah oleh suami. Yang ada ialah harta milik masing-masing suami dan istri. Harta ini adalah hak mereka masing-masing.

b. Bagi mereka yang kawin menurut agama Islam dan agama-agama lainnya, tetapi tunduk kepada hukum adat yang mengenal harta bersama (gono-gini, harta guna kaya), jika terjadi perceraian, bekas suami dan bekas istri masing-masing mendapat separoh (Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 387K/ Sip/1958 tanggal 11-2-1958 dan No.392K/Sip/1969 tanggal 30-8-1969).

c. Bagi mereka yang kawin menurut agama Kristen, tetapi tunduk kepada BW yang mengenal harta bersama (persatuan harta sejak terjadi perkawinan), jika terjadi perceraian, harta bersama dibagi dua antara bekas suami dan bekas istri (Pasal 128 BW).9

ad. 3. Terhadap statusAdapun akibat terhadap status bagi seorang putus perkawinan karena

perceraian, maka memperoleh status perdata dan kebebasan sebagai berikut:

9Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 117.

Page 182: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

171Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata170 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

a. Keduanya (suami dan istri) itu tidak lagi terikat dalam tali perkawinan dengan status janda atau duda.

b. Keduanya (suami dan istri) itu bebas untuk melakukan perkawinan dengan pihak lain.

c. Keduanya (suami dan istri) itu boleh untuk melakukan perkawinan kembali sepanjang tidak dilarang oleh undang-undang atau agamanya.

2. Tentang BendaKata benda di dalam bahasa Belanda adalah zaak. Di dalam Pasal 499 KUH

Per disebutkan bahwa, “menurut paham undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah, tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik”.

Benda menurut ilmu pengetahuan hukum dapat diartikan secara luas dan sempit. Secara luas benda diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dimiliki oleh orang, dan benda dalam arti sempit adalah segala benda yang dapat dilihat.

Dalam literatur hukum, zaak diterjemahkan dengan benda. Oleh karena itu, benda termasuk barang berwujud dan barang tidak berwujud (hak). Dengan demikian, barang dan hak adalah objek hak milik. Benda menurut hukum adalah segala sesuatu yang menjadi objek hak milik.

Hukum benda diatur dalam buku II KUH Per. Hukum benda adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang benda. Pengaturan tersebut pada umumnya meliputi pengertian benda, pembedaan macam-macam, dan hak-hak kebendaan.

Pengaturan hukum benda menggunakan “sistem tertutup”, maksudnya orang tidak boleh mengadakan hak-hak kebendaan selain dari yang sudah diatur dalam umdang-undang. Hukum benda bersifat memaksa (dwingend), artinya harus dipatuhi, dituruti, tidak boleh disimpangi dengan mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan.10

Menurut undang-undang membagi benda-benda itu ke dalam beberapa macam, yaitu:

a. benda yang dapat diganti (contoh: uang) dan yang tidak dapat diganti (contoh: seekor kuda);

10Abdul Kadir Muhammad, ibid, hlm. 126.

Page 183: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

171Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata170 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

b. benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diper-dagangkan) dan yang tidak dapat diperdagangkan atau “di luar perdagangan” (contoh: jalan-jalan dan lapangan umum);

c. benda yang dapat dibagi (contoh: beras) dan yang tidak dapat dibagi (contoh: seekor kuda);

d. benda yang bergerak (contoh: perabot rumah) dan yang tak bergerak (contoh: tanah).11

Berdasarkan pembagian benda tersebut di atas, yang paling penting adalah pembagian benda bergerak dan tak bergerak, karena pembagian ini mempunyai akibat-akibat yang sangat penting dalam hukum.

Benda yang tidak bergerak dapat dilihat karena:

a. Sifatnya, yaitu benda yang tidak dapat dipindahtangankan, seperti tanah dan segala yang melekat di atasnya, misalnya gedung, pepohonan.

b. Tujuannya, yakni benda yang dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokok untuk tujuan tertentu, misalnya mesin-mesin yang dipasang dalam pabrik. Tujuannya untuk dipakai tetap dan tidak berpindah-pindah.

c. Ketentuan undang-undang, yaitu hak-hak yang melekat atas benda tidak bergerak, misalnya hipotek, credietverband, hak pakai atas benda tidak bergerak, hak memungut hasil atas benda tidak bergerak.

Benda bergerak dapat dilihat dari segi:

a. Sifatnya adalah benda yang dapat dipindahkan, seperti kursi, meja, buku, ternak. Hal ini dapat dilihat Pasal 509 KUH Per, bahwa “kebendaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan”.

b. Ketentuan undang-undang, yaitu hak-hak yang melekat atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak memakai atas benda bergerak, saham-saham perusahaan, piutang-piutang. Hal ini dapat dilihat Pasal 511 KUH Per, bahwa “sebagai kebendaan bergerak karena ketentuan undang-undang harus dianggap:

1. hak pakai hasil dan hak pakai atas kebendaan bergerak;

2. hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan, baik bunga yang diabadikan, maupun bunga-bunga cegak hidup;

11Subekti, Op.Cit, hlm. 61.

Page 184: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

173Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata172 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. perikatan-perikatan dan tuntutan-tuntutan mengenai jumlah-jumlah uang yang dapat ditagih atau yang mengenai benda-benda bergerak;

4. sero-sero atau andil-andil dalam persekutuan perdagangan uang, persekutuan dagang atau persekutuan perusahaan, sekalipun benda-benda persekutuan yang bersangkutan dan perusahaan itu adalah kebendaan tak bergerak. Sero-sero atau andil-andil itu dianggap merupakan kebendaan bergerak, akan tetapi hanya terhadap para pesertanya selama persekutuan berjalan;

5. andil dalam perutangan atas beban Negara Indonesia, baik andil-andil karena pendaftaran dalam buku besar, maupun sertifikat-sertifikat, surat-surat pengakuan utang, obligasi atau surat-surat lain yang berharga, beserta kupon-kupon atau surat tanda bunga, yang termasuk di dalamnya;

6. sero-sero atau kupon obligasi dalam perutangan lain, termasuk juga perutangan yang dilakukan negara-negara asing.

Selain benda dikenal juga istilah hak-hak kebendaan (zakelijk recht). Di dalam ilmu hukum dan perundang-undangan telah membagi segala hak-hak manusia atas hak-hak bendaan dan hak-hak perseorangan.

Menurut Bachsan Mustafa, dkk., menjelaskan bahwa:

- Hak-hak kebendaan, ialah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, kekuasaan mana dapat dipertahankan terhadap setiap orang karena demikian disebut “hak mutlak”.

- Hak-hak perseorangan, ialah hak seseorang yang memberikan suatu tuntutan atau tagihan kepada seseorang tertentu, maka disebut juga “hak tagihan” karena demikian disebut “hak nisbi”.12

Adapun menurut Subekti, bahwa hak kebendaan (zakelijk recht) ialah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang.13

Antara hak kebendaan dengan hak perseorangan mempunyai perbedaan, yaitu:

1. Suatu hak kebendaan, memberikan kekuasaan atas suatu benda, sedangkan suatu hak perseorangan (persoonlijk recht) memberikan suatu tuntutan atau penagihan terhadap seorang.

2. Suatu hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap tiap orang yang melanggar hak itu, sedangkan suatu hak perseorangan hanyalah dapat

12Bachsan Mustafa, dkk., Op.Cit, hlm. 31. 13Subekti, Op.Cit, hlm. 62

Page 185: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

173Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata172 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

dipertahankan terhadap sementara orang tertentu saja atau terhadap sesuatu pihak.

Adapun pembagian hak-hak itu berasal dari hukum Rumawi. Orang Rum telah lama membagi hak penuntutan dalam dua macam, yaitu “actiones in rem” atau penuntutan kebendaan sama artinya dengan hak kebendaan, dan “actiones in personam” atau penuntutan perseorangan, sama artinya dengan hak perseorangan.

Di dalam hukum perdata Barat atau Burgerlijk Wetboek (BW) pada buku kedua diatur hak-hak kebendaan, yaitu:

1. Hak milik (eigendom), menurut Pasal 570 BW adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain.

2. Hak guna usaha (erfpacht), menurut Pasal 720 BW adalah suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai pengakuan akan kemilikannya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau pendapatan.

3. Hak guna bangunan (opstal), menurut Pasal 711 BW adalah suatu hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman di atas pekarangan orang lain.

4. Hak pakai pekarangan (servituut), menurut Pasal 674 BW adalah suatu beban yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang satu, untuk digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang yang lain. Atau suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain yang berbatasan. Contoh pemilik dari pekarangan Ahmad harus mengizinkan orang-orang yang tinggal di pekarangan Bujang setiap waktu melalui pekarangan Ahmad, atau air yang dibuang dari pekarangan itu dialirkan melewati pekarangan Ahmad.

5. Hak memungut/pakai hasil (vruchtgebruik), menurut Pasal 756 BW adalah suatu hak kebendaan, dengan mana seorang diperbolehkan menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik orang lain, seolah-olah dia sendiri pemilik kebendaan itu, dan dengan kewajiban memeliharanya sebaik-baiknya.

Page 186: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

175Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata174 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

6. Hak hipotik ialah hak tanggungan yang berupa benda tak bergerak. Menurut Pasal 1162 BW bahwa, hipotik adalah “suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.

7. Hak gadai adalah hak tanggungan yang berupa benda bergerak. Menurut Pasal 1150 BW menyebutkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, maka tercapailah suatu keseragaman tentang hukum tanah, sehingga menghapuskan hak-hak atas tanah menurut hukum Barat (BW) dan hak-hak atas tanah menurut hukum Adat. Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UU No.5 Tahun 1960) ini telah mencabut Buku II BW sepanjang yang mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotek yang masih tetap berlaku.

Undang-Undang Pokok Agraria ini telah menciptakan hak-hak atas tanah, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Hak Milik,

2. Hak Guna Usaha,

3. Hak Guna Bangunan,

4. Hak Pakai,

5. Hak Sewa.

Hukum WarisJika terdapat suatu peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

sekaligus menimbulkan akibat hukum, yakni bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu. Adapun penyelesaian hak-hak dan kewajiban sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seorang diatur oleh hukum kewarisan.

Page 187: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

175Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata174 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Dengan demikian, kewarisan itu adalah sebagai suatu peraturan hukum yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia oleh ahli waris. Sedangkan pengertian hukum waris menurut Effendi Perangin adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya.14 Menurut Abdul Kadir Muhammad, bahwa hukum waris adalah segala peraturan hukum yang mengatur tentang beralihnya harta warisan dari pewaris karena kematian kepada ahli waris atau orang yang ditunjuk.15

Apabila diperhatikan definisi hukum waris tersebut di atas, maka terdapat unsur-unsur hukum waris itu, yaitu sebagai berikut:

1. Subjek hukum waris, yaitu pewaris, ahli waris, dan orang yang ditunjuk berdasarkan wasiat,

2. Peristiwa hukum waris, yaitu meninggalnya pewaris,

3. Hubungan hukum waris, yaitu hak dan kewajiban ahli waris,

4. Objek hukum waris, yaitu harta warisan peninggalan almarhum.

Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan atau harta benda saja yang dapat diwarisi. Di dalam Pasal 830 BW disebutkan bahwa “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Oleh karena itu, harta peninggalan baru terbuka jika orang tua ahli waris sudah meninggal dunia dan si ahli waris harus masih hidup saat harta warisan terbuka.

Orang yang meninggalkan harta benda itu disebut juga dengan pewaris. Jadi pewaris itu adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup. Sedangkan orang yang menerima harta benda disebut dengan ahli waris. Dengan kata lain, ahli waris adalah setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban menyelesaikan utang-utangnya.

Sedangkan harta kekayaannya itu disebut dengan harta warisan. Dengan demikian, harta warisan itu adalah segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris setelah dikurangi dengan semua utangnya. Dengan pengertian ini jelas bahwa pokok permasalahan dalam pewarisan itu adalah pada hak atas harta warisan bukan pada kewajiban membayar utang-utang pewaris.

14Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), cet ketiga, hlm. 3.

15Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 267.

Page 188: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

177Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata176 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Di dalam undang-undang terdapat dua cara untuk memperoleh suatu warisan, yaitu:

1. Secara ab intestato (ahli waris menurut undang-undang).

2. Secara testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat).

Secara ab intestato telah disebutkan di dalam Pasal 832 BW mengatakan bahwa:

Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini.

Dalam hal, bilamana baik keluarga sedarah, maupun si yang hidup terlama di antara suami istri, tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik negara, yang mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekadar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

Secara testamentair telah dijelaskan di dalam Pasal 899 BW menyebutkan, bahwa: “dengan mengindahkan akan ketentuan dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang ini, untuk dapat menikmati sesuatu dari suatu surat wasiat, seorang harus telah ada, tatkala si yang mewariskan meninggal dunia.

Dalam pewarisan ab intestato dikenal 2 (dua) cara mewaris, yaitu (1) mewaris karena haknya/kedudukannya sendiri (uit eigen hoofde), (2) mewaris karena penggantian tempat (bij plaatsvervulling).

Ahli waris yang mewaris berdasarkan haknya sendiri, adalah para ahli waris yang terpanggil untuk mewaris karena kedudukannya sendiri berdasarkan hubungan darah antara ia dengan pewaris. Dalam hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 852 BW yang mengatakan, bahwa:

Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekali pun, mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek, atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada perbedaan antara laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dahulu.

Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri; mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekadar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.

Adapun ahli waris karena penggantian tempat, adalah ahli waris yang merupakan (keturunan), keluarga sedarah dari pewaris, yang muncul sebagai pengganti tempat orang lain, yang seandainya tidak mati lebih dahulu dari pewaris, sedianya akan mewaris. Hal tersebut telah disebutkan di dalam Pasal

Page 189: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

177Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata176 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

841 BW yang berbunyi: “pergantian memberi hak kepada seorang yang mengganti, untuk bertindak sebagai pengganti, dalam derajat dan dalam segala hak orang yang diganti”.

Adapun contohnya dapat dilihat di bawah ini

A

B C

D E

Keterangan:

A adalah si pewaris (yang meninggal dunia)

B dan C adalah anak dari si A

D dan E adalah anak dari C, cucunya si A

C meninggal dunia terlebih dahulu dari A

Jadi si B adalah ahli waris langsung atau berdasarkan haknya sendiri. Sedangkan D dan E adalah ahli waris tidak langsung atau ahli waris pengganti tempat, yaitu menggantikan si C. Jadi semua hak-hak si C diambil alih oleh D dan E. Dengan demikian, D dan E bersama-sama sederajat dengan B terhadap A.

Jika dibagi pembagian masing-masing, maka dapat dilihat sebagai berikut:

Si B memperoleh haknya sebesar 1/2 ; Si D dan E menerima haknya dari pancang C sebesar ½, sehingga masing-masing menerima ½ x ½ = ¼. Jadi si D menerima ¼, dan si E juga menerima ¼ .

Pewarisan berdasarkan pergantian tempat terdapat 3 (tiga) macam. Hal ini dapat dilihat di bawah ini:

1. Pasal 842 BW

Pergantian dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus dengan tiada akhirnya. Dalam segala hal, pergantian seperti di atas selamanya diperbolehkan, baik dalam hal bilamana beberapa anak si yang meninggal mewaris bersama-sama dengan keturunan seorang anak yang telah meninggal lebih dahulu, maupun sekalian keturunan mereka mewaris bersama-sama, satu sama lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya.

Page 190: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

179Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata178 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Contoh:

A

B C

D E

F

IH

G

Keterangan:

A. Meninggal dunia, C.D dan G meninggal lebih dahulu dari A. Dalam hal ini : H dan I menggantikan kedudukan G; dan F dan H, I menggantikan kedudukan D. E dan F beserta H,I menggantikan kedudukan C.

Seandainya I meninggal terlebih dahulu dari A, dan anak I adalah J dan K, maka J dan K dapat menggantikan kedudukan I. Begitulah seterusnya, pergantian boleh berlangsung terus dalam garis lurus ke bawah tanpa batas.

Pasal 843 BW menjelaskan bahwa, “tiadalah pergantian terhadap keluarga sedarah dalam garis menyimpang ke atas. Keluarga yang terdekat dalam kedua garis, menyampingkan segala keluarga dalam perderajatan yang lebih jauh”.

Contohnya dapat dilihat di bawah ini

D

G

F

C

A

BE

Page 191: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

179Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata178 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Keterangan:

Si B adalah ayah dari si A. Si C adalah ibu dari si A. Si D adalah kakek si A dari pihak bapak. Si E adalah saudara si B, paman si A. Si D dan si B meninggal lebih dahulu dari si A.

Si E tidak dapat menggantikan si B untuk mewaris harta peninggalan si A, karena tiada pergantian terhadap keluarga sedarah dalam garis menyimpang ke atas.

Si F dan si G dikesampingkan oleh si C, karena yang derajatnya terdekat terhadap si A adalah si C. Oleh karena itu dalam hal di atas, harta si A sepenuhnya jatuh kepada si C.

2. Pasal 844 BW menyebutkan bahwa:

Dalam garis menyimpang pergantian diperbolehkan atas keuntungan sekalian anak dan keturunan saudara laki dan perempuan yang telah meninggal terlebih dahulu, baik mereka mewaris bersama-sama dengan paman atau bibi mereka, maupun warisan itu setelah meninggalnya semua saudara si yang meninggal lebih dahulu, harus dibagi antara sekalian keturunan mereka, yang mana satu sama lain bertalian keluarga dalam perderajatan yang tak sama.

Contohnya:

1

A

2

B C

2

3 D

E

2

F

3

4G

H

Keterangan:

Si A meninggal dunia. Si B, C dan D adalah saudara A. Si E adalah anak si C; F dan G adalah anak si D. si H adalah anak si G. Si C, D, dan G meninggal lebih dahulu dari si A.

Dalam hal ini yang mewaris adalah B, E (mengganti C), F dan H yang mengganti D (dalam keadaan ini H mengganti G).

Page 192: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

181Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata180 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. Pasal 845 BW menyebutkan bahwa:

Pergantian dalam garis menyimpang diperbolehkan juga dalam pewarisan bagi para keponakan ialah dalam hal bilamana di samping keponakan yang bertalian keluarga sedarah terdekat dengan si meninggal, masih ada anak-anak dan keturunan saudara laki atau perempuan darinya, saudara-saudara mana telah meninggal lebih dahulu.

Berdasarkan Pasal 845 BW tersebut di atas, perlu diperhatikan kasus-kasus di bawah ini:

A

1

23

44

B C 5

D

Yang mewaris adalah: B dan D (mengganti C). Tetapi perhatikan di bawah ini:

A

1

2 3

4

B5

D

34

C

Dalam hal ini yang mewaris adalah C saja. D tidak mewaris karena derajatnya lebih jauh dari C. Si D tidak dapat menggantikan si B.

Pasal 846 BW

“Dalam segala hal, bilamana pergantian diperbolehkan, pembagian berlangsung pancang demi pancang apabila pancang yang sama mempunyai pula cabang-cabangnya, maka pembagian lebih lanjut, dalam tiap-tiap cabang berlangsung pancang demi pancang pula, sedangkan antara orang-orang dalam cabang yang sama pembagian dilakukan kepala demi kepala”.

Page 193: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

181Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata180 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Contoh:

P O N

L M

K J I

H G

E F

DCB

A

Keterangan:

A meninggal. Pembagian warisan:

1. Dibagi dulu dalam pancang B, C, dan D.

2. Pancang B bercabang L dan M. Bagian B dibagi antara L dan M. Bagian L bercabang lagi yaitu karena ada anak-anaknya P, O, dan N.

Dalam cabang yang sama (cabang P, O, dan N), pembagian dilakukan kepala demi kepala. Bagian mereka dibagi rata antara anggota cabang itu.

Pembagian dengan cara yang sama dilakukan pula dalam cabang-cabang pancang D.

Pasal 847 BW

“Tiada seorangpun diperbolehkan bertindak untuk orang yang masih hidup selaku penggantinya”.

Contoh kasus di bawah ini:

A

B C

Keterangan:

A : meninggal.

B dan C anak A yang masih hidup.

Page 194: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

183Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata182 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

D dan E anak C, cucu A.

D dan E tidak dapat bertindak menggantikan C.

Jadi kalau C onwaardig (dinyatakan tidak layak menjadi ahli waris A), maka D dan E tidak dapat warisan. Demikian juga halnya jika C menolak warisan A atau C dikesampingkan (orterfd) oleh A, maka D dan E juga tidak dapat menggantikan C.

Pasal 484 BW

“Seorang anak yang mengganti orang tuanya, memperoleh haknya itu tidaklah dari orang tua tadi, bahkan boleh terjadi seorang pengganti orang lain, yang mana ia telah menolak menerima warisan”.

Contoh kasus:

B

A

C

D

Keterangan:

A, meninggal.

C, meninggal terlebih dulu dari A.

D, mengganti C sebagai ahli waris.

D, memperoleh haknya bukan dari C. Bahkan kalau D onwaardig terhadap C, maka D masih juga boleh mengganti C menerima warisan A.

Dalam hal ini perlu diperhatikan syarat-syarat dalam hal pewarisan, yaitu:

1. Si pewaris sudah meninggal;

2. Ahli waris adalah keluarga sedarah;

3. Ahli waris waardig (layak untuk bertindak sebagai ahli waris).

- Pernyataan onwaardig, terjadi pada saat warisan terbuka.

- Orang yang onwaardig, begitu juga yang onterfd (dikesampingkan sebagai ahli waris oleh pewaris), juga yang menolak warisan, tidak dapat digantikan oleh keturunannya. 16

16Effendi Perangin, Op.Cit, hlm. 22.

Page 195: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

183Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata182 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Hal tersebut dapat dilihat dengan Pasal 847 BW yang mengatakan bahwa: “Tiada seorangpun diperbolehkan bertindak untuk orang yang masih hidup sebagai pengganti.”

Pasal 849 BW

“Undang-Undang tak memandang akan sifat atau asal dari barang-barang dalam sesuatu peninggalan, untuk mengatur pewarisan terhadapnya.”

Pasal 850 ayat (1) BW menyebutkan bahwa:

“Dengan tak mengurangi ketentuan-ketentuan, dalam Pasal 854, 855, dan 859, tiap-tiap warisan yang mana, baik seluruhnya, maupun untuk sebagian, terbuka atas kebahagiaan para keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, atau dalam garis menyimpang harus dibelah menjadi dua bagian yang sama, bagian-bagian mana yang satu adalah untuk sekalian sanak saudara dalam garis bapak, dan yang lain untuk sanak saudara dalam garis si ibu”.

Contoh kasus di bawah ini:

F B

E D

C

G A

1/2

1/2

Keterangan:

A yang meninggal dunia.

Bdan C orang tua A (B bapak A dan C ibu A), meninggal dunia lebih dahulu dari A.

D adalah nenek A dari pihak ibu. E adalah kakek A dari pihak bapak.

F adalah paman A dari pihak bapak. G adalah saudara sepupu A dari pihak bapak.

Dalam hal tersebut di atas, maka harta warisan yang ditinggalkan A, terlebih dahulu dibagi 2 (dua) yang sama besarnya. Satu bagian untuk keluarga garis bapak, dan satu bagian lagi untuk keluarga di garis ibu.

Page 196: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

185Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata184 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Adapun pembagiannya adalah D mendapat setengah (1/2) dari warisan, dan E juga memperoleh setengah (1/2). Pembagian menjadi dua itu dinamakan dengan “kloving”. Jadi kloving terjadi jika ahli waris garis golongan 1 (satu), yakni istri/suami anak-anak dan keturunannya, dan ahli waris golongan kedua (II), yakni ayah/ibu, saudara-saudara dan keturunannya tidak ada.

Jadi jika keadaannya seperti dijelaskan di atas, maka F dan G tidak mendapatkan warisan, karena terhalang oleh E. Si E ini adalah ahli waris golongan III (ketiga), sedangkan F dan G adalah ahli waris golongan IV (keempat). Dengan demikian, ahli waris golongan yang lebih dekat mengesampingkan ahli waris golongan yang lebih jauh.

Pasal 850 ayat (2) BW menyebutkan bahwa:

“bagian-bagian warisan tersebut tak boleh beralih dari garis yang satu ke garis yang lain, kecuali apabila dalam salah satu garis tiada seorang keluargapun, baik keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, maupun keponakan-keponakan.”

Contoh kasus tiada keluarga lain di garis bapak, yang ada hanya di garis ibu, maka bagian garis bapak beralih kepada garis ibu. Jadi seluruh harta warisan A jatuh kepada D. Sebaliknya juga berlaku, jika di garis ibu tiada keluarga seorangpun sedangkan di garis bapak terdapat keluarga, seperti keponakan.

B

A

C

D 100%

Adapun kasus di bawah ini, maka seluruh harta warisan A jatuh kepada F yaitu keluarga pihak bapak (B).

Page 197: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

185Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata184 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

E

F

D B

A

C

Pasal 851 BW yang mengatakan bahwa:

“Setelah pembelahan pertama dalam garis bapak dan ibu dilakukan, maka dalam cabang-cabang tak usah diadakan pembelahan lebih lanjut; dengan tak mengurangi hal-hal, bilamana harus berlangsung sesuatu pergantian, setengah bagian dalam tiap-tiap garis adalah untuk seorang waris atau lebih yang terdekat derajatnya.”

Oleh karena itu, jika sudah dibelah satu kali dalam garis bapak dan garis ibu, maka selanjutnya tidak usah dibelah lagi, tetapi pergantian dalam garis ke bawah tetap diperbolehkan. (Perhatikan dalam garis ke atas tidak ada pergantian, yang ada pergantian adalah hanya dalam garis ke bawah).

Contoh kasus dapat dilihat di bawah ini:

L M

4

K B

3 2 2 3

DC1

A

1/2

J

1/2

I

4

E

6HG

F5

Page 198: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

187Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata186 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Keterangan:

A meninggal dunia,

B dan C meninggal lebih dahulu dari A.

D, E, F, dan G juga meninggal dunia lebih dahulu dari A.

Dalam garis ibu (C) boleh terjadi penggantian, yaitu I dan J menggantikan G. Dalam hal ini I dan J ikut mewarisi karena G dan H bersaudara. Perhatikan uraian sehubungan dengan Pasal 845 BW.

Dalam garis bapak (B) yang ada adalah keluarga garis ke samping. K adalah paman A; sedangkan L dan M adalah saudara sepupu A. Derajat K terhadap A adalah lebih dekat dari derajat L dan M terhadap A.

Dengan demikian, maka bagian garis bapak yang setengah itu jatuh pada K. (Cermati bagian kalimat dalam Pasal 851 BW, yaitu “setengah bagian dalam tiap-tiap garis adalah untuk seorang waris atau lebih yang terdekat derajatnya”.)

Adapun penggolongan ahli waris berdasarkan garis kekeluargaan ahli waris dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yaitu:

1. Golongan pertama ( I ): meliputi suami/istri yang hidup terlama dan keturunan dari pewaris dalam garis lurus ke bawah.

2. Golongan kedua ( II ) : meliputi orang tua, saudara-saudara sekandung, dan keturunan dari pewaris.

3. Golongan ketiga (III) : meliputi sekalian keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, baik dari garis bapak maupun ibu (Pasal 853 BW).

4. Golongan keempat (IV): meliputi saudara/saudari dari kedua orang tua serta sekalian keturunan mereka sampai derajat keenam dengan kemungkinan derajat ketujuh, karena pergantian tempat.

Ahli waris golongan IV (empat) ini termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dalam garis menyimpang. Sistem pewarisan untuk ahli waris golongan IV (empat) ini merupakan kelanjutan dari sistem yang ada pada golongan III (tiga), yaitu adanya sistem kloving, yakni pembagian harta warisan atas dua bagian yang sama.

Page 199: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

187Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata186 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Hak mewaris dari golongan-golongan ini tergantung ada atau tidak adanya golongan sebelumnya. Maksudnya bahwa golongan pertama (I) menutup hak waris golongan kedua (II), golongasn kedua (II) menutup hak mewaris golongan ketiga (III), golongan ketiga menutup hak mewaris golongan keempat (IV). Jika golongan pertama (I) sampai kepada golongan keempat (IV) tidak ada, maka harta warisan itu menjadi milik negara.

1. Golongan Pertama (I)Ahli waris pada golongan pertama (I) terdiri dari suami/istri yang hidup

terlama, anak dan keturunannya. Adapun pembagian harta warisannya adalah dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

A

C D E

F G

B

Keterangan:

A, adalah yang meninggal dunia.

B adalah istri A

C,D, dan E adalah anak A dan B

F, dan G adalah anak E, yakni cucu A dan B.

Pembagian harta warisan menurut kasus di atas adalah: B, C, dan D masing-masing memperoleh 1/4 dari harta warisan. Karena E meninggal lebih dahulu dari A, maka bagiannya dibagi sama oleh anaknya F dan G masing-masing memperoleh 1/8.

Di dalam Pasal 852 ayat (1) BW dijelaskan, bahwa:

“Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada perbedaan antara laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dahulu.”

Page 200: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

189Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata188 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Berdasarkan Pasal 852 ayat (1) BW ini jelas tidak ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan, lahir lebih dahulu atau belakangan, dan lahir dari perkawinan pertama atau kedua, semuanya itu sama saja dalam hal pewarisan. Selanjutnya ayat (2) Pasal 852 BW menyatakan, bahwa “mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke asatu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri, mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekadar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti”.

B C D

E F

G

KJ

H I

A

Keterangan:

A adalah yang meninggal dunia. B, C, dan D adalah anak A. E, dan F adalah anak D. Kemudian G. H. dan I adalah anak F. Sedangkan J dan K adalah anak G.

Dalam pancang B, C dan D harta warisan dibagi lebih dahulu. Bagian D dibagi oleh E dan F. Bagian F dibagi lagi oleh G, H dan I. Bagian G dibagi pula oleh J dan K.

Pasal 852 a ayat (1) menjelaskan bahwa:

“Dalam halnya mengenai warisan seorang suami atau istri yang meninggal terlebih dahulu, si istri atau suami yang hidup terlama, dalam melakukan ketentuan-ketentuan dalam bab ini, dipersamakan dengan seorang anak yang sah dari si meninggal dengan pengertian, bahwa jika perkawinan suami istri itu adalah untuk ke dua kali atau selanjutnya, dan dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan anak-anak itu, si istri atau suami yang baru akan mendapat bagian warisan yang lebih besar daripada bagian warisan terkecil yang akan diterima oleh seorang anak tadi atau dalam hal bilamana anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh sekalian keturunan penggantinya, sedangkan dalam hal bagaimanapun juga, tak bolehkan bagian si istri atau suami itu lebih dari seperempat harta peninggalan si meninggal.”

Page 201: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

189Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata188 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Seandainya si pewaris tidak meninggalkan keturunan dari suami/istri, maka undang-undang memanggil golongan keluarga sedarah dari golongan berikutnya untuk mewaris, yaitu golongan kedua (II). Jadi golongan terdahulu menutup golongan yang berikutnya.

ad. 2. Golongan Kedua (II)Adapun yang termasuk ahli waris pada golongan kedua adalah orang tua

(ayah dan ibu), saudara-saudara dan keturunan saudara-saudaranya.

B C

A D E

F G

Keterangan:

A adalah yang meninggal. B adalah ayah A, dan C adalah ibu A.

D dan E adalah saudara A. F dan G adalah anaknya E, keponakan A. Jadi pembagian warisan tersebut di atas adalah: B, C, D, dan E masing-masing mendapat 1/4. E meninggal lebih dahulu, bagiannya yang 1/4 dibagi sama oleh anaknya, yaitu F dan G masing-masing 1/8.

ad. 3. Golongan Ketiga (III)Ahli waris pada golongan ketiga adalah kakek dan nenek, baik dari pihak

bapak maupun dari pihak ibu. Kemudian orang tua kakek dan nenek, dan seterusnya ke atas.

Page 202: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

191Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata190 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

B C D

A

Keterangan:

B adalah kakek A, dari pihak ayah dan C adalah nenek A dari pihak ayah. D adalah nenek A dari pihak ibu.

Harta warisan mula-mula dibagi dua berdasarkan Pasal 850 dan Pasal 853 ayat (1) KUH Perdata, yaitu: 1/2 untuk pihak ayah (B dan C), dan 1/2 untuk pihak ibu (D).

Pembagian warisan dalam hal tersebut di atas adalah: B dan C mendapat masing-masing 1/4, dan D mendapat 1/2.

ad. 4. Golongan Keempat (IV)Ahli waris pada golongan keempat adalah paman dan bibi dari pihak

bapak maupun ibu. Kemudian keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari si meninggal. Selanjutnya saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya sampai derajat keenam dihitung dari si meninggal.

Pasal 853 ayat (1), dan 3 KUH Perdata menyebutkan bahwa:

“Apabila si yang meninggal dunia tidak meninggalkan keturunan, maupun suami atau istri, maupun pula saudara-saudara, maka dengan tak mengurangi ketentuan dalam Pasal 859, warisannya harus dibagi dalam dua bagian yang sama, ialah satu bagian untuk sekalian keluarga sedarah dalam garis si bapak, lurus ke atas dan satu bagian untuk sekalian keluarga yang sama dalam garis ibu.

Semua keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dalam derajat yang sama mendapat bagian mereka kepala demi kepala.”

Page 203: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

191Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata190 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

B

A

D C

Keterangan:

A telah meninggal dunia

B adalah saudara kakek A

C adalah saudara nenek A

Harta warisan dibagi dua sama besar, yaitu 1/2 untuk B, dan 1/2 lagi untuk C.

Tentang Wasiat (Testament).

Adapun pengertian testament atau wasiat menurut Subekti, adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal.17 Sedangkan testament atau wasiat menurut Pasal 875 KUH Perdata adalah "suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi."

Jadi jika diperhatikan ketentuan pada Pasal 875 KUH Perdata, maka testament itu terdapat beberapa unsur, yaitu: pertama suatu “akta”, yang menunjukkan bahwa testament itu harus dibentuk suatu tulisan, kedua bahwa testament itu berisi “ pernyataan kehendak”, yang berarti merupakan suatu tindakan hukum sepihak.

Adapun yang dimaksuddengan tindakan hukum sepihak, yaitu tindakan-tindakan, atau pernyataan-pernyataan di mana tindakan atau pernyataan kehendak satu orang saja sudah cukup untuk timbulnya akibat hukum yang dikehendaki.18

17Subekti, Op.Cit, hlm. 106. 18J. Satrio, Hukum Waris, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 180.

Page 204: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

193Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata192 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Unsur ketiga adalah “apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dunia”. Artinya adalah bahwa testament itu baru berlaku apabila si pembuat testament itu telah meninggal dunia. Unsur keempat adalah “dapat dicabut kembali”, unsur ini sangat penting, karena unsur inilah yang pada umumnya dipakai untuk menetapkan apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk surat wasiat atau cukup dalam bentuk lain.

Surat wasiat atau testament tidak boleh memuat ketentuan yang mengurangi bagian-bagian menurut para ahli waris (legitieme portie). Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 913 KUH Perdata yang mengatakan bahwa:

Bagian mutlak atau legitime portie, adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus, menurut undang-undang terhadap bagian mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat.

Adapun pembagian surat wasiat atau testament menurut ketentuan Pasal 875 KUH Perdata terdapat 2 (dua) jenis, yaitu:

1. Surat wasiat menurut bentuknya,

2. Surat wasiat menurut isinya.

ad. 1. Surat Wasiat Menurut BentuknyaAdapun surat wasiat menurut bentuknya berdasarkan ketentuan Pasal

931 KUH Perdata dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam. Yaitu:

a. Surat wasiat olografis (Olographis Testament),

b. Surat wasiat umum (Openbaar Testament),

c. Surat wasiat rahasia atau tertutup.

Surat wasiat olografis

Surat wasiat olografis menurut ketentuan Pasal 932 ayat (1), (2), (3) KUH Perdata adalah surat wasiat yang seluruhnya ditulis dan ditandatangani sendiri oleh pewaris. Surat wasiat yang olografis oleh si yang mewariskan harus disimpan kepada seorang notaris. Penyimpanan tersebut harus dilakukan dengan akta penyimpanan, yang dibuat oleh notaris, kemudian ditandatangani oleh notaris yang menyimpan surat wasiat tersebut, pewaris dan dua orang saksi yang menghadiri pewaris itu, maka surat wasiat tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan surat wasiat umum, yang dibuat di hadapan seorang notaris (Pasal 933 KUH Perdata).

