Top Banner
PENGARUH KONSELING INDIVIDU TERHADAP PENINGKATAN RELIGIUSITAS REMAJA (Studi Kasus Pelaksanaan Konseling Individu di Panti Pamardhi Putra “Mandiri” Semarang) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Ayu Syarifah 1101103 FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO SEMARANG 2008 PENGESAHAN SKRIPSI
129

proposal tesis bu.pdf

Sep 26, 2015

Download

Documents

Al Ghozali
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • PENGARUH KONSELING INDIVIDU TERHADAP PENINGKATAN RELIGIUSITAS REMAJA

    (Studi Kasus Pelaksanaan Konseling Individu di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang)

    SKRIPSI

    Untuk memenuhi sebagian persyaratan

    mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

    Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

    Ayu Syarifah

    1101103

    FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO

    SEMARANG 2008

    PENGESAHAN SKRIPSI

  • PENGARUH KONSELING INDIVIDU TERHADAP PENINGKATAN RELIGIUSITAS REMAJA

    (Studi Kasus Pelaksanaan Konseling Individu di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang)

    Disusun oleh:

    Ayu Syarifah 1101103

    telah diujikan di depan Dewan Penguji

    pada tanggal 30 Januari 2008 dan dinyatakan telah lulus

    Susunan Dewan Penguji

    Ketua Sidang Penguji I Drs. Ali Murtadho, M.Pd Drs. H. Sholihan, M.Ag NIP. 150274618 NIP. 150271978

    Sekretaris Sidang Penguji II Hj. Mahmudah, S.Ag., M.Pd H. Abu Rohmad, M.Ag NIP. 150286415 NIP. 150318014

    NOTA PEMBIMBING Lamp : 5 Eksemplar

  • Hal : Persetujuan Naskah Skripsi Kepada Yth. Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang di Semarang

    Assalamualaikum Wr. Wb.

    Setelah membaca, mengadakan koreksi perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa naskah skripsi:

    Nama : AYU SYARIFAH NIM : 1101103 Fak./Jur. : Dakwah / BPI

    Judul : Pengaruh Konseling Individu terhadap Peningkatan Religiusitas Remaja (Studi Kasus Pelaksanaan Konseling Individu di Panti

    Pamardhi Putra Mandiri Semarang) Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan, demikian atas persetujuannya diucapkan terima kasih.

    Semarang, 16 Januari 2008 Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi dan Tata Tulis Dra. Hj. Jauharatul Farida, M.Ag Hj. Mahmudah. S.Ag., M.Pd NIP. 150 245 379 NIP. 150 286 415

    Tanggal: Tanggal : M O T T O

  • ) :11(

    Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

    Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak

    ada pelindung bagi mereka selain Dia.

    (QS. ar-Rad: 11)

    PERNYATAAN

  • Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah

    hasil karya sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya

    yang pernah di ajukan untuk memperoleh gelar

    kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga

    pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari

    hasil penertiban maupun yang belum atau tidak

    ditertibkan, sumber di jelaskan di dalam tulisan dan daftar

    pustaka.

    Semarang, 2007 Ayu Syarifah NIM:1101103

    ABSTRAKSI

    Kajian dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan tentang pengaruh konseling individu terhadap peningkatan religiusitas remaja di Panti

  • Pamardhi Putra Mandiri Semarang. Fokus penelitian ini adalah ingin melihat bagaimana pelaksanaan konseling individu bagi peningkatan religiusitas dan adakah pengaruhnya konseling individu terhadap peningkatan religiusitas pada remaja di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang. Konseling individu difokuskan pada lima aspek yaitu; konselor, klien, materi, metode dan proses konseling individu. Sedangkan religiusitas difokuskan pada lima aspek yaitu; ideologi atau keyakinan, ritual, eksperensial atau konsekuensial, intelektual.

    Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh konseling individu terhadap peningkatan religiusitas remaja di Panti Pamardhi PutraMandiri Semarang.

    Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Sedangkan responden dalam penelitian ini yaitu remaja yang berusia 17-21 tahun yang beragama Islam dan yang mengikuti konseling individu di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang berjumlah 44 orang. Penelitian ini disebut penelitian populasi, yakni dengan menjadikan 44 orang tersebut menjadi subyek penelitian. Data diperoleh melalui angket yang disebarkan pada responden, berupa angket tertutup yang berbentuk rating scala, masing-masing variabel dijabarkan dalam 25 item yang secara favorable dan unfavorable. Sedangkan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi.

    Hasil dari penelitian ini adalah bahwa konseling individu berpengaruh positif terhadap peningkatan religiusitas remaja di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang. Hal ini diperkuat dari hasil hitung statistik yang menyatakan bahwa nilai Freg (134.651) lebih besar dari Ft baik dalam taraf signifikan 5% (4,06) dan 1 % (7,24),maka signifikan dan hipotesis di terima. Hal ini menunjukkan bahwa semakin responden mengikuti konseling individu, maka akan semakin meningkat pula religiusitasnya.

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah

    melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat

  • menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang

    wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Dakwah IAIN

    Walisongo Semarang.

    Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi

    Muhammad Saw, yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu

    pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal

    hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

    Adalah suatu kebanggaan tersendiri, jika suatu tugas dapat terselesaikan

    dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi merupakan tugas yang

    tidak ringan. Penulis sadar banyak hambatan yang menghadang dalam proses

    penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri.

    Kalaupun akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, tentunya karena beberapa pihak

    yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang

    telah memberikan bantuannya, khususnya kepada yang terhormat.

    1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A, selaku Rektor IAIN Walisongo

    Semarang.

    2. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf. MM, selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN

    Walisongo Semarang.

    3. Ibu Hj. Jauharotul Farida, M.Ag selaku pembimbing I yang telah berkenan

    meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan

    pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

    4. Ibu Hj. Mahmudah, S.Ag., M.Pd. selaku pembimbing II yang telah berkenan

    meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan

    pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

    5. Para Dosen pengajar dan staf karyawan di lingkungan Fakultas Dakwah IAIN

    Walisongo Semarang.

    6. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Fakultas Dakwah maupun

    Perpustakaan IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan pelayanan

    kepustakaan.

  • 7. Ayahanda dan Ibunda terhormat yang telah memberikan dukungan moral dan

    material dengan tulus dan ikhlas.

    8. Teman-temanku senasib seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu-

    persatu yang telah memberikan masukan dan motivasi bagi penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini.

    Atas jasa-jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal

    mereka di terima di sisi Allah SWT. Dan mendapat balasan pahala yang lebih baik

    serta mendapatkan kesuksesan baik itu di dunia maupun di akhirat.

    Penulis dalam hal ini juga mengharap kritik dan saran yang konstruktif dari

    para pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Dan akhirnya penulis berharap

    semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para

    pembaca pada umumnya, Amin.

    Semarang, 16 Januari 2008

    Ayu Syarifah

    NIM: 1101103

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

    HALAMAN NOTA PEMBIMBING ...................................................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. iii

    HALAMAN MOTTO ............................................................................................. iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v

    HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ vi

    HALAMAN ABSTRAKSI ..................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ............................................................................................ viii

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

    BAB I : PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 7

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7

    1.4 Telaah Pustaka ............................................................................ 8

    1.5 Sistematika .................................................................................. 11

    BAB II : KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIK

    2.1 Konseling Individu ...................................................................... 13

    2.1.1 Pengertian Konseling Individu ........................................... 13

    2.1.2 Materi Konseling Individu ................................................. 16

    2.1.3 Proses dan Metode Konseling Individu ............................. 17

    2.2. Religiusitas................................................................................... 22

  • 2.2.1 Pengertian Religiuisitas ..................................................... 22

    2.2.2 Dimensi Religiusitas .......................................................... 24

    2.2.2.1 Dimensi Idiologi atau Keyakinan .......................... 25

    2.2.2.2 Dimensi Ritual ....................................................... 25

    2.2.2.3 Dimensi Eksperensial atau Pengalaman ................ 26

    2.2.2.4 Dimensi Konsekuensial ......................................... 27

    2.2.2.5 Dimensi Intelektual ................................................ 27

    2.2.3 Dinamika Pembentukan dan Perkembangan

    Religiusitas ....................................................................... 28

    2.2.3.1 Pembentukan Religiusitas ..................................... 28

    2.2.3.2 Perkembangan Religiusitas ................................... 29

    2.3 Remaja dan permasalahannya ..................................................... 32

    2.3.1 Pengertian Remaja ............................................................. 32

    2.3.2 Permasalahan Yang Dihadapi Remaja ............................... 37

    2.4. Pengaruhnya Konseling Individu terhadap Peningkatan

    religiusitas Remaja ...................................................................... 45

    2.5. Hipotesis ...................................................................................... 48

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Jenis Pendekatan dan Spesifikasi Penelitian ............................... 49

    3.2 Definisi Konseptual dan Operasional ......................................... 49

    3.2.1 Definisi Konseptual ........................................................... 50

    3.2.2 Definisi Operasional .......................................................... 50

    3.3 Sumber dan Jenis Data ................................................................ 51

  • 3.3.1 Sumber Data Primer .......................................................... 51

    3.3.2 Sumber Data Sekunder ...................................................... 52

    3.4 Populasi dan Sampel ................................................................... 52

    3.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 53

    3.5.1 Metode Observasi .............................................................. 53

    3.5.2 Metode Interview ............................................................... 53

    3.5.3 Metode Angket .................................................................. 54

    3.6 Teknik Analisis Data ................................................................... 55

    3.6.1 Analisis Pendahuluan ......................................................... 55

    3.6.2 Analisis Uji Hipotesis ........................................................ 58

    3.6.3 Analisis Lanjut ................................................................... 59

    BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN PANTI

    PAMARDHI PUTRA MANDIRI SEMARANG

    4.1. Gambaran Umum Panti Pamardhi Putra Mandiri

    Semarang ...................................................................................................... 61

    4.1.1 Sejarah Singkat Panti Pamardhi Putra Mandiri

    Semarang ............................................................................. 61

    4.1.2 Letak Geografis Panti Pamardhi Putra Mandiri

    Semarang ............................................................................ 63

    4.1.3 Visi dan Misi Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang ......... 63

    4.1.4 Status Lembaga Panti Pamardhi Putra Mandiri

    Semarang...................................................................................... 64

  • 4.1.5 Struktur Lembaga Panti Pamardhi Putra Mandiri

    Semarang ............................................................................ 65

    4.1.6 Penghuni Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang.......... 66

    4.1.7 Fasilitas Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang ........... 69

    4.1.8 Pelaksanaan Konseling Pribadi (Individu) di Panti

    Pamardhi Putra Mandiri Semarang................................... 71

    4.1.9 studi kasus ........................................................................... 76

