Publikasi ini dibuat untuk dikaji ulang oleh United States Agency for International Development. Dipersiapkan oleh Forum Multi Pihak Kabupaten Sarmi Papua dengan bantuan teknis dan fasilitasi Proyek USAID-Indonesia Forest and Climate Support (IFACS) INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT RENCANA KONSERVASI BENTANG ALAM KABUPATEN SARMI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER 2014
78
Embed
PROVINSI PAPUA - lestari-indonesia.org · kritis atau dalam situasi yang sangat penting (sungai/ DAS, lahan basah, sekat bakar, dan kontrol erosi). ... FMP bertujuan untuk menjaga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Publikasi ini dibuat untuk dikaji ulang oleh United States Agency for International Development. Dipersiapkan oleh Forum Multi Pihak Kabupaten Sarmi Papua dengan bantuan teknis dan fasilitasi Proyek USAID-Indonesia Forest and Climate Support (IFACS)
INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT
RENCANA KONSERVASI BENTANG ALAM
KABUPATEN SARMI
PROVINSI PAPUA
SEPTEMBER 2014
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi Provinsi Papua Hal |ii
Foto halaman depan: Pesisir Sarmi (P. Wibowo)
Dokumen Rencana Konservasi Bentang Alam (RKBA) ini merupakan dokumen yang bersifat
dinamis dan dapat diperbaharui (living document) yang dipersiapkan oleh Forum Multi Pihak
(FMP) berdasarkan analisis data spasial yang ada. RKBA ini disusun melalui serangkaian
kegiatan lokakarya FMP dan proses drafting, dan meliputi masukan-masukan utama dari
USAID IFACS ke dalam proses penyusunannya. Walaupun demikian, selama proyek
berlangsung dukungan teknis akan terus dilakukan untuk penyempurnaan dokumen ini
berdasarkan permintaan dari FMP.
Isi dari publikasi ini tidak mewakili pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.
Dokumen ini dipersiapkan untuk the United States Agency for International Development,
under USAID Contract Number EPP-I-00-06-0008, Order Number AID-497-TO-11-00002.
Diimplementasikan oleh:
Tetra Tech
159 Bank Street, Suite 300
Burlington, VT 05401 USA
Tel: (802) 658-3890
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi Provinsi Papua Hal |iii
INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT (IFACS)
RENCANA KONSERVASI BENTANG ALAM
KABUPATEN SARMI
PROVINSI PAPUA
September 2014
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi Provinsi Papua Hal |iv
KATA PENGANTAR
Kabupaten Sarmi adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua, Indonesia. Ibu kota
kabupaten ini terletak di Kota Sarmi. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 35.587 km2. Terbagi
menjadi 8 kecamatan dengan Sarmi sebagai ibu kota kabupaten. Wilayahnya sendiri
berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, kabupaten Tolikara di sebelah
Selatan, Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Waropen di sebelah Barat, dan kabupaten
Jayapura di sebelah Timur.
Untuk mewujudkan pengelolaan hutan dan sumber daya alam secara lestari di Kabupaten
Sarmi, Forum Multi Pihak yang peduli terhadap upaya konservasi di Kabupaten Sarmi
berupaya meningkatkan transparansi dan tata kelola hutan dan sumber daya alam di
Kabupaten Sarmi. Sebagai dasar perencanaan pengelolaan hutan di wilayah ini, Forum Multi
Pihak telah menyusun Rencana Konservasi Bentang Alam yang bertujuan untuk memberikan
gambaran menyeluruh menganai target-target konservasi pada tingkat bentang alam secara
luas, dengan mempertimbangkan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang terdapat di wilayah ini,
kawasan dengan kandungan karbon tinggi, tipe habitat dan analisis ancaman terhadap target
konservasi yang ada; sehingga upaya pelestarian target konservasi dapat lebih tepat
sasaran dan dapat berdampak untuk jangka panjang.
Rencana Konservasi Bentang Alam ini dapat dijadikan perangkat utama bagi berbagai pihak,
baik pemerintah, swasta maupun LSM dalam mengembangkan tata ruang wilayah dan
dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pelestarian/konservasi.
Rencana Konservasi Bentang Alam ini bersifat dinamis (living document) mengingat
penyusunannya di dasarkan pada perkembangan dan ketersediaan data/informasi spasial
yang ada. Penyiapan dokumen ini dilaksanakan melalui serangkaian lokakarya yang diikuti
oleh Forum Para Pihak Sarmi dengan fasilitasi dan dukungan teknis dari proyek USAID
IFACS. Pengembangan dokumen Rencana Konservasi Bentang Alam Sarmi selanjutnya
akan dilakukan oleh Forum Multi Pihak seiring dengan pemutakhiran data spasial yang ada.
Masukan dari banyak pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan penyempurnaan
Sedimentary Low Montane Forest (Hutan pegunungan rendah batuan
sedimen) 127.761.5
17
Sedimentary Mid Montane Forest (Hutan pegunungan sedang batuan
sedimen) 15.071.5
18 Water bodies and Lakes (Badan air dan danau) 25.092.6
Dari tabel dan peta penyebaran tipe habitat di Kabupaten Sarmi, terlihat bahwa dari 18 tipe
habitat yang ada, Hutan Formasi Teras Terpotong pada batuan sedimen (Sedimentary
Dissected Terrace Forest) dan Hutan Dataran Rendah Alluvial (Alluvial Terrace Forest)
adalah dua tipe habitat yang paling banyak dijumpai dengan luas sekitar 731.190 ha dan
307.358 ha.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 33
Gambar 6. Peta Distribusi Tipe Habitat di Kabupaten Sarmi
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 34
3.2.3. Ekosistem Unik
Di samping tipe habitat seperti yang telah dikemukakan sebelumya sebagai proxy terhadap
keberadaan NKT 2, bentang alam Sarmi meliputi berbagai ekosistem unik, yang dapat
dianggap pendekatan sebagai NKT 3, antara lain:
1. Ekosistem Riparian/Sempadan Sungai. Daerah sempadan sungai penting artinya
sebagai habitat bagi sejumlah satwa, termsuk satwa endemic yang ada di wilayah
kabupaten ini.