Page 205: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

193Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata192 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Surat wasiat umum

Surat wasiat umum adalah surat wasiat dengan akta umum yang harus dibuat di hadapan notaris dengan dihadiri oleh dua orang saksi. Pewaris menerangkan kepada notaris apa yang dikehendaki. Dengan kata-kata yang jelas, notaris tersebut harus menulis atau menyuruh menulis kehendak si yang mewariskan, sebagaimana hal ini dalam pokoknya dituturkannya (Pasal 938, Pasal 939 ayat (1) KUH Perdata).

Surat wasiat rahasia atau tertutup

Surat wasiat rahasia/tertutup adalah surat wasiat yang dibuat oleh pewaris dengan tulisan sendiri atau ditulis oleh orang lain, yang ditanda- tangani oleh pewaris. Suatu wasiat rahasia harus selalu tertutup dan disegel, kemudian harus diserahkan kepada notaris dengan dihadiri oleh 4 (empat) orang saksi.

ad. 2. Surat Wasiat Menurut IsinyaSurat wasiat menurut isinya terdapat dua macam, yaitu:

a. Surat wasiat pengangkatan waris (erfstelling),

b. Surat wasiat hibah (legaat).

Surat wasiat pengangkatan waris (erfstelling)

Berdasarkan ketentuan Pasal 954 KUH Perdata yang mengatakan bahwa,”wasiat pengangkatan waris, adalah suatu wasiat, dengan mana si yang mewariskan, kepada seorang atau lebih, memberikan harta kekayaan yang akan ditinggalkannya, apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya maupun sebagian seperti misalnya setengahnya, sepertiganya”.

Ahli waris berdasarkan pasal ini disebut dengan ahli waris wasiat (testamentaire erfgenaam). Ahli waris ini memperoleh segala hak dan kewajiban dari pewaris yang meninggal dunia, sama halnya dengan ahli waris ab intestato.

Surat wasiat hibah

Surat wasiat hibah berdasarkan ketentuan Pasal 957 KUH Perdata adalah suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya, segala barang-barang bergerak atau tak bergerak, atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.

Page 206: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

195Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata194 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Orang yang menerima harta warisan menurut hibah wasiat berdasarkan Pasal 957 KUH Perdata disebut dengan legataris. Legataris ini bukan ahli waris sehingga tidak menggantikan pewaris mengenai hak dan kewajibannya. Legataris tidak wajib membayar utang-utang pewaris yang meninggal itu. Legataris hanya berhak menuntut penyerahan benda atau pelaksanaan hak yang diberikan kepadanya dari para ahli waris.

Hal menerima atau menolak warisan

Ahli waris dapat memilih dua alternatif, yaitu menerima atau menolak warisan, jika warisan itu sudah terbuka. Dalam hukum waris terdapat ketentuan bahwa para ahli waris, selain berhak menerima bagian warisan dari pewaris, juga mempunyai kewajiban untuk membayar utang-utang peawaris yang belum terbayar.

Akan tetapi, ada juga kemungkinan untuk menerima namun dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar utang-utang pewaris, walaupun jumlah utang tersebut melebihi bagian warisan yang diterimanya.

Penerimaan secara penuh (zuivere aanvaarding) dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam. Dengan tegas, jika seorang dengan suatu akta menerima kedudukannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam, jika ia dengan melakukan suatu perbuatan, misalnya mengambil atau menjual barang-barang warisan atau melunasi utang-utang si meninggal, dapat dianggap telah menerima warisan itu secara penuh.19

Seorang ahli waris juga dapat menyatakan menolak sama sekali warisan. Penolakan menurut ketentuan Pasal 1057 KUH Perdata harus dilakukan dengan tegas (tanpa syarat) dan harus dilakukan dengan suatu pernyataan yang dibuat di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam daerah hukum terbukanya harta warisan. Menolak harta warisan sama halnya dengan melepaskan hak atas harta warisan. Maka syarat lain dari penolakan adalah harus dilakukan setelah harta warisan terbuka atau harus dilakukan setelah peristiwa kematian.

Adapun batas waktu seorang ahli waris untuk menyatakan menerima atau menolak warisan menurut undang-undang adalah paling lama empat bulan setelah warisan terbuka.20 Sedangkan akibat dari penolakan menerima warisan itu menurut Anisitus Amanat adalah sebagai berikut:

19Subekti, Op.Cit, hal. 103. 20J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1995), hlm. 118.

Page 207: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

195Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata194 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Kedudukan sebagai ahli waris dianggap tidak pernah ada;

2. Bagiannya dalam harta warisan jatuh kepada harta warisan. Jadi bukan jatuh kepada kawan waris yang lain. Hal ini akan menjadi jelas perbedaannya bila mana ada testamen yang bisa dilaksanakan, maka bagian mutlak kawan waris yang lain tidak mencakup bagian ahli waris yang menolak itu, melainkan jatuh kepada penerima testamen;

3. Keturunan dari ahli waris yang menolak tidak bisa mewaris karena pergantian tempat;

4. Jika ada testamen dari pewaris yang ditujukan atau diperuntukkan buat orang yang menolak, maka testamen tersebut tidak bisa dilaksanakan (Pasal 1001);

5. Jika orang yang menolak pernah menerima hibah dari pewaris, maka hibah tersebut tidak wajib dimasukkan kembali (inbreng) ke dalam harta warisan pewaris (pemberi hibah), kecuali hibah tersebut menyinggung atau melanggar hak mutlak ahli waris yang mempunyai hak itu; dan

6. Yang ditolak hanya menyangkut harta warisan atau harta peninggalan pewaris saja dan penolakan itu harus ikhlas serta tidak diembeli dengan syarat-syarat lain. Misalnya, menolak, namun menghendaki agar tanah milik pewaris di jalan anu saja yang mau diwarisi. Jika ada penolakan dengan persyaratan seperti itu, berarti penolakan tidak sah.21

3. Tentang PerikatanIstilah perikatan itu merupakan terjemahan dari kata verbintenis dari bahasa

Belanda. Perikatan berarti hal yang mengikat antara orang yang satu dengan orang yang lainnya. Jadi yang mengikat itu adalah kejadian/peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, seperti sewa menyewa, jual beli, dan dapat juga berupa kejadian seperti kelahiran, kematian, serta dapat juga hal keadaan seperti rumah bersusun. Peristiwa hukum tersebut menghasilkan hubungan hukum.

Dalam hubungan hukum itu tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu berkewajiban memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan itu disebut debitur.

21Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal HukumPerdata BW, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hlm.31.

Page 208: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

197Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata196 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Pengaturan hukum perikatan dilakukan dengan sistem terbuka, artinya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja baik yang sudah ditentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang. Akan tetapi, keterbukaan itu dibatasi oleh tiga hal, yakni (1) tidak dilarang oleh undang-undang, (2) tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan (3) tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

Perikatan menurut Buku III KUH Perdata adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.

Menurut Subekti, bahwa perikatan itu adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.22 Sesuatu yang dituntut itu dinamakan dengan prestasi yang menurut undang-undang dapat berupa:

1. menyerahkan suatu barang, misalnya membayar harga, menyerahkan barang;

2. melakukan suatu perbuatan, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membongkar bangunan berdasarkan putusan pengadilan;

3. tidak melakukan suatu perbuatan, seperti tidak mendirikan suatu bangunan berdasarkan.putusan pengadilan.

Dengan demikian, bahwa prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi adalah objek perikatan. Jika dalam perikatan seseorang tidak memenuhi prestasi berarti yang bersangkutan telah wanprestasi (cidera janji). Jadi wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Orang yang melakukan wanprestasi dapat digugat ke pengadilan. Sebelum seseorang dinyatakan wanprestasi, terlebih dahulu harus dilakukan somasi (teguran), yaitu suatu peringatan kepada si debitur (si berutang) supaya memenuhi kewajibannya.

Sumber PerikatanMenurut ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata bahwa, “tiap-tiap perikatan

dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”. Dengan demikian,

22Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1994), cetakan kelima belas, hlm. 1.

Page 209: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

197Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata196 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

berarti bahwa sumber perikatan adalah persetujuan dan undang-undang. Perikatan yang lahir dari undang-undang terdapat 2 (dua) macam, yaitu perikatan yang lahir dari undang-undang saja, dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia.

Perikatan yang lahir dari undang-undang saja adalah perikatan-perikatan yang ditimbulkan oleh perhubungan kekeluargaan, misalnya anak yang mampu memberikan nafkah kepada orang tuanya, apabila mereka dalam keadaan miskin. Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 321 KUH Perdata, bahwa “tiap-tiap anak berwajib memberi nafkah kepada kedua orang tuanya dan para keluarga sedarah dalam garis ke atas, apabila mereka dalam keadaan miskin”.

Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia (orang) dalam Pasal 1353 KUH Perdata diperinci lagi menjadi dua, yaitu:

1. perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan manusia menurut hukum (rechtmatig), dan

2. perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan manusia yang melawan hukum (onrechtmatige daad).

Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan manusia menurut hukum adalah perikatan yang timbul sebagai akibat dari perbuatan manusia yang oleh undang-undang diperbolehkan, misalnya penyelenggaraan kepentingan (zaakwaarneming) yang diatur di dalam Pasal 1354 KUH Perdata, yaitu perbuatan orang yang dilakukan dengan sukarela tanpa diminta, tanpa disuruh memelihara kepentingan atau barang orang lain. Dengan demikian, perbuatan orang tersebut timbullah suatu hubungan hukum, antara pemilik barang dengan orang yang memelihara barangnya tersebut, hubungan mana meletakkan kewajiban kepada pemilik barang untuk mengembalikan segala biaya dan ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan untuk memelihara barangnya itu kepada orang yang memeliharanya. Perbuatan orang ini adalah suatu perbuatan yang halal.

Contohnya: Si Ahmad memelihara kebun si Bujang, karena si Bujang berada di luar negeri. Si Ahmad melakukan kewajiban si Bujang karena merasa sayang pada kebun itu. Si Bujang yang kepentingannya telah dipelihara oleh si Ahmad sebagai “Zaakwaarnemer” mempunyai kewajiban mengembalikan segala biaya dan ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan oleh Si Ahmad untuk memelihara kebunnya itu selama ia berada di luar negri. Tetapi zaakwaarnemer itu tidak berhak menerima upah karena ia tidak disuruh.

Page 210: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

199Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata198 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan manusia yang melanggar hukum, adalah timbul dari perbuatan orang yang melanggar hukum seperti yang diatur di dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Adapun bunyi Pasal 1365 KUH Perdata adalah “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Menurut rumusan Pasal 1365 KUH Perdata ini, maka dapat diketahui bahwa suatu perbuatan dikatakan melawan hukum jika perbuatan itu memenuhi 4 (empat) unsur sebagai berikut:

1. Perbuatan itu harus melawan/melanggar hukum,

2. Perbuatan itu harus menimbulkan/menerbitkan kerugian,

3. Perbuatan yang dilakukan itu mengandung kesalahan,

4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.

Apabila salah satu unsur-unsur ini tidak terpenuhi, maka perbuatan itu tidak dapat disebut sebagai perbuatan melawan hukum.

Macam-macam/Jenis-jenis PerikatanDalam hukum perdata mengenal beberapa macam/jenis bentuk

perikatan, yaitu:

1. Perikatan bersyarat,

2. Perikatan dengan ketetapan waktu,

3. Perikatan mana suka (alternatif),

4. Perikatan tanggung menanggung atau solider,

5. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi,

6. Perikatan dengan ancaman hukuman.23

ad. 1. Perikatan BersyaratPerikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) menurut Pasal 1253 KUH

Perdata adalah “suatu perikatan bersyarat manakala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut”.

23Subekti, Ibid, hlm. 4.

Page 211: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

199Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata198 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1253 KUH Perdata ini, maka perikatan bersyarat itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) perikatan dengan syarat tangguh, dan (2) perikatan dengan syarat batal. Perikatan dengan syarat tangguh apabila syarat “peristiwa” yang dimaksudkan itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan (Pasal 1263 KUH Perdata).

Dengan demikian, sejak peristiwa itu terjadi, kewajiban debitur untuk berprestasi segera dilaksanakan. Misalnya Alimuddin setuju jika Badaruddin adiknya mendiami paviliun rumahnya, setelah Badaruddin kawin. Jadi kawin di sini adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi. Oleh karena itu. sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan. Apabila Badaruddin kawin, maka Alimuddin kakaknya berkewajiban menyerahkan paviliun rumahnya untuk dihuni oleh Badaruddin.

Perikatan dengan syarat batal yaitu perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksudkan itu terjadi (Pasal 1265 KUH Perdata).

Contoh Si Ahmad setuju jika si Bujang mendiami rumah milik si Ahmad selama ia belajar di luar negeri, dengan syarat bahwa si Bujang harus mengosongkan rumah tersebut jika si Ahmad selesai studi dan kembali ke Indonesia. Jadi di sini syarat “selesai dan kembali ke Indonesia” masih akan terjadi dan belum terjadi. Pada contoh ini si Bujang berkewajiban menyerahkan kembali rumah tersebut kepada si Ahmad.

ad. 2. Perikatan dengan Ketetapan WaktuPerikatan dengan ketetapan waktu tidak menangguhkan timbulnya suatu

perikatan, hanya saja menangguhkan pelaksanaannya. Jadi syarat “ketetapan waktu”, adalah pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada “waktu yang ditetapkan” Dalam hal ini waktu yang telah ditetapkan itu merupakan peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya itu sudah pasti, atau dapat berupa tanggal yang sudah ditetapkan.

Contoh Alimuddin berjanji kepada Burhan bahwa ia akan membayar utangnya pada saat menerima gaji tanggal 1 Juni 2010. Dengan demikian, “saat menerima gaji” sudah pasti, sebab dalam waktu dekat Alimuddin akan menerima gaji, sehingga pembayaran utang pada tanggal 1 Juni 2010 sudah dipastikan.

Page 212: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

201Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata200 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ad. 3. Perikatan Manasuka (Alternatif/Boleh Pilih)Perikatan manasuka, yaitu perikatan di mana debitur boleh memenuhi

prestasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Akan tetapi, debitur tidak boleh memaksa kreditur untuk menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Apabila debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang disebutkan dalam perikatan, ia dibebaskan dan perikatan berakhir.

Contoh, Alimuddin memesan barang elektronik berupa Televisi Polytron atau Televisi Samsung pada toko barang elektronik dengan harga yang sama yaitu Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). Dalam hal ini pedagang tersebut dapat memilih, menyerahkan Televisi Polytron atau Televisi Samsung. Tetapi jika diperjanjikan bahwa Alimuddin yang menentukan pilihan, maka pedagang memberitahukan kepada Alimuddin bahwa barang pesanan sudah tiba dan silahkan Alimuddin memilih salah satu di antara dua benda objek perikatan itu. Apabila Alimuddin telah memilih dan menerima salah satu dari dua benda itu, maka perikatan berakhir.

ad. 4. Perikatan Tanggung/MenanggungPerikatan tanggung menanggung yaitu suatu perikatan di mana beberapa

orang bersama-sama sebagai pihak yang berutang berhadapan dengan seorang yang menghutankan, atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang.

Beberapa orang yang bersama-sama menghadapi satu orang berpiutang atau penagih utang, masing-masing dapat dituntut untuk membayar utang itu seluruhnya. Akan tetapi, apabila salah satu membayar, maka pembayaran ini juga membebaskan semua teman-teman yang berutang. Sebagai contoh jika dua orang Ahmad dan Badrun secara tanggung menanggung berutang Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) kepada Chairiah, maka Ahmad dan Badrun dapat dituntut membayar Rp 2.000.000,-

ad. 5. Perikatan yang Dapat Dibagi dan yang Tidak Dapat DibagiPerikatan yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang

menjadi objek perikatan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Soal dapat atau tidak dapat dibaginya prestasi itu terbawa

Page 213: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

201Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata200 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

oleh sifat barang/benda yang menjadi objek perikatan, dan juga maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.

Dapat dibagi menurut sifatnya, seperti suatu perikatan untuk menyerahkan sejumlah barang atau sejumlah hasil bumi. Sebaliknya tidak dapat dibagi kewajiban untuk menyerahkan seekor kerbau, karena kerbau tidak dapat dibagi tanpa kehilangan hakikatnya. Masalah dapat dibagi atau tidak dapat dibaginya suatu perikatan, hanyalah mempunyai makna jika lebih dari satu orang debitur atau lebih dari satu orang kreditur yang tersangkut dalam perikatan tersebut.

Adapun akibat hukum perikatan dapat dan tidak dapat dibagi adalah bahwa dalam perikatan yang tidak dapat dibagi, setiap kreditur berhak menuntut seluruh prestasi kepada setiap debitur, sedangkan setiap debitur wajib memenuhi prestasi tersebut seluruhnya. Dengan dipenuhinya prestasi oleh seorang debitur membebaskan debitur lainnya dan perikatan menjadi hapus. Dalam hal suatu perikatan dapat dibagi, maka tiap-tiap kreditur hanyalah berhak menuntut suatu bagian menurut imbangan dari prestasi tersebut, sedangkan masing-masing debitur juga hanya diwajibkan memenuhi bagiannya saja menurut perimbangan.

ad. 6. Perikatan dengan Ancaman Hukuman

Perikatan ini memuat suatu ancaman hukuman terhadap debitur jika ia lalai memenuhi prestasinya. Penetapan hukuman ini dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian atas pelaksanaan isi perikatan seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak. Selain itu juga sebagai usaha untuk menetapkan jumlah ganti kerugian apabila betul-betul terjadi wanprestasi. Hukuman tersebut merupakan pendorong debitur untuk memenuhi kewajiban berprestasi dan untuk membebaskan kreditur dari pembuktian tentang besarnya ganti kerugian yang telah dideritanya.

Hapusnya PerikatanKitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1381 menyebutkan

bahwa ada sepuluh macam hapusnya perikatan, yaitu:

1. Karena pembayaran,

2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan,

3. Karena pembaruan utang,

Page 214: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

203Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata202 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi,

5. Karena percampuran utang,

6. Karena pembebasan utangnya,

7. Karena musnahnya barang yang terutang,

8. Karena kebatalan atau pembatalan,

9. Karena berlakunya suatu syarat batal,

10. Karena lewatnya waktu.

ad. 1. Karena PembayaranDengan pembayaran yaitu pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian

secara suka rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Pembayaran di sini tidak hanya membayar dengan uang saja, tetapi juga dengan penyerahan tiap barang menurut perjanjian. Dengan demikian, jika objek perikatan itu adalah benda, maka perikatan berakhir setelah menyerahkan benda. Jika objek perikatan itu adalah uang, maka perikatan berakhir dengan pembayaran uang.

ad. 2. Karena Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti oleh PenyimpananJika debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan

Jurusita, kemudian kreditur menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditur itu kemudian debitur menitipkan pembayaran itu kepada Panitera Pengadilan Negeri untuk disimpan. Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 1404 KUH Perdata yang yang mengatakan bahwa: “Jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangnya, dan jika si berpiutang menolaknya, menitipkan uang atau barangnya kepada Pengadilan. Penawaran yang demikian, diikuti dengan penitipan, membebaskan si berutang, dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu telah dilakukan dengan cara menurut undang-undang, sedangkan apa yang dititipkan secara itu tetap atas tanggungan si berpiutang”.

ad. 3. Karena Pembaruan Utang atau NovasiPembaruan utang atau novasi terjadi dengan jalan mengganti utang lama

dengan utang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditur lama dengan kreditur baru. Jadi dalam hal utang lama diganti dengan utang baru, maka terjadilah penggantian objek perjanjian.

Dalam hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 1413 KUH Perdata yang mengatakan bahwa:

Page 215: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

203Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata202 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaruan utang:

1. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya.

2. Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.

3. Apabila, sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya.

Adapun novasi yang disebutkan pada nomor 1 (satu) adalah novasi objektif, karena yang diperbarui adalah objeknya perjanjian, sedangkan yang disebutkan pada nomor 2 (dua) dan 3 (tiga) dinamakan dengan novasi subjektif, karena yang diperbarui di situ adalah subjek-subjeknya atau orang-orangnya dalam perjanjian. Jika yang diganti debiturnya (nomor 2), maka novasi itu dinamakan subjektif pasif, sedangkan jika yang diganti itu krediturnya (nomor 3), novasi itu dinamakan subjektif aktif.

ad 4. Karena Perjumpaan Utang atau KompensasiPerjumpaan utang atau kompensasi merupakan suatu cara penghapusan

utang, dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal balik antara kreditur dan debitur. Dengan perhitungan ini utang piutang lama lenyap. Contoh Si Ahmad berutang kepada si Bujang sebesar Rp30.000,- dan Si Bujang juga berutang kepada si Ahmad sebesar Rp30.000,-. Setelah diperhitungkan atau memperjumpakan, maka ternyata Si Bujang dan si Ahmad utangnya lenyap atau terhapus. Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 1425 KUH Perdata, bahwa “jika dua orang saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan”.

Agar utang itu dapat diperjumpakan, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1427 KUH Perdata, yaitu:

1. Perjumpaan hanyalah terjadi antara dua utang yang kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau sesuatu jumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis yang sama.

2. Yang kedua-duanya dapat ditetapkan serta ditagih seketika.

Page 216: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

205Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata204 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ad. 5. Percampuran UtangPercampuran utang dapat terjadi apabila si berutang kawin dalam

percampuran kekayaan dengan si berpiutang atau apabila si berutang menggantikan hak-hak si berpiutang karena menjadi warisnya ataupun sebaliknya.

ad. 6. Pembebasan UtangPembebasan utang dapat terjadi jika si berpiutang (kreditur) dengan tegas

menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari si berutang (debitur) dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian (perikatan). Dengan adanya pembebasan itu, maka perikatan menjadi hapus atau lenyap. Pembebasan suatu utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan. Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 1438 KUH Perdata, bahwa: “pembebasan sesuatu utang tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan”. Bukti tersebut dapat dipergunakan, seperti dengan pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara suka rela, oleh si berpiutang kepada si berutang (Pasal 1439 KUH Perdata).

ad. 7. Musnahnya Barang yang Terutang Apabila barang/benda yang menjadi objek perikatan itu musnah, maka

perikatannya menjadi hapus. Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 1444 KUH Perdata, bahwa “jika barang tertentu yang menjadi bahan perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.”

Walaupun debitur lalai menyerahkan benda itu, ia pun akan bebas dari perikatan itu, jika ia dapat membuktikan bahwa hapusnya atau musnahnya benda itu disebabkan oleh suatu kejadian di luar kekuasaannya dan benda itu juga akan menemui nasib yang sama, walaupun sudah berada di tangan kreditur.

ad. 8. Pembatalan PerjanjianSuatu perjanjian batal jika perjanjian itu tidak memenuhi syarat-syarat

pembentukannya, seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata,24

24Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, (1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, (2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan, (3) suatu hal tertentu, (4) suatu sebab yang halal.

Page 217: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

205Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata204 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ataupun karena dibentuk dengan paksaan, adanya kekeliruan atau karena adanya penipuan, Pasal 1321 KUH Perdata,25 atau perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, Pasal 1330 KUH Perdata.26

Di samping itu juga di dalam Pasal 1446 KUH Perdata disebutkan bahwa: “semua perikatan yang dibuat oleh orang-orang belum dewasa atau orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum, dan atas penuntutan yang dimajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya.

Perikatan-perikatan yang dibuat oleh orang-orang perempuan yang bersuami dan oleh orang-orang belum dewasa yang telah mendapat suatu pernyataan persamaan dengan orang dewasa, hanyalah batal demi hukum, sekadar perikatan-perikatan tersebut melampaui kekuasaan mereka.”

ad. 9. Berlakunya suatu Syarat BatalSuatu perjanjian batal, apabila berlakunya syarat batal dalam perjanjian

tersebut, yaitu perjanjian-perjanjian untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin terlaksana, sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan baik atau sesuatu yang dilarang oleh undang-undang.

Syarat batal menurut ketentuan Pasal 1265 KUH Perdata adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan perikatan, dan membawa segala sesuatu kembali, pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan; hanyalah ia mewajibkan si berpiutang mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.

ad. 10. Lewat Waktu (Daluarsa)Berdasarkan ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, bahwa “daluarsa adalah

suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan“ oleh undang-undang.”

25Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilapan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan

26Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah: ( 1) orang-orang yang belum dewasa, (2) mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, (3) orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Page 218: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

207Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata206 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Menurut ketentuan pasal tersebut di atas, terdapat dua macam daluarsa, yaitu:

1. Daluarsa acquisitieve, yaitu daluarsa untuk memperoleh sesuatu, setelah lampaunya waktu tertentu,

2. Daluarsa extinctieve, yaitu daluarsa di mana seseorang dapat melepaskan diri dari suatu perikatan, setelah lampaunya waktu tertentu, atau daluarsa untuk melepaskan diri dari suatu perjanjian.

Untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasarkan daluarsa menurut ketentuan Pasal 1963 KUH Perdata harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. ada iktikad baik,

2. ada alas hak yang sah,

3. menguasai benda itu terus-menerus selama 20 (dua puluh) tahun tanpa ada yang menggugat atau apabila tanpa alas hak, menguasai benda itu terus-menerus selama 30 (tiga puluh) tahun tanpa ada yang menggugat.

Selanjutnya di dalam Pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa “segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perseorangan, hapus karena daluarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan akan adanya daluarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tak dapatlah dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk.“

4. Tentang Pembuktian dan Daluarsa Perihal pembuktian itu sebenarnya termasuk hukum acara (procesrecht) dan

tidak pada tempatnya dimasukkan dalam BW (Burgerlijk Wetboek), yang pada asasnya hanya mengatur hal-hal yang termasuk hukum materiil. Akan tetapi, memang ada suatu pendapat bahwa pembuktian itu termasuk pada hukum acara materiil, sehingga dapat dimasukkan ke dalam hukum perdata materiil.

Pendapat tersebut di atas rupanya dianut oleh pembuat undang-undang pada waktu B.W. dilahirkan. Untuk bangsa Indonesia peraturan tentang pembuktian itu telah dimasukkan dalam HIR (Herziene Inlandsch Reglement), yang memuat hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri.

Dalam pemeriksaan perkara perdata di muka hakim hanyalah hal-hal yang dibantah saja oleh pihak lawan yang harus dibuktikan. Membuktikan

Page 219: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

207Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata206 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

menurut H.A. Mukti Arto adalah mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta/peristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku.27

Kemudian menurut Bachtiar Effendie, Masdari Tasmin, dan A. Chodari, ADP menjelaskan bahwa pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh pihak berperkara kepada hakim dalam persidangan dengan tujuan untuk memperkuat kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok sengketa, sehingga hakim memperoleh kepastian untuk dijadikan dasar putusannya.28 Di samping pendapat di atas juga dikemukakan oleh R. Subekti, bahwa yang dimaksud dengan membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persangkaan.29

Di dalam Pasal 164 HIR - 284 R.Bg, dan Pasal 1866 KUH Perdata, bahwa ada 5 (lima) macam alat-alat bukti.30 Adapun macam-macam alat bukti itu adalah sebagai berikut:

1. Alat bukti surat,

2. Alat bukti saksi,

3. Alat bukti persangkaan,

4. Alat bukti pengakuan,

5. Alat bukti sumpah.

ad. 1. Alat Bukti Surat Alat bukti surat merupakan alat bukti yang tertulis yang memuat tulisan

untuk menyatakan pikiran seseorang. Alat bukti surat ini, jika dilihat dari segi bentuknya ada dua macam, yaitu surat akta dan surat bukan akta. Surat akta adalah surat yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan yang digunakan untuk pembuktian bertanggal dan ditandatangani.

Surat-surat akta itu terdapat dua macam, yaitu surat akta resmi (authentiek), dan surat akta di bawah tangan (onderhands). Akta resmi

27H.A. Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), Cetakan ke VI, hlm 139.

28Bachtiar Effendie, Masdari Tasmin, A. Chodari, ADP, Surat Gugat dan Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 50.

29R. Subekti, Hukum Acara Perdata, (Bandung: Binacipta, 1977), Cetakan pertama, hal. 78.

30Ialah bahan-bahan yang dipakai untuk pembuktian dalam suatu perkara perdata di muka persidangan pengadilan.

Page 220: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

209Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata208 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

(authentiek) menurut rumusan Pasal 165 HIR/285 R.Bg/1868 KUH Perdata adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Pejabat umum yang dimaksudkan itu adalah notaris, hakim, jurusita pada suatu Pengadilan, Pegawai Pencatatan Sipil, penyidik, dan lain-lain.

Akta resmi atau authentiek menurut undang-undang mempunyai suatu kekuatan pembuktian yang sempurna, artinya jika suatu pihak mengajukan suatu akta resmi, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh telah terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi.

Akta di bawah tangan (onderhands), yaitu akta yang dibuat oleh para pihak tanpa bantuan pejabat umum, dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Misalnya surat sewa menyewa, surat perjanjian jual beli yang dibuat sendiri dan ditandatangani sendiri oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu. Jadi jika diakui kebenarannya, maka kekuatan hukumnya sama dengan akta resmi.

Bukan akta, yaitu suatu surat yang tidak ada tanda tangannya. Misalnya resi, karcis, surat faktur atau catatan yang dibuat oleh suatu pihak. Surat semacam ini kekuatan pembuktiannya diserahkan pada pertimbangan hakim untuk mempercayainya.

ad. 2. Alat Bukti Saksi Saksi merupakan pernyataan seseorang mengenai sesuatu peristiwa atau

kejadian. Suatu kesaksian harus mengenai peristiwa atau kejadian yang dilihat dengan mata kepala sendiri, didengar sendiri dan dialami sendiri. Keterangan yang saksi peroleh dari orang lain, ia tidak mendengarnya atau mengalaminya sendiri, hanya ia dengar dari orang lain tentang kejadian tersebut dinamakan testimonium de auditu.

Testimonium de auditu dalam bahasa Indonesia berarti kesaksian dari pendengaran, juga disebut kesaksian de auditu. Kesaksian de auditu tidak ada harganya sama sekali, akan tetapi keterangan yang demikian itu dapat dipergunakan untuk menyusun persangkaan atau untuk memperlengkapi keterangan saksi-saksi yang bisa dipercayai.31 Dalam undang-undang

31Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktik, (Bandung: Alumni, 1979), hlm. 54.

Page 221: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

209Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata208 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

dinyatakan bahwa keterangan seorang saksi saja tidaklah cukup, harus ditambah dengan alat bukti lain. Hal ini telah disebutkan dalam Pasal 1905 KUH Perdata yang berbunyi: “keterangan seorang saksi saja, tanpa suatu alat bukti lain, di muka Pengadilan tidak boleh dipercaya”. Jadi kesaksian seorang saksi tidak dianggap kesaksian, atau disebut dengan istilah “unus testis nullus testis, apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kalimat itu berarti “satu saksi bukan saksi”32. Orang yang menjadi saksi itu harus disumpah terlebih dahulu dan tidak ada hubungan keluarga, telah dewasa, serta tidak sakit ingatan.

ad. 3. Alat Bukti Persangkaan Di dalam HIR maupun R.Bg tidak dijelaskan secara rinci tentang

persangkaan sebagai alat bukti. Akan tetapi, dijelaskan di dalam Pasal 1915 KUH Perdata yang berbunyi: “Persangkaan-persangkaan ialah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang terkenal ke arah suatu peristiwa yang tidak terkenal”. Menurut C.S.T Kansil, bahwa persangkaan adalah kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan peristiwa-peristiwa yang telah diketahui.33

Berdasarkan ketentuan Pasal 1915 KUH Perdata, maka persangkaan itu terdapat dua macam, yaitu: (1) persangkaan menurut undang-undang, (2) persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang (persangkaan berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik oleh hakim).

Persangkaan menurut undang-undang telah dijelaskan di dalam Pasal 1916 KUH Perdata, yaitu persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang, dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu. Persangkaan menurut undang-undang dikenal juga dengan persangkaan berdasarkan hukum (rechtsvermoedens, preasumptionesyuris). Persangkaan berdasarkan undang-undang ini dapat berupa persangkaan yang memungkinkan adanya pembuktian lawan, dapat juga berupa hal yang tidak dimungkinkan pembuktian lawan.34

Persangkaan-persangkaan semacam itu, menurut Pasal 1916 KUH Perdata adalah di antaranya:

32Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, Ibid.33CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1982), Cetakan keempat, hlm. 321. 34H. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lungkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana, 2005). hlm. 255.

Page 222: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

211Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata210 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal, karena semata-mata demi sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi suatu ketentuan undang-undang;

2. Hal-hal di mana oleh undang-undang diterangkan bahwa hak milik atau pembebasan utang disimpulkan dari keadaan-keadaan tertentu;

3. Kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak;

4. Kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada pengakuan atau kepada sumpah salah satu pihak.

Persangkaan menurut undang-undang dapat terjadi misalnya (1) pembayaran sewa rumah, sewa tanah, sewa sawah, angsuran jaminan bank yang harus dibayar tiap-tiap bulan tertentu, maka dengan adanya tiga surat tanda pembayaran (kuitansi) tiga ansuran terakhir berturut-turut, maka timbul suatu persangkaan bahwa angsuran-angsuran yang sebelumnya telah dibayar lunas, (2) setiap anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan yang sah suami dianggap sebagai ayah dari anak-anaknya.

Sedangkan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang (persangkaan berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik oleh hakim) adalah persangkaan berdasarkan kenyataan atau fakta (fetelijke vermoeden) atau presumptiones facti yang bersumber dari fakta yang terbukti dalam persidangan sebagai pangkal titik tolak menyusun persangkaan; hal ini dilakukan hakim, karena undang-undang sendiri memberi kewenangan kepadanya berupa kebebasan menyusun persangkaan.35

Selanjutnya persangkaan hakim (rechtelijke voermoedens) menurut H. Abdul Manan adalah kesimpulan yang ditarik oleh hakim berdasarkan peristiwa atau kejadian tertentu yang telah terungkap melalui bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak36.

ad. 4. Alat Bukti PengakuanPengakuan merupakan pernyataan sesuatu pihak mengenai peristiwa

tertentu atau sesuatu hak. Munurut H.A. Mukti Arto, pengakuan adalah pernyataan seseorang tentang dirinya sendiri, bersifat sepihak dan tidak

35M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), Cetakan ketiga, hlm. 696.

36H. Abdul Manan, Op.Cit, hlm. 256.

Page 223: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

211Bab 6 | Asas-asas Hukum Perdata210 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

memerlukan persetujuan pihak lain.37 Pengakuan menurut Pasal 1923 KUH Perdata, yaitu yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang dilakukan di muka hakim, dan ada yang dilakukan di luar sidang Pengadilan.

Pengakuan yang diucapkan di hadapan hakim, menurut Pasal 174 HIR/311 R.Bg adalah pengakuan yang memberikan bukti yang sempurna memberatkan orang yang mengucapkannya, baik sendiri maupun dengan bantuan orang lain, yang khusus dikuasakan akan itu.

Pengakuan di luar sidang pengadilan menurut Pasal 175 HIR/312 R.Bg adalah diserahkan kepada pertimbangan dan ingatan hakim akan menentukan gunanya suatu pengakuan dengan lisan, yang dibuat di luar persidangan.

ad. 5. Alat Bukti SumpahSumpah merupakan suatu pernyataan dengan khidmat untuk memberikan

janji atau keterangan dengan dikuatkan atas nama Allah Swt.../Tuhan dan sanggup menerima segala hukumannya.

Menurut ketentuan Pasal 1929 KUH Perdata, bahwa ada dua macam sumpah di muka hakim, yaitu: (1) sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemutusan perkara padanya: sumpah ini dinamakan sumpah pemutus, (2) sumpah yang oleh hakim, karena jabatannya, diperintahkan kepada salah satu pihak.

Sumpah pemutus (decissoireed) dapat diperintahkan tentang segala persengketaan yang berupa apa pun juga, selainnya tentang hal-hal yang para pihak tidak berkuasa mengadakan suatu perdamaian atau hal-hal di mana pengakuan mereka tidak boleh diperhatikan. Sumpah pemutus ini merupakan senjata pemungkas bagi satu pihak yang tidak mengajukan suatu pembuktian.

Sumpah yang diperintahkan oleh hakim dinamakan sumpah supletoir atau sumpah tambahan karena itu dipergunakan oleh hakim untuk menambah pembuktian yang dianggapnya kurang meyakinkan. Hakim dapat memerintahkan sumpah tambahan itu apabila: (1) tuntutan maupun tangkisan tidak terbukti dengan sempurna, (2) tuntutan maupun tangkisan itu juga tidak sama sekali tak terbukti.

