Top Banner
A. PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK Proses perumusan kebijakan adalah salah satu alat penting dalam tahapan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan kebijakan, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkam dalam proses perumusan kebijakan. Selain itu, para ahli harus menguasai makna kebijakan dan perumusan kebijakan, perumusan kebijakan dalam siklus kebijakan, lingkungan kebijakan dan prosedur perumusan kebijakan, serta faktor-faktor lainnya. Pembuatan kebijakan publik merupakan fungsi penting dari sebuah pemerintahan. Oleh karena itu, kemampuan dan pemahaman yang memadai dari pembuat kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan menjadi sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik yang cepat, tepat, dan memadai. Kemampuan dan pemahaman terhadap prosedur pembuatan kebijakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman dari pembuat kebijakan publik terhadap kewenangan yang dimiliki. Hal itu terkait dengan kenyataan sebagaimana diungkapkan oleh Gerston bahwa kebijakan publik dibuat dan dilaksanakan pada semua tingkatan pemerintahan, karenanya tanggung jawab para pembuat kebijakan akan berbeda pada setiap tingkatan sesuai dengan kewenangannya. Selain itu, menurut Gerston hal yang penting lainnya adalah bagaimana memberikan pemahaman mengenai akuntabilitas dari semua pembuat kebijakan kepada masyarakat yang dilayaninya. Dengan pemahaman yang seperti itu dapat memastikan pembuatan kebijakan publik yang mempertimbangkan berbagai aspek dan dimensi yang terkait,
22

Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

Oct 28, 2015

Download

Documents

meyrzashrie

Tugas mata kuliah Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

A. PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK

Proses perumusan kebijakan adalah salah satu alat penting dalam tahapan kebijakan

yang berkaitan dengan pengelolaan kebijakan, baik pemerintah maupun non-pemerintah.

Banyak faktor yang perlu dipertimbangkam dalam proses perumusan kebijakan. Selain itu,

para ahli harus menguasai makna kebijakan dan perumusan kebijakan, perumusan kebijakan

dalam siklus kebijakan, lingkungan kebijakan dan prosedur perumusan kebijakan, serta

faktor-faktor lainnya.

Pembuatan kebijakan publik merupakan fungsi penting dari sebuah

pemerintahan. Oleh karena itu, kemampuan dan pemahaman yang memadai dari pembuat

kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan menjadi sangat penting bagi terwujudnya

kebijakan publik yang cepat, tepat, dan memadai. Kemampuan dan pemahaman terhadap

prosedur pembuatan kebijakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman dari

pembuat kebijakan publik terhadap kewenangan yang dimiliki.

Hal itu terkait dengan kenyataan sebagaimana diungkapkan oleh Gerston bahwa

kebijakan publik dibuat dan dilaksanakan pada semua tingkatan pemerintahan, karenanya

tanggung jawab para pembuat kebijakan akan berbeda pada setiap tingkatan sesuai dengan

kewenangannya. Selain itu, menurut Gerston hal yang penting lainnya adalah bagaimana

memberikan pemahaman mengenai akuntabilitas dari semua pembuat kebijakan kepada

masyarakat yang dilayaninya. Dengan pemahaman yang seperti itu dapat memastikan

pembuatan kebijakan publik yang mempertimbangkan berbagai aspek dan dimensi yang

terkait, sehingga pada akhirnya sebuah kebijakan publik dapat dipertanggungjawabkan secara

memadai.

Mengingat peran penting dari kebijakan publik dan dampaknya terhadap masyarakat,

maka para ahli juga menawarkan sejumlah teori yang dapat digunakan dalam proses

perumusan kebijakan serta kriteria yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pemilihan

terhadap suatu kebijakan tertentu. Teori dan kriteria tersebut dapat ditemukan dalam buku

Anderson tahun 2006 yang berjudul Public Policy Making: An Introduction. Menurut

Anderson, terdapat tiga teori utama yang dapat digunakan dalam proses pembuatan sebuah

kebijakan yaitu:

Page 2: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

a. Teori rasional-komprehensif; adalah teori yang intinya mengarahkan agar pembuatan

sebuah kebijakan publik dilakukan secara rasional-komprehensif dengan mempelajari

permasalahan dan alternatif kebijakan secara memadai.

b. Teori incremental; adalah teori yang intinya tidak melakukan perbandingan terhadap

permasalahan dan alternatif serta lebih memberikan deskripsi mengenai cara yang

dapat diambil dalam membuat kebijakan.

c. Teori mixed scanning; adalah teori yang intinya menggabungkan antara teori rasional-

komprehensif dengan teori inkremental.