2. Ekosistem Danau. Kabupaten Sarmi memiliki beberapa danau seperti
Theun-Pianfon.
3. Ekosistem Hutan Rawa Mangrove. Hutan mangrove dapat dijumpai di pesisir
utara kabuapten. Di samping keunikan ekosistemnya, ekosistem ini juga sumber
perikanan bagi masyarakat setempat.
4. Ekosistem Rawa Gambut. Ekosistem ini banyak dijumpai di pesisir utara
kabupaten Sarmi. Ekosistem ini penting artinya bagi keanekaragaman hayati, di
samping memiliki kandungan karbon tinggi baik di atas dan bawah permukaan
tanah.
3.2.4. DAS dan Sub DAS Penting
Berdasarkan PP No. 37 tentang Pengelolaan DAS, Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya
disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan. Sedangkan Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima
air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi
habis ke dalam Sub DAS-Sub DAS. Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS memiliki
fungsi hidrologi yang unik di samping dapat mendukung sejumlah keanekaragaman hayati
dan seringkali penting artinya bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Sistem sungai sangat mempengaruhi keanekaragaman hayati dan ekosistem yang ada.
Faktor kerapatan sungai, percabangan sungai, besar arus, hidrologi, dan sedimentasi dapat
mempengaruhi pola dan distribusi vegetasi dan kumpulan biota atau keanekaragaman hayati
yang terkait. Semakin panjang sungai akan semakin banyak habitat spesifik riparian yang
ada. Semakin kompleks pertemuan atau perpotongan sungai akan semakin kompleks pula
ekosistem perairan yang disebabkan oleh tingginya pertukaran oksigen di dalam air.
Dalam RKBA ini, DAS/Sub DAS priortas/penting dianggap sebagai bagian dari target
konservasi. Untuk menentukan DAS/Sub DAS priortas dalam RKBA digunakan
kriteria-kriteria fisik antara lain:
Flow Direction (Arah Aliran), pemetaan DAS yang dimodelkan menggunakan
elevasi dari data DEM, yang hasilnya menunjukkan arah aliran air keluar.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 35
Flow Accumulation, hasil analisis flow accumulation ini menyerupai peta alur
sungai. Flow accumulation menggambarkan bobot air yang terakumulasi di satu
titik berdasarkan jumlah piksel yang mengarah kepadanya.
Titik Outlet, titik dimana tempat pertemuan antar sungai.
Single Watershed, adalah sistem DAS tunggal dimana aliran di hulu langsung jatuh
di laut. Karakteristik DAS semacam ini merupakan parameter yang paling penting.
Kabupaten Sarmi memiliki sedikitnya 16 sub DAS, dan dari hasil analisis tingkat kepentingan
sub DAS, sekitar 12 sub DAS terlihat merupakan sub DAS penting seperti terlihat pada peta
sub DAS prioritas di bawah ini.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 36
Gambar 7. Peta DAS Prioritas di Kab. Sarmi
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 37
3.2.5. Kawasan dengan Kandungan Karbon Tinggi
Kawasan dengan kandungan karbon tinggi penting artinya dalam isu perubahan iklim dan
perlu dijaga kelestariannya untuk mencegah terlepasnya karbon di alam yang dapat diakibat-
kan oleh kebakaran hutan/lahan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi perubahan iklim.
Berdasarkan hal ini, pelestarian kawasan dengan kandungan karbon tinggi dapat dianggap
sebagai target konservasi.
Kawasan dengan kandungan karbon tinggi dapat dijumpai di wilayah-wilayah dengan tutupan
hutan yang lebat dan lahan gambut. Dalam RKBA ini, analisis data spasial mengenai kawa-
san dengan kandungan karbon tinggi dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:
1. Kandungan karbon di atas permukaan tanah. Stok karbon di atas permukaan
tanah dihitung berdasarkan Standar Perhitungan Kandungan Karbon yang
dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Satgas
REDD 2013.
2. Kandungan karbon di bawah permukaan tanah. Penghitungan kandungan karbon
di bawah permukaan tanah terutama pada lahan gambut dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain tingkat kematangan gambut, kedalaman, Bulk Density,
dan luas lahan sebaran, kedalaman gambut. Dalam RKBA ini, data sebaran dan
kedaaman gambut didasarkan pada peta yang dibuat oleh Wetlands International
(2004).
Tabel 4. Tutupan Lahan di Kabupaten Sarmi tahun2011
No Tutupan Lahan Luas
1 Hutan Lahan Kering Primer 1.266.213,35
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 211.280.88
3 Hutan Mangrove Primer 216.741.87
4 Hutan Mangrove Sekunder 1.592.96
5 Pertanian Lahan Kering 3.921,13
6 Pertanian Lahan Kering Campuran Semak 11.715.85
7 Savanna/Padang Rumput 392,29
8 Semak Belukar 5.187,50
9 Semak Belukar Rawa 12.518,41
10 Permukiman/Lahan Terbangun 471,71
11 Rawa 1.872,90
12 Transmigrasi 2.730,99
13 Tanah Terbuka 328,16
14 Tubuh Air 19.986,48
TOTAL 1.797.013,75
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 38
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kandungan karbon di atas permukaan tanah dengan
kondisi kandungan sangat tinggi (156-195 ton C/ha) menempati hampir seluruh wilayah
Kabupaten Sarmi. Total kandungan karbon di atas permukaan adalah sebesar 333.4 juta ton
karbon.