    BAB V HASIL PENELITIAN

    5.1. Deskripsi Data Hasil Penelitian ................................................... 79

    5.1.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabitas ...................................... 79

    5.1.2 Data Nilai Angket Konseling Pribadi (Individu)

    Remaja Di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang ....... 82

    5.1.3 Data Nilai Angket Perilaku Keagamaan Remaja Di

    Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang.......................... 86

    5.2. Pengujian Hipotesis ..................................................................... 89

    5.2.1 Analisis Pendahuluan ......................................................... 89

    5.2.1.1 Konseling Individu ................................................ 90

    5.2.1.2 Perilaku Keagamaan .............................................. 92

    5.2.2 Analisis Uji Hipotesis ........................................................ 94

    5.2.2.1 ............................................ Mencari Korelasi A

    5.2.2.2 Menguji Apakah Korelasi Itu Signifikan atau

    Tidak....................................................................... 98

  • 5.2.3 Mencari Persamaan Garis Regresi ..................................... 100

    5.2.4 Analisis Varian Garis Regresi ........................................... 102

    5.3. Analisis Lanjut ............................................................................ 104

    5.4. Pembahasan ................................................................................. 105

    BAB VI PENUTUP

    6.1. Kesimpulan .................................................................................... 109

    6.2. Saran-Saran ................................................................................... 111

    6.3. Penutup .......................................................................................... 112

    Lampiran-lampiran

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Era globalisasi sekarang ini banyak informasi-informasi atau berita di

    berbagai media cetak maupun elektronik tentang tindakan remaja yang

    melanggar hukum, melanggar norma-norma sosial dan agama. Hal ini terjadi

    bukan saja di kota-kota besar saja akan tetapi sudah menjalar ke kota-kota

    kecil atau pedesaan. Biasanya emosi jiwa remaja lebih sering tidak terkendali

    yang akhirnya menyebabkan terjadinya apa yang dikenal istilah kenakalan

    remaja. Tindakan tersebut seperti perampokan, pemerkosaan, perjudian,

    pengedar obat-obat terlarang, pengguna narkoba, tindakan asusila, perkelahian

    antar pelajar sudah semakin menggejala di kalangan remaja.

    Satu faktor penyebab yang paling dominan sehingga para remaja

    melakukan tindakan-tindakan seperti itu ialah karena berangkat dari persoalan-

    persoalan kejiwaan, sementara solusi atau pemecahan mengalami kebuntuan,

    kemudian berubah permasalahan-permasalahan tersebut menjadi konflik batin.

    Pada akhirnya mereka mencoba mencari pemuasan atau pelampiasan dengan

    melakukan tindakan-tindakan seperti itu (Daradjat, 1975: 40).

    Remaja adalah masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari

    kehidupan masa anak-anak menuju kedewasaan, dimana mengalami

    perubahan dan kegoncangan terjadi segala bidang. perubahan-perubahan yang

  • 2

    terjadi ini meliputi perubahan jasmani, rohani, pikiran, perasaan dan sosial

    (Derajat, 1974: 35).

    Masa remaja merupakan masa yang banyak mengalami perubahan baik

    jasmani, rohani, pikiran, maka pada masa ini para remaja banyak mengalami

    gejolak emosi remaja dan masalah remaja pada umumnya disebabkan adanya

    konflik peran sosial. Di satu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang

    dewasa, di lain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tua.

    Gejolak emosi tersebut menyebabkan kondisi psikisnya belum stabil dengan

    adanya kondisi yang belum stabil ini pula yang menyebabkan para remaja

    sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. (Willis; 1981:19).

    Cepatnya perubahan jasmani itu menimbulkan kecemasan pada

    remaja, sehingga menyebabkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan,

    dan kekhawatiran. Bahkan kepercayaan kepada agama yang telah bertumbuh

    pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan, karena ia

    kecewa terhadap dirinya. Maka kepercayaan remaja kepada Tuhan kadang-

    kadang menjadi ragu dan berkurang yang terlihat pada cara ibadahnya yang

    kadang-kadang malas. perasaan kepada Tuhan tergantung Kepada perubahan

    emosi yang sedang dialaminya (Darajat, 2003: 133). Pada mulanya remaja

    kurang aman dalam hidupnya, hal ini disebabkan karena banyaknya kebutuhan

    yang diinginkan remaja sebagai akibat dari proses perkembangan sosial

    maupun psikologisnya.

    Carl Roger (1902) mengemukakan bahwa kondisi yang dimiliki remaja

    sangat mencemaskan karena pada masa ini remaja mencoba mengekspresikan

    kemampuan, potensi, dan bakatnya, maka merupakan masa tersulit dalam

  • 3

    setiap tugas perkembangannya. Apabila pengaktualisasian diri itu diwujudkan,

    maka hal itu merupakan pertanda bahwa individu itu telah mencapai tingkat

    pertumbuhan pribadi (Sunarto, 2002: 63). Hall (1974) memandang bahwa remaja

    sebagai masa Strom And Stress. Dalam hal ini remaja banyak mengalami masalah

    yang dihadapi, karena remaja itu berupaya menemukan jati dirinya (indentitasnya)

    (Sunarto, 2002: 68). Sebagai besar menyatakan permasalahan sosial akibat

    perilaku remaja yang meresahkan masyarakat adalah kenakalan remaja.

    Keseimbangan antara kebutuhan dan rasa puas yang dialami remaja

    sering menjadi sumber masalah bagi remaja itu sendiri maupun orang lain.

    Suatu hal yang menjadi persoalan bagi remaja adalah tentang keyakinan

    agama. Dalam menjalankan aktifitas agama, beribadah, remaja sangat

    dipengaruhi oleh lingkungannya (Mappiare,1983:71).

    Seseorang yang beragama tidaklah cukup hanya dikatakan dalam lisan

    atau percaya semata, namun harus disertai dengan perbuatan yang disebut

    dengan pengabdian kepada Tuhan. Perilaku keagamaan dapat diartikan

    sebagai keadaan yang ada diri manusia dalam merasakan dan mengakui

    adanya kekuasaan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia dengan cara

    melaksanakan semua perintah Tuhan sesuai dengan kemampuannya dan

    meninggalkan semua larangan-Nya, sehingga hal ini akan membawa

    ketenteraman dan ketenangan pada dirinya (Wijanarko, 1997: 48).

    Skinner dalam bukunya Jamaludin Ancok menjelaskan perilaku

    keagamaan sebagai ungkapan bagaimana manusia dengan pengkondisian

    peran belajar hidup di dunia yang dikuasai oleh hukum ganjaran dan hukuman

    (Ancok, dkk, 2001: 73)

  • 4

    Di Panti Pamardi Putra Mandiri semarang terdapat penyimpangan

    terhadap nilai-nilai agama Islam yang dilakukan oleh remaja. Banyaknya

    kasus penyimpangan pada remaja yang terjadi di Panti Pamardi Putra

    Mandiri semarang adalah kasus penyimpangan narkoba, anak jalanan dan

    anak nakal. Adapun faktor yang menyebabkan remaja melakukan hal tersebut

    dikarenakan ajakan teman atau lingkungan masyarakat. Faktor keluarga

    (broken home), faktor ekonomi dan teman sekolah. Maka sudah selayaknya

    untuk mencapai tujuan ideal remaja sebagai penerus bangsa yang akan

    mengisi posisi-posisi terpenting di masyarakat, maka perlu diberikan suatu

    mekanisme kontrol bagi remaja. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan

    arahan atau pijakan dan pedoman bagi remaja untuk dapat berperilaku yang

    positif di dalam masyarakat. Untuk mencapai berbagai aspek tersebut, maka

    diperlukan seperangkat aturan yang dinamakan religi dan moral. Dari sisi lain

    tiadanya religi dan moral, merupakan faktor penyebab meningkatnya

    kenakalan remaja.

    Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu dzat yang mengatur

    alam semesta ini adalah sebagai dari moral, sebab dalam moral diatur segala

    perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang dinilai

    tidak baik sehingga perlu dihindari (Sarwono, 2002: 91).

    Setiap remaja dalam menghadapi hidupnya di dunia tidak akan pernah

    lepas dari persoalan, apabila tidak mendapat alternatif pemecahan, maka akan

    berdampak buruk pada jiwa remaja. Di sisi lain remaja akan berusaha keras

    mempertahankan harga dirinya dalam pandangan masyarakat, dengan cara

    mencoba melawan segala dorongan dan keinginan yang salah, maka akan

  • 5

    timbullah rasa berdosa dan rasa bersalah serta penyesalan pada dirinya

    sehingga ia berusaha memohon ampun kepada Tuhan dan mencoba lebih

    tekun dalam menjalankan perintah agama (Daradjat, 1976: 114).

    Melihat fenomena yang ada di Panti Pamardhi Putra Mandiri, maka

    pola pembinaan terhadap keagamaan yang remaja dalam menghadapi situasi

    yang tidak menentu harus selalu ditingkatkan, tidak mustahil bila konseling

    sebagai trend baru dalam metode dakwah dapat dijadikan tawaran atau

    alternatif yang tepat dalam menumbuhkan pribadi yang tetap memiliki

    keteguhan dalam perilaku.

    Konseling pribadi (individu) adalah layanan pelayanan khusus dalam

    hubungan langsung tatap muka antara konselor dan konseli secara pribadi,

    dimana terjadi hubungan konseling yang bernuansa rapport dan konselor

    berupaya memberikan bantuan untuk mengembangkan pribadi konseli serta

    konseli dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya (Willis, 2004:

    157).

    Konseling Pribadi (individu) pada dasarnya merupakan metode

    dakwah dengan layanan konseling secara perorangan. Dalam proses konseling

    terdapat unsur-unsur dakwahnya yaitu: konselor (dai), klien (madu), materi

    (maadatud dawah), madia (wasilatu dakwah). Konseling pribadi (individu)

    seorang konseling tidak ada pelaksanaan dalam mengungkap perasaan kepada

    konselor. Suasana dalam proses konseling yaitu: terbuka, kecocokan,

    keharmonisan. Dalam proses konseling pribadi (individu) terdapat pula

    pengungkapan dan pemahaman masalah konseling, penelusuran sebab-sebab

    timbulnya masalah, pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.

  • 6

    Konseling pribadi (individu) dijadikan upaya untuk meningkatkan

    religuisitas pribadi remaja, yang dulunya kurang ada pemahaman tentang

    keagamaan dengan adanya konseling pribadi (individu) menjadi meningkat

    perilaku keagamaan Remaja di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang.

    Materi kegiatan keagamaan diberikan dalam proses konseling pribadi

    (individu) sehingga akan lebih dihayati dan dirasakan oleh setiap konseling.

