Top Banner
PROSES EMULSIFIKASI DAN ANALISIS BIAYA PRODUKSI MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT MERAH IRMA RITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
97

proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

Jan 14, 2017

Download

Documents

hoangcong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

PROSES EMULSIFIKASI DAN ANALISIS BIAYA PRODUKSI MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT MERAH

IRMA RITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 2: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...
Page 3: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produks i Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Irma Rita

NIM F251070171

Page 4: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...
Page 5: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

ABSTRACT

IRMA RITA. Emulsification Process and Cost Analysis of Beverage Emulsion Production of Red Palm Oil. Under Supervision of SUGIYONO, TIEN R. MUCHTADI and SUPRIHATIN.

Beverage emulsion of red palm oil is one of the diversification of food

products which has the advantage of high pro-vitamin A content. This beverage emulsion is an alternative product in preventing vitamin A deficiency that suffers many children. Beverage emulsion formulations had been studied previously by several researchers. This study was aimed to obtain a proper emulsification process condition and production cost analysis of red palm oil emulsion. In the emulsification process, the variable treatments were rotating speed of homogenizer of 6000 rpm, 8000 rpm, 10000 rpm and homogenization time of 1 minute, 3 minutes and 4 minutes. In the process of pasteurization, the variable treatments were temperature of 70oC, 80o

C during 10 minutes and 15 minutes. The parameters observed were the emulsion stability, diameter of emulsion droplet (μm), microstructure and color. The results showed that the homogenizer rotation speed and the homogenization time affected the stability and emulsion droplet size. At rotating speed of homogenizer of 10000 rpm and homogenization time of 3 minutes the emulsion stability was the highest (98,59%) and the emulsion droplet size was the smallest (2,04 µm). Eligibility criteria for investments were the NPV Rp. 1.111.711.032, IRR 38%, the net B/C 1,18. The BEP was 29075 units (bottles) or Rp. 319.819.738.

Keyword: beverage emulsion, cost analysis, droplet size, red palm oil.

Page 6: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...
Page 7: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

RINGKASAN

IRMA RITA. Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah. Dibimbing oleh SUGIYONO, TIEN R. MUCHTADI dan SUPRIHATIN.

Sejak tahun 2008, Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia dengan produksi minyak sawit kasar (CPO) 19,2 juta ton dengan luas areal perkebunan sawit mencapai 7,1 juta hektar. Pada tahun 2009 produksi CPO Indonesia meningkat menjadi 20,5 juta ton dan pada tahun 2010 menjadi 21,2 juta ton.

Minyak sawit memiliki zat gizi mikro yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Zat gizi mikro yang terkandung dalam minyak sawit adalah karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid, skualen, triterpenil, dan hidrokarbon alifatik. Kandungan karotenoid dan tokoferol yang tinggi merupakan keunggulan minyak sawit dibandingkan minyak nabati lainnya. Kandungan karotenoid di dalam minyak sawit berkisar antara 500 – 700 µg/g sedangkan tokoferol dan tokotrienol berkisar antara 600 – 1000 µg/g.

Beta karoten dari kelompok karotenoid telah lama diketahui berfungsi sebagai provitamin A dan tokoferol berfungsi sebagai vitamin E. Penelitian membuktikan bahwa pemberian minyak sawit merah sebanyak 4 g per anak per hari dapat mencegah terjadinya defisiensi vitamin A. Untuk memanfaatkan produksi minyak sawit yang tinggi dan untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit dapat dilakukan pembuatan minuman emulsi kaya beta karoten..

Penelitian minuman emulsi kaya beta karoten dari minyak sawit merah telah dilakukan beberapa peneliti antara lain tentang formulasi produk minuman emulsi kaya beta karoten dengan bahan baku CPO, formulasi minuman emulsi minyak sawit merah yang telah dideodorisasi, dan rheologi minuman emulsi minyak sawit merah.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi minyak sawit merah. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh kondisi proses emulsifikasi yang menghasilkan produk minuman emulsi minyak sawit merah dengan kestabilan yang tinggi dan melakukan analisis biaya produksi minuman emulsi minyak sawit merah. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan minuman emulsi minyak sawit merah dengan kestabilan yang tinggi sebagai sumber beta-karoten dan dapat diterapkan di industri sehingga dihasilkan produk minuman emulsi sawit yang dapat dikonsumsi masyarakat sebagai sumber pemenuhan kebutuhan beta karoten.

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu (1) Proses emulsifikasi minuman emulsi minyak sawit merah; (2) Analisis biaya produksi minuman emulsi minyak sawit merah. Proses emulsifikasi minuman emulsi dilakukan menggunakan rasio minyak dan air 7:3, emulsifier tween 80 1%, fruktosa 10%, flavor jeruk 1%, kalium sorbat 0,1%, dan BHT 200 ppm.

Proses emulsifikasi minuman emulsi minyak sawit merah dilakukan dengan perlakukan sebagai berikut: (1) Proses homogenisasi dengan perlakuan kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm, 8000 rpm dan 10000 rpm selama 1

Page 8: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

menit, 3 menit dan 4 menit; (2) Proses pasteurisasi dengan perlakuan suhu pasteurisasi 70oC, 80o

Penelitian tahap dua, dilakukan analisis biaya produksi yang meliputi biaya investasi, biaya operasional, biaya bahan baku, biaya pemeliharaan dan penyusutan, biaya pokok produksi dan kriteria kelayakan investasi yang meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Break Even Point (BEP) dan analisis sensitivitas.

C dan waktu pasteurisasi 10 menit dan 15 menit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas emulsi semakin tinggi dengan semakin meningkatnya kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi. Kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi berpengaruh terhadap distribusi ukuran partikel dan diameter droplet emulsi. Semakin meningkatnya kecepatan putaran homogenizer, partikel emulsi yang dihasilkan semakin kecil. Ukuran diameter droplet emulsi berkisar antara 2,04-3,05µm. Pada kecepatan putaran homogenizer 10000 dan waktu homogenisasi 4 menit, proses emulsifikasi lebih baik dibandingan dengan penggunaan kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm dan 8000 rpm dan waktu 1 menit dan 3 menit.

Meskipun berbeda secara signifikan pada distribusi ukuran droplet emulsi dan diameter partikel emulsi, hasil pengamatan mikroskopik emulsi tidak menunjukkan perbedaan. Suhu pasteurisasi berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sedangkan waktu pasteurisasi tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi (P<0.05). Peningkatan suhu dan waktu pasteurisasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kecerahan (L) dan nilai b emulsi (P<0.05). Jumlah mikroba pada semua perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi adalah kurang dari 2,5 x 102

Usaha minuman emulsi minyak sawit merah membutuhkan biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat usaha belum berproduksi seperti biaya lahan dan bangunan, mesin dan alat serta perlengkapan. Biaya investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 507.040.420, sedangkan biaya operasional dalam satu tahun sebesar Rp. 1.176.604.896.

koloni/ml.

Biaya tetap untuk kapasitas produksi emulsi minyak sawit merah 100 liter/hari atau 30.000 liter/tahun sebesar 166.474.896/tahun dan biaya variabel sebesar Rp. 791.130.000/tahun. Total biaya produksi selama satu tahun sebesar Rp. 957.604.896. Biaya pokok produksi emulsi sebesar Rp. 6.384/ 200 ml emulsi. Asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan analisis kelayakan finansil adalah: umur proyek 10 tahun, tingkat suku bunga pinjaman 15 %, kapasitas produksi 100 liter/hari, total hari kerja 300 hari/tahun, tingkat produksi pada tahun pertama 80% dan tahun kedua 90%, tahun berikutnya sampai tahun kesepuluh 100%, harga jual produk adalah Rp.11.000,- per kemasan (200 ml), biaya pemeliharaan mesin, alat dan bangunan 2% dari harga awal. Biaya penyusutan dihitung menggunakan metode garis lurus dengan nilai sisa mesin dan peralatan sebesar 10 persen dari nilai investasi awal. Kriteria kelayakan investasi dapat dihitung setelah proyeksi arus kas ditentukan. NPV atau nilai kini bersih adalah manfaat bersih tambahan yang diterima proyek selama umur proyek pada tingkat discount rate tertentu. Nilai NPV yang diperoleh adalah Rp. 1.111.711.032. Nilai IRR atau tingkat pengembalian internal adalah kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan pengembalian. Nilai IRR yang diperoleh adalah 38%. Berdasarkan nilai IRR

Page 9: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

maka proyek ini layak dilaksanakan karena jauh lebih tinggi dari bunga bank (15%).

Kelayakan proyek juga ditentukan oleh nilai net B/C. Jika nilai net B/C lebih dari satu, proyek ini layak untuk direalisasikan dan jika nilainya kurang dari satu maka proyek ini tidak layak untuk direalisasikan. Nilai net B/C untuk proyek ini sebesar 1,18. Perhitungan BEP (break even point) dilakukan untuk mengetahui jumlah minimal unit produk yang harus terjual untuk mencapai titik impas sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian. Nilai BEP yang diperoleh 29075 unit (botol) atau Rp. 319.819.738.

Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual produk 9,1% diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 537.586.228, nilai IRR 19%, Net B/C 1,09 dan nilai BEP 35227 unit (botol) atau Rp. 352.268.179. Analisis sensitivitas pada kenaikan harga bahan baku minyak sawit merah 15% diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 657.503.676, nilai IRR 24%, Net B/C 1,10 dan nilai BEP 33736 unit (botol) atau Rp. 371.093.479. Kata kunci: minuman emulsi, analisis biaya, ukuran droplet, minyak sawit merah

Page 10: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...
Page 11: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 12: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...
Page 13: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

PROSES EMULSIFIKASI DAN ANALISIS BIAYA PRODUKSI

MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT MERAH

IRMA RITA

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Mayor Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 14: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr

Page 15: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

Judul Tesis : Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minuman

Emulsi Minyak Sawit Merah

Nama : Irma Rita

NIM : F251070171

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc.

Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS

Anggota Anggota Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Eng

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Harsi Dewantarikusumaningrum, M.Si.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 3 Agustus 2011 Tanggal Lulus :

Page 16: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...
Page 17: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Sugiyono M.AppSc selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Tien R.

Muchtadi dan Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl Eng selaku anggota pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala pengorbanan curahan waktu dan tenaga, serta ilmu yang diberikan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr selaku penguji ujian tesis yang telah banyak memberi masukan dan saran yang berharga untuk lebih menyempurnakan karya ilmiah ini.

3. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas pendanaan penelitian ini melalui Program Hibah Pascasarjana.

4. Staf Laboratorium Departemen ITP FATETA IPB, teknisi Balai Besar Pascapanen dan staf Masyarakat Perkelapasawitan Indonesi (MAKSI).

5. Suami tercinta Rommy Sn dan anakku Muhammad Fachry, Mama, Papa, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman IPN 2007-2008.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca umumnya.

Bogor, Agustus 2011

Irma Rita

Page 18: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...
Page 19: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Jati pada tanggal 21 Juni 1980 dari ayah Mustanir (Alm) dan ibu Hasni. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara. Tahun 2000 penulis masuk Universitas Andalas melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus sarjana pada bulan April 2005. Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswi pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Pangan.

Page 20: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5 Minyak Sawit .............................................................................................. 5 Minyak Sawit Merah ................................................................................... 7 Karotenoid .................................................................................................. 11 Sistem Emulsi dan Emulsifier ...................................................................... 13 Homogenisasi ............................................................................................. 17 Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah ....................................................... 19 Analisis Biaya ............................................................................................. 20

METODE PENELITIAN ..................................................................................... 25 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 25 Bahan dan Alat ............................................................................................ 25 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................ 25

1. Proses Emulsifikasi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah ............... 25 a. Proses Homogenisasi ..................................................................... 26

b. Proses Pasteurisasi ......................................................................... 26 2. Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah H ... 28

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ..................................................... 28 Analisis . ....................................................................................................... 29

1. Stabilitas Emulsi ................................................................................ 29 2. Ukuran Droplet Emulsi ...................................................................... 29 3. Penampakan Mikroskopis .................................................................. 30 4. Analisis Intensitas Warna .................................................................. 30 5. Analisis Total Mikroba ...................................................................... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 33 Proses Emulsifikasi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah ........................ 33 1. Proses Homogenisasi ......................................................................... 33 a. Pengaruh Homogenisasi terhadap Stabilitas Emulsi ....................... 34 b. Ukuran Droplet Emulsi .................................................................. 35

c. Pengaruh Homogenisasi terhadap Penampakan Mikroskopik ....... 41 2. Proses Pasteurisasi ............................................................................ 42 a. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Stabilitas Emulsi ......................... 44 b. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Warna Emulsi ............................. 45 c. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Total Mikroba ............................. 48

Page 21: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah ................. 49 1. Biaya Investasi ................................................................................... 49 2. Biaya Operasional .............................................................................. 50 3. Biaya Bahan Baku .............................................................................. 50 4. Biaya Pemeliharaan dan Penyusutan ................................................... 51 5. Biaya Pokok Produksi ........................................................................ 51 6. Kriteria Kelayakan Investasi ............................................................... 52 7. Analisis Sensitivitas ........................................................................... 53

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 46 Kesimpulan ................................................................................................. 46

Saran ........................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48

LAMPIRAN ........................................................................................................ 54

Page 22: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Standar mutu minyak sawit kasar (CPO) ................................................... 6

2 Komposisi asam lemak minyak sawit dan titik cairnya ............................... 6

3 Komposisi karotenoid pada minyak sawit kasar .......................................... 7

4 Karakteristik minyak sawit merah jenis NRPO dan NDRPO ....................... 9

5 Karakteristik minyak sawit merah ............................................................... 10

6 Aktivitas vitamin A beberapa jenis karoten ................................................. 13

7 Perbandingan tipe homogenizer .............................................................. 18

8 Komposisi minuman emulsi minyak sawit merah ..................................... 25

9 Keterangan warna Hue ............................................................................... 31

10 Rerata diameter partikel emulsi (d32

) ........................................................ 39

11 Jumlah mikroba pada perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi ..................... 49

12 Rekapitulasi biaya investasi ....................................................................... 49

13 Rekapitulasi biaya operasional ................................................................... 50

14 Kebutuhan dan biaya bahan pembantu pada produksi minuman emulsi minyak sawit merah 100 liter/hari .......................................................................... 51

15 Rekapitulasi biaya pokok produksi ............................................................. 52

16 Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi ............................................ 52

17 Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual produk 9,1% .................... 54

18 Analisis sensitivitas pada kenaikan harga bahan baku 15% ........................ 54

Page 23: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Buah sawit ................................................................................................ 5

2 Struktur molekul karotenoid ...................................................................... 11

3 Jenis-jenis kerusakan emulsi ...................................................................... 14

4 Struktur tween 80 ..................................................................................... 16

5 Produk minuman emulsi minyak sawit merah ........................................... 26

6 Diagram alir pembuatan minuman emulsi minyak sawit merah ................. 27

7 Proses pengecilan ukuran partikel pada homogenizer rotor stator .............. 33

8 Hubungan antara kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenissasi terhadap stabilitas emulsi .......................................................................... 34

9 Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm .................................................................................................. 36

10 Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 8000 rpm .................................................................................................. 37

11 Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 10000 rpm ................................................................................................ 38

12 Distribusi ukuran partikel emulsi pada waktu homogenisasi 4 menit ......... 39

13 Rerata diameter partikel emulsi (d32

) pada berbagai kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi ...................................................... 40

14 Partikel emulsi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi perbesaran 200x, dengan kecepatan putaran homogenizer A. 6000 rpm B. 8000 rpm C. 10000 rpm dan lama homogenisasi a) 1 menit b) 3 menit c) 4 menit .................................................................................................. 42

15 Pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi ............... 44

16 Nilai L (kecerahan), nilai a, nilai b emulsi minyak sawit merah pada suhu dan waktu pasteurisasi ..................................................................................... 46

Page 24: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh homogenisasi terhadap stabilitas emulsi ............................................................................................. 63

2 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh homogenisasi terhadap rerata diameter partikel emulsi (d32) ............................................................... 64

3 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi ............................................................ 65

4 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai L (kecerahan) emulsi ........................................... 66

5 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai a emulsi ................................................................ 67

6 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai b emulsi ............................................................... 68

7 Perincian modal investasi minuman emulsi minyak sawit merah .................... 69 8 Perincian biaya operasional minuman emulsi minyak sawit merah .................. 70

9 Perincian biaya penyusutan, pemeliharaan dan pajak ...................................... 71 10 Perhitungan harga pokok produksi .................................................................. 72

11 Rencana pengembalian pinjaman .................................................................... 73 12 Proyeksi arus kas minuman emulsi minyak sawit merah .................................. 74 13 Proyeksi laba rugi minuman emulsi minyak sawit merah ............................... 75

14 Analisisi kelayakan minuman emulsi minyak sawit merah ............................. 76

15 Proyeksi arus kas minuman emulsi minyak sawit merah pada penurunan harga jual produk 9,1% ............................................................................................ 77

16 Proyeksi laba rugi minuman emulsi minyak sawit merah pada penurunan harga jual produk 9,1% ........................................................................................... 78

17 Analisisi kelayakan minuman emulsi minyak sawit merah pada penurunan harga jual produk 9,1% ........................................................................................... 79

18 Proyeksi arus kas minuman emulsi minyak sawit merah pada kenaikan harga bahan baku 15% ............................................................................................ 80

19 Proyeksi laba rugi minuman emulsi minyak sawit merah pada kenaikan harga bahan baku 15% ............................................................................................. 81

20 Analisisi kelayakan minuman emulsi minyak sawit merah pada kenaikan harga bahan baku 15% .............................................................................................. 82

21 Data pengukuran particle size analyzer ........................................................... 83

Page 25: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Produksi

dan luas areal sawit Indonesia telah melampaui Malaysia. Produksi minyak sawit

kasar (CPO) Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun

2008, produksi CPO Indonesia 19,2 juta ton dengan luas areal perkebunan sawit

mencapai 7,1 juta hektar (Ditjenbun 2009). Pada tahun 2009 produksi CPO

Indonesia meningkat menjadi 20,5 juta ton. Pada tahun 2010 produksi CPO

menjadi 21,2 juta ton, meningkat 14,23% dari tahun sebelumnya (Ditjenbun

2011).