Kandungan karbon di bawah permukaan tanah di hitung berdasarkan penyebaran lahan
gambut di Kabupaten Sarmi yang diperoleh dari data Wetlands International. Kedalaman dan
tingkat kematangan gambut menjadi penentu besarnya kandungan karbon bawah
permukaan Karbon di bawah permukaan dengan dengan kandungan rendah banyak di
jumpai di sepanjang pesisir di mana terdapat hutan rawa gambut, sementara yang tertingi
kandungannya dijumpai pada bagian tenggara Kabupaten Sarmi, yang merupakan areal
bergambut.Kandungan karbon di bawah permukaan yang terdapat di Kabupaten Sarmi
sebesar 77.4 juta ton Karbon..Secara keseluruhan, kandungan karbon di Kabupaten Sarmi
adalah 409.8 juta ton karbon
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 39
Gambar 8. Peta Sebaran Kandungan Karbon di Atas Permukaan Tanah
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 40
Gambar 9. Peta Sebaran Kandungan Karbon di Bawah Permukaan Tanah
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 41
Gambar 10. Peta Sebaran Kandungan Karbon di Atas dan Bawah permukaan Tanah
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 42
3.2.6. Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung yang Ditetapkan Pemerintah
Wilayah bentang alam Kabupaten Sarmi memiliki kawasan konservasi dan kawasan lindung
yang telah ditetapkan pemerintah. Pertimbangan status kawasan hutan sebagai Hutan
Suaka Alam dan Hutan Lindung didasarkankan pada fungsi hutan tersebut yang penting
artinya bagi upaya pelestarian bentuk maupun fungsi kawasan.
Salah satu Hutan Suaka Alam yang sebagian besar kawasannya terdapat di wilayah kabupa-
ten ini adalah Suaka Margastawa (SM) Mamberamo Foja (sekitar 206.077 ha dari luas total
SM Mamberamo Foja sekitar 2 juta ha), Di samping itu juga terdapat kawasan hutan lindung.
Kawasan Konservasi maupun kawasan lindung yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
secara mutlak dipertimbangkan sebagai target konservasi yang perlu dilestarikan dalam
RKBA.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 43
Gambar 11. Peta Kawasan Lindung di Kab. Sarmi
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 44
BAB IV. PENENTUAN PERSENTASE TARGET
KONSERVASI
4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persentase Target dan
Panduan dalam Menentukan Persentase
Pendekatan target konservasi berupa tipe habitat digunakan dalam dokumen RKBA ini. Pada
bab sebelumnya telah diidentifikasi tipe-tipe habitat yang ada di wilayah Kabupaten Sarmi,
dan merupakan perwakilan dari target konservasi berupa NKT (terutama NKT 1-3) serta
merupakan wilayah yang berhutan yang penting untuk dilestarikan, mengingat kandungan
karbon yang ada.
Persentase (%) dari target konservasi- berupa tipe habitat -dilakukan dengan pendekatan
menentukan persentase dari masing-masing tipe habitat sebagai proxy terhadap target
koservasi, mengingat tipe habitat meliputi kawasan yang berhutan dengan tipe-tipe habitat
tertentu yang bersifat unik. Penentuan persentase target konservasi dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan sejumlah faktor sebagai berikut:
i. Karakteristik keanekaragaman hayati, yang meliputi keunikan spesies dan pola
umum distribusi, baik di dalam kabupaten dan di bentang alam sekitarnya khususnya
pada target konservasi yang terkait dengan NKT 1-6.
ii. Karakteristik tiap petak hutan sebagai target konservasi dengan pendekatan tipe
habitat, termasuk di dalamnya ukuran, dan distribusi (tersebar atau terkonsentrasi).
iii. Kondisi fisik target konservasi (contoh: tutupan hutan, kedalaman gambut).
iv. Proporsi target konservasi asli dengan yang tersisa.
v. Proporsi target konservasi yang dapat dimanfaatkan dan yang perlu dilindungi atau
dilestarikan.
Penentuan persentase target konservasi pada prakteknya juga dipengaruhi oleh kebijakan
pembangunan yang ada di pemerintah daerah, mengingat pembangunan memerlukan lahan
dari bentang alam yang ada, terutama pada wilayah-wilayah pemekaran. Sebagai contoh,
wilayah kabupaten pemekaran yang baru yang memiliki tutupan hutan sebesar 90% cen-
derung mengalokasikan sebagian hutannya menjadi kawasan budidaya atau pembangunan.
Tantangan dalam menentukan persentase target konservasi adalah data empiris yang
terbatas yang dapat digunakan untuk menentukan persentase target konservasi.
Pengalaman menunjukkan bahwa target konservasi merupakan kelompok matriks yang
besar, sebagai contoh, Hutan Hill Dipterocarpaceae yang memiliki spesies endemik dapat
diberikan target 15-30% dari kawasan yang tersisa. Sementara Hutan Volcanic Montane
Ericaceous yang terdapat di puncak gunung yang memiliki proporsi spesies endemik yang
tinggi, harus memiliki target 100%. Target di antara kedua contoh di atas didasarkan pada
distribusi dan endemisitas persentase dari kedua nilai tersebut.
Tabel di bawah ini memberikan gambaran kasar yang dapat digunakan sebagai panduan
dalam menentukan persentase target konservasi. Namun demikian panduan ini tidak bersifat
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 45
mengikat.FMP menentukan persentase target konservasi juga melalui diskusi dan
kesepakatan.
Tabel 5. Panduan Menentukan Target Konservasi Berdasarkan Keanekaragaman
Hayati dan Karakteristik Pecahan Hutan.
