Prosiding
Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) 2015
ISBN 978-602-73461-0-9
5 November 2015
Eastparc Hotel
Yogyakarta
Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
ii
SUSUNAN PANITIA / DEWAN REDAKSI
Penanggung Jawab : Prof. Ir. Jamasri, Ph.D.
(Ketua Departemen Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik UGM)
Panitia Pengarah : 1. Prof. Dr. Rochmin Suratman (ITB)
2. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi M.Soedarsono, DEA (UI)
3. Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA. (ITS)
4. Alfirano, ST., Ph.D (UNTIRTA)
Reviewer : 1. Prof. Ir. Jamasri, Ph.D. (UGM)
2. Prof. M.Noer Ilman, S.T., M.Sc., Ph.D D (UGM)
3. Ir. Heru SBR., M.Eng., Ph.D (UGM)
4. Ir. M.Waziz Wildan, MSc., Ph.D (UGM)
5. M.K. Herliansyah, ST., MT., Ph.D (UGM)
6. Prof. Dr. Rochmin Suratman (ITB)
7. Dr. Aditianto Ramelan (ITB)
8. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi M.Soedarsono, DEA (UI)
9. Prof. Dr. Ir. Bondan Tiara Sofyan, M.Si. (UI)
10. Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA. (ITS)
11. Sungging Pintowantoro, Ph.D (ITS)
12. Alfirano, ST., Ph.D (UNTIRTA)
13. Dr.Eng. A. Ali Alhamidi, ST., MT. (UNTIRTA)
14. Prof. Dr. Kuncoro Diharjo, S.T., M.T. (UNS)
15. Dr. Sularjoko, ST., MT. (UNDIP)
Ketua Panitia : Dr. Kusmono, ST., MT.
Sekretaris : Dr. Eng. Priyo Tri Iswanto, ST., M.Eng
Bendahara : M.K. Herliansyah, ST., MT., Ph.D
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
iii
Koord. Pelaksana : Fellando Martino Nugroho
Sekretaris Pelaksana : Annisa Navi Syarani
Bendahara Pelaksana : Muhammad Aditya Permana
Kesekretariatan : Leonardus Herjuno
Acara : Nur Kholis Majid
Perlengkapan & Logistic : Hanan Yunisar Saputra
Desain : Muhammad Ridwan Setyawan
Humas & Publikasi : Farid Ibrahim
Dokumentasi : Luqman Adi
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
iv
KATA PENGANTAR
Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM) merupakan seminar tahunan yang
diadakan oleh Forum Komunikasi Material dan Metalurgi Indonesia (FKMMI). Pada tahun ini,
SENAMM VIII diorganisir oleh Departemen Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada dengan mengambil tema Materials for Sustainable Development and Environment.
Pada tahun ini, SENAMM VIII 2015 dilaksanakan bekerja sama dengan 8th Regional
Conference on Mechanical and Manufacturing Engineering (RCMME) dan 1st International
Conference on Mechanical and Manufacturing (ICMME) yang didukung oleh AUN/SEED-Net
Program, Jepang.
Prosiding ini merupakan kumpulan makalah yang dipresentasikan pada SENAMM VIII
2015. Sejumlah 57 makalah yang berasal dari berbagai institusi pendidikan maupun lembaga
penelitian telah dipresentasikan pada SENAMM VIII 2015. Makalah tersebut dikelompokan
menjadi lima kelompok yaitu logam, polimer, komposit, keramik, dan material maju.
Kami atas nama Panitia SENAMM VIII 2015 menyampaikan terima kasih sebesarbesarnya
kepada AUN/SEED-Net Program Jepang atas dukungannya. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada para penilai/reviewer atas waktunya dalam menilai makalah SENAMM VIII
2015. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh panitia SENAMM VIII,
RCMME & ICMME, dan FKMMI atas segala bantuan dan kerja samanya dalam menyukseskan
seminar ini.
Ketua Panitia SENAMM VIII
Dr. Kusmono
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
v
Daftar Isi
Halaman Judul ........................................................................................................................... i
Susunan Panitia / Dewan Redaksi ............................................................................................. ii
Kata Pengantar ............................................................................................................................ iv
Daftar Isi .................................................................................................................................... v
A LOGAM HAL
Pengembangan Dredge Cutter Teeth: Mikrostruktur, Sifat Mekanik dan
Ketahanan Aus
Arif Basuki
2
Analisa Pengaruh Bentuk Benda Uji Tarik Terhadap Kekuatan Tarik UNS
S20100
Rianti Dewi Sulamet-Ariobimo, Johny Wahyuadi Soedarsono, Yusep Mujalis, Tono
Sukarnoto, Andi Rustandi, Dody Prayitno
7
Pengaruh Peningkatan Derajat Deformasi Canai Hangat terhadap Perubahan
Morfologi Struktur Paduan Cu-Zn 70/30
Eka Febriyanti, Dedi Priadi, Rini Riastuti
10
Pengaruh Kecepatan Putaran Tool Terhadap Struktur Mikro, Kekerasan
dan Kekuatan Tarik Pada Sambungan Las FSW Tak Sejenis Antara AA5083
dan AA6061-T6
FX. A. Wahyudianto, M.N. Ilman, P.T. Iswanto, Kusmono
17
Analisa Kegagalan Kabel Sling Penambat Tongkang
Husaini Ardy, Winda Rianti
23
Studi Perilaku Korosi Pada Material Austenitic Stainless Steel Seri 304 dan
316 Dalam Campuran Larutan HNO3-NaCl
Andi Rustandi, Panji Aji Wibowo, Johny Wahyuadi Soedarsono, M. Akbar
Barrinaya
28
Pengaruh Variasi Resistivitas dan Kadar Air Tanah Terhadap Arus Proteksi
Sistem Impressed Current Cathodic Protection (ICCP) Pada Pipa API 5L
Grade B Dengan Variasi Goresan Lapis Lindung
Tubagus Noor Rohmannudin, Sulistijono, Arini Santoso
31
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
vi
Kajian Awal Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Laju Korosi
Atmosferik Pada Baja Karbon Rendah di Bandung
Asep Ridwan Setiawan, Gunawan Wibisono
37
Studi Oksidasi Baja Feritik SA213 T91 dan T22 di Udara Pada Temperatur
550 dan 650C
Asep Hermawan, Husaini Ardy , Asep Ridwan Setiawan
43
Analisis Pengaruh Siklus Pemanasan Terhadap Lapisan Oksida di Logam
Induk dan Lasan Baja Feritik SA213 T91 pada Temperatur 650 dan 750C
Azzahra Rahmani Ali, Husaini Ardy, Asep Ridwan Setiawan
48
Pengendapan Tembaga dari Larutan Tembaga Sulfat dengan Metode
Elektrolisis
Nadia Chrisayu Natasha dan Rudi Subagja
54
Analisis Pengaruh Konsentrasi Larutan FeCl3 dan Waktu Leaching terhadap
Reduksi Logam Tembaga dari Bijih Chalcopyrite dengan Metode
Hydrometallurgy
Johny Wahyuadi Soedarsono, Erwin, M. Akbar Barrinaya, Yudha Pratesa
59
Pengaruh Reduksi Roasting Dan Konsentrasi Leaching Asam Sulfat
Terhadap Recovery Nikel Dari Bijih Limonite
Johny Wahyuadi Soedarsono, Gana Damar Kusuma, Andi Rustandi, M. Akbar
Barrinaya
64
Analisa Pengaruh Komposisi Batubara terhadap Kadar Fe dan Derajat
Metalisasi pada Proses Reduksi Besi Oksida dalam Pasir Besi
Sungging Pintowantoro, Fakhreza Abdul, Asshid Bahtiar Anhar
69
Proses Reduksi Residu Hasil Ekstraksi Bijih Limonit Buli dengan
Menambahkan Batubara pada Variasi Temperatur
Tri Partuti, Johny Wahyuadi Soedarsono
74
Pengaruh basisitas dan % batu bara terhadap perolehan Fe hasil peleburan
besi spons bijih besi Kabupaten Merangin Jambi
Soesaptri Oediyani, Iing Sakti, Agis Priyatna, Djoko HP
78
Analisis Pemesinan Pada Baja Perkakas SLD dengan Pengaruh GAP
Terhadap Nilai MRR and Surface Roughness Pada Electrochemical
Machining (ECM)
Sadiwana, Feriyantaa, Aris Widyo Nugrohoa, Tutik Sriania, Gunawan Setia
Prihandanaa,
83
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
vii
Analisa Waktu Pemesinan SLD Terhadap Kedalaman Lubang pada
Pembuatan Roda Gigi Menggunakan Metode Electrochemical Machining
Feriyantaa, Sadiwana, Aris Widyo Nugrohoa, Tutik Sriania, Gunawan Setia
Prihandanaa,
86
Studi Ketahanan Korosi Sumuran Pada Baja Tahan Karat SUS 316L, SUS
317L, SUS 329J dAN HC-276 Dalam Larutan Asam Asetat Yang
Mengandung Ion Bromida
Rini Riastuti, Dandi Panggih Triharto, Adam Hidana Yudo Saputro
89
Pengaruh Shot Peening Setelah Nitriding Terhadap Fenomena Die Soldering
Pada Baja 8407 Supreme Dan Dievar Untuk Pengecoran Paduan Aluminium
Al-Si (Tipe ADC12)
Myrna Ariati Mochtar, Wahyuaji Narottama Putra, Stefany Aprilya N Simanjuntak
95
Evaluasi Metode Rietveld Untuk Analisis Kuantitatif Senyawa Konsentrat
Bijih Besi
Sri Harjanto, Heri Hidayat, Adji Kawigraha
101
Pengaruh pH dan laju aliran fluida pada flow loop system terhadap
karakteristik korosi baja karbon rendah di lingkungan asam lemah
Budi Agung Kurniawan, Rizqi Ilmal Yaqin
105
Sintesis Pertumbuhan Kristal Aluminium Nitrida (AlN) Terhadap Massa
Serbuk Aluminium dan Waktu Sputtering dengan Metode Vapor-Liquid-
Solid (VLS)
Ice Trianiza, Diah Susanti, Haryati Purwaningsih, Haniffudin Nurdiansyah
110
Sintesis Aluminium Nitrid melalui Metode Vapor-Liquid-Solid (VLS) dengan
Variasi Temperatur dan Waktu Proses
Mavindra Ramadhani, Diah Susanti, Hariyati Purwaningsih, Haniffudin
Nurdiansah
116
Studi pengaruh campuran larutan H2SO4-HCl dan H2SO4-HNO3 terhadap
perilaku korosi baja karbon ASTM A620 dengan metode imersi dan
polarisasi
Bambang Widyanto, Asep Ridwan Setiawan, Reza Aghla Ardyan, Marlina Siagian
121
B POLIMER
Pengaruh Perlakuan Alkali dan Pengukusan Terhadap Kekuatan Serat
Batang Pelepah Salak (Salacca Zalacca)
Seno Darmanto, Heru Santoso B.R., Ragil Widyorini dan Jamasri
127
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
viii
Studi Pengaruh Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Tarik Serat Daun Agel
(Corypha Gebanga)
Hendri Hestiawan, Jamasri, Kusmono
132