    Sesuai dengan tujuan dakwah yaitu: mengajak, menyeru dan mempengaruhi

    manusia agar selalu berpegang pada ajaran Allah guna memperoleh

    kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sesuai dengan firman Allah surat An-

    Nahl ayat 125 yang berbunyi:

    ) . :125(

    Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125).

    Konseling (individu) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

    perilaku keagamaan remaja Panti Pamardhi Putra Mandiri dan Panti

    Pamardhi Putra Mandiri merupakan salah satu lembaga yang telah

    mengadakan konseling pribadi (individu) untuk proses rehabilitasi terhadap

    klien yang mengalami konflik batin sehingga terjerumus ke penyalahgunaan

    obat-obatan terlarang. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis

    tertarik untuk mengungkap atau mengkaji lebih dalam hubungan konseling

    pribadi dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja. Dalam skripsi

  • 7

    yang berjudul Pengaruh Konseling Pribadi (individu) Terhadap Peningkatan

    Perilaku Keagamaan Remaja (Studi Kasus Pelaksanaan Konseling Pribadi

    (individu) di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang).

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan judul dan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang

    menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

    1. Bagaimanakah pelaksanaan konseling individu bagi peningkatan perilaku

    keagamaan remaja di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang?

    2. Adakah pengaruh konseling pribadi (individu) terhadap peningkatan

    perilaku keagamaan pada remaja di Panti Pamardhi Putra Mandiri

    Semarang?

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1.3.1 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang

    hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

    1. Mendeskripsikan pelaksanaan konseling individu bagi peningkatan

    perilaku keagamaan remaja di Panti Pamardhi Putra Mandiri

    Semarang

    2. Mendeskripsikan dan menganalisa pengaruh antara konseling

    pribadi (individu) terhadap peningkatan perilaku keagamaan remaja

    di Panti Pamardhi Putra (PPP) Mandiri Semarang.

  • 8

    1.3.2 Manfaat Penelitian

    Adapun hasil penelitian itu diharapkan bermanfaat dalam kajian-

    kajian berikutnya yang berbentuk:

    1. Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah

    keilmuan dakwah khususnya pada Bimbingan dan Penyuluhan Islam

    kaitannya dengan pengembangan konseling pribadi (individu)

    sebagai suatu metode peningkatan perilaku keagamaan.

    2. Manfaat Praktis

    Secara umum penelitian ini diharapkan menjadi pijakan bagi

    konselor dalam memberikan pelayanan konseling individu. Secara

    khusus penelitian ini diharapkan menjadi pijakan bagi para

    pengelola panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang.

    1.4 Telaah Pustaka

    Penelitian ini berjudul Pengaruh Konseling Pribadi (individu)

    Terhadap Peningkatan Perilaku Keagamaan Remaja (Studi Kasus

    Pelaksanaan Konseling Pribadi (individu) di Panti Pamardhi Putra

    Mandiri Semarang). Belum ditemukan, namun ada studi atau kajian yang

    telah dilakukan sebelumnya dan adanya relevansinya dengan penelitian ini.

    Penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:

  • 9

    1. Penelitian tentang Pengaruh Bimbingan Islam terhadap Perilaku

    Keberagamaan Siswa di SLTP Negeri 1 Welahan Jepara Tahun Pelajaran

    2002-2003 (Siti Fatimah: 2004).

    Penelitian ini menjelaskan tentang penekankan terhadap bimbingan

    Islam yang diberikan oleh siswa kelas 2 dan 3 SLTP, yang merupakan

    peran guru bimbingan konseling sangat signifikan sekali guna

    terbentuknya psikologi remaja yang manifestasinya pada perilaku

    keagamaan remaja sehari-hari. Adapun metode yang digunakan dalam

    bimbingan Islam berupa: wawancara dan metode Group Guidence

    (bimbingan secara kelompok).

    Kesimpulan penelitian adalah: bahwa bimbingan Islam mempunyai

    pengaruh yang positif terhadap perilaku keberagamaan siswa SLTP Negeri

    1 Welahan Jepara tahun pelajaran 2002-2003.

    2. Penelitian Tentang; Efisien Pengaruh Bimbingan Keagamaan dalam

    Keluarga terhadap Perilaku Keberagamaan Remaja IPNU IPPNU Desa

    Mojo Kec. Gemuh Kab. Kendal (A. Kholid Jauhar: 1998).

    Penelitian ini lebih penekanan terhadap bimbingan keagamaan

    dalam keluarga, yang mana peran orang tua dalam hal tersebut sangat

    signifikan sekali guna terbentuknya dan berkembangnya psikologi anak

    yang manifestasinya pada perilaku keagamaan sehari-hari.

    Kesimpulan dari penelitian adalah: Untuk mengetahui kegiatan

    keagamaan dalam keluarga dapat dilihat dari segi perhatian orang tua

    dalam mengawasi, memberi motivasi dan memberikan keteladanan atau

    contoh-contoh yang baik berkaitan dengan ajaran agama Islam, adapun

  • 10

    hasilnya maka dengan adanya bimbingan keagamaan dalam keluarga maka

    remaja akan mampu melaksanakan serta meningkatkan perintah

    keagamaan dengan baik sehingga tercermin dalam perilaku keagamaan

    yang dilaksanakan sehari-hari.

    3. Penelitian tentang: Efektivitas Bimbingan Penyuluhan Islam oleh

    Taruna dalam Peningkatan Perilaku Keberagamaan pada Umumnya di

    Desa Wonorejo Kec. Kaliwungu Kab. Kendal (Arif Shofiyuddin: 2004).

    Penelitian ini menjelaskan tentang bimbingan penyuluhan Islam

    yang diberikan oleh taruna, saat melakukan penelitian dengan

    menggunakan metode kuantitatif. Adapun metode pengumpulan data

    dengan menggunakan wawancara, observasi, dan angket, dari angket yang

    disebarkan oleh peneliti mendapat respon yang positif oleh para taruna.

    Selama melakukan bimbingan penyuluhan Islam mereka antusias sehingga

    memahami. Adapun materi yang digunakan antara lain di bidang aqidah,

    syariah, dan akhlak. Metode yang dipakai dengan menggunakan metode

    ceramah, metode diskusi dan metode tanya jawab. Kesimpulan dari

    penelitian ini adalah: dengan adanya bimbingan penyuluhan Islam bagi

    remaja taruna desa Wonorejo, maka menambah pengetahuan agama,

    bertambah kesadaran dalam menjalankan perintah agama serta

    terealisasinya peningkatan ibadah remaja. Jadi penelitian ini lebih pada

    materi dan metode yang disampaikan pada taruna melalui efektivitas

    bimbingan penyuluhan Islam, sehingga akan membawa peningkatan

    perilaku keberagamaan remaja taruna.

  • 11

    Dari ketiga penelitian tersebut maka penelitian yang akan penulis

    bahas berbeda dengan penelitian sebelumnya. Adapun yang membedakan

    penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang lain adalah bahwa

    penelitian ini meneliti tentang Pengaruh Konseling pribadi (individu)

    Terhadap Peningkatan Perilaku Keagamaan Remaja di Panti Pamardhi

    Putra Mandiri Semarang.

    1.5 Sistematika Penulisan

    Dalam rangka menguraikan perumusan masalah di atas, maka penulis

    berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis, agar pembahasan

    lebih terarah dan mudah dipahami sehingga tercapai tujuan-tujuan yang telah

    ditetapkan.

    Sebelum memasuki satu pokok pikiran utuh, maka penulisan skripsi ini

    diawali dengan bagian muka, yang memuat halaman judul, nota pembimbing,

    pengesahan, motto, persembahan, pernyataan, kata pengantar, dan daftar isi.

    Bab pertama adalah pendahuluan, bab ini berisi gambaran umum

    tentang penelitian yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah,

    tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

    Bab kedua adalah kerangka dasar pemikiran teoritik yang menjelaskan

    tentang konseling pribadi (individu) dan perilaku keagamaan. Bab kedua ini

    dibagi menjadi lima sub bab. Sub bab pertama menjelaskan definisi teoritik

    konseling pribadi (individu), yang meliputi; pengertian konseling individu,

    konselor, klien, tujuan, metode dan proses konseling pribadi (individu). Sub

    bab kedua menjelaskan definisi teoritik perilaku keagamaan, yang meliputi;

    pengertian perilaku keagamaan, dimensi-dimensi perilaku keagamaan,

  • 12

    pembentukan dan perkembangan perilaku keagamaan. Sub bab ketiga

    menjelaskan definisi teoritik tentang remaja yang meliputi; pengertian remaja,

    permasalahan yang dihadapi remaja. Sub bab keempat pengaruhnya konseling

    pribadi (individu) terhadap peningkatan perilaku keagamaan. Sub bab kelima

    adalah hipotesis.

    Bab ketiga, berisi tentang metodologi penelitian. Bab ketiga ini dibagi

    menjadi lima sub bab. Sub bab pertama berisi tentang jenis dan metode

    penelitian. Sub bab kedua berisi tentang definisi konseptual dan operasional.

    Sub bab ketiga berisi tentang subyek penelitian data. Sub bab keempat berisi

    tentang pengumpulan data. Sub bab kelima berisi tentang teknik analisis data,

    Bab keempat adalah gambaran umum dan obyek penelitian. Bab ini

    dibagi menjadi dua sub bab. Sub bab pertama berisi tentang gambaran umum

    Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang yang meliputi; sejarah berdirinya,

    letak geografis, visi dan misi, status lembaga, struktur lembaga, penghuni dan

    fasilitas di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang. Sub bab kedua berisi

    tentang pelaksanaan konseling pribadi (individu) di Panti Pamardi Putra

    Mandiri Semarang.

    Bab kelima adalah hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini dibagi

    menjadi empat sub bab. Sub bab pertama yang berisi deskripsi data hasil

    penelitian. Sub bab kedua pengujian hipotesis. Sub bab ketiga analisis lanjut.

    Sub bab keempat pembahasan hasil penelitian.

    Bab keenam adalah penutup yang meliputi; kesimpulan, saran-saran

    dan penutup.

  • 13

    BAB II

    KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIK

    2.1. Konseling Individu

    2.1.1. Pengertian Konseling Individu

    Menurut Willis (2004: 159) berpendapat bahwa konseling

    individu adalah pertemuan konselor dengan klien secara individual,

    dimana terjadi hubungan konseling yang bernuansa rapport, dan

    konselor berupaya memberikan bantuan untuk pengembangan pribadi

    klien serta klien dapat mengantisipasi masalah-masalah yang

    dihadapinya.