Karakteristik keragaman-hayati (keunikan dan distribusi)
Karakteristik Pecahan Hutan (luasan dan distribusi)
Luas tersebar (matriks)
Luas menyatu
Sedang tersebar
Sedang menyatu
Kecil tersebar
Kecil menyatu
Spesies unik/ menyatu
50 60 70 80 90 100
Spesies unik/ tersebar
40 50 60 70 80 90
Spesies tidak unik/menyatu
30 40 50 60 70 80
Spesies tidak unik/menyebar 20 30 40 50 60 70
Persentase target konservasi akan mempengaruhi total kawasan target konservasi yang
dilestarikan. Walaupun demikian, distribusi dari berbagai petak dari tiap target yang
diperlukan untuk mencapai total kawasan ditentukan melalui kajian viabilitas tiap petak target
konservasi.
4.2. Persentase Target Konservasi di Kabupaten Sarmi
Persentase tipe-tipe habitat yang merepresentasikan target konservasi di Kabupaten Sarmi
ditentukan oleh FMP yang juga mempertimbangkan kebutuhan pembangunan, tingkat
ancaman serta bentuk-bentuk tipe habitat.
Forum Multi Pihak Kabupaten Sarmi menyadari bahwa setiap bentuk bentang alam yang
diwakili oleh tipe habitat merupakan kekayaan dan potensi di daerah Sarmi yang belum tentu
ada ditempat lain di Indonesia, dan juga memahami akan pentingnya fungsi setiap tipe
habitat tersebut khususnya untuk melindungi manusia dari ancaman bahaya bencana dan
juga keanekaragaman hayati. Sebaliknya pada bentang alam yang bersifat umum dan
banyak terdapat di kabupaten Sarmi, dipertimbangkan untuk dapat dikembangkan atau
dibangun untuk memberikan kesejahteraan ekonomi. Keseimbangan fungsi ekologi dan
ekonomi dari bentang alam yang ada menjadi perhatian dan pertimbangan FMP Sarmi.
FMP juga ingin menyelamatkan wilayah hutan yang memiliki target konservasi yang cukup
penting yang mencakup tipe habitat hutan yang langka, serta melihat karakteristik wilayah
hutannya apakah hutan tersebut juga memiliki ancaman yang tinggi atau tidak. Jika tipe
habitat yang cukup luas dan memiliki ancaman tinggi (terutama disebabkan oleh adanya
konsesi/ijin pengolahan lahan, contoh: konsesi hutan dan perkebunan), maka keberadaan
dari tipe habiat hutan tersebut akan berpotensi berkurang atau hilang seiring dengan adanya
ancaman dari pengelolaan hutan dan kebun tersebut. Kabupaten Sarmi termasuk wilayah
yang dijadikan pengembangan produksi kehutanan oleh Pemerintah Pusat, dan terdapat dua
konsesi besar di kabupaten ini yaitu PT Wapoga dan PT Bina Balantak Utama (BBU),
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 46
demikian juga konsesi perkebunan yang akan segera buka dan telah mendapat ijin HGU.
Ancaman tersebut akan mempengaruhi persentasi target konservasi. Rencana Tata Ruang
Wilayah dan kawasan hutan juga mempertimbangkan dari segi kebijakan dan teknis yang
juga diterapkan dalam menganalisa target konservasi yaitu bentuk, ukuran, keberadaan NKT
dan kepentingan DAS serta distribusi spesies.
Tabel 6. Persentase (%) Target Konservasi berdasarkan Tipe Habitat
No Tipe Habitat Luas Asli
(Ha)
Luas Target
Konservasi
(Ha)
Persentase
Target*)
1 Alluvial Beach Forest (Hutan pantai
aluvial) 40.810.4 21.534.8 53%
2 Tidal Mangrove Forest (Hutan
mangrove pasang surut) 3.532.0 3.532.0 100%
3 Alluvial Lowland Forest (Hutan
dataran rendah aluvial) 307.358.1 187.070.5 61%
4
Alluvial Dissected Terrace Forest
(Hutan formasi teras terpotong
aluvial)
63.592.1 28.339.1 45%
5 Peat Swamp Forest (Hutan rawa
gambut) 108.842.0 88.390.5 81%
6
Calcarenite Limestone Dissected
Terrace Forest (hutan formasi teras
terpotong batuan gamping
kalkarenit)
23.949.7 20.099.6 84%
7
Calcarenite Limestone Low Montane
Forest (hutan pegunungan rendah
batuan gamping kalkarenit)
26.963.7 26.963.7 100%
8
Calcarenite Limestone Mid Montane
Forest (hutan pegunungan sedang
batuan gamping kalkarenit)
11.852.5 11.852.5 100%
9
Corraline Limestone Lowland Forest
(Hutan dataran rendah batuan
gamping koral)
2.631.9 2.573.1 98%
10
Mafic Dissected Terrace Forest
(Hutan formasi teras terpotong
batuan mafik)
8.703.3 8.485.3 97%
11 Mafic Lowland Forest (Hutan
dataran rendah batuan mafik) 314.4 .314.4 100%
12
Mud/Conglomerate Lowland Forest
(Hutan dataran rendah dengan
endapan lumpur dan konglomerat)
38.554.1 37.691.2 98%
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 47
No Tipe Habitat Luas Asli
(Ha)
Luas Target
Konservasi
(Ha)
Persentase
Target*)
13
Mud/Conglomerate Dissected
Terrace Forest (Hutan formasi teras
terpotong dengan endapan
lumpur/konglomerat)
94.483.2 58.968.3 62%
14 Sedimentary Lowland Forest (Hutan
dataran rendah batuan sedimen) 132.327.3 78.356.2 59%
15
Sedimentary Dissected Terrace
Forest (Hutan formasi teras
terpotong batuan sedimen)
731.190.2 384.776.8 53%
16
Sedimentary Low Montane Forest
(Hutan pegunungan rendah batuan
sedimen)
127.761.5 127.761.5 100%
17
Sedimentary Mid Montane Forest
(Hutan pegunungan sedang batuan
sedimen)