Pengaruh Acrylic Terhadap Sifat Mekanik dan Termal Bioplstik Pati/Lateks
Karet Alam
Mardiyati, Steven, R.Suratman
136
Pengaruh Penambahan Gliserol terhadap Struktur, Morfologi Granula dan
Sifat Mekanik Plastik Pati Ganyong
Reyza Prasetyo, Mardiyati, Steven, R. Suratman
140
Pengaruh Komposisi Pelarut dan Ketebalan Cat Epoksi Terhadap Daya
Lekat dan Tingkat Pelepuhan (Blistering) pada Lingkungan NaCl yang
Diaplikasikan pada Baja Karbon
Maulana Mufti Muhammad, Agung Purniawan dan Hosta Ardhyananta
144
Pemanfaatan Plastik HDPE Dan LLDPE Sebagai Reduktor Pada Proses
Reduksi Langsung Bijih Besi Lokal
Milandia Anistasia, Fadli Ulul
150
The Effect of Variation of Surfactant Pluronic P123 to Pores Diameter in
Synthesis of SBA-15 Mesoporous Material
Donanta Dhaneswara, Yus Prasetyo
155
C KOMPOSIT
Karakteristik Antarmuka Komposit Semen Berpenguat Bambu Gombong
(BRC)
Aditianto Ramelan, Riska Rachmantyo, M. Kurnia Bijaksana, Firmansyah Sasmita
160
Sintesis dan Karakterisasi Membran Kitosan-Kolagen-Nano Karbonat
Hydroxyapatite
Erizal, Basril Abbas, Dian Pribadi Perkasa, Nofita Chairni
165
Kajian Awal Pembuatan Biokomposit Pati Tapioka Berpenguat Serat Rami
Acak
Hermawan Judawisastra, Lydia Virginia, Mardiyati
170
Karakterisasi Material Komposit Untuk Rekayasa Balik Komponen Isolator
Bar Sambungan Rel
Hermawan Judawisastra, Haroki Madani, Haryo Wibowo
176
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
ix
Sifat Tarik Biokomposit Pati Singkong Berpenguat Serat Rami Searah
Hermawan Judawisastra, Fatma Azzahro, Mardiyati
182
Sifat Tarik Komposit Poliester Berpenguat Serat Bambu Petung
Hermawan Judawisastra, Mohammad Syahirul Rosadi
187
Pemodelan Pengaruh Arah Serat Terhadap Kekuatan Impak Balistik
Komposit E-Glass/Isophthalic Polyester
Rizal Panglevie, Mas Irfan P. Hidayat, Sulistijono dan Lukman Noerochim
193
Manufaktur Sepatu Rem Komposit Kereta Api: Pengaruh Lama Pres Panas
Terhadap Sifat Mekanik
Eko Surojo, Jamasri, Viktor Malau, dan Mochammad Noer Ilman
200
Karakteristik Komposit Aluminium 6061 Berpenguat Al2O3 Hasil Proses
Pengecoran Aduk (Stir Casting)
Anne Zulfial, Eric Tanoto
206
Studi Pengaruh Penambahan Pb(II) Terhadap Morfologi Dan Konduktifitas
Listrik Komposit PANI/Pb
Sigit Tri Wicaksono*, Muhammad Khairurreza, Hosta Ardhyananta
213
Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Komposit (TiC - 25NiCr) dan
[(Ti0,7Mo0,3)17C - 25NiCr] Hasil Pemaduan Mekanik Menggunakan
Metode Planetary Ball Mill
Ali Alhamidi, Suryana, M. Luthfi Hilman
220
D KERAMIK
Pemanfaatan Besi Oksida Steel Slag sebagai Bahan Baku Magnet barium
heksaferit
Aufar Ridwansyah, Ahmad Nuruddin, Aditianto Ramelan
226
Ekstraksi Titanium Dioksida (TiO2) Dalam Bentuk Synthetic Rutile Dari
Pasir Ilmenite (FeTiO3) Melalui Proses Becher
Andinnie Juniarsih, Ir. Yuswono,Ujang Daud Septian
231
Sifat Mekanis Beton Geopolimer dengan Agregat Limbah Beton Semen
Portland
Sotya Astutiningsih, Henki W. Ashadi, Daniel A. Hartanto
237
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
x
E MATERIAL MAJU
Ketahanan aus paduan Co-Cr-Mo F75 untuk aplikasi biomedis pada cairan
tubuh simulasi
Alfirano, Dizzy Agni, Alfan G. Sauri, Suryana, Anistasia Milandia
242
Sutera Laba-Laba dan Ulat Sutera sebagai Material Scaffold untuk Aplikasi
Rekayasa Jaringan Kulit
Untung Ari Wibowo, Hermawan Judawisastra, Regina Giovanni, Anggraini
Barlian
246
Sintesis Nanomaterial TiO2 Doping Al dengan Metode Sol-Gel dan
Penerapannya Sebagai Sensor Gas CO
Hariyati Purwaningsih, Rindang Fajarin, Malik Anjelh Baqiya, Irma Apsella
251
Pengaruh Komposisi Lembaran Anoda LTO (Li4Ti5O12) Terhadap Performa
Sel Baterai Ion Lithium
Slamet Priyono, Suci Purnama Sari, Herli Ginting, Bambang Prihandoko
256
Pengolahan Limbah Padat Pabrik Gula Sebagai Sumber Silika Bahan
Penyusun Solid Electrolyte Fast Ionic Conductor
Vania Mitha Pratiwi, Hariyati Purwaningsih, Heru Setyawan
261
Pengaruh Proses Kalsinasi Secara Vakum Pada Sintesa Senyawa LIBOB
sebagai Elektrolit Baterai Litium Ion
Titik Lestariningsih, Etty Marti Wigayati, Bambang Prihandoko
267
Analisa Konduksi Panas Pada Functionally Graded Materials Dengan Metode
Meshless
Mas Irfan P. Hidayat
272
Analisa pengaruh waktu ultrasonikasi sintesis graphene dan komposisi
graphene-TiO2 terhadap unjuk kerja Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)
Diah Susanti, Umar Faruk, Hariyati Purwaningsih, Hanifuddin Nurdiansyah,
Rindang Fajarin, Ratna Budiawati
278
Pengaruh waktu ultrasonikasi sintesis graphene dan susunan komposit
laminat graphene-TiO2 terhadap unjuk kerja Dye Sensitized Solar Cell
Diah Susanti, Yunizar Natanael Pragistio, Hariyati Purwaningsih, Hanifuddin
Nurdiansyah, Rindang Fajarin, Ratna Budiawati
285
Pengaruh Waktu Pelindian dengan NaOH dan Karbonasi dengan CO2 Pada
Ekstraksi Campuran Senyawa SiO2-Al2O3-LiOH
Wahyuaji Narottama Putra, Muhammad Firdaus, Sri Harjanto
292
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
xi
Studi Perilaku Korosi Paduan Zr-xMo dan Zr-yNb Hasil Metalurgi Serbuk
untuk Aplikasi Biomaterial
Badrul Munir, Niken Anggraini
298
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
A Logam
1
VAIOText Box
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
Pengembangan Dredge Cutter Teeth:
Mikrostruktur, Sifat Mekanik dan Ketahanan
Aus
Arif Basuki Institut Teknologi Bandung, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara,
Program Studi Teknik Material, Bandung 40132, Indonesia.
Abstract This research is aiming to develop dredge cutter teeth, high consumable components required for mining
operation. Low alloy steel with chemical composition of 0,23%w C, 1,13%w Mn, 1,18%w Si, 0.47%w Ni,
1,07%w Cr dan 0,29%w Mo was chosen as a material for the developed dredge cutter teeth. Three heat
treatment methods were applied to the as cast teeth i.e. normalizing, oil quenching, and quench-tempering.
Airjet erosion tests and a full scale functional test were performed to the heat treated specimens in order to
determine which heat treatment method gives the best result. Normalizing process resulted in the highest wear
resistance among all the heat treatment methods. This is due to the present of ferrite, pearlite and bainite in the
microstructure of normalized specimen which its surface deforms plastically during erosion and abrasion.
Keywords dredge cutter teeth, heat treatment, erosion, abrasion, plastic deformation.
1. Pendahuluan Salah satu teknik pengerukan yang lazim
diterapkan dalam pertambangan adalah dengan
bucket wheel drive. Teknik tersebut
mengandalkan komponen pemotong berupa
dredge cutter teeth (untuk selanjutnya disebut
teeth). Terkait dengan kondisi operasinya,
komponen ini dituntut untuk memiliki ketahanan
aus yang tinggi. Usia pengoperasian komponen
tersebut sangat ditentukan oleh ketahanan aus
material yang digunakan.
Saat ini, material yang relatif unggul dan
paling banyak digunakan untuk teeth tersebut
adalah baja dengan merek dagang Creusabro
8000. Kekerasan baja tersebut sekitar 480 BHN
dengan mikrostruktur yang kompleks berupa
martensite, bainite, retained austenite dan micro
carbide. Meskipun memiliki ketahanan aus yang
unggul, namun mikrostruktur yang kompleks
tersebut diperoleh dengan komposisi kimia yang
sangat spesifik dan perlakuan panas yang rumit
serta memerlukan pengendalian proses yang
sangat ketat [1].
Penelitian ini bertujuan untuk
menghasil-kan teeth jenis flared dengan material
berupa baja coran yang perlakuan panasnya
mudah dilakukan. Komposisi kimia baja coran
juga dipilih dengan paduan yang mudah diperoleh
di pasaran. Gambar 1 menunjukkan produk yang
dihasilkan dalam penelitian ini.
Gambar 1. Produk coran komponen dredge
cutter teeth yang dihasilkan.
Disamping menghasilkan produk coran
teeth, penelitian ini juga bertujuan untuk
menentukan kondisi pendinginan optimal pada
perlakuan panas yang dilakukan terhadap produk
coran tersebut. Kondisi pendinginan optimal
tersebut ditentukan berdasarkan pada hasil
pengujian keausan erosi di laboratorium dan hasil
pengujian fungsi di lapangan (full scale
functional test).
2. Metode Komponen teeth berupa baja coran
dengan komposisi kimia 0,23%w C, 1,13%w Mn,
1,18%w Si, 0.47%w Ni, 1,07%w Cr dan
0,29%w Mo. Terhadap produk coran tersebut
kemudian dilaku-kan perlakuan panas dengan
parameter seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter proses perlakukan panas
Kode Pemanasan Pendinginan Penemperan
N 850oC
3jam
udara bebas -
O celup oli -
T celup air 200oC-2jam N: normalizing O: oil quenching T: quench-tempering
Pengujian kekerasan dan impak (CVN)
pada temperatur kamar dilakukan terhadap ketiga
2
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
spesimen N, O dan T. Pengujian keausan
dilakukan berdasarkan standar ASTM G 76
dengan Airjet Erosion Tester TR470-Ducom [2].
Uji aus tersebut dilakukan dengan menumbukkan
partikel alumina berdiameter 50 m dengan sudut 30o terhadap permukaan spesimen selama 15
menit. Laju aliran berat partikel alumina yang
ditumbukkan sebesar 5 g/menit dengan kecepatan
100 m/detik.