    Menurut Djumhur (1976: 110) berpendapat bahwa konseling

    individual adalah bantuan dilakukan bersifat face to face relationship

    (hubungan empat mata) yang dilaksanakan dengan wawancara antara

    konselor dengan klien, maksud yang dipecahkan melalui teknik

    konseling ini ialah masalah-masalah yang bersifat pribadi.

    Menurut Walgito (2004: 7) berpendapat bahwa konseling

    individual adalah bantuan yang diberikan kepada perorangan dalam

    memecahkan masalah klien dengan wawancara yang sesuai dengan

    keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan

    hidupnya. Klien harus ikut terlibat dalam memecahkan masalahnya

    sendiri.

    Menurut Prayitno (1999: 28) konseling individual adalah

    pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara

  • 14

    konselor dengan klien untuk mencermati masalah dan berupaya

    mengentaskan masalah dengan kekuatan klien sendiri.

    Proses konseling individu pada prinsipnya ditekankan bagaimana

    rapport antara konselor dan klien suasana rapport adalah membangun

    suatu hubungan (relationship) yang ditandai dengan keharmonisan,

    kesesuaian, kecocokan dan saling tarik menarik. Rapport dimulai

    dengan persetujuan, sejajar, kesukaan dan persamaan, jika sudah

    terjadi maka timbullah kesukaan terhadap satu sama lain. Dalam

    hubungan konseling yang terpenting adalah menumbuhkan

    kepercayaan klien terhadap konselor. Dalam proses konseling

    keterlibatan klien ditentukan oleh faktor keterbukaan diri dihadapan

    konselor, sehingga klien akan terbuka dalam mengungkapkan masalah

    klien dan mau terlibat pembicaraan dalam konseling (Willis, 2004: 45-

    47).

    Proses konseling individu di sini menekankan/ berpusat pada

    klien (melibatkan klien) untuk memecahkan dan menyelesaikan

    masalah pribadinya secara optimal, bukan konselor yang memutuskan

    menyelesaikan masalah klien tetapi konselor hanya memberi alternatif

    pemecahan masalahnya yang dihadapi kliennya. Individu klien yang

    setaraf dengan individu konselor, sehingga dapat dihindari kesan

    bahwa klien yang menggantung diri pada konselor dalam memutuskan

    menyelesaikan masalahnya sendiri.

  • 15

    Carl Rogers mengemukakan konsep manusia adalah setiap

    manusia berhak mempunyai setumpuk pandangan diri dan

    menentukan hidupnya sendiri. Manusia pada dasarnya berakhlak baik,

    dapat diandalkan dan dapat diberi kepercayaan dan daya kemampuan

    untuk mengaktualisasikan diri sesuai yang terkandung dalam batin

    manusia itu sendiri. Perilaku seseorang dan menyesuaikan dirinya

    terhadap keadaan hidup yang dihadapkan, selalu sesuai dengan

    pandangannya sendiri dan keadaan yang dihadapinya. (Latipun, 2003:

    82). Sedangkan menurut pandangan Islam konsep manusia memiliki

    fungsi sebagai makhluk individu. Secara kodratnya setiap manusia

    merupakan wujud yang khas, yang memiliki pribadi (individu)

    sendiri-sendiri dan memiliki karakter yang berbeda-beda antara orang

    satu dengan orang yang satunya. Sebagaimana firman Allah surat al-

    Qamar ayat 49:

    ) :49(

    Artinya: Sesunggunya kami menciptana segala sesuatu menurut ukurannya.(Qs. Al Qamar,54:49)

    Maksud di atas segala sesuatu yang di ciptakan allah itu

    mempunyai kadar atau ukuran. Sebagai makhluk individu, berarti pula

    setiap manusia bertugas memperhatikan dirinya sendiri, segala

    kepentingan sendiri, bukan Cuma kepentingan orang lain.

    Sebagaimana firman Allah surat Al-Baqarah ayat 195 (Faqih, 2001: 9).

  • 16

    ) :195(

    Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

    2.1.2. Materi Konseling Individu

    Materi dalam konseling individu diisi dengan pembahasan suatu

    masalah yang terjadi pada diri remaja diantaranya masalah agama yang

    meliputi:

    a. Tauhid, bertujuan untuk memperoleh keyakinan klien terhadap

    ajaran agama Islam yang telah dimilikinya.

    b. Ibadah, agar mengetahui dan melaksanakan nilai-nilai ajaran yang

    sesuai dengan al-Qur'an dalam tingkah laku nyata sebagai

    pengokoh jiwa dan menghindarkan dari perbuatan-perbuatan yang

    tercela.

    c. Akhlak, agar klien dapat memiliki dan mengamalkan akhlak

    mahmudah (terpuji) dan menghilangkan akhlak yang madmumah

    (buruk).

    Nilai-nilai keIslaman yang dipergunakan bersumber dari al-

    Qur'an dan As-Sunnah. Seluruh nilai tersebut merupakan hal-hal yang

    mulia yang harus dimiliki oleh setiap individual. Sedangkan sifat-sifat

    dan perbuatan yang tercela harus ditinggalkan (mahmud, 2004: 106).

  • 17

    Pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan behavioristik dan

    konseling client centered (berpusat pada klien) dengan melalui

    wawancara. Dengan menekankan adanya perubahan perilaku pada diri

    klien tersebut, dan klien ikut terlibat dalam memecahkan dan

    menyelesaikan masalah pribadinya secara optimal, bukan konselor

    yang memutuskan menyelesaikan masalah klien tetapi konselor hanya

    memberi alternatif pemecahan masalahnya yang dihadapi klien

    tersebut. Pemahaman religiusitas, keteladanan dan berperilaku yang

    positif yang sesuai dengan nilai-nilai keIslaman yang bersumber dari

    al-Quran dan as-sunnah.

    2.1.3. Proses dan Metode Konseling individu

    Metode yang digunakan dalam pelaksanaan konseling pribadi

    (individu) dengan menggunakan wawancara antara konselor dan klien

    secara face to face. Dengan wawancara merupakan salah satu cara

    memperoleh faktor-faktor kejiwaan yang dihadapi, dan dapat dijadikan

    sebagai landasan dalam mengadakan pemetaan tentang bagaimana

    sebenarnya kejiwaan/ permasalahan batin yang ada dalam diri klien.

    Sehingga dalam memberikan konseling, konselor mengetahui latar

    belakang klien tersebut. (Millah, 2000: 34).

    Selama konseling berlangsung waktu yang digunakan tidak

    banyak kurang lebih 45 menit untuk sekali tatap muka (wawancara).

    Tidak cukup sekali pertemuan bisa terselesaikan masalah klien.

    Dengan demikian untuk mendapatkan bantuan dari konselor dalam

  • 18

    mengatasi masalah, diharapkan pula klien akan semakin berkembang

    memiliki kemampuan untuk mengatur hidupnya sendiri (Winkel, 2004:

    472).

    Proses dalam konseling individu terbagi dalam lima fase,

    masing-masing fase berbeda. Proses wawancara dalam konseling

    pribadi (individu) dilakukan oleh seorang konselor dengan klien.

    Kelima fase tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Pembukaan, diletakkan dasar bagi pengembang hubungan antar

    pribadi yang baik antara konselor dengan klien, yaitu saat klien

    menghadapi masalah, klien datang ke ruang konseling individu. .

    Klien bertemu konselor untuk melaksanakan konseling individu

    dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi klien.

    Seorang konselor menyambut kedatangan klien dengan sikap ramah

    seperti konselor mempersilahkan masuk klien dengan tersenyum,

    setelah klien masuk ke ruang konseling, konselor terus menyilahkan

    klien duduk. Setelah klien dan konselor duduk dengan bertatap muka

    langsung. Konselor membuka pembicaraan terlebih dahulu dengan

    menyilahkan klien untuk memperkenalkan diri dengan menyebutkan

    nama, umur, alamat dan serta menceritakan sedikit mengenai asal

    usulnya. Dengan adanya perkenalan ini berfungsi agar klien dapat

    menyesuaikan diri dengan situasi yang ada dalam ruang konseling,

    dan mengurangi rasa tegang pada diri klien. Setelah selesai klien

  • 19

    memperkenalkan diri, konselor mengajak klien untuk melanjutkan

    proses konseling dengan wawancara.

    2. Penjelasan masalah, konselor berkomunikasi dengan klien untuk

    menjelaskan kedatangan klien ke ruang konseling. Konselor berkata

    kepada klien: ada yang saya bisa bantu. Konselor sebisa mungkin

    mengadakan komunikasi kepada klien dengan baik, agar klien dapat

    terbuka dalam mengutarakan masalah yang dihadapinya. Konselor

    juga menumbuhkan kepercayaan klien terhadap konselor bisa

    menyimpan rahasia dari permasalahan yang dihadapi klien. Dengan

    menumbuhkan kepercayaan kepada klien untuk bisa terbuka dalam

    mengutarakan masalah klien tersebut. Konselor menerima dan

    mendengarkan dengan seksama saat klien mengutarakan

    permasalahan yang dihadapinya. Sambil mendengarkan, konselor

    berusaha menentukan jenis masalah yang dihadapinya klien.

    Sehingga konselor bisa menentukan pendekatan yang sebaiknya

    diterapkan dalam proses konseling.

    3. Klien mengutarakan masalah yang dihadapinya dengan konselor,

    sambil mengungkapkan pikiran dan perasaannya yang berkaitan

    dengan hal ini. Inisiatif berada di pihak klien secara bebas

    mengutarakan apa yang dianggap perlu dikemukakan. Konselor

    menerima dan mendengarkan dengan seksama uraian klien

    sebagaimana adanya dan memantulkan pikiran refleksi dan

    klasifikasi. Sambil mendengarkan, konselor berusaha menentukan

  • 20

    jenis masalah yang dihadapi klien. Sehingga konselor bisa

    menentukan pendekatan yang sebaiknya diterapkan dalam proses

    selanjutnya.

    4. Penyelesaian masalah konselor dan klien membahas bagaimana

    persoalan yang dihadapi klien dapat teratasi. Dalam fase ini klien

    harus ikut serta berfikir dalam mengambil keputusan untuk

    menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Konselor tidak

    berhak untuk memberikan keputusan dalam mengatasi permasalahan

    klien, akan tetapi konselor hanya membantu untuk menyelesaikan

    masalah yang dihadapi klien. Oleh karena itu klien mendengarkan

    lebih dahulu penjelasan konselor tentang alternative-alternatif yang

    diberikan oleh konselor kepada klien untuk membantu

    menyelesaikan masalahnya. Pada fase ini konselor harus

    mengarahkan arus pembicaraan dalam proses wawancara agar sesuai

    dengan pendekatan yang telah ditetapkan konselor dalam mengambil

    pendekatan. Selama fase ini analisis kasus, konselor harus

    menerapkan langkah-langkah yang diikuti oleh pendekatan itu dalam

    menemukan suatu penyelesaian. Pada umumnya konselor akan

    berusaha supaya klien ada perubahan dalam sikap, pandangan dan

    juga merencanakan tindakan nyata untuk dilaksanakan sesudah

    proses konseling selesai.