15.071.5 15.071.5 100%
18 Water body and Lakes (Badan air
dan danau) 25.092.6 25.092.6 100%
*) ditetapkan oleh kesepakatan MSF dan hasil analisa dengan mempertimbangkan tingkat ancaman, keberadaan NKT, kepentingan DAS, kepentingan fungsi tipe habitat, bentuk dan sebaran tipe habitat keunikan tipe habitat di tingkat lansekap, serta kebijakan daerah (rencana tata ruang)
Ket : Tercetak tebal adalah tipe habitat dengan nilai target konservasi kurang dari 100%
Dari tabel di atas diketahui bahwa FMP menetapkan target konservasi 100% pada 7 tipe
habitat yang dipandang sangat penting dan harus tetap utuh seperti aslinya selama jangka
waktu yang panjang (50-100 tahun mendatang). Hutan mangrove (Tidal Mangrove Forest)
dipandang penting untuk menghambat bencana tsunami dan abrasi pantai, mengingat
wilayah utara Kabupaten Sarmi berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik. Sedangkan
tipe habitat lain yang dibentuk oleh tipe geologi Calcarenite Limestone dan Mafic adalah tipe
habitat yang unik khas Papua bahkan Sarmi serta keberadaannya sedikit, demikian pula
dengan tipe habitat Sedimentary Low Montane Forest (Hutan pegunungan rendah batuan
sedimen) dan Sedimentary Mid Montane Forest (Hutan pegunungan sedang batuan
sedimen) yang merupakan tipe hutan pegunungan, dipandang perlu dijaga keberadaanya,
selain pertimbangan ancaman yang hampir nihil. Keberadaan sungai yang banyak terdapat
di wilayah ini dan pentingnya fungsi air bagi kehidupan penduduk Sarmi, membuat FMP
sepakat untuk melindunginya secara utuh. Tipe habitat yang ditargetkan berada dibawah
100%, namun mendekati angka 100% (97-98%) seperti Corraline Limestone Lowland
Forest (Hutan Dataran Rendah batuan gamping koral) dan Mafic Dissected Terrace Forest
(Hutan Formasi Teras Terpotong Batuan Mafik) adalah tipe habitat yang unik dan sedikit
jumlahnya, sedangkan tipe habitat Mud/Conglomerate Lowland Forest (Hutan Dataran
Rendah dengan endapan lumpur dan konglomerat) hanya sedikit keberadaannya di Sarmi
dan relatif tidak terganggu.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 48
Tipe habitat Peat Swamp Forest (Rawa Gambut) dan Alluvial Beach Forest (Hutan Pantai
Alluvial) adalah dua tipe habitat yang dipandang sangat penting fungsinya untuk pengaturan
air dan pencegahan bencana alam, namun keberadaannya sekarang sudah terganggu dan
hanya tersisa masing-masing 81% dan 53%, sehingga FMP bertekad akan melindungi
seluruhnya sisa areal tipe habitat/ekosistem tersebut.
Tipe hutan yang relatif rendah target konservasinya (yang berada <65%) adalah bentang
alam yang mendapat ancaman cukup tinggi dan umumnya memiliki areal yang cukup luas
serta dan tidak/kurang unik, sehingga sebagian tipe habitat tersebut yang ”diperbolehkan”
untuk konversi atau berubah fungsi penggunaan lahan untuk wilayah pengembangan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 49
BAB V. PETAK-PETAK TIPE HABITAT SEBAGAI TARGET
KONSERVASI YANG DAPAT BERTAHAN LAMA
5.1. Proses Pemilihan Petak-Petak Target Konservasi
Kemampuan untuk bertahan bagi petak-petak hutan sebagai target konservasi berupa
tipe-tipe habitat sangat penting untuk dipertimbangkan dalam memilih petak-petak hutan
sebagai target konservasi.
Teori umum Biogeografi Pulau (MacArthur and Wilson 1967) didasarkan pada pemahaman
desain bentang alam di kawasan konservasi, yang menitikberatkan pada hal-hal sbb:
i. Kawasan yang secara relatif tidak terganggu.
ii. Terdapat di bentang alam yang memiliki nilai perlindungan. Hal yang paling penting
adalah bahwa target konservasi secara umum tidak berubah akibat dari dampak
kegiatan manusia, atau sedikitnya dapat dikelola dan di konservasi.
iii. Cukup luas untuk mengakomodasi keberlanjutan populasi satwa dan tumbuhan dan
sebagai zona penyangga terhadap ancaman yang ada.
iv. Memiliki bentuk yang kompak dan tidak terlalu acak. Bentuk yang tidak beraturan
akan lebih sulit untuk dikelola, akibat wilayah inti yang akan terlalu dekat dengan
batas yang ada dan akan mudah terpengaruh oleh ancaman dari luar.
v. Memiliki hubungan dengan kawasan disekitarnya, tidak terisolasi, sehingga
memungkinkan terjadi perpindahan genetis spesies di wilayah ini.
Walaupun demikian, pendekatan yang lebih terkini dari the Nature Conservancy, Margules
and Pressey (2000) dan Watson et al. (2011) menekankan pada perlunya menerapkan
prinsip-prinsip sbb:
i. Keterwakilan – mengacu pada seberapa baik jaringan konservasi di kabupaten
memiliki keterwakilan dari genetik, spesies, dan keanekaragaman komunitas.
ii. Komplementer – identifikasi sistem kawasan konserasi yang komplementer satu
dengan lainnya dalam hal pencapaian tujuan konservasi.
iii. Ketahanan (kecukupan) –kawasan konservasi yang didisain untuk memaksimalkan
ketahanan keanekaragaman hayati di kabupaten tersebut.