Pengujian keausan juga dilakukan pada
skala operasi normal di lapangan. Konfigurasi
teeth pada bucket wheel drive ditunjukkan pada
Gambar 2. Kondisi pengerukan dilakukan
terhadap tanah atas (overburden) yang sebagian
besar lapisannya berupa tanah liat (clay).
Pengujian dilakukan selama 96,5 jam operasi.
Laju keausannya diukur dengan menimbang teeth
sebelum dan sesudah diuji. Dalam pengujian ini
selain teeth hasil penelitian ini juga diuji 2 jenis
teeth produk impor sebagai pembanding. Salah
satu dari teeth produk impor tersebut
menggunakan baja jenis Creusabro 8000.
Gambar 2. Konfigurasi dredge cutter teeth
pada bucket wheel drive dalam
pengujian aus di lapangan.
3. Hasil dan Pembahasan Data dan gambar yang terdapat dalam
Tabel 2 menunjukkan mikrostruktur, kekerasan
dan hasil uji impak (CVN) dari 3 spesimen teeth
yang telah mengalami perlakuan panas.
Sebagaimana yang diharapkan, spesimen
hasil normalizing (N) memiliki kekerasan yang
paling rendah dengan mikrostruktur ferrite,
pearlite dan bainite. Kekerasan paling tinggi
dimiliki oleh spesimen hasil quench-tempering
(T) dengan mikrostruktur berupa tempered
martensite, retained austenite dan carbide.
Kombinasi optimal antara kekerasan dan
ketangguhan (energi impak) dimiliki oleh
spesimen yang dihasilkan dari proses oil-
quenching (O). Mikrostruktur dalam spesimen O
ini didominasi oleh bainite. Kombinasi optimal
antara kekerasan dan ketangguhan diakibatkan
oleh fasa bainite dalam spesimen hasil proses oil-
quenching.
Gambar 3 menunjukkan potongan
penam-pang spesimen setelah dilakukan
pengujian aus (erosi). Akibat erosi oleh partikel
alumina, kawah yang terbentuk pada spesimen T
terlihat lebih panjang dan lebih dalam dibanding
kawah yang terbentuk pada spesimen O dan N.
Hal ini menun-jukkan bahwa spesimen T yang
kekerasannya paling tinggi justru memiliki
ketahanan aus (erosi) paling rendah. Perhitungan
ketahanan aus (erosi) yang dilakukan dengan cara
mengukur selisih berat spesimen sebelum dan
sesudah diuji aus (erosi) menunjukkan
kecenderungan yang sama, sebagaimana
ditunjukkan dalam Tabel 3.
Ketahanan aus (erosi) tertinggi dimiliki
oleh spesimen N yang memiliki kekerasan
terendah dengan mikrostruktur berupa ferrite,
pearlite dan bainite, sedangkan spesimen T
dengan mikrostruktur tempered martensite,
retained austenite dan carbide memiliki
ketahanan aus terendah meskipun kekerasannya
paling tinggi. Spesimen O yang memiliki
mikrostruktur bainite, martensite dan retained
austenite, sebanding dengan kekerasannya
memiliki ketahanan aus (erosi) diantara spesimen
N dan T.
Tabel 2. Mikrostruktur dan sifat mekanik
teeth hasil perlakuan panas
Kode Mikrostruktur
Kekerasan
& Energi
impak
N
ferrite, pearlite, bainite
311 BHN
10 Joule
3
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
O
bainite, martensite, retained
austenite
432 BHN
16 Joule
T
tempered martensite,
retained austenite, carbide
481 BHN
9 Joule
Gambar 3. Penampang kawah hasil uji aus
(erosi) spesimen teeth setelah
dilakukan proses normalizing, oil-
quenching dan quench-tempering.
Ketahanan aus (erosi), bila diurut ber-
dasarkan mikrostrukturnya maka dapat
dinyatakan bahwa fasa ferrite-pearlite memiliki
ketahanan aus tertinggi sedang fasa martensite-
carbide memiliki ketahanan aus terendah. Hal ini
selaras dengan dengan hasil penelitian dalam
pustaka [4].
Gambar 4. Deformasi plastis dan retakan yang
terjadi pada permukaan 3 jenis
spesimen yang diuji aus (erosi).
Tabel 3. Hasil uji aus spesimen di laboratorium
dan uji aus komponen di lapangan
Kode spesimen/
komponen teeth
N O T
Pengujian
A. Aus (jet erosion), selama 15 menit
Pengurangan berat
[mg]
50,3 51,7 54,5
Laju erosi [mg/min] 3,35 3.45 3.63
B. Aus di lapangan, selama 96,5 jam
Pengurangan berat
[kg]
2,30 2,70 2,45
Laju erosi [kg/jam] 0,024 0,028 0,025
Mekanisme pengikisan oleh partikel
alumina terhadap permukaan spesimen hasil
pengujian aus (erosi) ditunjukkan pada Gambar 4.
Pada spesimen N pengikisan yang terjadi diawali
oleh deformasi plastis, sedangkan pengikisan
pada spesimen T diawali dengan terjadinya
retakan.
Rendahnya kekerasan spesimen N ini
dapat diartikan bahwa spesimen N memiliki
kekuatan luluh (yield strength) yang lebih rendah
4
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
dibanding spesimen O dan T. Dengan demikian,
tumbukan partikel alumina mampu
mengakibatkan deformasi plastis pada permukaan
spesimen N. Fasa yang keras dan getas berupa
martensite dan carbide yang dimiliki oleh
spesimen T menjadi penyebab terbentuknya
retakan pada saat permukaan spesimen T
tertumbuk oleh partikel alumina. Retakan-retakan
tersebut akan terus merambat dan jika retakan-
retakan tersebut bertemu maka sebagian
permukaan spesimen T akan terlepas sebagai
wear debris. Mekanisme pengikisan (erosi)
melalui deformasi plastis dan retakan yang
teramati dalam penelitian ini sesuai dengan
mekanisme erosi yang dijelaskan dalam pustaka
[4]. Mekanisme tersebut menjelaskan mengapa
spesimen T yang keras justru memiliki ketahanan
erosi yang tinggi.
Gambar 5. Uji aus di lapangan terhadap teeth
yang dibuat dalam penelitian ini
[D] dan teeth produk impor [I.
Hasil pengujian aus di lapangan (full
scale functional test) ditunjukkan dalam Tabel 3.
Dalam pengujian ini komponen teeth hasil proses
normalizing memiliki laju erosi paling rendah
yang berarti memiliki ketahanan aus tertinggi.
Berbeda dengan ketahanan erosi, komponen teeth
hasil proses quench-tempering (T) memiliki
ketahanan aus hasil uji lapangan yang lebih tinggi
dibanding komponen teeth hasil proses oil-
quenching (O). Kemungkinan yang menjadi
penyebab perbedaan ini adalah mekanisme
keausan pada pengujian lapangan tidak hanya
erosi melainkan juga abrasi. Penelitian tentang
keausan dengan mekanisme abrasi sedang
dilakukan dan akan segera dipublikasikan.
Dalam pengujian lapangan juga
dilakukan pengujian terhadap 2 komponen teeth
produk impor dari 2 negara. Hasil pengujian
terhadap 3 komponen teeth ditunjukkan pada
Gambar 5. Pengujian lapangan dilakukan selama
96,5 jam dan dari pengukuran selisih panjang
komponen teeth sebelum dan sesudah pengujian
diperoleh ketiga komponen teeth mengalami
keausan yang hampir sama sekitar 0,52 mm/jam.
Dengan demikian, dapat dinyatakan ketiga
komponen teeth tersebut memiliki ketahanan aus
yang sama bila digunakan dalam pengerukan
lapisan overburden berupa tanah liat (clay).
Hal penting yang perlu dicatat dari
penelitian ini adalah bahwa komponen teeth yang
terbaik adalah komponen hasil proses
normalizing. Dari segi proses pembuatan
komponen teeth dengan perlakuan panas berupa
normalizing tentu sangat menguntungkan. Proses
normalizing, selain mudah dilaksanakan juga
tentu lebih murah dibanding proses oil-quenching
dan quench-tempering.
4. Kesimpulan Dari pengecoran dan perlakuan panas
komponen teeth, serta pengujian laboratorium
dan lapangan diperoleh beberapa hasil dan
kesimpulan sebagai berikut:
Komponen dredge cutter teeth jenis flared telah berhasil dibuat dengan
menggunakan baja paduan rendah
dengan komposisi kimia 0,23%w C,
1,13%w Mn, 1,18%w Si, 0.47%w Ni,
1,07%w Cr dan 0,29%w Mo.
Ketahanan aus (erosi dan abrasi) tertinggi dimiliki oleh komponen dredge
cutter teeth jenis flare hasil proses
normalizing.
Komponen dredge cutter teeth dengan kekerasan relatif rendah serta memiliki
mikrostruktur berupa ferrite, pearlite dan
bainite memiliki ketahanan aus yang
tinggi akibat kemampuanya untuk
berdeformasi plastis pada saat tererosi
dan terabrasi.
5
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
Daftar Pustaka [1] ArcelorMittal, Creusabro 8000-A high
performance wear resistant steel, available at
www.arcerolmittal.com, diakses Januari 2015.
[2] Airjet Erosion Tester TR470, Instuction Manual, Ducom, 2011.
[3] A.V. Reddy, G. Sundararajan, 1987, The Influence of Grain Size on the Erosion Rate
of Metals, Metallurgical Transaction, Vol. 18A.
[4] Hwei-Yuan Teng, 2003, Erosion Behaviour of CA-15 Tempered Martensitic Steel, Materials Transactions, Vol. 44, No. 7 , The Japan Institute of Metals.
6
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
Analisa Pengaruh Bentuk Benda Uji Tarik Terhadap Kekuatan Tarik UNS
S20100
Rianti Dewi Sulamet-Ariobimo1, Johny Wahyuadi Soedarsono2, Yusep Mujalis1, Tono
Sukarnoto1, Andi Rustandi2, Dody Prayitno1 1 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti
Kampus A Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Indonesia 2 Departmen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Kampus UI Depok - Depok, Indonesia
Abstract
Unlike hardness testing, tensile testing needs standardized tensile specimen to guarantee the testing result.
The tensile specimens were standardized since the finding of Goh and Shang that specimen dimensions will
affect the tensile properties. This worked discussed the effect of specimen dimension to the tensile properties
of stainless steel plate. UNS S20100 plate with 1 mm of thickness are used in this worked. The specimens are
JIS Z2201 No. 13-B and 5. The result shows that from the three tensile properties that were examine,
elongation is the most sensitive to specimen width changing.