Produksi minyak sawit di Indonesia sebagian besar didukung oleh

perkebunan kelapa sawit rakyat. Lebih kurang 37% dari seluruh areal kelapa

sawit di Indonesia adalah perkebunan rakyat, sedang sisanya diusahakan oleh

pemerintah dan swasta. Devisa yang diperoleh dari ekspor minyak kelapa sawit

dan turunannya pada tahun 2011 mencapai US$ 11,61 milyar, naik 17,75% atau

US$ 2,5 milyar pada tahun sebelumnya (Ditjenbun 2011).

Menurut WHO (World Health Organization), konsumsi per kapita minyak

dan lemak pangan minimal 12 kg per tahun dan kebutuhan konsumsi Indonesia

adalah sebesar 13 kg per tahun pada tahun 2006 dan meningkat sebesar 1% setiap

tahunnya (Goei 2008). Peningkatan konsumsi dan produksi ini perlu didukung

oleh pengolahan minyak sawit untuk menghasilkan komoditas sawit yang

beraneka ragam.

Minyak sawit memiliki banyak keunggulan. Keunggulan utama minyak

sawit adalah kandungan mikronutriennya yang tinggi sehingga memiliki potensi

untuk dikembangkan menjadi healthy oil, yang diproses dan dikendalikan

sedemikian rupa sehingga kandungan nutrisi yang ada di dalamnya dapat

dimanfaatkan untuk kesehatan. Zat gizi mikro yang terkandung dalam minyak

sawit mentah yaitu karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid, skualen,

triterpenil, dan hidrokarbon alifatik (Nagendran et al. 2000).

Page 26: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

2

Kandungan karotenoid di dalam minyak sawit berkisar antara 500 – 700

µg/g sedangkan tokoferol dan tokotrienol berkisar antara 600 – 1000 µg/g (Choo

1994). Beta karoten dari kelompok karotenoid telah lama diketahui berfungsi

sebagai provitamin A dan tokoferol berfungsi sebagai vitamin E.

Karotenoid pada minyak sawit antara lain berfungsi untuk menanggulangi

kebutaan karena xeroftalmia, mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah

proses penuaan dini, meningkatkan imunitas tubuh dan mengurangi terjadinya

penyakit degeneratif (Berger 1988). Namun karotenoid mempunyai sifat mudah

rusak pada pengolahan suhu tinggi, cahaya seperti yang terjadi pada proses

pengolahan minyak sawit menjadi bahan baku minyak makan yang memiliki

beberapa tahapan pemurnian, yaitu proses degumming, deasidifikasi, pemucatan

(bleaching), deodorisasi, dan fraksinasi. Dalam proses ini semua pengotor berupa

senyawa fosfatida (gum), asam-asam lemak bebas, produk-produk oksidasi,

logam, komponen-komponen bau, termasuk warna dihilangkan/ dikurangi untuk

mendapatkan minyak yang jernih, tidak berbau, berwarna keemasan, serta bersifat

stabil.

Minyak sawit merah merupakan hasil ekstraksi serabut daging (mesokarp)

buah tanaman kelapa sawit dengan melakukan pengendalian pada beberapa

parameter proses seperti tanpa proses pemucatan (bleaching) dan tanpa melalui

proses suhu tinggi sehingga diperoleh minyak sawit yang berwarna merah dan

kandungan karotenoid dan vitamin E khususnya, dapat dipertahankan. Untuk

memanfaatkan produksi minyak sawit yang tinggi dan untuk meningkatkan nilai

tambah minyak sawit merah dapat dilakukan dengan pembuatan minuman emulsi.

Penelitian Muhilal (1991) membuktikan bahwa pemberian minyak sawit merah

sebanyak 4 g per anak per hari dapat mencegah terjadinya defisiensi vitamin A.

Penelitian minuman emulsi kaya beta karoten dari minyak sawit merah

telah dilakukan oleh Saputra (1996) tentang formulasi produk minuman emulsi

kaya beta karoten dengan bahan baku minyak sawit yang masih berupa minyak

sawit kasar (CPO). Produk yang dihasilkan cukup kental sehingga secara

organoleptik panelis menunjukkan respon kurang menyukai.

Page 27: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

3

Surfiana (2002) melakukan formulasi minuman emulsi menggunakan

minyak sawit merah yang telah dideodorisasi sehingga memiliki aroma yang lebih

disukai dan Sabariman (2007) tentang rheologi minuman emulsi minyak sawit

merah. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang

proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi minyak sawit

merah.

Tujuan Penelitian

1. Memperoleh kondisi proses emulsifikasi yang tepat untuk menghasilkan

produk minuman emulsi minyak sawit merah dengan kestabilan yang

tinggi

2. Memperoleh biaya produksi minuman emulsi minyak sawit merah

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan minuman emulsi minyak

sawit merah dengan kestabilan yang tinggi sebagai sumber beta-karoten dan dapat

diterapkan di industri sehingga dihasilkan produk minuman emulsi sawit yang

dapat dikonsumsi masyarakat sebagai sumber pemenuhan kebutuhan beta-karoten

yang direkomendasikan (vitamin A : 200.000 IU/gram/bulan/orang dan lutein : 6

mg/hari).

Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Meningkatkan nilai tambah minyak sawit merah dan diversifikasi produk

hilir berbahan baku minyak sawit

2. Meningkatkan status kesehatan masyarakat

Page 28: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

4

Page 29: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

5

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Sawit

Minyak sawit berasal dari ekstraksi buah tanaman kelapa sawit. Buah

kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20%

biji (endokarp dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis

minyak yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut

dengan minyak inti sawit dan minyak dari sabut (mesokarp) sawit disebut minyak

sawit (Ketaren 2005). Perbedaan antara minyak sawit dan minyak inti sawit

adalah adanya pigmen karotenoid pada minyak sawit sehingga berwarna kuning

merah. Komposisi karotenoid yang terdeteksi pada minyak sawit terdiri dari α-, β-

, γ-, karoten dan xantofil, sedangkan minyak inti sawit tidak mengandung

karotenoid. Gambar buah sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Buah sawit

Pengolahan serabut kelapa sawit menjadi minyak sawit dilakukan melalui

tahap ekstraksi, pemurnian, dan fraksinasi. Secara umum, ekstraksi dilakukan

dengan cara pengepresan, pemurnian dilakukan dengan cara menghilangkan gum

dan kotoran lain, penyabunan untuk memisahkan asam lemak bebas, pemucatan

untuk menghilangkan warna merah minyak, dan selanjutnya deodorisasi untuk

menghilangkan bau minyak; dan fraksinasi untuk memisahkan fraksi padat

dengan fraksi cair minyak yang dilakukan melalui proses pendinginan (Ketaren

2005). Standar kualitas minyak sawit kasar (CPO) menurut Standar Nasional

Indonesia (SNI) dan Ooi et al. (1996) dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 30: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

6

Tabel 1 Standar mutu minyak sawit kasar (CPO)

Karakteristik Persyaratan mutu Warna

Kadar air Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat)

Kadar β-karoten Kadar tokoferol

Jingga kemerahan Maksimal 0,5%

a)

Maksimal 5 a)

500-700 ppma)

700-1000 ppm b)

c)

a) SNI 01-2901-2006; b) Ooi et al. 1996; c) Chow 2001.

Komponen utama dari CPO adalah triasilgliserol (94%), sedangkan

sisanya berupa asam lemak bebas (3-5%), dan komponen minor (1%) yang terdiri

dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, squalen,

gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa lainnya. Keunggulan minyak sawit

dibandingkan dengan minyak nabati lainnya yaitu memiliki komposisi asam

lemak jenuh dan tidak jenuh yang berimbang, terutama asam palmitat (40-46%)

dan asam oleat (39-45%) (Ooi et al. 1996). Asam lemak palmitat merupakan

asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang

tinggi yaitu 64oC, sehingga pada suhu ruang minyak sawit berbentuk semi padat

(Belitz & Grosh 1999). Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat

minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak

lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan rantai

C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah

dibanding dengan asam palmitat yaitu 14o

C (Ketaren 2005). Komposisi asam

lemak minyak sawit secara lengkap disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi asam lemak minyak sawit dan titik cairnya

Ketaren (2005)

Jenis asam lemak Komposisi (%) Titik cair (oC) Asam Kaprat (C 10:0) Asam Laurat (C 12:0) Asam Miristat (C 14:0) Asam Palmitat (C16:0) Asam Stearat (C18:0) Asam Oleat (C18:1) Asam Linoleat (C18:2) Asam Linolenat (C18:3)

1-3 0-1

0,9-1,5 39,2-45,8 3,7-5,1

37,4-44,1 8,7-12,5

0-0,6

31,5 44 58 64 70 14 -11 -9

Page 31: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

7

Selain memiliki komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang

berimbang, minyak sawit juga memiliki komponen zat gizi minor yang memiliki

peran fungsional, terutama yaitu karotenoid dan tokoferol (termasuk tokotrienol).

Kadar karotenoid dalam CPO adalah 500-700 ppm. Sebagian besar karotenoid

dalam CPO terdiri dari β-karoten dan α-karoten (jumlahnya mencapai 90% dari

total karotenoid CPO); dan sejumlah kecil γ-karoten, likopen dan xantofil (Ooi et

al. 1996). Komposisi karotenoid dalam CPO dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi karotenoid pada minyak sawit kasar

Komponen Jumlah (%) β-karoten α-karoten γ-karoten δ-karoten ζ-karoten Cis- α-karoten Cis- β-karoten Phytoene Lycopen

56,02 35,16 0,33 0,83 0,69 2,49 0,68 1,27 1,30

Basiron (2005)

Minyak Sawit Merah

Secara umum, minyak sawit merah dibuat dengan proses yang hampir sama

dengan minyak goreng yaitu melalui serangkaian proses pemurnian CPO seperti

tahap degumming, neutralizing, bleaching, dan deodorizing (Anderson 1996).

Pada proses pemurnian CPO, terkadang satu atau lebih dari tahapan tersebut tidak

dilakukan tergantung tujuan dan jenis minyak yang diinginkan. Untuk

mendapatkan minyak sawit merah, proses bleaching tidak dilakukan dengan

maksud untuk mempertahankan karoten secara maksimal (Riyadi 2009). Menurut

Kataren (2005) arang aktif (bleacing agent) sebesar 0,1-0,2% dari berat minyak

dapat menyerap zat warna sebanyak 95-97% dari total zat warna yang terdapat

dalam minyak sawit kasar.

Proses degumming pada pemurnian CPO bertujuan untuk memisahkan

getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein dan resin tanpa

mengurangi asam lemak bebas pada minyak (Allen 1997). Kemudian dilakukan

proses netralisasi (deasidifikasi), yaitu proses penetralan asam lemak bebas

Page 32: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

8

dengan menggunakan suatu alkali (Anderson 1996). Degumming perlu dilakukan

sebelum proses neutralisasi, sebab sabun yang terbentuk dari hasil reaksi asam

lemak bebas dengan alkali pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah atau

lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari minyak (Ketaren

2005). Widarta (2008) melakukan proses degumming dengan memanaskan CPO

hingga suhu 80oC, kemudian ditambahkan larutan asam fosfat 85% sebanyak

0,15% dari berat CPO sambil di aduk perlahan (56 rpm) selama 15 menit. Setelah

proses degumming, dilakukan proses deasidifikasi. Proses yang optimum untuk

deasidifikasi, yaitu pada suhu 61 ± 2oC selama 26 menit dengan penambahan

larutan NaOH konsentrasi 16o

Selanjutnya NRPO yang dihasilkan dilakukan proses deodorisasi yang

bertujuan untuk menghilangkan komponen volatil yang menimbulkan bau pada

minyak (Anderson 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Riyadi (2009)

mendapatkan hasil bahwa proses deodorisasi NRPO yang optimum dilakukan

dengan menghomogenisasikan NRPO dalam tangki deodorizer selama 10 menit

pada suhu 46 ± 2

Be. Dari tahap ini didapatkanlah NRPO

(neutralized red palm oil).

oC kemudian dipanaskan dalam kondisi vakum hingga suhu

140oC selama 1 jam dan laju alir N2 dijaga konstan pada 20 L/jam. Lalu

dilakukan pendinginan sampai suhu 60o

Karakteristik minyak sawit merah jenis NDRPO (Neutraliized Deodorized

Red Palm Oil) hasil penelitian Riyadi (2009) yang diperoleh dari CPO yang

diolah lebih lanjut melalui proses deasidifikasi dengan NaOH 16

C pada kondisi vakum, maka dihasilkan

NDRPO (neutralized and deodorized red palm oil).

oBe pada suhu

61oC selama 20 menit dan diikuti proses deodorisasi untuk menghilangkan

komponen volatil yang mengakibatkan bau yang tidak dikehendaki dengan

pemanasan vakum pada suhu 140o

C selama 1 jam dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 33: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

9

Tabel 4 Karakteristik minyak sawit merah jenis NRPO dan NDRPO

Parameter NRPO NDRPO Kadar air (%) Kadar asam lemak bebas (%) Kadar β-karoten (mg/kg) Bilangan peroksida (meq/kg)

0,34±0,31 0,484±0,15 535,64±21,90 5,29±1,19

0 0,490±0,15 375,33±22,87 0,12±0,03

Riyadi (2009)

NDRPO yang dihasilkan masih mengandung fraksi olein dan stearin. Oleh

sebab itu perlu dilakukan proses fraksinasi yaitu proses pemisahan berbagai

trigliserida menjadi satu atau lebih fraksi dengan menggunakan perbedaan

kelarutan trigliserida, yang tergantung pada berat molekul dan derajat

ketidakjenuhan. Fraksinasi dilakukan dengan cara peningkatan suhu sampai 50o

Asmaranala (2010) melakukan optimasi proses fraksinasi membran filter

press. Kondisi proses fraksinasi yang digunakan yaitu pemanasan hingga 75

C

dan penurunan suhu perlahan-lahan sampai tercapai suhu kamar sambil diagitasi.

Pada suhu kamar terjadi kristalisasi fraksi stearin sehingga fraksi olein yang

masih bersifat cair dapat diperoleh dengan penyaringan vakum (Weiss 1983).

oC

selama 30 menit dengan kecepatan agitasi 30 rpm, holding pada 75oC selama 15

menit dengan kecepatan agitasi 30 rpm, pendinginan hingga 35oC selama 3 jam

dengan kecepatan agitasi 8 rpm, holding 35oC selama 3 jam dengan kecepatan

agitasi 8 rpm, pendinginan hingga 15oC selama 3 jam dengan kecepatan agitasi 8

rpm, holding pada 15o

Fraksinasi dengan kondisi proses ini menghasilkan olein dengan rendemen

45,15%, kadar air 0,02%, kadar asam lemak bebas 0,14%, total karotenoid 382,60

ppm, bilangan peroksida 3,94 meq O2/kg sampel, dan bilangan iod 54,85g

iod/100 g sampel. Karakteristik minyak sawit merah dapat dilihat pada Tabel 5.