37H.A. Mukti Arto, Op.Cit, hlm. 177

Page 224: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PBBab 6 | Asas-asas Hukum Perdata212 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Lewat Waktu (Daluarsa/Verjaring)Menurut Pasal 1946 KUH Perdata, bahwa daluarsa adalah suatu alat

untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Dengan demikian, dengan lewatnya waktu seseorang dapat memperoleh milik atas suatu benda (tak bergerak, acquisitive verjaring Pasal 1963 KUH Perdata). Dapat juga karena lewat waktu seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (extinctive verjaring). Lewat waktu itu diperoleh jika hari terakhir dari jangka waktu yang diperlukan telah lewat.

Page 225: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

213Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana PB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ASAS HUKUM ACARA PIDANA

BAB 7

A. Pengertian, Tujuan dan Asas Hukum Acara PidanaHukum acara pidana disebut juga hukum pidana formal. Hukum acara

pidana adalah himpunan ketentuan-ketentuan tentang tata cara menyidik/mengusut, menuntut, dan mengadili orang yang dianggap melanggar suatu ketentun dalam hukum pidana.1 Menurut R. Soehadi bahwa hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan hukum pidana, mulai dari timbulnya persangkaan adanya suatu perbuatan pidana (tindak pidana) sampai dengan pelaksanaan putusan.2

Kemudian Lili Mulyadi mengemukakan bahwa hukum acara pidana adalah peraturan hukum yang mengatur, menyelenggarakan dan mempertahankan eksistensi ketentuan hukum pidana materiil (materieel strafrecht) guna mencari, menemukan dan mendapatkan kebenaran materiil atau yang sesungguhnya.3

Selanjutnya SM. Amin menjelaskan bahwa:Hukum acara pidana adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas sesuatu ketentuan hukum dalam materiil, berarti memberikan kepada hukum acara ini, suatu hubungan yang mengabdi terhadap hukum materiil.4

1M. Budiato, K. Wantjik Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1981 Dengan Uraian Ringkas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), hlm. 17.

2R. Soehadi, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, (Surabaya: Apollo, t.th), hlm. 173-174.3Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan,

Eksepsi, dan Putusan Peradilan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 4.4S.M. Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1971), Cet.

kedua, hlm. 16.

Page 226: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

215Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 214 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Sedangkan menurut R. Wirjono Prodjodikoro menjelaskan bahwa:Hukum Acara Pidana berhubugan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan Hukum Pidana.5

Jadi berdasarkan beberapa definisi hukum acara pidana tersebut di atas, maka dapatlah dijelaskan bahwa hukum acara pidana merupakan serangkaian peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan hukum pidana materiil di muka pengadilan.

Jika ditelaah definisi hukum acara pidana tersebut, maka antara hukum acara pidana dengan hukum pidana sangat erat hubungannya, sebab hukum acara pidana tidak akan berfungsi/bekerja apabila tidak ada pelanggaran hukum pidana. Keduanya berada dalam suatu kelompok hukum publik yaitu hukum yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan perseorangan.

Adapun tujuan hukum acara pidana menurut Pedoman Penjelasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu sebagai berikut:

Mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secra jujur dan tetap, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.6

Kemudian menurut Andi Hamzah, bahwa tujuan hukum acara pidana mencari dan menemukan kebenaran materiil itu hanya merupakan tujuan antara. Artinya ada tujuan akhir yaitu yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum Indonesia, dalam hal ini, mencapai suatu masyarakat yang tertib, tenteram, damai, adil dan sejahtera7. Selanjutnya R.Soesilo menjelaskan bahwa tujuan hukum acara pidana pada hakikatnya memang mencari kebenaran.8

5R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Di Indonesia, (Bandung: Sumur, 1983), Cet. kesebelas, hlm. 20.

6Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Departemen Kehakiman Republik Indonesia, 1982), Cet. Ketiga, hlm. 1.

7Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), Cet. Kedua, hlm. 19.

8R. Soesilo, Hukum Acara Pidana (Prosedur penyelesaian perkara pidana menurut KUHAP bagi Penegak Hukum), (Bogor: Politeia, 1982), hlm. 19.

Page 227: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

215Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 214 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Dalam mencari kebenaran materiil itu, maka hukum acara pidana menggunakan bermacam-macam ilmu pengetahuan, yaitu logika, psikologi, kriminalistik, psikiatri, dan kriminologi, agar supaya jangan sampai terdapat kekeliruan-kekeliruan dalam memidana orang. Harus dijaga jangan sampai rakyat umum mendapat kesusahan karena kekeliruan memidana orang yang tidak bersalah.

Hakikat kebenaran materiil yang ingin dicapai oleh hukum acara pidana ini merupakan manifestasi dari fungsi hukum acara pidana, yaitu (a) mencari dan menemukan kebenaran, (b) pemberian keputusan oleh hakim, (c) pelaksanaan keputusan.9

Sedangkan asas hukum acara pidana menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka asas hukum acara pidana adalah sebagai berikut:

a. Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of innocence) terhadap setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau di hadapan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

b. Asas adanya perlakuan sama terhadap diri setiap orang di muka hukum/hakim dengan tanpa perlakuan yang berbeda.

c. Asas adanya penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan harus berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi oleh un- dang-undang dan hanya untuk cara yang diatur oleh undang-undang;

d. Asas kepada seorang yang ditangkap, ditahan dan dituntut atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau kekeliruan baik mengenai orangnya atau penerapan hukum wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan, dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar maka akan dituntut, dipidana dan/atau dikenakan sanksi administratif.

9Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm. 11.

Page 228: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

217Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 216 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

e. Pengadilan dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan.

f. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan adanya kehadiran terdakwa.

g. Asas oportunitas10 dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum.

h. Asas pemeriksaan sidang pengadilan dilakukan secara terbuka untuk umum kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditentukan undang-undang dan ancaman batal demi hukum apabila tidak dilakukan secara demikian.

i. Asas bahwa setiap orang yang tersangkut perkara pidana wajib memperoleh bantuan hukum dan didampingi oleh penasihat hukum dari tingkat penyidikan sampai peradilan.

j. Asas pemeriksaan hakim di sidang pengadilan secara langsung dan lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti para saksi dan terdakwa.

k. Asas pelaksanaan putusan pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum dan pengawasan, pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

l. Asas accusatoir dan inquisitoir.11

B. Sejarah Singkat Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, berlakulah Inlandsch Reglemen atau Reglemen Bumiputra yang biasa disingkat IR dengan stbl 1848 No. 16. yang berisikan hukum acara perdata dan hukum acara pidana di muka Pengadilan “Landraad”, bagi golongan penduduk Indonesia dan Timur Asing.

Selanjutnya IR (Inlandsch Reglement) selanjutnya diperbarui, sehingga menjadi Herziene Inlandsch Reglemen (HIR) atau Reglemen Bumiputra yang diperbaharui dengan Staatsblad Nomor 44 Tahun 1941.

10Asas hukum yang memberikan wewenang kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum. A.Z. Abidin dalam Andi Hamzah, Op.Cit, hlm. 25.

11Accusatoir arti kata “menuduh”. Jadi seseorang yang telah didakwa melakukan suatu tindak pidana di mana dalam proses dan prosedur serta sistem pemeriksaan terdakwa dianggap sebagai subjek berhadapan dengan pihak kepolisian atau kejaksaan, sedemikian rupa, sehingga kedua belah pihak itu masing-masing mempunyai hak-hak yang sama nilainya dan hakim berada di atas kedua belah pihak itu untuk menyelesaikan soal perkara pidana antara mereka menurut peraturan hukum pidana yang berlaku. Inquisitoir arti kata pemeriksaan, menganggap si tersangka sebagai suatu barang, suatu objek yang harus diperiksa ujudnya berhubung dengan suatu pendakwaan. Lilik Mulyadi, Op.Ct, hlm. 8.

Page 229: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

217Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 216 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Sebagaimana telah diketahui, bahwa HIR adalah produk di zaman kolonial Belanda yang mencerminkan politik hukum kolonial, sehingga HIR itu tidak sesuai lagi dengan perkembangan, budaya bangsa Indonesia, dan cita-cita hukum nasional. Oleh karena itu, perlu dibentuk undang-undang hukum acara pidana yang bersifat nasional untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta kewajiban bagi mereka yang ada dalam proses pidana, sehingga dengan demikian dasar utama negara hukum dapat ditegakkan.

Adapun undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang kemudian disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, disingkat KUHAP. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ini disahkan oleh sidang paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981, yang selanjutnya disahkan oleh Presiden pada tanggal 31 Desember 1981, dengan Lembaran Negara 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209.

Kitab undang-undang ini tidak saja memuat ketentuan tentang tata cara dari suatu proses pidana, akan tetapi juga memuat hak dan kewajiban dari mereka yang tersangkut dalam proses pidana dan memuat pula ketentuan baru yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Penyidikan;

2. Bantuan Hukum;

3. Praperadilan;

4. Penuntutan;

5. Ganti rugi dan rehabilitasi;

6. Peninjauan kembali;

7. Pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan.

C. Ruang Lingkup Kegiatan Hukum Acara PidanaAdapun ruang lingkup kegiatan hukum acara pidana meliputi hal-hal

sebagai berikut, yaitu (1) penyidikan perkara pidana; (2) penuntutan perkara pidana; (3) peradilan perkara pidana; (4) pelaksanaan keputusan hakim.12

12R. Soesilo, Op.Cit, hlm. 22.

Page 230: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

219Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 218 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Penyidikan perkara pidana adalah tugas yang dilakukan oleh Polisi Republik Indonesia dan pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Senada dengan penjelasan tersebut telah disebutkan di dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP, bahwa ada 2 (dua) macam badan yang dibebani wewenang penyidikan, yaitu: (a) pejabat polisi negara Republik Indonesia, dan (b) pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.13

Kemudian pengertian penyidikan di dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.14 Misalnya adanya laporan tentang pencurian, perampokan, penganiayaan, pembunuhan, perzinaan, penggelapan dan lain sebagainya, mulai dari hal yang belum jelas atau gelap menjadi jelas atau terang, terang dalam arti bahwa unsur-unsur tindak pidana untuk menuntut kejadian itu di muka hakim menjadi lengkap dan dapat ditemukan tersangkanya.

Penuntutan perkara pidana merupakan tugas yang dilakukan oleh Jaksa.15 Penuntutan menurut Pasal 1 butir 7 KUHAP adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.16 Apabila telah dilakukan penuntutan perkara, maka proses penyidikan telah selesai dan menyerahkan pemeriksaan kepada hakim, kemudian akhirnya diputuskan oleh hakim.

Peradilan perkara pidana merupakan tugas daripada pengadilan. Peradilan menurut R.Soesilo adalah pemutusan perselisihan yang timbul, baik antara warga negara yang satu sama yang lain, maupun antara warga negara dan pemerintah, ataupun antara alat-alat pemerintah sesamanya.17

Mengadili menurut Pasal 1 butir 9 KUHAP adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan

13M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, Op.Cit, hlm. 37.14M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, Ibid, hlm. 31.15Adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut

umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1butir 6 a KUHAP).

16M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, Ibid, hlm. 32.17R. Soesilo, Op.Cit, hlm. 80.

Page 231: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

219Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 218 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.18

Mengadili yakni memeriksa dan mencari bukti-bukti yang cukup untuk menentukan, (a) benarkah perbuatan yang telah terjadi dan didakwakan kepada terdakwa itu merupakan suatu perbuatan pidana?, (b) benarkah terdakwa cukup bukti kesalahannya telah melakukan perbuatan pidana itu? dan (c) jika benar, selanjutnya menjatuhkan pidana yang setimpal kepada terdakwa atas kesalahannya itu.

Pelaksanaan keputusan hakim atau yang sering disebut dengan eksekusi merupakan tugas dari kejaksaan. Pelaksanaan keputusan hakim atau eksekusi dapat dilaksanakan, jika sudah mendapat kekuatan hukum yang tetap.

Melaksanakan keputusan hakim adalah menyelenggarakan agar supaya segala sesuatu yang tercantum dalam surat keputusan hakim itu dapat dilaksanakan.19 misalnya jika keputusan itu berisi pembebasan terdakwa, maka terdakwa itu segera dibebaskan/dikeluarkan dari tahanan, jika berisi pemidanaan, maka terpidana menjalani pidananya di rumah tahanan negara atau di lembaga pemasyarakatan.

D. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan dan Alat BuktiPemeriksaan di sidang Pengadilan bertujuan untuk meneliti dan menguji

apakah suatu tindak pidana benar-benar terjadi, dan apakah bukti-bukti yang diajukan itu sah atau tidak, dan apakah pasal dalam KUHP yang dilanggar itu sesuai dengan perumusannya dengan tindak pidana yang telah terjadi itu.

Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan tersangka telah dianggap sebagai subjek yang berarti telah mempunyai kedudukan sebagai pihak yang sederajat dengan penuntut umum. Dengan demikian, sifat pemeriksaannya adalah accusatoir.

Apabila pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu merupakan wewenangnya, maka ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan sidang. Selanjutnya hakim memerintahkan kepada penuntut umum untuk memanggil terdakwa dan saksi supaya datang di sidang pengadilan.

18M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, Loc-Cit.19R. Soesilo, Op.Cit, hlm. 23.

Page 232: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

221Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 220 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Setelah hari telah ditetapkan, maka pengadilan bersidang, yang dipimpin oleh hakim ketua dan dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi. Pada saat majelis hakim hendak membuka sidang, harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”, kecuali dalam pemeriksaan perkara kesusilaan atau perkara terdakwanya anak-anak, sidang dilakukan dengan “pintu tertutup”. Hal ini dijelaskan di dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP, bahwa untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.20

Di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan tersangka atau terdakwa harus hadir, jika terdakwa tidak hadir, maka pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan. Menurut Pasal 154 ayat (1) KUHAP bahwa hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.21 Bebas yang dimaksudkan di sini adalah keadaan yang tidak dibelenggu tanpa mengurangi pengawalan.

Setelah hakim membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum, hakim ketua memeriksa identitas terdakwa, yakni menanyakan tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan, dan selanjutnya hakim ketua sidang memberikan nasihat dan anjuran kepada terdakwa untuk memerhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di dalam persidangan.

Selanjutnya hakim ketua sidang meminta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaannya. Sesudah selesai dibacakan surat dakwaan oleh penuntut umum, maka hakim ketua menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar memahami isi surat dakwaan. Jika terdakwa belum mengerti, menurut ketentuan Pasal 155 ayat (2) huruf b, maka penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.

Pada tahap selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 156 KUHAP, memberikan wewenang kepada terdakwa atau advokatnya untuk mengajukan eksepsi (keberatan)22. seperti pengadilan tidak berwenang mengadili

20M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Op.Cit, hlm. 91.21M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Ibid.22Adalah tangkisan (plead) atau pembelaan yang tidak mengenai atau tidak ditujukan terhadap

materi pokok surat dakwaan, tetapi keberatan atau pembelaan ditujukan terhadap cacat formal yang melekat pada surat dakwaan. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Cet. Kedelapan, hal. 123.

Page 233: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

221Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 220 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

perkaranya, dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima. Apabila hal ini terjadi, maka setelah kepada penuntut umum diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya, hakim mulai mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan sela/penetapan atau atas keberatan tersebut hakim berpendapat baru diputus setelah selesai pemeriksaan perkara maka sidang dilanjutkan.

Proses selanjutnya adalah pemeriksaan saksi. Menurut Pasal 160 KUHAP mengatakan bahwa:

(1) a. Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukumnya.

b. Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang mejadi saksi.

c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan

perkara dan/atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau belum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

(2) Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan kepercayaan, selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan yang menjadi dasar dakwaan, serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat ke berapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya.

(3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.

(4) Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan.23

Adapun majelis hakim atau hakim tunggal dalam memeriksa dan memutus perkara pidana sekurang-kurangnya dari dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan, bahwa suatu perbuatan pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.

23M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Op.Cit, hlm.94-95.

Page 234: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

223Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 222 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP yaitu:

1. Keterangan saksi,

2. Keterangan ahli,

3. Surat,

4. Petunjuk,

5. Keterangan terdakwa.24

ad. 1. Keterangan SaksiSecara umum pengertian keterangan saksi telah dicantumkan di dalam

Pasal 1butir 27 KUHAP, yang menyatakan bahwa keterangan saksi ialah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.25

Oleh karena itu, pendapat atau rekaan yang diperoleh dari hasil pemikirannya saja, bukan merupakan keterangan saksi. Menurut penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu. Jadi kesaksian yang didengar dari orang lain (testimonium de auditu) tidak diakui oleh undang-undang sebagai alat bukti yang sah, dengan kata lain tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti.

Dalam istilah sehari-hari saksi itu ada yang disebut dengan istilah saksi a charge dan ada juga yang dinamakan dengan saksi ade charge. Saksi a charge yaitu saksi yang memberatkan terdakwa, sedangkan saksi ade charge adalah saksi yang meringankan atau menguntungkan terdakwa.

ad. 2. Keterangan AhliKeterangan ahli menurut Pasal 186 KUHAP adalah apa yang seorang

ahli nyatakan di sidang pengadilan.26 Dengan demikian, keterangan ahli itu harus dinyatakan dalam sidang.

Selanjutnya di dalam penjelasan Pasal 186 KUHAP disebutkan bahwa keterangan ahli ini juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh

24M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Ibid, hlm. 103.25M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Ibid, hlm. 35.26M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Ibid, hlm. 104.

Page 235: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

223Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 222 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu laporan dan dibuat dengan mengingat keterangan ahli menurut Pasal 1huruf 28 KUHAP adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.27

Seorang ahli dapat memberikan keterangan berbentuk tertulis yang dapat digunakan sebagai alat bukti surat. Ahli tersebut dapat digunakan sebagai saksi jika memberi keterangan di dalam sidang. Sebaliknya, keterangan tertulis yang diberikan oleh saksi merupakan alat bukti “surat”.

ad. 3. Alat Bukti SuratDi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hanya

terdapat satu pasal saja yang mengatur mengenai alat bukti surat, yaitu Pasal 187.

Di dalam Pasal 187 KUHAP disebutkan sebagai berikut:

Surat sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;

b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;

d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.28

Adapun surat yang dimaksud oleh Pasal 187 KUHAP itu pada umumnya adalah surat yang termasuk “akta-akta autentik/autentik yang tercantum pada Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu suatu akta

27M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Ibid, hlm. 35.28M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, Ibid, hlm. 105.

Page 236: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

225Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 224 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan seorang pegawai umum yang berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu dibuatnya. Misalnya, akta notaris, putusan/penetapan hakim, berita acara-berita acara dan lain sebagainya.

ad. 4. Alat Bukti PetunjukAlat bukti petunjuk menempati pada urutan keempat menurut Pasal

184 KUHAP. Alat bukti petunjuk telah dijelaskan di dalam Pasal 188 KUHAP yang berbunyi:

(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:

a. keterangan saksi;

b. surat;

c. keterangan terdakwa.

(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif bagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.29

Adapun kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa sifat dan kekuatannya dengan alat bukti yang lain. Sebagaimana telah dijelaskan tentang kekuatan pembuktian keterangan saksi, keterangan ahli, dan alat bukti surat, hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian “yang bebas”.

1. hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu, hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya pembuktian;

2. petunjuk sebagai alat bukti, tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa, dia tetap terikat kepada prinsip batas minimum pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup, harus didukung dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti yang lain.30

29M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, Ibid.30M.Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 317.

Page 237: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

225Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 224 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ad. 5. Alat Bukti Keterangan TerdakwaAlat bukti keterangan terdakwa telah diatur di dalam Pasal 189 KUHAP

yang berbunyi:

(1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

(2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.

(3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.

(4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.31

Dalam pemeriksaan di sidang kemungkinan terdakwa tidak mau menjawab/diam atau menolak memberikan jawaban. Hal yang demikian ini tidak boleh diterima sebagai bukti bahwa ia mengakui kesalahannya. Dalam hubungannya dengan ini, Pasal 175 KUHAP menjelaskan bahwa “jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan”.32

Oleh karena itu, keterangan terdakwa benar-benar tuntas dalam arti tidak cukup umpamanya pengakuan atas perbuatan yang didakwakan akan tetapi segala keterangan mengenai perbuatan yang dilakukannya dan cara-cara melakukannya.

Setelah pemeriksaan alat-alat bukti dinyatakan selesai, maka selanjutnya Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan secara tertulis, dan harus mempertimbangkan unsur-unsur yang mana terbukti dan unsur-unsur mana yang tidak terbukti dari sudut dakwaannya, dan selanjutnya tentang pemidanaan yang dimintakan kepada hakim yang memeriksa perkara tersebut, serta turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

Penuntut umum dalam menyusun tuntutannya harus memerhatikan juga faktor-faktor yang memberatkan dan faktor yang meringankan. Faktor

31M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, Op.Cit, hlm. 106.32M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Ibid, hlm. 99-100.

Page 238: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

227Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 226 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

yang memberatkan dan meringankan menurut Djoko Prakoso, dan Iketut Murtika, yaitu:

Faktor yang memberatkan antara lain:

- terdakwa sudah pernah dihukum;

- perbuatan terdakwa sangat tercela;

- terdakwa telah menikmati hasil;

- terdakwa mungkir atas dakwaan jaksa, sehingga memperlambat jalannya sidang, dan

Faktor yang meringankan antara lain:

- terdakwa masih muda;

- terdakwa belum pernah dihukum;

- terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;

- terdakwa bersikap sopan dalam persidangan;

- terdakwa menyesali atas perbuatasnnya.33

Setelah penuntut umum selesai membacakan tuntutan pidananya (requisitoir-nya), maka selanjutnya penasihat hukum/terdakwa mengajukan pembelaan (pledoi). Dalam hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 182 ayat (1), b, dan c KUHAP, yang berbunyi:

b. Selanjutnya terdakwa dan/atau penasihat hukum mengasjukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir;

c. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.34

Pembelaan dalam praktik adalah surat resmi yang dibuat, dibacakan dan disampaikan oleh penasihat hukum (advokasi) dan/atau terdakwa dalam persidangan pada hakim.

Menurut Luhut M.P. Pangaribuan pledoi adalah:Hak yang berisi tanggapan dan sanggahan atas rekuisitor penuntut umum (jaksa), pertama apakah pernyataannya mengenai fakta yaitu keterangan-keterangan yang didapat dari alat-alat bukti yang diajukan

33Djoko Prakoso, Iketut Murtika, Op.Cit, hlm.37-38.34M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, Op.Cit, hlm.102.

Page 239: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

227Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 226 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

selama persidangan benar, kedua, apakah sungguh-sungguh benar fakta-fakta itu semua telah memenuhi unsur-unsur delik sebagaimana didakwakan di awal persidangan; ketiga, apakah tidak ada faktor-faktor (dasar) yang menghilangkan sifat pidana (Strafluitsluiting gronden) dan terakhir, apakah tidak ada faktor-faktor yang meringankan.35

Setelah hakim memperoleh keyakinan dengan alat-alat yang sah akan kebenaran tersebut, maka hakim akan memperimbangkan hukuman apa yang akan dijatuhkan.

E. Putusan Pengadilan dan Upaya Hukum

1. Putusan PengadilanMenurut Pasal 1angka 11 KUHAP disebutkan bahwa putusan pengadilan

adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.36 Dengan demikian dapatlah dijelaskan bahwa putusan hakim merupakan akhir dari proses persidangan pidana untuk tahap pemeriksaan di pengadilan.

Adapun bentuk isi keputusan hakim menurut Pasal 1 angka 11 KUHAP tersebut terdiri dari:

1. Pemidanaan atau penjatuhan pidana,

2. Bebas, dan

3. Lepas dari segala tuntutan hukum.

Putusan pemidanaan merupakan putusan hakim yang dijatuhkan kepada terdakwa, karena terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum apa yang didakwakan oleh Penuntut Umum dalam surat dakwaannya itu. Jika terdakwa belum berumur 16 tahun, maka berdasarkan Pasal 45 KUHP hakim bebas memilih salah satu dari tiga macam tindakan terhadap terdakwa, yaitu (1) menjatuhkan pidana, (2) menyerahkan terdakwa kepada orang tuanya/walinya, dan (3) menyerahkan kepada pemerintah agar terdakwa dipelihara dalam tempat pendidikan sampai umur 18 tahun.

35Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana Surat-surat Resmi di Pengadilan oleh Advokat, (Jakarta: Djambatan, 2002), hlm.48.

36M. Budiarto, K. Wantjik Saleh, Op.Cit, hlm. 32-33.

Page 240: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

229Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 228 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Putusan berbas yaitu putusan hakim jika tindak pidana yang disebutkan di dalam surat dakwaan Penuntut Umum baik sebagian maupun seluruhnya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, yaitu keputusan hakim jika perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, akan tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana.

2. Upaya HukumUpaya hukum merupakan hak terdakwa atau penuntut umum

untuk menolak putusan pengadilan negeri/hakim, dengan tujuan untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh pengadilan negeri/hakim tersebut.

Upaya hukum menurut Syarifuddin Pettenasse adalah alat untuk melawan putusan pengadilan (vonnis) apabila terdakwa atau penuntut umum tidak menerima putusan pengadilan.37 Kemudian Lilik Mulyadi mengatakan, bahwa upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan.38

Jadi berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa upaya hukum adalah usaha untuk memperbaiki kekeliruan dalam suatu keputusan hakim dalam rangka memperoleh kebenaran dan keadilan.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membedakan upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam Bab XVII pada Pasal 223 sampai dengan Pasal 258 KUHAP, sedangkan upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII pada Pasal 259 sampai dengan Pasal 269 KUHAP.

a. Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kesatu tentang pemeriksaan banding, dan bagian kedua tentang pemeriksaan kasasi.

1) Pemeriksaan Tingkat BandingHak terdakwa atau penuntut umum untuk mohon pemeriksaan banding

ini dasarnya telah disebutkan dalam Pasal 21 ayat (1),(2) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:

37Syarifuddin Pettenasse, Hukum Acara Pidana, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 1977), hlm.223.

38Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm.223

Page 241: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

229Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 228 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

(1) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat mintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.

(2) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.

Pemeriksaan tingkat banding ini pada dasarnya adalah pemeriksaan ulangan dari pemeriksaan oleh pengadilan negeri. Dengan demikian memeriksa kembali semua fakta-fakta yang ada tanpa kehadiran para pihak, sehingga pengadilan tinggi sering disebut judex factie.

Permohonan banding (terdakwa/pengacara atau penuntut umum) ditujukan kepada Pengadilan Tinggi melalui panitera pengadilan negeri yang memutus perkaranya dan diajukan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan di jatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (lihat Pasal 233 ayat (2) KUHAP).

Tempo selama 7 (tujuh) hari adalah kesempatan untuk berpikir bagi terdakwa/pengacara atau penuntut umum apakah akan naik banding kepada Pengadilan Tinggi atau akan menerima saja keputusan pengadilan negeri tersebut.

Apabila terdakwa/pengacara atau penuntut umum merasa puas atas putusan pengadilan negeri tersebut dan menerimanya, maka keputusan tersebut sudah dapat dijalankan oleh penuntut umum. Atau terdakwa/pengacara mohon agar supaya menjalankan keputusan itu ditunda dulu selama 14 (empat belas) hari lagi karena ia akan mengajukan grasi atau permohonan ampun kepada presiden.

Jika terdakwa/pengacara atau penuntut umum tidak puas dengan keputusan Pengadilan Negeri, dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, dan tidak wajib mengajukan memori banding. Pengadilan Tinggi dalam praktiknya hanya memeriksa dari berkas perkara, sekalipun ada wewenang untuk mendengarkan para pihak dan saksi. Upaya hukum banding terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan cepat tidak dapat dilakukan (Pasal 67 KUHAP).

Terhadap putusan bebas (Vrijspraak/Acquitted) telah dijelaskan di dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP, apabila kesalahan terdakwa sesuai dengan

Page 242: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

231Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 230 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

perbuatan yang didakwakan kepadanya, “tidak terbukti secara sah dan meyakinkan”. Terhadap putusan bebas yang demikian tidak dapat diajukan permintaan banding.

Terhadap putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Onslag Van Rechts Vervolging) telah diatur di dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP, yakni apabila pengadilan berpendapat apa yang didakwakan terhadap terdakwa memang terbukti, akan tetapi perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana.

Terhadap putusan acara cepat, baik perkara yang diperiksa dengan acara tindak pidana ringan maupun acara pelanggaran lalu lintas jalan, tidak dapat dimintakan banding, kecuali apabila putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan.

Dalam ketiga hal ini, permintaan banding tidak dapat diajukan, sehingga terhadap putusan-putusan ini hanya cukup diperiksa oleh Pengadilan Negeri dalam tingkat pertama dan tingkat terakhir. Tidak ada alternatif lagi untuk menguji dan mengoreksi putusan tersebut. Hal seperti ini, sungguh sangat tidak wajar, dan benar-benar tidak dapat dipertanggung jawabkan. Kenyataan masyarakat kurang dapat menerima jika putusan bebas tidak dapat dimintakan banding.

Oleh karena itu, untuk pihak eksekutif (dalam hal ini Departemen Kehakiman) maupun Mahkamah Agung sebagai kekuasaan tertinggi peradilan, menyadari “akibat negatif” yang mungkin timbul dari kekuasaan yang diberikan undang-undang terhadap putusan bebas. Maka terlepas dari larangan yang diatur dalam Pasal 244 KUHAP, kedua instansi ini mengambil jalan keluar dari ketentuan tersebut. Jalan keluar dimaksud, memberi kemungkinan bagi Mahkamah Agung untuk memeriksa putusan bebas dalam peradilan kasasi atas permintaan penuntut umum.

Departemen Kehakiman dan Mahkamah Agung mengambil sikap, terhadap putusan bebas mutlak tidak dapat dimintakan banding, tetapi langsung dapat diminta kasasi.39 Departemen Kehakiman mengambil langkah ini telah disebutkan di dalam angka 19 Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman Nomor. M.14-PW.07.03 Tahun 1983. Angka 19 Lampiran tersebut memberi pedoman tentang: putusan bebas dalam hubungannya dengan

39M.Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 461.

Page 243: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

231Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 230 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

banding dan kasasi. Petunjuk pedoman itu tetap bertitik tolak dari ketentuan Pasal 67 dan Pasal 244 KUHAP.

Berdasarkan kedua ketentuan pasal ini (Pasal 67, dan Pasal 244 KUHAP) dapat ditarik pedoman pelaksanaan yang harus diterapkan dalam kehidupan peradilan yakni:

1. terhadap putusan bebas “tidak dapat dimintakan banding”;

2. tetapi berdasar situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas “dapat dimintakan kasasi”;

3. hal ini akan didasarkan pada yurisprudensi.

2) Pemeriksaan Tingkat KasasiDalam penjelasan umum alinea terakhir ditegaskan, “KUHAP memuat

pula hukum acara pidana Mahkamah Agung setelah dicabutnya Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1951 oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965”. Berarti pemeriksaan perkara pidana oleh Mahkamah Agung pada peradilan kasasi, mempergunakan ketentuan yang diatur dalam KUHAP sebagai hukum acara, seperti yang diatur dalam Bagian Kedua Bab XVII, mulai dari Pasal 244 sampai dengan Pasal 258.

Kasasi menurut R. Soesilo adalah jalan hukum untuk melawan keputusan-keputusan hakim tingkat tertinggi yaitu keputusan-keputusan yang tidak dapat dimintakan banding, baik oleh karena memang tidak diperbolehkan oleh undang-undang, maupun karena kesempatan banding itu telah dipergunakan.40

Pemeriksaan untuk kasasi ini diatur dalam Pasal 244 sampai Pasal 258 KUHAP. Ketentuan yang menjadi dasar kasasi adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 pada Pasal 11 ayat (2 a) yang berbunyi: “mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung”.

Pemeriksaan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa atau penuntut umum. Permohonan harus disampaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah pemberi tahuan putusan.

40R. Soesilo, Hukum Acara Pidana,(Bogor: Politeia, 1982), hlm. 134.

Page 244: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

233Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 232 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Sebagai contoh misalnya, putusan Pengadilan Tinggi diberitahukan kepada terdakwa pada tanggal 1 Februari. Berarti tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi adalah 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan tersebut. Jadi batas terakhir bagi terdakwa mengajukan permohonan kasasi, jatuh pada tanggal 15 Februari. Lewat dari batas waktu tersebut, berakibat “gugur hak” terdakwa mengajukan permohonan kasasi. Tidak ada perbedaan tenggang waktu untuk Jawa dan luar Jawa.

Agar permohonan kasasi dapat dipakai sebagai dasar pemeriksaan dalam tingkat kasasi oleh pemohon kasasi wajib diajukan memori/risalah kasasi yang membuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah mengajukan permintaan tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang memberikan surat tanda terima.

Sebagai contoh misalnya, pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi disampaikan panitera kepada terdakwa pada tanggal 1 Februari. Oleh karena itu, batas waktu mengajukan permohonan kasasi jatuh pada tanggal 15 Februari. Jika dimisalkan terdakwa mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 6 Februari. Berarti tenggang waktu dan batas terakhir menyampaikan memori kasasi adalah dalam waktu 14 hari, terhitung sejak 6 Februari. Jadi tenggang waktu menyerahkan memori kasasi dalam contoh ini adalah tanggal 20 Februari. Lewat dari jangka waktu itu, sudah terlambat menyampaikan memori kasasi.

Permohonan kasasi dapat dicabut selama perkara belum diputus oleh Mahkamah Agung, dan apabila permohonan tersebut sudah dicabut, maka tidak dapat diajukan lagi. Dengan demikian, permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali saja.

Dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP menyebutkan, bahwa:

Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menetukan:

a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;

c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.41

41M. Budiatro, K.. Wantjik Saleh, Op.Cit, hlm.131.

Page 245: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

233Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 232 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

b. Upaya Hukum Luar Basa

1) Kasasi Demi Kepentingan Hukum Kasasi demi kepentingan hukum dalam KUHAP telah diatur dalam Pasal

259 sampai dengan Pasal 262 KUHAP. Dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP berbunyi; ”demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selaian daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung”.42

Selanjutnya Soedirjo pernah mengatakan, bahwa kasasi luar biasa sebagaimana kasasi biasa dijalankan untuk melayani peradilan kasasi agar semua hukum diterapkan secara benar dan tepat, dengan demikian menjamin adanya kesatuan dalam peradilan,43 oleh karena ada kemungkinan, bahwa para hakim yang bermacam-macam itu menafsirkan hukum yang dipakai berbeda beda, sehingga tidak bermanfaat bagi kebaikan kesatuan hukum dalam negara.

Kasasi demi kepentingan hukum dengan tegas dikatakan tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan, sebab tujuan ketentuan tersebut agar konsistensi hukum dapat dipertahankan dan tidak menjadi preseden yang buruk yang kemungkinan akan diikuti. Jadi semuanya untuk hukum dan bukan hukuman untuk terdakwa.

Adapun letak perbedaan antara kasasi demi kepentingan hukum dengan peninjauan kembali adalah pada upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum, hanya dapat diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan pada upaya hukum peninjauan kembali, tidak hanya terbatas terhadap putusan Pengadilan Negeri dan/atau putusan Pengadilan Tinggi saja , akan tetapi juga dapat diajukan terhadap putusan Mahkamah Agung.

Kasasi demi kepentingan hukum hanya diperbolehkan satu kali saja. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa kesalahan hanya dapat diperbaiki satu kali saja. Salah atau tidak salah putusan Mahkamah Agung, tidak menjadi masalah lagi.

Tenggang waktu pengajuan pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum yang diatur di dalam Pasal 259 sampai dengan Pasal 262 KUHAP tidak ada menyinggung masalah tenggang waktu. Demikian juga di dalam

42M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, ibid, hlm.133.43Soedirjo, Kasasi Dalam Perkara Pidana (Sifat dan Fungsi), (Jakarta: Akademika

Pressindo, 1984), hlm. 86.

Page 246: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

235Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 234 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

buku pedoman pelaksanaan KUHAP, maupun dalam tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP, persoalan tenggang waktu tidak dapat dibicarakan. Akan tetapi, di dalam permohonan kasasi biasa menurut Pasal 245 ayat (1) KUHAP membicarakan secara tegas tenggang waktu, yakni selambat-lambatnya dalam 14 hari sesudah putusan yang meminta kasasi diberitahukan kepada terdakwa. Begitu juga halnya di dalam upaya hukum peninjauan kembali, undang-undang memberi penegasan tentang batas tenggang waktu. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 264 ayat (3) KUHAP yang mengatakan bahwa permintaan peninjauan kembali “tidak dibatasi” dengan suatu jangka waktu. Kapan saja dapat diajukan permintaan peninjauan kembali.