Selain itu, Anderson juga mengemukakan enam kriteria yang harus dipertimbangkan

dalam memilih kebijakan, yaitu: nilai-nilai yang dianut baik oleh organisasi, profesi,

individu, kebijakan maupun ideologi; afiliasi partai politik; kepentingan konstituen; opini

publik; penghormatan terhadap pihak lain; serta aturan kebijakan.

Berangkat dari gambaran kondisi tersebut, ini memberikan pemahaman mengenai

proses pembuatan kebijakan dan berbagai pertimbangan yang meliputinya, khususnya yang

terkait dengan tahapan perumusan kebijakan (policy formulation). Terdapat sejumlah hal

yang akan menjadi fokus pembahasan dari tulisan ini yaitumakna kebijakan dan perumusan

kebijakan, perumusan kebijakan dalam siklus kebijakan,lingkungan kebijakan, serta prosedur

perumusan kebijakan. Menurut Jann dan Wegrich, di dalam tahap perumusan kebijakan,

permasalahan kebijakan, usulan proposal, dan tuntutan masyarakat ditransformasikan

kedalam sejumlah program pemerintah.

Perumusan kebijakan dan juga adopsi kebijakan akan meliputi definisi

sasaran, yaituapa yang akan dicapai melalui kebijakan serta pertimbangan-pertimbangan

terhadap sejumlah alternatif yang berbeda. Perumusan kebijakan dalam prakteknya akan

melibatkan berbagai aktor, baik yang berasal dari aktor negara maupun aktor non-negara atau

yang disebut sebagai pembuat kebijakan resmi (official policy-makers) dan peserta non-

pemerintahan (non-governmental participants).

Pembuat kebijakan resmi adalah mereka yang memiliki kewenangan legal untuk

terlibat dalam perumusan kebijakan publik. Mereka terdiri atas legislatif, eksekutif, badan

administratif, serta pengadilan. Legislatif merujuk kepada anggota kongres/dewan yang

seringkali dibantu oleh para stafnya. Eksekutif merujuk kepada Presiden dan jajaran

kabinetnya. Administratif menurut merujuk kepada lembaga-lembaga pelaksana kebijakan.

Di lain pihak, pengadilan juga merupakan aktor yang memainkan peran besar dalam

Page 3: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

perumusan kebijakan melalui kewenangan mereka untuk mereview kebijakan serta

penafsiran mereka terhadap undang-undang dasar. Dengan kewenangan ini, keputusan

pengadilan bisa mempengaruhi isi dan bentuk dari sebuah kebijakan publik.

Selain pembuat kebijakan resmi, terdapat pula peserta lain yang terlibat dalam proses

kebijakan yang meliputi di antaranya kelompok kepentingan; partai politik; organisasi

penelitian; media komunikasi; serta individu masyarakat. Mereka ini disebut sebagai peserta

non-pemerintahan (nongovernmental participants) karena penting atau dominannya peran

mereka dalam sejumlah situasi kebijakan, tetapi mereka tidak memiliki kewenangan legal

untuk membuat kebijakan yang mengikat. Peranan mereka biasanya adalah dalam

menyediakan informasi; memberikan tekanan; serta mencoba untuk mempengaruhi. Mereka

juga dapat menawarkan proposal kebijakan yang telah mereka siapkan.

Terkait keterlibatan peserta dalam pembuatan kebijakan ini, khususya dalam tahapan

perumusan kebijakan, maka tahap perumusan kebijakan diharapkan melibatkan peserta yang

lebih sedikit dibandingkan dalam tahapan penetapan agenda. Dalam tahapan ini yang lebih

banyak diharapkan adalah kerja dalam merumusakan alternatif kebijakan yang mengambil

tempat diluar mata/ perhatian publik. Dalam sejumlah teks standar kebijakan, tahap

perumusan disebut sebagai sebuah fungsi ruang belakang. Detail dari kebijakan biasanya

dirumuskan oleh staff dari birokrasi pemerintah, komite legislatif, serta komisi khusus. Proses

perumusan ini biasanya dilakukan di ruang kerja dari para aktor perumus tersebut.