C selama 6 jam dengan kecepatan agitasi 8 rpm, dan

separasi menggunakan membran filter press.

Page 34: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

10

Tabel 5 Karakteristik minyak sawit merah Parameter Jumlah Kadar air (%) Kadar asam lemak bebas (%) Total karotenoid (ppm) Bilangan peroksida (meq/kg)

0,02 0,14 382,60 3,94

Asmaranala (2010)

Produk-produk yang dihasilkan dari prosedur pemurnian khusus dan diberi

label sebagai minyak makan merah (red cooking oil) terdapat di pasaran asia:

”Carotino Cooking Oil dan Nutrolein Golden Palm oil” merupakan produk

utamanya. Nutrolein sebagai contoh (yang dihasilkan oleh Unitata Berhad di

Malaysia) adalah suatu superolein yang dihasilkan lewat fraksionasi kering, CPO

berkualitas tinggi yang dirafinasi secara kimia. Kadar karotenoidnya dilaporkan di

atas 800 ppm, dengan konsentrasi vitamin E superior mencapai 900 ppm. Kualitas

minyak yang sama juga terdapat di pasaran Amerika Latin seperti Sioma Oil

(dihasilkan oleh Danec S.A. di Ekuador), yaitu minyak sawit dengan kandungan

asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi, yang diperoleh dari varietas sawit

hibrida. Gambar 2 berikut memperlihatkan produk Carotino yang dihasilkan oleh

Malaysia.

Minyak sawit merah kaya β-karoten telah digunakan dalam studi intervensi

dietary untuk meningkatkan kemungkinan peranannya dalam pencegahan

defisiensi vitamin A. Di India, anak-anak 5-10 tahun dengan keratomalacia

diberikan 2 kali sehari emulsi yang mengandung minyak sawit merah. Setiap

dosis mengandung 0,6 ml minyak sawit merah dan terapi dilanjutkan selama 15

hari. Perlakuan minyak sawit merah menunjukkan hasil yang baik dibandingkan

hasil yang diperoleh dari perlakuan kelompok pasien lain dengan menggunakan

minyak hati ikan yang mengandung dosis vitamin A yang serupa. Berdasarkan

hasil yang diperoleh telah direkomendasikan bahwa negara berkembang

seharusnya tidak ada keraguan dalam membuat strategi untuk meningkatkan

penggunaan minyak sawit merah dalam menghadapi defisiensi vitamin A

(Sundram 2007).

Page 35: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

11

Karotenoid

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga,

merah jingga yang larut dalam minyak serta tersebar luas di alam (Meyer, 1982).

Karotenoid mempunyai struktur alifatik, alifatik-asiklik, atau aromatik yang

terdiri dari lima karbon unit isoprene, umumnya delapan, dimana kedua gugus

metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C-1 dan C-6, sedangkan

gugus metil lainnya terletak pada posisi C-1 dan C-5. Struktur molekul karotenoid

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur molekul karotenoid

Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya, karotenoid dibagi menjadi dua

golongan utama, yaitu (1) golongan karoten yang tersusun dari unsur-unsur atom

C d an H, sep erti α-karoten, β-karoten, γ-karoten dan likopen, (2) golongan

oksikaroten atau xantofil yang tersusun oleh unsur C,H dan OH seperti lutein,

violasantin, neosamtin, zeasantin, kriptosantin, kapsantin, dan torulahordin.

Berdasarkan fungsinya karotenoid dapat dibagi atas dua golongan, yaitu yang

Page 36: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

12

bersifat nutrisi aktif seperti β-karoten dan non nutrisi aktif seperti fukosantin,

neosantin, dan violasantin (Klaui dan Bauernfeind, 1981).

Menurut Meyer (1982), karotenoid memiliki beberapa sifat fisika dan

kimia antara lain bersifat larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, larut

dalam kloroform, benzene, karbon disulfide, dan petroleum eter, tidak larut dalam

etanol dan methanol dingin, tahan dalam keadaan panas apabila dalam keadaan

vakum, peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya, dan mempunyai ciri

khas absorpsi cahaya.

Menurut Klaui dan Bauernfeind (1981), faktor utama yang mempengaruhi

karotenoid selama pengolahan pangan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh

oksigen udara maupun perubahan struktur oleh panas. Karotenoid memiliki ikatan

ganda sehingga sensitif terhadap oksidasi. Oksidasi karoten dipercepat dengan

adanya cahaya, logam, panas, peroksida, dan bahan pengoksidasi lainnya. Reaksi

oksidasi dapat menyebabkan hilangnya warna karotenoid dalam makanan. Panas

akan mendekomposisi karotenoid dan mengakibatkan perubahan stereoisomer.

Pemanasan sampai dengan suhu 60o

Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat

pada bahan-bahan nabati seperti pada sayuran berwarna hijau, buah-buahan

berwarna kuning dan merah serta minyak sawit. Minyak sawit merupakan sumber

karotenoid terbesar untuk bahan nabati. Kadar karotenoid dalam minyak sawit

yaitu 60.000 µg/100 g atau 500-700 ppm di dalam minyak sawit mutu regular.

Karotenoid minyak sawit terdiri dari α-karoten (30-35%), β-karoten (60-65%),

dan karoten lain seperti γ-karoten, likopen, xanthofil, γ-zeakaroten (5-10%)

(Ketaren 2005 ).

C tidak mengakibatkan terjadinya

dekomposisi karotenoid tetapi stereoisomer mengalami perubahan.

Tubuh mempunyai kemampuan mengubah sejumlah karoten menjadi

vitamin A (retinol) sehingga karoten disebut provitamin A (Winarno 1997).

Aktivitas karotenoid sebagai provitamin A berbeda sesuai jenis karotenoidnya. β-

karoten memiliki aktivitas provitamin A yang paling tinggi dibandingkan dengan

karoten lainnya. Beberapa jenis karoten beserta aktivitas vitamin A nya dapat

dilihat pada Tabel 6.

Page 37: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

13

Tabel 6 Aktivitas vitamin A beberapa jenis karoten

Jenis karotenoid Aktivitas vitamin A (%) β-karoten α-karoten γ-karoten β-zeakaroten 3,4 dehidro-β-karoten Β-karoten-5,6-mono epoksida

100 50-54 42-50 20-40

75 21

Dalam tu buh, sekitar 7 5 % d ari β-karoten akan diubah menjadi retinol

(vitamin A) dengan bantuan enzim 15’15 β-karotenoid oksigenase sedangkan

25% dari β-karoten akan diabsorpsi dalam bentuk utuh pada mukosa usus. Fungsi

utama vitamin A adalah dalam proses penglihatan (Fennema 1996). Selain itu,

karoten juga berfungsi untuk mencegah kebutaan (xerophtalmia) dan penyakit

katarak; mencegah penyakit kanker terkait dengan fungsinya sebagai antioksidan;

mengurangi risiko penyakit jantung koroner; memusnahkan radikal bebas dan anti

penuaan dini; dan meningkatkan imunitas tubuh (Sundram 2007).

Sistem Emulsi dan Emulsifier

Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri atas dua fase cairan yang

tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang

lain dalam bentuk butiran (droplet/globula) dengan diameter biasanya lebih dari

0,1 µm atau 0,1-50 μm. Fase yang berbentuk butiran disebut fase terdispersi atau

fase internal atau disebut juga fase diskontinyu, sedangkan fase cairan tempat

butiran terdispersi disebut fase pendispersi atau fase eksternal atau fase kontinyu

(deMan 1997).

Terdapat dua tipe emulsi yaitu emulsi minyak dalam air (o/w) dan emulsi

air dalam minyak (w/o). Jika fase lipolitik merupakan fase terdispersi maka

emulsi yang terbentuk adalah emulsi minyak dalam air dan sebaliknya jika fase

hidrofilik merupakan fase terdispersi maka emulsi yang terbentuk adalah emulsi

air dalam minyak (Noerono 1990). Dispersibilitas atau daya larut emulsi

ditentukan oleh medium dispersinya. Bila medium dispersinya air, emulsinya

dapat diencerkan dengan air, dan sebaliknya bila medium dispersinya lemak,

emulsinya dapat diencerkan dengan minyak atau lemak.

Page 38: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

14

Suryani (2000) menyebutkan bahwa suatu sistem emulsi pada dasarnya

adalah suatu sistem yang tidak stabil, karena masing-masing partikel mempunyai

kecenderungan untuk bergabung dengan partikel sesama lainnya membentuk

suatu agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi tersebut pecah.

Kekuatan dan kekompakan lapisan antar muka adalah sifat yang penting yang

dapat membentuk stabilitas emulsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem

emulsi akan berdampak apabila dilakukan perubahan atau modifikasi pada lapisan

antar muka tersebut.

Kerusakan atau destabilisasi emulsi terjadi melalui tiga mekanisme utama

yaitu kriming, flokulasi dan koalesen. Kriming merupakan proses pemisahan yang

terjadi akibat terjadi karena gerakan-gerakan ke atas/ke bawah, hal ini terjadi

karena gaya gravitasi terhadap fase-fase yang berbeda densitasnya. Flokulasi

merupakan agregasi dari droplet. Pada flokulasi tidak terjadi pemusatan film antar

permukaan sehingga jumlah dan ukuran globula tetap, terjadinya flokulasi akan

mempercepat terjadinya kriming. Koalesen adalah penggabungan globula-globula

menjadi globula yang lebih besar. Pada tahap ini terjadi pemusatan film antar

permukaan sehingga ukuran globula berubah. Jenis-jenis kerusakan emulsi dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Jenis-jenis kerusakan emulsi (McClements 2004)

Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang besarnya

bergantung pada komposisi emulsi dan metode pengolahan. Faktor-faktor internal

yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari tipe dan konsentrasi bahan

pengemulsi, jenis dan konsentrasi komponen-komponen fasa terdispersi dan fasa

pendispersi, viskositas fasa pendispersi, perbandingan fasa terdispersi terhadap

Page 39: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

15

fasa pendispersi, dan ukuran partikel. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi

stabilitas emulsi terdiri dari pengadukan atau pengocokan, penguapan dan suhu.

Emulsi merupakan sistim yang tidak stabil. Oleh karena itu dibutuhkan

dua hal untuk membentuk emulsi stabil, yaitu penggunaan alat mekanis untuk

mendispersikan sistem dan penambahan bahan penstabil/pengemulsi untuk

mempertahankan sistem tetap terdispersi ( Bergenstahl dan Claesson 1990).

Pemilihan pengemulsi atau emulsifier sangat penting dalam pembentukan emulsi.

McClements (2004) menyatakan bahwa ada beberapa peranan penting emulsifier

selama proses homogenisasi yakni menurunkan tegangan antar muka antara fase

air dengan fase minyak sehingga mengurangi energi bebas yang diperlukan untuk

mengubah dan mengacaukan droplet, serta membentuk coating yang protektif

disekeliling droplet yang akan mencegah koalesen.

Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang

dapat terikat baik pada minyak maupun air. Bila emulsifier tersebut lebih larut

atau terikat pada air maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak

dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w). Untuk lebih

menjelaskan bagaimana kerja emulsifier akan diberikan ilustrasi sebagai berikut:

bila butir-butir lemak telah terpisah karena adanya tenaga mekanik (pengocokan),

maka butir-butir lemak yang terdispersi tersebut segera terselubungi oleh selaput

tipis emulsifier. Bagian molekul emulsifier yang nonpolar larut dalam lapisan luar

butir-butir lemak, sedangkan bagian yang polar menghadap ke pelarut (air).

Emulsifier yang banyak terdapat di alam adalah fosfolipida, lesitin

(fosfatidilkolina) dan fosfatidil etanolamina yang dikenal sebagai emulsifier

alami. Selain itu gelatin dan albumin (putih telur) adalah protein yang bersifat

sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur sebagai emulsifier

yang kuat.

Emulsifier buatan terdiri dari monogliserida, misalnya gliseril

monostearat. Emulsifier biasanya dibuat dbuat dengan cara alkoholisis atau

esterifikasi secara langsung. Beberapa contoh emulsifier buatan antara lain ester

dari asam lemak sorbitan yang dikenal dengan SPANS yang dapat membentuk

emulsi air dalam minyak (w/o), dan ester dari polioksietilena sorbitan dengan

Page 40: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

16

asam lemak yang dikenal sebagai TWEEN yang dapat membentuk emulsi minyak

dalam air (o/w).

Emulsifier tween 80 merupakan nama komersial dari polysorbate 80 atau

polyoxyethylene 20 sorbitan monooleat (C64H124O26

Tween 80 merupakan cairan kental dengan nilai kekentalan 300-500

centistokes, berwarna kuning, bersifat sangat larut dalam air, larut dalam minyak,

dan pelarut lain seperti etnol, etil asetat, methanol dan toluene. Struktur molekul

tween 80 dapat dilihat pada Gambar 4.

). Tween 80 adalah surfaktan

non ionic yang dibuat dengan mereaksikan span dengan etilen oksida. Span

merupakan pengemulsi lipofilik dan ionic yang dibuat dengan mereaksikan

sorbitol dengan asam lemak. Tween 80 mempunyai gugus hidrofilik yaitu grup

polioksietilen yang merupakan polimer dari etilen oksida dan gugus lipofilik yaitu

asam oleat. Istilah tween 80 menunjukkan bahwa emulsifier ini memiliki jumlah

gugus hidrofilik 20% dan gugus lipofilik 80%.

Gambar 4 Struktur tween 80

Tween 80 digunakan sebagai emulsifier dalam produk pangan seperti es

krim untuk meningkatkan homogenitas adonan, melembutkan tekstur dan

menjaga es krim agar tidak cepat meleleh [Anonim 2009]. Selain itu, tween 80

juga dapat digunakan sebagai emulsifier dalam produk minuman emulsi. Surfiana

(2002) dan Sabariman (2007) menggunakan tween 80 sebagai emulsifier dalam

pembuatan produk minuman emulsi dari minyak sawit merah. Tween 80 aman

untuk dikonsumsi dan bersifat non karsinogenik. Masyarakat Amerika dan Eropa

Page 41: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

17

biasanya mengkonsumsi tween 80 yang ada dalam produk pangan hingga

0,1 gram/hari.

Homogenisasi

Homogenisasi merupakan proses mengubah dua cairan yang sifatnya

immisible (tidak bercampur) menjadi sebuah emulsi. Homogenisasi didalam

teknologi pencampuran, emulsifikasi dan suspensi dikenal sebagai operasi yang

pada dasarnya terdiri dari dua tahap yaitu pertama pengecilan ukuran droplet pada

fase bagian dalam dan kedua yang merupakan tahap simultan pendistribusian

droplet kedalam fase kontinu (Wirakartakusumah 1992). Alat yang dirancang

untuk melakukan proses emulsi disebut homogenizer (Loncin & Merson dalam

McClements 2004).

Menurut Widodo (2003) hal-hal yang perlu dipertimbangkan selama

proses homogenisasi yaitu: (1) diameter globula lemak yang dihasilkan dari

proses homogenisasi tidak boleh terlalu kecil (terlalu luas permukaan globula

baru yang dihasilkan, (2) homogenisasi dilakukan pada suhu yang relatif tinggi

(68-70o

Menurut McClements (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran

droplet yang dihasilkan oleh homogenisasi antara lain tipe emulsi yang

digunakan, suhu, karakter komponen fasa-fasanya, dan masukan energi. Ukuran

droplet yang kecil yang dihasilkan oleh homogenisasi dapat meningkatkan fasa

terdispersi. Sebagai akibatnya viskositas semakin meningkat dan penyerapan

emulsifier dapat meningkat. Ketidakcukupan emulsifier dalam menyelubungi

permukaan droplet-droplet akan menyebabkan koalesen. Pengemulsian juga

membutuhkan waktu homogenisasi yang tepat. Intensitas dan lama proses

pencampuran tergantung waktu yang diperlukan untuk melarutkan dan

mendistribusikannya secara merata.

C). Semakin tinggi suhu homogenisasi maka akan semakin sedikit

material pembentuk membran yang diperlukan untuk membentuk membran baru,

(3) penambahan material pembentuk membran.