Keywords: Tensile specimen; Tensile Properties; TWDI; Stainless Steel
1. Pendahuluan Goh dan Shang pada penelitian mereka
di tahun 1982 menemukan bahwa ternyata
bentuk benda uji tarik mempengaruhi sifat tarik
[1]. Ada 3 parameter yang sangat menentukan
hasil penarikan sebuah pelat, yaitu ketebalan
pelat, lebar benda uji tarik dan arah gaya proses
canai. Walaupun demikian dalam standar
pengujian Japanese Industrial Standard (JIS)
[2] masih terdapat beberapa jenis benda uji tarik
yang diijinkan untuk digunakan. Sulamet-
Ariobimo dkk [3] dalam penelitiannya terkait
pelat thin wall ductile iron (TWDI)
mendapatkan hasil yang berbeda ketika
menggunakan benda uji tarik Z2201 No. 5 dan
No. 13. Hasil penelitian itu menunjukan bahwa
untuk pelat TWDI perbedaan terbesar kekuatan
tarik (UTS atau Rm) terbesar adalah 34%,
sedangkan kekuatan luluh (Yield atau Ry) 38%
dan elongasi sebesar 541% [3,4]. Pada
penelitian selanjutnya, Sulamet-Ariobimo dkk
menggunakan kedua bentuk benda uji tarik yang
sama untuk menguji dua jenis pelat dari logam
yang berbeda. Pelat yang dipilih adalah pelat
baja SS400 untuk kelompok fero dan pelat
aluminium AA1100 untuk mewakili logam non
fero. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk
pelat baja SS400 diperoleh perbedaan yang
tidak signifikan pada elongasi (5%) dan tidak
ada perbedaan pada hasil kekuatan tarik
maksimum dan kekuatan luluh [4,5]. Sedangkan
pada aluminium terjadi perbedaan yang cukup
signifikan untuk elongasi (53%), perbedaan
tidak signifikan pada kekuatan tarik maksimum
(5%) dan tidak terdapat perbedaan pada
kekuatan luluh. Hasil-hasil penelitian ini
menunjukan bahwa elongasi adalah sifat tarik
yang paling peka terhadap perubahan dimensi
benda uji tarik. Paper ini membahas tentang
pengaruh benda uji tarik terhadap pelat stainless
steel
2. Metodologi
Dua jenis benda uji tarik JIS Z 2201
No. 5 dan 13-B (Gambar 1) dibuat pada satu
lembar pelat stainless steel. Ketebalan pelat
adalah 1 mm. Proses pembuatan benda uji tarik
dilakukan pada orientasi arah gaya proses yang
sama. Masing-masing benda uji tarik dibuat
sebanyak 5 buah. Selanjutnya semua benda uji
tarik ditarik dengan mengikuti standar JIS Z
2241.
JIS Z 2201 No. 13(B)
JIS Z 2201 No. 5
Gambar 1. Bentuk Benda Uji Tarik
7
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
Sebelum dilakukan pengujian tarik,
dilakukan analisa komposisi kimia dengan
menggunakan spektrometri.
2. Hasil dan pembahasan Kedua jenis benda tarik yang
digunakan menurut JIS Z2201 adalah benda
tarik untuk pelat. Perbedaan antara keduanya
terletak pada lebar dari benda uji tarik (W).
Lebar benda uji tarik no. 5 dua kali benda uji
no. 13(B).
Tabel 1. Komposisi Kimia Pelat Stainless Steel
Komposisi Kimia - %berat
C M
n
P S Si C
r
N
i
Lain
nya
Stand
ar
0,
15
5,
5
7,
5
0,
06
0,
03
1,
00
1
6
1
8
3,
5
5,
5
trac
e
Peng
ujian 0,
15
7,
0
<
0,
02
<
0,
02
0,
6
1
6
3,
5
trac
e
Hasil pengujian spektrometri
menunjukan bahwa semua komposisi kimia dari
pelat yang digunakan dalam pengujian ini
berada dalam standar dari UNS S 201000. UNS
S 201000 ini setara dengan SAE201 dan
SUS201. Berdasarkan kepada SUS201 maka
kekuatan tarik maksimum adalah minimal 655
N/mm2, kekuatan yield minimum adalah 310
N/mm2 dan elongasi minimumnya adalah 40%.
Hasil pengujian tarik adalah seperti
terlihat pada Gambar 2. Baik benda uji tarik
Z2201 No. 13B maupun Z2201 No. 5
memberikan hasil yang semuanya melebihi dari
batas minimal. Semua kekuatan tarik maksimal
berada diatas 800 N/mm2. Hal sama juga
diperoleh untuk kekuatan yield dan elongasi.
Semua kekuatan luluh berada diatas 500 N/mm2
kecuali untuk sampel 1 pada bentuk benda uji
No. 5, yaitu 500 N/mm2. Semua elongasi berada
diatas 45%. Hal menarik terlihat bahwa
kekuatan luluh mempunyai perbedaan terbesar
(96%) terhadap standar batas minimal jika
dibandingkan dengan kekuatan tarik maksimum
(36%) dan elongasi (30%).
Gambar 2. Hasil Pengujian Tarik
Ketika hasil pengujian tarik kedua
sampel dibandingkan (Gambar 2), maka terlihat
bahwa perbedaan terbesar yang terjadi antara
hasil penarikan kedua benda tarik tersebut ada
pada elongasi, yaitu 3,69%. Perbedaan kekuatan
tarik maksimum hanya 2,99% sedangkan
kekuatan luluh hanya 2,12%. Perbedaan yang
terjadi pada ketiga hasil tarik tidak besar, yaitu
berkisar antara 0.5 sampai 1% saja.
Gambar 3. Perbandingan Perbedaan Hasil
Pengujian Tarik dari Beberapa Material [3,4,5]
Gambar 3 menunjukan perbandingan
terhadap perbedaan hasil pegujian tarik
beberapa material menggunakan kedua jenis
standar benda uji yaitu: JIS Z2201 No. 13B dan
JIS Z2201 No. 5. Gambar 3 menunjukan bahwa
dari kekuatan tarik, kekuatan luluh dan elongasi,
yang paling sensitif terhadap perubahan lebar
benda uji tarik adalah elongasi. Elongasi
menjadi sangat sensitif terhadap perubahan
dimensi lebar benda uji tarik karena berkaitan
dengan sifat mampu bentuk dari material.
pertambahan panjang Sedangkan perbedaan
elongasi pada stainless steel terlihat lebih kecil
dibandingkan dengan material lainnya karena
diasumsikan sebagai akibat banyaknya bidang
slip pada stainless steel. Banyaknya bidang slip
ini akan menyebabkan sifat mampu bentuk
material menjadi lebih baik. Dengan mampu
bentuk yang lebih baik maka perubahan dimensi
tidak berpengaruh.
3. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari
tahap penelitian ini adalah perubahan dimensi
lebar benda uji tarik pelat stainless steel
mempengaruhi nilai tarik yang dihasilkan.
Pengaruh paling besar terlihat pada elongasi.
Tetapi perbedaan yang terjadi tidak signifikan
8
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
jika dibandingkan dengan perbedaan pada
material lainnya.
Hal ini diasumsikan terjadi karena
stainless steel mempunyai banyak bidang slip
sehingga memiliki mampu bentuk yang baik,
sehingga perubahan dimensi lebar pada benda
uji tarik tidak terlalu mempengaruhi nilai
elongasinya.
4. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Pemerintah Indonesia khususnya
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi untuk biaya penelitian ini yang
disampaikan melalui Hibah Bersaing No.
180/K3/KM/2014.
Daftar Pustaka
[1] Goh T N and Shang H M, J. Mech. Work.
Technol 7 (1982) 23.
[2] Japanese Industrial Standard, Tokyo,
Japan: Japanese Standard Association.
[3] Sulamet-Ariobimo R D, Soedarsono J W
and Sukarnoto T: Effects of JIS Z2201-13(B) and JIS Z2201- 5 to Tensile
Properties of Thin Wall Ductile Iron, Proc. of 6th Nat. Conf. on Metallurgy and
Material (SENAMM), Depok, Indonesia,
November 2013, Universitas Indonesia,
Paper C-6.
[4] R.D. Sulamet-Ariobimo, J.W.
Soedarsono, Y. Mujalis, T. Sukarnoto, A.
Rustandi, D. Prayitno: Analisa Pengaruh Bentuk Benda Uji Tarik Terhadap
Kekuatan Tarik Aluminium Prosiding Seminar Nasional Mesin dan Industri
(SNMI) IX, Bali 2014, Universitas
Tarumanagara, Paper TM 44.
[5] R.D. Sulamet-Ariobimo, J.W.
Soedarsono, T. Sukarnoto, A. Rustandi,
Y. Mujalis, D. Prayitno: Tensile
Properties Analysis Of AA1100
Aluminum And SS400 Steel Using
Different JIS Tensile Standard Specimen,
un-published.
9
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
Pengaruh Peningkatan Derajat Deformasi Canai Hangat terhadap Perubahan Morfologi Struktur Paduan Cu-Zn 70/30
Eka Febriyanti1,2, Dedi Priadi1, Rini Riastuti1
1Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia 2Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kekuatan Struktur (BPPT)
Abstract
Thermo Mechanical Controlled Processed (TMCP) is an efficient alternative fabrication process because it has lower energy consumption, easier to control dimension, and produce better mechanical properties then conventional process. In this research TMCP is conducted to Cu-Zn 70/30 alloy in various deformation percentage at a level of 32.25%, 35.48%, and 38.7% in temperature 500oC by double pass reversible method. Warm rolling is given at deformation temperature between hot and cold forming to obtain tiny grain boundary. This temperature is higher than room temperature but lower than recrystallization temperature. For Cu-Zn 70/30 alloy the range of warm rolling is between 0.4 to 0.6 Tm or between 382oC-573oC. In this temperature range, the sample is plastic deformed and then followed by strain hardened and part of them are recrystallized. Examination result show that other than tiny grain, warm rolling also produces sub grain in Cu-Zn 70/30 alloy which has smaller size than normal grain. Deep examination by optical microscopy on morphology of micro structure indicates that dynamic recrystallization occurred at 32.25% deformation. Dynamic recrystallization phenomenon occurred is caused by a combinations of hot process and plastic deformation. By increasing deformation level to 38.7% this process produce tiny grain with average size about 29 m at the edge and 33 m in the center in equiaxe grain at GAR (Grain Aspect Ratio) of 1.2 at the edge and 2.1 in the center. This condition of microstructure is fully recrystallized.
Keywords : warm rolled, Cu-Zn 70-30, deformation increasing, structure morphology
1.Pendahuluan Thermo Mechanical Controlled
Processed (TMCP) merupakan proses perubahan bentuk suatu material dengan cara memberikan deformasi plastis yang cukup besar dan terkontrol terhadap material dengan tujuan menghasilkan butir halus pada material [1]. Secara umum proses termomekanik ini terdiri dari proses pemanasan awal (reheating), pengerjaan panas (hot worked), serta pendinginan (cooling).
Salah satu metode TMCP yang sedang dikembangkan adalah pengerjaan canai hangat yang dapat memberikan efisiensi energi dan kemudahan pengontrolan dimensi yang lebih baik dibandingkan canai dingin. Apabila dibandingkan dengan canai panas, canai hangat akan menghasilkan morfologi struktur butiran yang lebih halus dengan sifat mekanis yang lebih tinggi, kualitas permukaan dan pengendalian dimensi yang lebih baik, serta elemen yang terbuang akibat proses dekarburisasi atau oksidasi yang lebih rendah [2].
Deformasi canai hangat dilakukan pada suhu kerja di antara canai panas dan canai dingin yang bertujuan untuk menghasilkan butiran yang halus. Suhu canai hangat berada pada range di atas suhu ruang, namun lebih rendah dibandingkan suhu rekristalisasi yaitu 0.4-0.6 Tm (melting temperature) [3].