Oleh karena itu, masalah tenggang waktu ini menurut M. Yahya Harahap lebih objektif konsisten dengan ketentuan Pasal 264 ayat (3) KUHAP. Titik tolak pemikiran yang melandasi pendirian itu dapat kita utarakan sebagai berikut:

1. Baik upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum maupun upaya peninjauan kembali adalah merupakan rumpun dan genus yang sama dalam bentuk lembaga “lembaga hukum luar biasa”. Hanya spesifikasinya saja yang dipecah dalam dua jenis. Yang satu disebut kasasi demi kepentingan hukum sedang yang satu lagi dinamai peninjauan kembali.

2. Motivasi juga sama-sama bertujuan untuk mengoreksi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

3. Objeknya juga serupa, sama-sama ditujukan untuk memeriksa putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.44

Apabila ada keputusan Mahkamah Agung dalam kasasi demi kepentingan hukum mengandung kekeliruan hukum, maka jalan yang harus ditempuh untuk memperbaikinya adalah melalui “peninjauan kembali”, sebab berdasarkan Pasal 263 KUHAP, peninjauan kembali terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, dapat diajukan terhadap semua putusan pengadilan, termasuk putusan Mahakam Agung sendiri. Jadi terhadap perkara yang telah pernah diputus Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi demi kepentingan hukum, masih tetap terbuka kemungkinan untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.

44M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 614.

Page 247: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

235Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 234 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

2) Peninjauan Kembali Keputusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum TetapUpaya hukum tersebut di atas telah diatur di dalam Pasal 263 sampai

dengan Pasal 269 KUHAP. Dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP ditentukan yang mengajukan permohonan peninjauan kembali adalah: (1) terpidana; dan (2) ahli warisnya. Putusan pengadilan yang dapat diajukan permintaan peninjauan kembali adalah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.

Prosedur pengajuan peninjauan kembali adalah sebagai berikut. Permintaan peninjauan kembali ditujukan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus perkaranya (Pasal 264 ayat (1) KUHAP). Selanjutnya panitera akan mencatat permohonan tersebut dalam surat keterangan yang ditanda- tangani oleh panitera dan pemohon (Pasal 264 ayat (2), Pasal 245 ayat (2) KUHAP). Pengajuan permohonan peninjauan kembali tidak dibatasi oleh tenggang waktu (Pasal 264 ayat (3) KUHAP).

Tembusan pengiriman ini disampaikan kepada pemohon dan penuntut umum. Apabila yang dimohonkan peninjauan kembali ini putusan pengadilan tinggi, maka tembusan ini juga dikirim kepada pengadilan tinggi. Apabila permohonan peninjauan kembali pemohon tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP, Mahkamah Agung menyatakan, bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat diterima, dan apabila membenarkan alasan pemohon, maka Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menyatakan putusan yang dapat berupa:

1. Putusan bebas,

2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum,

3. Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum,

4. Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tersebut tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.

Adapun alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali telah disebutkan dalam Pasal 263 ayat (2) dan (3) yaitu:

Page 248: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

237Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 236 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pasal 263 (2). Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:

a. Apabila terdapat keadaan baru (novum) yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

b. Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.

c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Pasal 263 (3). Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.45

Selain upaya hukum yang telah disebutkan di atas, menurut Pasal 14 UUD 1945 Presiden mempunyai hak memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.

Grasi adalah hak Presiden untuk memberikan ampunan kepada orang-orang hukuman karena pertimbangan-pertimbangan kepantasan. Menurut Nawawi, bahwa grasi itu ada dua macam, yaitu:

a. remisi, yaitu penghapusan sebagian dari hukuman misalnya dihukum 12 tahun Presiden memberi remisi menjadi 8 tahun;

b. komutasi, yaitu perubahan macam hukuman misalnya, hukuman berat menjadi hukuman ringan atau hukuman badan menjadi hukuman denda.46

Amnesti ialah hak yang diberikan kepada presiden untuk menghapuskan hak penuntutan dari penuntut umum dan penghentiannya dan sekaligus penghapusan hak (menyuruh) melaksanakan pidana dari penuntut umum terhadap pelaku-pelaku dari suatu tindak pidana tertentu demi kepentingan negara.

45M. Budiarto, K.Wantjik Saleh, Op.Cit, hlm. 135.46Nawawi, Teknik dan Strategi Membela Perkara Perdata, (Jakarta: Fajar Agung, 1987),

hlm.93.

Page 249: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

237Bab 7 | Asas Hukum Acara Pidana 236 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Abolisi adalah hak yang diberikan kepada presiden untuk menghapuskan hak penuntutan dari penuntut umum dan penggantiannya apabila sudah dimulai, terhadap pelaku-pelaku tindak pidana tertentu.47

Amnesti ini biasanya diberikan pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus. Sedangkan rehabilitasi adalah hak Presiden untuk mengembalikan kehormatan seseorang, nama baik seseorang atau pemulihan nama baik.

F. Pelaksanaan Putusan HakimMenurut ketentuan Pasal 270 KUHAP, bahwa yang melaksanakan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa. Sehubungan dengan hal itu, panitera pengadilan berkewajiban segera mengirimkan surat keputusan pengadilan itu kepada jaksa.

Dalam hal keputusan hakim itu adalah hukuman mati, maka pelaksanaannya tidak dilakukan di muka umum dan menurut ketentuan undang-undang (Pasal 271 KUHAP). Apabila terpidana dijatuhi hukuman penjara atau kurungan dan selanjutnya dijatuhi pidana yang sejenis sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka berdasarkan ketentuan Pasal 272 KUHAP, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu.

Seandainya hakim menjatuhkan terpidana dengan pidana denda, maka menurut berdasarkan ketentuan dalam Pasal 273 KUHAP kepada terpidana diberikan jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi.

Kemudian terpidana dijatuhkan oleh hakim dengan pidana ganti kerugian, maka menurut ketentuan Pasal 274 KUHAP, pelaksanaannya dilakukan menurut tata cara putusan perdata. Jika terpidana lebih dari satu orang dalam satu perkara, maka berdasarkan Pasal 275 KUHAP, maka biaya perkara dan/atau ganti kerugian dibebankan kepada mereka bersama-sama secara berimbang.

Jika hakim menjatuhkan pidana bersyarat, maka pelaksanaannya dilakukan dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan undang-undang (Pasal 276 KUHAP).

47SR.Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya,(Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem, 1986), hlm.435.

Page 250: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

Page 251: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

239Bab 8 | Asas Hukum Acara PerdataPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ASAS HUKUM ACARA PERDATA

BAB 8

A. Pengertian, Tujuan, Fungsi dan Asas Hukum Acara PerdataPengertian hukum acara perdata terdapat beberapa pakar yang

memberikan definisi, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Menurut J.B. Daliyo, bahwa hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.1

2. Wirjono Prodjodikoro, hukum acara perdata ialah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.2

3. C.S.T. Kansil, hukum acara perdata ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum tentang cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata materiil.3

1J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. 238.

2Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Bandung: Sumur, 1982), hlm. 12.

3C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm. 316.

Page 252: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

241Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata240 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

4. H. Abdul Manan, hukum acara perdata merupakan hukum yang mengatur tentang tata cara mengajukan gugatan kepada pengadilan, bagaimana pihak Tergugat mempertahankan diri dari gugatan Penggugat, bagaimana para hakim bertindak baik sebelum dan sedang pemeriksaan dilaksanakan dan bagaimana cara hakim memutus perkara yang diajukan oleh Penggugat tersebut serta bagaimana cara melaksanakan putusan tersebut sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga hak dan kewajiban sebagaimana yang telah diatur Hukum Perdata dapat berjalan sebagaimana mestinya.4

5. Abdulkadir Muhammad, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata.5

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh pakar hukum sebagaimana tersebut di atas, maka dapat dikemukakan bahwa hukum acara perdata atau disebut juga hukum perdata formal merupakan peraturan hukum yang mengatur tentang bagaimana cara-cara mempertahankan hukum perdata materiil di persidangan.

Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya hukum acara perdata, maka jika ada pihak-pihak yang bersengketa dapat memulihkan hak-haknya yang telah dirugikan oleh pihak lain melalui pengadilan, tidak main hakim sendiri.

Adapun tujuan hukum acara perdata adalah untuk melindungi atau memulihkan hak-hak seseorang. Pemulihan terhadap hak seseorang diberikan oleh hukum acara perdata melalui peradilan perdata. Dalam peradilan perdata hakim akan menentukan mana yang benar dan mana yang salah setelah pemeriksaan dan pembuktian selesai.

Sedangkan fungsi hukum acara perdata adalah untuk mengatur bagaimana cara-caranya seseorang mengajukan tuntutan haknya, bagaimana negara melalui alat perlengkapannya (hakimnya) memeriksa dan memutuskan kasus perdata yang diajukan kepadanya. Atau dapat juga dikatakan bahwa fungsi hukum acara perdata adalah untuk sebagai sarana dalam menuntut dan mempertahankan hak-hak seseorang yang telah dilanggar/hilang.

4H. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Perdilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005), Cetakan ke 3, hlm. 2.

5Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 29.

Page 253: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

241Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata240 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Kemudian asas hukum acara perdata dapat dilihat di bawah ini, yaitu:

1. Asas Hakim Bersifat MenungguDalam beracara pada pengadilan perdata tergantung pada pihak yang

berkepentingan. Inisiatif untuk mengajukan perkara ada pada pihak yang berkepentingan. Hakim hanya menunggu datangnya perkara atau gugatan dari pihak atau masyarakat yang merasa dirugikan. Jika sudah ada tuntutan/gugatan, maka yang menyelenggarakan proses itu adalah negara. Hakim tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya.

Hal tersebut telah dijelaskan dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

2. Asas Hakim Bersifat PasifDalam pemeriksaan perkara perdata, hakim bersifat pasif, maksudnya

ruang lingkup pokok perkara yang diajukan kepada hakim ditentukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, bukan oleh hakim. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan untuk tercapainya peradilan. Hal ini telah disebutkan di dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta untuk kepentingan peradilan.

3. Asas Persidangan Bersifat TerbukaPada prinsipnya, bahwa setiap persidangan harus terbuka untuk umum.

Hal ini disebutkan di dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan, bahwa semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

Maksud pemeriksaan persidangan terbuka untuk umum adalah terbuka setiap orang boleh mendengarkan, menyaksikan dan mengikuti jalannya persidangan, asalkan tidak mengganggu jalannya persidangan dan senantiasa menjaga ketertiban. Tujuan persidangan terbuka untuk umum

Page 254: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

243Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata242 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

adalah: (1) dapat menjamin adanya sosial kontrol atas tugas-tugas yang dilaksanakan oleh hakim tersebut, sehingga dengan demikian hakim dapat mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair serta tidak memihak kepada salah satu pihak yang berperkara, (2) untuk memberikan edukasi dan prepensi kepada masyarakat tentang sutu peristiwa. Dari peristiwa yang sedang diperiksa itu akan memberikan pelajaran kepada masyarakat agar beringkah laku yang sebaik-baiknya supaya tidak terporosok kepada hal-hal yang tidak baik, (3 ) masyarakat dapat menilai mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga akan membentuk daya tangkal prepensi dalam hati, dan pikiran mereka untuk melakukannya.6

Di samping itu, menurut Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

4. Asas Mendengar Kedua Belah PihakKedua belah pihak harus dipanggil dan diperlakukan sama di muka

sidang. Jadi proses peradilan dalam acara perdata wajib memberikan kesempatan sama kepada para pihak yang bersengketa. Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai keterangan yang benar, sebelum pihak lain memberikan pendapatnya.

5. Asas Putusan Harus Disertai Alasan-alasanPutusan hakim harus memuat dasar hukum untuk mengadili dan

alasan-alasannya sehingga putusan itu dijatuhkan. Alasan-alasan tersebut dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim atas putusannya terhadap masyarakat, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif.

6. Asas Beracara Dikenakan BiayaPada dasarnya setiap orang yang mengajukan perkara di muka pengadilan

dikenai biaya perkara, yang rinciannya telah diperkirakan oleh pengadilan, sehingga sejumlah uang yang dibayar akan diperhitungkan kemudian.7 Dasar hukum tentang biaya perkara adalah ketentuan Pasal 121 ayat (4) HIR/145 R.Bg.

6H. Abdul Manan, Op.Cit, hlm. 197-198.7Ahmad Mujahidin, Pembaruan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah

Syariáh Di Indonesia, (Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia, 2008), hlm. 28.

Page 255: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

243Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata242 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Adapun bunyi Pasal 121 ayat (4) HIR/145 R.Bg adalah:

Mendaftarkan dalam daftar seperti yang dimaksud dalam ayat pertama, tidak boleh dilakukan sebelum oleh Penggugat dibayar lebih dahulu kepada panitera sejumlah uang yang besarnya untuk sementara diperkirakan oleh Ketua Pengadilan Negeri menurut keadaan perkara, untuk ongkos kantor panitera, ongkos melakukan panggilan serta pemberitahuan yang diwajibkan kepada kedua pihak dan harga meterai yang akan dipergunakan; jumlah yang dibayar lebih dahulu itu akan diperhitungkan kemudian.8

Terhadap mereka tidak mampu membayar biaya perkara, dapat mengajukan perkaranya secara cuma-cuma (prodeo) dengan mendapatkan izin untuk dibebaskan pembayaran biaya, dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh kepala polisi. Dalam kenyataannya sekarang ini surat keterangan tidak mampu cukup dibuat oleh kepala Desa/Lurah tempat tinggalnya yang disahkan oleh camat setempat.

7. Asas Tidak Ada Keharusan MewakilkanPada prinsipnya, bahwa berperkara di pengadilan tidak harus ada yang

mewakilkan kepada orang lain. Para pihak secara langsung menghadap di muka hakim. Akan tetapi, para pihak boleh didampingi oleh wakilnya atau pengacaranya secara penuh.

Hal tersebut dijelaskan pada Pasal 123 HIR/147 R.Bg, bahwa kedua belah pihak, jika mereka menghendaki, dapat meminta bantuan atau mewakilkan kepada seorang kuasa, yang untuk maksud itu harus dilakukan dengan suatu surat kuasa khusus. Kecuali badan yang memberi kuasa itu hadir sendiri.9 Namun demikian, walaupun mereka telah diwakili oleh kuasa hukumnya, hal ini tidak mengurangi kekuasaan hakim untuk mendengar secara langsung secara pribadi. Dengan memeriksa secara langsung terhadap para pihak hakim akan dapat mengetahui lebih jelas pokok permasalahannya, karena para pihak yang berkepentinganlah sebenarnya yang mengetahui seluk beluk kejadiannya.

8Dalam M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syariáh Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 14.

9Dalam M. Fauzan, Ibid, hlm. 17.

Page 256: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

245Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata244 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

8. Asas Prinsip Persidangan Harus MajelisDalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.

Adapun yang dimaksud dengan kata sekurang-kurangnya adalah boleh lebih dari tiga orang hakim asalkan ganjil, dengan maksud jika terjadi ketidaksepahaman/ketidaksepakatan dalam suatu masalah yang disidangkan ada pertimbangan suara dan perkara tersebut dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Prinsip hakim majelis ini dimaksudkan agar dalam pemeriksaan perkara dapat melahirkan objektivitas yang sebenarnya, dengan demikian perlindungan hak asasi pencari keadilan dapat terlaksana dengan baik.

Sedangkan pelaksanaan hakim tunggal masih dibenarkan, jika ada izin terlebih dahulu dari Mahkamah Agung RI. Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dapat memohon izin untuk melaksanakan persidangan dengan hakim tunggal disertai dengan alasan-alasan,10 yang dibenarkan oleh peraturan yang berlaku.

9. Asas Prinsip Hakim Aktif Memberi BantuanMenurut ketentuan Pasal 119 HIR dan Pasal 143 R.Bg disebutkan bahwa,

ketua pengadilan negeri berwenang untuk memberi nasihat dan bantuan kepada Penggugat atau kepada kuasanya dalam hal mengajukan gugatannya itu.11

Dengan demikian, hakim berperan aktif memimpin dari awal sampai akhir pemeriksaan. Hakim juga berwenang untuk memberikan petunjuk kepada para pihak yang berperkara agar perkara yang diajukan itu menjadi jelas duduk perkaranya, sehingga memudahkan hakim dalam memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara tersebut.

10. Asas Peradilan Dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha EsaAsasini menunjukkan bahwa hakim dalam membuat suatu keputusan

selalu adil dengan mengingat tanggung jawab diri sendiri, dan tanggung

10Seperti masih kekurangan hakim, sedangkan perkara harus dilaksanakan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan.

11Dalam M.Fauzan, Ibid, hlm. 13.

Page 257: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

245Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata244 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.yang berbunyi,”peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan KetuhananYang Maha Esa”.

B. Pihak-pihak dalam Proses Hukum Acara PerdataPihak-pihak dalam proses hukum acara perdata sekurang-kurangnya

hanya dua pihak, yaitu: Penggugat12 dan Tergugat.13 Cara mengajukan gugatan dan penerimaan perkara menurut Pasal 118 HIR/142 R.Bg adalah sebagai berikut:

1. Gugatan perdata yang dalam tingkat pertama masuk wewenang Pengadilan Negeri, harus diajukan dengan surat gugatan, yang ditandatangani oleh Penggugat atau oleh orang yang dikuasakan menurut Pasal 147 R.Bg/123 HIR, kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terletak tempat tinggal Tergugat atau jika tidak diketahui tempat tinggalnya tempat Tergugat sebenarnya berdiam.

2. Jika Tergugat lebih dari seorang, sedangkan mereka tinggal di dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat tinggal salah seorang Tergugat menurut pilihan Penggugat. Kalau antara para Tergugat dalam hubungan satu dengan lainnya masing-masing sebagai pihak yang “berutang” dan pihak yang “menanggung”. Maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan tempat tinggal yang “berutang”.

3. Jika tempat tinggal Tergugat tidak diketahui, begitu pula sebenarnya ia berdiam tidak diketahui atau kalau ia tidak dikenal, maka gugatan itu diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat tinggal Penggugat atau salah seorang Penggugat.

4. Kalau gugatan itu tentang benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terletak benda tidak bergerak itu.

5. Apabila ada suatu tempat tinggal yang dipilih dan ditentukan bersama dalam satu akta, maka Penggugat kalau ia mau dapat mengajukan gugatanya kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya meliputi tempat tinggal yang telah dipilih itu.

6. Dalam hal gugatan tentang benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terletak benda tidak bergerak itu.

12Orang yang mengajukan permohonan gugatan. Atau pihak yang memulai membuat perkara.

13Orang yang digugat. Atau pihak yang oleh pihak Penggugat ditarik ke muka Pengadilan.

Page 258: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

247Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata246 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Jika benda tidak bergerak itu terletak dalam beberapa daerah hukum Pengadilan Negeri, maka gugatan diajukan kepada Ketua salah satu Pengadilan Negeri, menurut pilihan Penggugat.14

Pada umumnya baik Penggugat maupun Tergugat dapat bertindak secara langsung untuk diri sendiri sebagai pihak dalam peradilan. Akan tetapi, bagi pihak yang tidak mampu untuk bertindak diri sendiri dapat diwakili oleh kuasanya. Seorang kuasa untuk Penggugat maupun Tergugat harus memenuhi salah satu syarat di bawah ini:

1. Harus mempunyai surat kuasa khusus, sesuai dengan bunyi Pasal 123 (1) HIR atau Pasal 147 (1) R.Bg.15

2. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil badan persidangan (Pasal 123 (1) HIR/Pasal 147 (1) R.Bg.

3. Memenuhi syarat dalam peraturan menteri kehakiman 1/1965 tanggal 28 Mei 1965 jo. Keputusan Menteri Kehakiman No. J.P. 14/2/11 tanggal 7 Oktober tentang pokrol.

4. Telah terdaftar sebagai advokat.

C. Proses Beracara di PengadilanSetelah perkara masuk dan didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri,

Panitera wajib secepatnya menyampaikan berkas perkara itu kepada Ketua Pengadilan Negeri. Selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri mempelajari berkas perkara, dan kemudian membuat Penetapan Majelis Hakim (PMH) yang akan memeriksa dan menyelidiki perkara tersebut.

Kemudian Ketua Majelis, setelah ia menerima Penetapan Majelis Hakim (PMH) dari ketua Pengadilan Negeri tersebut, kepadanya diserahkan berkas perkara yang bersangkutan dan selanjutnya membuat Penetapan Hari Sidang (PHS), dan membuat perintah memanggil para pihak oleh jurusita untuk diperiksa di muka persidangan.

Dalam menetapkan hari sidang itu, harus memerhatikan kelayakan, artinya ketua harus memerhatikan jarak antara tempat tinggal pihak-pihak

14Dalam M. Fauzan, Ibid, hlm. 11-12.15Kedua belah pihak, jika mereka menghendaki, dapat meminta bantuan atau

mewakilkan kepada seorang kuasa, yang untuk maksud itu harus dilakukan dengan suatu surat kuasa khusus, kecuali badan yang memberi kuasa itu hadir sendiri. Dalam M. Fauzan, Ibid, hlm. 17.

Page 259: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

247Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata246 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

yang berperkara dan tempat Pengadilan Negeri itu bersidang. Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa waktu antara pemanggilan pihak-pihak dan hari persidangan lamanya tidak kurang dari tiga hari (tidak termasuk hari minggu). Ini berarti bahwa selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai, pihak-pihak sudah menerima panggilan secara sah.16

Pemanggilan dilakukan oleh jurusita yang menyerahkan surat panggilan beserta salinan surat gugat itu kepada tergugat pribadi di tempat tinggalnya. Apabila tergugat tidak dapat diketemukan di rumahnya, maka surat panggilan itu diserahkan kepada kepala desa yang bersangkutan untuk diteruskan (Pasal 390 ayat (1) HIR, 718 ayat (1) R.Bg). Jika Tergugat sudah meninggal., maka surat panggilannya disampaikan kepada ahli warisnya.

Kalau ahli warisnya tidak diketahui, maka disampaikan kepada kepala desa di tempat tinggal terakhir dari Tergugat yang meninggal tersebut. Apabila tidak diketahui tempat tinggal Tergugat, surat panggilan diserahkan kepada bupati dan selanjutnya surat panggilan tersebut ditempatkan pada papan pengumuman di Pengadilan Negeri.

Selanjutnya melakukan panggilan, jurusita harus menyerahkan risalah panggilan kepada hakim yang akan memeriksa perkara tersebut, sebagai bukti bahwa Tergugat telah dipanggil. Sebelum sidang dimulai, panitera sidang pada hari, tanggal dan jam sidang yang telah ditentukan, mempersiapkan dan mengecek segala sesuatunya untuk sidang.

Setelah siap panitera melapor kepada ketua majelis, lalu panitera sidang siap menunggu di ruang sidang pada tempat duduk yang disediakan baginya dan telah siap memakai baju panitera sidang.Kemudian majelis hakim memasuki ruang sidang melalui pintu yang khusus untuknya dalam keadaan sudah berpakaian toga hitam.

Dalam ruang sidang, ketua majelis hakim berada di tengah-tengah di- dampingi oleh hakim anggota, seorang sebelah kiri dan seorang lagi di sebelah kanan, kemudian ketua majelis membuka sidang dengan mengetukkan palu sidang yang mengatakan, bahwa sidang dibuka dan terbuka untuk umum.

Selanjutnya memanggil para pihak yang berperkara untuk masuk ke dalam ruang dan ketua majelis mempersilahkan kedua belah pihak duduk pada tempat yang telah disediakan. Pihak Penggugat duduk di sebelah kanan depan meja hakim ketua majelis dan pihak Tergugat duduk di sebelah kiri depan meja hakim ketua majelis.

16Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm.106.

Page 260: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

249Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata248 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Kemudian majelis hakim segera mulai pemeriksaan terhadap pihak-pihak. Terlebih dahulu ketua akan menanyakan identitas para pihak-pihak, seperti nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan seterusnya, lalu menanyakan kepada tergugat apakah sudah mengerti mengapa sebabnya ia dipanggil ke muka persidangan, apakah sudah menerima turunan surat gugatan yang diajukan kepadanya. Kemudian kedua belah pihak duduk pada tempatnya masing-masing, ketua majelis membacakan isi surat gugatan Penggugat terhadap Tergugat, dan seterusnya.

Setelah surat gugatan dibacakan oleh Ketua Majelis, kemudian Ketua Majelis menanyakan kepada pihak Tergugat, apakah Tergugat telah mengerti dan telah menerima pula surat gugatan tersebut. Jika tergugat sudah menerima surat gugatan dan telah mengerti isi dari surat gugatan tersebut, maka selanjutnya Ketua Majelis menganjurkan kepada kedua belah pihak yang berperkara untuk damai dalam menyelesaikan perselisihannya. Hal ini sesuai dengan sifat perkara perdata, bahwa inisiatif berperkara itu datang dari pihak-pihak, karena itu pihak-pihaklah yang dapat mengakhiri secara perdamaian dengan perantaraan hakim di persidangan.

Kemudian dalam ketentuan Pasal 130 ayat (1) HIR dan Pasal 154 ayat (1) R.Bg bahwa, apabila pada hari sidang yang telah ditentukan, kedua belah pihak hadir, ketua berusaha untuk mendamaikan mereka. Begitu juga ketentuan dalan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi,”… tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.

Usaha hakim untuk mendamaikan para pihak-pihak berperkara itu bukan hanya pada permulaan sidang pertama saja, melainkan sepanjang pemeriksaan perkara tersebut, bahkan sampai kepada sidang terakhirpun sebelum ketua mengetokkan palu putusannya. Apabila kedua belah pihak berhasil menyelesaikan sengketanya dengan jalan damai, maka hasil perdamaian tersebut disampaikan ke muka persidangan.

Apabila pihak-pihak berperkara tidak tercapai perdamaian dalam persidangan, maka pada sidang berikutnya tergugat diharapkan sudah siap dengan surat jawabannya. Jika pihak tergugat tidak mau melawan gugatan penggugat, maka gugatan penggugat dikabulkan di luar hadirnya tergugat (verstek), kecuali jika ternyata bagi hakim, bahwa gugatan penggugat tidak berdasarkan hukum atau tidak berdasarkan atas keadaan yang dikemukakan oleh penggugat (Pasal 125 HIR). Jawaban tergugat menurut Abdulkadir

Page 261: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

249Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata248 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Muhammad adalah dapat berupa pengakuan, dapat berupa bantahan, dapat berupa tangkisan, dan dapat berupa referte.

Pengakuan ialah jawaban yang membenarkan isi gugatan, artinya apa yang digugatkan terhadap tergugat diakui kebenarannya. Yang mendekatai pengakuan ialah referte, di sini tergugat tidak membantah, tetapi tidak pula membenarkan isi gugatan.Tergugat menyerahkan segala sesuatunya itu kepada kebijaksanaan hakim, tergugat hanya menunggu putusan. Dalam referte ini tergugat dalam tingkat banding masih berhak mengajukan bantahan.

Jika tergugat pada jawaban pertama mengakui, maka dalam jawaban berikutnya sampai ke tingkat banding, tergugat tetap terikat dengan pengakuannya itu, artinya pengakuan itu tidak dapat ditarik kembali.Bantahan ialah pernyataan yang tidak membenarkan atau tidak mengakui apa yang digugatkan terhadap tergugat. Jika tergugat mengajukan bantahan, maka bantahannya itu harus disertai dengan alasan-alasannya.17

Pengakuan harus dibedakan dari referte. Kedua-keduanya merupakan jawaban yang tidak bersifat. Sudikno Mertokusumo pernah menjelaskan, bahwa pengakuan itu merupakan jawaban yang membenarkan isi gugatan, sedangkan referte berarti menyerahkan segalanya kepada kebijaksanaan hakim dengan tidak membantah dan tidak pula membenarkan gugatan.18

Dengan demikian, dalam hal referte tergugat hanya bersikap menunggu putusan. Pada umumnya hal ini terjadi apabila pemeriksaan perkara itu tidak secara langsung menyangkut kepentingannya, melainkan kepentingan orang lain. Jika tergugat menyerahkan segalanya kepada kebijaksanaan hakim ia di dalam tingkat banding masih berhak mengajukan bantahan.

Eksepsi (tangkisan) merupakan salah satu jawaban tergugat terhadap gugatan penggugat. Jadi eksepsi adalah sanggahan atau perlawanan yang dilakukan pihak tergugat terhadap gugatan penggugat yang tidak mengenai pokok perkara dengan maksud agar hakim menetapkan gugatan dinyatakan tidak diterima atau ditolak. Menurut H. Roihan A. Rasyid, bahwa tangkisan dari tergugat yang diajukannya ke Pengadilan karena tergugat digugat oleh penggugat, yang tujuannya supaya pengadilan tidak menerima perkara yang diajukan oleh penggugat karena adanya alasan tertentu.19

17Abdulkadir Muhammad, ibid, hlm.126.18Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1993),

hlm.94.19H. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Pengadilan Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

1998), hlm. 106.

Page 262: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

251Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata250 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Di dalam undang-undang (HIR dan R.Bg) tidak memberikan definisi dan penjelasan, akan tetapi HIR hanya mengenal satu macam eksepsi yaitu perihal tidak berkuasanya hakim. Eksepsi ini terdiri dari: (a) eksepsi yang menyangkut kekuasaan absolut, dan (b) eksepsi yang menyangkut kekuasaan relatif. Kedua macam eksepsi ini termasuk eksepsi yang menyangkut acara, dalam hukum acara perdata disebut dengan eksepsi prosesuil (procesueel).Hal ini telah diatur dalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 133, Pasal 134, Pasal 136 HIR dan Pasal 149 ayat 2, Pasal 159, Pasal 160, Pasal 162 R.Bg.

Sebenarnya eksepsi prosesuil banyak lagi macamnya tetapi tidak disebutkan dalam HIR, namun kadangkala dipergunakan juga oleh Pengadilan Umum, yang tentunya juga biasa dipergunakan oleh Pengadilan Agama. Seperti eksepsi bahwa persoalan yang sama telah pernah diputus dan putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap, eksepsi bahwa persoalan yang sama sedang diperiksa oleh pengadilan negeri yang lain atau masih dalam tarap banding atau kasasi, dan eksepsi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kualifikasi/sifat untuk bertindak menggunakan dalam perkara tersebut. Seperti penggugat adalah orang gila, tetapi menggugat dan tidak memberikan kuasa kepada orang lain yang sehat (walinya).

Selain eksepsi yang menyangkut acara (prosesuil), ada juga eksepsi yang berdasarkan hukum materiil, dan ini disebut bantahan pokok perkara. Eksepsi ini menurut R. Subekti ada dua macam, yakni:

1. eksepsi dilatoir;

2. eksepsi peremtoir.20

Kedua eksepsi tersebut di atas disebut juga eksepsi materiil. Eksepsi dilatoir adalah eksepsi yang menyatakan, bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan, oleh karena penggugat telah memberikan penundaan pembayaran atau seperti dalam perkara gugatan cerai karena pelanggaran ta’liq talaq yang diajukan oleh istri (penggugat) pada hal suami (tergugat) belum cukup 3 bulan tidak mau memberikan nafkah, sedangkan dalam lafas ta’liq talaq dicantumkan syarat 3 (tiga) bulan tidak memberi nafkah.

Eksepsi peremtoir yaitu eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan. Umpamanya oleh karena gugatan telah diajukan lampau waktu (kadaluarsa), atau bahwa utang yang menjadi dasar gugatan telah dihapuskan,

20R.Subekti, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1977), hlm.61. Ny. Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktik, (Bandung: Alumni, 1979), hlm.27.

Page 263: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

251Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata250 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

contoh perkara gugatan cerai karena pelanggaran ta’liq talaq seperti di atas, istri (penggugat) nusyuz (tidak taat kepada suami) menjadi penghalang hak nafkah istri.

Menurut HIR/R.Bg, eksepsi prosesuil yang menyangkut kekuasaan relatif sebagaimana diatur dalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 133, Pasal 136 HIR/Pasal 149 ayat (2), Pasal 159 R.Bg, hanya boleh diajukan oleh tergugat pada sidang pertama, baik gugat lisan maupun gugat tertulis, artinya kalau diajukan sesudah waktu itu tidak diindahkan lagi.

Eksepsi prosesuil yang menyangkut kekuasaan absolut sebagaimana diatur dalam Pasal 134 HIR/Pasal 160 R.Bg, dan eksepsi tentang pokok perkara lain-lainnya, dapat diajukan kapan saja dan ia akan diadili sekaligus bersama-sama dengan pokok perkara secara keseluruhan. Maksud dapat diajukan kapan saja, boleh di Pengadilan tingkat pertama kapan saja, boleh juga diajukan ketika di tingkat banding (kalau banding) ataupun ketika di tingkat kasasi (kalau kasasi), artinya dapat dijadikan sebagai alasan memohon kasasi.21

Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro, bahwa Pasal 136 HIR (Pasal 162 R.Bg) tersebut sebaiknya diartikan sebagai anjuran saja kepada tergugat supaya seberapa boleh mengumpulkan segala sesuatu yang ingin diajukan dalam jawaban pada waktu ia mengajukan jawaban pada permulaan pemeriksaan perkara.22 Pendapatnya itu disandarkan kepada tidak adanya sanksi pada Pasal 136 HIR (Pasal 162 R.Bg) tersebut. Sedangkan menurut R. Subekti, bahwa ketentuan Pasal 136 HIR (Pasal 162 R.Bg) itu adalah untuk menghindarkan kelambatan yang tidak perlu, atau dibuat-buat, agar proses berjalan cepat dan lancar.23 Jawaban tergugat yang mengenai pokok perkara hendaknya dibuat dengan jelas, singkat dan berisi, langsung menjawab pokok persoalan dengan mengemukakan alasan-alasan yang mendasar.

Eksepsi tolak (declinatoir exceptie), yaitu eksepsi yang bersifat menolak, supaya pemeriksaan perkara jangan diteruskan. Termasuk jenis ini adalah eksepsi tidak berwenang memeriksa gugatan, eksepsi batalnya gugatan, eksepsi perkara telah pernah diputus, eksepsi penggugat tidak berhak

mengajukan gugatan, eksepsi tidak mungkin naik banding.

21Undang-Undang Nomor14 Tahun 1985, Pasal.30.22Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hlm. 58-59.23R.Subekti, Op.Cit, hlm.62.

Page 264: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

253Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata252 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

D. Rekonvensi (Gugatan Balasan)Gugatan asal disebut “gugatan dalam konvensi”. Tergugat dalam konvensi

(tergugat asal) adakalanya ia akan menggunakan sekaligus dalam kesempatan berperkara itu untuk menggugat kembali kepada penggugat asal (penggugat dalam konvensi), sehingga tergugat asal (dalam konvensi) sekaligus bertindak menjadi penggugat dalam rekonvensi (penggugat balik).

Rekonvensi (gugatan balasan) diatur dalam Pasal 132 a dan 132 b HIR. Kedua pasal tersebut memberi kemungkinan bagi tergugat atau para tergugat, apabila ia atau mereka kehendaki, dalam semua perkara untuk mengajukan gugat balasan terhadap penggugat. Karena gugat adalah balasan terhadap gugat yang telah diajukan oleh penggugat, maka tidak dibenarkan apabila tergugat ke I misalnya, lalu menggugat tergugat yang lainnya, melainkan gugat balasan harus ditujukan kepada penggugat atau para penggugat, atau salah seorang/beberapa orang dari penggugat saja dan diajukan oleh tergugat/para tergugat atau turut tergugat.

Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat, baik itu merupakan jawaban lisan atau tertulis. Dalam praktik gugat balasan dapat diajukan selama belum dimulai dengan pemeriksaan bukti, artinya belum pula dimulai dengan pendengaran para saksi. Pengajuan gugat balasan merupakan suatu hak istimewa yang diberikan oleh hukum acara perdata kepada tergugat untuk mengajukan gugatannya terhadap pihak penggugat secara bersama-sama dengan gugat asal.

Apabila di persidangan pengadilan negeri tergugat tidak mengajukan rekonvensi (gugat balasan), maka dalam pemeriksaan tingkat banding rekonvensi tidak boleh diajukan lagi. Tergugat hanya dibolehkan mengajukan gugatan biasa kepada pengadilan negeri. Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa rekonvensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat, berhubung penggugat juga melakukan wanprestasi terhadap tergugat.24

Menurut ketentuan Pasal 132 a HIR, 157 R.Bg, terhadap setiap gugatan, tergugat dapat mengajukan rekonvensi, kecuali dalam tiga hal, yaitu:

1. Rekonvensi tidak boleh diajukan, apabila penggugat bertindak dalam suatu kualitas, sedangkan rekonvensi ditujukan kepada diri penggugat pribadi dan sebaliknya. Contoh penggugat Sudirman dalam kualitas sebagai Direktur CV Apotik bersama mengajukan

24Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 132.