    5. Penutup, klien telah merasa mantap tentang menyelesaikan masalah

    yang ditemukan dengan konselor. Proses konseling dapat diakhiri.

  • 21

    Bilamana proses konseling dapat diakhiri, dan proses konseling

    individu belum selesai, maka pertemuan yang sedang berlangsung

    ditutup dan bisa dilanjutkan pada lain hari. Proses konseling sudah

    akan selesai, klien mendengarkan ringkasan yang diberikan oleh

    konselor tentang jalannya proses konseling individu dan

    melengkapinya kalau dianggap perlu dan menegaskan kembali

    keputusan yang telah diambil. Kemudian konselor memberikan

    semangat kepada klien supaya bertekad melaksanakan keputusannya.

    Klien dipersilahkan mengungkapkan pengalamannya selama pertemuan-

    pertemuan dan menyatakan dalam hal-hal apa yang merasa puas dan masih

    ingin memperdalam sendiri (evaluasi diri sendiri). Konselor menawarkan

    untuk bertemu kembali pada lain kesempatan, bila klien menghadapi

    persoalan lain. Dalam fase ini konselor harus membantu klien refleksi atas

    manfaat yang diperoleh dari pengalaman dalam diri klien tersebut, dan

    menyilahkan klien untuk terjun langsung ke lapangan. Proses konseling belum

    selesai dan waktu pertemuan kali ini habis, maka konselor meringkas apa

    yang sudah dibahas bersama dan menunjukkan kemauan yang telah dicapai.

    Serta memberikan satu dua pertanyaan untuk dipikirkan selama hari-hari

    sebelum pertemuan berikutnya. (Winkel, 2004: 473-476)

  • 22

    2.2. Religiusitas

    2.2.1. Pengertian Religiusitas

    Religiusitas atau keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi

    kehidupan manusia. Religiusitas merupakan perilaku yang bersumber

    langsung atau tidak langsung kepada nash.(Abdullah,1989:89)

    Menurut Vorgote, berpendapat bahwa setiap religiusitas diartikan

    sebagai perilaku yang tahu dan mau secara pribadi menerima dan

    menyetujui gambar-gambar yang diwariskan kepadanya oleh

    masyarakat dan yang dijadikan miliknya sendiri, kenyataan yang

    pribadi, iman, kepercayaan batiniah yang diwujudkan dalam perilaku

    sehari-hari (Dister,1989:10)

    Menurut Robert H. Thouless (2000), berpendapat sikap religius

    lebih berpusat pada seperangkat kepercayaan dan keyakinan terhadap

    adanya Tuhan atau Dewa-Dewa yang disembah sebagai pembeda

    dimana ciri-ciri personal diingkar sebagai ciri-ciri ketuhanan

    sebagaimana terdapat dalam bentuk advita pada agama hindu

    (Thoulees, 2000:20)

    Menurut Ahyadi (2001:53), berpendapat sikap religiusitas

    sebagai tanggapan, pengamatan, pemikiran, penasaran dan sikap

    ungkapan bagaimana manusia dengan pengkondisian peran belajar

    hidup di dunia yang dikuasai oleh hokum ganjaran dan

    hukuman(ancok,1994:73)

  • 23

    Menurut Jalaluddin (2000:212) berpendapat religiusitas sebagai

    suatu keadaan yang ada dalam diri individu yang mendorongnya untuk

    bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaannya terhadap agama.

    Menurut Wijanarko (1997:47) berpendapat religiusitas sebagai

    keadaan yang ada pada diri manusia dalam merasakan dan mengakui

    adanya kekuasaan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia dengan

    cara melaksanakan semua perintah tuhan sesuai dengan

    kemampuannya dan meninggalkan semua larangannya, sehingga hal

    ini akan membawa ketentraman dan ketenangan pada dirinya.

    menurut Ansori (1991: 48) berpendapat religuisitas adalah suatu

    bentuk penghayatan hidup bersama yang dilandasi dengan iman

    kepada Sang Pencipta, dalam aktivitasnya selalu mencerminkan

    perilaku-perilaku yang sesuai dengan ajaran agama Islam, kelakuan

    religius menurut sepanjang ajaran agama berkisar dari perbuatan-

    perbuatan ibadah dan akhlak, baik secara vertikal terhadap Tuhan

    maupun secara horisontal sesama manusia.

    Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

    religiusitas dapat diartikan sebagai hidup ketaatan beragama atau suatu

    keadaan yang ada di dalam diri seseorang yang mendorongnya

    bertingkah laku, berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran

    Agama Islam yang bersumber atau tidak langsung dari al-Qur'an dan

    As-Sunnah, dengan penuh kesadaran dan ketaatannya kepada Allah.

  • 24

    2.2.2. Dimensi Religiusitas

    Religiusitas atau keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi

    kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika

    seseorang melakukan aktivitas lain yang mendorong oleh kekuatan

    supranatural. Dan bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang

    tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan

    terjadi dalam hati seseorang.(ancok,1994:76)

    Hal senada juga dikemukan oleh Ahyadi (2001:57) yang

    menyebutkan bahwa struktur keberagamaan manusia meliputi struktur

    aktif, konotif, kognitif dan motorik. fungsi aktif dan konotif terlihat

    dalam pengalaman ketuhanan, rasa keagamaan dan kerinduan terhadap

    Tuhan, fungsi motorik tampak dalam perbuatan dan gerak tingkah laku

    keagamaan. Sedangkan fungsi kognitifnya tercermin dalam system

    kepercayaan ketuhanannya dalam kehidupan sehari-hari fungsi

    tersebut.

    Menurut Glock dan Strak membagi religiusitas ke dalam lima

    dimensi yaitu dimensi keyakinan, ritual, eksperimental atau

    pengalaman, konsekuensial, dan intelektual. (Robetson 1998 295).

    Dimensi keyakinan, intelektual dan ekperensial atau pengalaman

    adalah aspek personal behavior, sedangkan dimensi ritual dan

    konsekuensial adalah aspek sosial behavior.

  • 25

    2.2.2.1. Dimensi Idiologi atau Keyakinan

    Dimensi idiologi atau keyakinan diartikan sebagai

    tingkatan sejauh mana individu menerima kebenaran dari

    ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran

    fundamental atau bersifat dogmatik,

    Dimensi ini menjelaskan Tuhan, alam, manusia dan

    hubungan diantara mereka. Kepercayaan in dapat berupa

    makna yang menjelaskan tujuan Tuhan dan perasaan manusia

    dalam mencapai tujuan tersebut (purposive beliefer).

    Kepercayaan terakhir dapat berupa pengetahuan tenang

    perangkat tingkah laku yang dipandang baik oleh agama.

    Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan

    dimana para penganut diharapkan akan taat. (Ancok, 2001: 7).

    Isi dimensi ini menyangkut keyakinan terhadap Allah,

    Malaikat, Nabi atau Rasul, Al Kitab, Qodo dan Qodar.

    2.2.2.2. Dimensi Ritual

    Dimensi ini menunjuk pada ritus-ritus keagamaan yang

    dianjurkan oleh agama dan dilaksanakan oleh penganutnya.

    Dimensi ini dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen

    terhadap ajaran-ajaran agamanya. Manifestasi dan praktek-

    praktek keberagaman diwujudkan dalam dua aspek yaitu ritual

    dan ketaatan. Ritual mengacu kepada seperangkat ritus-ritus

    tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang

  • 26

    semuanya mengharapkan agar para pemeluk

    melaksanakannya.

    Dalam kebersamaan sesama umat Islam sebagian dari

    penghargaan ritual diwujudkan dalam bentuk pengajian di

    masjid di peringatan hari-hari besar Islam dan lain sebagainya.

    Sedangkan ketaatan dalam Islam diwujudkan melalui

    seperangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal

    yang relatif spontan, informal dan khas pribadi, seperti

    pelaksanaan sholat, puasa, zakat. Haji bila mampu membaca

    al-Qur'an, berdoa dan lain sebagainya.

    2.2.2.3. Dimensi eksperensial atau pengalaman

    Dimensi ini bersihkan dan memperlihatkan fakta bahwa

    semua agama mengandung penghargaan-penghargaan tertentu

    meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang

    beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai

    pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan

    terakhir (kenyataan terakhir bahwa dia akan mencapai suatu

    kontak dengan kekuatan supranatural).

    Dimensi ini merupakan bagian keagamaan yang bersifat

    afektif yaitu keterlibatan emosional dan sentimental terhadap

    pelaksanaan ajaran agamanya. Inilah perasaan keagamaan

    yang dapat bergerak dalam empat tingkatan, yaitu: konfirmatif

    (merasakan kehadiran Tuhan terhadap apa saja yang

  • 27

    diamatinya), responsif (merasakan bahwa Tuhan menjawab

    kehendak atau keluhannya), eskatif (merasakan hubungan

    yang akrab dan penuh cinta antara Tuhan, manusia dan alam

    semesta) dan partisiperty (merasa menjadi bagian, kawan,

    kekasih atau wali dan mengerti akan melakukan karya ilahi).

    Di dalam Islam, hal ini mencakup perasaan dekat

    dengan Allah, dicintai Allah, doa-doa sering dikabulkan,

    perasaan tentram dan bahagia, bertawakkal dan bersyukur

    kepada Allah dan lain sebagainya.

    2.2.2.4. Dimensi Konsekuensial

    Dimensi yang merujuk pada seberapa tingkat seseorang

    dalam berperilaku oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan

    sosial.

    Dalam Islam hal ini dapat ditunjukkan melalui perilaku

    suka menolong, berderma, menegakkan kebenaran dan

    keadilan, berlaku jujur, memaafkan, menjaga amanat, menjaga

    lingkungan, tidak mencuri, berjudi, menipu, perilaku seksual,

    mematuhi norma-norma Islam, berjuang untuk hidup sukses

    dan lain sebagainya.

    2.2.2.5. Dimensi Intelektual

    Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-

    orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah

    pengetahuan dan pemahaman mengenai dasar-dasar

  • 28

    keyakinan, ritual, kitab dan tradisi-tradisi agamanya. Dalam

    Islam hal ini dapat diwujudkan dalam pengetahuan seseorang

    menyangkut isi al-Qur'an pokok-pokok ajaran harus di imani,

    hukum Islam, sejarah dan lain sebagainya.