Tahapan perumusan kebijakan merupakan tahap kritis dari sebuah proses kebijakan.

Hal ini terkait dengan proses pemilihan alternatif kebijakan oleh pembuat kebijakan yang

biasanya mempertimbangkan pengaruh langsung yang dapat dihasilkan dari pilihan alternatif

utama tersebut. Proses ini biasanya akan mengekspresikan dan mengalokasikan kekuatan dan

tarik-menarik di antara berbagai kepentingan sosial, politik, dan ekonomi. Tahap perumusan

kebijakan melibatkan aktivitas identifikasi dan atau merajut seperangkat alternatif kebijakan

untuk mengatasi sebuah permasalahan serta mempersempit seperangkat solusi tersebut

sebagai persiapan dalam penentuan kebijakan akhir.

Dengan mengutip pendapat dari Cochran dan Malone, menurut Sidney perumusan

kebijakan mencoba menjawab sejumlah pertanyaan, yaitu: apa rencana untuk menyelesaikan

masalah? Apa yang menjadi tujuan dan prioritas? Pilihan apa yang tersedia untuk mencapai

tujuan tersebut? Apa saja keuntungan dan kerugian dari setiap pilihan? Eksternalitas apa, baik

positif maupun negatif yang terkait dengan setiap alternatif?

Page 4: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

Perumusan seperangkat alternatif akan melibatkan proses identifikasi terhadap

berbagai pendekatan untuk menyelesaikan masalah; serta kemudian mengidentifikasi dan

mendesain seperangkat perangkat kebijakan spesifik yang dapat mewakili setiap pendekatan.

Tahap perumusan juga melibatkan proses penyusunan draft peraturan untuk setiap

alternatif yang isinya mendeskripsikan mengenai sanksi, hibah, larangan, hak, serta

mengartikulasikan kepada siapa atau kepada apa ketentuan tersebut akan berlaku dan

memiliki dampak, dan lain-lain. Pernyataan itu juga didukung oleh pernyataan Jann dan

Wegrich serta Anderson. Menurut Jann dan Wegrich, di dalam tahap perumusan kebijakan,

permasalahan kebijakan, usulan proposal, dan tuntutan masyarakat ditransformasikan

ke dalam sejumlah program pemerintah. Perumusan kebijakan dan juga adopsi kebijakan

akan meliputi definisi sasaran, yaitu apa yang akan dicapai melalui kebijakan serta

pertimbangan-pertimbangan terhadap sejumlah alternatif yang berbeda.

Perumusan kebijakan melibatkan proses pengembangan usulan akan tindakan yang

terkait dan dapat diterima (biasa disebut dengan alternatif, proposal, atau pilihan) untuk

menangani permasalahan publik. Perumusan kebijakan menurut Anderson tidak selamanya

akan berakhir dengan dikeluarkannya sebagai sebuah produk peraturan perundang-undangan.

Namun, pada umumnya sebuah proposal kebijakan biasanya ditujukan untuk membawa

perubahan mendasar terhadap kebijakan yang ada saat ini. Terkait permasalahan itu, terdapat

sejumlah kriteria yang membantu dalam menentukan pemilihan terhadap alternatif kebijakan

untuk dijadikan sebuah kebijakan, misalnya: kelayakannya, penerimaan secara politis, biaya,

manfaat, dan lain sebagainya.

Jann dan Wegrich mengemukakan dua faktor utama yang menentukan alternatif

kebijakan akan diadopsi menjadi kebijakan, yaitu:

a. Penghilangan alternatif kebijakan akan ditentukan oleh sejumlah parameter

susbtansial dasar, misalnya kelangkaan sumberdaya untuk dapat melaksanakan

alternatif kebijakan. Sumberdaya ini dapat berupa sumberdaya ekonomi maupun

dukungan politik yang didapat dalam proses pembuatan kebijakan.

b. Alokasi kompetensi yang dimiliki oleh berbagai aktor juga memainkan peranan

penting dalam penentuan kebijakan.

Selain itu, akademis juga memiliki peran penting sebagai penasehat kebijakan atau

pemikir (think tanks). Pengetahun dari para penasehat ini seringkali berpengaruh dalam

proses perumusan kebijakan.