Pemilihan homogenizer untuk aplikasi bergantung beberapa faktor, yaitu

volume sampel yang dihomogenisasi, keluaran yang diinginkan, konsumsi energi,

karakteristik komponen fasanya, prediksi biaya, biaya proses. Setelah pemilihan

Page 42: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

18

homogenizer yang cocok, kemudian dicari kondisi operasi yang optimum untuk

alat tersebut, diantaranya yaitu aliran, tekanan, perbedaan kekentalan, suhu, waktu

homogenisasi dan kecepatan putaran (McClements 2004).

Penggunaan homogenizer untuk menyatukan fasa minyak dan air pada

emulsi yang memiliki droplet diatas 2µm dapat menggunakan homogenizer high-

speed blender. Untuk aplikasi industri yang menggunakan cairan berviskositas

tinggi (0,1 < ᶯc < 1 Pa.s), tipe homogenizer coloid mill sangat efisien digunakan.

Untuk bahan cairan yang memiliki kekentalan rendah dapat menggunakan

homogenizer tipe high presure atau ultra sonic jet homogenizer. Perbandingan

tipe homogenizer dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Perbandingan tipe homogenizer

Tipe Produksi Energi Droplet minimum

Viskositas sampel

High-pressure homogenizer High-speedblender Colloid mill Ultrasonic probe Ultrasonic-jet homognizer Microfluidation Membraneprocessing

Continuous Batch Continuous Batch Continuous Continuous Bacth/Continuous

Tinggi Rendah Menengah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi

0,1 µm 2,0 µm 1,0 µm 0,1 µm 1,0 µm < 0,1 µm 0,3 µmm

Rendah ke sedang Rendah ke sedang Sedang ke tinggi Rendah ke sedang Rendah ke sedang Rendah ke sedang Rendah ke sedang

McClements (2004)

Menurut Wirakartakusumah (1992) rotor-stator homogenizer bekerja pada

tekanan yang lebih rendah sehingga membutuhkan energi yang lebih sedikit, bila

partikel ingin lebih dikecilkan ukurannya, sejumlah energi tambahan tetap harus

diberikan dari luar. Energi yang dibutuhkan untuk memecah droplet atau partikel

datang dari rotor yang juga memutar alat pengaduk (disc).

Prinsip kerja homogenizer rotor stator adalah mengecilkan ukuran partikel

emulsi dengan menggerus dan memotong partikel emulsi yang besar dengan rotor

(bergerak) dan stator (diam) menjadi partikel yang lebih kecil. Menurut

Tangsuphoom dan Coupland (2005) ukuran minimum droplet dalam emulsi yang

dihasilkan oleh homogenizer tipe rotor stator ± 2µm.

Page 43: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

19

Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah

Minuman emulsi ini diklasifikasikan sebagai emulsi minyak dalam air

(O/W). Pada fase minyak terdapat komponen utama minyak, sedangkan pada fase

air biasanya terdapat pengemulsi/penstabil, asam, pengawet, flavor, dan pewarna.

Formula dasar untuk pembuatan minuman emulsi terdiri dari air, minyak, dan

bahan pengemulsi (emulsifier), sedangkan bahan lainnya tergantung kebutuhan

sesuai dengan produk emulsi akhir yang diinginkan.

Produk minuman emulsi dengan bahan dasar minyak sawit merah yang

kaya β-karoten telah diteliti oleh Saputra (1996), Surfiana (2002) dan Sabariman

(2007). Penelitian Saputra (1996) membuat minuman emulsi dengan bahan baku

CPO, dari segi penerimaan panelis rasa minuman emulsi tersebut kurang disukai.

Penelitian Surfiana (2002) membuat minuman emulsi dengan bahan baku

minyak sawit merah dan menghasilkan minuman emulsi yang stabil sebagai

berikut : pengemulsi tween-80 1% (rasio minyak dan air 7 : 3) atau pengemulsi

sukrosa ester asam lemak tipe S-1570, P-1570, dan campuran ester asam lemak

ber-HLB 15 masing-masing 1% (rasio minyak dan air adalah 6 : 4); bahan

tambahan lainnya adalah pengawet benzoate (0,2%), antioksidan BHT (200 ppm),

pengkelat EDTA (200 ppm), pemanis sirup fruktosa (10-15%), dan flavor jeruk

(1-1,5%).

Penelitian Sabariman (2007) menghasilkan formulasi minuman emulsi

minyak sawit merah yang terbaik sebagai berikut : pengemulsi sukrosa ester asam

lemak HLB-15 baik campuran maupun tunggal (tipe S-1570 dan P-1570) dengan

rasio minyak dan air 6 : 4. Bahan tambahan makanan yang ditambahkan adalah

pengawet benzoate (0,2%), antioksidan BHT (200 ppm), pengkelat EDTA (200

ppm), pemanis sirup fruktosa (10%), dan flavor jeruk (1,5%).

Hasil pengamatan dipasaran terdapat jenis minuman emulsi dengan bahan

dasar minyak ikan kod yang kaya vitamin A dengan nama dagang “Scott’s

Emulsion dan “Curcuma Plus Emulsion”. Selain itu terdapat juga minuman

emulsi dengan nama dagang Vidoran Emulsion dan Curvit Emulsion.

Page 44: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

20

Analisis Biaya

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang

yang telah terjadi atau kelak terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat

digolongkan dalam beberapa cara, antara lain penggolongan atas objek

pengeluaran, penggolongan atas dasar fungsi pokok pada perusahaan,

penggolongan atas hubungannya dengan pusat biaya dan penggolongan biaya

berdasarkan perubahan biaya terhadap perubahan volume produk atau kegiatan

(Simangunsong, 1989 dalam

Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya digolongkan atas

biaya produksi, biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. Biaya langsung

dan biaya tidak langsung adalah penggolongan biaya berdasarkan hubungan

dengan produk, sedangkan penggolongan biaya menurut perubahannya terhadap

volume produksi adalah biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel.

Revinaldo, 1992).

Selanjutnya William (1973) dalam

Analisis biaya merupakan suatu kegiatan meliputi identifikasi biaya,

pengukuran, alokasi dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam

suatu perusahaan.

Revinaldo (1992) menyatakan, bahwa

biaya tetap adalah biaya yang totalnya tetap sampai batas kapasitas tertentu,

meskipun volume produksi berubah. Biaya variabel merupakan biaya yang

sebanding dengan perubahan volume produksi, sedangkan biaya semi variabel

berubah tidak sebanding dengan volume produksi.

Biaya Pokok Produksi

Menurut Manullang (1980) dalam Adhipratiwi (2001), biaya pokok

produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang,

ditambah biaya lainnya sehingga barang tersebut dapat digunakan. Sedangkan

menurut Wasis (1988) dalam

Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa biaya pokok adalah jumlah

biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang dan jasa sampai barang

tersebut dapat digunakan atau dijual di pasar. Menurut Wasis (1988)

Adhipratiwi (2001), biaya pokok adalah biaya yang

tidak dapat dihindarkan yang dapat dipakai dalam proses produksi yang dapat

diperhitungkan.

dalam

Page 45: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

21

Adhipratiwi (2001), tujuan perhitungan biaya pokok adalah (a) menentukan harga

penjualan, (b) menentukan laba atau rugi perusahaan, (c) menetapkan

kebijaksanaan perusahaan, (d) memberikan penilaian di dalam neraca, dan (e)

menentukan efisiensi perusahaan.

Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa biaya pokok adalah

biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unit produk yang dihasilkan.

Biaya poko dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

BP = Biaya Pokok (Rp/tahun)

B = Biaya Total (Rp/tahun)

PT = Produksi Total (Rp/tahun)

Analisis Titik Impas

Titik impas (break event point) adalah suatu titik dimana terjadi

keseimbangan antara dua alternatif yang berbeda. Di luar titik tersebut, kondisi

alternatif tersebut berbeda sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan

(Pramudya dan Dewi, 1992). Titik impas disebut juga batas kritis usaha.

Maksudnya adalah kapasitas atau volume produksi yang dapat menghasilkan

pemasukan atau pendapatan sekedar cukup untuk menutupi biaya total.

Analisis Kelayakan Finansial

Pembangunan proyek bertujuan untuk memperoleh berbagai manfaat

(termasuk keuntungan) yang nilainya lebih besar dari nilai faktor produksi yang

ditanamkan pada proyek tersebut. Analisis finansial dilakukan untuk kepentingan

individu atau lembaga yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut.

Menurut Gray et al. (1993) untuk mencari ukuran yang menyeluruh

sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek telah dikembangkan

berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Beberapa kriteria investasi yang

sering digunakan adalah Break Even Point (BEP), Net Present Value NPV),

Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio, dan analisis sensitivitas.

Page 46: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

22

a. Net Present Value

Net Present Value (NPV) yaitu seluruh angka net cash flow yang

digandakan dengan discount faktor yang telah ditentukan. Menurut Gray et al.

(1985), untuk menghitung NPV dapat digunakan rumus:

Keterangan:

NPV = Net Present Value (NPV)

n = Umur Produksi (tahun)

t = Tahun ke-t

B = Manfaat (Rp/tahun)

C = Biaya (Rp/tahun)

i = Discount faktor (% tahun)

Jika : NPV > 0 proyek menguntungkan

NPV = 0 proyek tidak menguntungkan / merugi

NPV < 0 proyek merugikan

b. Internal Rate of Return

Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian internal,

yaitu suatu tingkat pengembalian yang dinyatakan dalam persen yang identik

dengan biaya investasi.

Keterangan:

IRR = Internal Rate of Return (IRR)

i1

i

= Tingkat bunga pada saat NPV yang didapat positif (%)

2

IRR adalah tingkat bunga yang membuat NPV = 0

= Tingkat bunga pada saat NPV yang didapat negatif (%)

Jadi, bila IRR ≥ discount factor proyek menguntungkan sehingga proyek

layak untuk dikembangkan

Dan, bila IRR < discount factor proyek merugikan sehingga proyek tidak

layak untuk dikembangkan

Page 47: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

23

c. Benefit Cost Ratio (B/C)

Benefit Cost Ratio (B/C), yaitu nilai perbandingan antara jumlah nilai

manfaat dan nilai biaya. Nilai manfaat didapat dari hasil penjualan dan nilai

sisa alat. Sedangkan nilai biaya adalah didapat dari biaya investasi dan biaya

tahunan untuk perawatan dan pemeliharaan.

Benefit Cost Ratio (B/C) terdiri dari dua jenis, yaitu Net B/C dan

Gross B/C. Namun Gross B/C dianjurkan untuk tidak digunakan

dalamanalisis benefit cost. Menurut Gray et al. (1993), untuk menghitung Net

B/C dapat digunakan rumus:

Dimana:

Net B/C merupakan nilai perbandingan antara jumlah nilai sekarang

(NPV) yang bernilai positif dengan jumlah nilai sekarang (NPV) yang bernilai

negatif

Jika: B/C > 1 proyek menguntungkan

B/C = 1 proyek tidak menguntungkan dan tidak merugikan, manfaat yang

diperoleh hanya cukup untuk menutup biaya (tercapai titik impas)

B/C < 1 proyek merugikan, sehingga proyek tidak layak untuk

dikembangkan

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk mempelajari kemungkinan terjadinya

perubahan dalam penyelesaian optimal sebagai akibat adanya perubahan dari

model semula. Pramudya dan Dewi (1992) menyatakan bahwa analisis ini

dilakukan apabila terjadi kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat dan

Page 48: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

24

kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut

dilaksanakan. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen

peningkatan atau penurunan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan

perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak (Gittinger

1986) .

Page 49: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

25

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai Januari 2011 di

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Cimanggu Bogor,

Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB,

Laboratorium Pilot Plant Seafast Center Institut Pertanian Bogor dan

Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu minyak sawit merah yang

diperoleh dari Seafast Center IPB, emulsifier Tween 80, flavor jeruk, pemanis

sirup fruktosa, pengawet kalium sorbat, antioksidan butil hidroksi toluen (BHT),

air mineral.

Alat-alat yang digunakan adalah homogenizer rotor stator untuk

pembuatan minuman emulsi, partikel size analyzer merk Coulter LS 100Q,

timbangan, stopwatch dan alat-alat gelas.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan sebagai berikut:

1. Proses Emulsifikasi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah

Minuman emulsi minyak sawit merah dibuat dengan menggunakan

formula Surfiana (2002). Komposisi minuman emulsi minyak sawit merah dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Komposisi minuman emulsi minyak sawit merah

Komponen Emulsifier Tween 80 Rasio minyak : air Konsentrasi emulsifier Konsentrasi fruktosa Konsentrasi flavor BHT Kalium sorbat

7 : 3 1%

10% 1%

200 ppm 0,1%

Page 50: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

26

Proses emulsifikasi minuman emulsi minyak sawit merah dilakukan dengan

perlakuan sebagai berikut:

a. Proses Homogenisasi

Tahap kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan kecepatan putaran

homogenizer dan waktu homogenisasi yang terbaik. Perlakuan homogenisasi

yang diuji yaitu : (a) kecepatan putaran homogenizer : 6000, 8000, dan 10.000

rpm dan (b) waktu homogenisasi : 1, 3 dan 4 menit. Parameter yang diukur yaitu

stabilitas emulsi, distribusi dan ukuran partikel emulsi serta gambar mikroskopik

partikel emulsi. Dari perlakuan homogenisasi ini, dipilih perlakuan terbaik untuk

masuk ke tahap pasteurisasi. Produk emulsi minyak sawit merah dapat dilihat

pada Gambar 5.

b. Proses Pasteurisasi

Tahap kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan suhu dan waktu

pasteurisasi terbaik. Perlakuan pasteurisasi yang diujikan yaitu : (a) suhu

pasteurisasi : 70oC dan 80o

C dan (b) waktu pasteurisasi : 10 dan 15 menit.

Parameter pengamatan yang diukur yaitu kestabilan emulsi, warna (Nilai L, a, b)

dan TPC/keawetan. Diagram alir pembuatan emulsi minyak sawit merah dapat

dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5 Produk minuman emulsi minyak sawit merah

Page 51: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

27

Gambar 6 Diagram alir pembuatan minuman emulsi minyak sawit merah

Mixing (± 1 menit) Mixing (± 1 menit)

Homogenisasi (1 menit, 8000 rpm)

Homogenisasi ( 1 menit, 8000 rpm)

Ditambahkan perlahan-lahan sambil dihomogenisasi

Air

+ BHT (200 ppm)

Olein sawit merah

+ Sirup fruktosa (15%) + flavor jeruk (1,5%)

Pemanasan hotplate T 40oC

Perlakuan Homogenisasi Kecepatan: 6000, 8000 dan 10000 rpm

Waktu : 1, 3 dan 4 menit

Perlakuan Pasteurisasi Suhu : 70, 80oC

Waktu : 10 dan 15 menit

+ Kalium sorbat 0,1% + Emulsifier 1%

Minuman emulsi

Page 52: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

28

2. Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah

Tahap ini bertujuan untuk menganalisis biaya dan kelayakan usaha

minuman emulsi minyak sawit merah. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah

asumsi dan pendekatan sebagai dasar dalam melakukan perhitungan dan analisis.

