Date post: | 02-Jun-2018 |
Category: | Documents |
View: | 227 times |
Download: | 0 times |
8/10/2019 Protein Energi Malnutrition (Fix)
1/30
1
PROTEIN ENERGI MALNUTRITION
I. PENDAHULUAN
Secara umum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi atau
protein. Namun keadaan di lapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai
kasus yang menderita defisiensi energy murni ataupun defisiensi protein
murni. Anak dengan defisiensi protein biasanya disertai pula dengan
defisiensi energi atau nutrisi lainnya. Karena itu istilah yang lazim dipakaiadalah malnutrisi energi protein (MEP) atau kekurangan kalori protein
(KKP)1.
PEM merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP
disebabkan karena defisiensi makro nutrient (zat gizi makro). Meskipun
sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi makro nutrient
kepada defisiensi mikro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia
prevalensi KEP masih tinggi ( > 30% ) sehingga memerlukan penanganan
intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP2.
Protein energi malnutrition (PEM) merupakan kekurangan energi
yang mengarah pada defisiensi kronik dari seluruh komponen
macronutrient. Menurut World Health Organization (WHO), malnutrisi
merupakan ketidakseimbangan antara suplai nutrisi dan energi dengan
kebutuhan tubuh untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi tertentu.
Istilah PEM berlaku untuk sekelompok penyakit yang terdiri atas marasmus,
kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor3,4.
Anak dikatakan PEM apabila berat badannya kurang dari 80%
indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku World Health Organization-
National Center for Health Statistics (WHO-NCHS), 1983. PEM ringan
apabila BB/U 70% sampai 79,9% dan PEM sedang apabila BB/U 60%
sampai 69,9%.5
8/10/2019 Protein Energi Malnutrition (Fix)
2/30
2
Penyakit PEM merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama
pada anak anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara
negara sedang berkembang. Bentuk PEM berat memberi gambaran klinis
yang khas, misalnya bentuk kwashiorkor, bentuk marasmus atau bentuk
campuran kwashiorkor marasmus. Pada kenyataannya sebagian besar
penyakit PEM terdapat dalam bentuk ringan. Gejala penyakit PEM ringan
ini tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih rendah jika
dibandingkan dengan anak seumurnya.5
II. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa anak anak yang
menderita malnutrisi berjumlah sekitar 181.900.000 (32%) di negara
berkembang. Selain itu, sekitar 149.600.000 anak anak di bawah 5 tahun
menderita malnutrisi, diukur berdasarkan berat badan untuk umur.3
Dari data penelitian dermatologi, didapatkan bahwa PEM lebih
sering terjadi pada orang berkult hitam dibandingkan dengan orang berkulit
putih.Menurut suatu penelitian yang dilakukan di salah satu daerah miskin
di Amerika Serikat, 2335% anakanak dengan umur antara 2 6 tahun,
memiliki berat badan di bawah persentil 15. Survei lain menunjukkan 11%
anak anak di daerah miskin memiliki tinggi badan untuk umur berada di
bawah persentil 5. Di Asia Selatan dan Afrika Timur, setengah dari anak
anak menderita retardasi mental yang disebabkan oleh PEM.3
Menurut data rekam medik RSU Dr. Soetomo Surabaya, kejadian
PEM pada balita (usia 1 5 tahun) pada tahun 2004 sebanyak 1445 anak
balita (19,45%), dengan gizi kurang sebanyak 1235 anak balita (19,35%)
dan gizi buruk sebanyak 210 anak balita (0,1%). 5
III. ETIOLOGI
Di seluruh dunia, penyebab paling umum dari gizi buruk adalah
asupan makanan yang tidak memadai. Pada anakanak usia pra sekolah di
8/10/2019 Protein Energi Malnutrition (Fix)
3/30
3
negara negara berkembang, sangat beresiko untuk menderita malnutrisi
karena ketergantungan mereka terhadap orang lain untuk mendapat
makanan, peningkatan kebutuhan energi dan protein, sistem kekebalan
tubuh yang belum matang menyebabkan kerentanan lebih besar terhadap
infeksi, dan paparan kondisi yang tidak higienis.3
Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi adalah
faktor kebersihan yang kurang, faktor ekonomi dan faktor budaya. Selain
itu, ketidaktahuan karena tradisi atau kebiasaan makan makanan tertentu,
cara pengolahan makanan dan penyajian menu makanan di masyarkat serta
pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi
termasuk protein pada balita, karena masih banyak yang beranggapan bila
anaknya sudah merasa kenyang berarti kebutuhan gizi mereka telah
terpenuhi.3,5
Di negaranegara berkembang, intake makanan yang tidak adekuat
merupakan penyebab utama terjadinya malnutrisi, malnutrisi energi protein
lebih sering disebabkan oleh penurunan absorbsi makanan atau abnormalitas
metabolisme. Diet yang berlebihan, penanganan alergi makanan yang
kurang memadai serta penyakit kejiwaan seperti anorexia nervosa, dapat
menjadi salah satu penyebab malnutrisi protein energi yang parah.3
Penyebab KEP sangat banyak dan bervariasi. Beberapa faktor bisa
berdiri sendiri atau terjadi bersama-sama. Faktor tersebut adalah faktor
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, gangguan metabolisme, penyakit
jantung bawaan atau penyakit bawaan lainnya. Pada daerah pedesaan
biasanya faktor sosial, ekonomi dan pendidikan yang sering berpengaruh,
KEP timbul pada anggota keluarga rumah tangga miskin oleh karena
kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian sehingga
mempengaruhi pemberian asupan gizi pada anak. Di daerah perkotaan
tampaknya yang sering terjadi karena adanya gangguan sistem saluran cerna
dan gangguan metabolisme sejak lahir, atau malnutrisi sekunder. Gangguan
8/10/2019 Protein Energi Malnutrition (Fix)
4/30
4
ini bisa karena penyakit usus, intoleransi makanan, alergi makanan, atau
penyakit metabolisme lainnya.6,7
a. Marasmus8
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat
masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang
tua si anak.
-
Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang
mempunyai hubungan orang tuaanak terganggu.
- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan,
penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis,
micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic
fibrosis pankreas.
b. Kwashiorkor8
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein
yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan
kwashiorkor antara lain.
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan
mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan
mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih
menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan
ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari
sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah
dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan
8/10/2019 Protein Energi Malnutrition (Fix)
5/30
5
nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor,
terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan
untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung
turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya
kwashiorkor.
3. Faktor ekonomiKemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak
tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi
kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP
dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan
gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan
menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
c. Marasmickwashiorkor9
Penyebab marasmic kwashiorkor dapat dibagi menjadi
dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder.
Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi
sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang
meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan
protein maupun energi dari tubuh.
IV. KLASIFIKASI
Penentuan prevalensi PEM diperlukan klasifikasi menurut derajat
beratnya PEM. Tingkat PEM I dan PEM II disebut tingkat PEM ringan dan
sedang dan PEM III disebut PEM berat. PEM berat ini terdiri dari
8/10/2019 Protein Energi Malnutrition (Fix)
6/30
6
marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya. Maksud utama
penggolongan ini adalah untuk keperluan perawatan dan pengobatan. Untuk
menentukan klasifikasi diperlukan batasan-batasan yang disebut dengan
ambang batas. Batasan ini di setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung
dari kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut, berdasarkan hasil
penelitian empiris dan keadaan klinis.10
Klasifikasi PEM menurut Direktorat Bina Gizi M
of 30