-
PENGARUH KONSELING INDIVIDU TERHADAP PENINGKATAN RELIGIUSITAS
REMAJA
(Studi Kasus Pelaksanaan Konseling Individu di Panti Pamardhi
Putra Mandiri Semarang)
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam
Ayu Syarifah
1101103
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG 2008
PENGESAHAN SKRIPSI
-
PENGARUH KONSELING INDIVIDU TERHADAP PENINGKATAN RELIGIUSITAS
REMAJA
(Studi Kasus Pelaksanaan Konseling Individu di Panti Pamardhi
Putra Mandiri Semarang)
Disusun oleh:
Ayu Syarifah 1101103
telah diujikan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 30 Januari 2008 dan dinyatakan telah lulus
Susunan Dewan Penguji
Ketua Sidang Penguji I Drs. Ali Murtadho, M.Pd Drs. H. Sholihan,
M.Ag NIP. 150274618 NIP. 150271978
Sekretaris Sidang Penguji II Hj. Mahmudah, S.Ag., M.Pd H. Abu
Rohmad, M.Ag NIP. 150286415 NIP. 150318014
NOTA PEMBIMBING Lamp : 5 Eksemplar
-
Hal : Persetujuan Naskah Skripsi Kepada Yth. Dekan Fakultas
Dakwah IAIN Walisongo Semarang di Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi perbaikan sebagaimana
mestinya, maka kami menyatakan bahwa naskah skripsi:
Nama : AYU SYARIFAH NIM : 1101103 Fak./Jur. : Dakwah / BPI
Judul : Pengaruh Konseling Individu terhadap Peningkatan
Religiusitas Remaja (Studi Kasus Pelaksanaan Konseling Individu di
Panti
Pamardhi Putra Mandiri Semarang) Dengan ini telah saya setujui
dan mohon agar segera diujikan, demikian atas persetujuannya
diucapkan terima kasih.
Semarang, 16 Januari 2008 Bidang Substansi Materi Bidang
Metodologi dan Tata Tulis Dra. Hj. Jauharatul Farida, M.Ag Hj.
Mahmudah. S.Ag., M.Pd NIP. 150 245 379 NIP. 150 286 415
Tanggal: Tanggal : M O T T O
-
) :11(
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak
ada pelindung bagi mereka selain Dia.
(QS. ar-Rad: 11)
PERNYATAAN
-
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah
hasil karya sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya
yang pernah di ajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga
pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari
hasil penertiban maupun yang belum atau tidak
ditertibkan, sumber di jelaskan di dalam tulisan dan daftar
pustaka.
Semarang, 2007 Ayu Syarifah NIM:1101103
ABSTRAKSI
Kajian dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan tentang
pengaruh konseling individu terhadap peningkatan religiusitas
remaja di Panti
-
Pamardhi Putra Mandiri Semarang. Fokus penelitian ini adalah
ingin melihat bagaimana pelaksanaan konseling individu bagi
peningkatan religiusitas dan adakah pengaruhnya konseling individu
terhadap peningkatan religiusitas pada remaja di Panti Pamardhi
Putra Mandiri Semarang. Konseling individu difokuskan pada lima
aspek yaitu; konselor, klien, materi, metode dan proses konseling
individu. Sedangkan religiusitas difokuskan pada lima aspek yaitu;
ideologi atau keyakinan, ritual, eksperensial atau konsekuensial,
intelektual.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat
pengaruh konseling individu terhadap peningkatan religiusitas
remaja di Panti Pamardhi PutraMandiri Semarang.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan
deskriptif kuantitatif. Sedangkan responden dalam penelitian ini
yaitu remaja yang berusia 17-21 tahun yang beragama Islam dan yang
mengikuti konseling individu di Panti Pamardhi Putra Mandiri
Semarang berjumlah 44 orang. Penelitian ini disebut penelitian
populasi, yakni dengan menjadikan 44 orang tersebut menjadi subyek
penelitian. Data diperoleh melalui angket yang disebarkan pada
responden, berupa angket tertutup yang berbentuk rating scala,
masing-masing variabel dijabarkan dalam 25 item yang secara
favorable dan unfavorable. Sedangkan analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa konseling individu
berpengaruh positif terhadap peningkatan religiusitas remaja di
Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang. Hal ini diperkuat dari hasil
hitung statistik yang menyatakan bahwa nilai Freg (134.651) lebih
besar dari Ft baik dalam taraf signifikan 5% (4,06) dan 1 %
(7,24),maka signifikan dan hipotesis di terima. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin responden mengikuti konseling individu, maka akan
semakin meningkat pula religiusitasnya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, akhirnya penulis
dapat
-
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan
syarat yang
wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas
Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
kita, Nabi
Muhammad Saw, yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan
ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat
menjadi bekal
hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Adalah suatu kebanggaan tersendiri, jika suatu tugas dapat
terselesaikan
dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi
merupakan tugas yang
tidak ringan. Penulis sadar banyak hambatan yang menghadang
dalam proses
penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan
penulis sendiri.
Kalaupun akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, tentunya
karena beberapa pihak
yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang
telah memberikan bantuannya, khususnya kepada yang
terhormat.
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A, selaku Rektor IAIN
Walisongo
Semarang.
2. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf. MM, selaku Dekan Fakultas Dakwah
IAIN
Walisongo Semarang.
3. Ibu Hj. Jauharotul Farida, M.Ag selaku pembimbing I yang
telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan
dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Hj. Mahmudah, S.Ag., M.Pd. selaku pembimbing II yang
telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan
dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Para Dosen pengajar dan staf karyawan di lingkungan Fakultas
Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
6. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Fakultas Dakwah
maupun
Perpustakaan IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan
pelayanan
kepustakaan.
-
7. Ayahanda dan Ibunda terhormat yang telah memberikan dukungan
moral dan
material dengan tulus dan ikhlas.
8. Teman-temanku senasib seperjuangan yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-
persatu yang telah memberikan masukan dan motivasi bagi penulis
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Atas jasa-jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga
amal
mereka di terima di sisi Allah SWT. Dan mendapat balasan pahala
yang lebih baik
serta mendapatkan kesuksesan baik itu di dunia maupun di
akhirat.
Penulis dalam hal ini juga mengharap kritik dan saran yang
konstruktif dari
para pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Dan akhirnya
penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi para
pembaca pada umumnya, Amin.
Semarang, 16 Januari 2008
Ayu Syarifah
NIM: 1101103
-
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING
......................................................................
ii
HALAMAN
PENGESAHAN..................................................................................
iii
HALAMAN MOTTO
.............................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
.............................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN
................................................................................
vi
HALAMAN ABSTRAKSI
.....................................................................................
vii
KATA PENGANTAR
............................................................................................
viii
DAFTAR ISI
......................................................................................................
x
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
..............................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
.......................................................................
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
................................................... 7
1.4 Telaah Pustaka
............................................................................
8
1.5 Sistematika
..................................................................................
11
BAB II : KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIK
2.1 Konseling Individu
......................................................................
13
2.1.1 Pengertian Konseling Individu
........................................... 13
2.1.2 Materi Konseling Individu
................................................. 16
2.1.3 Proses dan Metode Konseling Individu
............................. 17
2.2.
Religiusitas...................................................................................
22
-
2.2.1 Pengertian Religiuisitas
..................................................... 22
2.2.2 Dimensi Religiusitas
.......................................................... 24
2.2.2.1 Dimensi Idiologi atau Keyakinan
.......................... 25
2.2.2.2 Dimensi Ritual
....................................................... 25
2.2.2.3 Dimensi Eksperensial atau Pengalaman ................
26
2.2.2.4 Dimensi Konsekuensial
......................................... 27
2.2.2.5 Dimensi Intelektual
................................................ 27
2.2.3 Dinamika Pembentukan dan Perkembangan
Religiusitas
.......................................................................
28
2.2.3.1 Pembentukan Religiusitas
..................................... 28
2.2.3.2 Perkembangan Religiusitas
................................... 29
2.3 Remaja dan permasalahannya
..................................................... 32
2.3.1 Pengertian Remaja
.............................................................
32
2.3.2 Permasalahan Yang Dihadapi Remaja
............................... 37
2.4. Pengaruhnya Konseling Individu terhadap Peningkatan
religiusitas Remaja
......................................................................
45
2.5. Hipotesis
......................................................................................
48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Pendekatan dan Spesifikasi Penelitian
............................... 49
3.2 Definisi Konseptual dan Operasional
......................................... 49
3.2.1 Definisi Konseptual
........................................................... 50
3.2.2 Definisi Operasional
.......................................................... 50
3.3 Sumber dan Jenis Data
................................................................
51
-
3.3.1 Sumber Data Primer
.......................................................... 51
3.3.2 Sumber Data Sekunder
...................................................... 52
3.4 Populasi dan Sampel
...................................................................
52
3.5 Teknik Pengumpulan Data
.......................................................... 53
3.5.1 Metode Observasi
..............................................................
53
3.5.2 Metode Interview
...............................................................
53
3.5.3 Metode Angket
..................................................................
54
3.6 Teknik Analisis Data
...................................................................
55
3.6.1 Analisis Pendahuluan
......................................................... 55
3.6.2 Analisis Uji Hipotesis
........................................................ 58
3.6.3 Analisis Lanjut
...................................................................
59
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN PANTI
PAMARDHI PUTRA MANDIRI SEMARANG
4.1. Gambaran Umum Panti Pamardhi Putra Mandiri
Semarang
......................................................................................................
61
4.1.1 Sejarah Singkat Panti Pamardhi Putra Mandiri
Semarang
.............................................................................
61
4.1.2 Letak Geografis Panti Pamardhi Putra Mandiri
Semarang
............................................................................
63
4.1.3 Visi dan Misi Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang
......... 63
4.1.4 Status Lembaga Panti Pamardhi Putra Mandiri
Semarang......................................................................................
64
-
4.1.5 Struktur Lembaga Panti Pamardhi Putra Mandiri
Semarang
............................................................................
65
4.1.6 Penghuni Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang..........
66
4.1.7 Fasilitas Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang
........... 69
4.1.8 Pelaksanaan Konseling Pribadi (Individu) di Panti
Pamardhi Putra Mandiri
Semarang................................... 71
4.1.9 studi kasus
...........................................................................