Asumsi dan pendekatan yang digunakan terdiri dari: (1) Umur ekonomis

homogenizer rotor stator adalah 10 tahun dengan nilai akhir mesin 10% dari

harga awal, (2) Umur ekonomis fasilitas bangunan adalah 10 tahun, (3) Umur

proyek diasumsikan sesuai dengan umur ekonomis alat (10 tahun), (4) Investasi

terdiri dari 30% modal sendiri dan 70% modal kredit, (5) Harga yang digunakan

dalam perhitungan adalah harga yang berlaku sebelum penelitian dan sebelum

terjadi perubahan selama penelitian, (6) Tingkat suku bunga (dicount rate) adalah

tingkat bunga yang diperkirakan dan dipakai untuk mendiskon pembayaran dan

penerimaan dalam satu periode. Besarnya tingkat suku bunga adalah 15% didekati

dari tingkat suku bunga kredit usaha non program Bank Rakyat Indonesia (BRI)

tahun 2010.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit merah didisain dengan

rancangan acak lengkap dengan dua peubah serta dilakukan dengan dua

pengulangan. Uji statistik menggunakan software SAS untuk analisis sidik

ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan pada tingkat kepercayaan 95%. Proses

homogenisasi didisain dengan rancangan sebagai berikut:

Yijk= µ + αi + βj + ε

Dimana :

ijk

Yijk

µ = nilai tengah umum

= nilai pengamatan pada faktor kecepatan putaran homogenisasi (rpm)

taraf ke-i dan faktor waktu taraf ke-j dan ulangan ke k

αi = pengaruh utama faktor kecepatan putaran homogenisasi (6000 rpm,

8000 rpm, 10000 rpm)

Page 53: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

29

βj

ε

= pengaruh utama faktor waktu (1, 3, 4 menit)

ijk

Proses pasteurisasi didisain dengan rancangan sebagai berikut :

= galat percobaan

Yijk= µ + αi + βj + ε

Dimana :

ijk

Yijk

µ = nilai tengah umum

= nilai pengamatan pada faktor suhu taraf ke-i dan faktor waktu taraf ke-

j dan ulangan ke k

αi = pengaruh utama faktor suhu pasteurisasi (70oC, 80o

β

C)

j

ε

= pengaruh utama faktor waktu (10 menit, 15 menit)

ijk

= galat percobaan

Analisis

1. Stabilitas Emulsi (Modifikasi Metode Yasumatsu et al. 1972)

Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini berdasarkan pada

mengukur kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan

sentrifugasi. Prosedur penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam

penangas air bersuhu 80o

C selama 30 menit, kemudian disentrifugasi pada

kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk

emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:

Stabilitas emulsi (%) =

Volume total campuran (ml) x 100

volume campuran yang teremulsi (ml)

2. Ukuran Droplet Emulsi

Ukuran droplet emulsi ditentukan dengan pengamatan menggunakan

particle size analyzer merk Coulter LS 100 Q. Dari hasil pengamatan kemudian di

Page 54: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

30

plot grafik persentase volume droplet pada setiap diameter droplet emulsi.

Diameter globula yang semakin kecil menandakan produk emulsi semakin stabil.

3. Penampakan Mikroskopik Emulsi / Pengamatan Ukuran Partikel

Sampel emulsi diteteskan sebanyak satu tetes pada microscope slide

kemudian ditutup dengan cover slip dan diamati pada perbesaran 200x pada

mikroskop berkamera NIKON FX 35. Pengukuran ukuran droplet dilakukan

dengan mengukur pada skala mikroskop (pada perbesaran 200x, skala dari satu

unit pengukuran-jarak antar garis unit pengukuran terpendek-yaitu 5µm)

kemudian dihitung jumlah droplet pada ukuran 1-10µm, 11-20µm, 21-30 µm dari

gambar hasil penelitian.

4. Warna

Analisa warna dilakukan dengan menggunakan alat chromameter minolta

CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a dan b perlu dikalibrasi dengan

menggunakan standar warna putih (L = 97.51, a = 5.35, b = -3.37). Setelah proses

kalibrasi selesai, dilanjutkan dengan pengukuran warna sampel. Sisten warna

yang digunakan adalah L, a, b.

Sampel dituang kedalam wadah, lalu tekan tombol measure. Hasil

pengukuran dikonversi kedalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter

kecerahan dari hitam (0) hingga putih (100). Notasi a menyatakan warna kromatik

campuran merah-hijau dengan nilai a positif dari 0 sampai 100 untuk warna

merah dan a negatif dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan

campuran biru-kuning dengan nilai b positif dari 0 hingga 70 untuk warna kuning

dan nilai b negatif dari 0 hingga -80 untuk warna biru. Berdasarkan nilai a dan b

maka dapat dinyatakan nilai o

Hue dengan persamaan :

Nilai yang dihasilkan menyatakan warna pada sampel. Berikut ini

berbagai nilai oHue dan keterangan warna dapat dilihat pada Tabel 9.

oHue = tan -1 (b/a)

Page 55: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

31

Tabel 9 Keterangan warna o

Hue

5. TPC (Total Plate Count)

Analisa kuantitatif mikrobiologi yang dilakukan adalah penentuan total

mikroba atau total plate count (TPC). Media yang digunakan untuk menghitung

total mikroba adalah PCA (Plate Count Agar). Sebanyak 23,5 gram PCA

ditambahkan kedalam satu liter air destilata, kemudian dipanaskan sambil diaduk

untuk melarutkan media. Setelah agar larut dan bening, media disterilkan dalam

otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Sebagai pengencer digunakan larutan

garam fisiologis 0,85%. Sebanyak 1 ml emulsi dimasukkan kedalam tabung

reaksi yang berisi 9 ml larutan pengencer steril, diperoleh pengenceran 10-1.

Selanjutnya dibuat pengenceran 10-2 dan 10-3. Dari masing-masing tingkat

pengenceran tersebut dilakukan pemupukan pada cawan petri steril (duplo).

Kemudian kedalam cawan tersebut dituangkan ± 15 ml media. Cawan petri

diinkubasi pada suhu 37o

C selama 2 hari.

o Keterangan Hue 18o – 54 Merah o 54o – 90 Kuning Merah o 90o – 126 Kuning o 126o – 162 Kuning Hijau o 162o – 198 Hijau o 198o – 234 Biru Hijau o 234o – 270 Biru o 270o – 306 Biru Ungu o 306o – 342 Ungu o 342o – 18 Merah Ungu o

Page 56: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

32

Page 57: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

33

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Emulsifikasi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah

Proses emulsifikasi minuman emulsi minyak sawit merah dilakukan

dengan perlakuan proses homogenisasi dan proses pasteurisasi

1. Proses Homogenisasi

Homogenisasi merupakan proses mengubah dua cairan yang sifatnya

immisible (tidak bercampur) menjadi sebuah emulsi. Prinsip kerja homogenizer

rotor stator adalah mengecilkan ukuran partikel emulsi dengan menggerus dan

memotong partikel emulsi yang besar dengan rotor (bergerak) dan stator (diam)

menjadi partikel yang lebih kecil. Emulsi akan tertarik oleh dorongan pusaran

rotor stator kemudian masuk kedalam batang rotor stator. Emulsi kemudian

didorong keluar oleh pemotong partikel (rotor) homogenizer setelah penggerusan

(shear force). Frekuensi droplet masuk kedalam rotor stator homogenizer sejalan

dengan lamanya homogenisasi. Proses pengecilan ukuran partikel pada

homogenizer rotor stator dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Proses pengecilan ukuran partikel pada homogenizer rotor stator

Efektifitas pengurangan ukuran partikel oleh homogenizer rotor stator

dapat dipengaruhi oleh jumlah bahan yang dihomogenisasi, waktu homogenisasi

dan kecepatan putaran homogenisasi. Semakin banyak bahan yang

dihomogenisasi maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk

mencampurkan kedua fasa bahan. Semakin lama waktu homogenisasi maka

semakin banyak aliran cairan yang masuk menuju rotor stator untuk pengecilan

ukuran partikel.

Page 58: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

34

a. Pengaruh Homogenisasi terhadap Stabilitas Emulsi

Homogenisasi didalam teknologi pencampuran, emulsifikasi dan suspensi

dikenal sebagai operasi yang pada dasarnya terdiri dari dua tahap yaitu pertama

pengecilan ukuran droplet pada fase bagian dalam dan kedua yang merupakan

tahap simultan pendistribusian droplet kedalam fase kontinu (Wirakartakusumah

1992).

Kestabilan emulsi merupakan proses pemisahan emulsi yang berjalan

lambat sehingga proses tersebut tidak teramati selama selang waktu yang

diinginkan (Frieberg et al. 1990). Pengaruh perlakuan kecepatan putaran

homogenizer dan waktu homogenisasi terhadap stabilitas emulsi diukur dengan

mengukur kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan

sentrifugasi. Pemisahan fase air dari sistim emulsi merupakan indikasi penurunan

stabilitas emulsi. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan

stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan. Pada Gambar 8 dapat dilihat

hubungan antara kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi

terhadap stabilitas emulsi.

Gambar 8 Hubungan antara kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi terhadap stabilitas emulsi.

Gambar 8 menunjukkan kurva stabilitas emulsi yang dinyatakan dalam %

pada berbagai kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi dengan

menggunakan metode Yasumatsu et al. Gambar ini menunjukkan pada kecepatan

96,09

96,72

97,81

96,56

98,28

98,28

97,03

98,2898,59

94,595

95,596

96,597

97,598

98,599

1 3 4

Stab

ilita

s Em

ulsi

(%)

Waktu (menit)

6000 rpm

8000 rpm

10000 rpm

Page 59: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

35

putaran homogenizer 10000 rpm, stabilitas emulsi lebih tinggi dibandingkan

dengan pada kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm dan 8000 rpm. Demikian

juga pada waktu homogenisasi 4 menit, stabilitas emulsi lebih tinggi

dibandingkan dengan pada waktu homogenisasi 1 menit dan 3 menit.

Dari Gambar 8 terlihat kecenderungan bahwa stabilitas emulsi akan

semakin besar dengan semakin meningkatnya kecepatan putaran homogenizer

dan waktu homogenisasi. Data perhitungan stabilitas emulsi dapat dilihat pada

Lampiran 1. Berdasarkan uji lanjut

Hal ini dikarenakan kecepatan putaran homogenizer yang semakin besar

dan waktu homogenisasi yang semakin lama akan menghasilkan energi yang

semakin besar untuk membuat pengemulsi lebih mampu menstabilkan droplet air

pada produk emulsi (McClement 2004). Ghannam (2005) juga menjelaskan

bahwa pada kecepatan homogenisasi yang sama, semakin lama waktu

homogenisasi akan menghasilkan emulsi yang lebih stabil.

Duncan, peningkatan kecepatan putaran

homogenizer dan waktu homogenisasi berpegaruh nyata terhadap stabilitas emulsi

(P<0.05)

Menurut Fajariyanto (1987) Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang besarnya bergantung pada komposisi emulsi dan metode pengolahan.

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari tipe dan

konsentrasi bahan pengemulsi, jenis dan konsentrasi komponen-komponen fasa

terdispersi dan fase pendispersi, viskositas fasa pendispersi, perbandingan fasa

terdispersi terhadap fasa pendispersi, dan ukuran partikel. Sedangkan faktor-

faktor eksternal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari pengadukan atau

pengocokan, penguapan dan suhu.

b.Ukuran Droplet Emulsi

Stabilitas emulsi tergantung pada ukuran droplet pada fase terdispersinya.

Ukuran droplet yang semakin kecil menandakan produk emulsi yang semakin

stabil. Ukuran droplet emulsi diukur dengan menggunakan alat Particle Size

Analyzer merk Coulter. Rerata diameter partikel droplet emulsi hasil analisa

dengan particle size analyzer ditunjukkan dengan nilai sauter mean diameter

(SMD; d32). Sauter mean diameter didefinisikan sebagai diameter sebuah bola

Page 60: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

36

yang memiliki rasio volume per luas permukaan yang sama seperti partikel yang

diukur.

Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer

6000 rpm dapat dilihat pada Gambar 9. Dari gambar tersebut dapat diketahui

bahwa pada waktu homogenisasi 1 menit, distribusi ukuran droplet emulsi lebih

banyak terdapat pada ukuran droplet yang besar sedangkan pada lama

homogenisasi 3 menit dan 4 menit diperoleh kurva distribusi ukuran partikel yang

memiliki ukuran lebih kecil dari lama homogenisasi 1 menit.

Pengukuran dengan particle analyzer diperoleh pada waktu homogenisasi

1 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil

dari 3,493 µm; pada waktu homogenisasi 3 menit sebesar 50% volume minyak

memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,864 µm; pada waktu

homogenisasi 4 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran

droplet lebih kecil dari 2,589 µm.

Gambar 9 Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm

Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer

8000 rpm dapat dilihat pada Gambar 10. Distribusi ukuran partikel emulsi pada

waktu homogenisasi 1 menit, lebih banyak terdapat pada ukuran droplet yang

besar sedangkan pada waktu homogenisasi 3 menit dan 4 menit diperoleh kurva

0123456789

10

0,1 1 10 100

Vol

ume

%

Diameter Partikel (μm)

1 menit

3 menit

4 menit

Page 61: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

37

distribusi ukuran droplet yang memiliki ukuran lebih kecil dari waktu

homogenisasi 1 menit.

Pengukuran dengan particle analyzer diperoleh pada waktu homogenisasi

1 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil

dari 2,918 µm; pada waktu homogenisasi 3 menit sebesar 50% volume minyak

memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,489 µm; pada waktu

homogenisasi 4 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran

droplet lebih kecil dari 2,365 µm.

Gambar 10 Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 8000 rpm

Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer

10000 rpm dapat dilihat pada Gambar 11. Pada waktu homogenisasi 1 menit,

distribusi ukuran droplet emulsi lebih banyak terdapat pada ukuran droplet yang

besar sedangkan pada waktu homogenisasi 3 menit dan 4 menit diperoleh kurva

distribusi ukuran droplet yang memiliki ukuran lebih kecil dari waktu

homogenisasi 1 menit.

0123456789

10

0,1 1 10 100

Vol

ume

%

Diameter Partikel (μm)

1 menit

3 menit

4 menit

Page 62: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

38

Gambar 11 Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 10000 rpm

Pengukuran dengan particle analyzer diperoleh pada waktu homogenisasi

1 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil

dari 2,759 µm; pada waktu homogenisasi 3 menit sebesar 50% volume minyak

memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,220 µm; pada waktu

homogenisasi 4 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran

droplet lebih kecil dari 2,239 µm. Data pengukuran particle size analyzer dapat

dilihat pada Lampiran 21.

Pada setiap perlakuan kecepatan putaran homogenizer, terlihat bahwa

semakin lama waktu homogenisasi ukuran diameter partikel emulsi semakin

kecil. Distribusi ukuran globula emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 6000

rpm, 8000 rpm dan 10000 rpm dan waktu putaran 4 menit dapat dilihat pada

Gambar 12. Distribusi ukuran pada perlakuan kecepatan putaran 6000 rpm

menunjukkan ukuran diameter partikel emulsinya tersebar pada ukuran yang lebih

besar dibandingkan dengan 8000 rpm dan 10000 rpm. Dari gambar ini

menunjukkan semakin meningkatnya kecepatan putaran homogenizer partikel

emulsi yang dihasilkan semakin kecil.

0123456789

10

0,1 1 10 100

Volu

me

%

Diameter Partikel (μm)

1 menit

3 menit

4 menit

Page 63: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

39

Gambar 12 Distribusi ukuran partikel emulsi pada waktu homogenisasi 4 menit

Sauter mean diameter (d32) emulsi pada berbagai kecepatan putaran

homogenizer dan waktu homogenisasi dapat dilihat pada Tabel 10. Gambar 13

menunjukkan kurva rerata diameter partikel emulsi (d32

) pada berbagai kecepatan

putaran homogenizer dan waktu homogenisasi. Gambar 13 terlihat diameter

droplet emulsi pada kecepatan putaran homogenisasi 6000 rpm berukuran lebih

besar dari 8000 rpm dan 10000 rpm. Pada lama homogenisasi 4 menit, ukuran

diameter droplet emulsi lebih kecil dari lama homogenisasi 1 menit dan 3 menit.

Hal ini menunjukkan pada kecepatan putaran homogenizer 10000 dan lama waktu

homogenisasi 4 menit, proses emulsifikasi lebih baik dibandingan dengan

penggunaan kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm dan 8000 rpm dan waktu 1

menit dan 3 menit.

Tabel 10 Rerata diameter partikel emulsi (d32

Kecepatan putaran (rpm), waktu homogenisasi

)

d 3,2 (µm)

6000 rpm, 1 menit 3,05 6000 rpm, 3 menit 2,54 6000 rpm, 4 menit 2,36 8000 rpm, 1 menit 2,60 8000 rpm, 3 menit 2,24 8000 rpm, 4 menit 2,15 10000 rpm, 1 menit 2,48 10000 rpm, 3 menit 2,04 10000 rpm, 4 menit 2,04

0123456789

10

0,1 1 10 100

Volu

me

%

Diameter Partikel (µm)

6000 rpm

8000 rpm

10000 rpm

Page 64: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

40

Gambar 13 Rerata diameter partikel emulsi (d

32

) pada berbagai kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi

Ukuran diameter droplet emulsi berkisar antara 2,04-3,05µm. Berdasarkan

uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 2 menunjukkan kecepatan

putaran homogenizer dan waktu homogenisasi berpengaruh nyata terhadap

ukuran rata-rata droplet emulsi (P<0.05)

Menurut Muller-Fischer et al. (2006), input energy berpengaruh secara

langsung terdapat ukuran droplet yang terbentuk. Ukuran droplet diduga akan

semakin kecil dengan peningkatan gaya yang diberikan (Hanselmann 1996).