Berdasarkan range suhu pengerjaan canai
hangat, setelah terjadi deformasi plastis, material sebagian mengalami pengerasan regangan dan sebagian mengalami rekristalisasi. Selain menghasilkan butir yang lebih halus, proses canai hangat menyebabkan material mengalami pembentukan sub-butir (subgrain) yang berukuran micrometer maupun sub-micrometer pada butir yang berukuran lebih besar atau kasar [4].
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari perubahan morfologi struktur mikro pelat paduan Cu-Zn 70/30 yang melalui proses canai hangat dengan metode double pass reversible sebanyak 32.25%, 35.48%, dan 38.7%, mengamati, dan menganalisa efek dari variable proses peningkatan besar deformasi terhadap perubahan morfologi struktur.
2. Metode Penelitian Benda uji yang digunakan adalah paduan Cu-
Zn 70/30 dengan hasil komposisi yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi benda uji paduan Cu-Zn 70/30
Unsur Penelitian (wt%)
Target* (wt%)
Cu 69.5 69.5-72
Zn 30.7 sisa
Fe 0.026 ~ max. 0.05
Sn 0.0062 ~ max. 0.03
Al < 0.002 ~ max. 0.03
10
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
Ni - ~ max. 0.2
As < 0.001 ~ max. 0.02
Pb < 0.005 ~ max. 0.05
Si < 0.005 ~ max. 0.01
Mn 0.0052 ~ max. 0.04
P < 0.003 ~ max. 0.05
Sb - ~ max. 0.01
Bi - ~ max. 0.04
* Target : standard PINDAD
Pengujian komposisi material paduan Cu-Zn 70/30
dilakukan dengan menggunakan Optical Emission
Spectroscopy (OES) pada DTMM FTUI.
Ukuran benda uji yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pelat berdimensi 100 mm x 100
mm x 3,1 mm seperti yang ditampilkan pada
Gambar 1, lalu dihubungkan dengan kawat
termokopel tipe K berdiameter 2 mm. Pengukuran
temperatur menggunakan data acquisition
system yang dihubungkan dengan
perangkat komputer.
Gambar 1. Contoh rangkaian pengujian canai
hangat
Proses deformasi canai hangat didahului dengan pemanasan sampel pada dapur karbolit dengan temperature 700oC selama 90 menit, yang kemudian dilanjutkan proses canai pada mesin OnoRoll kapasitas 20 tonF dengan parameter deformasi canai double pass reverse, bolak-balik sebanyak 32.25%, 35.48%, dan 38.7% yang dilanjutkan dengan pendinginan udara.
Penelitian ini diawali dengan pemanasan awal benda uji dari suhu ruang ke suhu 700oC selama 30 menit lalu ditahan selama 90 menit untuk proses homogenisasi yang bertujuan untuk menghasilkan ukuran butir yang lebih seragam, kemudian dilanjutkan dengan pendinginan dalam oven ke suhu ruang seperti yang terlihat pada Gambar 2. Selanjutnya dilakukan pemanasan ke suhu 500oC dengan waktu 15 menit dan ditahan selama 15 menit lalu dilakukan canai hangat secara double pass reversible dengan derajat deformasi 32.25%, 35.48%, dan 38.7% kemudian dilanjutkan dengan pendinginan di udara, tahapan proses ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 2. Diagram tahapan homogenisasi di temperatur 700oC selama 90 menit
Gambar 3. Diagram tahapan canai hangat pada temperatur 500oC dengan metode double pass reversible
Proses canai hangat dilanjutkan dengan analisa morfologi struktur mikro menggunakan pengamatan metalografi. Pengamatan metalografi dilakukan untuk menganalisa perubahan morfologi struktur Cu-Zn 70/30. Perubahan morfologi struktur Cu-Zn 70/30 merupakan pengamatan perubahan bentuk dan ukuran butir, aliran deformasi material (strain marking), dan cacat-cacat mikro baik di permukaan maupun di dalam butir yang mungkin timbul dari proses canai hangat. Preparasi benda uji berdasarkan ASTM E3 01[5].
Persiapan benda uji sebelum pengamatan
metalografi meliputi pencetakan sampel, pengamplasan,
dan pemolesan sampel sampai mendapatkan permukaan
yang lebih halus dan mengkilap serta bebas goresan
akibat pengamplasan. Proses selanjutnya yaitu etsa yang
bertujuan untuk memunculkan jejak batas butir dan
morfologi struktur butir pada benda uji dengan
menggunakan zat etsa ferric klorida atau 10% FeCl3 yang
terdiri atas 10 gr FeCl3 dan 90 ml alcohol 96%. Kemudian
dilakukan pengamatan struktur mikro dengan metode
metalografi menggunakan mikroskop optik. Setelah dilakukan pengamatan metalografi lalu
dilakukan analisa dan perhitungan ukuran butir yang mengacu kepada ASTM E 112 dengan metode Intercept Heyn[6]. Prinsip perhitungan ukuran butir dengan metode
11
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
Intercept Heyn yaitu mengitung jumlah titik potong antara total panjang garis yang ditarik sepanjang 500 mm dengan batas butir pada foto struktur mikro dengan perbesaran tertentu. Awalnya yaitu dengan membuat 3 lingkaran yang masing-masing memiliki diameter sebesar 79,58 mm, 53,05 mm, dan 26,53 mm dimana ketiga lingkaran tersebut digabung menjadi satu dengan panjang total ketiga garis lingkaran tersebut 500 mm seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Metode intercept heyn, dengan menggunakan garis berbentuk lingkaran dengan total panjang garis 500 mm, dengan foto perbesaran 100X
Jumlah titik potong persatuan panjang
(PL) dihitung dengan PL = P/ LT/M, dan panjang
garis perpotongan (L3) adalah :
L3 = 1/PL (1) dimana : P = Jumlah titik potong batas butir dengan total panjang garis yang dalam hal ini berbentuk lingkaran, LT = Panjang Garis Total (Sesuai standar ASTM =500mm), dan M = Perbesaran Dari PL atau L3, dapat dilihat di tabel besar butir ASTM E 112 (Standard Test Methods for Determining Average Grain Size, 2003), atau dimasukkan ke dalam rumus :
G = -6,6439 log (L3) 3,2877 (2) Untuk menentukan diameter ukuran butir dilakukan dengan menyesuaikan nomor G yang didapat dalam perhitungan dengan tabel ukuran butir standar pada ASTM E112 [6].
Sedangkan untuk bentuk butir dengan bentuk memanjang menggunakan metode GAR (Grain Aspect Ratio) yang bertujuan untuk mengetahui peranan proses TMCP dan canai hangat terhadap besar dan dimensi butir dari masing-masing benda uji. Penggunaan GAR tersebut awalnya dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik material pada
keramik Si3Ni4 yang berperan penting dalam mengontrol sifat mekanik dari material keramik tersebut [7].
Ukuran diameter butir dan ketebalan butiran
dari perhitungan nilai Grain Aspect Ratio (GAR) pada
material paduan 70/30 Cu-Zn akan berubah setelah
dilakukan proses canai dan pemanasan sekaligus. Dengan
mengamati besar butir dan perubahan dimensi ketebalan
maka evolusi mikrostruktur dan morfologi struktur dapat
diamati.
Perhitungan GAR dari butir pada setiap sampel
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
GAR=P/L (3)
dimana :
GAR = Grain Aspect Ratio, P = Panjang butir (mm), dan
L = Lebar butir (mm)
3. Hasil dan Pembahasan
Pengamatan metalografi dilakukan pada bagian tengah dan tepi benda uji hasil deformasi seperti yang ditunjukkan oleh huruf X dan Y pada Gambar 5.
Gambar 5. Daerah benda uji untuk pengamatan metalografi, X adalah daerah tengah, Y adalah daerah tepi posisi searah canai hangat
Gambar 6. Foto mikrostruktur benda uji bulk, (a) Daerah tengah (X), (b) Daerah tepi (Y). Etsa 10% FeCl3
Paduan Cu-Zn 70/30 yang digunakan pada penelitian ini adalah pelat yang sebelumnya telah mendapat perlakuan berupa canai panas sebanyak 10 pass yang dilanjutkan dengan canai dingin sebanyak 40 pass, lalu dilanjutkan dengan anil yang bertujuan untuk
12
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
menghasilkan mikrostruktur yang halus dari proses canai dingin. Oleh karena itu, struktur yang dihasilkan sudah cukup halus dengan ukuran butir sekitar 9-11 m seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 7. Foto mikrostruktur benda uji setelah homogenisasi 700oC selama 90 menit. Etsa 10% FeCl3
Hasil pengukuran besar butir
menunjukkan bahwa diameter butir rata-rata dari pelat yang dihomogenisasi mencapai 60 HV 71.82 m dengan suktur mikro paduan Cu-Zn 70/30 terdiri dari butiran dengan twin berbentuk garis-garis sejajar [8-10] seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.
Pada Gambar 8 (A) s/d (F) menunjukkan bahwa dengan meningkatnya derajat deformasi dari 32.25% s/d 35.48% menghasilkan distribusi ukuran butir yaitu mencapai 0.4-1.7m dengan perbedaan ukuran butir berkisar antara 1 s/d 4.12 % seperti yang terlihat pada Gambar 9. Namun, pada derajat deformasi yang lebih tinggi sebesar 38.7% menghasilkan perbedaan ukuran butir antara bagian tepi dan bagian tengah yang sangat besar yaitu mencapai 11.38%.
13
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
Gambar 8. Pengamatan struktur mikro dari mikroskop optik untuk benda uji canai hangat, deformasi aktual 32.25% (A) Bagian tepi, (B) Bagian tengah; deformasi actual 35.48% (C) Bagian tepi, (D) Bagian tengah; deformasi aktual 38.7% (E) Bagian tepi, (F) Bagian tengah. Etsa 10% FeCl3
Gambar 9.Hubungan antara derajat deformasi (%) dengan ukuran butir (m)
Dari hasil pengamatan struktur mikro pada Gambar 8 menunjukkan bahwa bagian tepi lebih banyak terkena deformasi dibandingkan bagian tengah. Oleh karena itu, fenomena
rekristalisasi lebih mudah terjadi di bagian tepi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya butiran halus yang terbentuk di bagian tepi dibandingkan bagian tengah. Selain itu, pada permukaan struktur mikronya juga terlihat adanya bidang twin yang terdeformasi (twin deformed) dan saling berhimpit yang ditandai dengan kumpulan garis kusut, deformasi plastis yang meningkat dan ditandai dengan garis hitam, serta batas butir yang semakin kurang jelas. Kumpulan garis kusut dan garis-garis hitam tersebut semakin jelas terlihat ketika deformasi aktual mencapai 35.48% seperti yang terlihat pada Gambar 8 (C) dan (D) (garis putus-putus).
Struktur mikro di derajat deformasi sebesar 32.35% dan 35.48% menunjukkan bahwa butir telah mengalami rekristalisasi sebagian yang ditandai dengan bentuk butir bulat yang tidak beraturan seperti yang terlihat pada Gambar 8 (A) s/d (D). Distribusi ukuran yang berbeda antara bagian tepi dan tengah menunjukkan mulai terjadi transformasi dan pertumbuhan butir baru. Fenomena ini disebut partially recrystallized (rekristalisasi sebagian) yang terjadi setelah pertumbuhan nuclei dari penggabungan sub butir[8].