iv. Efisiensi – tujuan keanekaragaman hayati dicapai dengan biaya yang paling murah
dalam melaksanakan dan mengelola nilai konservasi yang ada. ‘Biaya’ dapat
memperlihatkan biaya finansial dalam melaksanakan dan mengelola nilai konservasi
atau biaya hilangnya kesempatan-kesempatan bagi pembangunan ekonomi. Juga
dapat meliputi pertimbangan sosial ekonomi dalam mengelola konservasi, dengan
harapan bahwa akan lebih efisien dari segi biaya untuk mengkonservasi wilayah
dimana masyarakat berniat untuk melaksanakannya.
v. Fleksibilitas – suatu rencana yang fleksibel memberikan cakupan resolusi yang
masuk akal dalam hal konflik sumberdaya/pemanfaatan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 50
Ketahanan dari tiap petak target konservasi dapat ditentukan oleh kombinasi
indikator-indikator yang merefleksikan kesehatan ekologi secara umum dan keberlanjutan
keanekaragaman hayati. Sebagai contoh, kawasan hutan mangrove yang luas, yang masih
utuh, dan terletak dekat dengan kawasan mangrove lainnya, akan memiliki kondisi ekologi
yang relative lebih baik daripada hutan mangrove yang sempit dan tersebar.
Keberlanjutan petak target konservasi juga perlu dikaji dengan menumpangsusunkan peta
ancaman yang ada (lihat sub bab berikut: Ancaman Terhadap Target Konservasi). Tipe
habitat yang tingkat ancamannya tinggi memilik asumsi akan lebih cepat hilang atau rusak.
Penentuan petak target konservasi juga mewakili setiap target konservasi. Pengetahuan
ekologis dari kelompok lingkungan mengenai ukuran populasi, pola reproduksi dan pola
pergerakan spesies penting juga dipertimbangkan, namun demikian, beberapa informasi
tidak tersedia dalam kajian ini, antara lain keterwakilan, komplementer dan efisiensi.
5.2. Ancaman terhadap Target Konservasi
Analisis ancaman yang dikembangkan bertujuan untuk dua hal:
Pertama, untuk mengidentifikasi prioritas intervensi konservasi. Sebagai contoh, jika di
suatu area terdapat NKT tapi saat ini tidak mengalami ancaman, maka mereka
menjadi prioritas yang rendah dibandingkan dengan kawasan dengan ancaman yang
tinggi. Demikian pula, jika suatu kawasan memiliki ancaman yang tinggi yang tidak
dapat dikurangi oleh intervensi konservasi, maka mereka dapat dikesampingkan
mengingat efisiensi biaya.
Kedua, analisis ancaman membantu dalam mengidentifikasi petak-petak yang mampu
bertahan lama sebagai target konservasi.
Ancaman terhadap target konservasi dapat dijabarkan sebagai segala sesuatu yang
mengurangi atau merusak target konservasi. Ancaman dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung, atau kombinasi dari keduanya.
i. Ancaman langsung merupakan aktivitas yang berdampak secara negatif terhadap
target konservasi. Sebagai contoh, penebangan liar, perburuan, pembukaan lahan,
bencana alam, erosi, kebakaran hutan.
ii. Ancaman tidak langsung juga berpengaruh negatif pada target konservasi secara
tidak langsung. Kebijakan yang buruk, perencanaan dan pengelolaan yang buruk
merupakan contohnya.
Dalam RKBA ini, dilakukan analisis ancaman dari berbagai faktor. Ancaman-ancaman utama
dikombinasikan menjadi peta tunggal dengan menggunakan software Multi Criteria
Evaluation/Decision (Mce/D) dengan mengintegrasikannya dengan Analytical Hierarchy
Process (AHP) (lihat Saaty 1980). Hirarki ancaman dapat diklasifikasikan dengan
menggunakan faktor penentu yang ditentukan oleh AHP.
Dengan menggunakan asumsi dan alasan yang kuat di setiap faktor, kita dapat
mengklasifikasikan dalam urutan tingkat besar ancamannya. Berikut adalah tabel yang telah
disusun untuk mengklasifikasikan ancaman:
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 51
Tabel 7. Klasifikasi Tingkat Ancaman
No Tipe Ancaman Sub Kategori Ancaman Faktor
penentu Catatan dan Asumsi
1 Deforestrasi
Hutan yang telah
dikonversi 3
Kecenderungan
Deforestasi berlanjut di
batas yang terbuka
Bukan hutan, tidak
dikonversi 2
Hutan 1
2 Pemukiman
Di dalam pemukiman
radius 0 – 1 km dari batas
pemukiman
3 Pemukiman tergantung
pada akses ke hutan, dan
ancaman semakin
berkurang semakin jauh
dari pemukiman.
Radius buffer 1 - 2 km
dari pemukiman 2
Radius buffer > 2 km dari
batas pemukiman 1
3 Jaringan Jalan
Radius buffer 0 – 500 m
dari jaringan jalan 3
Jalan merupakan akses
utama ke hutan. Dan
ancaman semakin
berkurang semakin jauh
dari jaringan jalan.