Ukuran droplet emulsi dapat diperkecil dengan meningkatkan jumlah energy yang

disuplai selama proses emulsifikasi, selama masih tersedia emulsifier yang cukup

untuk menyelimuti permukaan droplet yang baru terbentuk.

. Penggunaan kecepatan putar

homogenizer yang semakin tinggi akan menghasilkan gaya geser yang diterima

oleh fluida akan semakin besar, hal ini akan menyebabkan minyak terpecah

menjadi droplet yang semakin kecil

Menurut McClements (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran

droplet yang dihasilkan oleh homogenisasi yaitu tipe emulsi yang digunakan,

suhu, karakter komponen fasa-fasanya, dan masukan energi. Ukuran droplet yang

kecil yang dihasilkan oleh homogenisasi dapat meningkatkan fasa terdispersi.

Sabagai akibatnya viskositas semakin meningkat dan penyerapan emulsifier dapat

meningkat. Ketidakcukupan emulsifier dalam menyelubungi permukaan droplet-

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

0 1 2 3 4 5

Uku

ran

drop

let d

3,2

(µm

)

Waktu (menit)

6000 rpm

8000 rpm

10000 rpm

Page 65: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

41

droplet akan menyebabkan koalesen. Pengemulsian juga membutuhkan waktu

homogenisasi yang tepat. Intensitas dan lama proses pencampuran tergantung

waktu yang diperlukan untuk melarutkan dan mendistribusikannya secara merata.

Pada semua perlakuan ini ukuran droplet emulsi berkisar antara 2,04 – 3,05 µm.

Menurut Tangsuphoom dan Coupland (2005) ukuran minimum droplet dalam

emulsi yang dihasilkan oleh homogenizer tipe rotor/stator ± 2µm.

Menurut Wirakartakusumah (1992) rotor-stator homogenizer bekerja pada

tekanan yang lebih rendah sehingga membutuhkan energi yang lebih sedikit,

bilamana partikel ingin lebih dikecilkan ukurannya, sejumlah energi tambahan

tetap harus diberikan dari luar. Energi yang dibutuhkan untuk memecah droplet

atau partikel dating dari rotor yang juga memutar alat pengaduk (disc). Emulsifier

ditambahkan untuk meningkatkan efektifitas emulsifikasi karena emulsifier

mengurangi efek homogenisasi.

c. Pengaruh Homogenisasi Terhadap Penampakan Mikroskopik

Menurut Widodo (2003) homogenisasi merupakan salah satu tahapan

dalam proses pengolahan yang bertujuan untuk memecah globula lemak menjadi

lebih kecil dan homogen. Pengamatan ukuran partikel perlu dilakukan guna

melihat perbedaan hasil perlakuan homogenisasi terhadap kondisi partikel emulsi.

Menurut Suryani et al. (2000) bahwa pembentukan emulsi yang stabil

dipengaruhi oleh konfigurasi partikel fasa terdispersi dalam medium pendispersi.

Semakin kecil ukuran partikel fasa terdispersi maka konfigurasi partikel fasa

terdispersi dalam medium pendispersi akan semakin teratur. Pengamatan

mikroskopik partikel emulsi dapat dilihat pada Gambar 14.

Page 66: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

42

A

a) b) c)

B

C

Gambar 14 Partikel emulsi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi perbesaran 200x, dengan kecepatan putaran homogenisasi A. 6000 B.8000 rpm C.10000 rpm dan lama homognisasi a) 1 menit b) 3 menit c) 4 menit

Menurut hasil pengamatan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi

pada perbesaran 200x, meskipun berbeda secara signifikan pada disribusi ukuran

droplet emulsi dan diameter partikel emulsi, pengamatan mikroskopik emulsi

tidak banyak perbedaan. Pada Gambar 14 perlakuan kecepatan putaran

homogenisasi 6000 rpm terlihat bahwa pada lama homogenisasi 4 menit ukuran

droplet emulsi terlihat lebih kecil dari lama 1 dan 3 menit. Ukuran droplet emulsi

pada lama putaran homogenizer 10000 rpm terlihat lebih kecil dari 6000 rpm dan

8000 rpm.

2. Proses Pasteurisasi

Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan pada suhu dan waktu

tertentu (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 oC). Panas digunakan

untuk membunuh mikroba pembusuk dan patogen, sehingga dapat meningkatkan

keamanan dan memperpanjang daya awet bahan pangan dalam jangka waktu

tertentu. Kusnandar et al. (2006) menyatakan bahwa pasteurisasi bertujuan untuk

Page 67: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

43

mengurangi populasi mikroba pembusuk. Bahan pangan yang dipasteurisasi

tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari sampai dengan beberapa

bulan.

Proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan

dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif

terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak

membentuk spora). Proses pasteurisasi bisa menggunakan sistem batch atau

sistem sinambung. Dalam sistem batch, pasteurisasi menggunakan bak air panas

pada suhu yang telah ditentukan. Bahan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke

dalam air panas selama selang waktu yang telah ditentukan. Jika pemanasan telah

tercapai, produk tersebut diangkat dan dicelupkan ke dalam bak lain yang berisi

air dingin (Toledo 1991).

Proses pasteurisasi dalam sistem sinambung menggunakan konveyor yang

secara sinambung akan mentransportasikan produk masuk melalui bak air panas

dan akhirnya melalui bak air pendingin. Waktu pemanasan dapat dikendalikan

dengan mengendalikan kecepatan konveyor. Keuntungan dengan sistem ini

adalah proses pemanasan akan berjalan lebih cepat, sehingga tidak membutuhkan

ruangan yang terlalu besar (Toledo 1991).

Proses pasteurisasi dapat dilakukan sebelum dikemas atau setelah

dikemas. Proses pasteurisasi yang dilakukan sebelum dikemas dapat menerapkan

sistem sinambung. Teknologi ini terutama memproses produk cair (susu, sari

buah, dan telur cair) ataupun produk semi padat (pasta, yoghurt, dan bubur),

dimana proses pemanasannya dapat dilakukan dengan alat penukar panas (heat

exchanger) yang umumnya beroperasi secara sinambung.

Proses pasteurisasi setelah dikemas dilakukan dengan mengemas dahulu

bahan pangan dalam kemasan (misal gelas, kaleng, atau plastik). Setelah

pasteurisasi, bahan pangan didinginkan kembali sampai mencapai suhu sekitar

40o

C untuk mengevaporasi sisa-sisa air. Hal ini dilakukan untuk mencegah

terjadinya proses korosi dan mempermudah proses penempelan dan pengeleman

label pada permukaan bahan pengemas (Kusnandar et al. 2006).

Page 68: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

44

a. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Stabilitas Emulsi

Pengaruh perlakuan pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi minyak sawit

merah diukur dengan metode sentrifuse emulsi. Pemisahan fase air dari sistim

emulsi merupakan indikasi penurunan stabilitas emulsi minyak sawit merah.

Pemisahan ini dapat terjadi akibat penggabungan partikel air yang ada pada sistim

emulsi sebagai akibat penurunan kapasitas penahanan air penstabil. Pengaruh

suhu pasteurisasi dan lama pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi dapat dilihat

pada Gambar 15.

Gambar 15 Pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi.

Dari Gambar 15 terlihat bahwa stabilitas emulsi kontrol (tanpa

pasteurisasi) yaitu 98,44%. Stabilitas emulsi pada suhu 70oC dan 80oC selama 10

menit yaitu 97,81% dan 96,56%. Stabilitas emulsi pada lama pasteurisasi 15

menit pada suhu 70oC dan 80oC yaitu 97,81% dan 96,09%. Berdasarkan uji

lanjut

Dalam sistem dispersi, partikel terdispersi dalam fase pendispersinya (air)

akan selalu bergerak dengan arah yang tidak beraturan (gerak brown) karena

terjadinya tumbukan antara partikel dan air. Pasteurisasi yang melibatkan suhu

tinggi menyumbangkan energi kinetik yang menyebabkan gerak brown semakin

Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 3 menunjukkan suhu pasteurisasi

berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sedangkan lama waktu pasteurisasi

tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi (P<0.05).

98,44

97,81

96,56

97,81

96,09

94,5

95

95,5

96

96,5

97

97,5

98

98,5

99

Kontrol 70 80

Stab

ilita

s Em

ulsi

(%)

Suhu (oC)

10 menit

15 menit

Page 69: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

45

cepat, artinya jumlah tumbukan antara partikel dengan air semakin bertambah

banyak, sehingga menyebabkan lepasnya elektrolit yang terabsorpsi di permukaan

sistem dispersi (terlepasnya interaksi partikel dengan air) (Schooneveld et al.

2009; Mandala dan Bayas 2004). Pemisahan sebagian air dari sistem dispersi

menyebabkan air berada di bagian bawah dan sistem dispersi yang masih stabil

berada di bagian atas karena densitas air lebih besar di bandingkan densitas sistem

dispersi.

b. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Warna Emulsi

Warna merupakan salah satu atribut sensori yang penting dalam

penerimaan suatu produk pangan. Warna juga merupakan salah satu karakteristik

fisik bahan pangan yang menentukan kualitas bahan pangan tersebut. Emulsi

minyak sawit merah berwarna kuning kemerahan, warna tersebut karena pigmen

karotenoid yang larut dalam minyak/lipida (Winarno 1991).

Salah satu instrumen yang umum digunakan pada pengukuran atribut

warna adalah kromameter. Prinsip kerja dari kromameter yaitu mengukur

perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel (Hutching

1999). Pada emulsi minyak sawit merah, pengukuran warna emulsi dilakukan

pada bagian permukaan emulsi. Nilai L (kecerahan), nilai a, nilai b emulsi minyak

sawit merah dapat dilihat pada Gambar 16.

Page 70: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

46

Gambar 16 Nilai L (kecerahan), nilai a, nilai b emulsi minyak sawit merah pada

berbagai suhu dan waktu pasteurisasi

Pada analisis warna, derajat kecerahan emulsi diwakili oleh nilai L.

Gambar 16 memperlihatkan perubahan nilai L (kecerahan) emulsi minyak sawit

merah pada berbagai suhu dan waktu pasteurisasi. Nilai L (kecerahan) emulsi

minyak sawit merah kontrol adalah 78,72. Sedang pada sampel emulsi yang

dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 15 menit nilai L (kecerahan) emulsi

menjadi 82,35. Dengan semakin tingginya suhu dan lamanya waktu pasteurisasi

nilai L (kecerahan) emulsi minyak sawit merah semakin meningkat. Berdasarkan

uji lanjut

Nilai a merupakan derajat kromatis yang menunjukkan warna kemerahan

atau kehijauan. Nilai a berada pada skala -80 sampai 100. Nilai a emulsi minyak

sawit merah pada perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi dapat dilihat pada

Gambar 16. Nilai a

Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 4 menunjukkan peningkatan

suhu pasteurisasi dan lamanya waktu pasteurisasi tidak berpengaruh nyata

terhadap nilai L kecerahan (kecerahan) emulsi (P<0.05).

+ emulsi kontrol yaitu 10,75. Sedangkan nilai a emulsi yang

dipasteurisasi pada suhu 70oC selama 10 dan 15 menit secara berturut-turut yaitu

4,735 dan 2,6. Nilai a emulsi yang dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 10 dan

15 menit yaitu 4,74 dan 2,17. Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat

pada Lampiran 5 menunjukkan peningkatan suhu pasteurisasi berpengaruh nyata

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Kontrol A (70oC, 10

mnt)

B (70oC, 15

mnt)

C (80oC, 10

mnt)

D (80oC, 15

mnt)

Nilai L

Nilai a

Nilai b

Page 71: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

47

terhadap nilai a emulsi minyak sawit merah sedangkan waktu pasteurisasi tidak

berpengaruh nyata terhadap nilai a emulsi (P<0.05).

Nilai b merupakan derajat kromatis yang menunjukkan warna kebiruan

atau kekuningan. Nilai b negatif menunjukkan derajat kebiruan. Nilai b positif

menunjukkan derajat kekuningan (Hutching 1999). Nilai b pada emulsi minyak

sawit merah bernilai positif, hal ini berarti emulsi minyak sawit merah memiliki

kecenderungan berwarna kekuningan. Nilai b emulsi minyak sawit merah pada

perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi dapat dilihat pada Gambar 16.

Nilai b emulsi yang belum dipasteurisasi yaitu sebesar 88,79 menunjukkan

bahwa sampel berada pada kisaran warna merah dan kuning dengan tingkat

intensitas warna kuning lebih tinggi. Nilai b emulsi yang dipasteurisasi pada suhu

70oC selama 10 dan 15 menit yaitu 83,1 dan 82,45. Emulsi yang dipasteurisasi

pada suhu 80oC selama 10 dan 15 menit yaitu 83,33 dan 80,81. Dengan semakin

tingginya suhu dan semakin lamanya waktu pasteurisasi nilai b emulsi minyak

sawit merah semakin menurun. Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat

pada Lampiran 6 menunjukkan peningkatan suhu dan lamanya waktu pasteurisasi

tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b emulsi (P<0.05).

Warna minyak sawit ditentukan oleh adanya pigmen karoten yang larut

dalam minyak, sebab asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna (Ketaren

2005). Warna merah pekat pada minyak sawit diakibatkan oleh kandungan

komponen karotenoidnya yang tinggi (500-700 ppm). Sebagian besar karotenoid

dalam minyak sawit terdiri dari β-karoten dan α-karoten (jumlahnya mencapai

90% dari total karotenoid minyak sawit (Ooi et al. 1996). Mac Dougall (2002)

dalam Riyadi (2009) menyebutkan bahwa warna kuning, jingga, merah

karotenoid adalah terkait dengan sistem konjugasi ikatan rangkap karbon-karbon.

Semua struktur trans dapat diubah menjadi isomer cis. Isomerisasi cis-trans

menghasilkan perubahan warna produk yang ditunjukkan oleh sifat spectral

karotenoid cis yang berbeda dengan karotenoid trans. Rantai poliene yang

berperan dalam penyerapan cahaya dan ikatan rangkap terkonjugasinya yang

berperan sebagai antioksidan, disisi lain justru membuat karotenoid menjadi tidak

stabil. Strukturnya mudah rusak dengan adanya serangan radikal bebas seperti

Page 72: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

48

molekul oksigen tunggal dan senyawa lain yang reaktif. Panas, sinar dan asam

memacu isomerisasi bentuk trans karotenoid ke bentuk cis.

Eskin (1979) dalam

Penelitian lain yang menunjukkan pengaruh karten terhadap suhu

diantaranya Alyas et al (2006) dalam penelitiannya terhadap perubahan β-karoten

selama pemanasan minyak olein merah (Red Palm Olein, RPOn) mengamati

adanya pengurangan sebesar 59% pada pemanasan dengan suhu 200

Riyadi (2009) mengemukakan pengaruh suhu

terhadap karotenoid. Karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu tinggi

sehingga terjadi dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas

warna karotenoid atau terjadi pemucatan.

oC. Akan

tetapi, dilaporkan juga bahwa peningkatan waktu pemanasan dari 30 menjadi 120

menit menyebabkan pengurangan kadar β-karoten sebesar 3% pada 50oC atau 6%

pada 100o

Pengaruh suhu terhadap oksidasi pada karotenoid dikemukakan oleh

Worker (1957) dalam Muchtadi (1992) yaitu bahwa karotenoid belum mengalami

kerusakan karena pemanasan pada suhu 60

C.

o

C, sedangkan Gross (1991) dalam

Riyadi (2009) mengatakan bahwa laju oksidasi β-karoten meningkat dengan

peningkatan suhu.

c. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Total Mikroba

Perhitungan jumlah mikroba sangat penting untuk dilakukan terutama

untuk produk pasteurisasi untuk mengetahui efektivitas dari proses pasteurisasi

yang telah dilakukan. Analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah total mikroba

dengan melakukan pemupukan pada media PCA yang dapat digunakan untuk

melakukan perhitungan jumlah mikroorganisme aerobik (bakteri, kapang dan

khamir) atau angka lempeng total (TPC). Analisa mikrobiologi dapat

menunjukkan kualitas produk karena beberapa jenis mikroba menghasilkan enzim

yang dapat menghidrolisis minyak . Berdasarkan hasil analisis, jumlah mikroba

pada sampel dapat dilihat pada Tabel 11.