Sedangkan ukuran butir terkecil terdapat pada mikrostruktur benda uji yang dilakukan canai hangat dengan derajat deformasi aktual 38.7% seperti yang terlihat pada Gambar 8 (E) s/d (F).
Menurut Radovic, dkk[10] yang melakukan thermomechanical treatment pada paduan AlMg4.5Cu0.5 menunjukkan bahwa pertumbuhan mikrostruktur setelah canai dingin dan anil berhubungan erat dengan dengan derajat deformasi dan temperatur anil, peningkatan reduksi canai, dan temperatur anil yang menyebabkan terjadinya rekristalisasi yang menghasilkan struktur butir partial recrystallized dan fully recrystallized. Setelah anil pada temperatur 250oC terjadi recovery (pemulihan) untuk semua persen reduksi. Sedangkan setelah anil pada temperatur 350oC terjadi partial recrystallized pada persentase reduksi 20% dan terjadi fully recrystallized pada presentase reduksi 40-60%. Ukuran butir yang terekristalisasi sangat dipengaruhi oleh reduksi canai dingin sebelum anil dan diperhalus lagi dengan reduksi canai dingin.
Jadi, pada penelitian ini dengan persentase reduksi dari 32.35% dan 35.48% menghasilkan butiran bulat yang tidak beraturan yang menandakan bahwa proses rekristalisasi sebagian telah terjadi. Sedangkan pada persentase reduksi sebesar 38.7% menghasilkan butir yang lebih halus dan mengarah ke bentuk equiaxed. Hal ini menandakan bahwa struktur butiran sudah mendekati fully recrystallized atau terekristalisasi secara sempurna seperti yang terlihat pada Gambar Gambar 8 (E) dan (F).
Untuk rekristalisasi dinamis mulai terjadi ketika derajat deformasi mencapai 32.25% yang menunjukkan adanya butiran equiaxed baru berukuran kecil mengelilingi fasa alfa seperti yang terlihat pada Gambar 8 A dan B meskipun jumlahnya masih sedikit. Hal tersebut terjadi karena rekristalisasi dinamik dapat muncul ketika temperatur lebih tinggi dan laju regangan
43,1239,5
29,53
44,9 39,933,47
0
20
40
60
32,35 35,48 38,7
Uku
ran
Bu
tir,
m
Derajat deformasi (%)
Ukuran Butir Tepi Ukuran Butir Tengah
14
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
rendah, namun regangan harus di bawah titik kritis sesuai dengan pernyataan Li Long Fei, dkk [11] yang melakukan canai hangat pada baja karbon rendah dari temperatur 550oC sampai 700oC.
Dengan pemberian perlakuan canai hangat pada material Cu/Zn 70-30, butiran benda uji paduan 70Cu-30Zn yang awalnya berbentuk equiaxed, akan mengalami elongasi yang menyebabkan pengerasan regang (strain hardening) pada mikrostruktur material. Namun, dikarenakan pengerjaan dilakukan pada temperatur yang memungkinkan terjadinya rekristalisasi dinamis (temperatur hangat), maka pada butir yang terelongasi pada sampel (elongated grain) akan menghasilkan nukleasi butir baru yang berukuran lebih kecil yang akhirnya bergabung membentuk butir baru yang berukuran lebih halus.
Gambar 10. Hubungan antara derajat deformasi (%) dengan ukuran butir, d-1/2 (m)
Peningkatan derajat deformasi aktual
hingga mencapai 38.7% menunjukkan tren positif dan berbanding lurus terhadap proses penghalusan butir yang semakin meningkat baik di bagian tepi maupun tengah seperti yang terlihat pada Gambar 10.
Gambar 11.Hubungan antara derajat deformasi (%) dengan nilai grain aspect ratio (GAR)
Morfologi butir untuk benda uji bulk baik pada bagian tengah maupun bagian tepi memiliki nilai GAR masing-masing sebesar 1.2300.11 m dan 1.600.2 m. Keduanya menunjukkan morfologi ukuran butir yang halus seperti yang
terlihat pada Gambar 6. Namun ketika sampel dihomogenisasi di temperatur 700oC selama 90 menit menunjukkan nilai GAR yang sangat besar seperti yang terlihat pada Gambar 11 baik bagian tengah maupun bagian tepi masing-masing sebesar 4.672.63 m dan 4.782.52 m yang ditunjukkan dengan morfologi ukuran butir dengan perbandingan panjang butir dan lebar butirnya sangat besar seperti yang terlihat pada Gambar 7.
Dengan semakin meningkatnya derajat deformasi canai hangat menghasilkan tren negatif dan mengalami penurunan nilai GAR mendekati 1 dan nilai GAR yang bervariasi seperti yang telihat pada Gambar 11. Penurunan nilai GAR disebabkan karena dengan semakin meningkatnya derajat canai hangat sehingga proses penghalusan butir semakin bertambah hingga mencapai bentuk equiaxed.
Nilai GAR terkecil sebesar 1.280.48 m diperoleh pada derajat deformasi sebesar 38.7%. Hal ini dapat dilihat pada morfologi struktur butir dari hasil perlakuan tersebut yang berbentuk hampir equiaxed seperti yang terlihat pada Gambar 8 (E) dan (F).
4. Kesimpulan 1. Rekristalisasi dinamis terjadi pada deformasi 32.25%; 2. Perubahan morfologi terjadi setelah canai hangat
dengan derajat deformasi semakin besar hingga 38.7% akan memiliki ukuran butir semakin halus yaitu 29.53 m
3. Perubahan bentuk butir pada bagian tepi dan tengah sampel menjadi butir berbentuk equiaxed dengan ukuran GAR 1.2-2.1
Daftar Pustaka
[1] A.Azushima, R.Kopp, A.Korkohen, D.Y.Yang, F.Micari, G.D.Lahoti, 2008, Severe Plastic
Deformation (SPD) Process for Metals, CIRP
Annals Manufact. Tech., Vol. 57, 716-735
[2] Y. Adachi, M. Wakita, H. Beladi, P. D. Hodgson,
2007, The Formation of Ultrafine Ferrite Through
Static Transformation in Low Carbon Steels,
Journal Acta Materialia, Elsevier, Vol. 55, 4925-
2934
[3] T. Altan, Oh S., Gegel H., 2012, Metal Forming Fundamentals and Application, ASM International, Metal Park, Ohio
[4] S. Dobatkin, J. Zrnik, 2008, Ultrafine-Grained Low Carbon Steels by Severe Plastic Deformation, Journal Metalurgija, Vol. 47, 181-186
[5] ASTM E3, 2003, Standard Guide for Preparation for Metallographic Specimens
[6] ASTM E112, 2003, Standard Test Methods for Determining Average Grain Size
[7] Zoran Kristic, Zhengbo Yu, Vladimir D.Krstic, 2007, Effect of Grain Width and Aspect Ratio on Mechanical Properties of Si3N4 Ceramics, Journal Mater.Sci., Vol.42, 5431-5436
[8] F. J. Humphreys, and M.Hatherly, 2004,
Recrystallization and Related Annealing
Phenomena, Pergamon Press
0,000
0,100
0,200
0,00 32,25 35,48 38,7
Uku
ran
bu
tir,
d-1
/2,
m
Derajat deformasi (%)
Ukuran butir tepi
Ukuran butir tengah
0
5
10
0,00 32,25 35,48 38,70
Gra
in A
spe
ct R
atio
(G
AR
)
Derajat deformasi (%)
GAR Tepi GAR tengah
15
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
[9] W.Ozgowic, E.Kalinowska-Ozgowic,
B.Grzgorczyk, 2010, The Microstructure and
Mechanical Properties of The Alloy CuZn30
after Recrystallization Annealing, Journal of
Achieve. in Mater. & Manufact. Eng.
(JAMME), Vol.40, Issue 1, 15-24
[10] Radovic, L.J., et.al., The Influence of Thermomechanical Treatment on
Recrystallization of Al Mg4,5Cu0,5 Alloy, Metallurgija Journal of Metallurgy, Review
Paper AMES, pp.83-88 (2008)
[11] Long Fei, Li, Yang Wang Yue, and Sun
Zuqing, Dynamic Recrystallization of Ferrite in a Low Carbon Steel, Journal Metal. Mater. Trans. A, Vol. 37A, pp.609-619 (2006)
16
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
Pengaruh Kecepatan Putaran Tool Terhadap Struktur Mikro, Kekerasan
dan Kekuatan Tarik Pada Sambungan Las FSW Tak Sejenis Antara
AA5083 dan AA6061-T6
FX. A. Wahyudianto, M.N. Ilman, P.T. Iswanto, Kusmono
UGM,Teknik Mesin dan Industri Jogjakarta, Indonesia
Abstrak Joints between two different grade of aluminum alloys (AA5083 and AA6061-T6) by welding would be very difficult
to obtain optimal results when using conventional welding methods such as TIG / MIG welding. Therefore, solid
state joining technique is highly recommended to overcome this proplems, one of which is friction stir welding
(FSW). The effect of rotation speed on microstructure, micro hardness and tensile properties of dissimilar Friction
Stir welded AA5083 and AA6061-T6 aluminium alloys were investigated. Three different rotation speeds (910,
1500 and 2280 rpm) were used to weld the dissimilar alloys. The metallographic analysis of joints showed the
presence of various zones such as BM (base material), HAZ (heat affected zone), TMAZ (thermo-mechanically
affected zone) and NZ (nugget zone) were observed and analyzed by mean of optical and scanning electron
microscope. The results showed that increasing the rotation speed from 900 to 2280 rpm made grain coarsening
in NZ and the mass distribution of the material is more evenly distributed, as well as increased hardness and tensile
strength of the joint. The highest values in microhardess in NZ and tensile strength at the join were foundedat the
speed of 2280 rpm and 1500 rpm which was similar to 2280 rpm, respectively.
Keywords : FSW, sambungan tak sejenis, AA6061, AA5083, putaran tool.
1. Pendahuluan Paduan aluminium dewasa ini semakin luas
penggunaannya dalam bidang teknik karena
kombinasi dari sifatnya yang mempunyai kekuatan
tinggi dan ringan disamping tahan terhadap korosi.
Paduan aluminium yang banyak digunakan untuk
pembuatan kapal adalah seri 5xxx (Al-Mg-Mn) dan
6xxx (Al-Mg-Si) [1]. Pada kapal besar material ini
digunakan pada struktur seperti untuk panel-panel
ruang akomodasi, geladak bangunan atas, sekat,
tangki bahan bakar dan tangki air tawar. Paduan
aluminium AA5083 dikenal memiliki ketahanan
korosi sedangkan AA6061 lebih dikenal karena
kekuatan. Dalam struktur lambung kapal,
struktur/rangka yang terkena air laut terbuat dari
paduan AA5083 untuk memberikan ketahanan
korosi yang lebih baik sementara struktur bagian
dalam/rangka yang tidak terkena air laut digunakan
paduan AA6061untuk meningkatkan kekuatannya.