76
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1. Deskripsi Data Hasil Penelitian
................................................... 79
5.1.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabitas
...................................... 79
5.1.2 Data Nilai Angket Konseling Pribadi (Individu)
Remaja Di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang ....... 82
5.1.3 Data Nilai Angket Perilaku Keagamaan Remaja Di
Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang..........................
86
5.2. Pengujian Hipotesis
.....................................................................
89
5.2.1 Analisis Pendahuluan
......................................................... 89
5.2.1.1 Konseling Individu
................................................ 90
5.2.1.2 Perilaku Keagamaan
.............................................. 92
5.2.2 Analisis Uji Hipotesis
........................................................ 94
5.2.2.1 ............................................ Mencari
Korelasi A
5.2.2.2 Menguji Apakah Korelasi Itu Signifikan atau
Tidak.......................................................................
98
-
5.2.3 Mencari Persamaan Garis Regresi
..................................... 100
5.2.4 Analisis Varian Garis Regresi
........................................... 102
5.3. Analisis Lanjut
............................................................................
104
5.4. Pembahasan
.................................................................................
105
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan
....................................................................................
109
6.2. Saran-Saran
...................................................................................
111
6.3. Penutup
..........................................................................................
112
Lampiran-lampiran
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era globalisasi sekarang ini banyak informasi-informasi atau
berita di
berbagai media cetak maupun elektronik tentang tindakan remaja
yang
melanggar hukum, melanggar norma-norma sosial dan agama. Hal ini
terjadi
bukan saja di kota-kota besar saja akan tetapi sudah menjalar ke
kota-kota
kecil atau pedesaan. Biasanya emosi jiwa remaja lebih sering
tidak terkendali
yang akhirnya menyebabkan terjadinya apa yang dikenal istilah
kenakalan
remaja. Tindakan tersebut seperti perampokan, pemerkosaan,
perjudian,
pengedar obat-obat terlarang, pengguna narkoba, tindakan
asusila, perkelahian
antar pelajar sudah semakin menggejala di kalangan remaja.
Satu faktor penyebab yang paling dominan sehingga para
remaja
melakukan tindakan-tindakan seperti itu ialah karena berangkat
dari persoalan-
persoalan kejiwaan, sementara solusi atau pemecahan mengalami
kebuntuan,
kemudian berubah permasalahan-permasalahan tersebut menjadi
konflik batin.
Pada akhirnya mereka mencoba mencari pemuasan atau pelampiasan
dengan
melakukan tindakan-tindakan seperti itu (Daradjat, 1975:
40).
Remaja adalah masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang
dari
kehidupan masa anak-anak menuju kedewasaan, dimana mengalami
perubahan dan kegoncangan terjadi segala bidang.
perubahan-perubahan yang
-
2
terjadi ini meliputi perubahan jasmani, rohani, pikiran,
perasaan dan sosial
(Derajat, 1974: 35).
Masa remaja merupakan masa yang banyak mengalami perubahan
baik
jasmani, rohani, pikiran, maka pada masa ini para remaja banyak
mengalami
gejolak emosi remaja dan masalah remaja pada umumnya disebabkan
adanya
konflik peran sosial. Di satu pihak ia sudah ingin mandiri
sebagai orang
dewasa, di lain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan
orang tua.
Gejolak emosi tersebut menyebabkan kondisi psikisnya belum
stabil dengan
adanya kondisi yang belum stabil ini pula yang menyebabkan para
remaja
sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. (Willis;
1981:19).
Cepatnya perubahan jasmani itu menimbulkan kecemasan pada
remaja, sehingga menyebabkan terjadinya kegoncangan emosi,
kecemasan,
dan kekhawatiran. Bahkan kepercayaan kepada agama yang telah
bertumbuh
pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan, karena
ia
kecewa terhadap dirinya. Maka kepercayaan remaja kepada Tuhan
kadang-
kadang menjadi ragu dan berkurang yang terlihat pada cara
ibadahnya yang
kadang-kadang malas. perasaan kepada Tuhan tergantung Kepada
perubahan
emosi yang sedang dialaminya (Darajat, 2003: 133). Pada mulanya
remaja
kurang aman dalam hidupnya, hal ini disebabkan karena banyaknya
kebutuhan
yang diinginkan remaja sebagai akibat dari proses perkembangan
sosial
maupun psikologisnya.
Carl Roger (1902) mengemukakan bahwa kondisi yang dimiliki
remaja
sangat mencemaskan karena pada masa ini remaja mencoba
mengekspresikan
kemampuan, potensi, dan bakatnya, maka merupakan masa tersulit
dalam
-
3
setiap tugas perkembangannya. Apabila pengaktualisasian diri itu
diwujudkan,
maka hal itu merupakan pertanda bahwa individu itu telah
mencapai tingkat
pertumbuhan pribadi (Sunarto, 2002: 63). Hall (1974) memandang
bahwa remaja
sebagai masa Strom And Stress. Dalam hal ini remaja banyak
mengalami masalah
yang dihadapi, karena remaja itu berupaya menemukan jati dirinya
(indentitasnya)
(Sunarto, 2002: 68). Sebagai besar menyatakan permasalahan
sosial akibat
perilaku remaja yang meresahkan masyarakat adalah kenakalan
remaja.
Keseimbangan antara kebutuhan dan rasa puas yang dialami
remaja
sering menjadi sumber masalah bagi remaja itu sendiri maupun
orang lain.
Suatu hal yang menjadi persoalan bagi remaja adalah tentang
keyakinan
agama. Dalam menjalankan aktifitas agama, beribadah, remaja
sangat
dipengaruhi oleh lingkungannya (Mappiare,1983:71).
Seseorang yang beragama tidaklah cukup hanya dikatakan dalam
lisan
atau percaya semata, namun harus disertai dengan perbuatan yang
disebut
dengan pengabdian kepada Tuhan. Perilaku keagamaan dapat
diartikan
sebagai keadaan yang ada diri manusia dalam merasakan dan
mengakui
adanya kekuasaan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia
dengan cara
melaksanakan semua perintah Tuhan sesuai dengan kemampuannya
dan
meninggalkan semua larangan-Nya, sehingga hal ini akan
membawa
ketenteraman dan ketenangan pada dirinya (Wijanarko, 1997:
48).
Skinner dalam bukunya Jamaludin Ancok menjelaskan perilaku
keagamaan sebagai ungkapan bagaimana manusia dengan
pengkondisian
peran belajar hidup di dunia yang dikuasai oleh hukum ganjaran
dan hukuman
(Ancok, dkk, 2001: 73)
-
4
Di Panti Pamardi Putra Mandiri semarang terdapat
penyimpangan
terhadap nilai-nilai agama Islam yang dilakukan oleh remaja.
Banyaknya
kasus penyimpangan pada remaja yang terjadi di Panti Pamardi
Putra
Mandiri semarang adalah kasus penyimpangan narkoba, anak jalanan
dan
anak nakal. Adapun faktor yang menyebabkan remaja melakukan hal
tersebut
dikarenakan ajakan teman atau lingkungan masyarakat. Faktor
keluarga
(broken home), faktor ekonomi dan teman sekolah. Maka sudah
selayaknya
untuk mencapai tujuan ideal remaja sebagai penerus bangsa yang
akan
mengisi posisi-posisi terpenting di masyarakat, maka perlu
diberikan suatu
mekanisme kontrol bagi remaja. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan
arahan atau pijakan dan pedoman bagi remaja untuk dapat
berperilaku yang
positif di dalam masyarakat. Untuk mencapai berbagai aspek
tersebut, maka
diperlukan seperangkat aturan yang dinamakan religi dan moral.
Dari sisi lain
tiadanya religi dan moral, merupakan faktor penyebab
meningkatnya
kenakalan remaja.
Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu dzat yang
mengatur
alam semesta ini adalah sebagai dari moral, sebab dalam moral
diatur segala
perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta perbuatan
yang dinilai
tidak baik sehingga perlu dihindari (Sarwono, 2002: 91).
Setiap remaja dalam menghadapi hidupnya di dunia tidak akan
pernah
lepas dari persoalan, apabila tidak mendapat alternatif
pemecahan, maka akan
berdampak buruk pada jiwa remaja. Di sisi lain remaja akan
berusaha keras
mempertahankan harga dirinya dalam pandangan masyarakat, dengan
cara
mencoba melawan segala dorongan dan keinginan yang salah, maka
akan
-
5
timbullah rasa berdosa dan rasa bersalah serta penyesalan pada
dirinya
sehingga ia berusaha memohon ampun kepada Tuhan dan mencoba
lebih
tekun dalam menjalankan perintah agama (Daradjat, 1976:
114).
Melihat fenomena yang ada di Panti Pamardhi Putra Mandiri,
maka
pola pembinaan terhadap keagamaan yang remaja dalam menghadapi
situasi
yang tidak menentu harus selalu ditingkatkan, tidak mustahil
bila konseling
sebagai trend baru dalam metode dakwah dapat dijadikan tawaran
atau
alternatif yang tepat dalam menumbuhkan pribadi yang tetap
memiliki
keteguhan dalam perilaku.
Konseling pribadi (individu) adalah layanan pelayanan khusus
dalam
hubungan langsung tatap muka antara konselor dan konseli secara
pribadi,
dimana terjadi hubungan konseling yang bernuansa rapport dan
konselor
berupaya memberikan bantuan untuk mengembangkan pribadi konseli
serta
konseli dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya
(Willis, 2004:
157).
Konseling Pribadi (individu) pada dasarnya merupakan metode
dakwah dengan layanan konseling secara perorangan. Dalam proses
konseling
terdapat unsur-unsur dakwahnya yaitu: konselor (dai), klien
(madu), materi
(maadatud dawah), madia (wasilatu dakwah). Konseling pribadi
(individu)
seorang konseling tidak ada pelaksanaan dalam mengungkap
perasaan kepada
konselor. Suasana dalam proses konseling yaitu: terbuka,
kecocokan,
keharmonisan. Dalam proses konseling pribadi (individu) terdapat
pula
pengungkapan dan pemahaman masalah konseling, penelusuran
sebab-sebab
timbulnya masalah, pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan
tindak lanjut.
-
6
Konseling pribadi (individu) dijadikan upaya untuk
meningkatkan
religuisitas pribadi remaja, yang dulunya kurang ada pemahaman
tentang
keagamaan dengan adanya konseling pribadi (individu) menjadi
meningkat
perilaku keagamaan Remaja di Panti Pamardhi Putra Mandiri
Semarang.