Page 265: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

253Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata252 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

gugatan terhadap tergugat Syafii. Kemudian tergugat Syafii menjawab dengan mengajukan rekonvensi kepada Sudirman pribadi. Rekonvensi semacam ini tidak diperbolehkan dan hakim akan menolaknya, karena Sudirman itu bukan sebagai pribadi, melainkan sebagai Direktur CV Apotik bersama.

2. Rekonvensi tidak boleh diajukan, apabila pengadilan negeri yang memeriksa gugatan penggugat tidak berwenang memeriksa gugatan rekonvensi. Contoh penggugat Ramli (bekas suami beragama Islam) mengajukan gugatan terhadap tergugat Fatimah (bekas istri yang beragama Islam) mengenai pembagian harta yang dikuasainya. Kemudian tergugat Fatimah mengajukan jawaban beserta rekonvensi kepada penggugat soal nafkah yang belum dipenuhinya. Di sini soal nafkah termasuk wewenang Pengadilan Agama. Rekonvensi semacam ini akan ditolak oleh hakim (kompetensi absolut).

3. Rekonvensi tidak boleh diajukan, apabila mengenai perkara tentang pelaksanaan putusan hakim. Dalam soal pelaksanaan putusan hakim, tidak ada lagi menyangkut penetapan hak karena perkaranya sudah diputus dan tinggal lagi pelaksanaan hak yang telah ditetapkan dalam putusan itu. Sedangkan rekonvensi itu masih menyangkut penetapan hak. Rekonvensi semacam ini harus ditolak.

Seperti hakim memerintahkan tergugat yang dinyatakan kalah supaya melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan sebidang Sawah kepada tergugat. Kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya penggugat membayar utangnya yang dijamin dengan Sawah tersebut. Hakim akan menolak rekonvensi tersebut.

E. Intervensi Terhadap Perkara yang DiperiksaIstilah intervensi dalam bahasa Belanda adalah interventie, artinya turut

campur tangannya pihak ketiga. Dalam HIR dan R.Bg tidak mengatur tentang intervensi, akan tetapi diatur dalam Pasal 279-282 Rv (Reglement of derechts Vordering), yaitu hukum acara perdata untuk golongan Eropa di Indonesia dulu, yang sekarang sudah tidak berlaku lagi.

Dalam suatu proses pemeriksaan perkara perdata sangat dimungkinkan masuknya pihak ketiga ke dalam proses pemeriksaan. Masuknya pihak ke tiga ini disebut dengan intervensi. Dengan demikian menurut H.A. Mukti Arto, bahwa yang dimaksud dengan intervensi adalah suatu aksi hukum oleh pihak yang berkepentingan dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh salah satu pihak dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung antara dua pihak yang sedang berperkara.25

25H.A. Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 109.

Page 266: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

255Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata254 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Menurut ketentuan Pasal 279 Rv barangsiapa yang mempunyai kepentingan dalam suatu perkara yang sedang diperiksa di pengadilan, dapat ikut serta dalam perkara tersebut dengan jalan menyertai (voeging), atau menengahi (tussenkomst). Berdasarkan ketentuan pasal tersebut di atas dapatlah dijelaskan, bahwa intervensi adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang berlangsung, apabila ia mempunyai kepentingan. Jadi syaratnya harus ada kepentingan. Caranya adalah dengan jalan menyertai salah satu pihak (voeging), atau menangahi melawan kedua belah pihak (tussenkomst).

Intervensi dalam bentuk voeging adalah ikut sertanya pihak ketiga menjadi pihak dalam perkara dengan jalan menggabungkan diri dengan salah satu pihak untuk membela kepentingannya.

Adapun ciri-ciri voeging adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pihak yang berkepentingan dan berpihak kepada salah satu pihak dari penggugat atau tergugat.

2. Adanya kepentingan hukum untuk melindungi dirinya sendiri dengan jalan membela salah satu yang bersangkutan.

3. Memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang berperkara.

Kemudian syarat-syarat voeging yaitu sebagai berikut:

1. Merupakan tuntutan hak.

2. Adanya kepentingan hukum untuk melindungi dirinya dengan jalan berpihak kepada salah satu pihak.

3. Kepentingan tersebut harus ada hubungannya dengan pokok sengketa yang sedang berlangsung.

Selanjutnya keuntungan voeging itu dapat dilihat sebagai berikut:(1) prosedur beracara dipermudah dan disederhanakan, (2) proses berperkara dipersingkat, (3) terjadinya penggabungan tuntutan, dan (4) mencegah timbulnya putusan yang saling bertentangan.26

Sedangkan prosedur acara voeging dilakukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan mencampuri yang sedang bersengketa yakni penggugat dan tergugat untuk bersama-sama salah satu pihak menghadapi pihak lain guna kepentingan hukumnya. Permohonan dibuat seperti gugatan biasa dengan

26H.A. Mukti Arto, Ibid, hlm. 113.

Page 267: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

255Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata254 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

menunjuk nomor dan tanggal perkara yang akan diikutinya itu. Permohonan voeging dimasukkan ke meja pertama dan diproses oleh kasir dan meja kedua sampai pada ketua, yang selanjutnya oleh ketua diserahkan lewat panitera kepada ketua majelis yang menangani perkara itu.

Adapun intervensi dalam bentuk tussenkomst (menengahi melawan kedua belah pihak) adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara guna membela kepentingannya sendiri. Menurut Ny. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, bahwa tussenkomst adalah pencampuran pihak ketiga atas kemauan sendiri yang ikut dalam proses di mana pihak ketiga ini tidak memihak baik kepada penggugat maupun kepada tergugat melainkan ia hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri.27

Kemudian oleh H. A. Mukti Arto, mengemukakan bahwa tussenkomst ialah masuknya pihak ketiga sebagai pihak yang berkepentingan ke dalam perkara yang sedang berlangsung untuk membela kepentingannya sendiri dan oleh karena itu ia melawan kepentingan kedua belah pihak, (yaitu penggugat dan tergugat) yang sedang berperkara.28 Dalam hal ini terjadi gabungan dari beberapa perkara yang bersifat prosesuil, dalam mana pihak ketiga yang mencampuri, menuntut supaya ditetapkan haknya dalam hubungan dengan pihak yang bersengketa itu. Contoh kasus. Si A dan si B bersengketa harta waris yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang bernama X dan Y, sehingga A menggugat B, mendengar tentang adanya gugatan itu, C juga anak kandung dari X dan Y, sehingga merasa mempunyai hak atas sengketa harta waris tersebut. C di sini turut ke dalam proses sebagai pihak ketiga yang berkepentingan sendiri.

Adapun ciri-ciri tussenkomst adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dan berdiri sendiri.

2. Adanya kepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian, atau kehilangan haknya yang terancam.

3. Melawan kepentingan kedua belah pihak yang berperkara.

4. Dengan memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang berperkara (penggabungan tuntutan).

27Ny. Retnowulan Susantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktik, (Bandung: Alumni, 1979), hlm. 38.

28H.A. Mukti Arto, Op.Cit, hlm. 110.

Page 268: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

257Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata256 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Kemudian syarat-syarat tussenkomst, yaitu:

1. Merupakan tuntutan hak.

2. Adanya kepentingan hukum dalam sengketa yang sedang berlangsung.

3. Kepentingan tersebut haruslah ada hubungannya dengan pokok sengketa yang sedang berlangsung.

4. Kepentingan mana untuk mencegah kerugian atau mempertahankan hak pihak ketiga.

Sedangkan keuntungan tussenkomst itu adalah:

1. Prosedur beracara dipermudah dan disederhanakan.

2. Proses berperkara dipersingkat.

3. Terjadi penggabungan tuntutan.

4. Mencegah timbulnya putusan yang saling bertentangan.29

Prosedur acara tussenkomst itu dilakukan oleh pihak ketiga yang bersangkutan mengajukan gugatan kepada ketua pengadilan negeri/agama dengan melawan pihak yang sedang berperkara yakni penggugat dan tergugat dengan menunjuk nomor dan tanggal perkara yang dilawan tersebut. Surat gugatan itu disusun seperti gugatan biasa dengan memuat identitas, posita, dan petitum. Surat gugatan tersebut diserahkan kepada meja pertama yang selanjutnya diproses seperti gugatan biasa, dengan membayar tambahan panjar biaya perkara tetapi tidak diberi nomor perkara baru akan tetapi memakai nomor perkara yang dilawan itu dan dicatat dalam register, nomor dan kolom yang sama. Kemudian ketua pengadilan negeri/agama selanjutnya didisposisi kepada majelis hakim yang menangani perkaranya itu.

Di samping intervensi dalam bentuk voeging dan tussenkomst kini ada lagi bentuk yang mirip dengan intervensi, tetapi tidak dapat digolongkan kepada intervensi. Bentuk itu adalah vrijwaring (penanggungan atau pembebasan). Dikatakan tidak termasuk intervensi, karena inisiatif ikut serta dalam perkara itu bukanlah datang dari pihak ketiga, melainkan justru dari salah satu pihak yang berperkara, yaitu penggugat atau tergugat.

Menurut H.A. Mukti Arto, bahwa yang dimaksud dengan vrijwaring adalah suatu aksi hukum yang dilakukan oleh tergugat untuk menarik pihak ketiga ke dalam perkara guna menjamin kepentingan tergugat dalam menghadapi

29H. A. Mukti Arto, Ibid, hlm. 111.

Page 269: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

257Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata256 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

gugatan penggugat.30 Kemudian Sudikno Mertokusumo menjelaskan, bahwa vrijwaring (pembebasan) adalah satu pihak yang sedang bersengketa di muka pengadilan menarik pihak ketiga di dalam sengketa. Ikut sertanya pihak ketiga di sini adalah secara terpaksa dan bukan karena kehendak pihak ketiga itu sendiri.31

Dengan demikian, vrijwaring adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara karena diminta oleh salah satu pihak yang berperkara (penggugat atau tergugat) sebagai penanggung atau pembebas menurut hukum.

Tujuan daripada vrijwaring itu adalah agar pihak ketiga yang ditarik ke dalam berperkara yang sedang berlangsung akan membebaskan pihak yang menariknya (tergugat) dari kemungkinan akibat putusan tentang pokok perkara.

Prosedur vrijwaring yaitu, bahwa tergugat dalam jawabannya atau dupliknya memohon kepada majelis hakim yang memeriksanya agar pihak ketiga yang dimaksudkan oleh tergugat sebagai penjamin ditarik masuk ke dalam proses perkara untuk menjamin tergugat.

Adapun ciri-ciri daripada vrijwaring itu adalah:

1. Merupakan penggabungan tuntutan.

2. Salah satu pihak yang bersengketa (tergugat) menarik pihak ketiga ke dalam sengketa.

3. Keikutsertaan pihak ketiga, timbul karena dipaksa dan bukan karena

kehendaknya.32

F. Gugatan Dengan Prodeo (Cuma-cuma)Pada hakikatnya beracara di pengadilan dalam hal gugatan perdata mesti

dikenai biaya sesuai dengan ketentuan dalam HIR, yaitu Pasal 182, Pasal 121 ayat (4), dan Pasal 145 ayat (4), dan R.Bg, yaitu Pasal 192-194, serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 ayat (2), sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 4 ayat (2), kemudian diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 2 ayat (4) yang berbunyi, ”peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan”.

30H.A. Mukti Arto, Ibid, hlm. 114.31Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm.59.32H.A. Mukti Arto, Loc.Cit.

Page 270: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

259Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata258 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Oleh karena itu, jika ingin mengajukan perkara kepada pengadilan mesti harus ada biayanya, kecuali jika tidak mampu membayar maka beracara di muka pengadilan dapat dilakukan dengan cuma-cuma setelah mendapat izin terlebih dahulu dari pengadilan yang berwenang memeriksa perkara tersebut. Di dalam hal pihak penggugat maupun tergugat tidak mampu membayar biaya perkara, maka boleh dilakukan dengan cuma-cuma. Dalam hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal 237 HIR/273 R.Bg, yang berbunyi: “barangsiapa hendak berperkara, baik sebagai penggugat maupun tergugat, tetapi tidak mampu membayar ongkos perkara, dapat mengajukan perkara dengan izin tidak membayar ongkos.”

Permintaan berperkara secara cuma-cuma ini harus dimintakan sebelum perkara pokok diperiksa oleh pengadilan. Permintaan untuk berperkara secara cuma-cuma ini harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari instansi yang berwenang, dewasa ini dikeluarkan oleh Kepala Desa dan diketahui oleh Camat.

Menurut Pasal 238 HIR dan Pasal 274 R.Bg menyebutkan bahwa:

1. Jika penggugat menghendaki izin itu, maka ia minta izin pada waktu ia mengajukan surat gugatan atau pada waktu ia menyatakan gugatan dengan lisan sebagai dimaksud pada Pasal 142 dan 144 R.Bg./118 dan 120 HIR.

2. Jika izin itu dikehendaki oleh tergugat, maka izin itu dimintanya pada waktu ia mengajukan jawabannya, yang tersebut pada Pasal 145 R.Bg/123 HIR, atau dalam persidangan, jika ia belum minta lebih dahulu, asal saja sebelum perkara tersebut mulai diperiksa.

3. Dalam kedua hal itu haruslah permintaan itu disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari seorang kepala polisi di tempat tinggal si peminta, yang menerangkan bahwa sesudah diperiksanya ternyata benar kepadanya bahwa orang itu tidak mampu.

4. Jika surat keterangan tidak dapat diadakan, maka terserah kepada pertimbangan Pengadilan Negeri untuk meyakinkan dari keterangan orang itu, baik dengan lisan maupun dengan cara lain, bahwa ia tidak mampu.

Permohonan berperkara dengan cuma-cuma dalam tingkat pertama terlebih dahulu diperiksa oleh hakim dalam sidang insidental yang memeriksa ketidakmampuannya pihak yang mengajukan gugatan itu kepada pengadilan. Hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam putusan serta sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 239 ayat (1) HIR/275 ayat (1) R.Bg, yang berbunyi: “pada hari menghadap ke muka pengadilan, terlebih dahulu harus diputuskan

Page 271: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

259Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata258 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

oleh Pengadilan Negeri apakah permintaan akan berperkara dengan tidak membayar ongkos dapat dikabulkan atau tidak.”

Kemudian pihak lawan yang mengajukan permohonan berperkara dengan cuma-cuma dapat menyangkal permohonan gugat cuma-cuma tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat bunyi Pasal 239 ayat (2) HIR/275 ayat (2) R.Bg, yaitu: Lawan orang yang mengajukan permintaan itu dapat membantah permintaan itu baik dengan semula menyatakan, bahwa gugatan atau perlindungan si peminta itu tidak beralasan sama sekali, maupun dengan menyatakan bahwa orang itu sungguh mampu akan membayar ongkos perkara itu.

Hakim karena jabatannya dapat menolak gugat dengan cuma-cuma tersebut. Jika ditolak, maka pemohon gugat dengan cuma-cuma itu harus membayar ongkos perkara sebagaimana mestinya terlebih dahulu, baru kemudian pemeriksaaan perkara dilanjutkan.

Pembayaran ongkos perkara (persekot biaya perkara) harus dilakukan oleh pemohon/penggugat dengan cuma-cuma pada meja satu dan oleh kasir dicatat dalam jurnal sebagai tambahan biaya perkara, karena pada waktu mendaftarkan perkara pada Skum telah ditulis nihil. Jika pihak yang mohon berperkara secara cuma-cuma tidak membayar ongkos dalam tempo satu bulan setelah ditetapkan putusan sela yang mewajibkan ia harus membayar ongkos perkara, maka pengadilan dapat mencoret perkara itu dari daftar perkara.

Seandainya permohonan gugat dengan cuma-cuma dikabulkan oleh Majelis Hakim, maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan. Hal ini telah dijelaskan oleh Pasal 241 HIR/277 R.Bg yang berbunyi: “putusan Pengadilan Negeri tentang izin untuk berperkara dengan tidak membayar ongkos, tidak dapat diminta banding atau dikenakan aturan lain.”

Pihak tergugat pun dapat mengajukan jawaban dengan cuma-cuma (prodeo) dengan syarat harus mempunyai surat keterangan tidak mampu/miskin dari Kepala Polisi setempat/Kepala Desa, di mana tergugat bertempat tinggal.

G. Pembuktian Seorang advokat harus tahu bukti-bukti apa saja yang dapat diajukan

setelah acara gugatan dari pihak penggugat, jawaban dari pihak tergugat, replik dari pihak penggugat, dan duplik dari pihak tergugat.

Page 272: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

261Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata260 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pembuktian menurut Bachtiar Effendie dan A. Chodari, ADP, adalah: Penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh pihak berperkara kepada hakim dalam persidangan dengan tujuan untuk memperkuat kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok sengketa, sehingga hakim memperoleh kepastian untuk dijadikan dasar putusannya.33 Selanjutnya R. Subekti pernah menjelaskan, bahwa membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketakan.34 Jadi jelaslah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam persengketaan di muka pengadilan.

Pembuktian itu diperlukan karena adanya bantahan atau penyangkalan dari pihak lawan tentang apa yang digugatkan, atau untuk membenarkan suatu hak. Di sini yang wajib membuktikan atau mengajukan alat-alat bukti adalah yang berkepentingan di dalam perkara atau sengketa, berkepentingan bahwa gugatannya dikabulkan atau ditolak.Jadi yang berkepentingan adalah para pihak (penggugat dan tergugat).Para pihaklah yang wajib membuktikan peristiwa yang disengketakan dan bukan hakim.

Hal ini dapat dilihat/dibaca dalam Pasal 163 HIR/Pasal 283 R.Bg, dan Pasal 1865 KUH Perdata. Dalam Pasal 1865 KUH Perdata berbunyi,” setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.35

Dalam sengketa yang berlangsung dipersidangan pengadilan, masing-masing pihak dibebani untuk menunjukkan dalil-dalil (“posita”) yang saling berlawanan, majelis hakim harus memeriksa dan menetapkan dalil-dalil manakah yang benar dan yang tidak benar berdasar duduk perkaranya yang ditetapkan sebagai yang sebenarnya. Keyakinan hakim itu dibangun berdasarkan pada sesuatu yang oleh undang-undang dinamakan alat bukti, dengan alat bukti, masing-masing pihak berusaha membuktikan dalilnya atau pendiriannya yang dikemukakan di hadapan majelis hakim dalam persidangan.

Merupakan suatu asas bahwa siapa mendalilkan sesuatu dia harus membuktikannya, maka Advokat harus tahu ada berapa macam alat-alat

33Bachtiar Effendie, dkk., Surat Gugat dan Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hlm.50.

34R. Subekti, Op.Cit, hlm.78.35R.Subekti,R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya

Paramita, 1995), hlm. 475.

Page 273: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

261Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata260 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

bukti dan bagaimana cara harus membuktikannya. Alat-alat bukti menurut Bachtiar Effendie, dkk., ialah bahan-bahan yang dipakai untuk pembuktian dalam suatu perkara perdata di depan persidangan pengadilan.36 Alat-alat menurut ketentuan undang-undang (Pasal 164 HIR/284 R.Bg/1866 KUH Perdata terdiri atas:

a. Bukti tulisan,

b. Bukti dengan saksi-saksi,

c. Persangkaan-persangkaan,

d. Pengakuan,

e. Sumpah.37

Penjelasan masing-masing alat bukti tersebut di atas sudah dijelaskan pada Bab 6 Asas-Asas Hukum Perdata pada bagian pembuktian dan daluarsa.

H. Kesimpulan dari Penggugat dan Tergugat Sebelum Perkara DiputusSetelah penggugat mengajukan replik dan tergugat mengajukan duplik,

kemudian disusul dengan pembuktian. Untuk mengakhiri acara persidangan sebelum perkara diputus, setelah pembuktian itu disusul dengan diajukannya kesimpulan akhir oleh kedua belah pihak. Dalam kesempatan sidang untuk mengajukan kesimpulan akhir, kedua belah pihak bersama-sama menyerahkan kesimpulan kepada Ketua Majelis Sidang.

Selanjutnya juga pihak tergugat membuat kesimpulan akhir dan mempertahankan dalil yang telah dikemukakan pada jawaban duplik upaya berperkara ditempuh oleh para pihak. Gugatan dari penggugat–jawaban dari tergugat–replik dari penggugat (penjelasan dari gugatan)–duplik dari tergugat (penjelasan dari jawaban)–pembuktian dari penggugat–pembuktian dari tergugat, kesimpulan terakhir dari para pihak, selanjutnya tibalah giliran dari Majelis untuk menjatuhkan keputusannya.

Setelah keputusan diucapkan oleh Majelis Hakim, maka pihak yang kalah dalam perkara dan ia tidak puas atas keputusan pengadilan tersebut sebaiknya menempuh upaya hukum.

36Bachtiar Effendie,A.Chodari,ADP., Op.Cit, hlm. 57.37R.Subekti, R. Tjitrosudibio, Loc-cit.

Page 274: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

263Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata262 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

I. Putusan HakimPutusan hakim adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk

tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius).38 Dalam Pasal 185 (1) HIR tentang putusan akhir dan putusan bukan akhir. Putusan akhir yakni suatu keputusan yang mengakhiri suatu pemeriksaan perkara di persidangan. Putusan yang bukan putusan akhir (putusan sela), yakni suatu keputusan yang dijatuhkan dalam keadaan masih proses pemeriksaan perkara yang berfungsi untuk memperlancar jalannya pemeriksaan/persidangan.

Putusan akhir dalam hukum acara perdata dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

a. Putusan condemnatoir (condemnatoir vonnis),

b. Putusan declaratoir (declaratoir vonnis),

c. Putusan constitutif (constitutif vonnis).39

Putusan condemnatoir, yaitu suatu keputusan yang bersifat menghukum kepada pihak yang kalah untuk memenuhi suatu prestasi yang ditetapkan oleh hakim. Dalam putusan yang bersifat condemnatoir, amar putusan harus mengandung kalimat seperti:

- Menghukum tergugat untuk berbuat sesuatu;

- Menghukum tergugat untuk menyerahkan sesuatu;

- Menghukum tergugat untuk membongkar sesuatu;

- Menghukum tergugat untuk membagi.

Mencatumkan salah satu kalimat tersebut di atas merupakan hal yang penting, sebab jika tidak ada kalimat tersebut di atas, maka putusan yang dijatuhkan itu tidak dapat dilaksanakan/dieksekusi.

Putusan declaratoir, yakni suatu keputusan yang menyatakan suatu keadaan tertentu dinyatakan sah menurut hukum. Misalnya putusan yang menyatakan sah tidaknya suatu perbuatan hukum. Putusan model ini terjadi dalam lapangan hukum pribadi, seperti tentang pengangkatan anak, tentang kelahiran, tentang penegasan hak. Jadi putusan declaratoir ini hanya bersifat menetapkan saja tentang keadaan hukum, tidak bersifat mengadili, sebab tidak ada sengketa.

38H.A. Mukti Arto,Op.Cit, hlm. 251.39Abdulkadir Muhammad,Op.Cit, hlm. 182.

Page 275: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

263Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata262 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Putusan constitutif, yaitu suatu keputusan yang bersifat menghentikan atau menciptakan/menimbulkan hukum baru. Misalnya putusan perceraian, putusan pembatalan perjanjian, putusan pembatalan perkawinan, putusan menyatakan pailit, putusan pengangkatan wali.

J. Upaya HukumDalam perkara perdata upaya hukum yang dipergunakan jika pengadilan

telah memutus perkara penggugat dan tergugat, ternyata pihak yang kurang puas atas keputusan pengadilan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Verzet atau perlawanan;

2. Banding;

3. Kasasi;

4. Bantahan pihak ketiga (derden verzet);

5. Peninjauan Kembali (Request Civiel).

Pada butir 1, 2 dan 3 disebut upaya hukum biasa, sedangkan pada butir 4, dan 5 disebut upaya hukum luar biasa.

ad. 1. Verzet (Perlawanan)Verzet/perlawanan merupakan upaya hukum terhadap putusan yang

dijatuhkan di luar hadirnya tergugat. (Pasal 125 ayat (3), Pasal 129 HIR/ Pasal 149 ayat (3), Pasal 153 R.Bg). Dalam praktik putusan verstek ini baru dapat dijatuhkan jika tergugat setelah dipanggil dengan patut untuk kedua kali, bahkan ada yang untuk ketiga kalinya dipanggil dengan patut tergugat tidak juga datang, maka baru dijatuhkan putusan verstek.

Tenggang waktu untuk mengajukan verzet/perlawanan adalah sebagai berikut:

1. Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pemberitahuan putusan, jika pemberitahuan itu disampaikan dan diterima sendiri oleh tergugat. Contoh: Putusan diberitahukan tanggal 1 Januari 2009, maka masa verzet yaitu tanggal 2 sampai dengan 15 Januari 2009, jadi 14 (empat belas) hari. Pada tanggal 16 Januari putusan telah berkekuatan hukum tetap, dan verzet tidak boleh diajukan lagi.

2. Jika putusan verstek tersebut tidak dapat secara langsung diberitahukan kepada orang yang dikalahkan, maka tenggang waktu tersebut pada butir

Page 276: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

265Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata264 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1 (satu) ditambah 8 (delapan) hari terhitung hari berikutnya sejak adanya teguran untuk melaksanakan putusan tersebut.

Contoh: Teguran dilakukan kepada tergugat di Pengadilan Negeri/Agama tanggal 1 Januari 2009.Jadi masa verzet yaitu tanggal 2 Januari sampai dengan tanggal 9 Januari 2009. Pada tanggal 10 Januari 2009 verzet sudah tidak boleh lagi diajukan.

3. Apabila terjadi seperti tersebut pada angka 2 di atas, dan ternyata pada waktu dipanggil untuk ditegur tergugat tidak datang menghadap, kemudian Ketua Pengadilan mengeluarkan perintah eksekusi. Dalam hal ini maka batas waktu verzet adalah 8 hari setelah hari tanggal eksekusi (Pasal 197 HIR).

Contoh: Pelaksanaan eksekusi tanggal 1 Januari 2009. Maka masa verzet yaitu tanggal 2 Januari sampai dengan 9 Januari 2009.Pada tanggal 10 Januari 2009 sudah tidak boleh diajukan verzet.

ad. 2. BandingBanding artinya pemeriksaan ulangan oleh Pengadilan Tinggi atas

putusan Pengadilan Negeri/Agama. Jadi banding (appel) adalah pemeriksaan ulangan yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi terhadap putusan Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri/agama) atas permohonan pihak yang berkepentingan (penggugat/tergugat).

Banding (appel) adalah pemeriksaan ulang oleh Pengadilan Tinggi, baik atas kejadian/peristiwa maupun hukumnya. Pemeriksaan perkara banding telah diatur Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 untuk Jawa dan Madura, sedangkan bagi daerah luar Jawa dan Madura diatur dalam R.Bg Pasal 199 sampai dengan Pasal 205.

Syarat dan prosedur banding adalah sebagai berikut:

- Hanya putusan Pengadilan Negeri mengenai perkara yang harga gugatnnya lebih dari Rp100,- (seratus rupiah) sajalah yang dapat dimintakan banding.40

- Apabila suatu putusan diucapkan dengan verstek atau di luar hadirnya tergugat, pihak tergugat tidak boleh mengajukan banding, dan hanya boleh mengajukan perlawanan atau bantahan saja.

40Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm.196.

Page 277: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

265Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata264 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

- Apabila penggugat berkeberatan atas putusan hakim Pengadilan Negeri di luar hadirnya tergugat (verstek), maka penggugat dapat mengajukan banding. Dalam hal ini, tergugat dapat juga mengajukan hak perlawanan atas putusan Pengadilan Negeri tersebut.41

- Kalau tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama tergugat boleh meminta pemeriksaan ulang (banding) (Pasal 8 UU No.20/1947, 200 R.Bg).42

- Permohonan banding tersebut disampaikan pada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan, baik secara tertulis maupun secara lisan dalam tenggang waktu empat belas hari terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan. Tenggang waktu tersebut dijadikan tiga puluh hari jika pemohon banding berdiam di luar daerah hukum tempat Pengadilan Negeri atau bersidang untuk Jawa dan Madura, sedangkan untuk luar Jawa dan Madura tenggang waktu tersebut dijadikan enam minggu. Pemohon banding harus disertai dengan pembayaran persekot ongkos perkara banding yang jumlahnya ditaksir oleh panitera Pengadilan Negeri tersebut. Apabila tenggang waktu yang telah ditentukan di atas sudah lampau, demikian juga biaya perkara tidak disetor, permohonan banding itu tidak dapat diterima (Pasal 7 UU No. 20/1947, Pasal 199 R.Bg).43

Selanjutnya pemohon banding yang diterima, kemudian dicatat oleh panitera Pengadilan Negeri dalam daftar yang disediakan untuk itu.Sesudah itu panitera menyampaikan pemberitahuan permohonan banding itu kepada pihak lawan. Tiap permohonan banding disertai dengan surat memori banding yang berisi alasan-alasan diminta banding. Sedangkan bagi pihak terbanding dapat juga memasukkan surat kontra memori banding.

Apabila memori banding pihak pembanding diserahkan ke Paniteraan Pengadilan Negeri, dan selanjutnya diberitahukan dan disampaikan kepada terbanding. Dalam hal ini terbanding boleh mengajukan kontra memori banding atas memori banding pembanding.

41Nawawi, Taktik dan Strategi Membela Perkara Perdata, (Jakarta: Fajar Agung, 1987), hlm.150.

42Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm.197.43Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm.201.

Page 278: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

267Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata266 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ad. 3 KasasiKasasi artinya pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung.Jadi kasasi

adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terakhir.

Menurut H. Roihan A. Rasyid, bahwa:Kasasi artinya mohon pembatalan terhadap putusan/penetapan Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) atau terhadap putusan Pengadilan tingkat banding (pengadilan Tinggi Agama) ke Mahkamah Agung di Jakarta, melalui Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) yang dahulunya memutus, karena adanya alasan tertentu, dalam waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.44

Upaya hukum kasasi dilaksanakan oleh Mahkamah Agung RI sebagai lembaga yang berwenang dan bertugas untuk memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan yang sudah tidak dapat lagi dimintakan pemeriksaan ulangan ke pengadilan yang lebih tinggi atau tingkat banding.

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung pada Pasal 30 bahwa,” Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:

- Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

- Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

- Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.45

Dari alasan-alasan tersebut di atas dapatlah diketahui, bahwa di dalam tingkat kasasi tidak diperiksa tentang duduknya perkara atau faktanya, tetapi tentang hukumnya sehingga tentang terbukti tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa. Dalam pemeriksaan tingkat kasasi tidak boleh diajukan peristiwa-peristiwa baru.Penilaian tentang pengetahuan sendiri daripada hukum, yang merupakan alat bukti, tidak tunduk pada kasasi. Demikian juga perubahan dalam bantahan tidak diperkenankan dalam kasasi.

44H. Roihan A. Rasyid, Op.Cit, hlm.222.45Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, (Surabaya: Karina, 2004).

Page 279: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

267Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata266 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Kasasi dapat diajukan oleh para pihak yang berkepentingan (Pasal 44 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004).Dan para pihak yang berkepentingan ini dapat mewakilkan kepada seseorang yang diberi kuasa secara khusus. Tenggang waktu permohonan kasasi dalam perkara perdata berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 adalah 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan yang dimakusdkan diberitahukan kepada pemohon.

Keberatan kasasi harus ditujukan kepada Keputusan Pengadilan Tinggi (Putusan M.A.RI No.1036 k/Sip/1975 tanggal 14 Juli 1976) dan pemohon kasasi harus membuat memori kasasi setelah menyerahkan kasasi.Tanpa mengajukan memori kasasi, permohonan kasasi tidak dapat diterima.Dalam memori kasasi harus dimuat keberatan-keberatan atau alasan-alasan kasasi yang berhubungan dengan pokok persoalan perkara.

Apabila memori kasasi Penggugat dalam kasasi diserahkan di Kepaniteraan perkara perdata, selanjutnya oleh Panitera Pengadilan, memori kasasi disampaikan kepada pihak tergugat dalam kasasi. Dalam hal ini tergugat dalam kasasi membuat kontra memori kasasi.

ad. 4. Bantahan Pihak Ketiga (Derden Verzet)Derden verzet merupakan bantahan atau perlawanan pihak ketiga terhadap

subjek pihak-pihak yang terdapat dalam suatu perkara yang telah diputus yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

Apabila pihak ketiga hak-haknya dirugikan oleh suatu putusan, maka ia dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut (Pasal 378 Rv). Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa (Pasal 379 Rv).

Pihak ketiga yang mengajukan derden verzet (perlawanan terhadap putusan hakim) tersebut disebut dengan “Pelawan/Pembantah” yang berhadapan dengan para pihak semula, yaitu Penggugat dan Tergugat, yang kemudian berkedudukan sebagai “Terlawan/Terbantah” yakni pihak penggugat semula menjadi “Terlawan/Terbantah I.” dan pihak tergugat semula menjadi “terlawan/Terbantah II”.

Pihak ketiga yang hendak mengajukan perlawanan terhadap suatu putusan tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi harus juga nyata-nyata telah dirugikan hak-haknya.

Page 280: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

269Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata268 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Contoh kasus, seperti A dan B sedang berperkara di Pengadilan Negeri Sungai Penuh, di mana A (penggugat) dan B (tergugat) menyengketakan tanah yang terletak di jalan Depati Parbo Sungai Penuh. Tanah yang disengketakan antara A dan B itu adalah milik C. Dalam hal ini C mengetahui, bahwa tanahnya disengketakan oleh A dan B setelah mendengar adanya putusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh dan pengumuman eksekusi atas tanah milik C tersebut.

Dengan demikian, C sebagai pemilik/pihak ketiga mengadakan upaya hukum dalam bentuk verzet, bantahan/perlawanan pihak ketiga terhadap putusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh No………………………tanggal……dalam perkara antara A dan B.

ad. 5. Peninjauan KembaliDalam perundang-undangan nasional, istilah “peninjauan kembali”

telah diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:

(1) Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.

(2) Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.

Dewasa ini peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung pada Pasal 66 sampai dengan Pasal 77. Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan baik secara tertulis maupun lisan (Pasal 71 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004) oleh para pihak sendiri, ahli warisnya, seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama.

Menurut Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 permohonan peninjauan kembali atas suatu putusan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan dengan alasan-alasan sebagai berikut:

a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;

Page 281: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

269Bab 8 | Asas Hukum Acara Perdata268 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;

c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut;

d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;

e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;

f. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau tidak menghentikan pelaksanaan putusan hakim dan dapat dicabut selama belum diputus serta hanya dapat diajukan satu kali saja.Jika permohonan peninjauan kembali dicabut, maka tidak dapat diajukan lagi.

Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung berdasarkan atas alasan-alasan seperti yang tercantum dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung adalah 180 (seratus delapan puluh) hari atau 6 (enam) bulan untuk:

a. Yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.

b. Yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal diketemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.

c. Yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.

d. Yang disebut pada huruf e sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.46

46Nawawi, Op.Cit, hlm. 167.

Page 282: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PBBab 8 | Asas Hukum Acara Perdata270 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Apabila permohonan PK diterima oleh termohon PK melalui Pengadilan Negeri setempat, maka selanjutnya termohon PK membuat dan mengajukan jawaban atas permohonan PK pihak pemohon.

Page 283: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

271Bab 9 | Asas-asas Hukum DagangPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ASAS-ASAS HUKUM DAGANG

BAB 9

A. Istilah dan Pengertian Hukum DagangIstilah dagang atau niaga adalah terjemahan dari istilah “handel” dalam

bahasa Belanda yang oleh beberapa penulis diterjemahkan dalam istilah dagang, niaga atau perniagaan, sehingga “handels recht” diterjemahkan sebagai hukum dagang, hukum niaga atau hukum perniagaan.

Kaidah hukum dagang sebenarnya merupakan kebiasaan di antara orang-orang yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Perdagangan atau perniagaan pada umumnya, adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.

Hukum dagang merupakan jenis khusus dari hukum perdata. Dengan demikian hubungan hukum, perbuatan hukum perdagangan merupakan pula hubungan hukum, perbuatan hukum keperdataan. Sebagaimana diketahui hukum perdata dalam arti luas meliputi hukum perdata dalam arti sempit dan hukum dagang atau hukum niaga.

Menurut Achmad Ichsan, bahwa hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan/perniagaan, ialah soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia (persoon) dalam perdagangan/perniagaan.1

Kemudian A. Siti Soetami menjelaskan, bahwa hukum dagang adalah

1Achmad Ichsan, Hukum Dagang, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 3.