Pada suatu struktur penyambungan dengan
pengelasan pada dua jenis paduan berbeda ini
dipastikan akan terjadi. Hal ini menimbulkan
beberapa permasalahan karena keduanya memiliki
sifat yang berbeda, yaitu AA5083 bersifat non heat
treatable sementara AA6061 bersifat heat treatable.
Pengelasan dengan teknik pengelasan fusi
konvensional seperti tungsten gas arc welding
(GTAW) dan gas metal arc welding (GMAW) tidak
direkomendasikan untuk digunakan, karena tidak
tersedianya logam pengisi (filler) yang cocok dan
terjadi retak akibat perbedaan pembekuan karena
variasi komposisi kimia. Pemecahan dari masalah
tersebut adalah dengan metode penyambungan
dalam kondisi padat (solid state) dan friction stir
welding (FSW) adalah salah satu teknik pengelasan
yang tepat dan efektif untuk menyambungkan
paduan aluminium yang berbeda [2]. FSW adalah
sebuah metode pengelasan yang termasuk
pengelasan gesek, yang pada prosesnya tidak
memerlukan bahan penambah atau pengisi.
Sambungan las pada FSW pada prinsipnya
dihasilkan dari panas akibat gesekan batang silinder
(tool) yang berputar dan menekan dua logam yang
disambung sepanjang garis sambungan. Tool terdiri
dari pin dan shoulder yang berfungsi untuk
menghasilkan panas akibat gesekan dan sebagai
pengaduk material, Gambar 1 memperlihatkan
skema pengelasan FSW. Pada sambungan hasil las
FSW terdapat beberapa zona yang terbentuk yaitu
weld zone (WZ), thermomechanically affected zone
(TMAZ) and heat affected zone (HAZ) [3] .
Sambungan tak sejenis las FSW pada plat
paduan aluminium seri 5xxx dan 6xxx pada
beberapa penelitian mengasilkan sifat mekanis dan
strukturmikro pada daerah lasan yang berbeda
dengan logam induknya [4][8]. Hasil uji kekerasan mikro, terlihat kekerasan yang terendah berada di
sekitar HAZ pada sisi plat 6xxx. Kemudian dari
hasil pengujiaan tarik, kekuatan tariknya didapatkan
sekitar 62% dari kekuatan tarik base materialnya[4].
17
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
Gambar 1. Skema Friction Stir Welding [9]
Ghaffarpour dkk [6] melakukan penelitian
dengan beberapa parameter yakni pada kecepatan
putaran tool 800, 1250, 1600, 2000 dan 2500 rpm
yang dipadukan dengan travel speed 25 mm/min dan
80 mm/min. Pada kecepatan putaran tool antara 1600
rpm dan 2000 rpm serta travel speed antara 20
mm/min dan 80 mm/min didapatkan kekutan tarik
dan mulur tertinggi. Selain itu lokasi patah saat uji
tarik berada di daerah HAZ sisi plat 6061-T6,
dimana lokasi tersebut memiliki nilai kekerasan
terendah.
Variasi kecepatan putaran tool pada proses
FSW juga menghasilkan rata-rata dimensi butir di
nugget zone pada AA 5xxx dan AA 6xxx meningkat
seiring penambahan kecepatan putaran pada tool dan
pertumbuhan dimensi butir ini terjadi ketika
dilakukan pendinginan dengan udara (suhu kamar)
setelah pelaksanaan pengelasan terutama pada seri
6xxx [10]. Pengaruh lokasi material dan kecepatan
putaran tool terhadap struktur mikro dan kekuatan
tarik dari hasil sambungan, hasilnya
mengindikasikan bahwa penempatan material dan
kecepatan putaran tool secara signifikan
mempengaruhi aliran material. Material yang
ditempatkan pada sisi advancing mendapatkan porsi
yang lebih besar pada zona las (nugget zone) ketika
kecepatan putaran tool juga ditingkatkan[11].
Pengujian terhadap sifat-sifat sambungan
las hasil pengelasan FSW seperti kekerasan,
kekuatan tarik dan strukturmikro telah banyak
diteliti dengan berbagai variaasi parameter
pengelasan yang digunakan. Namun demikian
perubahan struktur mikro pada sambungan las tak
sejenis antara AA5083 dan AA6061 dengan metode
FSW masih sangat jarang dipulikasikan. Oleh karena
itu pada penelitian ini akan menyambungkan
aluminium paduan berbeda grade antara AA5083
dan AA6061-T6 dengan metode FSW dan
mengamati pengaruh veriasi kecepatan putaran tool
terhadap struktur mikro daerah lasan, kekerasan dan
kekuatan tarik sambungan.
2. Prosedur Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian
sambungan las tak sejenis ini ialah pelat paduan
aluminium seri 5083 dan seri 6061-T6. Komposisi
kimia dari kedua paduan tersebut ditunjukkan pada
Tabel 1. Pelat yang yang digunakan dipotong dengan
dimensi 150 x 100 mm dan tebal 3 mm, dimana
pengelasan FSW dengan bentuk butt joint dilakukan
pada sisi 100 mm dengan posisi AA 6061-T6 berada
pada sisi advancing, sedangkan AA 5083 berada
pada sisi retreating.
Tabel 1. Komposisi kimia paduan aluminium yang
digunakan (% berat).
Paduan Mg Mn Cu Cr Si Fe Al
AA5083 4.3 0.50 0.04 0.06 0.11 0.30 Sisa
AA6061-
T6 1.20 0.15 0.20 0.04 0.6 0.75 Sisa
Gambar 2. Tool FSW
Proses FSW ini dilakukan menggunakan
mesin milling dengan variasi kecepatan putaran tool
910 , 1500 dan 2280 rpm, kecepatan gerak
pengelasannya tetap 30 mm/min dan sudut
kemiringan 3o. Pengelasan dilakukan menggunakan
mesin milling dan tool yang digunakan adalah baja
AISI H13 yang memiliki ketahanan yang tinggi
terhadap thermal fatigue dengan bentuk pin silinder
dan perbandingan D/d sama dengan 3 [12] seperti
yang terlihat pada Gambar 2.
Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk
melihat zona-zona yang terbentuk dan batasan zona
akibat pengelasan FSW dan karakteristik metalurgi
dengan menggunakan mikroskop optik, SEM dan
EDS. Zona-zona tersebut ialah logam induk, HAZ,
TMAZ dan NZ. Preparasi sepesimen untuk
pengamatan tersebut menggunakan prosedur
metallograpic standar yang terdiri dari grinding,
polishing dan etching menggunakan reagen Keller
terbuat dari 5ml HNO3 (konsentrasi 95%), 2ml HF,
3ml HCl, 190 ml H2O. Pemeriksaan difokuskan pada
penampang tegak lurus ke pusat las.
Pengamatan juga dilakukan terhadap sifat
mekanik hasil lasan seperti kekerasan dan kekuatan
18
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
tarik. Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode
indentasi (Vickers microhardness) di seluruh zona
lasan dan untuk pengujian tarik menggunakan mesin
servopulser. Bentuk spesimen yang digunakan
mengikuti standar ASTM E8, seperti pada Gambar
3. Permukaan patahan diamati dengan menggunakan
mikroskop elektron (SEM).
Gambar 3. Spesimen uji tarik berdasarkan ASTM
E8
3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Analisa visual permukaan lasan
Profil permukaan atas lasan yang dihasilkan
dari proses pengelasan dengan variasi kecepatan
putaran tool ditunjukkan pada Gambar 4. Pengaruh
putaran tool terlihat dari permukaan yang berbeda
dimana rigi-rigi las (ripples) lebih jelas terbentuk
pada putaran tinggi disertai dengan akumulasi massa
di bagian retreating side. Akhir lasan terdapat
lubang pin dari tool yang digunakan, ini merupakan
kekurangan dari pengelasan FSW.
Gambar 4. Permukaan sambungan las FSW pada
kecepatan putaran tool (a) 910 rpm, (b) 1500 rpm
dan (c) 2280 rpm.
3.2. Struktur Makro dan Mikro Foto makro penampang lintang sambungan
las FSW dengan variasi putaran tool terlihat pada
Gambar 5. Terlihat bahwa pola zona-zona yang
terbentuk akibat proses pengelasan dapat diamati.
Daerah lasan (NZ) dari ketiga variasi sambungan
memiliki bentuk yang berbeda. Profil ketiga hasil las
menunjukkan bentuk trapesium terbalik yang tak
simetris dengan bagian ujung pada arah advancing
side. Kesamaan dari ketiganya adalah bagian atas
membentuk permukaan yang lebih luas dibanding
bagian tengah dan bawah, hal ini disebabkan
gesekan shoulder dengan permukaan pelat.
Gambar 5 juga memperlihatkan pola
pencampuran material pada daerah nugget sangat
jelas terlihat, semakin tinggi putaran tool
menyebabkan aliran massa kedua jenis material
(AA5083 dan AA6061-T6) dapat bercampur secara
sempurna. Pada sisi advancing (AA6061-T6) lebih
mendominasi daerah nugget dibandingkan dengan
material dari sisi retreating (AA5083) seiring
meningkatnya kecepatan putaran tool dan terlihat
semakin merata pencampuran antara material
AA6061-T6 dan AA5083, sehingga batas daerah
TMAZ baik pada sisi advancing maupun retreating
semakin tersamarkan.
Gambar 5. Struktur makro sambungan tak sejenis
las FSW pada putaran tool (a) 910 rpm, (b) 1500
rpm dan (c) 2280 rpm
Pengamatan struktur mikro las di daerah
BM, HAZ, TMAZ dan NZ untuk las FSW dengan
variasi putaran tool terlihat pada Gambar 6. Gambar
6 menunjukkan bahwa struktur mikro dari AA5083
terdiri dari Al dan Al3Mg2 sedangkan AA6061-T6
memiliki struktur mikro - Al dan Mg2Si.
Gambar 6. Struktur mikro base material
(a) AA5083 dan (b) AA6061-T6
Bentuk butir pada BM AA6061-T6 terlihat
lebih besar dan memanjang dengan panjang rata-rata
sekitar 29 m dan lebar rata-rata 16 m daripada
AA5083 yang memiliki panjang rata-rata sekitar 10
m dan lebar rata-rata 8 m. Gambar 7
memperlihatkan struktur mikro daerah HAZ dimana
besar butir mengalami perubahan bentuk dan ukuran
jika dibandingkan pada daerah base material. Hal ini
diakibatkan oleh siklus termal yang berasal dari
proses pengelasan. Daerah HAZ AA6061-T6 dan
AA5083, mengalami perubahan bentuk dan ukuran
19
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
butir yang sedikit membesar dibandingkan dengan
daerah base material. Namun jika dibandingkan
antar kecepatan putaran tool (910, 1500, dan 2280
rpm), daerah HAZ AA6061-T6 pada ketiga putaran
tersebut cenderung memiliki karakteristik bentuk
dan ukuran yang sama. Sedangkan daerah HAZ
AA5083, bentuk dan ukuran butir sedikit membesar
seiring kenaikan kecepatan putaran tool.
Gambar 7. Struktur mikro HAZ pada sisi
advancing dan retreating.