Materi kegiatan keagamaan diberikan dalam proses konseling
pribadi
(individu) sehingga akan lebih dihayati dan dirasakan oleh
setiap konseling.
Sesuai dengan tujuan dakwah yaitu: mengajak, menyeru dan
mempengaruhi
manusia agar selalu berpegang pada ajaran Allah guna
memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sesuai dengan firman
Allah surat An-
Nahl ayat 125 yang berbunyi:
) . :125(
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125).
Konseling (individu) merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan
perilaku keagamaan remaja Panti Pamardhi Putra Mandiri dan
Panti
Pamardhi Putra Mandiri merupakan salah satu lembaga yang
telah
mengadakan konseling pribadi (individu) untuk proses
rehabilitasi terhadap
klien yang mengalami konflik batin sehingga terjerumus ke
penyalahgunaan
obat-obatan terlarang. Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penulis
tertarik untuk mengungkap atau mengkaji lebih dalam hubungan
konseling
pribadi dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja. Dalam
skripsi
-
7
yang berjudul Pengaruh Konseling Pribadi (individu) Terhadap
Peningkatan
Perilaku Keagamaan Remaja (Studi Kasus Pelaksanaan Konseling
Pribadi
(individu) di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang yang telah diuraikan, maka
yang
menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pelaksanaan konseling individu bagi peningkatan
perilaku
keagamaan remaja di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang?
2. Adakah pengaruh konseling pribadi (individu) terhadap
peningkatan
perilaku keagamaan pada remaja di Panti Pamardhi Putra
Mandiri
Semarang?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang
hendak dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan pelaksanaan konseling individu bagi
peningkatan
perilaku keagamaan remaja di Panti Pamardhi Putra Mandiri
Semarang
2. Mendeskripsikan dan menganalisa pengaruh antara konseling
pribadi (individu) terhadap peningkatan perilaku keagamaan
remaja
di Panti Pamardhi Putra (PPP) Mandiri Semarang.
-
8
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian itu diharapkan bermanfaat dalam
kajian-
kajian berikutnya yang berbentuk:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
keilmuan dakwah khususnya pada Bimbingan dan Penyuluhan
Islam
kaitannya dengan pengembangan konseling pribadi (individu)
sebagai suatu metode peningkatan perilaku keagamaan.
2. Manfaat Praktis
Secara umum penelitian ini diharapkan menjadi pijakan bagi
konselor dalam memberikan pelayanan konseling individu.
Secara
khusus penelitian ini diharapkan menjadi pijakan bagi para
pengelola panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang.
1.4 Telaah Pustaka
Penelitian ini berjudul Pengaruh Konseling Pribadi
(individu)
Terhadap Peningkatan Perilaku Keagamaan Remaja (Studi Kasus
Pelaksanaan Konseling Pribadi (individu) di Panti Pamardhi
Putra
Mandiri Semarang). Belum ditemukan, namun ada studi atau kajian
yang
telah dilakukan sebelumnya dan adanya relevansinya dengan
penelitian ini.
Penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:
-
9
1. Penelitian tentang Pengaruh Bimbingan Islam terhadap
Perilaku
Keberagamaan Siswa di SLTP Negeri 1 Welahan Jepara Tahun
Pelajaran
2002-2003 (Siti Fatimah: 2004).
Penelitian ini menjelaskan tentang penekankan terhadap
bimbingan
Islam yang diberikan oleh siswa kelas 2 dan 3 SLTP, yang
merupakan
peran guru bimbingan konseling sangat signifikan sekali guna
terbentuknya psikologi remaja yang manifestasinya pada
perilaku
keagamaan remaja sehari-hari. Adapun metode yang digunakan
dalam
bimbingan Islam berupa: wawancara dan metode Group Guidence
(bimbingan secara kelompok).
Kesimpulan penelitian adalah: bahwa bimbingan Islam
mempunyai
pengaruh yang positif terhadap perilaku keberagamaan siswa SLTP
Negeri
1 Welahan Jepara tahun pelajaran 2002-2003.
2. Penelitian Tentang; Efisien Pengaruh Bimbingan Keagamaan
dalam
Keluarga terhadap Perilaku Keberagamaan Remaja IPNU IPPNU
Desa
Mojo Kec. Gemuh Kab. Kendal (A. Kholid Jauhar: 1998).
Penelitian ini lebih penekanan terhadap bimbingan keagamaan
dalam keluarga, yang mana peran orang tua dalam hal tersebut
sangat
signifikan sekali guna terbentuknya dan berkembangnya psikologi
anak
yang manifestasinya pada perilaku keagamaan sehari-hari.
Kesimpulan dari penelitian adalah: Untuk mengetahui kegiatan
keagamaan dalam keluarga dapat dilihat dari segi perhatian orang
tua
dalam mengawasi, memberi motivasi dan memberikan keteladanan
atau
contoh-contoh yang baik berkaitan dengan ajaran agama Islam,
adapun
-
10
hasilnya maka dengan adanya bimbingan keagamaan dalam keluarga
maka
remaja akan mampu melaksanakan serta meningkatkan perintah
keagamaan dengan baik sehingga tercermin dalam perilaku
keagamaan
yang dilaksanakan sehari-hari.
3. Penelitian tentang: Efektivitas Bimbingan Penyuluhan Islam
oleh
Taruna dalam Peningkatan Perilaku Keberagamaan pada Umumnya
di
Desa Wonorejo Kec. Kaliwungu Kab. Kendal (Arif Shofiyuddin:
2004).
Penelitian ini menjelaskan tentang bimbingan penyuluhan
Islam
yang diberikan oleh taruna, saat melakukan penelitian dengan
menggunakan metode kuantitatif. Adapun metode pengumpulan
data
dengan menggunakan wawancara, observasi, dan angket, dari angket
yang
disebarkan oleh peneliti mendapat respon yang positif oleh para
taruna.
Selama melakukan bimbingan penyuluhan Islam mereka antusias
sehingga
memahami. Adapun materi yang digunakan antara lain di bidang
aqidah,
syariah, dan akhlak. Metode yang dipakai dengan menggunakan
metode
ceramah, metode diskusi dan metode tanya jawab. Kesimpulan
dari
penelitian ini adalah: dengan adanya bimbingan penyuluhan Islam
bagi
remaja taruna desa Wonorejo, maka menambah pengetahuan
agama,
bertambah kesadaran dalam menjalankan perintah agama serta
terealisasinya peningkatan ibadah remaja. Jadi penelitian ini
lebih pada
materi dan metode yang disampaikan pada taruna melalui
efektivitas
bimbingan penyuluhan Islam, sehingga akan membawa
peningkatan
perilaku keberagamaan remaja taruna.
-
11
Dari ketiga penelitian tersebut maka penelitian yang akan
penulis
bahas berbeda dengan penelitian sebelumnya. Adapun yang
membedakan
penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang lain adalah
bahwa
penelitian ini meneliti tentang Pengaruh Konseling pribadi
(individu)
Terhadap Peningkatan Perilaku Keagamaan Remaja di Panti
Pamardhi
Putra Mandiri Semarang.
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam rangka menguraikan perumusan masalah di atas, maka
penulis
berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis, agar
pembahasan
lebih terarah dan mudah dipahami sehingga tercapai tujuan-tujuan
yang telah
ditetapkan.
Sebelum memasuki satu pokok pikiran utuh, maka penulisan skripsi
ini
diawali dengan bagian muka, yang memuat halaman judul, nota
pembimbing,
pengesahan, motto, persembahan, pernyataan, kata pengantar, dan
daftar isi.
Bab pertama adalah pendahuluan, bab ini berisi gambaran umum
tentang penelitian yang meliputi: latar belakang masalah,
rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika
penulisan.
Bab kedua adalah kerangka dasar pemikiran teoritik yang
menjelaskan
tentang konseling pribadi (individu) dan perilaku keagamaan. Bab
kedua ini
dibagi menjadi lima sub bab. Sub bab pertama menjelaskan
definisi teoritik
konseling pribadi (individu), yang meliputi; pengertian
konseling individu,
konselor, klien, tujuan, metode dan proses konseling pribadi
(individu). Sub
bab kedua menjelaskan definisi teoritik perilaku keagamaan, yang
meliputi;
pengertian perilaku keagamaan, dimensi-dimensi perilaku
keagamaan,
-
12
pembentukan dan perkembangan perilaku keagamaan. Sub bab
ketiga
menjelaskan definisi teoritik tentang remaja yang meliputi;
pengertian remaja,
permasalahan yang dihadapi remaja. Sub bab keempat pengaruhnya
konseling
pribadi (individu) terhadap peningkatan perilaku keagamaan. Sub
bab kelima
adalah hipotesis.
Bab ketiga, berisi tentang metodologi penelitian. Bab ketiga ini
dibagi
menjadi lima sub bab. Sub bab pertama berisi tentang jenis dan
metode
penelitian. Sub bab kedua berisi tentang definisi konseptual dan
operasional.
Sub bab ketiga berisi tentang subyek penelitian data. Sub bab
keempat berisi
tentang pengumpulan data. Sub bab kelima berisi tentang teknik
analisis data,
Bab keempat adalah gambaran umum dan obyek penelitian. Bab
ini
dibagi menjadi dua sub bab. Sub bab pertama berisi tentang
gambaran umum
Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang yang meliputi; sejarah
berdirinya,
letak geografis, visi dan misi, status lembaga, struktur
lembaga, penghuni dan
fasilitas di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang. Sub bab kedua
berisi
tentang pelaksanaan konseling pribadi (individu) di Panti
Pamardi Putra
Mandiri Semarang.
Bab kelima adalah hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini
dibagi
menjadi empat sub bab. Sub bab pertama yang berisi deskripsi
data hasil
penelitian. Sub bab kedua pengujian hipotesis. Sub bab ketiga
analisis lanjut.
Sub bab keempat pembahasan hasil penelitian.
Bab keenam adalah penutup yang meliputi; kesimpulan,
saran-saran
dan penutup.
-
13
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIK
2.1. Konseling Individu
2.1.1. Pengertian Konseling Individu
Menurut Willis (2004: 159) berpendapat bahwa konseling
individu adalah pertemuan konselor dengan klien secara
individual,
dimana terjadi hubungan konseling yang bernuansa rapport,
dan
konselor berupaya memberikan bantuan untuk pengembangan
pribadi
klien serta klien dapat mengantisipasi masalah-masalah yang
dihadapinya.