Page 5: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

B. PROSES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

Dari berbagai pandangan dan pendapat tentang konsep implementasi yang telah

disebutkan terdahulu, maka untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu

berlangsung, terdapat berbagai pandangan tentang teori implementasi kebijakan yang

berusaha menggambarkan agar proses implementasi kebijakan dapat dilaksanakan secara

efektif: 

            Hood memandang implementasi sebagai administrasi yang sempurna (implementation

as perfect administration). Hood menggambarkan bahwa administrasi sempurna merupakan

sistem admistrasi tunggal, dimana setiap kebijakan dilaksanakan seolah-olah sebagai proses

administrasi yang berjalan lurus dan lancar. Sehingga terdapat pemaksaan yang bersifat

uniform, dengan aturan-aturan, kaidah atau prinsip tunggal agar tujuan dapat tercapai dengan

tersedianya sumber-sumber yang terbatas.

           Implementasi model ini menggunakan pendekatan secara mekanistis (top-down), yang

kenyataannya sering menimbulkan kesulitan karena tidak terbentuknya suasana atau

mekanisme pertukaran dan tawar menawar.

Model kerangka analisis implementasi.

Model ini dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier, disebut “A

frame work for implementation analysis” dalam Solichin,1997,Wasiti). Model ini berusaha

untuk mendefinisikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal

keseluruhan proses implementasi.

Variabel-variabel tersebut antara lain: variabel bebas (independent variable) yang

mencakup: mudah atau tidaknya masalah dikendalikan, meliputi: kesukaan-kesukaan teknis,

keragaman perilaku kelompok sasaran, prosentase totalitas penduduk yang tercakup dalam

kelompok sasaran, ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki. Kemampuan

kebijaksanaan menstruktur proses  implementasi, meliputi: kejelasan dan konsistensi tujuan,

penggunaan teori kausal yang memada, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan antara

lembaga pelaksana, aturan keputusan dari badan pelaksana, aksi formal pihak luar, kondisi

sosial ekonomi dan tehnologi, sikap dan kemampuan yang memiliki kelompok, dukungan

pejabat atasan, kemitraan dan kemampuan kepemimpinan pejabat pelaksana. Variabel

tergantung (dependent variable), yaitu tahap-tahap dalam proses implementasi yang

mencakup: output kebijakan badan-badan pelaksana, ketersediaan kelompok sasaran

Page 6: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

mematuhi output kebijaksanaan, dampak nyata, dampak output kebijaksanaan sebagai

persepsi, perbaikan mendasar dalam undang-undang.

Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Hom (dalam P. Sabatier dan D. Mazmanian,

1979) menyatakan bahwa implementasi meliputi suatu proses linier yang terdiri dari 6 (enam)

variebel yang menghubungkan antara kebijakan dan kerja variabel tersebut adalah: standar

dan tujuan-tujuan, sumber-sumber, komunikasi antar organisasi aktivitas pemberdayaan,

karakteristik dari agen/actor pelaksanaan implementasi, kondisi sosial, ekonomi dan politik,

disponsi agen pelaksana implementasi. Hubungan atau perubahan pada setiap

variabel tersebut dapat mempengaruhi kinerja.

Model Implementasi sebagai politik adaptasi saling menguntungkan (implementation

as politics of adaption) yang dikemukakan  oleh Milbrey Mc.Laughlin, beliau menyimpulkan

bahwa sejumlah kepentingan, komitmen dan dukungan yang ditunjukkan oleh para aktor

utama pelaksana mempunyai pengaruh yang penting bagi proyek keberhasilan suatu

kebijakan. Atau, dukungan politik dari pihak atasan merupakan kunci keberhasilan atau

kegagalan implementasi program. Jadi model ini lebih menekankan pada keberadaan atau

eksistensi pelaksana sebagai aktor. Kepentingan dari aktor pelaksana dimaksudkan bahwa

pelaksana tersebut maka derajat keberhasilan implementasi akan semakin rendah. Komitmen

merupakan kesanggupan dari para agen pelaksana untuk melaksanakan kebijakan. Sedangkan

dukungan yang dimaksudkan bahwa semakin besar dukungan politik terhadap implementasi

kebijakan, maka akan semakin dapat mencapai sasarannya.

Model implementasi sebagai proses Circular Policy Leadership, dikemukakan oleh

Robert T. Nakamura dan Frak Smallwood. Model ini menekankan pada keterkaitan terhadap

kebijaksanaan umum dalam tahap formulasi implementasi dan evaluasi kebijakan.