Struktur mikro pada daerah TMAZ terlihat
seperti butiran pada HAZ yang mengalami siklus
termal dan deformasi plastis, namun tidak terjadi
rekristalisasi. Daerah ini disebut juga daerah transisi
antara logam induk dan daerah las. Gambar 8
menunjukkan perbedaan bentuk TMAZ pada variasi
putaran 910 rpm, 1500 rpm dan 2280 rpm, antara
TMAZ sisi advancing dengan retreating.
Pada tiap putaran tool, daerah TMAZ
memiliki beberapa perbedaan yakni, luasan
daerahnya. Semakin tinggi kecepatan putaran maka
akan semakin luas daerah yang terdeformasi akibat
putaran tool. Sedangkan perbedaannya antara sisi
advancing dan retreating adalah pada sisi
advancing, pola TMAZ dengan NZ batasnya terlihat
jelas, namun pada sisi retreating batas
pencampurannya terlihat seperti membentuk aliran
material ke arah atas bagian las.
Variasi putaran tool saat melakukan proses
pengelasan sangat berpengaruh terhadap struktur
mikro nugget zone tersebut. Pada nugget zone
terdapat butiran lembut yang merupakan akibat
adanya rekristalisasi. Ukuran butir semakin
bertambah seiring dengan tingginya kecepatan
putaran tool. Hal ini dikarenakan bertambahnya
masukan panas serta waktu laju pendinginan seperti
yang dipelihatkan Gambar 9.
Gambar 8. Struktur mikro TMAZ pada sisi
advancing dan retreating.
Pada kecepatan putaran 2280 rpm ukuran
butir bertambah secara signifikan dibanding variasi
putaran tool yang lebih rendah. Besar butir pada
daerah nugget yang didominasi oleh AA6061-T6
dengan kecepatan putaran tool 910 rpm memiliki
ukuran rata-rata sekitar 6 m, sedangkan pada
putaran tool 1500 dan 2280 rpm memiliki ukuran
rata-rata masing-masing sekitar 8 m dan 14 m.
Gambar 9. Struktur mikro NZ pada kecepatan
putaran tool (a) 910 rpm, (b) 1500 rpm dan
(c) 2280 rpm.
Gambar 10 memperlihatkan karakteristik
nugget zone pada sambungan tak sejenis las FSW,
dimana material pada sisi advancing dan retreating
tidak dapat seutuhnya menyatu atau dapat dikatakan
tidak homogen. Pada kecepatan putaran tool 910 dan
1500 rpm memiliki karakteristik dimana batas antara
20
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
nugget zone AA6061-T6 dengan AA5083 terlihat
jelas, sedangkan pada putaran tool 2280 rpm
karakteristik batasnya tidak beraturan akibat
deformasi putaran pin yang tinggi. Batas lapisan
massa AA5083 dan AA6061-T6 di NZ terlihat dari
hasil SEM dan EDS (Gambar 11).
Gambar 10. Struktur mikro NZ pada kecepatan
putaran tool (a) 910 rpm, (b) 1500 rpm dan
(c) 2280 rpm
Gambar 11. Analisa SEM dan EDS
3.3 Sifat Mekanik Las
Uji kekerasan
Distribusi kekerasan mikro padasambungan
las FSW untuk berbagai variasi kecepatan putaran
ditunjukkan pada Gambar 12. Kekerasan mikro pada
setiap kecepatan putaran tool menunjukkan grafik
distribusi kekerasan yang identik, yakni pada sisi
advancing (AA 6061-T6) nilai kekerasan tertinggi
terdapat pada zona base material, sedangkan nilai
kekerasan terendah terletak pada daerah sekitar HAZ
dan TMAZ. Kemudian dari zona HAZ-TMAZ sisi
advancing (AA 5083) nilai kekerasan mengalami
kenaikan pada nugget zone, lalu turun kembali pada
zona HAZ-TMAZ. Sementara itu, grafik pada zona
HAZ-base material sisi retreating lebih cenderung
mendatar, tidak seperti sisi advancing. Ini
dikarenakan perbedaan jenis material, dimana AA
6061-T6 termasuk dalam paduan aluminium heat-
treatable sementara AA 5083 merupakan paduan
non heat-treatable, yang artinya nilai kekerasannya
tidak terpengaruh oleh perlakuan panas dari proses
pengelasan FSW.
Gambar 12. Perbandingan grafik distribusi
kekerasan pada putaran tool 910 rpm, 1500 rpm dan
2280 rpm sambungan tak sejenis las FSW 6061-T6
dan 5083
Pada Gambar 13 tampak bahwa kekutan
tarik dan kekuatan luluh untuk semua kecepatan
putaran tool lebih rendah dari kekuatan tarik dan
kekuatan luluh material induk (BM). Dari data
pengujian diperoleh hasil bahwa variasi kecepatan
putaran tool 1500 rpm dan 2280 rpm memiliki
kekutan tarik yang relatif sama, sedangkan yang
terendah pada putaran 910 rpm. Kekuatan tarik dan
kekuatan luluh tertinggi jika dibandingkan dengan
kekuatan base material AA6061-T6 masing-masing
sebesar 62,8% dan 59,79%. Sedangkan jika
dibandingkan dengan kekuatan base material
AA5083, yakni sebesar 70,85% dan 71,87%.
Gambar 13. Kekuatan tarik dan kekuatan
luluh sambungan las FSW dengan berbagai variasi
kecepatan putaran tool.
21
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
Proses pengelasan FSW menghasilkan
samgbungan las yang bersifat ulet yang ditandai
dengan adanya necking pada patahan spesimen uji.
Gambar 15 menunjukkan pengelasan dengan
putaran tool 2280 rpm menghasilkan necking yang
paling terlihat jelas, sementara pada putaran lainnya
menghasilkan necking tidak terlalu signifikan.
.
Gambar 15. Struktur makro hasil patahan uji tarik,
(a) putaran tool 910 rpm, (b) putaran tool 1500 rpm
dan (c) putaran tool 2280 rpm
Semua daerah patahan terletak pada sisi
advancing (AA 6061-T6), pada daerah di sekitar
nilai kekerasan yang terendah. Patahan pada putaran
910 rpm dan 1500 rpm terletak pada daerah sekitar
TMAZ yang cenderung mendekati nugget zone.
Pada putaran tool 2280 rpm, patahan terletak pada
daerah HAZ, sesuai dengan hasil uji kekerasan
mikro. Hal ini membuktikan bahwa kekutan tarik
berhubungan dengan nilai kekerasan
4. Kesimpulan Pada proses FSW parameter pengelasan
mempengaruhi sifat mekanis dan mikrostruktur hasil
lasan. Dalam penelitian ini ketika kecepatan putaran
tool semakin tinggi maka pencampuran material
antara AA6061-T6 dan AA5083 pada daerah nugget
zone akan semakin merata dengan ukuran butir yang
semakin besar. Kekerasan di daerah lasan terbaik
terjadi pada putaran tool 2280 rpm. Semua
sambungan dengan berbagai variasi kecepatan
putaran tool memiliki kekuatan tarik dan kekuatan
luluh yang lebih rendah dari logam induknya dengan
letak patahan terdapat pada daerah advancing
(6061).
Daftar pustaka
[1] S. Ferraris and L. M. Volpone, Aluminium Alloys In Third Millennium Shipbuilding: Materials , pp. 111, 2005.
[2] R. S. Mishra and Z. Y. Ma, Friction stir welding and processing, Mater. Sci. Eng. R Reports, vol. 50, no. 12, pp. 178, Aug. 2005.
[3] R. Palanivel, P. Koshy Mathews, I.
Dinaharan, and N. Murugan, Mechanical
and metallurgical properties of dissimilar
friction stir welded AA5083-H111 and
AA6351-T6 aluminum alloys, Trans. Nonferrous Met. Soc. China, vol. 24, no. 1,
pp. 5865, Jan. 2014. [4] I. Shigematsu, Y. Kwon, K. Suzuki, T. Imai,
and N. Saito, Joining of 5083 and 6061 aluminum alloys by friction stir welding, pp. 353356, 2003.
[5] H. Jamshidi Aval, S. Serajzadeh, N. a.
Sakharova, a. H. Kokabi, and a. Loureiro, A study on microstructures and residual stress
distributions in dissimilar friction-stir
welding of AA5086AA6061, J. Mater. Sci., vol. 47, no. 14, pp. 54285437, Apr. 2012.
[6] M. Ghaffarpour, S. Kolahgar, B. M. Dariani,
and K. Dehghani, Evaluation of Dissimilar Welds of 5083-H12 and 6061-T6 Produced
by Friction Stir Welding, Metall. Mater. Trans. A, vol. 44, no. 8, pp. 36973707, Apr. 2013.
[7] V. RajKumar, M. VenkateshKannan, P.
Sadeesh, N. Arivazhagan, and K. D.
Ramkumar, Studies on Effect of Tool Design and Welding Parameters on the
Friction Stir Welding of Dissimilar
Aluminium Alloys AA 5052 AA 6061, Procedia Eng., vol. 75, pp. 9397, 2014.
[8] M. Ilangovan, S. R. Boopathy, and V.
Balasubramanian, Microstructure and tensile properties of friction stir welded
dissimilar AA6061AA5086 aluminium alloy joints, Trans. Nonferrous Met. Soc. China, vol. 25, no. 4, pp. 10801090, 2015.
[9] N. T. Kumbhar, K. Bhanumurthy, M. S.
Division, and B. Atomic, Friction Stir Welding of Al 6061 Alloy, vol. 22, no. 2, 2008.
[10] a. Gerlich, P. Su, and T. H. North, Tool penetration during friction stir spot welding
of Al and Mg alloys, J. Mater. Sci., vol. 40, no. 24, pp. 64736481, Oct. 2005.
[11] I. Dinaharan, K. Kalaiselvan, S. J. Vijay, and
P. Raja, Effect of material location and tool rotational speed on microstructure and
tensile strength of dissimilar friction stir
welded aluminum alloys, Arch. Civ. Mech. Eng., vol. 12, no. 4, pp. 446454, Dec. 2012.
[12] P. Sadeesh, M. Venkatesh Kannan, V.
Rajkumar, P. Avinash, N. Arivazhagan, K.
Devendranath Ramkumar, and S.
Narayanan, Studies on Friction Stir Welding of AA 2024 and AA 6061
Dissimilar Metals, Procedia Eng., vol. 75, pp. 145149, 2014.
22
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII)
Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri
ISBN 978-602-73461-0-9
Analisa Kegagalan Kabel Sling Penambat Tongkang
Husaini Ardy, Winda Rianti
Institut Teknologi Bandung, Program Studi Teknik Material, Bandung 40132, Indonesia.
Abstract Failure analysis of broken wire rope (1- in. diameter) to hold an anchor for a barge has been performed to find
out the root cause of failure. The wire was severely corroded and was suspected as the root cause of failure.
Residual strength analysis using JIS G3525 standard has been conducted for IWRC 6 x S (19) type of wire.
Residual strength of wire rope is about 61.5 tons, and much larger than the load during failure event (8 tons).
Therefore, corrosion is not the root cause of failure. Further observation of the wire in the field shows that heavy
friction on part of the wire is the root cause of failure. The wire has been deformed plastically during friction with
the pipe casing at the buoy marker. Friction occurred because the wire position is not parallel to pipe casing. The
wire was bent at the inl