    2.2.3. Dinamika Pembentukan dan Perkembangan Religiusitas

    2.2.3.1. Pembentukan Religiusitas

    Religiusitas timbul bukan karena dorongan alami atau

    asasi, melainkan dorongan yang tercipta karena tuntunan

    lingkungan. menurut Freud, sikap religiusitas sesorang timbul

    karena aksi manusia atas ketakutannya sendiri (Ancok, 2001:

    71)

    Sikap religius seseorang terbentuk melalui dua faktor,

    yaitu faktor internal; dan faktor eksternal individu. Faktor

    internal didasarkan pada pengaruh dari dalam diri manusia itu

    sendiri, yang pada dasarnya dalam diri manusia terdapat

    potensi untuk beragama, asumsi ini didasarkan karena

    manusia merupakan makhluk homo religius. Potensi tersebut

    termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal,

    perasaan maupun kehendak. Sedangkan faktor eksternal

    timbul dari luar diri individu itu sendiri, seperti karena ada

    rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah

    (Jalaluddin, 2000: 212)

  • 29

    Allah berfirman dalam al-Qur'an surat Al-Ankabut: 45

    ) . :45( Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu

    Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut: 45)

    2.2.3.2 perkembangan Religius

    Sikap religius yang timbul pada masa anak-anak berbeda

    dengan religiusitas masa remaja. Dalam hal ini religiusitas

    remaja bukan lagi bersifat pinjam semata, melainkan sebagai

    penyadaran keimanan yang telah menjadi identitas dan

    memiliki pribadinya (Jalaluddin, 2000:108)

    religiusitas berkembang bukan secara langsung sebagai faktor

    bawaan yang diwariskan turun temurun akan tetapi terbentuk

    dari berbagai unsure kejiwaan (afektif, konitif, konotif)

    Thoules (2000: 34) mengemukakan empat factor yang

    mempengaruhi perkembangan sikap religius dalam remaja

    yaitu:

    a) Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan

    social, termasuk didalamnya pendidikan dari orang tua,

  • 30

    tradisi social, tekanan lingkungan social yang disepakati

    oleh lingkungan itu (faktor sosial)

    b) Berbagai pengalaman yang membentuk sikap keagamaan

    terutama pengalaman-pengalaman mengenai keindahan,

    keselarasan dan kebaikan emosional atau afektif.

    c) Faktor yang seluruhnya timbul atau sebagian timbul dari

    kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan

    terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri dan ancaman

    kematian .

    d) Berbagai proses pemikiran verbal (faktor intelektual)

    Masa remaja merupakan masa yang banyak

    mengalami perubahan baik jasmani, rohani, pikiran, maka

    pada masa ini remaja banyak mengalami gejolak emosi remaja

    dan masalah remaja pada umumnya disebabkan adanya

    konflik peran sosial. Gejolak emosi tersebut menyebabkan

    kondisi psikisnya belum stabil dengan adanya kondisi yang

    belum stabil ini pula yang menyebabkan remaja sangat mudah

    terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya (Willis,1981:19).

    Menurut Zakiyah (1970: 77) menyatakan bahwa emosi adalah

    salah satu pengaruh internal yang cukup besar dalam

    pendapatnya mengatakan Sesungguhnya emosi memegang

    peran penting dalam sikap dan tindak agama seseorang yang

    dipahami, tanpa menghindari emosinya.

  • 31

    Sesuai dengan tujuan dari dakwah adalah mengajak

    menyeru dan mempengaruhi manusia agar selalu berpegang

    pada ajaran Allah guna memperoleh kebahagiaan hidup di

    dunia dan akhirat. Sesuai firman Allah dalam surat Yunus ayat

    57:

    ) . :57(

    Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu

    pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Yunus 57) (Depag, 1980: 315)

    Sesuai dengan hadits:

    ) (

    Artinya: Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, apabila tidak mampu (mencegah dengan tangan) maka hendaklah ia merubah dengan lisan nya, dan apabila (dengan lisan) tidak mampu maka hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman. (HR Muslim) (Assyuti, 1990: 93)

    Adanya pembinaan untuk meningkatkan perilaku

    keagamaan melalui konseling individu itu terjadi, maka

    orang dengan sendirinya akan menjadikan agama sebagai

    pedoman dan pengendalian tingkah laku/ perilaku sikap dan

  • 32

    gerak gerik dalam hidup yang pada akhirnya nanti seseorang

    akan merasakan kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan

    akan merasakan kebohongan, kedamaian dan kesejahteraan

    dalam menjalani kehidupan ini.

    Perkembangan tersebut membutuhkan bimbingan dan

    pembinaan, untuk memahami perkembangan perilaku

    keagamaan remaja sangat erat hubungannya dengan sikap

    percaya pada Tuhan yang telah ditanamkan di dalam

    lingkungan keluarga dan di lingkungan pergaulan yaitu sikap

    tersebut senantiasa mendapatkan dorongan dari orang tuanya

    dan juga kawan sepergaulan sampai kepada pengalaman ajaran

    agama serta penghayatan terhadap nilai-nilai spiritual dalam

    kegiatan hidupnya di kemudian hari. (Arifin, 1997: 167).

    2.3. Remaja dan Permasalahannya

    2.3.1. Pengertian Remaja

    Untuk memahami beberapa pengertian remaja, akan penulis

    kemukakan beberapa pendapat para ahli. Siapa remaja itu?

    Menurut Dr. Zakiyah Darajat: bahwa remaja adalah suatu masa dari

    umum manusia, yang paling banyak mengalami perubahan dalam

    segala segi kehidupan, baik jasmani, rohani, pikiran, maupun perasaan

    dan sosial. Sehingga membawanya pindah dari masa kanak-kanak

  • 33

    menuju kepada masa dewasa. Remaja itu dapat dianggap remaja antara

    umur 13 sampai 21 tahun (darajad: 1983: 35).

    Menurut Singgih D. Sunarsa, bahwa remaja adalah: masa

    peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa meliputi semua

    perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki mas dewasa.

    Seperti perubahan-perubahan pada jasmani, kepribadian, intelek dan

    peranannya di dalam maupun di luar sekolah lingkungan dan

    perbedaan proses perkembangan pada psikoseksualitas, dan emosional

    yang mempengaruhi pada masa anak-anak tidak nyata pengaruhnya.

    (Gunarsa, 1989: 16-17).

    Remaja menurut hukum/undang-undang dalam berbagai negara

    di dunia tidak dikenal istilah Remaja. Di Indonesia sendiri, konsep

    remaja tidak dikenal dalam undang-undang yang berlaku. Hukum

    Indonesia hanya mengenal anak-anak dan dewasa walaupun

    batasannya diberikan itupun bermacam-macam.

    Hukum pidana memberikan batasan 18 tahun sebagai usia

    dewasa (atau kurang dari itu sudah menikah). Hanya undang-undang

    perkawinan saja yang mengenal konsep remaja walaupun secara tidak

    terbuka. Usia minimal untuk suatu perkawinan menurut undang-

    undang tersebut adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria

    (Pasal 7 UU No. 1/1974 Tentang Perkawinan). Ini menandakan bahwa

    di atas usia tersebut bukan lagi anak-anak sehingga mereka boleh

    nikah.

  • 34

    Nampak lah disini bahwa usia 16 tahun (wanita) dan usia 19

    tahun (pria) bukan lagi anak-anak akan tetapi belum bisa dikatakan

    dewasa penuh, karena masih diperlukan izin orang tua. Sehingga

    antara waktu 16/19 tahun sampai 21 tahun inilah yang dapat

    disejajarkan dengan pengertian remaja dalam ilmu sosial yang lain.

    (Sarlito, 1994: 4-6)

    Menurut Zulkifli L, bahwa remaja adalah peralihan dari masa

    anak ke masa dewasa, yaitu saat ketika anak tidak mau lagi

    diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan

    fisiknnya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. (Zulkiflis, 2000:

    63).

    Pioget (121) mengemukakan bahwa masa remaja adalah usia

    dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana

    anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua

    melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya

    dalam masalah integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai

    banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber

    termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi

    intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya

    untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial dengan orang dewasa.

    (Hurlock, 1980: 205).

    Adapun mengenai ciri-ciri pokok remaja menurut Dr Zakiyah

    Daradjat dalam buku membina nilai moral di Indonesia antara lain:

  • 35

    1. Problem jasmani cepat, biasanya pertumbuhan jasmani cepat

    terjadi antara umur 13-16 tahun, yang dikenal dengan remaja

    pertama (erly adoles cance). Dalam usia ini remaja mengalami

    berbagai kesukaran, karena perubahan jasmani yang sangat

    mencolok dan tidak berjalan seimbang. Remaja waktu itu

    mengalami ketidak serasian diri dan berkurang keharmonisan

    gerak, sehingga kadang-kadang sedih kesal dan sendu.

    2. Pertumbuhan emosi

    Sebenarnya yang terjadi dalam hal ini adalah kegoncangan

    emosi pada masa adolesen pertama. Kegoncangan itu disebabkan

    oleh tidak mampu dan tidak mengertinya akan perubahan yang

    sedang dilaluinya, disamping kekurangan pengertian orang tua dan

    masyarakat sekitar akan kesukaran yang dialaminya oleh remaja

    waktu itu bahkan kadang-kadang perlakuan yang mereka terima

    dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat menambah

    kegoncangan emosi yang tidak stabil itu.

    3. Pertumbuhan mental

    Menurut Alfred Binet psycholog Perancis, yang terkenal

    dengan teori mental-test nya, bahwa kemampuan untuk mengerti

    hal-hal g abstrak baru sempurna pada usia 12 tahun.

    Sedangkan kesanggupan untuk mengambil kesimpulan yang

    abstrak dari fakta yang ada kira-kira mulai usia 18 tahun. Karena

    itulah tampak usia 14 tahun ke atas, remaja sering kali menolak hal

  • 36

    yang masuk di akalnya dan kadang kala mereka menolak apa yang

    dulu diterimanya. Dari sini pula tumbuh persoalan dengan orang

    tua. Orang dewasa lainnya yang merasa seolah-olah menjadi suka

    membantah dan mengkritik mereka.

    4. Pertumbuhan pribadi dan sosial

    Masalah pribadi dan sosial inilah yang paling akhir

    bertumbuhnya dan dapat dianggap sebagai persoalan terakhir yang

    dihadapi remaja menjelang mask usia dewasa. Setelah

    pertumbuhan jasmaninya cepat berakhir, tampaklah bahwa remaja

    telah seperti orang dewasa jasmaninya, baik yang laki-laki maupun

    perempuan. Akan tetapi dari segi sosial dan penghargaan serta

    kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat biasanya

    belum sempurna, terutama dalam masyarakat yang maju.