Keterkaitan koordinasi di antara tahap-tahap tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan

implementasi sebagai suatu proses sirkulasi yang berlangsung dalam keseluruhan proses

pengambilan dari proses kebijakan dan sangat berkaitan (saling tergantung) dengan bagian-

bagian lain (formulasi dan evaluasi). Elemen kritis yang menghubungkan implemetasi

dengan proses kebijakan adalah kepemimpinan (leadership) yang berfungsi melakukan

koordinasi terhadap aktivitas dalam ketiga tahapan (formulasi, implementasi, dan evaluasi)

guna mencapai tujuan-tujuan program.

Selain dari lima model tersebut sebenarnya masih banyak lagi pandangan atau teori

tentang model implementasi kebijakan. Tetapi dari banyaknya model,  tidak dapat dinilai,

Page 7: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

model mana yang paling baik atau lebih baik. Sebab penggunaan model untuk keperluan

penelitian/analisis, tergantung pada kompleksitas permasalahan kebijakan yang dikaji serta

tujuan analisis itu sendiri. Semakin kompleks permasalaha kebijaksanaan dan semakin

mendalam analisis yang dilakukan, semakin diperlukan teori atau model yang relatif

operasional yaitu model yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antara variabel yang

menjadi fokus analisis.

Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan dalam suatu keputusan, tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-

keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-

perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi

pada hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program

dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang

bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan

kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses

pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:

1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan;

2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;

3. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;

4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;

5. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;

6. Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:

1. Penyiapan sumber daya, unit dan metode;

2. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan

dijalankan;

3. Penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.

Oleh karena itu, implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan sistematis dari

pengorganisasian, penerjemahan dan aplikasi.

Page 8: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

Berikut ini merupakan tahapan-tahapan operasional implementasi sebuah kebijakan:

Tahapan intepretasi. Tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan

yang bersifat abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau tindakan yang lebih bersifat

manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak biasanya tertuang dalam bentuk peraturan

perundangan yang dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif, bisa berbentuk perda ataupun

undang-undang.

Kebijakan manajerial biasanya tertuang dalam bentuk keputusan eksekutif yang bisa

berupa peraturan presiden maupun keputusan kepala daerah, sedangkan kebijakan

operasional berupa keputusan pejabat pemerintahan bisa berupa keputusan/peraturan menteri

ataupun keputusan kepala dinas terkait. Kegiatan dalam tahap ini tidak hanya berupa proses

penjabaran dari kebijakan abstrak ke petunjuk pelaksanaan/teknis namun juga berupa proses

komunikasi dan sosialisasi kebijakan tersebut – baik yang berbentuk abstrak maupun

operasional – kepada para pemangku kepentingan.

Tahapan pengorganisasian. Kegiatan pertama tahap ini adalah penentuan pelaksana

kebijakan (policy implementor) – yang setidaknya dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta; LSM maupun komponen

masyarakat.

Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan; maka dilakukan penentuan prosedur tetap

kebijakan yang berfungsi sebagai pedoman, petunjuk dan referensi bagi pelaksana dan

sebagai pencegah terjadinya kesalahpahaman saat para pelaksana tersebut menghadapi

masalah. Prosedur tetap tersebut terdiri atas prosedur operasi standar (SOP) atau standar

pelayanan minimal (SPM).

Langkah berikutnya adalah penentuan besaran anggaran biaya dan sumber

pembiayaan. Sumber pembiayaan bisa diperoleh dari sektor pemerintah (APBN/APBD)

maupun sektor lain (swasta atau masyarakat). Selain itu juga diperlukan penentuan peralatan

dan fasilitas yang diperlukan, sebab peralatan tersebut akan berperan penting dalam

menentukan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kebijakan.

Langkah selanjutnya – penetapan manajemen pelaksana kebijakan – diwujudkan

dalam penentuan pola kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan, dalam hal ini penentuan

focal point pelaksana kebijakan. Setelah itu, jadwal pelaksanaan implementasi kebijakan

Page 9: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

segera disusun untuk memperjelas hitungan waktu dan sebagai salah satu alat penentu

efisiensi implementasi sebuah kebijakan.

Tahapan implikasi. Tindakan dalam tahap ini adalah perwujudan masing-masing

tahapan yang telah dilaksanakan sebelumnya.