Menurut Djumhur (1976: 110) berpendapat bahwa konseling
individual adalah bantuan dilakukan bersifat face to face
relationship
(hubungan empat mata) yang dilaksanakan dengan wawancara
antara
konselor dengan klien, maksud yang dipecahkan melalui teknik
konseling ini ialah masalah-masalah yang bersifat pribadi.
Menurut Walgito (2004: 7) berpendapat bahwa konseling
individual adalah bantuan yang diberikan kepada perorangan
dalam
memecahkan masalah klien dengan wawancara yang sesuai dengan
keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan
hidupnya. Klien harus ikut terlibat dalam memecahkan
masalahnya
sendiri.
Menurut Prayitno (1999: 28) konseling individual adalah
pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara
-
14
konselor dengan klien untuk mencermati masalah dan berupaya
mengentaskan masalah dengan kekuatan klien sendiri.
Proses konseling individu pada prinsipnya ditekankan
bagaimana
rapport antara konselor dan klien suasana rapport adalah
membangun
suatu hubungan (relationship) yang ditandai dengan
keharmonisan,
kesesuaian, kecocokan dan saling tarik menarik. Rapport
dimulai
dengan persetujuan, sejajar, kesukaan dan persamaan, jika
sudah
terjadi maka timbullah kesukaan terhadap satu sama lain.
Dalam
hubungan konseling yang terpenting adalah menumbuhkan
kepercayaan klien terhadap konselor. Dalam proses konseling
keterlibatan klien ditentukan oleh faktor keterbukaan diri
dihadapan
konselor, sehingga klien akan terbuka dalam mengungkapkan
masalah
klien dan mau terlibat pembicaraan dalam konseling (Willis,
2004: 45-
47).
Proses konseling individu di sini menekankan/ berpusat pada
klien (melibatkan klien) untuk memecahkan dan menyelesaikan
masalah pribadinya secara optimal, bukan konselor yang
memutuskan
menyelesaikan masalah klien tetapi konselor hanya memberi
alternatif
pemecahan masalahnya yang dihadapi kliennya. Individu klien
yang
setaraf dengan individu konselor, sehingga dapat dihindari
kesan
bahwa klien yang menggantung diri pada konselor dalam
memutuskan
menyelesaikan masalahnya sendiri.
-
15
Carl Rogers mengemukakan konsep manusia adalah setiap
manusia berhak mempunyai setumpuk pandangan diri dan
menentukan hidupnya sendiri. Manusia pada dasarnya berakhlak
baik,
dapat diandalkan dan dapat diberi kepercayaan dan daya
kemampuan
untuk mengaktualisasikan diri sesuai yang terkandung dalam
batin
manusia itu sendiri. Perilaku seseorang dan menyesuaikan
dirinya
terhadap keadaan hidup yang dihadapkan, selalu sesuai dengan
pandangannya sendiri dan keadaan yang dihadapinya. (Latipun,
2003:
82). Sedangkan menurut pandangan Islam konsep manusia
memiliki
fungsi sebagai makhluk individu. Secara kodratnya setiap
manusia
merupakan wujud yang khas, yang memiliki pribadi (individu)
sendiri-sendiri dan memiliki karakter yang berbeda-beda antara
orang
satu dengan orang yang satunya. Sebagaimana firman Allah surat
al-
Qamar ayat 49:
) :49(
Artinya: Sesunggunya kami menciptana segala sesuatu menurut
ukurannya.(Qs. Al Qamar,54:49)
Maksud di atas segala sesuatu yang di ciptakan allah itu
mempunyai kadar atau ukuran. Sebagai makhluk individu, berarti
pula
setiap manusia bertugas memperhatikan dirinya sendiri,
segala
kepentingan sendiri, bukan Cuma kepentingan orang lain.
Sebagaimana firman Allah surat Al-Baqarah ayat 195 (Faqih, 2001:
9).
-
16
) :195(
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik.
2.1.2. Materi Konseling Individu
Materi dalam konseling individu diisi dengan pembahasan
suatu
masalah yang terjadi pada diri remaja diantaranya masalah agama
yang
meliputi:
a. Tauhid, bertujuan untuk memperoleh keyakinan klien
terhadap
ajaran agama Islam yang telah dimilikinya.
b. Ibadah, agar mengetahui dan melaksanakan nilai-nilai ajaran
yang
sesuai dengan al-Qur'an dalam tingkah laku nyata sebagai
pengokoh jiwa dan menghindarkan dari perbuatan-perbuatan
yang
tercela.
c. Akhlak, agar klien dapat memiliki dan mengamalkan akhlak
mahmudah (terpuji) dan menghilangkan akhlak yang madmumah
(buruk).
Nilai-nilai keIslaman yang dipergunakan bersumber dari al-
Qur'an dan As-Sunnah. Seluruh nilai tersebut merupakan hal-hal
yang
mulia yang harus dimiliki oleh setiap individual. Sedangkan
sifat-sifat
dan perbuatan yang tercela harus ditinggalkan (mahmud, 2004:
106).
-
17
Pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan behavioristik
dan
konseling client centered (berpusat pada klien) dengan
melalui
wawancara. Dengan menekankan adanya perubahan perilaku pada
diri
klien tersebut, dan klien ikut terlibat dalam memecahkan dan
menyelesaikan masalah pribadinya secara optimal, bukan
konselor
yang memutuskan menyelesaikan masalah klien tetapi konselor
hanya
memberi alternatif pemecahan masalahnya yang dihadapi klien
tersebut. Pemahaman religiusitas, keteladanan dan berperilaku
yang
positif yang sesuai dengan nilai-nilai keIslaman yang bersumber
dari
al-Quran dan as-sunnah.
2.1.3. Proses dan Metode Konseling individu
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan konseling pribadi
(individu) dengan menggunakan wawancara antara konselor dan
klien
secara face to face. Dengan wawancara merupakan salah satu
cara
memperoleh faktor-faktor kejiwaan yang dihadapi, dan dapat
dijadikan
sebagai landasan dalam mengadakan pemetaan tentang bagaimana
sebenarnya kejiwaan/ permasalahan batin yang ada dalam diri
klien.
Sehingga dalam memberikan konseling, konselor mengetahui
latar
belakang klien tersebut. (Millah, 2000: 34).
Selama konseling berlangsung waktu yang digunakan tidak
banyak kurang lebih 45 menit untuk sekali tatap muka
(wawancara).
Tidak cukup sekali pertemuan bisa terselesaikan masalah
klien.
Dengan demikian untuk mendapatkan bantuan dari konselor
dalam
-
18
mengatasi masalah, diharapkan pula klien akan semakin
berkembang
memiliki kemampuan untuk mengatur hidupnya sendiri (Winkel,
2004:
472).
Proses dalam konseling individu terbagi dalam lima fase,
masing-masing fase berbeda. Proses wawancara dalam konseling
pribadi (individu) dilakukan oleh seorang konselor dengan
klien.
Kelima fase tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pembukaan, diletakkan dasar bagi pengembang hubungan
antar
pribadi yang baik antara konselor dengan klien, yaitu saat
klien
menghadapi masalah, klien datang ke ruang konseling individu.
.
Klien bertemu konselor untuk melaksanakan konseling individu
dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
klien.
Seorang konselor menyambut kedatangan klien dengan sikap
ramah
seperti konselor mempersilahkan masuk klien dengan
tersenyum,
setelah klien masuk ke ruang konseling, konselor terus
menyilahkan
klien duduk. Setelah klien dan konselor duduk dengan bertatap
muka
langsung. Konselor membuka pembicaraan terlebih dahulu
dengan
menyilahkan klien untuk memperkenalkan diri dengan
menyebutkan
nama, umur, alamat dan serta menceritakan sedikit mengenai
asal
usulnya. Dengan adanya perkenalan ini berfungsi agar klien
dapat
menyesuaikan diri dengan situasi yang ada dalam ruang
konseling,
dan mengurangi rasa tegang pada diri klien. Setelah selesai
klien
-
19
memperkenalkan diri, konselor mengajak klien untuk
melanjutkan
proses konseling dengan wawancara.
2. Penjelasan masalah, konselor berkomunikasi dengan klien
untuk
menjelaskan kedatangan klien ke ruang konseling. Konselor
berkata
kepada klien: ada yang saya bisa bantu. Konselor sebisa
mungkin
mengadakan komunikasi kepada klien dengan baik, agar klien
dapat
terbuka dalam mengutarakan masalah yang dihadapinya.
Konselor
juga menumbuhkan kepercayaan klien terhadap konselor bisa
menyimpan rahasia dari permasalahan yang dihadapi klien.
Dengan
menumbuhkan kepercayaan kepada klien untuk bisa terbuka
dalam
mengutarakan masalah klien tersebut. Konselor menerima dan
mendengarkan dengan seksama saat klien mengutarakan
permasalahan yang dihadapinya. Sambil mendengarkan, konselor
berusaha menentukan jenis masalah yang dihadapinya klien.
Sehingga konselor bisa menentukan pendekatan yang sebaiknya
diterapkan dalam proses konseling.
3. Klien mengutarakan masalah yang dihadapinya dengan
konselor,
sambil mengungkapkan pikiran dan perasaannya yang berkaitan
dengan hal ini. Inisiatif berada di pihak klien secara bebas
mengutarakan apa yang dianggap perlu dikemukakan. Konselor
menerima dan mendengarkan dengan seksama uraian klien
sebagaimana adanya dan memantulkan pikiran refleksi dan
klasifikasi. Sambil mendengarkan, konselor berusaha
menentukan
-
20
jenis masalah yang dihadapi klien. Sehingga konselor bisa
menentukan pendekatan yang sebaiknya diterapkan dalam proses
selanjutnya.
4. Penyelesaian masalah konselor dan klien membahas
bagaimana
persoalan yang dihadapi klien dapat teratasi. Dalam fase ini
klien
harus ikut serta berfikir dalam mengambil keputusan untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Konselor tidak
berhak untuk memberikan keputusan dalam mengatasi
permasalahan
klien, akan tetapi konselor hanya membantu untuk
menyelesaikan
masalah yang dihadapi klien. Oleh karena itu klien
mendengarkan
lebih dahulu penjelasan konselor tentang alternative-alternatif
yang
diberikan oleh konselor kepada klien untuk membantu
menyelesaikan masalahnya. Pada fase ini konselor harus
mengarahkan arus pembicaraan dalam proses wawancara agar
sesuai
dengan pendekatan yang telah ditetapkan konselor dalam
mengambil
pendekatan. Selama fase ini analisis kasus, konselor harus
menerapkan langkah-langkah yang diikuti oleh pendekatan itu
dalam
menemukan suatu penyelesaian. Pada umumnya konselor akan
berusaha supaya klien ada perubahan dalam sikap, pandangan
dan
juga merencanakan tindakan nyata untuk dilaksanakan sesudah
proses konseling selesai.
5. Penutup, klien telah merasa mantap tentang menyelesaikan
masalah
yang ditemukan dengan konselor. Proses konseling dapat
diakhiri.
-
21
Bilamana proses konseling dapat diakhiri, dan proses
konseling
individu belum selesai, maka pertemuan yang sedang
berlangsung
ditutup dan bisa dilanjutkan pada lain hari. Proses konseling
sudah
akan selesai, klien mendengarkan ringkasan yang diberikan
oleh
konselor tentang jalannya proses konseling individu dan
melengkapinya kalau dianggap perlu dan menegaskan kembali
keputusan yang telah diambil. Kemudian konselor memberikan
semangat kepada klien supaya bertekad melaksanakan
keputusannya.
Klien dipersilahkan mengungkapkan pengalamannya selama
pertemuan-
pertemuan dan menyatakan dalam hal-hal apa yang merasa puas dan
masih
ingin memperdalam sendiri (evaluasi diri sendiri). Konselor
menawarkan
untuk bertemu kembali pada lain kesempatan, bila klien
menghadapi
persoalan lain. Dalam fase ini konselor harus membantu klien
refleksi atas
manfaat yang diperoleh dari pengalaman dalam diri klien
tersebut, dan
menyilahkan klien untuk terjun langsung ke lapangan. Proses
konseling belum
selesai dan waktu pertemuan kali ini habis, maka konselor
meringkas apa
yang sudah dibahas bersama dan menunjukkan kemauan yang telah
dicapai.
Serta memberikan satu dua pertanyaan untuk dipikirkan selama
hari-hari
sebelum pertemuan berikutnya. (Winkel, 2004: 473-476)
-
22
2.2. Religiusitas
2.2.1. Pengertian Religiusitas
Religiusitas atau keberagamaan diwujudkan dalam berbagai
sisi
kehidupan manusia. Religiusitas merupakan perilaku yang
bersumber
langsung atau tidak langsung kepada nash.(Abdullah,1989:89)
Menurut Vorgote, berpendapat bahwa setiap religiusitas
diartikan
sebagai perilaku yang tahu dan mau secara pribadi menerima
dan
menyetujui gambar-gambar yang diwariskan kepadanya oleh
masyarakat dan yang dijadikan miliknya sendiri, kenyataan
yang
pribadi, iman, kepercayaan batiniah yang diwujudkan dalam
perilaku
sehari-hari (Dister,1989:10)
Menurut Robert H. Thouless (2000), berpendapat sikap
religius
lebih berpusat pada seperangkat kepercayaan dan keyakinan
terhadap
adanya Tuhan atau Dewa-Dewa yang disembah sebagai pembeda
dimana ciri-ciri personal diingkar sebagai ciri-ciri
ketuhanan
sebagaimana terdapat dalam bentuk advita pada agama hindu
(Thoulees, 2000:20)
Menurut Ahyadi (2001:53), berpendapat sikap religiusitas
sebagai tanggapan, pengamatan, pemikiran, penasaran dan
sikap
ungkapan bagaimana manusia dengan pengkondisian peran
belajar
hidup di dunia yang dikuasai oleh hokum ganjaran dan
hukuman(ancok,1994:73)
-
23
Menurut Jalaluddin (2000:212) berpendapat religiusitas
sebagai
suatu keadaan yang ada dalam diri individu yang mendorongnya
untuk
bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaannya terhadap
agama.
Menurut Wijanarko (1997:47) berpendapat religiusitas sebagai
keadaan yang ada pada diri manusia dalam merasakan dan
mengakui
adanya kekuasaan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia
dengan
cara melaksanakan semua perintah tuhan sesuai dengan
kemampuannya dan meninggalkan semua larangannya, sehingga
hal
ini akan membawa ketentraman dan ketenangan pada dirinya.
menurut Ansori (1991: 48) berpendapat religuisitas adalah
suatu
bentuk penghayatan hidup bersama yang dilandasi dengan iman
kepada Sang Pencipta, dalam aktivitasnya selalu mencerminkan
perilaku-perilaku yang sesuai dengan ajaran agama Islam,
kelakuan
religius menurut sepanjang ajaran agama berkisar dari
perbuatan-
perbuatan ibadah dan akhlak, baik secara vertikal terhadap
Tuhan
maupun secara horisontal sesama manusia.
Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa
religiusitas dapat diartikan sebagai hidup ketaatan beragama
atau suatu
keadaan yang ada di dalam diri seseorang yang mendorongnya
bertingkah laku, berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan
ajaran
Agama Islam yang bersumber atau tidak langsung dari al-Qur'an
dan
As-Sunnah, dengan penuh kesadaran dan ketaatannya kepada
Allah.
-
24
2.2.2. Dimensi Religiusitas
Religiusitas atau keberagamaan diwujudkan dalam berbagai
sisi
kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi
ketika
seseorang melakukan aktivitas lain yang mendorong oleh
kekuatan
supranatural. Dan bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas
yang
tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak
tampak dan
terjadi dalam hati seseorang.(ancok,1994:76)
Hal senada juga dikemukan oleh Ahyadi (2001:57) yang
menyebutkan bahwa struktur keberagamaan manusia meliputi
struktur
aktif, konotif, kognitif dan motorik. fungsi aktif dan konotif
terlihat
dalam pengalaman ketuhanan, rasa keagamaan dan kerinduan
terhadap
Tuhan, fungsi motorik tampak dalam perbuatan dan gerak tingkah
laku
keagamaan. Sedangkan fungsi kognitifnya tercermin dalam
system
kepercayaan ketuhanannya dalam kehidupan sehari-hari fungsi
tersebut.
Menurut Glock dan Strak membagi religiusitas ke dalam lima
dimensi yaitu dimensi keyakinan, ritual, eksperimental atau
pengalaman, konsekuensial, dan intelektual. (Robetson 1998
295).
Dimensi keyakinan, intelektual dan ekperensial atau
pengalaman
adalah aspek personal behavior, sedangkan dimensi ritual dan
konsekuensial adalah aspek sosial behavior.
-
25
2.2.2.1. Dimensi Idiologi atau Keyakinan
Dimensi idiologi atau keyakinan diartikan sebagai
tingkatan sejauh mana individu menerima kebenaran dari
ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran
fundamental atau bersifat dogmatik,
Dimensi ini menjelaskan Tuhan, alam, manusia dan
hubungan diantara mereka. Kepercayaan in dapat berupa
makna yang menjelaskan tujuan Tuhan dan perasaan manusia
dalam mencapai tujuan tersebut (purposive beliefer).
Kepercayaan terakhir dapat berupa pengetahuan tenang
perangkat tingkah laku yang dipandang baik oleh agama.
Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan
dimana para penganut diharapkan akan taat. (Ancok, 2001: 7).
Isi dimensi ini menyangkut keyakinan terhadap Allah,
Malaikat, Nabi atau Rasul, Al Kitab, Qodo dan Qodar.
2.2.2.2. Dimensi Ritual
Dimensi ini menunjuk pada ritus-ritus keagamaan yang
dianjurkan oleh agama dan dilaksanakan oleh penganutnya.
Dimensi ini dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen
terhadap ajaran-ajaran agamanya. Manifestasi dan praktek-
praktek keberagaman diwujudkan dalam dua aspek yaitu ritual
dan ketaatan. Ritual mengacu kepada seperangkat ritus-ritus
tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang
-
26
semuanya mengharapkan agar para pemeluk
melaksanakannya.
Dalam kebersamaan sesama umat Islam sebagian dari
penghargaan ritual diwujudkan dalam bentuk pengajian di
masjid di peringatan hari-hari besar Islam dan lain
sebagainya.
Sedangkan ketaatan dalam Islam diwujudkan melalui
seperangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal
yang relatif spontan, informal dan khas pribadi, seperti
pelaksanaan sholat, puasa, zakat. Haji bila mampu membaca
al-Qur'an, berdoa dan lain sebagainya.
2.2.2.3. Dimensi eksperensial atau pengalaman
Dimensi ini bersihkan dan memperlihatkan fakta bahwa
semua agama mengandung penghargaan-penghargaan tertentu
meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang
beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai
pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan
terakhir (kenyataan terakhir bahwa dia akan mencapai suatu
kontak dengan kekuatan supranatural).
Dimensi ini merupakan bagian keagamaan yang bersifat
afektif yaitu keterlibatan emosional dan sentimental
terhadap
pelaksanaan ajaran agamanya. Inilah perasaan keagamaan
yang dapat bergerak dalam empat tingkatan, yaitu:
konfirmatif
(merasakan kehadiran Tuhan terhadap apa saja yang
-
27
diamatinya), responsif (merasakan bahwa Tuhan menjawab
kehendak atau keluhannya), eskatif (merasakan hubungan
yang akrab dan penuh cinta antara Tuhan, manusia dan alam
semesta) dan partisiperty (merasa menjadi bagian, kawan,
kekasih atau wali dan mengerti akan melakukan karya ilahi).
Di dalam Islam, hal ini mencakup perasaan dekat
dengan Allah, dicintai Allah, doa-doa sering dikabulkan,
perasaan tentram dan bahagia, bertawakkal dan bersyukur
kepada Allah dan lain sebagainya.
2.2.2.4. Dimensi Konsekuensial
Dimensi yang merujuk pada seberapa tingkat seseorang
dalam berperilaku oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan
sosial.
Dalam Islam hal ini dapat ditunjukkan melalui perilaku
suka menolong, berderma, menegakkan kebenaran dan
keadilan, berlaku jujur, memaafkan, menjaga amanat, menjaga
lingkungan, tidak mencuri, berjudi, menipu, perilaku
seksual,
mematuhi norma-norma Islam, berjuang untuk hidup sukses
dan lain sebagainya.
2.2.2.5. Dimensi Intelektual
Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-
orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah
pengetahuan dan pemahaman mengenai dasar-dasar
-
28
keyakinan, ritual, kitab dan tradisi-tradisi agamanya. Dalam
Islam hal ini dapat diwujudkan dalam pengetahuan seseorang
menyangkut isi al-Qur'an pokok-pokok ajaran harus di imani,
hukum Islam, sejarah dan lain sebagainya.
2.2.3. Dinamika Pembentukan dan Perkembangan Religiusitas
2.2.3.1. Pembentukan Religiusitas
Religiusitas timbul bukan karena dorongan alami atau
asasi, melainkan dorongan yang tercipta karena tuntunan
lingkungan. menurut Freud, sikap religiusitas sesorang
timbul
karena aksi manusia atas ketakutannya sendiri (Ancok, 2001:
71)
Sikap religius seseorang terbentuk melalui dua faktor,
yaitu faktor internal; dan faktor eksternal individu. Faktor
internal didasarkan pada pengaruh dari dalam diri manusia
itu
sendiri, yang pada dasarnya dalam diri manusia terdapat
potensi untuk beragama, asumsi ini didasarkan karena
manusia merupakan makhluk homo religius. Potensi tersebut
termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal,
perasaan maupun kehendak. Sedangkan faktor eksternal
timbul dari luar diri individu itu sendiri, seperti karena
ada
rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah
(Jalaluddin, 2000: 212)
-
29
Allah berfirman dalam al-Qur'an surat Al-Ankabut: 45
) . :45( Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu,
yaitu
Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut: 45)
2.2.3.2 perkembangan Religius
Sikap religius yang timbul pada masa anak-anak berbeda
dengan religiusitas masa remaja. Dalam hal ini religiusitas
remaja bukan lagi bersifat pinjam semata, melainkan sebagai
penyadaran keimanan yang telah menjadi identitas dan
memiliki pribadinya (Jalaluddin, 2000:108)
religiusitas berkembang bukan secara langsung sebagai faktor
bawaan yang diwariskan turun temurun akan tetapi terbentuk
dari berbagai unsure kejiwaan (afektif, konitif, konotif)
Thoules (2000: 34) mengemukakan empat factor yang
mempengaruhi perkembangan sikap religius dalam remaja
yaitu:
a) Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan
social, termasuk didalamnya pendidikan dari orang tua,
-
30
tradisi social, tekanan lingkungan social yang disepakati
oleh lingkungan itu (faktor sosial)
b) Berbagai pengalaman yang membentuk sikap keagamaan
terutama pengalaman-pengalaman mengenai keindahan,
keselarasan dan kebaikan emosional atau afektif.
c) Faktor yang seluruhnya timbul atau sebagian timbul dari
kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan
terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri dan ancaman
kematian .
d) Berbagai proses pemikiran verbal (faktor intelektual)
Masa remaja merupakan masa yang banyak
mengalami perubahan baik jasmani, rohani, pikiran, maka
pada masa ini remaja banyak mengalami gejolak emosi remaja
dan masalah remaja pada umumnya disebabkan adanya
konflik peran sosial. Gejolak emosi tersebut menyebabkan
kondisi psikisnya belum stabil dengan adanya kondisi yang
belum stabil ini pula yang menyebabkan remaja sangat mudah
terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya (Willis,1981:19).
Menurut Zakiyah (1970: 77) menyatakan bahwa emosi adalah
salah satu pengaruh internal yang cukup besar dalam
pendapatnya mengatakan Sesungguhnya emosi memegang
peran penting dalam sikap dan tindak agama seseorang yang
dipahami, tanpa menghindari emosinya.
-
31
Sesuai dengan tujuan dari dakwah adalah mengajak
menyeru dan mempengaruhi manusia agar selalu berpegang
pada ajaran Allah guna memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Sesuai firman Allah dalam surat Yunus
ayat
57:
) . :57(
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit
(yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman. (Q.S Yunus 57) (Depag, 1980: 315)
Sesuai dengan hadits:
) (
Artinya: Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka
hendaklah ia merubah dengan tangannya, apabila tidak mampu
(mencegah dengan tangan) maka hendaklah ia merubah dengan lisan
nya, dan apabila (dengan lisan) tidak mampu maka hendaklah ia
merubah dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman. (HR
Muslim) (Assyuti, 1990: 93)
Adanya pembinaan untuk meningkatkan perilaku
keagamaan melalui konseling individu itu terjadi, maka
orang dengan sendirinya akan menjadikan agama sebagai
pedoman dan pengendalian tingkah laku/ perilaku sikap dan
-
32
gerak gerik dalam hidup yang pada akhirnya nanti seseorang
akan merasakan kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan
akan merasakan kebohongan, kedamaian dan kesejahteraan
dalam menjalani kehidupan ini.
Perkembangan tersebut membutuhkan bimbingan dan
pembinaan, untuk memahami perkembangan perilaku
keagamaan remaja sangat erat hubungannya dengan sikap
percaya pada Tuhan yang telah ditanamkan di dalam
lingkungan keluarga dan di lingkungan pergaulan yaitu sikap
tersebut senantiasa mendapatkan dorongan dari orang tuanya
dan juga kawan sepergaulan sampai kepada pengalaman ajaran
agama serta penghayatan terhadap nilai-nilai spiritual dalam
kegiatan hidupnya di kemudian hari. (Arifin, 1997: 167).
2.3. Remaja dan Permasalahannya
2.3.1. Pengertian Remaja
Untuk memahami beberapa pengertian remaja, akan penulis
kemukakan beberapa pendapat para ahli. Siapa remaja itu?
Menurut Dr. Zakiyah Darajat: bahwa remaja adalah suatu masa
dari
umum manusia, yang paling banyak mengalami perubahan dalam
segala segi kehidupan, baik jasmani, rohani, pikiran, maupun
perasaan
dan sosial. Sehingga membawanya pindah dari masa kanak-kanak
-
33
menuju kepada masa dewasa. Remaja itu dapat dianggap remaja
antara
umur 13 sampai 21 tahun (darajad: 1983: 35).
Menurut Singgih D. Sunarsa, bahwa remaja adalah: masa
peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa meliputi
semua
perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki mas
dewasa.
Seperti perubahan-perubahan pada jasmani, kepribadian, intelek
dan
peranannya di dalam maupun di luar sekolah lingkungan dan
perbedaan proses perkembangan pada psikoseksualitas, dan
emosional
yang mempengaruhi pada masa anak-anak tidak nyata
pengaruhnya.
(Gunarsa, 1989: 16-17).
Remaja menurut hukum/undang-undang dalam berbagai negara
di dunia tidak dikenal istilah Remaja. Di Indonesia sendiri,
konsep
remaja tidak dikenal dalam undang-undang yang berlaku. Hukum
Indonesia hanya mengenal anak-anak dan dewasa walaupun
batasannya diberikan itupun bermacam-macam.
Hukum pidana memberikan batasan 18 tahun sebagai usia
dewasa (atau kurang dari itu sudah menikah). Hanya
undang-undang
perkawinan saja yang mengenal konsep remaja walaupun secara
tidak
terbuka. Usia minimal untuk suatu perkawinan menurut undang-
undang tersebut adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk
pria
(Pasal 7 UU No. 1/1974 Tentang Perkawinan). Ini menandakan
bahwa
di atas usia tersebut bukan lagi anak-anak sehingga mereka
boleh
nikah.
-
34
Nampak lah disini bahwa usia 16 tahun (wanita) dan usia 19
tahun (pria) bukan lagi anak-anak akan tetapi belum bisa
dikatakan
dewasa penuh, karena masih diperlukan izin orang tua.
Sehingga
antara waktu 16/19 tahun sampai 21 tahun inilah yang dapat
disejajarkan dengan pengertian remaja dalam ilmu sosial yang
lain.
(Sarlito, 1994: 4-6)
Menurut Zulkifli L, bahwa remaja adalah peralihan dari masa
anak ke masa dewasa, yaitu saat ketika anak tidak mau lagi
diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari
pertumbuhan
fisiknnya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. (Zulkiflis,
2000:
63).
Pioget (121) mengemukakan bahwa masa remaja adalah usia
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia
dimana
anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih
tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama,
sekurang-kurangnya
dalam masalah integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai
banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa
puber
termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok.
Transformasi
intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini
memungkinkannya
untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial dengan orang
dewasa.
(Hurlock, 1980: 205).
Adapun mengenai ciri-ciri pokok remaja menurut Dr Zakiyah
Daradjat dalam buku membina nilai moral di Indonesia antara
lain:
-
35
1. Problem jasmani cepat, biasanya pertumbuhan jasmani cepat
terjadi antara umur 13-16 tahun, yang dikenal dengan remaja
pertama (erly adoles cance). Dalam usia ini remaja mengalami
berbagai kesukaran, karena perubahan jasmani yang sangat
mencolok dan tidak berjalan seimbang. Remaja waktu itu
mengalami ketidak serasian diri dan berkurang keharmonisan
gerak, sehingga kadang-kadang sedih kesal dan sendu.
2. Pertumbuhan emosi
Sebenarnya yang terjadi dalam hal ini adalah kegoncangan
emosi pada masa adolesen pertama. Kegoncangan itu disebabkan
oleh tidak mampu dan tidak mengertinya akan perubahan yang
sedang dilaluinya, disamping kekurangan pengertian orang tua
dan
masyarakat sekitar akan kesukaran yang dialaminya oleh
remaja
waktu itu bahkan kadang-kadang perlakuan yang mereka terima
dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat menambah
kegoncangan emosi yang tidak stabil itu.
3. Pertumbuhan mental
Menurut Alfred Binet psycholog Perancis, yang terkenal
dengan teori mental-test nya, bahwa kemampuan untuk mengerti
hal-hal g abstrak baru sempurna pada usia 12 tahun.
Sedangkan kesanggupan untuk mengambil kesimpulan yang
abstrak dari fakta yang ada kira-kira mulai usia 18 tahun.
Karena
itulah tampak usia 14 tahun ke atas, remaja sering kali menolak
hal
-
36
yang masuk di akalnya dan kadang kala mereka menolak apa
yang
dulu diterimanya. Dari sini pula tumbuh persoalan dengan
orang
tua. Orang dewasa lainnya yang merasa seolah-olah menjadi
suka
membantah dan mengkritik mereka.
4. Pertumbuhan pribadi dan sosial
Masalah pribadi dan sosial inilah yang paling akhir
bertumbuhnya dan dapat dianggap sebagai persoalan terakhir
yang
dihadapi remaja menjelang mask usia dewasa. Setelah
pertumbuhan jasmaninya cepat berakhir, tampaklah bahwa
remaja
telah seperti orang dewasa jasmaninya, baik yang laki-laki
maupun
perempuan. Akan tetapi dari segi sosial dan penghargaan
serta
kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat
biasanya
belum sempurna, terutama dalam masyarakat yang maju.
Dari sini jelaslah bahwa bagaimanapun cara kita memandang
remaja dan dari segi apapun kita nilai, namun satu hal yang
dapat
kita simpulkan remaja adalah masa peralihan dari anak
menjelang dewasa. Semakin maju suatu mesyarakat, semakin
banyak syarat yang diperlukan untuk mempersiapkan diri
dengan
berbagai pengetahuan dan ketrampilan dan semakin banyak pula
masalah yang dihadapi remaja itu, karena sukarnya memenuhi
syarat dan sebagainya (Daradjat, 1983:110-111).
-
37
2.3.2. Permasalahan yang dihadapi remaja
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa masa remaja
adalah
masa peralihan diantara anak-anak dan masa dewasa, dimana
anak
mengalami perkembangan cepat di segala bidang, keadaan
jiwanya
yang labil dan mengalami kegoncangan, daya pemikiran abstrak,
logik
dan kritik mulai berkembang. Emosinya selalu berkembang,
motivasinya mulai otonom dan tidak dikendalikan oleh
dorongan
biologis semata (Ahyani, 1987:43).
Dan dalam melalui masa adolesen (masa remaja), tidak sedikit
anak-anak yang mengalami kesukaran-kesukaran atau problem-
problem yang kadang-kadang menyebabkan kesehatannya
terganggu,
jiwanya yang gelisah dan cemas, pikirannya terhalang dalam
menjalankan fungsinya yang kadang-kadang kelakuannya
bermacam-
macam. Dan hal lain terbukti dari hasil research itu bahwa
ada
problem-problem/masalah-masalah yang umum dialami oleh semua
adolesensi dimana saja mereka hidup, antara lain adalah
(Daradjat,
1982: 105-110):
1. Problem yang berhubungan dengan pertumbuhan jasmani
Problem pertama yang dialami oleh anak-anak g meningkat
adolesen, ialah perubahan jasmani yang terjadi mulai dari
kira-kira
umur 13 sampai 16 tahun. Peristiwa-peristiwa yang
menggelisahkan banyak terjadi pada umur ini, ialah yang
berhubungan dengan:
-
38
- Perubahan pada anggota kelamin
- Pertumbuhan yang membedakan bentuk tubuh laki-laki dari
perempuan, dimana tanda masing-masing seks makin jelas
terlihat pada tubuh.
- Pertumbuhan badan yang sangat cepat, si anak bertambah
tinggi, besar dan berat dengan cepat sekali.
- Pertumbuhan anggota-anggota tubuh tidak berjalan seimbang,
misalnya hidung lebih cepat besarnya dari pada bagian muka
yang lain, demikian pula dengan tangan dan kaki.
- Terjadinya menstruasi pertama bagi anak perempuan dan
mimpi pada anak laki-laki.
- Tumbuhnya jerawat dan bintil-bintil pada muka, punggung,
leher dan sebagainya.
Akibat pertumbuhan jasmani yang sangat cepat dan
kehilangan keharmonisan fisik itu, anak-anak merasa
kehilangan
kemampuannya untuk menggunakan anggota badan nya, misalnya
apa yang dipegang mungkin jatuh, bukan karena kurang
perhatian
tetapi karena pertumbuhan otot-otot tangan itu tidak
tersentak,
sehingga kadang-kadang hilang keharmonisannya.
Si anak merasa gelisah terhadap pertumbuhan yang tidak
harmonis itu, yang menyebabkan kelainan-kelainan, seperti:
hidung, kaki, dan tangan terasa besar. Jerawat terdapat
dimuka
atau leher dan sebagainya.
-
39
2. Problem yang timbul berhubungan dengan orang tua
Diantara kesukaran-kesukaran yang banyak pula dihadapi
oleh anak-anak adolesen adalah bertalian dengan orang tuanya
sendiri, jika orang tua kurang mengerti akan ciri-ciri dan
sifat-sifat
pertumbuhan yang sedang terjadi atas mereka.
Anak-anak yang tadinya tenang, patuh dan tunduk kepada
peraturan-peraturan pada umur adolesen, berubah menjadi anak
yang terlihat gelisah, tidak patuh, kadang-kadang keras hati
atau
keras kepala. Nasehat atau petunjuk kurang diindahkannya.
Diantara yang paling banyak menimbulkan ketegangan
antara anak dan orang tua, ialah peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh orang tua. Misalnya
berapa
laki boleh pergi keluar rumah dalam seminggu, cara memilih
kawan, cara membelanjakan uang, berpakaian, belajar dan
sebagainya. Terlalu banyak peraturan-peraturan dan
ketentuan-
ketentuan ini menyebabkan adolesen merasa bahwa orang tuanya
menghargainya, lalu mereka menunjukkan perlawanan atau acuh
tak acuh terhadap larangan-larangan itu.
Yang paling tidak menyenangkan mereka ialah orang tua
yang suka mencela, menyesali atau memukul anak-anaknya.
Karena kesalahan atau tindakan anak-anak itu dipandang tidak
cocok dengan kemauan orang tua. Dan yang sangat menyedihkan
dan mungkin membawa akibat gangguan jiwa bagi si anak adalah
-
40
kekerasan orang tua yang terlalu dipaksakan dengan pukulan,
perintah, larangan, dan sebagainya.
Karena dengan pukulan itu anak-anak merasa di hina, tidak
dihargai, bahkan merasa tidak disayangi.
Seringkali cara orang tua memperlakukan anak-anaknya
yang berumur 13 dan 14 tahun sama saja dengan anak yang
berumur 9-10 tahun. Mereka lupa bahwa anak-anak pada umur
tersebut, tidak kecil lagi. Perlakuan, sikap dan tindakan
tuanya
yang seperti itu, akan menyebabkan anak-anak merasa tidak
senang.
Sebaliknya ada orang tua memperlakukan anak-anak yang
terlihat sudah besar (pada umur 16-17 tahun) seperti orang
dewasa. Mereka lupa bahwa anak-anak itu baru selesai dari
menghadapi pertumbuhan jasmani yang cepat, dan mulai
berbentuk dewasa, tetapi sikap, pikiran dan emosinya belum
selesai dari pertumbuhannya. Anak tersebut belum mempunyai
pengalaman, emosinya masih goncang dan sedang mengalami
kegoncangan jiwa, akibat mulai bekerja organ-organnya dan
kelenjar-kelenjar seksual.
Mereka ingin mereka bebas dari campur tangan orang tua,
ingin sekali-sekali pergi bersama kawan-kawannya. Jauh dari
mata
orang tua dan sebagainya. Dalam hal ini orang tua harus
mengetahui bahwa anak-anak ingin segala sesuatu yang masuk.
-
41
Kalau ia salah, ditegur dan tunjukanlah kesalahannya dengan
obyektif dan kalau kita menyuruh, haruslah yang dapat mereka
memahami mengapa ia disuruh, bukan karena untuk menunjukkan
kekuasaan.
Anak-anak dalam periode ini sering merasa bahwa orang
tuanya selalu memerintah dan menunjukkan kekuasaan dan
memaksanya tunduk dan patuh. Inilah yang harus dihindari,
jangan mereka sampai merasa dipaksa tunduk tanpa mereka
sadari
pentingnya hal itu buat dirinya sendiri. Disamping itu
hindarilah
sikap memerintah dan memandang kecil anak-anak adolesen yang
sendang dalam pertumbuhan dan perkembangan itu.
3. Problem yang berhubungan dengan sekolah dan pelajaran
Salah satu kesukaran para adolesen adalah dalam
menghadapi pelajaran. Mereka ingin sukses, ingin tahu
bagaimana
cara belajar yang baik, ingin menghindari rasa malas dan
lesu,
ingin pandai dan kemampuan antara satu anak dengan lainnya
tidak sama. Ada yang kuat dalam satu mata pelajaran dan
lemah
dalam mata pelajaran lainnya.
Karenanya orang tua harus mengikuti bahwa kemampuan
masing-masing anak berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Ada yang kuat dan cenderung kepada bahasa, dan kurang kepada
pelajaran eksakta, dan sebaliknya. Jika si adolesen merasa
kecewa
-
42
karena ia merasa kurang pandai dalam salah satu bidang
pengetahuan, perlu kita beri pengertian.
Timbullah umpamanya pertentangan keras antara adolesen
dengan bapak atau ibunya yang memaksanya berpakaian menurut
yang patut di mata orang tua. Tidak sedikit tindakan orang
tuanya
yang demikian itu menyebabkan adolesen itu menentang orang
tuanya atau berbuat acuh tak acuh terhadap nasehat orang
tuanya,
bahkan ada yang merasa sangat sedih dan penuh dengan
penderitaan.
Salah satu persoalan yang sering kali pula mengganggu
ketenangan jiwa para adolesen ialah tidak mendapatkan teman
karib yang dapat diajak berbicara dan berdiskusi tentang
kesukaran-kesukaran yang dialami, yang susah membicarakannya
dengan orang tua atau orang dewasa lainnya.
Sesungguhnya kebutuhan para adolesen kepada teman-
teman sebaya, adalah karena sama-sama menghadapi kesukaran-
kesukaran yang tidak banyak berbeda, disamping mereka merasa
tidak banyak dicela atau di kritik, karena umumnya mereka
kurang
percaya akan penghargaan orang dewasa. Karena itu, mereka
merasa kurang bebas atau kurang berani mengungkapkan rasa
hati
dan kesukaran-kesukarannya. Sedangkan pada dasarnya mereka
ingin mengetahui pendapat orang tuanya tentang masalah yang
tidak jelas dalam pikirannya, terutama soal-soal seks,
dimana
-
43
mereka ingin lebih tahu dan lebih mengerti tentang
persoalan-
persoalan disekitar itu.
Disamping itu mereka juga ingin tahu batas-batas kelakuan
dan tindakan yang dipandang kurang baik, perlu kiranya
dibimbing ke arah pertumbuhan sikap yang sehat terhadap seks
lain, supaya dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan yang
melanggar batas, terutama dalam soal-soal seks yang
akibatnya
mungkin sangat membahayakan perkembangan dan kesehatan
jiwanya selanjutnya.