Page 73: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

49

Tabel 11 Jumlah mikroba pada perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi

Perlakuan Jumlah mikroba

Suhu 70o

Suhu 70C, 10 menit

o

Suhu 80C, 15 menit

o

Suhu 80C, 10 menit

o

4 x 10

C, 15 menit

1 x 101

2 x 101

1 x 101 1

Jumlah mikroba pada semua perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi adalah

kurang dari 2,5 x 102 koloni/ml. Dengan mengacu pada SNI 01-3816-1995

mengenai santan cair, maka TPC pada sampel emulsi minyak sawit merah jauh

dibawah batas maximum, yaitu 1 x 105

koloni/ g.

Analisis Biaya Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah

1. Biaya investasi

Pada usaha minuman emulsi minyak sawit merah, terdapat biaya investasi

dan biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada

saat usaha belum berproduksi seperti biaya lahan dan bangunan, mesin dan alat

serta perlengkapan. Produksi minuman emulsi minyak sawit merah membutuhkan

biaya investasi sebesar Rp 507.040.420. Rekapitulasi biaya investasi dapat dilihat

pada Tabel 12. Perincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 12 Rekapitulasi biaya investasi

No Jenis Biaya Biaya (Rp) 1 Lahan dan Bangunan 430.000.000 2 Mesin dan Alat 62.806.920 3 Perlengkapan 10.500.000 4 Instalasi penunjang 3.133.500 5 Perizinan 600.000 Total 507.040.420 Kredit (70%) 354.928.294 Modal Sendiri (30%) 152.112.126

Page 74: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

50

2. Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan

dengan kegiatan operasional dari suatu usaha. Biaya operasional ini dikeluarkan

secara berkala selama usaha tersebut berjalan. Biaya operasional terdiri dari biaya

tetap dan biaya variabel. Total biaya operasional yang dibutuhkan untuk usaha

minuman emulsi minyak sawit merah dalam satu tahun adalah Rp. 1.176.604.896.

Rekapitulasi biaya operasional dapat dilihat pada Tabel 13. Perincian biaya

operasional dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 13 Rekapitulasi biaya operasional

No Jenis Biaya Biaya (Rp) 1 Biaya Variabel

a. bahan baku b. bahan kemasan c. gaji tenaga kerja langsung d. Pemasaran e. Listrik dan air

1.010.130.000

2 Biaya Tetap 166.474.896 Total 1.176.604.896 Kredit (70%) 823.623.427 Modal Sendiri (30%) 352.981.469

3. Biaya Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minuman emulsi minyak

sawit merah yaitu minyak sawit merah yang di produksi oleh Seafast Center IPB.

Harga pembelian minyak sawit merah yaitu Rp. 16000/ liter. Minyak sawit merah

yang dibutuhkan dalam industri skala kecil minuman emulsi minyak sawit merah

ini yaitu sebanyak 70 liter/hari untuk kapasitas produksi sebanyak 100 liter

emulsi/hari. Jika pabrik beroperasi sebanyak 25 hari dalam sebulan dan 300

hr/tahun maka diperlukan sebanyak 1750 liter minyak sawit merah/bulan dan

21000 liter minyak sawit merah/tahun sehingga besar biaya minyak sawit merah

adalah Rp. 336.000.000/tahun

Pembuatan minuman emulsi minyak sawit merah memerlukan bahan-

bahan pembantu dan utilitas seperti air mineral, emulsifier tween 80, kalium

Page 75: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

51

sorbat, butiril hidroksi toluen (BHT), flavor jeruk, fruktosa, kemasan, label dan

listrik. Kebutuhan dan biaya bahan pembantu pada produksi minuman emulsi

minyak sawit merah 100 liter/hari dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Kebutuhan dan biaya bahan pembantu pada produksi minuman emulsi

minyak sawit merah 100 liter/hari.

Kebutuhan bahan pembantu

Jumlah Satuan Harga (Rp)

Biaya (Rp)

Bahan pembantu - Air mineral - Emulsifier tween 80 - Kalium sorbat - Butiril hidroksi toluen - Flavor jeruk - Fruktosa - Kemasan - Label

30 1000 100 20 1 10 500 500

Liter Mililiter Gram Gram Liter Liter Buah Lembar

850 100 8 90 830000 18000 1500 250

25.500 100.000 2.400 5.400 100.000 180.000 750.000 125.000

4. Biaya Pemeliharaan dan Penyusutan

Biaya pemeliharaan yaitu berupa pemeliharaan bangunan, mesin dan

peralatan. Biaya pemeliharaan diperlukan untuk menjaga agar bangunan, mesin

dan peralatan berfungsi dengan baik. Biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan

adalah dengan asumsi biaya pemeliharaan 2% dari harga awal, sedangkan biaya

penyusutan adalah 10% dari nilai sisa. Perincian biaya pemeliharaan dan

penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 9.

5. Biaya Pokok Produksi

Total biaya tetap untuk kapasitas produksi emulsi minyak sawit merah 100

liter/hari atau 30.000 liter/tahun sebesar 166.474.896/tahun dan total biaya

variabel sebesar Rp. 791.130.000/tahun. Sehingga didapatkan total biaya produksi

selama satu tahun sebesar Rp. 957.604.896/tahun. Produk yang dihasilkan yaitu

30.000 liter/tahun. Sehingga didapatkan biaya pokok produksi emulsi sebesar Rp.

6.384/ 200 ml emulsi. Rekapitulasi biaya pokok produksi dapat dilihat pada Tabel

15. Perincian biaya pokok produksi dapat dilihat pada Lampiran 10.

Page 76: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

52

Tabel 15 Rekapitulasi biaya pokok produksi

No Jenis Biaya Biaya (Rp) 1 Biaya Variabel

a. bahan baku b. bahan kemasan c. gaji tenaga kerja langsung d. Pemasaran e. Listrik dan air

1.010.130.000

2 Biaya Tetap 166.474.896 Total 1.176.604.896

Harga jual emulsi dapat ditentukan dengan memperhitungkan persentase

keuntungan yang hendak diraih dari biaya pokok produksi. Dengan margin

keuntungan 50% dan pajak pertambahan nilai 10%, dihasilkan harga jual

minuman emulsi minyak sawit merah per botol (200 ml) adalah Rp. 11.000.

6. Kriteria Kelayakan Investasi

Kriteria kelayakan investasi dapat dihitung setelah proyeksi arus kas

ditentukan. Hasil perhitungan kelayakan investasi dapat dilihat pada Tabel 16.

Proyeksi arus kas, proyeksi laba rugi dan perhitungan kelayakan kriteria investasi

dicantumkan dalam Lampiran 12, 13 dan 14 .

Tabel 16 Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi

Parameter Nilai NPV (Rp.) 1.111.711.032 IRR 38% Net B/C 1,18 BEP (Rp.) 319.819.738 BEP (unit) 29075

NPV atau nilai kini bersih adalah manfaat bersih tambahan yang diterima

proyek selama umur proyek pada tingkat discount rate tertentu. Nilai NPV yang

diperoleh yaitu Rp. 1.111.711.032. Nilai IRR atau tingkat pengembalian internal

adalah kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan pengembalian. Nilai IRR

Page 77: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

53

yang diperoleh yaitu 38%. Berdasarkan nilai IRR nya maka proyek ini layak

dilaksanakan karena jauh lebih tinggi dari bunga bank (15%).

Kelayakan proyek juga ditentukan oleh nilai net B/C. Jika nilai net B/C

lebih dari satu, proyek ini layak untuk direalisasikan dan jika nilainya kurang dari

satu maka proyek ini tidak layak untuk direalisasikan. Nilai net B/C untuk proyek

ini adalah sebesar 1,18

Perhitungan BEP (break even point) dilakukan untuk mengetahui jumlah

minimal unit produk yang harus terjual untuk mencapai titik impas sehingga

perusahaan tidak mengalami kerugian. Nilai BEP yang diperoleh yaitu 29075 unit

(botol) atau Rp. 319.819.738.

Pengembalian pinjaman untuk biaya investasi dan biaya operasional

dilakukan mulai dari tahun pertama proyek dan akan berakhir pada tahun ke

sembilan. Rencana pengembalian pinjaman dapat dilihat pada Lampiran 11.

7. Analisis Sensitivitas

Sebagai upaya untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan seperti

gejolak/fluktuasi harga, baik harga jual produk atau harga beli bahan baku, maka

dilakukan analisis sensitivitas. Sensitivitas investasi diukur berdasarkan

perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C Ratio dan PBP. Analisis sensitivitas

dilakukan untuk melihat apakah proyek masih layak jika terjadi kesalahan atau

perubahan-perubahan dalam asumsi dasar yang digunakan. Analisis sensitivitas

pada produksi emulsi 100 liter/hari dilakukan terhadap perkiraan penurunan harga

jual produk sebesar 9,1 % dan kenaikan harga bahan baku (minyak sawit merah)

sebesar 15%. Hasil perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga

jual produk dapat dilihat pada Tabel 17. Proyeksi arus kas, proyeksi laba rugi dan

perhitungan kelayakan kriteria investasi untuk penurunan harga jual produk 9,1%

dapat dilihat pada Lampiran 15, 16 dan 17 .

Page 78: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

54

Tabel 17 Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual produk 9,1%

Parameter Nilai NPV (Rp.) 537.586.228 IRR 19 % Net B/C 1,09 BEP (Rp.) 352.268.179 BEP (unit) 35227

Hasil perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku

15% dapat dilihat pada Tabel 18. Proyeksi arus kas, proyeksi laba rugi dan

perhitungan kelayakan kriteria investasi untuk kenaikan harga bahan baku 15%

dapat dilihat pada Lampiran 18, 19 dan 20.

Tabel 18 Analisis sensitivitas pada kenaikan harga bahan baku 15%

Parameter Nilai NPV (Rp.) 657.503.676 IRR 24 % Net B/C 1,10 BEP (Rp.) 371.093.479 BEP (unit) 33736

Dari hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual produk dan

kenaikan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa proyek masih layak untuk

direalisasikan sampai tingkat penurunan harga jual sampai tingkat 9,1% dan

kenaikan harga bahan baku sampai tingkat 15%.

Page 79: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

55

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Peningkatan kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi

dapat meningkatkan stabilitas emulsi dan memperkecil ukuran partikel emulsi.

Ukuran diameter droplet emulsi berkisar antara 2,04-3,05µm. Pada kecepatan

putaran homogenizer 10000 dan waktu homogenisasi 4 menit, proses emulsifikasi

lebih baik dibandingan dengan penggunaan kecepatan putaran homogenizer 6000

rpm dan 8000 rpm dan waktu 1 menit dan 3 menit. Meskipun berbeda secara

signifikan pada distribusi ukuran droplet emulsi dan diameter partikel emulsi,

hasil pengamatan mikroskopik emulsi tidak menunjukkan perbedaan.

Biaya investasi yang dibutuhkan untuk usaha minuman emulsi minyak

sawit merah dengan volume produksi 30.000 liter/tahun sebesar Rp 507.040.420.

Total biaya dibutuhkan sebesar Rp. 957.604.896 terdiri dari biaya variabel

per/tahun Rp. 791.130.000 dan biaya tetap per/tahun Rp. 166.474.896. Dari biaya

tetap dan biaya variabel maka didapat harga pokok produksi Rp. 6.384/200ml.

Dengan margin keuntungan 50% dan pajak pertambahan nilai 10%, dihasilkan

harga jual minuman emulsi minyak sawit merah per botol (200 ml) adalah Rp.

11.000.

Peningkatan

suhu pasteurisasi menurunkan stabilitas emulsi.

Kriteria investasi yang diperoleh adalah NPV Rp. 1.111.711.032, IRR

38%, Nilai net B/C sebesar 1,18, BEP 29075 unit (botol) atau Rp. 319.819.738.

Dilihat dari nilai NPV yang bernilai positif, nilai IRR yang lebih besar dari

discount factor pada saat sekarang dan nilai net B/C yang lebih besar dari satu,

usaha minuman emulsi minyak sawit merah layak untuk dijalankan

Saran

Perlu dikaji umur simpan produk emulsi dan analisis terhadap kadar asam

lemak bebas yang akan berpengaruh terhadap mutu produk emulsi.

Page 80: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

56

Page 81: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

57

DAFTAR PUSTAKA

Alyas SA, Abdulah A, Idris NA. 2006. Changes of carotene content during heating of red palm olein. J Oil Palm Res (Special Issue-April 2006): 99-102.

Adhipratiwy. 2001. Analisis Biaya Produksi Pada Usaha Tani Krisan Pot (Studi Kasus Pada PT. Saung Mirwan, Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Allen DA. 1997. Refining. Didalam : Gunston FD dan FB Padley, editors. Lipid Technologies and Application. New York : Marcell-Dekker Inc.

Anderson D. 1996. A Primer on oils processing technology. Di dalam Y. H. Hui (ed.) Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol 4: Edible Oil & Fat Products. Processing Technology. John Willey & Sons Inc., New York, pp. 1-58

Asmaranala A. 2010. Analisis Efisiensi Membrane Filter Press Skala Pilot Plant Dalam Fraksinasi NDRPO (Neutralized Deodorized Red Palm Oil). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Basiron Y. 2005. Palm Oil. Di dalam: Sahidi F, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products: Ed ke-6 Volume ke-2 Edible Oil & Fat Products: Edible Oil. John Willey & Sons Inc., Hoboken.

Belitz HD dan Grosch W. 1999. Food Chemistry. New York : Springer-Verlag, Berlin Heidebers.

Bergenstahl BA, Claesson PM. 1990. Surface forces in emulsions. In: Larsson K. dan Friberg SE. (Eds). Food Emulsions. New York: Marcell-Dekker Inc.

Berger KG. 1988. A Layman’s Glossary of Oils and Fats. No:9. Kuala Lumpur: Institut Penyelidikan Minyak dan Kelapa Sawit Malaysia.

Choo YM. 1994. Palm Oil Carotenoids. J. Food and Nutrition Bulletin. 15(2): 130-136.

Chow. 2001. Vitamin E. Di dalam Rukker RB, editor. Handbook of Vitamins. Marcel Dekker Inc. New York.

De Man JM. 1997. Kimia Makanan. Kosasih Padmawinata, Penterjemah. Bandung : ITB Pr. Terjemahan dari : Food Chemistry.

[Ditjenbun 2009], Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Pemerintah akan membangun lembaga riset kelapa sawit berskala besar. http://www.diperta.jabarprov.go.id [23 Juni 2009]

Page 82: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

58

[Ditjenbun 2011], Direktorat Jendral Perkebunan. 2011. Ekspor Produk Sawit Terus Naik. http://www.diperta.jabarprov.go.id [1 Februari 2011]

Fennema OR. 1996. Food Chemistry. Ed ke-3. New York : Marcel Dekker Inc.

Ghannam, MT. 2005. Water-in crude oil emulsion stability investigation. Petroleum Science and Technology 23: 649-667

Gittinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi kedua. UI Press. Jakarta.

Goei KA. 2008. Prospek Industri Sawit Sebagai Bahan Baku Industri: Tarik Menarik Antara Pangan dan Energi. Makalah Seminar Tahunan MAKSI-Penelitian dan Pengembangan untuk Mendukung Agribisnis Kelapa Sawit Nasional. Bogor. MAKSI_SEAFAST Center IPB.

Gray C, Simanjuntak P, L.K. Subur, dan P.F.L Maspaitella. 1993. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hayati IN, Man YBC, Tan CP, Aini IN. 2007. Stability and Rheology of Concentrated O/W emulsions based on Soybean oil/ palm kernel olein blends. Food Research International 40 (2007): 1051-1061

Hanselmann W. 1996. Influence of Continuous Whipping Process Parameters on Foam Structure and Stability. Ph.D. Thesis. ETH Zurich.

Iwasaki R dan Murakhosi M. 1992. Palm oil yields carotene for world markets.

Oleo Chemical. INFORM.Vol. 3 No. 2. Februari

Jafari SH, Assadpoor E, He Y, Bhandari B. 2008. Re-coalescence of Emulsion

Droplets During High-Energy Emulsification. Food Hydrocolloid, 22: 1191-

1202.

Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Klaui H dan Bauerfeind JC. 1981. Carotenoids as Food Colour. Didalam : JC Bauerfeind, editor. Carotenoids As Colorans and Vitamine A Precursor. New York: Academic Press.