    Dari sini jelaslah bahwa bagaimanapun cara kita memandang

    remaja dan dari segi apapun kita nilai, namun satu hal yang dapat

    kita simpulkan remaja adalah masa peralihan dari anak

    menjelang dewasa. Semakin maju suatu mesyarakat, semakin

    banyak syarat yang diperlukan untuk mempersiapkan diri dengan

    berbagai pengetahuan dan ketrampilan dan semakin banyak pula

    masalah yang dihadapi remaja itu, karena sukarnya memenuhi

    syarat dan sebagainya (Daradjat, 1983:110-111).

  • 37

    2.3.2. Permasalahan yang dihadapi remaja

    Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa masa remaja adalah

    masa peralihan diantara anak-anak dan masa dewasa, dimana anak

    mengalami perkembangan cepat di segala bidang, keadaan jiwanya

    yang labil dan mengalami kegoncangan, daya pemikiran abstrak, logik

    dan kritik mulai berkembang. Emosinya selalu berkembang,

    motivasinya mulai otonom dan tidak dikendalikan oleh dorongan

    biologis semata (Ahyani, 1987:43).

    Dan dalam melalui masa adolesen (masa remaja), tidak sedikit

    anak-anak yang mengalami kesukaran-kesukaran atau problem-

    problem yang kadang-kadang menyebabkan kesehatannya terganggu,

    jiwanya yang gelisah dan cemas, pikirannya terhalang dalam

    menjalankan fungsinya yang kadang-kadang kelakuannya bermacam-

    macam. Dan hal lain terbukti dari hasil research itu bahwa ada

    problem-problem/masalah-masalah yang umum dialami oleh semua

    adolesensi dimana saja mereka hidup, antara lain adalah (Daradjat,

    1982: 105-110):

    1. Problem yang berhubungan dengan pertumbuhan jasmani

    Problem pertama yang dialami oleh anak-anak g meningkat

    adolesen, ialah perubahan jasmani yang terjadi mulai dari kira-kira

    umur 13 sampai 16 tahun. Peristiwa-peristiwa yang

    menggelisahkan banyak terjadi pada umur ini, ialah yang

    berhubungan dengan:

  • 38

    - Perubahan pada anggota kelamin

    - Pertumbuhan yang membedakan bentuk tubuh laki-laki dari

    perempuan, dimana tanda masing-masing seks makin jelas

    terlihat pada tubuh.

    - Pertumbuhan badan yang sangat cepat, si anak bertambah

    tinggi, besar dan berat dengan cepat sekali.

    - Pertumbuhan anggota-anggota tubuh tidak berjalan seimbang,

    misalnya hidung lebih cepat besarnya dari pada bagian muka

    yang lain, demikian pula dengan tangan dan kaki.

    - Terjadinya menstruasi pertama bagi anak perempuan dan

    mimpi pada anak laki-laki.

    - Tumbuhnya jerawat dan bintil-bintil pada muka, punggung,

    leher dan sebagainya.

    Akibat pertumbuhan jasmani yang sangat cepat dan

    kehilangan keharmonisan fisik itu, anak-anak merasa kehilangan

    kemampuannya untuk menggunakan anggota badan nya, misalnya

    apa yang dipegang mungkin jatuh, bukan karena kurang perhatian

    tetapi karena pertumbuhan otot-otot tangan itu tidak tersentak,

    sehingga kadang-kadang hilang keharmonisannya.

    Si anak merasa gelisah terhadap pertumbuhan yang tidak

    harmonis itu, yang menyebabkan kelainan-kelainan, seperti:

    hidung, kaki, dan tangan terasa besar. Jerawat terdapat dimuka

    atau leher dan sebagainya.

  • 39

    2. Problem yang timbul berhubungan dengan orang tua

    Diantara kesukaran-kesukaran yang banyak pula dihadapi

    oleh anak-anak adolesen adalah bertalian dengan orang tuanya

    sendiri, jika orang tua kurang mengerti akan ciri-ciri dan sifat-sifat

    pertumbuhan yang sedang terjadi atas mereka.

    Anak-anak yang tadinya tenang, patuh dan tunduk kepada

    peraturan-peraturan pada umur adolesen, berubah menjadi anak

    yang terlihat gelisah, tidak patuh, kadang-kadang keras hati atau

    keras kepala. Nasehat atau petunjuk kurang diindahkannya.

    Diantara yang paling banyak menimbulkan ketegangan

    antara anak dan orang tua, ialah peraturan-peraturan dan

    ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh orang tua. Misalnya berapa

    laki boleh pergi keluar rumah dalam seminggu, cara memilih

    kawan, cara membelanjakan uang, berpakaian, belajar dan

    sebagainya. Terlalu banyak peraturan-peraturan dan ketentuan-

    ketentuan ini menyebabkan adolesen merasa bahwa orang tuanya

    menghargainya, lalu mereka menunjukkan perlawanan atau acuh

    tak acuh terhadap larangan-larangan itu.

    Yang paling tidak menyenangkan mereka ialah orang tua

    yang suka mencela, menyesali atau memukul anak-anaknya.

    Karena kesalahan atau tindakan anak-anak itu dipandang tidak

    cocok dengan kemauan orang tua. Dan yang sangat menyedihkan

    dan mungkin membawa akibat gangguan jiwa bagi si anak adalah

  • 40

    kekerasan orang tua yang terlalu dipaksakan dengan pukulan,

    perintah, larangan, dan sebagainya.

    Karena dengan pukulan itu anak-anak merasa di hina, tidak

    dihargai, bahkan merasa tidak disayangi.

    Seringkali cara orang tua memperlakukan anak-anaknya

    yang berumur 13 dan 14 tahun sama saja dengan anak yang

    berumur 9-10 tahun. Mereka lupa bahwa anak-anak pada umur

    tersebut, tidak kecil lagi. Perlakuan, sikap dan tindakan tuanya

    yang seperti itu, akan menyebabkan anak-anak merasa tidak

    senang.

    Sebaliknya ada orang tua memperlakukan anak-anak yang

    terlihat sudah besar (pada umur 16-17 tahun) seperti orang

    dewasa. Mereka lupa bahwa anak-anak itu baru selesai dari

    menghadapi pertumbuhan jasmani yang cepat, dan mulai

    berbentuk dewasa, tetapi sikap, pikiran dan emosinya belum

    selesai dari pertumbuhannya. Anak tersebut belum mempunyai

    pengalaman, emosinya masih goncang dan sedang mengalami

    kegoncangan jiwa, akibat mulai bekerja organ-organnya dan

    kelenjar-kelenjar seksual.

    Mereka ingin mereka bebas dari campur tangan orang tua,

    ingin sekali-sekali pergi bersama kawan-kawannya. Jauh dari mata

    orang tua dan sebagainya. Dalam hal ini orang tua harus

    mengetahui bahwa anak-anak ingin segala sesuatu yang masuk.

  • 41

    Kalau ia salah, ditegur dan tunjukanlah kesalahannya dengan

    obyektif dan kalau kita menyuruh, haruslah yang dapat mereka

    memahami mengapa ia disuruh, bukan karena untuk menunjukkan

    kekuasaan.

    Anak-anak dalam periode ini sering merasa bahwa orang

    tuanya selalu memerintah dan menunjukkan kekuasaan dan

    memaksanya tunduk dan patuh. Inilah yang harus dihindari,

    jangan mereka sampai merasa dipaksa tunduk tanpa mereka sadari

    pentingnya hal itu buat dirinya sendiri. Disamping itu hindarilah

    sikap memerintah dan memandang kecil anak-anak adolesen yang

    sendang dalam pertumbuhan dan perkembangan itu.

    3. Problem yang berhubungan dengan sekolah dan pelajaran

    Salah satu kesukaran para adolesen adalah dalam

    menghadapi pelajaran. Mereka ingin sukses, ingin tahu bagaimana

    cara belajar yang baik, ingin menghindari rasa malas dan lesu,

    ingin pandai dan kemampuan antara satu anak dengan lainnya

    tidak sama. Ada yang kuat dalam satu mata pelajaran dan lemah

    dalam mata pelajaran lainnya.

    Karenanya orang tua harus mengikuti bahwa kemampuan

    masing-masing anak berbeda antara satu dengan yang lainnya.

    Ada yang kuat dan cenderung kepada bahasa, dan kurang kepada

    pelajaran eksakta, dan sebaliknya. Jika si adolesen merasa kecewa

  • 42

    karena ia merasa kurang pandai dalam salah satu bidang

    pengetahuan, perlu kita beri pengertian.

    Timbullah umpamanya pertentangan keras antara adolesen

    dengan bapak atau ibunya yang memaksanya berpakaian menurut

    yang patut di mata orang tua. Tidak sedikit tindakan orang tuanya

    yang demikian itu menyebabkan adolesen itu menentang orang

    tuanya atau berbuat acuh tak acuh terhadap nasehat orang tuanya,

    bahkan ada yang merasa sangat sedih dan penuh dengan

    penderitaan.

    Salah satu persoalan yang sering kali pula mengganggu

    ketenangan jiwa para adolesen ialah tidak mendapatkan teman

    karib yang dapat diajak berbicara dan berdiskusi tentang

    kesukaran-kesukaran yang dialami, yang susah membicarakannya

    dengan orang tua atau orang dewasa lainnya.

    Sesungguhnya kebutuhan para adolesen kepada teman-

    teman sebaya, adalah karena sama-sama menghadapi kesukaran-

    kesukaran yang tidak banyak berbeda, disamping mereka merasa

    tidak banyak dicela atau di kritik, karena umumnya mereka kurang

    percaya akan penghargaan orang dewasa. Karena itu, mereka

    merasa kurang bebas atau kurang berani mengungkapkan rasa hati

    dan kesukaran-kesukarannya. Sedangkan pada dasarnya mereka

    ingin mengetahui pendapat orang tuanya tentang masalah yang

    tidak jelas dalam pikirannya, terutama soal-soal seks, dimana

  • 43

    mereka ingin lebih tahu dan lebih mengerti tentang persoalan-

    persoalan disekitar itu.

    Disamping itu mereka juga ingin tahu batas-batas kelakuan

    dan tindakan yang dipandang kurang baik, perlu kiranya

    dibimbing ke arah pertumbuhan sikap yang sehat terhadap seks

    lain, supaya dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan yang

    melanggar batas, terutama dalam soal-soal seks yang akibatnya

    mungkin sangat membahayakan perkembangan dan kesehatan

    jiwanya selanjutnya.

    4. Problem pribadi

    Disamping problem yang berhubungan dengan

    pertumbuhan jasmani, sekolah, orang tua dan masyarakat itu, yang

    tidak kurang pula penting adalah persoalan-persoalan pribai.