C. PROSES EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

Evaluasi kebijakan publik dalam studi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan

dari proses kebijakan publik. Evaluasi kebijakan publik dimaksudkan untuk melihat atau

mengukur kinerja pelaksanaan suatu kebijakan. Selain itu evaluasi kebijakan juga dapat

digunakan untuk melihat apakah sebuah kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk

teknis dan petunjuk pelaksanaan yang telah ditentukan.

Di dalam melakukan evaluasi terhadap suatu program/kebijakan, dapat digunakan

sejumlah pendekatan yang berbeda yang tentunya akan mempengaruhi indikator yang

digunakan, antara lain:

1. Pendekatan berdasarkan sistem nilai yang diacu.

2. Pendekatan berdasarkan dasar evaluasi.

3. Pendekatan berdasarkan kriteria evaluasi.

Pendekatan Berdasarkan Sistem Nilai yang Diacu

Pendekatan berdasarkan sistem nilai yang diacu ada tiga jenis, yaitu evaluasi semu,

evaluasi teori keputusan dan evaluasi formal.

a. Evaluasi Semu (Pseudo Evaluation)

Sifat dari Evaluasi semu ini adalah melakukan penilaian berdasarkan parameter

tertentu yang secara umum disepakati (self evident) dan tidak kontroversial

(uncontroversial). Hasil evaluasinya mudah diterima oleh publik dan tidak terlalu

rumit (complicated). Penilaiannya berkisar antara gagal atau berhasil. Pseudo

evaluation ini seringkali dijadikan sebagai salah satu metode monitoring.

b. Evaluasi Teori Keputusan (Decision Theoretic Evaluation/ DTE)

Page 10: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

Sifat dari DTE adalah melakukan penilaian berdasarkan parameter yang disepakati

oleh pihak-pihak yang terkait secara langsung/pihak yang bersitegang. Sistem nilainya

juga berdasarkan kesepakatan antara pihak yang bersitegang. Biasanya berkisar antara

benar atau salah.

c. Evaluasi Formal (Formal Evaluation)

Sifat dari evaluasi formal adalah melakukan penilaian berdasarkan parameter yang

ada pada dokumen formal seperti tujuan dan sasaran yang tercantum dalam dokumen

kebijakan rencana tata ruang, peraturan perundang-undangan dan sebagainya.

Dalam evaluasi formal, metode yang ditempuh untuk menghasilkan informasi yang

valid dan reliable ditempuh dengan beberapa cara antara lain:

Merunut legislasi (peraturan perundang-undangan);

Merunut kesesuaian dengan kebijakan yang tercantum pada dokumen formal yang

memiliki hierarki diatasnya;

Merunut dokumen formal (kesesuaian dengan hasil yang diharapkan /tujuan dan

sasaran); dan

Interview dengan penyusun kebijakan atau administrator program.

Evaluasi formal terbagi atas 2 jenis, yaitu summative evaluation dan formative

evaluation. Summative evaluation adalah upaya untuk mengevaluasi program/kegiatan

yang telah dilakukan dalam kurun waktu tertentu, umumnya dilakukan untuk

mengetahui/mengevaluasi program/kegiatan yang relatif sering dilakukan dan karena

indikatornya tetap/baku. Formative evaluation adalah upaya untuk mengevaluasi

pelaksanaan program/kegiatan secara kontinyu, karena merupakan program/kegiatan

yang relatif baru dan indikatornya dapat berubah-rubah.

Pendekatan Berdasarkan Dasar Evaluasi

Pendekatan berdasarkan dasar evaluasi ada 6 jenis yaitu:

a. Before vs after comparison (pembandingan antara sebelum dan sesudah)

Page 11: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

Karakteristik dari pendekatan jenis ini antara lain hanya berlaku untuk satu komunitas

yang sama dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah adanya intervensi.

b. With vs without comparisons (pembandingan antara dengan atau tanpa intervensi)

Karakteristik dari pendekatan jenis ini antara lain hanya berlaku untuk lebih dari satu

komunitas (>1) dengan membandingkan antara komunitas yang diberi intervensi

dengan komunitas yang tidak diberi intervensi dalam waktu yang bersamaan.

c. Actual vs planned performance comparisons (pembandingan antara kenyataan dengan

rencana)

Karakteristik dari pendekatan jenis ini antara lain membandingkan antara rencana

dengan kenyataan di lapangan (sesuai atau tidak).