4. Problem pribadi
Disamping problem yang berhubungan dengan
pertumbuhan jasmani, sekolah, orang tua dan masyarakat itu,
yang
tidak kurang pula penting adalah persoalan-persoalan pribai.
Kadang-kadang kita menemui seseorang adolesen yang cukup
sehat, tampan dan cerdas, kelihatannya sedih, pendiam dan
seolah-
olah hidup menderita dan tidak bersemangat. Apakah yang
menjadi sebab dari hal itu semua?
Disamping kesukaran-kesukaran, juga ada persoalan-
persoalan pribadi yang tidak dapat diungkapkan dan
diceritakannya kepada orang, bahkan kadang-kadang persolalan
itu kurang jelas dalam hatinya. Diantara persoalan yang
dihadapinya adalah rasa sukses dalam hidupnya. Orang tua
hendaknya berusaha menolong adolesen untuk dapat sukses
dalam
-
44
hidupnya, dalam mencapai kedudukan sosial diantara kawan-
kawannya, dalam bergaul dan belajar dan dalam usaha apapun
yang dicobanya.
Adolesen membutuhkan orang tempat mencurahkan
perasaan-perasaan kegelisahan, kecemasan, harapannya dan
sebagainya. Jika ia tidak mempunyai teman erat yang
dipercaya,
dan orang tuanya tidak berusaha mendengar dan memahami
keluhan-keluhannya, maka ia akan merasa sedih, sehingga
pelajarannya dan kesehatannya bisa terganggu. Mungkin akan
terlihat dia menjadi pemarah, penentang, keras kepala dan
sebagainya,
Sementara dalam buku lain Dr. Zakiyah Daradjat
menambahkan beberapa permasalahan yang agak menonjol yang
terjadi pada remaja, adalah:
a. Kehilangan semangat dan kemampuan belajar
Tidak sedikit remaja yang mengeluh karena merasa
dirinya telah menjadi bodoh, tidak pandai, sepandai dulu,
bahkan kehilangan semangat untuk belajar.
Hal ini disebabkan karena tuntutan orang tua terhadap
anak sehingga anaknya merasa terkekang dan terbelenggu.
Padahal si anak sudah mulai remaja, akan tetapi orang tua
memperlakukannya seperti anak kecil, sementara si anak ingin
-
45
bebas, bergaul dengan teman-teman sebaya, tapi orang tua
mengekangnya (Daradjat, 1982: 478-479).
b. Kenakalan (kerusakan moral)
Suatu kenyataan yang mencemaskan belakangan ini,
ialah keberanian sementara remaja melakukan susila, baik
wanita maupun pria.
Bahkan diantara mereka ada yang berpendapat, bahwa
hubungan diantara mereka tidak perlu dibatasi tidak usah
dikontrol oleh orang tua. Dan pada umumnya remaja yang
dengan mudah melakukan pelanggaran asusila adalah mereka
yang kurang mendapat pendidikan agama (Daradjat, 1982:
481).
2.4. Pengaruhnya Konseling Individu Terhadap Peningkatan
Religiusitas
Remaja.
Dalam konseling individu terjalin suatu hubungan
(relationship)
yang ditandai dengan keharmonisan antara konselor dan klien.
Sehingga
dapat menumbuhkan kepercayaan klien terhadap konselor,
faktor
keterbukaan klien dalam mengungkapkan permasalahannya, unsur
terpenting, maka berupaya memberikan bantuan untuk
mengembangkan
pribadi klien serta dapat mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya.
Sehingga klien dapat belajar untuk mempelajari tingkah laku
dan
bertanggung jawab atas pilihan yang telah ditentukan sendiri.
Suasana
-
46
konseling pribadi (individu) dapat menumbuhkan perasaan berarti
bagi
individu yang selanjutnya dapat berperilaku positif yang lebih
baik dari
sebelumnya.
Konseling individu merupakan unsur yang paling penting dalam
proses peningkatan perilaku keagamaan remaja. Dengan perilaku
yang
positif orang akan mampu mencapai predikat muslim unggul yang
dalam
Islam disebut insan kamil (Bustam, 1995:122).
Disini individu akan intensif melaksanakan ajaran-ajaran
agamanya,
mengamalkan perintah agamanya, sehingga aktualisasi
keagamaannya
tercermin dalam berbagai sikap dan perilaku kehidupan
sehari-harinya.
Dengan demikian orang akan optimis dalam memandang hidup dan
dimungkinkan ia akan menjauhkan diri dari berperilaku yang
buruk, tercela
dan tidak sesuai dengan kadar nilai pola Islam
Pada dasarnya sifat hakiki manusia adalah homo religius
makhluk
beragama yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima
nilai-
nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus
menjadikan
kebenaran agama sebagai rujukan (referensi) sikap dan
perilakunya.
Menurut imam al-Ghazali, akhlak adalah gambaran tentang
kondisi
yang menetapkan di dalam jiwa. Semua perilaku yang bersumber
dari
akhlak tidak memerlukan waktu untuk merenung.
Dalil yang menunjukkan bahwa manusia mempunyai fitrah
beragama
adalah Al-Quran, surat Al-Araf: 172 yang berbunyi:
-
47
Artinya: Dan (ingatlah), ketika tuhanmu mengeluarkan ketuhanan
anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): bukanlah aku ini tuhanmu?
menjawab :betul (engkau demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: sesungguhnya kami (bani adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan tuhan).
Mattahari (1984:62) dalam Qurrotul Uyun menyatakan bahwa
manusia tanpa memiliki keyakinan, ideal-ideal dan keimanan ia
tidak akan
dapat menjalankan kehidupan ini dengan baik terlebih mencapai
sesuatu
yang bermanfaat bagi dirinya juga orang lain. Manusia yang tidak
memiliki
keyakinan ideal dan keimanan akan cenderung menjadi seorang
pemalas,
tidak mempunyai gairah dalam hidup, tidak mempunyai keinginan
untuk
dapat hidup lebih baik.
Menurut ajaran Islam, manusia diberi kebebasan untuk sadar dan
aktif
dalam melakukan beragam upaya meningkatkan diri, optimis dan
menghargai diri sendiri.
Dengan berperilaku yang positif, orang akan cenderung
melakukan
hal-hal yang positif, individu akan menghargai dirinya
sendiri,
mengevaluasi dirinya sendiri untuk selalu berjuang mencapai apa
yang
diinginkannya demi keberhasilan di masa mendatang.
-
48
2.5. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul
(Arikunto, 2002: 64).
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas dan
analisis
dari teori-teori tersebut, maka diajukan hipotesis bahwa
terdapat pengaruh
konseling individu terhadap religiusitas semakin remaja di panti
Pamardhi
Putra Mandiri Semarang.
-
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti
dalam
mengumpulkan data penelitiannya. Agar dapat terarah dan mencapai
hasil yang
optimal, maka penulis menggunakan metodologi penelitian sebagai
berikut.
3.1. Jenis Pendekatan dan Spesifikasi Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
menggunakan
metode penelitian jenis kuantitatif. Hal ini dikarenakan data
yang diperoleh
akan analisis lebih lanjut dalam analisis data dan akan lebih
baik jika disertai
tabel, grafik, bagan, gambar atau tampilan lain. Selain data
yang berupa
angka dalam penelitian kuantitatif juga ada data berupa
informasi kualitatif
(Arikunto, 2002: 10-11)
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu konseling
individu sebagai
variabel independen dan religiusitas sebagai variabel dependen.
Untuk
mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian,
penelitian
mempergunakan angket yang disusun berdasarkan variabel yang akan
diukur.
3.2. Definisi Konseptual dan Operasional
Sebagaimana penjelasan di atas bahwa penelitian ini terdapat
dua
variabel yaitu konseling individu sebagai variabel independen,
dan
religiusitas sebagai variabel dependen. Agar tidak menimbulkan
kesalahan
-
53
dalam pemahaman, maka akan dijelaskan terlebih dahulu definisi
konseptual
dan operasional dari variabel yang akan diteliti.
3.2.1. Definisi Konseptual
a) Konseling individu menurut djumhur(1976:110) adalah
proses
pemberian bantuan yang dilakukana bersifat face to face
relationship (hubungan empat mata) yang dilaksanakan dengan
wawancara antara konselor dengan klien yang bermura pada
teeratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
b) Religiusitas
Religiusitas menurut Jalaluddin (1996: 211) adalah suatu
keadaan yang ada dalam dari individu yang mendorongnya untuk
bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama.
3.2.2. Definisi Operasional
a) konseling individu
Konseling individu adalah pelayanan khusus dalam
hubungan langsung tatap muka antara konselor dengan klien
untuk
mencermati masalah dan berupaya mengentaskan masalah dengan
kekuatan klien sendiri.
Dalam hal ini indikator dalam konseling individu adalah:
konselor, klien ,metode, materi dan proses konseling. Dalam
penelitian ini konseling individu dilakukan pada remaja di
Panti
Pamardhi PutraMandiri Semarang.
-
54
b) Religiusitas
Religiusitas adalah sebagai keadaan yang ada dalam diri
seseorang dalam merasakan dan mengakui Tuhan sehingga
mendorongnya untuk berperilaku sesuai dengan keyakinan
dan ketaatannya terhadap ajaran agama yang meliputi
dimensi akidah, syariah, akhlak, pengetahuan atau
pemahanaman dan penghayatan.
Indikator religiusitas adalah aspek keyakinan, ritual,
eksperensial, konsekwensial, dan intelektual.Dalam hal ini
religiusitas seseorang dapat dilihat dari pembawaan atau
tingkah laku yang dibawakan dalam keseharian pada
remaja di Panti Pamardhi PutraMandiri Semarang.
3.3. Sumber dan Jenis Data
Menurut Arikunto (2002: 107) sumber data adalah subyek dari
mana
data itu dapat diperoleh. Berdasarkan sumber pengambilannya,
data
penulisan dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data
sekunder:
3.3.1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah Data yang diperoleh langsung dari
subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau
alat
pengambilan data langsung dari subyek sebagai sumber informasi
yang
dicari (Azwar, 1998: 91). Data itu digunakan untuk mengetahui
adakah
penagaruh antara konseling individu terhadap religiusitas
remaja
-
55
(klien) di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang. Jenis data
yang
digunakan dalam data ini adalah data kuantitatif, yaitu
dengan
penyebaran angket.
3.3.3. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder atau data dengan tangan kedua adalah
data yang diperoleh dari orang lain, tidak langsung diperoleh
peneliti
dari subyek penelitian (Azwar, 199