Page 284: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

273Bab 9 | Asas-asas Hukum Dagang272 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi perbuatan-perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan perdagangan.2

Selanjutnya oleh C.S.T Kansil mengemukakan, bahwa hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usaha memperoleh keuntungan.3 Jika diperhatikan ketiga definisi hukum dagang yang dikemukakan oleh Sarjana tersebut, terlihat dengan jelas adanya persamaan, apabila ditarik penjelasan sebenarnya ada beberapa unsur persamaannya antara peraturan hukum, perbuatan manusia/tingkah laku manusia dan perdagangan.

Bertitik tolak dari unsur-unsur di atas, dapat saja membuat definisi hukum dagang. Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa, yang dimaksud dengan hukum dagang adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan perbuatan/tingkah laku manusia dalam hal perdagangan.

B. Sejarah Hukum DagangSejak perdagangan berkembang dengan pesat, maka timbul pulalah

adat-adat perdagangan dan kebiasaan-kebiasaan perdagangan bagitu banyak, sehingga dipandang perlu untuk mengadakan kodifikasi hukum4 dagang IV di Prancis, yaitu ordonance de commerce (1673) dan ordonance de lamarine (1681),5 yang kemudian dihimpun dalam satu kitab undang-undang, yaitu code de commerce, yang kini menjadi sumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Pada waktu negeri Belanda dijajah oleh Prancis pada tanggal 1 Januari 1809 code de commerce dianggap berlaku juga di negari Belanda dan setelah negeri Belanda merdeka kembali pada tanggal 1 Oktober 1339 dibuatlah “Wetboek van Koophandel” yang meniru code de commerce.

Untuk di Indonesia berdasarkan asas konkordansi kodifikasi hukum dagang ditetapkan dengan pengumuman melalui staatsblad No. 23 pada 30

2A.Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung: Eresco, 1992), hlm. 38-39.3C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1982), hlm. 291.4Adalah pembukuan hukum yang sejenis di dalam kitab-kitab undang-undang secara

sistematis dan lengkap. Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 87.

5HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1995), hlm. 9.

Page 285: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

273Bab 9 | Asas-asas Hukum Dagang272 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

April 1847 dalam sebuah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang/Perniagaan yang pada waktu itu hanya berlaku bagi golongan bangsa Eropa. Akhirnya pada tanggal 1 Mei 1848 KUHD mulai berlaku di Indonesia.

C. Sistematika dan Sumber Hukum DagangKitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang berlaku pada

tanggal 1 Mei 1848 dengan melalui staatsblad No.23 tahun 1847 terdiri atas 2 (dua) buku dan 23 (dua puluh tiga) Bab. Buku I terdiri dari 10 Bab, berjudul perihal perdagangan pada umumnya. Buku II yang terdiri dari 13 Bab yang berjudul hak dan kewajiban yang timbul karena perhubungan kapal.

Sedangkan sumber hukum dagang di Indonesia terdiri dari hukum tertulis yang dikodifikasikan, yaitu Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel (WvK) dan KUH Perdata atau Burgerlijk Wetboek(BW), serta hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan, yakni peraturan-peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, seperti Undang-Undang Koperasi,Undang-Undang Hak Cipta, Surat Keputusan Menteri di bidang ekonomi dan keuangan.

Adapun hubungan antara KUHD (WvK) dengan KUH Perdata (BW) adalah sangat erat. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1KUHD yang mengatakan bahwa, “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, selama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ini ”6 Menurut bunyi Pasal 1 KUHD tersebut dapat dijelaskan bahwa hal-hal yang diatur dalam KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang menyimpang, juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUH Perdata.

Dengan demikian jelaslah, bahwa kedudukan KUHD terhadap KUH Perdata adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum, sehingga berlakulah adagium “lex specialis derogat lex generali”(hukum khusus menghapus/mengesampingkan hukum umum).

6Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, (t.tp : Rhedbook Publisher, t.th), hlm. 3.

Page 286: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

Page 287: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

275Bab 10 | Hukum PerburuhanPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

HUKUM PERBURUHAN

BAB 10

A. Pengertian Hukum PerburuhanManusia di dalam memenuhi semua kebutuhan hidupnya dituntut

untuk bekerja, baik bekerja yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan yang diusahakan sendiri maksudnya adalah bekerja atas usaha modal dan tanggung jawab sendiri. Sedangkan bekerja pada orang lain, yakni bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah dan mengutusnya, karena ia harus tunduk dan patuh pada orang lain yang memberikan pekerjaan tersebut.

Hukum perburuhan itu berkaitan dengan bekerja pada pihak lain. Ketentuan hukum perburuhan itu sangat luas, maka perlu diadakan pembatasan-pembatasan tentang hukum perburuhan tersebut. Pengertian hukum perburuhan menurut para sarjana dapat dilihat di bawah ini, yaitu:

1. Menurut G. Karta Sapoetra dan R.G. Widianingsih, bahwa hukum perburuhan adalah sebagian dari hukum yang berlaku (segala peraturan) yang menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara buruh (pekerja) dengan majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan dan tata kerja yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.1

1G.Karta Sapoetra dan R.G. Widianingsih, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, (Bandung: Armico, 1982), Cet. I, hlm. 2

Page 288: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

277Bab 10 | Hukum Perburuhan276 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

2. A. Siti Soetami menjelaskan bahwa, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan/majikan, dan yang mengatur penyelesaian perselisihan antara pekerja dan majikan.2

3. J.B. Daliyo, dkk. mengemukakan bahwa, hukum perburuhan adalah serangkaian peraturan tertulis dan tidak tertulis, peraturan itu mengenai suatu kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan, ada orang yang bekerja pada orang lain, ada balas jasa berupa upah.3

4. Iman Soepomo mengatakan bahwa, hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak, yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.4

5. Mr. Molenaar memberikan rumusan hukum perburuhan, yaitu suatu bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh denga penguasa.5

Dari kelima definisi hukum perburuhan yang dirumuskan oleh ahli tersebut di atas, maka dapatlah dijelaskan beberapa unsur hukum perburuhan, yaitu:

a. Adanya peraturan tertulis dan tidak tertulis,

b. Peraturan tersebut mengatur suatu kejadian,

c. Adanya orang (buruh/pekerja) yang bekerja pada pihak lain (majikan), dan

d. Adanya upah.

Dengan demikian, unsur penting dalam hukum perburuhan itu adalah majikan, buruh, dan upah. Majikan adalah orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh dengan memberi upah untuk menjalankan perusahaan. Buruh barangsiapa (orang) yang bekerja pada majikan dengan menerima upah. Sedangkan upah adalah balas jasa (imbalan) yang diterima buruh dari majikan, atau pembayaran yang diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan.

2.A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung: Eresco, 1992), hlm. 70.3J.B. Daliyo, dkk., Pengantar Hukum Indonesia Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1995), hlm. 154.4Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 1983), Cet. VI, hlm. 3. 5Dalam C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1982), hlm. 298.

Page 289: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

277Bab 10 | Hukum Perburuhan276 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Untuk membuktikan apa yang dikemukakan di atas, maka dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1984, di mana dijelaskan bahwa, pekerjaan adalah pekerjaan yang dijalankan oleh buruh untuk majikan dalam hubungan kerja dengan menerima upah.

Berkaitan dengan pengertian di atas perlu dijelaskan bahwa, hukum perburuhan tidak meliputi pegawai negeri, meskipun secara yuridis teknis pegawai negeri dapat dikatakan sebagai buruh, karena bekerja pada pihak lain (negara) dengan menerima upah (gaji), akan tetapi secara yuridis politis terhadap pegawai negeri tidak diperlakukan peraturan-peraturan perburuhan, namun demikian diiperlakukan peraturan-peraturan tersendiri, yakni Undang-Undang Kepegawaian dan peraturan-peraturan lainnya.

B. Perjanjian Kerja dan Perjanjian PerburuhanHubungan kerja ini pada dasarnya adalah hubungan antara buruh dan

majikan setelah adanya perjanjian kerja. Menurut Iman Soepomo bahwa, perjanjian kerja adalah perjanjian di mana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah.6

Menurut ketentuan Pasal 1601 huruf a KUH Perdata menjelaskan bahwa, “ perjanjian perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.”7

Definisi tersebut di atas terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Buruh/pegawai mengikatkan diri untuk bekerja pada majikan/perusahaan

b. Majikan/perusahaan yang bersangkutan mengikatkan diri pula untuk memberikan imbalan kerja (berupa gaji, upah, berbagai fasilitas) dalam jumlah tertentu serta pada waktu-waktu yang tertentu pula.

Perumusan perjanjian kerja yang disebutkan di dalam Pasal 1601 huruf a KUH Perdata tersebut adalah kurang lengkap, karena di sini yang mengikatkan diri hanyalah pihak buruh saja, tidak juga pihal lainnya, yaitu majikan. Pada

6Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: Djambatan, 1990), hlm. 51.

7R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1995), Edisi Revisi, hlm. 391. Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954, bahwa ”perjanjian perburuhan” diadakan antara majikan dan “serikat buruh”, “perjanjian kerja” antara majikan dan buruh secara perseorangan.

Page 290: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

279Bab 10 | Hukum Perburuhan278 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

hal tiap perjanjian yang bersegi dua, yang mengikatkan diri adalah kedua belah pihak yang bersangkutan.

Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja, yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban majikan. Perjanjian perburuhan, di mana dalam perjanjian ini tidak menimbulkan hak dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan, tetapi memuat syarat-syarat tentang perburuhan.

Perjanjian perburuhan dibuat oleh satu atau beberapa serikat buruh dengan seorang atau beberapa majikan, yang memuat syarat-syarat perburuhan yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja. Dalam hal ini sebagaimana dijelaskan oleh A. Ridwan Halim, bahwa perjanjian perburuhan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh majikan di suatu pihak, dengan serikat buruh di lain pihak untuk menentukan batas-batas persyaratan kerja yang seyogyanya ditetapkan dalam perjanjian kerja.8

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapatlah diketahui adanya hubungan antara perjanjian kerja dengan perjanjian perburuhan, yaitu bahwa perjanjian perburuhan memberi petunjuk kepada buruh dan majikan dalam membuat perjanjian kerja, syarat-syarat yang harus dipenuhi dan apa yang harus dimasukkan dalam perjanjian kerja yang ia buat. Dari kenyataan ini tampak adanya hubungan yang erat antara perjanjian kerja dengan perjanjian perburuhan, karena perjanjian perburuhan melengkapi syarat-syarat yang perlu dipenuhi dalam membuat perjanjian kerja.

Kemudian perbedaannya adalah bahwa, perjanjian kerja diadakan oleh buruh dengan majikan, sedangkan perjanjian perburuhan diadakan antara serikat buruh dengan majikan. Syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam membuat perjanjian perburuhan adalah, bahwa serikat buruh harus sudah didaftar di kementerian tenaga kerja dan perkumpulan majikan adalah perkumpulan yang berbadan hukum.

Dalam hubungan kerja antara majikan dengan buruh dapat terjadi pemutusan hubungan kerja. Maksud pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dengan majikan. Dalam teori hukum perburuhan dikenal adanya 4 (empat) jenis pemutusan hubungan kerja, yaitu:

8A. Ridwan Halim, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), Cet. I, hlm. 22.

Page 291: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

279Bab 10 | Hukum Perburuhan278 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Pemutusan hubungan kerja demi hukum,

2. Pemutusan hubungan kerja oleh pihak buruh,

3. Pemutusan hubungan kerja oleh pihak majikan,

4. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan.9

Pemutusan hubungan kerja demi hukum berarti putus dengan sendirinya tanpa diperlukan adanya tindakan salah satu pihak, buruh atau majikan yang ditujukan untuk itu. Menurut Pasal 1603 huruf e KUH Perdata menyebutkan, bahwa hubungan kerja berakhir demi hukum, dengan lewatnya waktu yang ditetapkan dalam perjanjian maupun reglemen, atau dalam ketentuan undang-undang atau lagi, jika itu tidak ada, oleh kebiasaan.10

Pemutusan hubungan kerja oleh buruh, yakni buruh berwenang sepenuhnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan persetujuan pihak majikan, tiap saat ia menghendakinya. Cara pemutusan ini tidak diatur dalam KUH Perdata. Dalam hal ini kedua belah pihak adalah bebas. Di samping itu, buruh juga berhak memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa persetujuan majikan.

Pemutusan hubungan kerja oleh pihak majikan, yaitu pemutusan hubungan kerja yang terjadi bila ada persetujuan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D), atau dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P). Pemutusan hubungan kerja oleh majikan atau sering juga disebut Perselisihan Perburuhan Perorangan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan berbagai peraturan pelaksanaan lainnya.

Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) bertugas untuk menyelesaikan perselisihan antara buruh dan majikan. Panitia ini komposisinya terdiri atas 5 (lima) wakil dari pemerintah, 5 (lima) wakil dari buruh, dan 5 (lima) wakil dari majikan. Wakil dari pemerintah, yaitu Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perhubungan.

Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan, adalah pemutusan oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan berdasarkan alasan penting. Dalam teori sebelum pengadilan memberikan putusannya

9Zainal Asikin, (ed), Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hlm. 140.

10Subekti, R. Tjitrosudibio, Op.Cit, hlm. 413.

Page 292: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PBBab 10 | Hukum Perburuhan280 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

terlebih dahulu memanggil para pihak guna didengar keterangannya yang menyangkut pemutusan hubungan kerja itu. Jika pengadilan mengabulkan permohonan tersebut, maka sekaligus dapat menetapkan saat mulai berakhirnya hubungan kerja yang bersangkutan.

Dalam praktiknya pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan ini sangat jarang terjadi karena masalah pemutusan hubungan kerja sudah dibentuk panitia khusus yang bertugas untuk itu, yaitu P4 baik di tingkat daerah, maupun di tingkat pusat.

Page 293: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

281Bab 11 | Asas-asas Hukum AgrariaPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ASAS-ASAS HUKUM AGRARIA

BAB 11

A. Definisi Hukum AgrariaDefinisi hukum agraria yang sampai saat ini belum ada kesatuan pendapat

dari para sarjana dan ahli hukum. Maka untuk menjadi bahan perbandingan dalam memberikan definisi terhadap istilah hukum agraria tersebut, di bawah ini dikemukakan pendapat dari para sarjana dengan harapan kiranya akan membantu dalam mempelajari dari pelaksanaan hukum agraria nasional ini.

Menurut Tjitrosoedibjo Soebekti berpendapat, bahwa:Hukum agraria (agrarische recht) adalah keseluruhan daripada ketentuan-ketentuan, baik hukum perdata, maupun hukum tata negara (staats recht), maupun hukum tata usaha negara (administratief recht), yang mengatur hubungan-hubungan antara orang, termasuk badan hukum dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah negara dan mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan-hubungan tersebut. Sedangkan pengertian agraria dikatakannya adalah merupakan urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya, seperti diatur dalam UUPA (LN. 1960-104).1

Pengertian tersebut di atas ternyata luas sekali, karena selain mengatur tentang tanah, juga mengatur apa yang terdapat di dalamnya dan yang berada di atas tanah.

Kemudian Boedi Harsono mengemukakan, bahwa:Hukum agraria adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik tertulis

1Tjitrosoedibjo Soebekti, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1969), hlm. 49.

Page 294: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

283Bab 11 | Asas-asas Hukum Agraria282 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

maupun tidak tertulis yang mengatur agraria. Selanjutnya dikatakan bahwa pengertian agraria itu menurut UUPA meliputi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, bahkan dalam batas-batas yang ditemukan juga ruang angkasa.2

Dalam hal ini dikatakan, bahwa peraturan itu adalah tertulis dan tidak tertulis. Peraturan yang tertulis adalah peraturan dan ketentuan-ketentuan yang tersebar di dalam berbagai hukum adat dan kebiasaan dalam masyarakat. Di samping itu, Boedi Harsono meletakkan hukum agraria itu sebagai kumpulan dari beberapa macam hukum dalam satu cabang hukum tersendiri, yaitu hukum tanah, hukum air, hukum pertambangan, dan hukum ruang angkasa.

Di dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tidak memberikan definisi secara tegas mengenai hukum agraria tersebut. Namun demikian, bila diteliti dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa definisi hukum agraria mencakup lingkup materi yang lebih luas daripada materi hukum tanah.

Dalam hubungan ini Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan di dalam konsiderannya pada huruf b dinyatakan, bahwa hukum agraria nasional harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud di atas dan harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria.

Pasal 1 ayat (4): Dalam pengertian bumi selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

Ayat (5): Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.

Ayat (6): Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas bumi dan air tersebut ayat 4 dan 3 pasal ini.

Pasal 4 ayat (1): Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

2Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 1970), hlm. 5.

Page 295: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

283Bab 11 | Asas-asas Hukum Agraria282 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Ayat (2): Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekadar diperlukan untuk yang langsung berhubungan dengan menggunakan tanah itu, dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan Peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Meskipun dalam UUPA sebagaimana dikemukakan di atas tidak memberikan pengertian yang tegas tentang hukum agraria, tetapi di dalam konsideran dan pasal-pasal tersebut ternyata UUPA memberikan pembatasan materi yang diaturnya, yaitu lebih luas daripada hukum tanah. Sebagaimana diketahui, bahwa UUPA merupakan undang-undang yang menurut asas-asas dan ketentuan pokok pelaksanaan Pasal 33 khususnya ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

B. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960Dalam pelajaran ilmu hukum yang klasik pada zaman Hindia Belanda

dulu seolah-olah hukum agraria tidak dibicarakan dalam suatu rangkaian yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, hukum agraria tidak merupakan bidang hukum dagang, hukum pidana, dan hukum adat. Akan tetapi, kaidah-kaidah hukum agraria hanya dianggap sebagai bagian dari berbagai bidang hukum lainnya, seperti bagian dari hukum adat, bagian dari hukum perdata barat (BW), bagian hukum antar golongan, dan hukum administrasi.

Dengan berlakunya UUPA sejak tanggal 24 September 1960, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, LN. 1960 Nomor 104, maka terciptalah unifikasi hukum dalam bidang hukum agraria di Indonesia. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) ini disusun dengan berdasarkan hukum adat, oleh karena itu hukum agraria adat mempunyai peranan penting dalam sejarah lahirnya UUPA.

Hukum agraria yang mengatur bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara. Pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menyebutkan, bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Adapun hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dalam Pasal 16 ayat (1) adalah sebagai berikut, yaitu:

Page 296: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PBBab 11 | Asas-asas Hukum Agraria284 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

a. Hak milik,

b. Hak guna usaha,

c. Hak guna bangunan,

d. Hak pakai,

e. Hak sewa,

f. Hak membuka tanah,

g. Hak memungut hasil hutan,

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 ayat (1), yaitu hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian.

Semua hak di atas wajib didaftarkan kepada Kantor Badan Pertanahan oleh pemegangnya untuk menjamin kepastian hak dan merupakan bukti yang kuat terhadap pihak ketiga. Dengan demikian, pemegang hak atas tanah akan mendapatkan suatu tanda bukti hak atas tanah yang lazim disebut dengan sertifikat tanah.

Page 297: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

285Bab 12 | Asas-asas Hukum PajakPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ASAS-ASAS HUKUM PAJAK

BAB 12

A. Pengertian Hukum PajakHukum pajak merupakan bagian dari hukum publik, khususnya termasuk

lingkungan hukum administrasi negara. Hukum pajak tidak terlepas dari bagian-bagian lainnya, namun mempunyai hubungan erat dengan hukum administrasi negara, hukum perdata dan hukum pidana.

Hukum pajak menurut C.S.T. Kansil adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib-wajib pajak dan antara lain mengatur siapa-siapa dalam hal apa dikenakan pajak (objek pajak), timbulnya kewajiban pajak, cara pemungutannya, cara penagihannya dan sebagainya.1

Kemudian menurut H. Bohari, bahwa hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.2

Sedangkan menurut J.B. Daliyo, bahwa hukum pajak adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengambil sebagian kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara.3

1C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm. 313.

2H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), hlm. 29.3J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiawa, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1995), hlm. 176.

Page 298: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

287Bab 12 | Asas-asas Hukum Pajak286 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Rumusan tersebut di atas mengandung arti, bahwa pada dasarnya pemerintah mempunyai wewenang untuk mengambil sebagian dari kekayaan seseorang yang berada di bawah naungan pemerintah, dengan kewajiban menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara sebagai kontra prestasinya.

Hukum pajak bertugas menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang berkaitan dengan penetapan pajak, kemudian merumuskannya dalam peraturan hukum dan menafsirkan keadaan-keadaan dalam masyarakat tersebut dengan memerhatikan latar belakang ekonomis. Hukum pajak itu sering kali berubah akibat sering berubahnya keadaan ekonomi masyarakat.

Adapun fungsi pajak adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.4

B. Perbedaan Antara Pajak, Retribusi dan SumbanganPajak yaitu iuran kepada negara yang terutang oleh wajib pajak

membayarnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali secara langsung.5 Retribusi adalah pemungutan sebagai ganti jasa yang dilakukan oleh penguasa kepada kelompok orang tertentu yang minta jasa. Misalnya pembayaran aliran listrik, air minum, telepon, dan retribusi parkir.

Sedangkan sumbangan, yaitu pemungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada sekelompok orang tertentu dengan kontra prestasi langsung dari pemerintah yang diberikan kepada sekelompok orang tersebut. Misalnya pajak kendaraan bermotor, Setoran Wajib Pembangunan dan Pemeliharaan Prasarana Daerah (SWP3D) bagi para pemilik kendaraan bermotor yang antara lain digunakan untuk pemeliharaan dan bantuan jalan-jalan raya.

C. Jenis-jenis PajakJenis-jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah dapat digolongkan

sebagai berikut:

4A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung: Eresco, 1992), hlm. 96.5A. Siti Soetami, ibid.

Page 299: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

287Bab 12 | Asas-asas Hukum Pajak286 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

1. Pajak Daerah (lokal), yaitu pajak yang dipungut oleh Daerah Provinsi, maupun Daerah Kotamadya atau Kabupaten untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing. Seperti pajak tontonan, pajak pembangunan, pajak jalan, pajak reklame, pajak kendaraan bermotor, dan lain-lain.

2. Pajak Pusat (negara), yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, penyelenggaraannya dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak, untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Seperti pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak deviden, pajak perseroan, pajak impor, pajak penghasilan, bea meterai, pajak penjualan.

Selain jenis pajak tersebut di atas, ada lagi istilah pajak langsung, dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara periodik menurut daftar piutang pajak, sesuai dengan ketetapan pajak. Atau pajak langsung adalah pajak-pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak dilimpahkan kepada orang lain.6 Seperti pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak bumi dan bangunan, pajak perseroan, pajak deviden (keuntungan pemegang saham dari sebuah Perseroan Terbatas), dan pajak rumah tangga.

Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut kalau ada suatu peristiwa atau perbuatan tertentu. Pajak ini tidak dipungut secara berkala, tetapi hanya dipungut pada waktu terjadi peristiwa atau perbuatan tertentu saja.7 Seperti pajak penjualan, bea meterai, bea balik nama, bea masuk barang, pajak pembangunan.

6C.S.T. Kansil, Op.Cit, hlm. 312.7J.B. Daliyo, Op.Cit, hlm. 179.

Page 300: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

Page 301: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

289Bab 13 | Asas-asas Hukum Antar GolonganPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ASAS-ASAS HUKUM ANTAR GOLONGAN

BAB 13

A. Istilah dan Pengertian Hukum Antar GolonganIstilah “hukum antar golongan” adalah terjemahan dari perkataan

“intergentiel recht”. Pengertian hukum antar golongan menurut S. Gautama adalah sebagai berikut:

Keseluruhan peraturan dan keputusan-keputusan yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga negara dalam satu negara, satu tempat dan satu waktu tertentu, memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan-lingkungan kuasa pribadi dan soal-soal (naar personele en zakelijke werking verschillende rechtstelsels en rechtnormen).1

Kemudian menurut J.B. Daliyo, bahwa hukum antar golongan adalah semua kaidah hukum yang menentukan hukum apakah dan hukum manakah yang berlaku apabila dalam suatu peristiwa hukum terlibat dua golongan penduduk atau lebih yang masing-masing tunduk pada hukum yang berbeda, dan mereka bersama-sama bertempat tingal di masyarakat/negara tertentu.2

1S. Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung: Bina Cipta,1987), Cet. Kelima, hlm. 19.

2.J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. 261.

Page 302: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

291Bab 13 | Asas-asas Hukum Antar Golongan290 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Berdasarkan definisi hukum antar golongan tersebut, maka dapatlah diketahui, bahwa hukum antar golongan adalah suatu kaidah hukum yang menentukan hukum apakah dan hukum manakah yang diterapkan, jika dalam suatu peristiwa hukum, terdapat 2 (dua) hukum atau lebih yang berlainan satu sama lain, karena berlainan golongan penghuni dalam suatu negara.

Pengertian tersebut di atas menjelaskan, bahwa hukum antar golongan akan mengatur bagaimana jika terjadi peristiwa hukum di mana masing-masing orang tunduk pada hukum yang berbeda, karena golongan penduduknya berbeda meskipun tinggal dalam wilayah negara yang sama. Contoh Si A warga negara Indonesia menikah dengan Si B warga negara Eropa yang tinggal di Indonesia.

Kasus di atas tersebut memerlukan penyelesaian atau penetapan hukum mana yang akan dipakai, karena masing-masing pihak menganut hukum perkawinan yang berbeda. Si A warga negara Indonesia menganut hukum adat, sedangkan Si B warga negara Eropa berlaku Burgerlijk Wetboek (BW).

Pemecahan masalah tersebut di atas, dapat dilakukan dengan jalan menunjukkan hukum mana yang berlaku. Jika ditunjuk itu adalah hukum adat, berarti hukum adatlah yang mengatur peristiwa hukum tersebut, tetapi apa bila yang ditunjuk itu adalah BW, maka BWlah yang mengatur peristiwa hukum itu.

B. Sejarah Timbulnya Hukum Antar GolonganHukum antar golongan (intergentil recht) ini timbul akibat adanya

pembagian golongan penduduk Indonesia dan tunduk pada hukum perdatanya masing-masing. Pembagian golongan penduduk Indonesia ini berdasarkan Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) terdiri dari 3 (tiga) golongan penduduk, yaitu:

1. Golongan penduduk Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan mereka (orang-orang Jepang),

2. Golongan Indonesia asli (Bumi putra), dan

3. Golongan Timur Asing, masing-masing dengan hukumnya sendiri.

Penggolongan penduduk tersebut selain untuk kepentingan ekonomis ternyata juga untuk alat mempertahankan status sosial masing-masing golongan, di mana golongan Eropa menduduki status yang tertinggi dan

Page 303: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

291Bab 13 | Asas-asas Hukum Antar Golongan290 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

golongan Bumi-putra menduduki status yang terendah,3 sedangkan golongan Timur Asing menduduki status nomor dua.

Masing-masing golongan penduduk tersebut selalu mengadakan hubungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut ada yang diatur oleh hukum seperti jual beli, dan ada juga tidak diatur oleh hukum seperti bepergian bersama-sama untuk pesiar.

Hubungan yang akibatnya tidak diatur oleh hukum jelas tidak ada persoalan. Jadi hubungan di antara para warga masyarakat tersebut merupakan hubungan hukum, maka memerlukan hukum yang mengaturnya supaya dalam pergaulan hidup tersebut tertib dan teratur. Sebagai contoh perkawinan dari 2 (dua) orang yang berbeda golongan penduduknya. Contoh tersebut memerlukan kepastian tentang hukum mana yang mengaturnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapatlah diketahui, bahwa demi ketertiban untuk mengatur pergaulan manusia yang berlainan golongan dan berlainan hukum yang mengaturnya, maka jelas sangat diperlukan hukum antar golongan.

3Sunarjati Hartono, Dari Hukum Antar Golongan Ke Hukum Antar Adat, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 36.

Page 304: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

Page 305: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

293Bab 14 | Asas-asas Hukum Internasional dan Hukum Perdata InternasionalPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ASAS-ASAS HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM PERDATA

INTERNASIONAL

BAB 14

A. Asas-asas Hukum Internasional

1. Istilah dan Pengertian Hukum InternasionalIstilah hukum internasional para ahli hukum biasa juga dipergnakan

dengan istilah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa, atau hukum antar negara. Pengertian istilah tersebut tidak berbeda satu sama lainnya, sebab semuanya menunjuk pada kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan yang melintasi batas-batas negara.

Dengan demikian, hukum internasional mengatur hubungan antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum internasional bukan negara, dan subjek hukum internasional bukan negara satu sama lain. Hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, bahwa hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negera-negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.1

Selain hukum internasional, ada juga hukum perdata internasional yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas-batas negara. Persamaan antara kedua hukum internasional tersebut adalah, bahwa kedua-duanya

1Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Bina Cipta, 1981), hlm. 1.

Page 306: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

295Bab 14 | Asas-asas Hukum Internasional dan Hukum Perdata Internasional294 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara. Sedangkan perbedaannya terletak dalam sifat hukum daripada hubungan atau persoalan yang diaturnya.

2. Subjek-subjek Hukum Internasional Subjek hukum internasional, yaitu pendukung hak dan kewajiban

menurut hukum internasional. Subjek hukum internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja terdiri dari:

1. Negara,

2. Tahta suci,

3. Palang merah internasional,

4. Organisasi internasional,

5. Orang perorangan (individu),

6. Pemberontakan dan pihak dalam sengketa (belligerent).2

Negara merupakan subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, semenjak lahirnya hukum internasional, negara sudah diakui sebagai subjek hukum internasional. Oleh karena itu, hingga sampai sekarangpun ada yang beranggapan, bahwa hukum internasional itu pada hakikatnya adalah hukum antara negara.

Tahta suci (Vatikan) sebagai subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu di samping negara-negara. Hal tersebut merupakan peninggalan (atau kelanjutan) sejarah sejak zaman dahulu ketika Paus sebagai kepala Gereja Roma yang memiliki kekuasaan duniawi. Hingga sekarang Tahta Suci mempunyai perwakilan-perwakilan diplomatik di berbagai ibu kota negara, seperti di Jakarta, yang kedudukannya sejajar dengan wakil-wakil diplomatik negara lain.

Kedudukan Tahta Suci sebagai subjek sama dengan negara (sebagai subjek hukum penuh). Hal ini terjadi setelah diadakannya perjanjian antara Tahta Suci dan Italia pada tanggal 11 Pebruari 1929 (Lateran Treaty) yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Tahta Suci dan memungkinkan didirikannya Negara Vatikan yang dengan perjanjian itu sekaligus dibentuk dan diakui.

2Muchtar Kusumaatmadja, ibid, hlm. 92-103.

Page 307: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

295Bab 14 | Asas-asas Hukum Internasional dan Hukum Perdata Internasional294 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Palang Merah Internasional (PMI) yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat terakhir dalam sejarah Hukum Internasional. Boleh dikatakan, bahwa organisasi ini sebagai subjek hukum internasional (terbatas) lahir karena sejarah, kemudian statusnya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi palang merah internasional (konvensi Genewa 1949 tentang perlindungan korban perang). Dewasa ini Palang Merah Internasional secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional, walaupun dengan ruang lingkup yang sangat terbatas.

Organisasi Internasional sebagai subjek hukum internasional kedudukannya sekarang tidak diragukan lagi, meskipun pada mulanya belum ada kepastian mengenai hal itu. Organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) mempunyai hak-hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang merupakan anggaran dasarnya. Melalui kenyataan ini sebenarnya sudah dapat dikatakan, bahwa PBB dan organisasi internasional semacamnya adalah merupakan subjek hukum internasional, atau setidak-tidaknya merupakan subjek hukum internasional menurut hukum internasional khususnya yang bersumber pada konvensi-konvensi internasional tadi.

Orang perorangan (Individu) diakui sebagai subjek hukum internasional, karena kepadanya diberikan hak untuk menuntut di pengadilan internasional berdasarkan konvensi atau perjanjian. Sebagai contoh perjanjian perdamaian versailes tahun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I (pertama) antara Jerman dengan Inggris, dan Prancis dengan masing-masing sekutunya, sudah terdapat pasal-pasal yang memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah-mahkama Arbitrase Internasional, sehingga dengan demikian sudah ditinggalkan dalil lama, bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak di hadapan suatu peradilan internasional.

Ketentuan yang serupa terdapat dalam perjanjian antara Jerman dan Polandia tahun 1922 tentang Silesia Atas (Upper Silesia), dan keputusan tetap Mahkamah Internasional dalam perkara yang menyangkut pegawai kereta api Danzig. Dalam perkara terakhir ini diputuskan oleh Mahkamah Internasional apabila suatu perjanjian internasional memberikan hak-hak tertentu kepada individu, maka hak itu harus diakui dan mempunyai kekuatan berlaku dalam hukum internasional, artinya diakui oleh badan peradilan internasional.

Page 308: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

297Bab 14 | Asas-asas Hukum Internasional dan Hukum Perdata Internasional296 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pemberontak dan pihak dalam sengketa, menurut hukum perang dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dalam keadaan-keadaan tertentu. Bahkan akhir-akhir gerakan pembebasan diakui pula sebagai subjek hukum internasional. Seperti Gerakan Pembebasan Palestina (PLO).

Sebagai dasar pengalaman tersebut, maka pada prinsipnya bangsa-bangsa di dunia mempunyai hak-hak asasi yang perlu dilindungi, seperti (1) hak untuk menentukan nasib sendiri, (2) hak untuk secara bebas memilih sistem ekonomi, politik dan sosial sendiri, dan (3) hak untuk menguasai sumber kekayaan alam dari wilayah yang didudukinya.3

B. Asas-asas Hukum Perdata Internasional

1. Istilah dan Pengertian Hukum Perdata InternasionalIstilah Hukum Perdata Internasional (HPI) adalah terjemahan dari istilah

internationale Privaat Recht (Belanda), Internationales Privaatrecht (Jerman). Istilah tersebut kemudian diterjemahkan menjadi misalnya International Private Law (Inggris), dan kemudian hukum perdata internasional.4 Sedangkan pengertian hukum perdata internasional, menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas-batas negara-negara.5

Kemudian oleh Bayu Seto mengemukakan, bahwa hukum perdata internasional adalah seperangkat kaidah-kaidah hukum nasional yang mengatur peristiwa atau hubungan hukum yang mengandung unsur asing.6

C.F.G. Sunaryati Hartono berpendapat, bahwa:Hukum perdata internasional mengatur setiap peristiwa atau hubungan hukum yang mengandung unsur asing, baik peristiwa itu termasuk bidang hukum publik (seperti hukum tata usaha negara, hukum pajak, atau hukum pidana), maupun termasuk bidang hukum perdata (seperti hukum perkawinan, hukum waris, dan hukum dagang.7

3Mochtar Kusumaatmadja, ibid, hlm. 104.4Bayu Seto, Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional, Buku Kesatu, (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 1992), hlm. 25Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit, hlm. 1.6Bayu Seto, Op.Cit, hlm. 8.7C.F.G. Sunaryati Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung:

Bina Cipta, 1976), hlm. 13.

Page 309: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

297Bab 14 | Asas-asas Hukum Internasional dan Hukum Perdata Internasional296 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Senada dengan hal tersebut di atas, juga dikemukakan oleh S. Gautama yang mengatakan, bahwa:

Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan peraturan dan keputusan-keputusan yang menunjukkan stelsel-hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan-lingkungan, kuasa, tempat, (pribadi), dan soal-soal.8

Dalam hal tersebut di atas, juga A.Siti Soetami mengemukakan, bahwa Hukum Perdata Internasional adalah sekumpulan peraturan yang mengatur peraturan apa yang menjadi peraturan hukum atau peraturan mana yang berlaku mengenai hubungan hukum yang diadakan oleh dua atau lebih orang yang tunduk pada tata hukum yang berbeda.9

Terlepas dari perbedaan yang terdapat dalam pengertian di atas, pada umumnya diterima pandangan, bahwa hukum perdata internasional, adalah suatu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang lainnya yang mempunyai kewarganegaraan berbeda yang sifatnya perdata. Contoh seorang warga negara Indonesia menikah dengan seorang warga negara Prancis, perjanjian jual beli antara seorang warga negara Indonesia dengan seorang warga negara Amerika, seorang warga negara RRC melangsungkan kontrak kerja dengan seorang warga negara Indonesia.

Dalam contoh tersebut di atas dapat dijelaskan, bahwa kewargenegaraan daripada para pihak dalam suatu peristiwa hukum tertentu telah menjadi sebab daripada terlahirnya hubungan-hubungan hukum perdata internasional. Sebab kewarganegaraan daripada para pihak berbeda dalam peristiwa-peristiwa antara perseorangan dalam bidang perdata ini dikaitkan stelsel-stelsel hukum daripada berbagai negara.