    Kadang-kadang kita menemui seseorang adolesen yang cukup

    sehat, tampan dan cerdas, kelihatannya sedih, pendiam dan seolah-

    olah hidup menderita dan tidak bersemangat. Apakah yang

    menjadi sebab dari hal itu semua?

    Disamping kesukaran-kesukaran, juga ada persoalan-

    persoalan pribadi yang tidak dapat diungkapkan dan

    diceritakannya kepada orang, bahkan kadang-kadang persolalan

    itu kurang jelas dalam hatinya. Diantara persoalan yang

    dihadapinya adalah rasa sukses dalam hidupnya. Orang tua

    hendaknya berusaha menolong adolesen untuk dapat sukses dalam

  • 44

    hidupnya, dalam mencapai kedudukan sosial diantara kawan-

    kawannya, dalam bergaul dan belajar dan dalam usaha apapun

    yang dicobanya.

    Adolesen membutuhkan orang tempat mencurahkan

    perasaan-perasaan kegelisahan, kecemasan, harapannya dan

    sebagainya. Jika ia tidak mempunyai teman erat yang dipercaya,

    dan orang tuanya tidak berusaha mendengar dan memahami

    keluhan-keluhannya, maka ia akan merasa sedih, sehingga

    pelajarannya dan kesehatannya bisa terganggu. Mungkin akan

    terlihat dia menjadi pemarah, penentang, keras kepala dan

    sebagainya,

    Sementara dalam buku lain Dr. Zakiyah Daradjat

    menambahkan beberapa permasalahan yang agak menonjol yang

    terjadi pada remaja, adalah:

    a. Kehilangan semangat dan kemampuan belajar

    Tidak sedikit remaja yang mengeluh karena merasa

    dirinya telah menjadi bodoh, tidak pandai, sepandai dulu,

    bahkan kehilangan semangat untuk belajar.

    Hal ini disebabkan karena tuntutan orang tua terhadap

    anak sehingga anaknya merasa terkekang dan terbelenggu.

    Padahal si anak sudah mulai remaja, akan tetapi orang tua

    memperlakukannya seperti anak kecil, sementara si anak ingin

  • 45

    bebas, bergaul dengan teman-teman sebaya, tapi orang tua

    mengekangnya (Daradjat, 1982: 478-479).

    b. Kenakalan (kerusakan moral)

    Suatu kenyataan yang mencemaskan belakangan ini,

    ialah keberanian sementara remaja melakukan susila, baik

    wanita maupun pria.

    Bahkan diantara mereka ada yang berpendapat, bahwa

    hubungan diantara mereka tidak perlu dibatasi tidak usah

    dikontrol oleh orang tua. Dan pada umumnya remaja yang

    dengan mudah melakukan pelanggaran asusila adalah mereka

    yang kurang mendapat pendidikan agama (Daradjat, 1982:

    481).

    2.4. Pengaruhnya Konseling Individu Terhadap Peningkatan Religiusitas

    Remaja.

    Dalam konseling individu terjalin suatu hubungan (relationship)

    yang ditandai dengan keharmonisan antara konselor dan klien. Sehingga

    dapat menumbuhkan kepercayaan klien terhadap konselor, faktor

    keterbukaan klien dalam mengungkapkan permasalahannya, unsur

    terpenting, maka berupaya memberikan bantuan untuk mengembangkan

    pribadi klien serta dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.

    Sehingga klien dapat belajar untuk mempelajari tingkah laku dan

    bertanggung jawab atas pilihan yang telah ditentukan sendiri. Suasana

  • 46

    konseling pribadi (individu) dapat menumbuhkan perasaan berarti bagi

    individu yang selanjutnya dapat berperilaku positif yang lebih baik dari

    sebelumnya.

    Konseling individu merupakan unsur yang paling penting dalam

    proses peningkatan perilaku keagamaan remaja. Dengan perilaku yang

    positif orang akan mampu mencapai predikat muslim unggul yang dalam

    Islam disebut insan kamil (Bustam, 1995:122).

    Disini individu akan intensif melaksanakan ajaran-ajaran agamanya,

    mengamalkan perintah agamanya, sehingga aktualisasi keagamaannya

    tercermin dalam berbagai sikap dan perilaku kehidupan sehari-harinya.

    Dengan demikian orang akan optimis dalam memandang hidup dan

    dimungkinkan ia akan menjauhkan diri dari berperilaku yang buruk, tercela

    dan tidak sesuai dengan kadar nilai pola Islam

    Pada dasarnya sifat hakiki manusia adalah homo religius makhluk

    beragama yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-

    nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan

    kebenaran agama sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya.

    Menurut imam al-Ghazali, akhlak adalah gambaran tentang kondisi

    yang menetapkan di dalam jiwa. Semua perilaku yang bersumber dari

    akhlak tidak memerlukan waktu untuk merenung.

    Dalil yang menunjukkan bahwa manusia mempunyai fitrah beragama

    adalah Al-Quran, surat Al-Araf: 172 yang berbunyi:

  • 47

    Artinya: Dan (ingatlah), ketika tuhanmu mengeluarkan ketuhanan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): bukanlah aku ini tuhanmu? menjawab :betul (engkau demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: sesungguhnya kami (bani adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan tuhan).

    Mattahari (1984:62) dalam Qurrotul Uyun menyatakan bahwa

    manusia tanpa memiliki keyakinan, ideal-ideal dan keimanan ia tidak akan

    dapat menjalankan kehidupan ini dengan baik terlebih mencapai sesuatu

    yang bermanfaat bagi dirinya juga orang lain. Manusia yang tidak memiliki

    keyakinan ideal dan keimanan akan cenderung menjadi seorang pemalas,

    tidak mempunyai gairah dalam hidup, tidak mempunyai keinginan untuk

    dapat hidup lebih baik.

    Menurut ajaran Islam, manusia diberi kebebasan untuk sadar dan aktif

    dalam melakukan beragam upaya meningkatkan diri, optimis dan

    menghargai diri sendiri.

    Dengan berperilaku yang positif, orang akan cenderung melakukan

    hal-hal yang positif, individu akan menghargai dirinya sendiri,

    mengevaluasi dirinya sendiri untuk selalu berjuang mencapai apa yang

    diinginkannya demi keberhasilan di masa mendatang.

  • 48

    2.5. Hipotesis

    Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

    permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

    (Arikunto, 2002: 64).

    Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas dan analisis

    dari teori-teori tersebut, maka diajukan hipotesis bahwa terdapat pengaruh

    konseling individu terhadap religiusitas semakin remaja di panti Pamardhi

    Putra Mandiri Semarang.

  • 49

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    Metodologi penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

    mengumpulkan data penelitiannya. Agar dapat terarah dan mencapai hasil yang

    optimal, maka penulis menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut.

    3.1. Jenis Pendekatan dan Spesifikasi Penelitian

    Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan

    metode penelitian jenis kuantitatif. Hal ini dikarenakan data yang diperoleh

    akan analisis lebih lanjut dalam analisis data dan akan lebih baik jika disertai

    tabel, grafik, bagan, gambar atau tampilan lain. Selain data yang berupa

    angka dalam penelitian kuantitatif juga ada data berupa informasi kualitatif

    (Arikunto, 2002: 10-11)

    Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu konseling individu sebagai

    variabel independen dan religiusitas sebagai variabel dependen. Untuk

    mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian, penelitian

    mempergunakan angket yang disusun berdasarkan variabel yang akan diukur.

    3.2. Definisi Konseptual dan Operasional

    Sebagaimana penjelasan di atas bahwa penelitian ini terdapat dua

    variabel yaitu konseling individu sebagai variabel independen, dan

    religiusitas sebagai variabel dependen. Agar tidak menimbulkan kesalahan

  • 53

    dalam pemahaman, maka akan dijelaskan terlebih dahulu definisi konseptual

    dan operasional dari variabel yang akan diteliti.

    3.2.1. Definisi Konseptual

    a) Konseling individu menurut djumhur(1976:110) adalah proses

    pemberian bantuan yang dilakukana bersifat face to face

    relationship (hubungan empat mata) yang dilaksanakan dengan

    wawancara antara konselor dengan klien yang bermura pada

    teeratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.

    b) Religiusitas

    Religiusitas menurut Jalaluddin (1996: 211) adalah suatu

    keadaan yang ada dalam dari individu yang mendorongnya untuk

    bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama.

    3.2.2. Definisi Operasional

    a) konseling individu

    Konseling individu adalah pelayanan khusus dalam

    hubungan langsung tatap muka antara konselor dengan klien untuk

    mencermati masalah dan berupaya mengentaskan masalah dengan

    kekuatan klien sendiri.

    Dalam hal ini indikator dalam konseling individu adalah:

    konselor, klien ,metode, materi dan proses konseling. Dalam

    penelitian ini konseling individu dilakukan pada remaja di Panti

    Pamardhi PutraMandiri Semarang.

  • 54

    b) Religiusitas

    Religiusitas adalah sebagai keadaan yang ada dalam diri

    seseorang dalam merasakan dan mengakui Tuhan sehingga

    mendorongnya untuk berperilaku sesuai dengan keyakinan

    dan ketaatannya terhadap ajaran agama yang meliputi

    dimensi akidah, syariah, akhlak, pengetahuan atau

    pemahanaman dan penghayatan.

    Indikator religiusitas adalah aspek keyakinan, ritual,

    eksperensial, konsekwensial, dan intelektual.Dalam hal ini

    religiusitas seseorang dapat dilihat dari pembawaan atau

    tingkah laku yang dibawakan dalam keseharian pada

    remaja di Panti Pamardhi PutraMandiri Semarang.

    3.3. Sumber dan Jenis Data

    Menurut Arikunto (2002: 107) sumber data adalah subyek dari mana

    data itu dapat diperoleh. Berdasarkan sumber pengambilannya, data

    penulisan dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder:

    3.3.1. Sumber Data Primer

    Sumber data primer adalah Data yang diperoleh langsung dari

    subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat

    pengambilan data langsung dari subyek sebagai sumber informasi yang

    dicari (Azwar, 1998: 91). Data itu digunakan untuk mengetahui adakah

    penagaruh antara konseling individu terhadap religiusitas remaja

  • 55

    (klien) di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang. Jenis data yang

    digunakan dalam data ini adalah data kuantitatif, yaitu dengan

    penyebaran angket.

    3.3.3. Sumber Data Sekunder

    Sumber data sekunder atau data dengan tangan kedua adalah

    data yang diperoleh dari orang lain, tidak langsung diperoleh peneliti

    dari subyek penelitian (Azwar, 199