Radius buffer 500 – 1000
m dari jaringan jalan 2
Radius buffer > 1000 m
dari jaringan jalan 1
4 Tambang
Di dalam wialayah konsesi 3 Wilayah konsesi (CoW)
pertambangan
dimungkinkan dilakuan
pertambangan dan
ekplorasi serta eksploitasi,
walaupun tidak di blok
keseluruhan. Dan
ancaman semakin rendah
ketika menjauhi blok
Radius buffer 0 – 1000 m
dari wilayah konsesi 2
Radius buffer > 1000 m
dari wilayah konsesi 1
5 Perkebunan
Sawit
Di dalam blok konsesi 3 Blok konsesi
dimungkinkan untuk
melakukan pembukaan
lahan. Dan ancaman
semakin kecil ketika
menjauhi blok
Radius buffer 0 – 1000 m
dari batas blok konsesi 2
Radius buffer > 1000 m
dari batas blok konsesi 1
6
Konsesi
Penebangan
(HPH)
Di dalam konsesi 3 Di dalam konsesi
dimungkinkan kegiatan
penebangan hutan. Dan
ancaman semakin kecil
ketika menjauhi blok
Radius buffer 0 – 1000 m
dari batas konsesi 2
Radius buffer > 1000 m
dari batas konsesi 1
Hutan Tanaman Di dalam konsesi 3 Di dalam konsesi
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 52
No Tipe Ancaman Sub Kategori Ancaman Faktor
penentu Catatan dan Asumsi
Industri (HTI) dimungkinkan kegiatan
penebangan hutan. Dan
ancaman semakin kecil
ketika menjauhi blok
Radius buffer 0 – 1000 m
dari batas konsesi 2
Radius buffer > 1000 m
dari batas konsesi
1
7 Status Hutan
APL (Others uses) 3
Semakin dilindungi oleh
pemerintah, semakin kecil
ancamannya
HPT, HP, HK (Production
forest) 2
HSA,HL (Protected Areas
and Protected Forest) 1
8 Kebakaran
Hutan
Sering 3 Kebakaran adalah
ancaman bencana bagi
ekosistem hutan
Jarang 2
Tidak pernah 1
9 Moratorium izin
hutan
Di luar kawasan
moratorium 3
Semakin dilindungi oleh
pemerintah, semakin kecil
ancamannya
Di dalam kawasan
moratorium 1
Sebagai catatan, jumlah ancaman utama dapat meningkat ketika data yang ada semakin
tersedia, seperti data bencana alam selain akibat kebakaran hutan dan lahan, seperti banjir,
longsor, dan lainnya.
Hasil analisis ancaman dengan menggunakan MCE ini akan berupa peta ancaman yang
menggambarkan tingkat ancaman. Tingkat ancaman sedapat mungkin diperlebar
klasifikasinya antara 3 kelas – 5 kelas. Hal ini untuk memudahkan dalam mengintegrasikan
dengan target konservasi yang telah ditetapkan. Pada Gambar berikut di tampilkan Peta
Multi-Ancaman di Kabupaten Sarmi.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 53
Gambar 12. Peta Tingkat Ancaman Terhadap Target Konservasi
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 54
5.3. Target Konservasi Prioritas di Kabupaten Sarmi
Berdasarkan persentase dari masing-masing tipe habitat yang telah ditentukan, petak-petak
hutan/tipe habitat kemudian ditentukan sebagai target konservasi yang dapat bertahan lama,
dengan pertimbangan tingkat ancaman yang ada, maka petak-petak hutan yang terpilih
merupakan perwakilan dari target konservasi yang prioritas untuk dilestarikan di Kabupaten
Sarmi. Di samping itu, target konservasi prioritas juga tidak mengabaikan kawasan
konservasi dan kawasan lindung yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Peta berikut merupakan gambaran menyeluruh dari target konservasi prioritas di tingkat
bentang alam Kabupaten Sarmi. Target konservasi prioritas ini merupakan perwakilan dari
target-target konservasi yang meliputi NKT, kawasan dengan kandungan karbon tinggi, serta
sub DAS penting yang diharapkan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama (100 tahun
ke depan).
Target konservasi sebagaimana yang ditunjukkan dalam peta di atas merupakan gambaran
visi bentang alam Kabupaten Sarmi di masa yang akan datang yang perlu dilestarikan dalam
jangka waktu yang lama. Diperoleh juga informasi bahwa ada beberapa tipe habitat yang
berpotensi akan hilang karena diperlukan untuk pengembangan kawasan dan
pembangunan. Proyeksi sebaran atau wilayah dari bagian habitat yang berpotensi hilang
dapat diketahui dengan menumpangsusunkan tipe habitat tersebut dengan peta
multi-ancaman. Semakin besar ancaman, maka kemungkinan tipe habitat hutan tersebut
hilang juga besar, sehingga akan muncul wilayah mana yang prioritas berubah fungsi.
Tipe-tipe habitat yang memiliki target konservasi di bawah 100 % dan perkiraan luasan yang
akan hilang disajikan dalam Tabel berikut.