Kewarganegaraan pihak-pihak bersangkutan yang merupakan faktor, bahwa stelsel-stelsel hukum negara-negara tertentu dipertautkan. Apabila diperbandingkan dengan keadaan pada hukum antar golongan, kewarganegaraan ini dapat disamakan dengan golongan rakyat atau keturunan daripada para pihak.

8.Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 1987), Cet. Kelima, hlm. 21.

9A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung: Eresco, 1992), hlm. 89.

Page 310: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

299Bab 14 | Asas-asas Hukum Internasional dan Hukum Perdata Internasional298 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

2. Peraturan-peraturan Hukum Perdata InternasionalPeraturan-peraturan hukum perdata internasional dapat dibagi atas 2

(dua) golongan, yaitu (1) peraturan-peraturan petunjuk (verwijsings regels, “hukum mana”), (2) peraturan-peraturan asli atau peraturan-peraturan sendiri (eigen regels, hukum apa).10

Peraturan petunjuk, yakni peraturan yang dikehendaki hukum nasional mana yang akan mengatur hubungan yang bersangkutan. Dalam peraturan atau perundang-undangan Indonesia, maka peraturan penunjuknya sebagian diatur dalam Pasal 16 AB, Pasal 17 AB, dan Pasal 18 AB (Algemeene Bepalingen van Wetgeving atau undang-undang yang memuat penentuan-penentuan umum perihal perundang-undangan), mula-mula diumumkan pada tanggal 30 April 1847 termuat dalam Staatsblad 1847-23, pasal-pasal mana sampai sekarang masih berlaku.11

Tiga pasal tersebut di atas merupakan penting berdasarkan teori statuta dan menjadi sumber Hukum Perdata Internasional, yaitu:

1. Pasal 16 AB tentang statuta personalia,12 adalah ketentuan perundang-undangan yang mengenai status dan kekuasaan subjek hukum yang berlaku bagi warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri. Asas Lex Originis, walaupun dalam Pasal 16 AB itu hanya disebut “warga negara Indonesia”, namun menurut jurisprudensi dan doktrin, hukum Indonesia dapat menghalalkan asas lex originis ini dalam menyelesaikan perkara mengenai status dan kekuasaan orang asing (di Indonesia). Di Inggris dan Amerika dikenal asas domisili, yaitu suatu asas yang memperlakukan hukum tempat di mana suatu orang asing tinggal.

2. Pasal 17 AB tentang statuta realea,13 bahwa benda-benda tetap (tidak bergerak) berlaku perundang-undangan negara atau tempat di mana benda-benda itu terletak. Jadi tempat/letak suatu benda tidak bergerak merupakan titik taut yang nenentukan hukum yang harus diberlakukan menurut asas lex rei sitae atau statuta riil.

10A. Siti Soetami, ibid. 11Wirjono Prodjodikoro, Hukum Antar Golongan Di Indonesia, (Bandung: Sumur, 1976),

hlm. 15.12Adalah statuta yang berkenaan dengan orang dalam peristiwa hukum yang menyangkut

pribadi dan keluarga. Bayu Seto, Op.Cit, hlm. 21.13 Adalah statuta yang berkenaan dengan benda. Bayu Seto, ibid.

Page 311: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

299Bab 14 | Asas-asas Hukum Internasional dan Hukum Perdata Internasional298 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. Pasal 18 AB ini merupakan peraturan yang sesuai dengan statuta mixta.14 Dengan statuta mixta terutama dimaksudkan peraturan-peraturan yang mengenai segi formal daripada perbuatan-perbuatan hukum (vorm derrechtshandeling). Perbuatan-perbuatan tentang “vorm” sesuatu perbuatan hukum yang diperlakukan ialah hukum dari tempat di mana terjadinya perbuatan hukum tersebut (lex loci actus).15

Contoh : Seseorang warga negara Indonesia yang menjual benda bergerak kepada seorang warga negara Indonesia lain di kota New York. Yang menentukan cara mengadakan perjanjian jual beli tersebut ialah hukum Amerika Serikat, tetapi yang menentukan perjanjian jual beli ini adalah hukum Indonesia.

Sedangkan peraturan asli adalah peraturan yang memberikan penyelesaian sendiri. Peraturan sendiri ini tidak menunjuk pada hukum nasional mana yang akan mengaturnya, tetapi mengatur sendiri. Seperti traktat Warsawa 12 Oktober 1929 tentang pengangkutan udara, traktat Genewa 7 Juni 1930 tentang wessel, dan traktat Genewa 19 Maret 1931 tentang cheque.16

Selain menggunakan peraturan petunjuk dan peraturan asli, bisa juga kedua belah pihak mengadakan pilihan hukum (rechts kueze), yakni kedua belah pihak setuju, bahwa hubungannya akan diatur oleh hukum yang dipilihnya sendiri. Seperti seorang pedagang warga negara Belgia dan seorang pedagang warganegara Jerman mengadakan persetujuan jual beli, yang atas pilihannya memilih diatur oleh hukum Belanda.

14Adalah kaidah-kaidah hukum yang lebih banyak berkenaan dengan perbuatan-perbuatan hukumdaripada suatu subjek hukum atau suatu benda. Bayu Seto, ibid.

15C.F.G. Sunaryati Hartono, Op.Cit, hlm. 143.16A. Siti Soetami, Op.Cit, hlm. 91.

Page 312: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

Page 313: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

301Bab 15 | Asas-asas Hukum AdatPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ASAS-ASAS HUKUM ADAT

BAB 15

A. Istilah dan Pengertian Hukum AdatIstilah hukum adat pada awalnya dipelopori oleh C. Snouck Hurgronye

dengan istilah adat recht, dalam karyanya De Atjehers, yang isinya membahas perihal adat-istiadat suku bangsa Aceh. Selanjutnya istilah hukum adat dikenal sebagai pengertian teknis yuridis dan sebagai objek ilmu pengetahuan hukum positif yang dipelopori oleh Cornelis van Vollen Hoven yang dikenal sebagai Bapak Hukum Adat.

Pengertian hukum adat dapat dilihat dari pendapat beberapa sarjana hukum di bawah ini, sebagai berikut:

1. Menurut R. Soepomo, bahwa hukum adat adalah hukum non-statutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam.1

2. Menurut A. Ridwan Halim, bahwa hukum adat adalah keseluruhan peraturan hukum yang berisi ketentuan adat-istiadat seluruh bangsa Indonesia yang sebagian besarnya merupakan hukum yang tidak tertulis, dalam keadaannya yang berbhinneka mengingat bangsa Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang masing-masing suku bangsa tersebut memiliki adat-istiadat berdasarkan pandangan hidup masing-masing.2

1R. Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 32A. Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, t.th),

hlm. 9.

Page 314: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

303Bab 15 | Asas-asas Hukum Adat302 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

3. Menurut Moh. Koesnoe menjelaskan, bahwa hukum adat adalah suatu hukum yang berurat dan berakar pada nilai-nilai budaya rumpun bangsa ini yang sepanjang perjalanan sejarah selalu mengalami penyesuaian dengan keadaan.3

4. Menurut Hilman Hadikusumah, bahwa hukum adat adalah semua hukum yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat.4

5. Menurut Soerojo Wignjodipoero, bahwa hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).5

Apabila diperhatikan dari kelima pengertian hukum adat yang telah dikemukakan oleh kelima sarjana di atas, maka dapat diketahui beberapa unsur yang terkandung di dalamnya, yaitu:

1. Hukum yang tidak tertulis.

2. Berisi ketentuan adat istiadat seluruh bangsa Indonesia.

3. Berurat dan berakar pada nilai-nilai budaya rumpun bangsa Indonesia yang sepanjang perjalanan sejarah selalu mengalami penyesuaian dengan keadaan (tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat).

4. Ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).

Meskipun hukum adat itu bersumber ketentuan adat-istiadat bangsa Indonesia, tetapi tidak semua adat-istiadat menjadi sumber hukum adat. Hanya adat-istiadat yang mempunyai akibat hukum atau bersanksi saja yang menjadi hukum adat. Sedangkan adat-istiadat yang tidak mempunyai akibat hukum bukan merupakan hukum adat.

3Moh. Koesnoe, Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum. Bagian I (Historis), (Bandung: Mandar Maju, 1992), hlm. 5

4Hilman Hadikusumah, Sejarah Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Alumni, 1978), hlm. 123.

5Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 1983), hlm. 16.

Page 315: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

303Bab 15 | Asas-asas Hukum Adat302 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

B. Sifat dan Lingkungan Hukum Adat Hukum adat sebagai suatu model hukum dari masyarakat rumpun suku

bangsa melayu yang tidak terkodifikasi, dan merupakan pernyataan hukum dari budaya suku bangsa itu mempunyai beberapa sifat, yaitu konkret, supel, dan dinamis.6

Konkret, maksudnya segala sikap tindak itu selalu dilakukan secara terang-terangan/nyata, dengan memakai tanda-tanda yang mengerti oleh para warga masyarakat lainnya dalam lingkungan hukum adat itu sendiri.

Supel, maksudnya hukum adat itu dalam dirinya dibangun dengan asas-asas pokok saja. Soal-soal yang detail diserahkan kepada pengolahan asas-asas pokok itu dengan memerhatikan situasi, kondisi, dan waktu yang dihadapi.

Dinamis, artinya hukum adat itu pada prinsipnya terus-menerus berubah dan berkembang melalui keputusan-keputusan atau penyelesaian-penyelesaian yang dikeluarkan oleh masyarakat sebagai hasil temu rasa dan temu pikir melalui permusyawaratan. Dalam pepatah adat melayu, hal inipun telah dinyatakan pula “sekali air bah, sekali tepian berubah”, maksudnya menjelaskan bahwa, hukum adat akan selalu bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakatnya.

Sedangkan lingkungan hukum adat oleh Van Vollenhoven telah membagi Indonesia dalam, 19 (sembilan belas) lingkungan hukum adat, yaitu:

1. Aceh,

2. Tanah Gayo, Alas, dan Batak beserta Nias,

3. Daerah Minangkabau (beserta Mentawai),

4. Sumatera Selatan,

5. Daerah Melayu,

6. Bangka dan Beliteung,

7. Kalimantan (Tanah Dayak),

8. Minahasa,

9. Gerontalo,

10. Daerah Toraja,

11. Sulawesi Selatan,

6Moh. Koesnoe, Op.Cit, hlm. 10.

Page 316: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

305Bab 15 | Asas-asas Hukum Adat304 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

12. Kepulauan Ternate,

13. Maluku, Ambon,

14. Irian,

15. Kepulauan Timor,

16. Bali dan Lombok (beserta Sumbawa Barat),

17. Jawa Tengah dan Timur (beserta Madura),

18. Daerah-daerah Swapraja Solo, dan Yogyakarta,

19. Jawa Barat.7

Tiap lingkungan hukum tersebut di atas mempunyai ciri-ciri hukum adat yang berbeda satu sama lainnya. Perlu diketahui, bahwa pembagian lingkungan hukum yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven tersebut di atas, yang sampai saat pecahnya Perang Pasifik tahun 1942 masih up to date, sekarang, setelah Indonesia merdeka dan mengalami proses pembangunan serta perkembangan di segala bidang kehidupan, sehingga pergaulan di antara masyarakat-masyarakat ataupun warga-warganya dari berbagai lingkaran hukum itu menjadi sangat eratnya, hal ini sudah barang tentu membawa akibat adat-kebiasaan anggota daerah masing-masing dalam pergaulan yang erat itu saling bertemu, saling pengaruh memengaruhi yang pada gilirannya akan memperkecil ataupun menghilangkan sama sekali perbedaan-perbedaan yang pada intinya bukan merupakan perbedaan fundamental dalam peraturan-peraturan hukum adat daerah masing-masing.

Dalam hal ini menurut Tolib Setiady, bahwa pembagian 19 (sembilan belas) lingkungan hukum adat itu hanya untuk sementara waktu saja. Dikemudian hari karena tukar menukar anggapan dan lalu lintas yang menjadi semakin erat dan anggota-anggota berbagai persekutuan hukum adat itu semakin lama semakin bertambah maju, maka dengan demikian dengan sendirinya perbedaan hukum antara berbagai persekutuan adat akan semakin hapus yang dipersempit.8

7R. Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, diterjemahkan oleh A. Soehardi, (Bandung: Sumur, 1982), hlm. 15.

8Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Kepustakaan), (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 137.

Page 317: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

305Bab 15 | Asas-asas Hukum Adat304 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

C. Struktur Persekutuan Hukum (Masyarakat Hukum)Pemahaman struktur persekutuan hukum atau masyarakat hukum

yang terdapat di seluruh kepulauan Nusantara perlu kiranya dipahami dan dimengerti faktor-faktor apa saja yang merupakan dasar mengikat dari anggota-anggota kelompok atau masyarakat hukum tersebut.

Menurut A. Siti Soetami, bahwa faktor yang menjadi dasar ikatan yang mengikat anggota-anggota persekutuan hukum itu dikenal 3 (tiga) macam tipe, yaitu:

1. Tipe genealogis,

2. Tipe teritorial, dan

3. Tipe genealogis-teritorial.9

Tipe genealogis (keturunan), yakni tipe yang dalam susunan masyarakat hukum berdasarkan atas pertalian darah atau pertalian suatu keturunan. Persekutuan hukum secara genealogis ini dapat dibedakan atas 3 (tiga) golongan dasar pertalian keturunan, yaitu:

(1) Pertalian darah menurut garis bapak (patrilineal), seperti pada suku Batak, Nias, Bali, dan Sumba. Masayarakat patrilineal ini di mana anggota-anggotanya menarik garis keturunan dari pihak Bapak saja terus ke atas (vartikal), sehingga berakhir pada suatu kepercayaan, bahwa mereka semua berasal dari satu Bapak asal.

(2) Pertalian darah menurut garis ibu (matrilineal), seperti pada masyarakat Minangkabau, Kerinci, dan Samendo. Masyarakat matrilineal di mana anggotanya menarik garis keturunan dari pihak ibu saja, terus-menerus ke atas (vertikal), sehingga berakhir pada suatu kepercayaan, bahwa mereka berasal dari seorang Ibu Asal.

(3) Pertalian darah menurut garis ibu dan garis bapak (tata susunan parental/bilateral), seperti suku Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Dayak, dan lingkungan hukum Melayu.

Sedangkan tipe teritorial, yaitu masyarakat hukum yang berdasarkan atau bertalian dengan tempat tinggal/daerah. Persekutuan-persekutuan teritorial merupakan pokok pangkal tata susunan yang terpenting bagi masyarakat Indonesia.

9A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung: Eresco, 1992), hlm. 78.

Page 318: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PBBab 15 | Asas-asas Hukum Adat306 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Persekutuan hukum teritorial dapat dibagi atas 3 (tiga) golongan, yaitu:

a. Persekutuan desa,

b. Persekutuan daerah,

c. Perserikatan desa.10

Persekutuan desa, yaitu segolongan orang terikat pada satu tempat kediaman, sebagai contoh desa di Jawa dan di Bali. Persekutuan daerah, yaitu jika di dalam suatu daerah tertentu terletak beberapa desa yang masing-masing mempunyai tata susunan dan pengurus sendiri-sendiri yang sejenis, berdiri sendiri-sendiri, tetapi semuanya merupakan bagian bawahan dari daerah; daerah memiliki harta benda dan menguasai hutan dan rimba di antara atau di keliling tanah-tanah yang ditanami dan tanah-tanah yang ditinggalkan penduduk desa itu.11 Contoh: Kuria di Angkola dan Mandailing yang mempunyai hutan-hutan di daerahnya, marga di Sumatera Selatan dengan dusun-dusun di dalam daerahnya, daerah-daerah Datukkaya di Riau beserta kampung di dalamnya.

Perserikatan desa, yaitu gabungan dari beberapa persekutuan desa di mana mereka mengadakan permufakatan untuk melakukan kerja sama. Di mana untuk memelihara keperluan bersama itu diadakan suatu Badan Pengurus yang terdiri dari pengurus-pengurus desa tersebut.12 Contoh: perserikatan huta-huta di tanah Batak, Subak di Bali.

Tipe genealogis-teritorial, yaitu pertalian masyarakat di sini di samping pertalian darah, juga berdasarkan daerah/wilayah. Contoh persekutuan hukum yang demikian terdapat di berbagai daerah, yaitu: (1) pulau Mentawai (UMA), (2) pulau Nias (EURI), (3) di daerah Tapanuli (KURIA dan HUTA), (4) di Minangkabau (NAGARI), (5) di Palembang (MARGA), (6) di Maluku (NEGORIJ).13

10R. Van Dijk, Op.Cit, hlm. 2111Soerojo Wignjodipoero, Op.Cit, hlm. 80.12Tolib Setiady, Op.Cit, hlm. 82-83.13Tolib Setiady, ibid.

Page 319: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

307Bab 16 | Asas-asas Hukum IslamPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

ASAS-ASAS HUKUM ISLAM

BAB 16

A. Istilah dan Pengertian Hukum IslamIstilah hukum Islam merupakan istilah khas di Indonesia, sebagai

terjemahan dari al-fiqh al-Islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-syari'ah al-Islamy.1 Kemudian Mardani menjelaskan, bahwa dalam literatur hukum dalam Islam maupun dalam Al-Qur’an tidak ditemukan lafadz hukum Islam. Yang ada di dalam Al-Qur’an adalah kata syariah, fiqih, hukum Allah dan yang seakar dengannya.2 Kata-kata hukum Islam merupakan terjemahan dari term “Islamic Law” dan literatur Barat.

Adapun pengertian hukum Islam dalam makna hukum fiqih Islam, adalah hukum yang bersumber dan disalurkan dari hukum syariat Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad, dikembangkan melalui ijtihad oleh para ulama atau ahli hukum Islam yang memenuhi syarat untuk berijtihad dengan cara-cara yang telah ditentukan.3

Kemudian menurut Mohd Idris Ramulyo menjelaskan, bahwa hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan disalurkan dari hukum syariat Islam

1H. Zainuddin Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 1.

2Mardani, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm, 14.

3H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 211.

Page 320: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

309Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam308 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

yang terdapat dalam Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah Saw., dan dikembangkan melalui ijtihad dari para ulama.4

Berdasarkan pengertian hukum Islam tersebut di atas, dapatlah dijelaskan, bahwa hukum Islam itu bersumber dari wahyu Allah (Al-Qur’an), sunnah Rasul (Hadis), dan Ijtihad para ulama. Dengan demikian, dapat dipahami, bahwa hukum Islam itu adalah hukum yang lebih tinggi bila dibandingkan dari hukum positif lainnya, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum agraria, sebab hukum ini bersumber dari akal budi (rasio) manusia. Sedangkan hukum Islam bersumber dari wahyu Allah Swt... (Al-Qur’an), hadis, dan ijtihad.

B. Sumber Hukum IslamSumber berarti asal sesuatu. Jadi sumber hukum Islam adalah asal atau

tempat pengambilan hukum Islam. Sumber hukum Islam itu banyak. Dari jumlah yang banyak itu ada sebagian yang telah disepakati oleh para ahli Ushul Fiqh, dan ada juga sebagian yang belum disepakatinya.

Adapun sumber hukum Islam yang telah disepakati oleh jumhur ahli Ushul Fiqh terdiri atas 4 (empat) macam, yaitu:

1. Al-Qur’an,

2. as-Sunnah,

3. al-Ijma’, dan

4. al-Qias.5

Sumber hukum Islam menurut Dede Rosyada ada 3 (tiga), yaitu:

1. Al-Qur’an,

2. al-Sunnah, dan

3. ijma’ Shahabat.6

4Mohd Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam Sejarah Timbulnya Dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hlm. 39.

5Mukhtar Yahya, Fatchur Rahman, Dasar-Dasar Pembinaan Fiqh Islami, (Bandung: Almaárif, 1986), hlm. 28.

6Dede Rosyada, Hukum Islam Dan Pranata Sosial, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 31.

Page 321: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

309Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam308 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Kemudian Mohd. Idris Ramulyo mengatakan, bahwa sumber hukum Islam terdiri atas 5 (lima), yaitu:

1. Al-Qur’an

2. Hadis Rasulullah Saw,

3. Ijtihad (Raýi),

4. Qias,

5. Ijma’ (Ijmali).7

Masing- masing sumber hukum Islam itu dapat dijelaskan di bawah ini, yaitu:

ad. 1. Al-Qur’anAl-Qur’an adalah masdar yang berarti bacaan atau yang dibaca, berasal

dari kata qara’a yang artinya ia telah membaca. Pengertian Al-Qur’an menurut Abdul Ghofar Anshori, Yulkarnain Harahab, adalah sebagai berikut:

Kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantaraan malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin ̀ Abdullah dengan lafadz yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar, untuk menjadi hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi qurbah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah bagi mereka yang beribadah dengan membacanya.8

Kemudian H. Mustofa, H. Abdul Wahid memberikan pengertian Al-Qur’an sebagai himpunan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.9

Selanjutnya Mukhtar Yahya, Fatchur Rahman memberikan pengertian Al-Qur’an sebagai berikut, yaitu:

Al-Qur’an ialah kalam Allam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dalam bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril, sebagai hujjah (argumentasi) bagi-Nya dalam mendakwahkan kerasulan-Nya dan sebagai pedoman hidup bagi manusia yang dapat dipergunakan

7Mohd. Idris Ramulyo, Op.Cit, hlm. 61.8Abdul Ghofur Anshori, Yulkarnain Harahab, Hukum Islam Dinamika dan

Perkembangannya di Indonesia, (Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2008), hlm. 127.9H. Mustofa, H. Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Sinar Grafika,

2009), hlm. 9

Page 322: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

311Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam310 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta sebagai media untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Tuhan dengan membacanya.10

Berdasarkan pengertian Al-Qur’an tersebut di atas, maka dapat dipahami, bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah Swt... sebagai mu’jizat yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril, dan sebagai petunjuk bagi umat manusia yang bertakwa, serta menjadi ibadah bagi yang membacanya.

Al-Qur’an itu terdiri dari 30 (tiga puluh) juz, 114 (seratus empat belas) surah, dan 6236 (enam ribu dua ratus tiga puluh enam) ayat, serta jumlah hurufnya terdiri dari 325.345 (tiga ratus dua puluh lima ribu tiga ratus empat puluh lima).11 Apabila ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al-Qur’an itu terdiri dari ayat-ayat Makkiyah dan ayat-ayat Madaniyah. Ayat Makkiyah adalah ayat-ayat yang diturunkan di Makkah atau sebelum Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah. Ayat-ayat Madaniyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan di Madinah, atau sesudah Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah.

Ayat-ayat Makkiyah meliputi 19/30 dari isi Al-Qur’an terdiri dari 86 (delapan puluh enam) surah dengan ciri-cirinya sebagai berikut:

1. Ayat-ayatnya pada umumnya pendek-pendek (Qishar).

2. Ayat-ayatnya mayoritas mengandung soal keimanan, ancaman, dan pahala, kisah-kisah umat terdahulu yang mengandung pengajaran dan budi pekerti.

3. Ayat-ayatnya dimulai perkataan “yaa Ayyuuhannas”.

Ayat-ayat Madaniyah meliputi 11/30 dari isi Al-Qur’an terdiri atas 28 (dua puluh delapan) surat dengan ciri-cirinya sebagai berikut:

1. Ayat-ayatnya pada umumnya panjang-panjang (Thiwal).

2. Ayat-ayatnya mengandung hukum-hukum, baik yang berhubungan dengan hukum adat, atau hukum-hukum dunia, seperti hukum kemasyarakatan, hukum ketatanegaraan, hukum perang, hukum nasional, hukum antar agama.

3. Ayat-ayatnya terdapat perkataan “yaa Ayyuhallazina aamanu”, dan sedikit sekali terdapat perkataan “yaa Ayyuhannas.”12

10Mukhtar Yahya, Fatchur Rahman, Op.Cit, hlm. 31.11T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, (Jakarta:

Bulan Bintang), hlm 71.12Departemen Agama RI, al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab

Suci Al-Qur’an Dept. Agama RI, 1981/1982), hlm. 18.

Page 323: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

311Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam310 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Adapun pokok-pokok isi Al-Qur’an itu ada 5 (lima), yaitu:

1. Tauhid (mengesakan Tuhan termasuk di dalamnya semua kepercayaan terhadap alam ghaib.

2. Ibadah, sebagai perbuatan yang menghidupkan tauhid dalam hati dan menerapkannya ke dalam jiwa.

3. Janji dan ancaman. Al-Qur’an menjanjikan pahala bagi orang yang mau menerima isi Al-Qur’an dan mengancam mereka yang mengingkarinya dengan siksa.

4. Jalan-jalan mencapai kebahagiaan dunia maupun di akhirat. Karena itu Al-Qur’an berisi peraturan-peraturan dan hukum-hukum.

5. Riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang yang mau tunduk kepada agama Allah dan mau menjalankan hukum-hukumnya, yaitu para Nabi-Nabi, Rasul-Rasul dan orang-orang yang saleh. Juga sejarah mereka yang mengingkari agama Allah dan hukum-hukumnya. Maksud riwayat dan cerita-cerita tersebut, ialah untuk menjadi teladan bagi orang-orang yang hendak mencari kebahagiaan.13

ad. 2. Hadis Rasulullah Saw. (Sunnah)Sunnah pada lughat (bahasa) adalah jalan terpuji, atau jalan/cara

yang dibiasakan. Sunnah menurut istilah muhadditsin (ahli-ahli hadis) ialah segala yang dinukilkan dari Nabi Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup, baik yang demikian itu sebelum Nabi Saw. dibangkit menjadi Rasul, maupun sesudahnya.14

Sunnah menurut pendapat (istilah) ahli ushul fiqh, ialah segala yang dinukilkan dari Nabi Saw, baik perkataan, maupun perbuatan, ataupun taqriri yang mempunyai hubungan dengan hukum. Dasar sunnah (hadis) sebagai sumber hukum Islam telah dijelaskan dalam Al-Qur’an pada Surah An-Nisa (4) ayat 59 dan Surat Hasyr (59) ayat 7.

Adapun bunyi Surat An-Nisa (4): 59, yaitu:

β* ù Λã “≈ Ζ ?’ û «νρŠ � ù’ < )! #Αθ™�9 # ρ

$Β ρ Ν3 ?# Αθ™�9 # νρ‹ ‚ù$Β ρ Ν 3κ Ξ Ψ ã #θγFΡ $ù

13A. Hanafie, Ushul Fiqh, (Jakarta: Widjaya, 1980), hlm. 103.14T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang,

1977), hlm. 25.

Page 324: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

313Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam312 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),...(QS An-Nisa [4]:59).15

Kemudian bunyi Surat Hasyr [59]: 7, yaitu:

$ Β ρΝ3 ?#Αθ™�9 #νρ‹‚ ù$ Β ρΝ3κΞ Ψã#θ γ FΡ$ ù

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah....(QS Hasyr [59]: 7).16

Apabila hadis itu dilihat dari segi kualitas atau integritas pribadi orang-orang yang meriwayatkannya secara lisan dari generasi ke generasi berikutnya, sunnah atau hadis yang terdapat dalam kitab-kitab hadis, dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu (1) hadis shahih, (2) hadis hasan, (3) hadis dhaif.

Hadis shahih, adalah hadis yang bersambung-sambung sanadnya yang dipindahkan (diriwayatkan) oleh orang yang adil dan kokoh ingatan dari yang seumpamanya, tidak terdapat padanya keganjilan dan catatan-catatan yang memburukkannya.Hadis hasan, adalah hadis yang bersambung-sambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh orang yang tidak mempunyai derajat kepercayaan yang sempurna.Hadis dhaif, adalah hadis yang tidak didapati padanya syarat shahih dan tidak pula didapati padanya syarat hasan.17

Hadis shahih dan hadis hasan tergolong hadits yang bisa dipergunakan sebagai dalil syara’, sedangkan hadis dhaif tidak dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum.

ad. 3. Ijtihad (Ra’yi)Sumber hukum Islam yang ketiga adalah ijtihad (al-Ra’yi). Kata ijtihad

adalah bahasa Arab, diambil dari kata ijtahada yang memiliki arti bersungguh-sungguh, rajin, dan giat. Jadi ijtihad berarti berupaya dengan mencurahkan segala kemampuan dan bersungguh-sungguh.

Dengan demikian, ijtihad menurut Imam Syaukani, adalah mengeluarkan segala upaya dan memeras segala kemampuan untuk sampai pada satu hal

15Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 128.16Departemen Agama RI, Ibid, hlm. 916.17T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Op.Cit, hlm. 12-13.

Page 325: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

313Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam312 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

dari berbagai hal yang masing-masing mengandung konsekuensi kesulitan dan keberatan (musyaqqah).18

Senada dengan hal tersebut di atas, dijelaskan juga oleh H. Mohammad Daud Ali yang mengatakan, bahwa:

Ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh ahli hukum yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.19

Dalam hal ini, ijtihad merupakan dasar dan sarana pengembangan hukum Islam. Orang yang berijtihad dinamakan mujtahid. Adapun syarat-syarat mujtahid menurut H. Mohammad Daud Ali, adalah sebagai berikut:

1. Menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami Al-Qur’an dan kitab-kitab hadis yang tertulis dalam bahasa Arab.

2. Mengetahui isi dan sistem hukum Al-Qur’an serta ilmu-ilmu untuk memahami Al-Qur’an.

3. Mengetahui hadits-hadits hukum dan ilmu-ilmu hadis yang berkenaan dengan pembentukan hukum.

4. Menguasai sumber-sumber hukum Islam dan cara-cara (metode) menarik garis-garis hukum dari sumber-sumber hukum Islam.

5. Mengetahui dan memahami kaidah-kaidah fiqih.

6. Mengetahui rahasia dan tujuan-tujuan hukum Islam.

7. Jujur dan ikhlas.

8. Menguasai ilmu-ilmu sosial (antropologi, sosiologi) dan ilmu-ilmu yang relevan dengan masalah yang diijtihadi.

9. Dilakukan secara kolektif (jama’i) bersama para ahli (disiplin ilmu) lain.20

ad. 4. QiasQias merupakan sumber hukum Islam yang keempat. Qias menurut

dari segi bahasa artinya adalah mengukurkan sesuatu atas lainnya dan mempersamakannya. Menurut dari segi istilahnya qias adalah hukum yang telah

18Imam Syaukani, Rekonstruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia Dan Relevansinya Bagi Pembangunan Hukum Nasional, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 37.

19H. Mohammad Daud Ali, Op.Cit, hlm. 106.20H. Mohammad Daud Ali, Ibid. hlm. 107.

Page 326: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

315Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam314 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

tetap dalam suatu benda atau perkara, kemudian diberikan pula kepada suatu benda atau perkara lain yang dipandang memiliki asal, cabang, sifat, dan hukum yang sama dengan suatu benda atau perkara yang telah tetap hukumnya.21

Senada dengan hal tersebut di atas, juga H. Mohammad Daud Ali menjelaskan bahwa, qias adalah menetapkan hukum sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, berdasarkan seuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya.22

Qias merupakan ukuran yang dipergunakan oleh akal budi untuk membanding suatu hal dengan hal lain. Contoh kajian hukum lewat metode qias, seperti larangan meminum khamar (sejenis minuman yang memabukkan dibuat dari buah-buahan), melalui qias terhadap minuman bir (minuman keras) dilarang, karena illat-nya dapat memabukkan; Sebab semua minuman yang memabukkan dari apa pun ia dapat dibuat, hukumnya sama dengan khamar, yaitu haram (dilarang) diminum. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah (5), ayat 90, yang berbunyi:

$pκ š‰r' ‾≈ tƒtÏ ©$#(#þθãΨ tΒ# u$yϑ ‾Ρ Î)ã� ôϑ sƒø: $#ç�Å£ øŠ yϑ ø9 $# uρÜ>$|ÁΡ F{ $# uρãΝ≈s9 ø— F{ $#uρÓ§ ô_Í‘ôÏiΒ

È≅ yϑ tãÇ≈ sÜø‹ ¤±9$#çνθç7 Ï⊥ tG ô_$$sùöΝ ä3ª= yès9tβθßsÎ= ø è?∩⊃∪

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS Al-Maidah [5]: 90)23

Qias itu dapat dikatakan benar apabila memenuhi 4 (empat) rukun, yaitu:

1. Ashal, yakni suatu kejadian yang telah dinyatakan ketentuan hukumnya oleh nash.

2. Furú, yakni kejadian baru yang belum diketahui ketentuan hukumnya dan belum terangkat dalam nash.

3. Illat, yakni sifat-sifat yang menjadi dasar dari ketentuan hukum ashal.

4. Hukum ashal, yakni ketentuan hukum syara’ yang telah dinyatakan oleh nash pada ashal dan hendak dilekatkan pula pada furu’.24

21H. Mustofa, H. Abdul Wahid, Op.Cit, hlm. 14-15.22H. Mohammad Daud Ali, Loc.Cit.23Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 176.24Dede Rosyada, Op.Cit, hlm. 44-45.

Page 327: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

315Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam314 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Qias sebagai sumber hukum Islam yang keempat dasarnya adalah Hadis Nabi sewaktu mengutus Muaz bin Jabal menjadi Gubernur dan qadhi (hakim) di Yaman. Hadis tersebut yang artinya sebagai berikut:

“Bahwa Rasulullah bertanya pada Muaz, apa yang akan engkau perbuat kalau datang persoalan di hadapanmu. Muaz menjawab, saya akan putuskan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam kitab Allah. Kemudian Rasul bertanya lagi, bagaimana kalau engkau tidak menemukan jawabannya dalam kitab tersebut. Muaz menjawab, saya akan putuskan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Sunnah Rasul Allah. Dan bagaimana kalau Sunnah pun belum menyatakan apa-apa tentang itu.Dia menjawab, saya akan berijtihad dengan nalar saya, dan tidak akan mengabaikannya. Lalu Rasul memukul-mukul dada Muaz sambil berkata, segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap apa-apa yang diridhainya,”25 (HR Abu Daud).

Ijtihad dalam hadis di atas, sebagaimana dikatakan Wahbah al- Zuhaili adalah qias,26 karena ijtihad itu mempergunakan nalar, dan qias merupakan pendekatan dalam ijtihad nalar yang paling tradisional dan mendekati kebenaran.

ad. 5. Ijma’ (Ijmali) Ijma’ menurut ilmu bahasa adalah mengumpulkan. Ijma’ menurut A. Rahman

I.Doi, adalah kesepakatan pandangan para sahabat Nabi Saw, juga kesepakatan yang dicapai dalam berbagai keputusan hukum dan dilakukan oleh para “Mufti” yang ahli, atau para ulama dan fuqaha dalam berbagai persoalan Din al-Islam.27

A. Hanafie, juga menjelaskan, bahwa ijma’, ialah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada sesuatu masa atas sesuatu hukum syara’.28 Kemudian Abdul Wahhab Khallaf mengemukakan, bahwa ijma’ adalah kebulatan pendapat fuqaha mujahidin di antara umat Islam pada suatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa Nabi Muhammad Saw.29

25Abu daud, Sunan Abu Daud, (Mesir: Mushthafa al Babi al Halabi, 1952), jilid II, hal. 272.

26Wahbah al-Zuhaili, Al-Washith fi Ushul al-Fiqh al-Islami, (Damaskus: Dar al-Kitab, 1978), hlm.183.

27A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariáh), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 87.

28A. Hanafie, Usul Fiqh, Op.Cit, hlm. 125.29Dalam H. Zainuddin Ali, Op.Cit, hlm. 39-40.

Page 328: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

317Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam316 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Berdasarkan pengertian ijma’ tersebut di atas dapatlah diketahui, bahwa ijma’ merupakan suatu kesatuan pendapat dari ahli fiqih Islam pada satu masalah dalam satu masa dan wilayah tertentu serta tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.

Allah Swt... telah mendorong agar meminta pendapat orang lain dalam masalah-masalah agama, sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran (3) ayat 159, yang berbunyi:

$ϑ Î6ù 7πϑ ôm‘ÏiΒ! #MΖÏ9öΝßγ9(öθ9 ρMΨä.$̂à ùá‹ Î= îÉ= ù= ) ø9##θ‘ÒΡ ωôÏΒ

7 Ï9 öθm(ß#ôã $ùöΝ åκ÷] ãö� ÏøóG ó™# ρöΝçλ;öΝ èδö‘ Íρ$© ρ’ ÎûÍ÷ö{ #(#Œ Î* ùM øΒ •ã

ö≅ ©.θG ù’ ?ã! #4¨βÎ)! #�= Ïtä†ÎÏj. θG ßϑ ø9 #∩⊇∈∪

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS Ali Imran [3]:159).30

Musyawarah yang sehat disertai dengan penggunaan nalar hukum, ijtihad, adalah langkah-langkah awal untuk mencapai kebulatan pendapat, ijma’ al Khulafa’ al-Rasyidin selalu bermusyawarah dengan para sahabat setiap kali muncul masalah baru dan memerlukan keputusan. Kebijakan Khalifah Abu Bakar, umpamanya bisa dijalankan dan didasarkan pada proses ijma’ para sahabat.