Kusnadar F, Hariyadi P, Syamsir E. 2006. Modul Kuliah ITP 330 Prinsip Teknik Pangan 2006. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Lehninger AL. 1990. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 2. M Thenawijaya, penterjemah. 1993. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Biochemistry (2). Clinical Applications. Ed ke-2. California : Pretice-Hall International, Inc.

Page 83: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

59

Linder. 1991. Nutritional Biochemistry and Metabolism with Clinical Application Ed ke-2. California. Pretice-Hall International, Inc.

Loncin, M. and R.L. Merson. 1997. Food Engineering: Principles and Selected Applications. New York: Academic Press.

Mandala IG dan Bayas E. 2004. Xanthan effect on swelling solubility and viscosity of wheat starch dispersion. J Food Hydrocolloid, 18:191-201.

Marty C. Berset C. 1990. Factors affecting thermal degradation of all-trans β carotene. J. Agric. Food Chemistry, 38 : 1063-1067.

Masni. 2004. Kajian Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit sebagai Sumber Karotenoid [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Meyer LH. 1982. Food Chemistry. AVI Van Nostrand Reinhold Company, Inc., Westport, Connecticut.

McClements DJ. 2004. Food Emulsion Principles, Practices, and Techniques. New York: CRC Press.

Muchtadi TR. 1990. Emulsi Bahan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA IPB. Bogor

Muchtadi TR. 1992. Karakterisasi Komponen Intrinsik Utama Buah Sawit (Elaeis guineensis, Jacq.) Dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak dan Pemanfaatan Provitamin A. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Muhilal. 1991. Minyak Sawit Suatu Produk Nabati Untuk Penanggulangan Achelosclerosis dan Penundaan Proses Penuaan. Prosiding Seminar Nilai Tambah Minyak kelapa Sawit untuk Meningkatkan Derajat kesehatan, Jakarta.

Muller-Fischer N, Suppiger D, Windhab EJ. 2006. Impact of static pressure and volumetric energy input on the microstructure of food foam whipped in a rotor-stator device. J. Food Engineering 80 (2007): 306-316

Nagendran, B., U.R. Unnithan, Y.M. Choo, and K. Sundram. 2000. Characteristics of red palm oil alpha-carotene and vitamine E-rich refined oil for food uses. Food Nutritions Bulletin 21: 2.

Noerono. 1990. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Ooi CK, Choo YM, Yap SC, dan Ma AN. 1996. Refining red palm oil. Elaeis 8 (1); June 1996 : 20-28

Page 84: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

60

Packer. 1992. Extraction of Carotenoid for Palm Oil. Cornell University, New York, USA.

Pramudya, B. dan N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi IPB. Bogor.

Revinaldo, Dodi. 1992. Analisis Biaya Pengolahan Kelapa Parut Kering (Desiccated coonut). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Riyadi AH. 2009. Kendali Proses Deodorisasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah. [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sabariman M. 2007. Sifat Reologi dan Sifat Fisik Minuman Emulsi Kaya Beta Karoten dari Minyak Sawit Merah dengan menggunakan Beberapa Pengemulsi. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Saputra V. 1996. Formulasi Produk Emulsi Kaya Beta Karoten dari Minyak Sawit Merah. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Schooneveld MMV, Villeneuve WW, Dullens RP, Aarts DG, Leunissen ME, dan Kegel WK. 2009. Structure, stability and formation pathway of colloidal gels in system with short range attraction and long range repulsion. J Physical Chemistry, 113 : 4560-4564.

Sirajjudin S. 2003. Sintesis Minyak Berodium dari Minyak Sawit Merah dan Efikasinya terhadap Pencegahan defisiensi Iodium. [Disertasi]. Bogor: Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. Minyak Sawit. SNI 01-2901-1995. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Sundram K. 2007. Palm Oil : Chemistry and Nutrition Update. Malaysia : MPOB

Surfiana. 2002. Formulasi Minuman Emulsi Kaya β Karoten dari Minyak Sawit Merah. [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suryani A, Illah Sailah, dan Erliza Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. TIN. FATETA IPB. Bogor

Tangsuphoom, N dan Coupland, JN. 2005. Effect of heating and homogenization on the stability of coconut milk emulsion. J Food Science. 70 (8) : 466-470

Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Processing Engineering. Second Edition. United States of America: Chapman & Hall. International Thomson Publishing.

Page 85: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

61

Weiss TJ. 1983. Food Oil and Their Uses. The AVI Publisher, Connecticut.

Widarta IWR. 2008. Kendali Proses Deasidifikasi Dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plan. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk. Yogyakarta. Lacticia Press.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wirakartakusumah MA, Subarna, Arpah M, Syah D, dan Budiwati SI. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU IPB. Bogor.

Wulandari OV. 2000. Pemanfaatan Minyak Sawit Untuk Produksi Emulsi Kaya Beta Karoten Sebagai Suplemen Vitamin A. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Yasumatsu K, Sawada K, Moritaka S, Misaki M, Toda J, Wada T, dan Ishi K. 1972. Whipping and Emulsifying Properties of Soybean Products. Agricultural and Biological Chemistry 36 (5) pp 719-727

Page 86: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

62

Page 87: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

63

Lampiran 1 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh homogenisasi terhadap stabilitas emulsi

Class Levels Values

factor 1 factor 2

3 3

Rpm10000 Rpm8000 Rpm6000 Waktu1 Waktu3 Waktu4

Source DF Sum of Squares Mean Square F

Value Pr>F

Model 8 13.59631111 1.69953889 28.60 <.0001 Error 9 0.53485000 0.05942778 Corrected Total 17 14.13116111

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean 0.962151

0.249996 0.243778 97.51278

Source DF Type I SS Mean Square F

Value Pr>F

faktor 1 faktor 2 faktor 1*faktor 2

2 2 4

3.90201111 8.86137778 0.83292222

1.95100556 4.43068889 0.20823056

32.83 74.56 3.50

<.0001 <.0001 0.0547

Duncan’s Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 9 Error Mean Square 0.059428

Number of Mean 2 3 Critical Range .3184 .3323

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor A 97.9633 6 Rpm10000 A 97.7033 6 Rpm8000 B 96.8717 6 Rpm6000

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 2 A 98.2250 6 Waktu 4 B 97.7550 6 Waktu 3 C 96.5583 6 Waktu 1

Page 88: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

64

Lampiran 2 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh homogenisasi terhadap ukuran rata-rata droplet emulsi [d3,2]

Class Levels Values

factor 1 factor 2

3 3

Rpm10000 Rpm8000 Rpm6000 Waktu1 Waktu3 Waktu4

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr>F Model 8 1.67507778 0.20938472 129.52 <.0001 Error 9 0.01455000 0.00161667 Corrected Total 17 1.68962778

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean 0.991389 1.679601 0.040208 2.393889

Source DF Type I SS Mean Square F

Value Pr>F

faktor 1 faktor 2 faktor 1*faktor 2

2 2 4

0.67814444 0.95231111 0.04462222

0.33907222 0.47615556 0.01115556

209.74 294.53 6.90

<.0001 <.0001 0.0080

Duncan’s Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 9 Error Mean Square 0.001617

Number of Mean 2 3 Critical Range .05251 .05481

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 1 A 2.65500 6 Rpm6000 B 2.33667 6 Rpm8000 C 2.19000 6 Rpm10000

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 2 A 2.71500 6 Waktu 1 B 2.27833 6 Waktu 3 C 2.18833 6 Waktu 4

Page 89: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

65

Lampiran 3 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi

Class Levels Values

faktor 1 faktor 2

2 2

Suhu 70 Suhu 80 Waktu 10 Waktu 15

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr>F Model 3 4.63135000 1.54378333 25.37 0.0046 Error 4 0.11045000 0.06085000 Corrected Total 7 0.11045000

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean 0.950069 0.254130 0.246678 97.06750

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr>F faktor 1 faktor 2 faktor 1*faktor 2

1 1 1

4.41045000 0.11045000 0.11045000

4.41045000 0.11045000 0.11045000

72.48 1.82 1.82

0.0010 0.2492 0.2492

Duncan’s Multiple Range Test for respon Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.06085

Number of Mean 2 Critical Range .4843

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 1 A 97.8100 4 Suhu 70 B 963250 4 Suhu 80

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 2 A 97.1850 4 Waktu 10 A 96.9500 4 Waktu 15

Page 90: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

66

Lampiran 4 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai L (kecerahan) emulsi

Class Levels Values

faktor 1 faktor 2

2 2

Suhu 70 Suhu 80 Waktu 10 Waktu 15

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr>F Model 3 5.54470000 1.84823333 2.02 0.2541 Error 4 3.66570000 0.91642500 Corrected Total 7 9.21040000

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean 0.602004 1.174746 0.957301 81.49000

Source DF Type I SS Mean Square F

Value Pr>F

Factor 1 Faktor 2 Faktor 1*Faktor 2

1 1 1

5.44500000 0.03125000 0.06845000

5.44500000 0.03125000 0.06845000

5.94 0.03 0.07

0.0714 0.8625 0.7982

Duncan’s Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.916425

Number of Mean 2 Critical Range 1.879

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 82.3150 4 Suhu 80 A 80.6650 4 Suhu 70

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 81.5525 4 Waktu 10 A 814275 4 Waktu 15

Page 91: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

67

Lampiran 5 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai a emulsi

Class Levels Values

faktor 1 faktor 2

2 2

Suhu 70 Suhu 80 Waktu 10 Waktu 15

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr>F Model 3 11.25343750 3.75114583 6.41 0.0522 Error 4 2.33945000 0.58486250 Corrected Total 7 13.59288750

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean 0.827892 21.47457 0.764763 3.561250

Source DF Type I SS Mean Square F Value

Pr>F

faktor 1 faktor 2 faktor 1*faktor 2

1 1 1

11.06851250 0.09031250 0.09461250

11.06851250 0.09031250 0.09461250

18.92 0.15 0.16

0.0122 0.7144 0.7081

Duncan’s Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.584862

Number of Mean 2 Critical Range 1.501

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 1 A 4.7375 4 Suhu 70 B 2.3850 4 Suhu 80

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 2 A 3.6675 4 Waktu 10 B 3.4550 4 Waktu 15

Page 92: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

68

Lampiran 6 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai b emulsi

Class Levels Values

faktor 1 faktor 2

2 2

Suhu 70 Suhu 80 Waktu 10 Waktu 15

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr>F Model 3 7.76695000 2.58898333 0.98 0.4862 Error 4 10.57540000 2.64385000 Corrected Total 7 18.34235000

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean 0.423444 1.972753 1.625992 82.42250

Source DF Type I SS Mean Square F Value

Pr>F

faktor 1 faktor 2 faktor 1*faktor 2

1 1 1

5.02445000 0.99405000 1.74845000

5.02445000 0.99405000 1.74845000

1.90 0.38 0.66

0.2401 0.5729 0.4617

Duncan’s Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 2.64385

Number of Mean 2 Critical Range 3.192

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 1 A 83.215 4 Suhu 70 B 81.630 4 Suhu 80

Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 2 A 82.775 4 Waktu 10 B 82.070 4 Waktu 15

Page 93: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

Lampiran 7 Perincian biaya investasi minuman emulsi minyak sawit merah

1 Lahan 200 m2 350.000 70.000.000 2 Bangunan 180 m2 2.000.000 360.000.000

Sub total 430.000.000 3 Mesin dan Alat

a. Homogenizer Rotor Stator 2 unit 27.175.000 54.350.000 b. Panci email 2 unit 300.000 600.000 c. Timbangan 2 unit 500.000 1.000.000 d. Gelas ukur 4 unit 25.000 100.000 e. Corong plastik 2 unit 15.000 30.000 f. Pasteurizer 1 unit 6.226.920 6.226.920 g. Kereta dorong 1 500.000 500.000

Sub total 62.806.920 4 Perlengkapan

a. Perlengkapan K3 1 unit 500.000 500.000 b. Alat-alat kantor 1 paket 10.000.000 10.000.000

Sub total 10.500.000 5 Instalasi penunjang

Instalasi air 1 Paket 633.500 633.500 Instalasi listrik 1 Paket 2.000.000 2.000.000 Instalasi telepon 1 Paket 500.000 500.000

Sub total 3.133.500 6 Perizinan 1 Paket 600.000 600.000

507.040.420

62

Total Investasi

BiayaNo. Deskripsi Volume Satuan Harga/Unit (Rp)

Page 94: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

72

Lampiran 10 Perhitungan biaya pokok produksi

Deskripsi Biaya A. Biaya Variabel

1 Bahan baku

458,430,000

2 Kemasan

262,500,000

3 Listrik

15,000,000

4 Air

1,200,000

5 Gaji tenaga kerja langsung

48,000,000

6

Biaya pemasaran dan distribusi

6,000,000

Sub total 791,130,000 B. Biaya Tetap

1 Penyusutan

40,198,688

2 Pemeliharaan

8,726,208

3

Gaji tenaga kerja tidak langsung

100,800,000

4 Pajak

10,750,000

5 Administrasi dan kantor

6,000,000

Sub total

166,474,896 Total 957,604,896

- Produk yang dihasilkan pertahun 30.000 liter - Produk yang dihasilkan perhari 100 liter - HPP/200 ml 6,384 rupiah - Keuntungan (50%) 3,192 rupiah - Harga + keuntungan 9,576 rupiah - PPn (10%) 957 rupiah - Harga+keuntungan+PPn 10,533 rupiah

Page 95: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

Lampiran 11 Rencana pengembalian pinjaman (10 tahun)Tahun Periode Angsuran Pokok Angsuran Bunga Total Angsuran Saldo Akhir Bulan

Tahun 0 1.025.251.721 Tahun 1 Tahun 1 102.525.172 153.787.758 256.312.930 922.726.549

Tahun 2 102.525.172 153.787.758 256.312.930 820.201.377 Tahun 3 102.525.172 153.787.758 256.312.930 717.676.205 Tahun 4 102.525.172 153.787.758 256.312.930 615.151.033 Tahun 5 102.525.172 153.787.758 256.312.930 512.625.861 Tahun 6 102.525.172 153.787.758 256.312.930 410.100.688 Tahun 7 102.525.172 153.787.758 256.312.930 307.575.516 Tahun 8 102.525.172 153.787.758 256.312.930 205.050.344 Tahun 9 102.525.172 153.787.758 256.312.930 102.525.172

Tahun 10 102.525.172 153.787.758 256.312.930 - 1.025.251.721 1.537.877.582 2.563.129.303 Total

Page 96: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

Lampiran 12 Proyeksi arus kas minuman emulsi minyak sawit merah

No. Parameter Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10120.000 135.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000

1 Minuman Emulsi 1.320.000.000 1.485.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.320.000.000 1.485.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000 1.650.000.000

1 Tanah 70.000.000 70.000.000 2 Bangunan 360.000.000 360.000.000 3 Mesin dan Alat 62.806.920 62.806.920 4 Perlengkapan 10.500.000 10.500.000 5 Instalasi Penunjang 3.133.500 3.133.500 6 Biaya perizinan 600.000 600.000

507.040.420 507.040.420 799.378.896 878.491.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896

1 Biaya tetap 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 2 Biaya variabel 632.904.000 712.017.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000

(507.040.420) 520.621.104 606.508.104 692.395.104 692.395.104 692.395.104 692.395.104 692.395.104 692.395.104 692.395.104 692.395.104

Penjualan (Botol)

Total PenjualanInvestasi

Total InvestasiBiaya Operasional

Surplus (Defisit)

Page 97: proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi ...

Lampiran 15 Proyeksi arus kas minuman emulsi minyak sawit merah pada penurunan harga jual produk 8%

No. Parameter Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10120.000 135.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000

1 Minuman Emulsi 1.200.000.000 1.350.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.200.000.000 1.350.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000

1 Tanah 70.000.000 70.000.000 2 Bangunan 360.000.000 360.000.000 3 Mesin dan Alat 62.806.920 62.806.920 4 Perlengkapan 10.500.000 10.500.000 5 Instalasi Penunjang 3.133.500 3.133.500 6 Biaya perizinan 600.000 600.000

507.040.420 507.040.420 799.378.896 878.491.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896 957.604.896

1 Biaya tetap 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 166.474.896 2 Biaya variabel 632.904.000 712.017.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000 791.130.000

(507.040.420) 400.621.104 471.508.104 542.395.104 542.395.104 542.395.104 542.395.104 542.395.104 542.395.104 542.395.104 542.395.104 Surplus (Defisit)

Penjualan (Botol)

Total PenjualanInvestasi

Total InvestasiBiaya Operasional