Tabel 8. Tipe Habitat Hutan yang Berpotensi Hilang
No Tipe Habitat Luas Asli
(Ha)
Persentase
Target (%)
Persentase
Hilang (%)
Luas
berpotensi
hilang (Ha)
1 Alluvial Beach Forest
(Hutan Pantai Aluvial) 40810.4 53% 47% 19275.6
2
Alluvial Lowland Forest
(Hutan Dataran Rendah
Aluvial)
307358.1 61% 39% 120287.6
3
Alluvial Dissected
Terrace Forest (Hutan
Formasi Teras
Terpotong Aluvial)
63592.1 45% 55% 35253
4 Peat Swamp Forest
(Hutan Rawa Gambut) 108842 81% 19% 20451.5
5
Calcarenite Limestone
Dissected Terrace
Forest (Hutan Formasi
Teras Terpotong Batuan
GampingKkalkarenit)
23949.7 84% 16% 3850.1
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 55
No Tipe Habitat Luas Asli
(Ha)
Persentase
Target (%)
Persentase
Hilang (%)
Luas
berpotensi
hilang (Ha)
6
Corraline Limestone
Lowland Forest (Hutan
Dataran Rendah Batuan
Gamping Koral)
2631.9 98% 2% 58.8
7
Mafic Dissected Terrace
Forest (Hutan Formasi
Teras Terpotong Batuan
Mafik)
8703.3 97% 3% 218
8
Mud/Conglomerate
Lowland Forest (Hutan
Dataran Rendah dengan
Endapan Lumpur dan
Konglomerat)
38554.1 98% 2% 862.9
9
Mud/Conglomerate
Dissected Terrace
Forest (Hutan Formasi
Teras Terpotong dengan
Endapan
Lumpur/Konglomerat)
94483.2 62% 38% 35514.9
10
Sedimentary Lowland
Forest (Hutan Dataran
Rendah Batuan
Sedimen)
132327.3 59% 41% 53971.1
11
Sedimentary Dissected
Terrace Forest (Hutan
Formasi Teras
Terpotong Batuan
Sedimen)
731190.2 53% 47% 346413.4
Areal tipe habitat yang berpotensi hilang tersebut umumnya terdapat di kawasan pesisir yang
pesat pembangunannya serta dalam konsesi hutan dan perkebunan. Kawasan yang hilang
tersebut banyak terdapat di Kecamatan Pantai Barat, Pantai Timur, Pantai Timur Barat, dan
Bonggo Timur. Lihat peta kemungkinan hilangnya tipe habitat pada Gambar 14 di bawah.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 56
Gambar 13. Peta Tipe Habitat yang Berpotensi Hilang di Kab. Sarmi
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 57
Gambar 14. Peta Target Konservasi Prioritas di Kabupaten Sarmi
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 58
BAB VI. WILAYAH FOKUS PRIORITAS KONSERVASI
6.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Wilayah Fokus
Pemilihan wilayah fokus untuk prioritas intervensi konservasi didasarkan pada beberapa
faktor, meliputi:
i. Areal yang memiliki satu atau lebih target konservasi penting
Khususnya pada target-target yang memiliki fungsi penting dalam menjaga viabilitas
ekosistem secara berkelanjutan. Sebagai contoh, suatu blok hutan dapat dilestarikan
karena hutan tersebut memberikan jasa lingkungan yang diperlukan oleh komunitas
di sekitarnya, sebagai contoh: mendukung scenario konservasi bentang alam, seperti
unit pengelolaan hutan KPH, mendukung hutan masyarakat dan hutan desa, dan
menjaga kualitas dan kuantitas air, melindungi dari erosi dan mencegah kebakaran
hutan. Suatu kawasan dapat menjadi prioritas apabila memiliki target ekosistem yang
unik yang tidak dapat dtemukan di daerah lain.
ii. Areal yang menghubungkan atau sebagai penyangga bagi target-target konservasi.
iii. Areal yang memiliki ancaman yang tinggi tapi dapat dikelola.
Target konservasi yang memiliki ancaman yang tinggi dapat diberikan prioritas untuk
perhatian tertentu, khususnya jika akan mengalami degradasi ketika tidak terdapat
intervensi konservasi (lihat Bab 4 & 5).
iv. Kapasitas FMP untuk aksi konservasi
Kegiatan konservasi harus didukung oleh sumberdaya dan kapisitas untuk mengelola
dan melindungi target konservasi. Oleh karena itu, adalah penting untuk
mempertimbangkan aktor-aktor yang akan terlibat di dalam pelestarian kawasan,
seperti pemerintah daerah, LSM, sektor swasta, dan masyarakat. Setiap pihak
memiliki fungsi dan kapasitas yang berbeda di wilayah fokus.
6.2. Wilayah Fokus untuk Rencana Aksi Konservasi Kab. Sarmi
FMP telah menentukan wilayah-wilayah fokus untuk upaya intervesi konservasi.
Wilayah-wilayah ini muncul dari isu-isu yang berkembang saat ini terkait permasalahan
lingkungan dan pengelolaan Sumber Daya Alam. FMP telah menentukan beberapa wilayah
fokus, yaitu :
1. Kawasan mangrove Kapitiau-Armopa
Deskripsi:
Wilayah mangrove Kapitiau hingga Armopa berada di Kecamatan Bonggo Timur dan
Bonggo dengan luas sekitar 8.100 ha. Tipe habitat utama meliputi hutan mangrove,
hutan dataran rendah aluvial, dan hutan rawa gambut. Kawasan ini memiliki sedikitnya
NKT 2, 3, dan 4 dengan DAS utama DAS Wiru dan Toarim. Status kawasan merupakan
APL dan HPK, serta bukan merupakan kawasan KPH. Desa-desa termasuk desa
terdekat di wilayah ini meliputi Armopa, Kapitiau, Gwin jaya, Tarawasi marenggi, Tamar
Sari, Mawesmukti, Mawesdai.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Hal | 59
Isu utama:
Kawasan ini rawan akan abrasi pantai, dan mangrove yang ada perlu upaya pelestarian
di samping juga berpotensi untuk peningkatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan
perikanan, dan pengembangan wisata bahari berbasis alam dan kuliner makanan laut.
Rencana aksi konservasi:
Beberapa rencana aksi konservasi yang perlu dilakukan untuk wilayah fokus ini antara
lain:
1. Kegiatan kajian terhadap NKTdi wilayah mangrove, terutama NKT yang terkait
dengan jasa lingkungan (NKT4), sosial dan ekonomi (NKT5) dan identitas budaya
(NKT 6)
2. Kegiatan-kegiatan penyadartahuan bagi masyarakat terhadap NKT serta upaya
menuju kesepakatan masyarakat dalam melestarikan NKT.
3. Kegiatan penanaman mangrove dan beberapa jenis pohon pantai (antara lain
Kelapa Dalam, Bintangor, Peya, Ketapang) bersama masyarakat.
4. Kegiatan penguatan ekonomi masyarakat berbasis pemanfaatan sumber daya alam
secara lestari (antara lain: pembuatan syrup mangrove, budidaya kepiting bakau,
dsb.).
2. Danau Theun dan Pianfon.
Deskripsi:
Wilayah fokus ini terletak di Kecamatan Bonggo dengan luas areal sekitar 28.721 ha
yang meliputi kawasan danau dan sekitarnya yang berada pada kawasan konsesi PT
Wapoga Mutiara Timber II. Tipe habitat di wilayah ini meliputi mud/