Ijma’ itu dapat dibagi 2 (dua) macam, yaitu:

1. Ijma’ Bayani;

2. Ijma’ Sukuti31

Ijma’ bayani oleh Ahmad Hanafi disebutnya dengan ijma’ qauli, yaitu kebulatan yang dinyatakan oleh mujtahid, dan ijma’ sukuti, yaitu kebulatan yang dianggap ada, apabila seseorang mujtahid mengeluarkan pendapatnya dan diketahui oleh mujtahid lainnya, akan tetapi mereka tidak menyatakan persetujuan atau bantahannya.32

30Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.103.31Mohd. Idris Ramulyo, Op.Cit, hlm. 74.32Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),

hlm. 61.

Page 329: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

317Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam316 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Jika sudah terjadi ijma’, maka ijma’ itu menjadi hujjah yang qat’i. Ijma’ merupakan salah satu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif di bawah Al-Qur’an dan Sunnah yang dapat menjadi pedoman dalam menggali hukum-hukum syar’i.

Selain sumber hukum Islam yang telah disepakati oleh jumhur ahli Ushul Fiqh, (Al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’, dan al-Qias), ada juga sumber hukum yang belum disepakati oleh jumhur ahli Ushul Fiqh, yaitu ada 6 (enam), yaitu:

1. al-Istihsan,

2. al-Mashlahah-mursalah,

3. al-Istishhab,

4. al-Urf,

5. Madzahib-shahabi, dan

6. as-Syar’u man qablana.33

ad. 1. al-IstihsanIstihsan merupakan salah satu sumber hukum yang dipermasalahkan oleh

para ulama, meskipun dalam kenyataannya, semua ulama menggunakannya secara praktis. Pada dasarnya, para ulama menggunakan istihsan menurut H. Amir Syarifuddin dalam arti lughawi (bahasa), yaitu “berbuat sesuatu yang lebih baik”. Tetapi dalam pengertian istilahnya (yang biasa berlaku), para ulama berbeda pendapat disebabkan oleh perbedaan dalam memahami dan mendefinisikan “istihsan” itu.34

Menurut Ahmad Hanafi, bahwa istihsan adalah memindahkan hukum sesuatu peristiwa dari hukum peristiwa-peristiwa lain yang sejenisnya dan memberikan kepadanya hukum yang lain karena ada alasan yang kuat bagi pengecualian tersebut.35

Istihsan menurut Mukhtar Yahya, Fatchur Rahman, adalah meninggalkan qias yang nyata untuk menjalankan qias yang tidak nyata (samar-samar) atau meninggalkan hukum kulli untuk menjalankan hukum istisna’i (pengecualian) disebabkan ada dalil yang menurut logika membenarkannya.36

33Mukhtar Yahya, Fatchur Rahman, Ibid, hlm.100.34H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), Jilid 2, hlm.

304.35Ahmad Hanafi, Op-Cit, hlm. 66.36Mukhtar Yahya, Fatchur Rahman, Loc.Cit.

Page 330: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

319Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam318 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Jika diperhatikan pengertian qias dan istihsan, maka istihsan ini merupakan kebalikan dari qias, karena qias mempersamakan hukum sesuatu peristiwa dengan hukum peristiwa lainnya yang ada nashnya, sedangkan istihsan memberikan hukum yang berbeda dengan hukum yang seharusnya dapat diperoleh dari qias.

Contoh istihsan, misalnya seorang wanita auratnya mulai dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki. Namun demikian boleh dilihat sebagian anggota badan wanita tertentu, karena ada keperluan, seperti untuk kepentingan pemeriksaan seorang dokter kepada pasiennya. Jadi disini terdapat pertentangan kaidah, bahwa tubuh wanita adalah aurat, tetapi boleh dilihat, karena ada pengobatan. Dengan demikian digunakan illat “at-taysir” (memudahkan).

ad. 2. al-Mashlahah-mursalahMashlahah mursalah adalah maslahat yang bersesuaian dengan tujuan

syariat Islam, dan tidak ditopang oleh sumber dalil yang khusus, baik bersifat melegitimasi atau membatalkan maslahat tersebut.37

Menurut Mukhtar Yahya, Fatchur Rahman, bahwa mashlahah mursalah adalah suatu kemaslahatan yang tidak ditetapka oleh syara’ suatu hukum untuk mewujudkannya dan tidak pula terdapat suatu dalil syara’ yang memerintahkan untuk memerhatikannya atau mengabaikannya.38 Contohnya mensyaratkan adanya surat nikah, untuk sahnya gugatan dalam perkawinan, dan nafkah. Mencetak mata uang untuk pertukaran secara resmi dari suatu negara, mengadakan Lembaga Pemasyarakatan (LP).

ad. 3. al-IstishhabIstishhab dalam pengertian logawi adalah “selalu menemani” atau

“selalu menyertai”.39 Menurut ushul fiqh, bahwa istishhab adalah melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan yang telah ditetapkan karena sesuatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut.40

Penggunaan istishhab sebagai sumber hukum secara syar’i, bahwa hukum-hukum syara’ berlaku sesuai dengan dalil yang ada sehingga ada dalil

37Abdul Ghofur Anshori,Yulkarnain Harahab, Op.Cit, hlm. 182.38Mukhtar Yahya, Fatchur Rahman, Op.Cit, hlm. 105.39H. Amir Syarifuddin, Op.Cit, hlm. 342.40A. Hanafie, Op.Cit, hlm. 141.

Page 331: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

319Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam318 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

lain yang mengubahnya. Abu Zahra mencontohkan dengan minuman anggur yang memabukkan yang haram berdasarkan syara’. Namun jika kemudian minuman anggur itu berubah wujud sehinga unsur yang memabukkan itu hilang, misalnya menjadi cuka, maka hilang pulalah keharamannya.41

ad. 4. ’UrfIstilah kata ’urf berasal dari kata `arafa, ya’rifu. Kata ini sering diartikan

dengan `al-ma’ruf, dengan arti “sesuatu yang dikenal”42. Jadi ’urf adalah apa-apa yang telah dibiasakan oleh masyarakat dan dijalankan terus-menerus baik berupa perkataan maupun perbuatan.43

Menurut ahli fiqih, bahwa ’urf merupakan sumber hukum, apabila tidak ditemukan nash. Dalam hal ini muncullah kaidah sebagai berikut:

1. Sesuatu yang bagus menurut ’urf, sama dengan makruf menurut syara’;

2. Sesuatu yang disyaratkan ’urf, sama dengan isyarat syara’;

3. Sesuatu yang dipandang tetap menurut ’urf, sama ketetapan nas.44

Apabila ’urf itu bertentangan dengan syara’, maka tidak bisa menjadi sumber hukum. Contoh `urf, seperti kebiasaan dalam perbuatan jual beli dengan jalan serah terima, tanpa menggunakan kata-kata ijab qabul.

ad. 5. Madzahib-ShahabiMadzahib-Shahabi atau dengan istilah qaulu shahabi adalah pendapat

para sahabat yang telah beriman kepada Nabi sebelum Hudaibiyah, turut berperang bersama Nabi atau terkenal karena fatwanya.45

Mazhab Shahabi (qaulu shababi) tidak menjadi hujjah atas sahabat lainnya. Hal ini sudah disepakati. Yang masih diperselisihkan, adalah apakah pendapat sahabat bisa menjadi atas tabiín dan orang-orang yang sesudah mereka. Dalam hal ini menurut A. Hanafie ada 3 (tiga) pendapat, yaitu:

41Dalam Abdul Ghofur Anshori, Yulkarnain Harahab, Op.Cit, hlm.188.42H. Amir Syarifuddin, Op.Cit, hlm. 363.43Muchtar Yahya, Fatchur Rahman, Op.Cit, hlm. 109.44H.A. Syafi’i Karim, Fiqih Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Cet. II, hlm. 86.

45H.A. Syafi’i Karim, Ibid, hlm. 87.

Page 332: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

321Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam320 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pendapat pertama:

Pendapat sahabat tidak menjadi hujjah sama sekali. Demikianlah pendapat Jumhur. Perkataan seseorang mujtahid bukanlah suatu dalil yang dapat berdiri sendiri.

Pendapat kedua:

Pendapat sahabat menjadi hujjah dan didahulukan daripada qias. Demikianlah pendapat Malik, golongan Hanafiah dan Syafi’i. Bahkan Ahmad bin Hambal mendahulukan pendapat sahabat daripada hadis mursal dan hadis dhaif.

Pendapat ketiga:

Pendapat sahabat menjadi hujjah apabila dikuatkan dengan qias atau tidak berlawanan dengan qias. Jadi pendapat sahabat tersebut didahulukan daripada qias, yang tidak disertai pendapat sahabat.46

Jadi pada prinsipnya adalah, bahwa pendapat sahabat tidak menjadi hujjah, karena Allah Swt... tidak mengharuskan kita mengikutinya. Kita hanya diperintah mengikuti Qur’an dan sunnah Rasul.

ad. 6. Syar’u Man QablanaSyar’u man qablana adalah syariat-syariat yang diberlakukan pada Nabi-

Nabi terdahulu sebelum datangnya Rasulullah Saw.47 Kemudian H. Amir Syarifuddin menjelaskan, bahwa syarú man qablana adalah hukum-hukum yang telah disyariatkan untuk umat sebelum Islam yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu dan menjadi beban hukum untuk diikuti oleh umat sebelum adanya syariat Nabi Muhammad.48

Syar’u man qablana dapat dibagi atas 3 (tiga) kelompok, yaitu:

1. Syariat terdahulu yang terdapat dalam Al-Qur’an atau penjelasan Nabi yang disyariátkan untuk umat sebelum Nabi Muhammad dan dijelaskan pula dalam Al-Qur’an atau hadis Nabi, bahwa yang demikian telah dinasakh dan tidak berlaku lagi bagi umat Nabi Muhammad.49

46A. Hanafie, Op.Cit, hlm. 148.47H.A. Syafií Karim, Op.Cit, hlm. 88.48H. Amir Syarifuddin, Op.Cit, hlm. 391.49H. Amir Syarifuddin, Ibid, hlm. 392.

Page 333: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

321Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam320 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Pernyataan tersebut telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an pada surat Al-An’am (6) ayat (146) yang berbunyi:

’ ?ã ρ ##ρŠ$δ$Ψ Β � m≅ 2“ Œ� ß∅Β ρ� ) 79 #Ο Ψ ó9 #ρ

$Ψ Β � mΝ γ‹ = æ$ϑ γΒθs©

Dan kepada orang-orang Yahudi, kami haramkan segala binatang yang berkuku50 dan dari sapi dan domba, kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu,... (QS. Al-An’am [6]:146).51

Ayat tersebut di atas mengisahkan apa yang diharamkan Allah untuk orang Yahudi dahulu. Selanjutnya diterangkan dalam Al-Qur’an, bahwa hal itu tidak berlaku lagi untuk umat Nabi Muhammad, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-An’am 6 ayat (145), yang berbunyi:

≅ è%ω߉ É ̀&’Îû$Β Çrρé&¥’ < Î)$�Β §� t èΧ’ ?ã5ΟÏã$Ûÿ… çßϑ èôÜ ƒωÎ)β&χθä3ƒ

ºπG øŠ Β÷ρ&$YΒ Š% �nθà ó¡¨Β÷ρ&Ν ós99�ƒÍ”∴Åz

Katakanlah: ’’Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi...’’(QS Al-An’am [6]:145).52

2. Hukum-hukum dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun hadis Nabi disyariatkan untuk umat sebelumnya dan dinyatakan pula berlaku untuk umat Nabi Muhammad dan dinyatakan berlaku untuk selanjutnya.53

Pernyataan ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an pad surat Al-Baqarah (2): (183) yang berbunyi:

50yang dimaksud dengan binatang berkuku di sini ialah binatang-binatang yang jari-jarinya tidak terpisah antara satu dengan yang lain, seperti: unta, itik, angsa dan lain-lain. sebahagian ahli tafsir mengartikan dengan hewan yang berkuku satu seperti kuda, keledai dan lain-lain.

51Departemen Agamas RI, Op.Cit, hlm. 213.52Departemen Agamas RI, I hlm. 212.53H. Amir Syarifuddin, Op.Cit, hlm. 393.

Page 334: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

323Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam322 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

y㕃 r ‾≈ tƒtÏ ©$(θãΖ tΒu|Ï ä.ãΝà6 ø‹ n= tãΠu‹ Å_9 $yϑ x.| Ï ä.’ n?tšÏ ©$ÏΒ

öΝ à6 Î=ö s%öΝ ä3ª= ys9tβθà) − s∩⊇∇⊂∪

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.(QS Al-Baqarah [2]:183).54

Pada ayat tersebut di atas dijelaskan bahwa puasa itu disyariátkan untuk umat terdahulu dan diwajibkan juga kepada umat Nabi Muhammad Saw.

3. Hukum-hukum yang disebutkan dalam Al-Qur’an atau hadis Nabi, dijelaskan berlaku untuk umat sebelum Nabi Muhammad Saw, namun secara jelas tidak dinyatakan berlaku untuk kita, juga tidak ada penjelasan bahwa hukum tersebut telah dinasakh55

Pada kelompok ketiga inilah yang sebenarnya disebut syari'at sebelum kita (syarú man qablana), yang menjadi bahan kajian ulama ushul fiqh pada waktu membicarakan dalil-dalil syara’ atau metode ijtihad.

C. Tujuan Hukum Islam Tujuan hukum Islam menurut Syatibi ialah untuk menjaga dan

memperjuangkan tiga kategori hukum, yang disebutnya sebagai daruriyyat, hajiyyat dan tahsiniyyat.56 Ketiga kategori hukum tersebut adalah kebutuhan hidup manusia dalam melaksanakan eksistensinya sebagai khalifah di bumi.

Adapun kebutuhan yang dimaksud dapat dijelaskan di bawah ini, yaitu:

Kebutuhan daruriyyat (primer) adalah kebutuhan utama yang harus dilindungi atau dipelihara (agama, jiwa, akal, keturunan dan harta) sebaik-baiknya oleh hukum Islam agar kemaslahatan hidup manusia itu benar-benar terwujud. Kebutuhan hajiyyat (sekunder) adalah kebutuhan yang diperlukan oleh manusia untuk mencapai kebutuhan primer misalnya pelaksanaan hak asasi manusia. Kebutuhan tahsiniyyat (tersier) adalah kebutuhan hidup manusia yang menunjang kebutuhan primer dan sekunder.57

54Departemen Agamas RI, Op.Cit, hlm. 44.55H. Amir Syarifuddin, Op.Cit, hlm. 394.56Dalam Wael B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam Pengantar Untuk Usul Fiqih Mazhab

Sunni, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), Cetakan Kedua, hlm. 247.57H. Zainuddin Ali, Op.Cit, hlm. 16.

55

Page 335: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

323Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam322 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Dengan demikian, kebutuhan adh-dharuriyyat (primer) oleh setiap manusia mutlak dibutuhkan dalam upaya mewujudkan kemaslahatan hidup. Kemaslahatan itu dapat diperoleh apabila lima unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara. Kelima unsur pokok tersebut dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu:

1. Memelihara Agama (Hifzh al-Din)Pemeliharaan agama merupakan tujuan pertama hukum Islam.

Dikarenakan agama merupakan pedoman hidup manusia. Agama merupakan suatu yang harus dimiliki oleh manusia supaya martabatnya dapat terangkat lebih tinggi dari martabat makhluk yang lain, dan juga untuk memenuhi hajat jiwanya. Untuk mewujudkan dan memelihara agama, Islam mensyariatkan iman dan hukum pokok ajaran dasar Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.58 Allah Swt... menyuruh manusia untuk berjihad di jalan Allah sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an pada Surat Al-Taubah (9) ayat 41 yang berbunyi:

#ρ‰γ≈ _ ρΝ6 9≡ θΒ ' /Ν3¡ Ρ& ρ’û≅‹6 ™!#

Dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. (QS Al-Taubah [9]: 41).59

Oleh karena tu, hukum Islam wajib melindungi agama yang dianut oleh seseorang dan menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinannya.

2. Memelihara Jiwa (Hifzh al-Nafs)Pemeliharaan jiwa merupakan tujuan kedua hukum Islam. Dalam hal ini

hak pertama dan paling utama yang diperhatikan Islam adalah hak hidup, hak yang disucikan dan tidak boleh dihancurkan kemuliaannya.60 Manusia juga perlu berupaya dengan melakukan segala sesuatu yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas hidup.

58H. Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Suau Pengantar), ( Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 122.

59Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 285.60Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid al-Syariáh fi al- Islami, Penerjemah Khikmawati

( Kuwais), (Jakarta: Amzah, 2009), Cetakan pertama, hlm. 22.

Page 336: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

325Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam324 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Oleh karena itu, segala usaha yang mengarah pada pemeliharaan jiwa itu adalah perbuatan baik, karenanya disuruh Allah Swt. Untuk melakukannya. Sebaliknya, segala sesuatu yang dapat menghilangkan atau merusak jiwa adalah perbuatan buruk yang dilarang oleh Allah Swt. Mengharamkan menghilangkan jiwa diri sendiri maupun orang lain tanpa alasan yang benar. Dalam hal ini Allah Swt... melarang membunuh tanpa hak, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-An’am (6) ayat 151, yang berbunyi:

ω uρ(#θ =G)s?š Ζ9 $# L9 $#tΠ � ymª! $#āω),ys 9 $$ /

dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.61 (QS Al-An’am [6]:151)

3. Memelihara Akal (Hifzh al-‘Aql)Pemeliharaan akal sangat dipentingkan oleh hukum Islam, karena akal

merupakan sumber hikmah atau pengetahuan, sinar hidayah, dan media kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Tanpa akal, manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam. Oleh karena itu, pemeliharaan akal menjadi salah satu tujuan hukum Islam.62 Dengan demikian, manusia dilarang berbuat sesuatu yang dapat menghilangkan atau merusak akal. Dalam hal ini H. Amir Syarifuddin mengemukakan bahwa segala perbuatan yang mengarah pada kerusakan akal adalah perbuatan buruk; karenanya dilarang syara.’63 Oleh karena itu Allah Swt. mensyariatkan peraturan untuk manusia guna memelihara akal yang sangat penting dan mengharamkan meminum minuman memabukkan dan segala bentuk makanan, minuman yang dapat mengganggu akal. Hal ini telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah [5] ayat 90, yang berbunyi:

$pκ š‰r' ‾≈ tƒtÏ ©$#(# þθãΨ tΒ# u$yϑ ‾Ρ Î)ã� ôϑ sƒø: $#ç� Å£ øŠ yϑ ø9$# uρÜ>$|ÁΡ F{ $# uρãΝ≈ s9 ø— F{ $#uρÓ§ ô_Í‘ôÏiΒ

È≅ yϑ tãÇ≈ sÜø‹ ¤±9 $#çνθç7 Ï⊥ tG ô_$$sùöΝ ä3ª= yès9tβθßsÎ= ø è?∩⊃∪

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.

61Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 214.62H. Mustofa, dan H.Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Sinar Grafika,

2009), hlm. 8.63H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), Cet.

Kedua, hlm. 211.

Page 337: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

325Bab 16 | Asas-asas Hukum Islam324 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.64 (QS Al-Maidah [5]: 90)

Jika ketentuan ini tidak diindahkan, maka akan berakibat terancamnya eksistensi akal.65 Jadi penggunaan akal harus diarahkan pada sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan hidup manusia dan tidak untuk hal-hal yang dapat merugikan kehidupan.

4. Memelihara Keturunan (Hifzh al-Nasl) Menurut Abdul Ghofur Anshori, Yulkarnain Harahab, bahwa keturunan

dalam Islam memiliki porsi perhatian yang serius. Rusaknya generasi manusia akan mengakibatkan rusaknya manusia seutuhnya.66 Oleh karena itu, Islam berupaya memelihara keturunan, Islam mengatur pernikahan dan mengharamkan atau melarang berbuat zina, menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dikawini, bagaimana cara-cara perkawinan itu dilakukan dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi, sehingga perkawinan itu dianggap sah dan percampuran antara lelaki dengan perempuan itu tidak dianggap zina dan anak-anak yang lahir dari hubungan tersebut dianggap sah dan menjadi keturunan sah dari ayahnya.

Selanjutnya Abdul Ghafur Ansori juga mengemukakan bahwa Islam melarang menikah dan berhubungan kelamin dengan muhrimnya.67 Apabila kegiatan ini diabaikan, maka eksistensi keturunan akan terancam.68 Oleh karena itu menurut H. Mustofa, dan H. Abdul Wahid bahwa pemeliharaan keturunan sangat penting dilakukan agar kemurnian darah dapat dijaga dan kelanjutan umat manusia dapat diteruskan, merupakan tujuan keempat hukum Islam.69

5. Memelihara Harta (Hifzh al- Mal)Harta merupakan salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan, di mana

manusia tidak akan bisa terpisah darinya. Manusia termotivasi untuk mencari

64Departemen Agama RI,Op.Cit, hlm. 176.65H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam Bagian Pertama, (Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 1997), h. 129.66Abdul Ghofur Anshori, Yulkarnain Harahab, Op.Cit, hlm. 34.67Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan, (Yogyakarta:

Gadjah Mad University Press, 2006), hlm. 105.68Miftahul Huda, Op.Cit, hlm. 129. H. Fathurrahman Djamil, Op.Cit, hlm. 130.69H. Mustofa, dan H. Abdul Wahid, Loc.Cit.

Page 338: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PBBab 16 | Asas-asas Hukum Islam326 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

harta demi menjaga eksistensinya. Islam mensyaratkan kewajiban berusaha untuk memperoleh rezeki, kebebasan bermuamalah, pertukaran, perdagangan dan kerja sama dalam usaha.70 Dalam rangka memelihara harta Islam melarang penipuan, riba, serta melarang mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah, seperti mencuri. Allah Swt... menetapkan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah (5) ayat 38, yaitu:

−9 ρπ% 9 ρθ % ϑ γƒ ƒ ϑ .ξ≈ 3ΡΒ ρ

ƒ ΟŠ 3∩⊂∇∪

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.71 (QS Al-Maidah [5]: 38).

Perbuatan mencuri, merampok membunuh, pelukaan, memberontak, berzina dan menuduh berzina (al-qadzaf) yang kesemuanya itu tergolong dalam jinayat/pidana atau yang disebut juga dengan istilah jarimah. Di dalam ilmu fiqih, bahwa jenis jarimah di atas termasuk dengan jarimah hudud, yakni jarimah yang hukumannya langsung ditetapkan dalam Al-Qur’an, maupun dalam hadis. Jarimah hudud menurut H. Zainuddin Ali adalah tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih seorang yang menjadikan pelakunya dikenakan sanksi had.72

70Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hlm. 106.71Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 165. 72H. Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 10.

Page 339: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

327 Daftar PustakaPB Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdullah, Mustafa, dan Ruben Achmad, 1986, Intisari Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Abdurrahman, 1989, Perkembangan Pemikiran Tentang Pembinaan Hukum Nasional di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo.

Al Marsudi, Subandi. 2003, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Ali, Mohammad Daud. 2006, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Ali, Zainuddin. 2007, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika.

_________, 2008, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

al-Zuhaili, Wahbah. 1978, Al-Washith fi Ushul al-Fiqh al-Islami, Damaskus: Dar al-Kitab.

Amanat, Anisitus. 2000, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Amin, S.M. 1971, Hukum Acara Pengadilan Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita.

Anshori, Abdul Ghofur dan Yulkarnain Harahab, 2008, Hukum Islam Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Yogyakarta: Kreasi Total Media.

Page 340: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

329 Daftar Pustaka328 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Apeldoorn, L.J. Van. 1985, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita.

Arrasyid, Chainur. 2004, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Arto, H.A. Mukti. 2005, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1977, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang.

Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. 1977, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang.

Asikin, Zainal. (ed). 1994, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: Raja- Grafindo Persada.

Bambang Poernomo, 1983, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia.

Bohari, 1993, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

BP7 Pusat, 1993, Bahan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara, Jakarta: BP 7 Pusat.

Budiato, M. dan K. Wantjik Saleh, 1981, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1981 Dengan Uraian Ringkas, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Busro, Abu Daud, dan Abu Bakar Busroh,1985, Asas-asas Tata Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Daliyo, J.B. 1994, Pengantar Ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

_________,1995, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Daud, Abu. 1952, Sunan Abu Daud, Mesir: Mushthafa al Babi al Halabi.

Departemen Agama RI, 1981/1982, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Dept. Agama RI.

Departemen Kehakiman Republik Indonesia, 1982, Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Jakarta: Departemen Kehakiman Republik Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka.

Dijk, R. Van 1982, Pengantar Hukum Adat Indonesia, diterjemahkan oleh A. Soehardi, Bandung: Sumur.

Page 341: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

329 Daftar Pustaka328 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Djamali, R. Abdoel. 1999, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Djamil, Fathurrahman. 1997, Filsafat Hukum Islam Bagian Pertama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Doi, A. Rahman I. 2002, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Jakarta: RajaGrafindo Persada

Effendie, Bachtiar, Masdari Tasmin dan A. Chodari, ADP, 1991, Surat Gugat dan Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Farid, A. Zainal Abidin.1995, Hukum Pidana 1, Jakarta: Sinar Grafika.

–––––––––, Abdul Ghofur Anshori. 2006, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Fauzan, M. 2003, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah Di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Gautama, S. 1987, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung: Bina Cipta.

Hadikusumah, Hilman. 1978, Sejarah Hukum Adat Indonesia, Bandung: Alumni.

Halim, A. Ridwan. 1985, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Jakarta: Ghalia Indonesia.

_________,1985, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hallaq, Wael B. 2001, Sejarah Teori Hukum Islam Pengantar Untuk Usul Fiqih Mazhab Sunni, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Hamzah, Andi. 1985, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.

_________,1991, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

Hanafie, Ahmad. 1970, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

_________,1980, Usul Fiqh, Jakarta: Widjaya.

Harahap, M. Yahya. 2005, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika.

Harsono, Boedi. 1970, Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan.

Page 342: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

331 Daftar Pustaka330 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Hartono, C.F.G. Sunaryati, 1976, Pokok-Pokok Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung: Bina Cipta.

Hartono, Sunarjati. 1991, Dari Hukum Antar Golongan ke Hukum Antar Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Ichsan, Achmad. 1993, Hukum Dagang, Jakarta: Pradnya Paramita.

Jauhar, Ahmad Al-Mursi Husain. 2009, Maqashid al-Syari’ah fi al- Islami, Penerjemah Khikmawati (Kuwais), Jakarta: Amzah.

Kaelan, 2004, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma.

Kaligis, O.C. 1999, Praktek-Praktek Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Buku kedua, Bandung: Alumni.

Kansil, C.S.T. 1982, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Karim, H.A. Syafi’i. 2001, Fiqih Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia.

Kartanegara, Satochid 1979, Hukum Pidana: Kumpulan Kuliah, Bagian Satu, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, 2008 Jakarta: Rhedbook Publisher.

Koesnoe, Moh. 1992, Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum. Bagian I (Historis), Bandung: Mandar Maju.

Koto, Alaiddin. 2004, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Suau Pengantar), Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Kusnardi, Moh, dan Bintan R. Saragih, 1978, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Gramedia.

_________, dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Kusumaatmadja, Mochtar. 1981, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: Bina Cipta.

Kusumah, Mulyana W. 1996, Prespektif, Teori, dan Kebijaksanaan Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Lubis, M. Solly. 1982, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Bandung: Alumni.

Manan, Abdul. 2005, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana.

Page 343: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

331 Daftar Pustaka330 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Manan, Bagir. 2003, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, Yogyakarta: FH. UII Press.

Mardani, 2010, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mas, Marwan. 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mertokusumo, Sudikno. 1993, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty.

_________,1999, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty.

Moeljatno, 1985, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara.

Muhammad, Abdulkadir. 1982, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: Alumni.

_________,1993, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Mujahidin, Ahmad. 2008, Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah Di Indonesia, Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia.

Mulyadi, Lilik. 1996, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Muslimin, Amrah. 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan Hukum Administrasi, Bandung: Alumni.

Mustafa, Bachsan dkk., 1982, Asas-Asas Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Bandung: Ermico.

_________,990, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Mustofa, dan Abdul Wahid. 2009, Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Sinar Grafika.

Nawawi. 1987, Taktik dan Strategi Membela Perkara Perdata, Jakarta: Fajar Agung.

_________,1987, Teknik dan Strategi Membela Perkara Perdata, Jakarta: Fajar Agung.

Nusantara, Abdul Hakim G. 1988, Politik Hukum Indonesia, Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

Pangaribuan, Luhut M.P. 2002, Hukum Acara Pidana Surat-surat Resmi di Pengadilan oleh Advokat, Jakarta: Djambatan.

Page 344: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

333 Daftar Pustaka332 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Panjaitan, Saut P. 1998, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Asas, Pengertian, dan Sistematika), Palembang: Universitas Sriwijaya.

Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945

Perangin, Effendi. 2001, Hukum Waris, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Pettenasse, Syarifuddin. 1977, Hukum Acara Pidana, Palembang: Universitas Sriwijaya.

Poernomo, Bambang. 1983, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prinst, Darwan. 1995, Strategi Menangani Perkara Tata Usaha Negara, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Prodjodikoro, R. Wirjono 1983, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung: Sumur.

_________,1976, Hukum Antar Golongan di Indonesia, Bandung: Sumur.

_________,1982, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Bandung: Sumur.

_________, 1986, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Eresco.

Pudjosewojo, Kusumadi. 1976, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Aksara Baru.

Purwosutjipto, HMN. 1995, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Djambatan.

Radjab, Dasril. 1994, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rinneka Cipta.

Ramulyo, Mohd Idris. 1995, Asas-Asas Hukum Islam Sejarah Timbulnya dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

Rasyid, Roihan A. 1998, Hukum Acara Pengadilan Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Rosyada, Dede. 1995, Hukum Islam Dan Pranata Sosial, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

_________,2003, Pendidikan Kewarganegaraan (civic education), Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.

Sanoesi, Achmad. 1977, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Bandung: Tarsito.

Sapoetra, G.Karta dan R.G. Widianingsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Bandung: Armico.

Page 345: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

333 Daftar Pustaka332 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Satrio, J. 1992, Hukum Waris, Bandung: Alumni.

Sekretariat Negara RI, 1995, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Jakarta: Sekretariat Negara RI.

Setiady, Tolib. 2009, Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Kepustakaan), Bandung: Alfabeta.

Seto, Bayu. 1992, Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional, Buku Kesatu, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Sianturi, S.R. 1991, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem.

_________,1986, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem.

Situmorang, Victor. 1989, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Bina Aksara.

Soebekti, Tjitrosoedibjo, 1969, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita.

Soedirjo,1984, Kasasi Dalam Perkara Pidana (Sifat dan Fungsi), Jakarta: Akademika Pressindo.

Soehadi, R. 1995, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, Surabaya: Apollo.

Soekanto, Soerjono. 1994, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

_________,1983, Pengantar Sejarah Hukum, Bandung Alumni.

_________,1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

,1994, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa.

Soepomo, Iman. 1983, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan.

_________,1990, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: Djambatan.

Soepomo, R. 1993, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita.

Soeroso, R. 1996, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Soesilo, R. 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana menurut KUHAP bagi Penegak Hukum), Bogor: Politeia.

_________,1982, Hukum Acara Pidana, Bogor: Politeia.

_________, t.th. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia.

Page 346: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

335 Daftar Pustaka334 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Soetami, A. Siti. 1992, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung: Eresco.

Subekti, R. 1977, Hukum Acara Perdata, Bandung: Binacipta.

_________, Tjitrosudibio. 1995, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita.

Subekti. 1991, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa.

_________,1994, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa.

Susantio, Retnowulan, dan Iskandar Oeripkartawinata, 1979, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Bandung: Alumni.

Syarifuddin, 2001, Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

_________, 2001, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Syaukani, Imam. 2006, Rekonstruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia Dan Relevansinya Bagi Pembangunan Hukum Nasional, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Tikok, Soembodo. 1988, Hukum Tata Negara, Bandung: Eresco.

Tresna, R. 1959, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Tiara Limitet.

Utrecht, E.1994, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I. Surabaya: Pustaka Tinta Mas.

Wignjodipoero, Soerojo. 1983, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: Toko Gunung Agung.

Winarno, Dwi. 2006, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Di Perguruan Tinggi, Jakarta: Bumi Aksara.

Wiyono, R. 2007, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika.

Yahya, Mukhtar, dan Fatchur Rahman, 1986, Dasar-Dasar Pembinaan Fiqh Islami, Bandung: Alma’arif.

Perundang-undangan

Rancangan KUHP, 1997/1998, Jakarta Departemen Kehakiman RI

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RI

Page 347: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

335 Daftar Pustaka334 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RI

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Surabaya: Karina.

UUD 1945 Hasil Amandemen dan Proses Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap (Pertama 1999-Keempat 2002), Jakarta: Sinar Grafika.

Page 348: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

337 Daftar Pustaka336 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)[Halaman ini sengaja dikosongkan]

Page 349: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

337 Daftar Pustaka336 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

CATATAN SINGKAT MENGENAI PENULIS

Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum., lahir di Ujung Pandang 18 Desember 1963, adalah Dosen tetap pada Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, yang sekarang (2017) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, sebelumnya Dosen tetap pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kerinci.

Pendidikan Sekolah Dasar Negeri di Kuala Enok dan Madrasah Ibtidaiyah YPI Kuala Enok tahun 1976, Pondok Pesantren As’ad Olak Kemang

Jambi tahun 1983. Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jambi (jurusan Hukum Pidana) tahun 1989. Mendapat gelar Magister Hukum (M.Hum) Program Magister Ilmu Hukum di bidang hukum pidana pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya di Palembang diraih pada tahun 2001. Kemudian mendapat gelar Doktor Ilmu Hukum di bidang hukum pidana diraih pada tahun 2015 di Program Strata Tiga (S3)Pascasarjana Universitas Andalas di Padang.

Kariernya di dunia pendidikan dimulai mengajar pada Pondok Pesantren As’ad Olak Kemang Jambi dari tahun 1989 s/d 1993. Saat ini penulis adalah Lektor Kepala pada mata kuliah hukum pidana Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang sekarang (2017) menjadi UIN STS Jambi, dan pernah dipercayakan sebagai ketua program Studi

Page 350: RAJAWALI PERSrepository.uinjambi.ac.id/75/1/Book-Pengantar Hukum...dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif 1 Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia

PB Daftar Pustaka338 Pengantar Hukum Indonesia (PHI)

Ahwal-Al Syakhsiyah (hukum keluarga Islam) STAIN Kerinci mulai tahun 2004.-2008. Pada Tahun 2009-2013 dipercayakan sebagai Ketua Lembaga Mediator Jurusan Syariah STAIN Kerinci. Ketua penyunting (editor) Jurnal Alqisthu Jurusan Syariah STAIN Kerinci tahun 2005-2009. Pengelola Jurnal Islamika STAIN Kerinci Tahun 2009-2013. Sekretaris Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah IAIN STS Jambi Tahun 2016-2019, dan sekarang (2017) menjadi UIN STS Jambi.

Di samping pernah mengajar pada STAIN Kerinci juga mengajar pada Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Depati Parbo Kerinci dengan mata ajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mulai tahun 2001 s/d tahun 2009. Akademi Keperawatan Bina Insani Sakti Kerinci dengan mata ajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sampai Tahun 2015. Selanjutnya pada Tahun 2015 mengajar pada Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang sekarang (2017) menjadi Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Magister Kenotariatan pada Program Studi Kenotariatan PPs Fakultas Hukum Universitas Jambi dengan mata kuliah penemuan hukum, serta Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi dengan mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi.

Penulis aktif melakukan pengabdian masyarakat berupa penyuluhan hukum, melakukan seminar, penelitian serta menulis makalah ilmiah di bidang hukum. Menulis beberapa buku referensi yang sudah dipublikasikan antara lain adalah Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Penerbit Sinar Grafika Jakarta 2008). Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional (Penerbit STAIN Kerinci Press 2008). Pendidikan Pancasila (Penerbit STAIN Kerinci Press 2009). Pendidikan Keadvokatan (Penerbit Sinar Grafika Jakarta 2010). Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi (Penerbit STAIN Kerinci Press 2012). Pengantar Hukum Indonesia (Penerbit PT RajaGrafindo Persada Jakarta 2014) yang sedang dipegang sekarang ini.