Top Banner
18 RABU, 13 APRIL 2011 E E KONOMI KONOMI NASIONAL JAJANG SUMANTRI S TANDARDISASI me- rupakan salah satu instrumen hambatan nontarif dalam proteksi perdagangan. Namun, ibarat pisau dengan dua sisi tajam, ke- bijakan standar seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) bisa menjadi bumerang yang meng- hambat industri lokal. Produsen alas kaki nasional mengeluhkan SNI yang tidak standar alias tidak seragam. Kondisi itu menyulitkan pro- dusen mengisi pasar domestik ataupun ekspansi ekspor. Un- tuk itu, produsen meminta pemerintah segera member- lakukan SNI seragam. Ketua Umum Asosiasi Perse- patuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan SNI bagi alas kaki kerap dina- fikan. Pasalnya, spesifikasi produk telah ditentukan pem- beli (prinsipal/buyer). Jika SNI seragam, produsen bisa mudah menerapkan kebijakan itu. “SNI itu menyulitkan pro- dusen alas kaki. Soalnya, setiap model produk harus menye- suaikan pada SNI,” ujar Eddy di Jakarta, akhir pekan lalu. Padahal, dia mengatakan produsen sepatu nasional me- nargetkan peningkatan ekspor alas kaki menjadi US$3,2 mili- ar. Tahun lalu, ekspor produk sama hanya membukukan angka sekitar US$2,1 miliar. Artinya, diperlukan peningkat- an signikan yang hanya bisa tercapai dengan dukungan pe- merintah. “Minimal dalam tiga tahun ke depan bisa mencapai US$5 miliar,” katanya. Eddy menuturkan produk alas kaki Indonesia telah dite- rima oleh 148 negara. Bahkan jenis sepatu olahraga mencatat nilai ekspor terbesar ketiga setelah China dan Vietnam. Untuk sepatu kulit menduduki posisi empat terbesar setelah China, Vietnam, dan India. Berdasarkan data Kemente- rian Perdagangan (Kemendag), ekspor alas kaki pada Janu- ari 2011 mencapai US$274,8 juta, atau naik 40% ketimbang Januari 2010. Namun, penetrasi produk alas kaki asing di pasar domestik tidak kalah gencar- nya. Tahun lalu, nilai impornya melonjak 300% jika dibanding- kan dengan 2008. Dalam catatan Kemendag, impor alas kaki dari China pada Januari 2011 mencapai US$6,69 juta, naik ketimbang Januari 2010 yang senilai US$3,4 juta. Adapun impor keseluruhan mencapai US$11,01 juta. SNI wajib Sementara itu, pemerintah mengaku sulit menerapkan SNI untuk produk alas kaki. Perkembangan mode yang sa- ngat pesat menyulitkan untuk membuat SNI bagi produk ini. Untuk sektor alas kaki, dengan 47 SNI saat ini baru ada tiga SNI wajib yakni untuk produk sepatu keselamatan. “SNI wajib untuk sepatu hanya diberikan pemerintah untuk sepatu keselamatan. Pe- merintah sulit menerapkan SNI wajib untuk sepatu model lain karena kenyamanan bersepatu tidak bisa dibatasi,” ujar Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Ke- menperin Arryanto Sagala di Bandung, belum lama ini. Menurutnya, sebelum me- ngeluarkan SNI, pemerintah harus memastikan produsen lokal mampu beradaptasi. Se- lain melindungi konsumen, SNI juga harus bisa mem- bentengi produsen domestik dari serbuan produk asing. Di samping itu, bisa mengundang investasi yang tahun ini ditar- getkan mencapai Rp12,8 triliun dengan jumlah tenaga kerja yang terserap sekitar 2,518 juta orang. (E-5) [email protected] UPAYA pemerintah memacu daya saing dan memperkuat struktur industri nasional me- lalui kebijakan bea masuk ditanggung pemerintah (BM- DTP) belum berjalan maksimal. Hingga kini, kebijakan itu belum terserap dengan baik di kalangan pelaku usaha. “Pemberian fasilitas BMDTP yang dilakukan pemerintah masih belum terserap dengan baik. Pelaku usaha yang me- makai fasilitas BMDTP ma- sih sangat kecil,” kata Ketua Umum Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel) Ali Soebroto di Jakarta, kemarin. Menurutnya, fasilitas BM- DTP seyogianya dapat meri- ngankan beban pelaku usaha pascapenerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 241/2010 tentang Penetapan Sistem Klasikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor. Sebelum- nya, bea masuk komponen impor adalah nol persen. “Tapi prosedur untuk meng- ajukannya sangat sulit dan lama,” keluhnya. Sementara itu, Pengurus Ika- tan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia Wing Wirjawan mengatakan penyerapan BMDTP oleh in- dustri galangan kapal masih minim. Senada dengan pihak Gabel, ia mengatakan prosedur pemberian BMDTP sangat su- lit. Pengurusannya pun butuh sekitar satu dua bulan. Karena butuh waktu lama, pengajuan insentif itu tidak bisa diman- faatkan untuk proyek reparasi kapal yang waktunya pendek. “Padahal proyek reparasi kapal sedang marak sebagai imbas pemberlakuan asas kabotase. Saat ini, utilisasi galangan ka- pal rata-rata mencapai 95%.” Selain itu, imbuhnya, ongkos verikasi pengajuan BMDTP mencapai 1%. Jadi dengan insentif BMDTP 5%, yang dinikmati industri sebenarnya hanya 4%. “Karena insentif yang diterima tidak terlalu be- sar dan prosesnya rumit, peng- usaha galangan kapal banyak yang enggan,” kata Wing. Secara terpisah, Kepala Ba dan Pengkajian Kebijak- an Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian Arryanto Sagala mengakui minimnya penyerapan insentif BMDTP itu. Penyerapan pada 2008 hanya 3,26%, pada 2009 9%, dan 2010 22%. “Persoalan ada pada lambat- nya penerbitan aturan pelaksa- na. Pada 2009 baru keluar Juli, 2010 keluar di April. Bahkan, pernah juga baru keluar pada November,” jelas Arryanto. Menurutnya, rendahnya pemanfaatan BMDTP karena fasilitas itu baru bisa diman- faatkan industri besar yang bisa membeli dari importir langsung. Sedangkan, industri skala kecil masih bergantung pada trader. (Jaz/E-3) Sepatu Tunggu SNI Seragam Penyerapan Insentif Bea Masuk Sukar Maksimal Pelaku usaha yang memakai fasilitas BMDTP masih sangat kecil.” Ali Soebroto Ketua Umum Gabel Selain melindungi konsumen, SNI juga harus bisa membentengi produsen domestik dari serbuan produk asing. PP Kabotase Terbit Drilling Rig Jalan Lagi 209 Emiten Masuk Indeks Syariah PEMERINTAH telah mener- bitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2011 yang meng- atur alat transportasi laut khu- sus yang harus berbendera Merah Putih. Menurut Menteri Perhubungan Freddy Numberi, PP itu sudah keluar pekan lalu dan mulai berlaku efektif saat itu juga. Regulasi itu merupakan ja- waban dari keinginan peme- rintah dan pelaku usaha penge- boran minyak untuk melong- garkan penerapan asas kabotase (cabotage) dalam Undang-Un- dang No 17/2008 tentang Pe- layaran yang melarang peng- gunaan kapal berbendera asing untuk kegiatan lepas pantai. Dengan PP tersebut, kapal maupun fasilitas pengeboran lepas pantai yang dianggap se- bagai kapal, seperti drilling rig mendapat pengecualian tidak terkena asas kabotase. Syarat- nya, mereka harus melaporkan operasi kepada Menteri Per- hubungan. “Untuk yang baru beroperasi harus mengajukan izin penggu- naan drilling rig kepada Menteri Perhubungan. Untuk drilling rig yang sudah ada, juga harus melaporkan operasionalnya kepada Menteri Perhubung- an,” ujar Freddy Numberi di sela acara Indonesia Interna- tional Infrastructure Conference and Exhibition 2011 di Jakarta, kemarin. Pihaknya, ujar Freddy, juga akan berkoordinasi dengan Ke- menterian ESDM dan BP Migas dalam pengawasan penerapan PP tersebut. Sebelumnya, asas kabotase menyatakan seluruh kapal yang beroperasi di perairan Indonesia wajib berbendera Indonesia. Itu menjadi masalah ketika definisi kapal adalah benda yang mengapung di atas air dan membuat drilling rig pun dikate- gorikan sebagai kapal. Padahal hingga saat ini, tidak ada satu pun perusahaan lokal yang memiliki drilling rig atau menjual fasilitas itu kepada perusahaan pengeboran migas. Akibatnya produksi minyak lepas pantai pun turun karena banyak drilling rig yang harus berhenti beroperasi. (Tup/E-2) BURSA Efek Indonesia (BEI) selangkah lagi merilis paket perdagangan saham khusus syariah (indeks syariah) seba- gai bagian pengembangan pasar modal. Hal itu dimung- kinkan setelah Badan Penga- was Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menentukan sebanyak 209 emiten halal. Menurut Direktur Utama BEI Ito Warsito, penetapan itu men- jadi tahap penentu hadirnya indeks syariah di Indonesia. Selama ini, indeks syariah terkendala oleh ketentuan atau fatwa MUI terkait status efek syariah. “Selama ini kan kita mela- kukan kampanye ke daerah- daerah. Di forum investor juga begitu, banyak pertanyaan. Perdagangan saham ini seper- ti judi atau bukan? Halal atau tidak?” kata Ito di Jakarta, kemarin. Menurutnya, terdapat dua keputusan penting dari Ba- pepam-LK dan DSN MUI itu. Pertama, ditentukannya me- kanisme perdagangan saham reguler di BEI adalah halal. Kedua, ditetapkannya daftar efek syariah yakni 209 saham emiten dengan kategori saham syariah. Ito menegaskan, saham emi- ten bank konvensional sudah dapat dipastikan tidak ter- masuk di dalam indeks syariah karena ada unsur riba. Begitu pun emiten yang memiliki pro- duk nonhalal, salah satunya, bir atau minuman keras. “Saham syariah itu ada bebe- rapa komponen. Selain produk atau jasanya memenuhi unsur syariah, juga ada rasio utang tertentu. Misalnya, usahanya ti- dak dibiayai oleh utang. Unsur equity-nya lebih banyak daripa- da utangnya,” terang Ito. Sementara itu, Direktur Pe- ngembangan BEI Friderica Widyasari Dewi, mengatakan indeks syariah dijadwalkan dirilis pada 27 April. Ini me- rupakan penambahan indeks sejenis yang sudah ada seperti Jakarta Islamic Index (JII) dan tidak dimaksudkan untuk sa- ling mengungguli. “Indeks Syariah berisi sa- ham-saham yang sudah men- dapat sertifikasi DSN MUI. Terdiri dari 209 saham dan akan di-review 6 bulanan,” jelasnya. (Atp/E-5) Ito Warsito Direktur Utama BEI ANTARA
1

RABU, 13 APRIL 2011 Sepatu Tunggu SNI Seragam · jenis sepatu olahraga mencatat nilai ekspor terbesar ketiga setelah China dan Vietnam. Untuk sepatu kulit menduduki posisi empat terbesar

Mar 13, 2019

Download

Documents

Vandan Gaikwad
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: RABU, 13 APRIL 2011 Sepatu Tunggu SNI Seragam · jenis sepatu olahraga mencatat nilai ekspor terbesar ketiga setelah China dan Vietnam. Untuk sepatu kulit menduduki posisi empat terbesar

18 RABU, 13 APRIL 2011EEKONOMIKONOMI NASIONAL

JAJANG SUMANTRI

STANDARDISASI me-rupakan salah satu instrumen hambatan nontarif dalam proteksi

perdagangan. Namun, ibarat pisau dengan dua sisi tajam, ke-bijakan standar seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) bisa menjadi bumerang yang meng-hambat industri lokal.

Produsen alas kaki nasional mengeluhkan SNI yang tidak standar alias tidak seragam. Kondisi itu menyulitkan pro-dusen mengisi pasar domestik ataupun ekspansi ekspor. Un-tuk itu, produsen meminta pemerintah segera member-lakukan SNI seragam.

Ketua Umum Asosiasi Perse-patuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan SNI bagi alas kaki kerap dina-fikan. Pasalnya, spesifikasi produk telah ditentukan pem-beli (prinsipal/buyer). Jika SNI seragam, produsen bisa mudah menerapkan kebijakan itu.

“SNI itu menyulitkan pro-dusen alas kaki. Soalnya, setiap model produk harus menye-suaikan pada SNI,” ujar Eddy di Jakarta, akhir pekan lalu.

Padahal, dia mengatakan produsen sepatu nasional me-nargetkan peningkatan ekspor alas kaki menjadi US$3,2 mili-ar. Tahun lalu, ekspor produk sama hanya membukukan angka sekitar US$2,1 miliar. Artinya, diperlukan peningkat-an signifi kan yang hanya bisa tercapai dengan dukungan pe-merintah. “Minimal dalam tiga

tahun ke depan bisa mencapai US$5 miliar,” katanya.

Eddy menuturkan produk alas kaki Indonesia telah dite-rima oleh 148 negara. Bahkan jenis sepatu olahraga mencatat nilai ekspor terbesar ketiga setelah China dan Vietnam. Untuk sepatu kulit menduduki posisi empat terbesar setelah China, Vietnam, dan India.

Berdasarkan data Kemente-rian Perdagangan (Kemendag), ekspor alas kaki pada Janu-ari 2011 mencapai US$274,8 juta, atau naik 40% ketimbang Januari 2010. Namun, penetrasi

produk alas kaki asing di pasar domestik tidak kalah gencar-nya. Tahun lalu, nilai impornya melonjak 300% jika dibanding-kan dengan 2008.

Dalam catatan Kemendag, impor alas kaki dari China pada Januari 2011 mencapai US$6,69 juta, naik ketimbang Januari 2010 yang senilai US$3,4 juta. Adapun impor keseluruhan mencapai US$11,01 juta.

SNI wajibSementara itu, pemerintah

mengaku sulit menerapkan SNI untuk produk alas kaki.

Perkembangan mode yang sa-ngat pesat menyulitkan untuk membuat SNI bagi produk ini. Untuk sektor alas kaki, dengan 47 SNI saat ini baru ada tiga SNI wajib yakni untuk produk sepatu keselamatan.

“SNI wajib untuk sepatu hanya diberikan pemerintah untuk sepatu keselamatan. Pe-merintah sulit menerapkan SNI wajib untuk sepatu model lain karena kenyamanan bersepatu tidak bisa dibatasi,” ujar Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Ke-menperin Arryanto Sagala di

Bandung, belum lama ini.Menurutnya, sebelum me-

ngeluarkan SNI, pemerintah harus memastikan produsen lokal mampu beradaptasi. Se-lain melindungi konsumen, SNI juga harus bisa mem-bentengi produsen domestik dari serbuan produk asing. Di samping itu, bisa mengundang investasi yang tahun ini ditar-getkan mencapai Rp12,8 triliun dengan jumlah tenaga kerja yang terserap sekitar 2,518 juta orang. (E-5)

[email protected]

UPAYA pemerintah memacu daya saing dan memperkuat struktur industri nasional me-lalui kebijakan bea masuk ditanggung pemerintah (BM-DTP) belum berjalan maksimal. Hingga kini, kebijakan itu belum terserap dengan baik di kalangan pelaku usaha.

“Pemberian fasilitas BMDTP yang dilakukan pemerintah masih belum terserap dengan baik. Pelaku usaha yang me-makai fasilitas BMDTP ma-sih sangat kecil,” kata Ketua Umum Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel) Ali Soebroto di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, fasilitas BM-

DTP seyogianya dapat meri-ngankan beban pelaku usaha pascapenerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 241/2010 tentang Penetapan Sistem Klasifi kasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor. Sebelum-nya, bea masuk komponen impor adalah nol persen.

“Tapi prosedur untuk meng-ajukannya sangat sulit dan lama,” keluhnya.

Sementara itu, Pengurus Ika-tan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia Wing Wirjawan mengatakan penyerapan BMDTP oleh in-dustri galangan kapal masih

minim. Senada dengan pihak Gabel, ia mengatakan prosedur pemberian BMDTP sangat su-lit. Pengurusannya pun butuh sekitar satu dua bulan. Karena butuh waktu lama, pengajuan insentif itu tidak bisa diman-faatkan untuk proyek reparasi kapal yang waktunya pendek.

“Padahal proyek reparasi kapal sedang marak sebagai imbas pemberlakuan asas kabotase. Saat ini, utilisasi galangan ka-pal rata-rata mencapai 95%.”

Selain itu, imbuhnya, ongkos verifi kasi pengajuan BMDTP mencapai 1%. Jadi dengan insentif BMDTP 5%, yang dinikmati industri sebenarnya hanya 4%. “Karena insentif yang diterima tidak terlalu be-sar dan prosesnya rumit, peng-usaha galangan kapal banyak yang enggan,” kata Wing.

Secara terpisah, Kepala Ba dan Pengkajian Kebijak-an Iklim dan Mutu Industri Ke menterian Perindustrian

Arryanto Sagala mengakui minimnya penyerapan insentif BMDTP itu. Penyerapan pada 2008 hanya 3,26%, pada 2009 9%, dan 2010 22%.

“Persoalan ada pada lambat-nya penerbitan aturan pelaksa-na. Pada 2009 baru keluar Juli, 2010 keluar di April. Bahkan, pernah juga baru keluar pada November,” jelas Arryanto.

Menurutnya, rendahnya pemanfaatan BMDTP karena fasilitas itu baru bisa diman-faatkan industri besar yang bisa membeli dari importir langsung. Sedangkan, industri skala kecil masih bergantung pada trader. (Jaz/E-3)

Sepatu Tunggu SNI Seragam

Penyerapan Insentif Bea Masuk Sukar MaksimalPelaku usaha yang memakai fasilitas

BMDTP masih sangat kecil.”