d. Experimental (controlled) models

Karakteristik dari pendekatan ini adalah melihat dampak dari perubahan

kebijakan/policy terhadap suatu kegiatan yang memiliki standar ketat. Dampaknya

dilihat dari proses dan hasil kegiatan tersebut.

e. Quasi experimental (uncontrolled) models

Karakteristik dari pendekatan ini adalah melihat dampak dari perubahan

kebijakan/policy terhadap suatu kegiatan yang tidak memiliki standar tidak memiliki

standar. Dampaknya dilihat hanya berdasarkan hasilnya saja, sedangkan prosesnya

diabaikan.

f. Efisiensi penggunaan dana (Cost Oriented Approach)

Cost Oriented Approach terbagi tiga yaitu ex-ante evaluation, on-going evaluation

dan ex-post evaluation. Ex-ante evaluation adalah evaluasi yang dilakukan sebelum

kegiatan tersebut dilaksanakan. On-going Evaluation adalah evaluasi yang dilakukan

saat kegiatan tersebut sedang berjalan. Ex-post evaluation adalah evaluasi yang

dilakukan setelah kegiatan tersebut selesai.

Pendekatan Berdasarkan Kriteria Evaluasi

Page 12: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

Pendekatan berdasarkan kriteria evaluasi terbagi atas 6 indikator, yaitu:

a. Efektivitas

Penilaian terhadap efektivitas ditujukan untuk menjawab ketepatan waktu pencapaian

hasil/ tujuan. Parameternya adalah ketepatan waktu.

b. Efisiensi

Penilaian terhadap efisiensi ditujukan untuk menjawab pengorbanan yang minim

(usaha minimal) untuk mencapai hasil maksimal. Parameternya adalah biaya, rasio,

keuntungan dan manfaat.

c. Adequacy (ketepatan dalam menjawab masalah)

Penilaian terhadap adequacy ditujukan untuk melihat sejauh mana tingkat pencapaian

hasil dapat memecahkan masalah.

d. Equity (pemerataan)

Penilaian terhadap equity ditujukan untuk melihat manfaat dan biaya dari kegiatan

terdistribusi secara proporsional untuk aktor-aktor yang terlibat.

e. Responsiveness

Penilaian terhadap responsiveness ditujukan untuk mengetahui hasil

rencana/kegiatan/kebijaksanaan sesuai dengan preferensi/keinginan dari target grup.

f. Appropriateness (ketepatgunaan)

Penilaian terhadap ketepatgunaan ditujukan untuk mengetahui

kegiatan/rencana/kebijaksanaan tersebut memberikan hasil/keuntungan dan manfaat

kepada target grup. Standar tingkat keuntungan dan manfaat sangat relatif sesuai

dengan sistem nilai yang berlaku pada target grup tersebut.

Secara umum, pendekatan yang dipakai untuk melaksanakan studi evaluasi ini adalah

pendekatan evaluatif empiris. Empiris, yaitu melihat apa dan bagaimana konsep dan

framework pelaksanaan mitigasi bencana di provinsi dan kabupaten. Pendekatan empiris

merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk memperoleh data lapangan dan

memetakan strategi mitigasi bencana di beberapa tingkatan pemerintahan yang berlaku

Page 13: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

selama ini. Hasil pemetaan ini juga akan menjadi dasar untuk memilah dan menganalisa

kegiatan mitigasi bencana di sejumlah departemen/lembaga dan pemerintah daerah.

Evaluatif, yaitu menilai keefektifan pelaksanaan kebijakan, strategi dan operasional mitigasi

bencana dan normatif dengan mengusulkan konsep dan framework pelaksanaan mitigasi

bencana sebagai masukan untuk penyempurnaan kebijakan, strategi dan operasional yang

sudah ada.

Page 14: Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

Kebijakan Publik

Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Publik

M. Ninja Jaka Putra 070913006

Sitta Aulia 070913007

Finta Nurhadiyanti 070913012

Titis Sari Eryadini 070913013

Rizkal Ula 070913014

Novitasari Putri Priyanto 070913027

Meyrza Ashrie Tristyana 070913042

Anggun Dewi Rahmawati 070913045

M. Ridho Hernanto 070913080

Febi Firahdini Prasetya 070913103

Program Studi Ilmu Politik

Departemen Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik