Top Banner
DAMPAK KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL TERHADAP PENGEMBANGAN KURIKULUM DI SMK NEGERI 3 PADA PROGRAM KEAHLIAN TATA BUSANA PROPOSAL TESIS DISUSUN OLEH: DWI ANGGRAENI NIM. 09370234
69

Proposal Tesis 3

Jul 02, 2015

Download

Documents

Dwi Eni
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal Tesis 3

DAMPAK KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL TERHADAP PENGEMBANGAN KURIKULUM DI SMK NEGERI 3

PADA PROGRAM KEAHLIAN TATA BUSANA

PROPOSAL TESIS

DISUSUN OLEH:

DWI ANGGRAENINIM. 09370234

PROGRAM PASCASARJANAMAGISTER KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANGTAHUN 2011

Page 2: Proposal Tesis 3

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta poerdaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (UU. Sisdiknas, 20 tahun

2003).

Untuk mencapai tujuan pendidikan yang tertuang dalam UU tersebut

disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan juga metode pembelajaran. Kurikulum digunakan

sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai

tujuan pendidikan.

Selanjutnya untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan,

diperlukan suatu bentuk evaluasi. Ujian Nasional (selanjutnya, istilah Ujian

Nasional disingkat UN) merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan oleh

pemerintah sebagai produk dari sistem politik pendidikan di Indonesia.

Relevansi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dengan pemberlakuan

evaluasi secara nasional, UN sebagai produk kebijakan politik pendidikan

berdasarkan pre observation menunjukkan bahwa UN bertentangan dengan UU

No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (pasal 58 ayat 1 dan pasal

59 ayat 1). Dimana dinyatakan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik

Page 3: Proposal Tesis 3

dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil

belajar peserta didik secara berkesinambungan (Pasal 58 ayat 1). Selanjutnya,

Pasal 59 ayat 1 menyebutkan, bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah

melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan.

Ditinjau dari aspek tujuan belajar, bahwa pemberlakuan UN telah

berdampak terhadap bergesernya orientasi anak dalam belajar. Tujuan anak didik

belajar tidak lagi dalam bingkai mengasah potensi dan kemampuan, tetapi

sebaliknya belajar untuk tujuan agar lulus dalam UN. Sementara, ditinjau dari

aspek paritas pendidikan, bahwa kondisi mutu sekolah yang sangat beragam,

adalah sangat tidak dimungkinkan dilakukan evaluasi secara seragam dan bahkan

tidak adil jika harus diukur dengan menggunakan ukuran (standar) yang sama.

Lebih-lebih UN dijadikan sebagai standar kelulusan siswa di sekolah, mengingat

disparitas mutu pendidikan di Indonesia masih sangat tinggi.

Jika dihubungkan dengan kurikulum KTSP yang diberlakukan sejak 2006,

maka UN juga tidak sejalan dengan salah satu prinsip yang dianut dalam

pengembangan kurikulum yaitu diversifikasi kurikulum. Artinya bahwa

pelaksanaan kurikulum disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-

masing.

Disisi lain UN juga bertentangan dengan kebijakan otonomi daerah

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah. Hal ini dapat dipahami sebagai berikut: Pertama, kebijakan

UN dilaksanakan bersamaan dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah.

Pada saat yang sama juga dikenalkan kebijakan otonomi sekolah melalui

Page 4: Proposal Tesis 3

manajemen berbasis sekolah. Evaluasi sudah seharusnya menjadi hak dan

tanggung jawab daerah termasuk sekolah, tetapi pelaksanaan UN telah membuat

otonomi sekolah menjadi terkurangi karena sekolah harus tetap mengikuti Un

yang diatur dari pusat. Kedua, UN yang juga bagian dari bentuk evaluasi

dilakukan hanya melalui tes akhir pada beberapa mata pelajaran. Hal ini tidak

mungkin akan dapat memberikan informasi universal dan objektif tentang

perkembangan peserta didik sebelum dan setelah mengikuti pendidikan.