Ali SoebrotoKetua Umum Gabel

Selain melindungi konsumen, SNI juga harus bisa membentengi produsen domestik dari serbuan produk asing.

PP Kabotase TerbitDrilling Rig Jalan Lagi

209 Emiten MasukIndeks Syariah

PEMERINTAH telah mener-bitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2011 yang meng-atur alat transportasi laut khu-sus yang harus berbendera Merah Putih. Menurut Menteri Perhubungan Freddy Numberi, PP itu sudah keluar pekan lalu dan mulai berlaku efektif saat itu juga.

Regulasi itu merupakan ja-waban dari keinginan peme-rintah dan pelaku usaha pe nge-boran minyak untuk melong-garkan penerapan asas kabotase (cabotage) dalam Undang-Un-dang No 17/2008 tentang Pe-layaran yang melarang peng-gunaan kapal berben dera asing untuk kegiatan lepas pantai.

Dengan PP tersebut, kapal maupun fasilitas pengeboran lepas pantai yang dianggap se-bagai kapal, seperti drilling rig mendapat pengecualian tidak terkena asas kabotase. Syarat-nya, mereka harus melaporkan operasi kepada Menteri Per-hubungan.

“Untuk yang baru beroperasi harus mengajukan izin penggu-naan drilling rig kepada Menteri

Perhubungan. Untuk drilling rig yang sudah ada, juga harus melaporkan operasionalnya kepada Menteri Perhubung-an,” ujar Freddy Numberi di sela acara Indonesia Interna-tional Infrastructure Conference and Exhibition 2011 di Jakarta, kemarin.

Pihaknya, ujar Freddy, juga akan berkoordinasi dengan Ke-menterian ESDM dan BP Migas dalam pengawasan penerapan PP tersebut.

Sebelumnya, asas kabotase menyatakan seluruh kapal yang beroperasi di perairan Indonesia wajib berbendera Indonesia. Itu menjadi masalah ketika definisi kapal adalah benda yang me ngapung di atas air dan membuat drilling rig pun dikate-gorikan sebagai kapal.

Padahal hingga saat ini, tidak ada satu pun perusahaan lokal yang memiliki drilling rig atau menjual fasilitas itu kepada perusahaan pengeboran migas. Akibatnya produksi minyak lepas pantai pun turun karena banyak drilling rig yang harus berhenti beroperasi. (Tup/E-2)

BURSA Efek Indonesia (BEI) selangkah lagi merilis paket perdagangan saham khusus syariah (indeks syariah) seba-gai bagian pengembangan pa sar modal. Hal itu dimung-kinkan setelah Badan Penga-was Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menentukan sebanyak 209 emiten halal.

Menurut Direktur Utama BEI Ito Warsito, penetapan itu men-jadi tahap penentu hadirnya indeks syariah di Indonesia. Selama ini, indeks syariah terkendala oleh ketentuan atau fatwa MUI terkait status efek syariah.

“Selama ini kan kita mela-kukan kampanye ke daerah-daerah. Di forum investor juga begitu, banyak pertanyaan. Perdagangan saham ini seper-ti judi atau bukan? Halal atau tidak?” kata Ito di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, terdapat dua keputusan penting dari Ba-pepam-LK dan DSN MUI itu. Pertama, ditentukannya me-kanisme perdagangan saham reguler di BEI adalah halal. Kedua, ditetapkannya daftar efek syariah yakni 209 saham emiten dengan kategori saham syariah.

Ito menegaskan, saham emi-ten bank konvensional sudah dapat dipastikan tidak ter-

masuk di dalam indeks syariah karena ada unsur riba. Begitu pun emiten yang memiliki pro-duk nonhalal, salah satunya, bir atau minuman keras.

“Saham syariah itu ada bebe-rapa komponen. Selain produk atau jasanya memenuhi unsur syariah, juga ada rasio utang tertentu. Misalnya, usahanya ti-dak dibiayai oleh utang. Unsur equity-nya lebih banyak daripa-da utangnya,” terang Ito.

Sementara itu, Direktur Pe-ngembangan BEI Friderica Widyasari Dewi, mengatakan indeks syariah dijadwalkan dirilis pada 27 April. Ini me-rupakan penambahan indeks sejenis yang sudah ada seperti Jakarta Islamic Index (JII) dan tidak dimaksudkan untuk sa-ling mengungguli.

“Indeks Syariah berisi sa-ham-saham yang sudah men-dapat sertifikasi DSN MUI. Terdiri dari 209 saham dan akan di-review 6 bulanan,” jelasnya. (Atp/E-5)

Ito WarsitoDirektur Utama BEI

ANTARA