Bagaimana jika kebijakan Ujian Nasional yang berfungsi sebagai alat

evaluasi tersebut diberlakukan pada peserta didik yang berada pada Satuan

Pendidika kejuruan? Dimana Pendidikan Kejuruan yang pada prinsipnya peserta

didiknya hampir 90% tidak berorintasi melanjutkan sekolah melainkan terjun

pada dunia kerja. Karena siswa SMK memang disiapkan untuk menjadi tenaga

kerja yang berkualitas dengan kompetensi yang dimilikinya. Hal tersebut juga

tidak sejalan dengan tujuan diselenggarakannya SMK, bahwa SMK/ MAK

sebagai pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang

mempersiapkan siswanya terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.

Melihat keberadaan SMK yang struktur kurikulumnya terdiri dari materi

Normatif, adaptif dan Kejuruan, dimana seharusnya materi normatif dan adaptif

mendukung materi produktif bukan secara terpisah dipelajari sendiri tanpa

memperhatikan keterkaitan antara normatif, adaptif dengan kejuruan. Hal ini yang

juga menyebabkan kompetensi yang dimiliki siswa tidak maksimal dan ketika

harus masuk dunia kerja banyak siswa yang tidak bisa diterima bekerja.

Dampak ini juga disebabkan adanya tuntutan kelulusan yang hanya

menggunakan 3 mata pelajaran yang sebenarnya tidak dibutuhkan secara mutlak

Page 5: Proposal Tesis 3

untuk menentukan siswa diterima bekerja. Tuntutan kelulusan secara nasional ini

juga menyebabkan perencanaan dan pengembangan kurikulum SMK

menyimpang jauh dari tujuan diselenggarakannya SMK.

Mengacu pada permasalahan dilapangan, pelaksanaan UN juga

menyebabkan guru-guru yang tidak mengajarkan keahlian juga setengah

menderita mengajar di SMK. Hal ini terjadi karena ternyata minat-minat siswa

SMK sudah terlanjur di sedot oleh pelajaran keahlian. Ketidaklulusan siswa SMK

banyak terjadi karena terganjal nilai mata pelajaran dasar seperti Bahasa

Indonesia, Matematika dan Bahasa Inggris. Melihat kenyataan yang ada

diharapkan kedepannya ada peninjauan ulang terhadap materi ujian untuk SMK.

Sebaiknya mata pelajaran (BIN, MAT dan BING) dijadikan ujian lokal

dan tidak menjadi materi UN di SMK, sementara untuk UN adalah mata pelajaran

produktif sesuai keahlian masing-masing. Mata pelajaran yang sekarang di UN

kan sebenarnya mata pelajaran dasar yang tidak relevan diterapkan jika siswa

tidak akan melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi.

Penyelenggaraan UN sudah sangat menyimpang dari perundang-undangan

(SISDIKNAS) dan sekaligus tidak membentuk karakter peserta didik untuk

mengakui kemampuannya dalam mencari ilmu. Penyimpangan UN sudah bukan

lagi pada tataran dasar tetapi pelaksaannya pun sudah banyak merugikan

keberadaan dan dedikasi tenaga pendidik, apalah artinya ilmu yang kita peroleh

selama 3 tahun harus kandas pada 3 hari pelaksanaan UN? Akankah siswa SMK

yang tidak lulus kemudian harus menempuh kejar paket C dengan tidak

berijasahkan Satuan Pendidikan yang telah mendidiknya selama 3 tahun?

Akankah UN tetap terus dilaksanakan meskipun banyak korban yang secara tidak

Page 6: Proposal Tesis 3

langsung berdampak pada masa depan peserta didik dan kualitas pendidikan di

Indonesia? Perlu dikaji ulang secara mendalam tentang pelaksanaan UN terutama

pada satuan pendidikan kejuruan yang prinsipnya peserta didik pada akhirnya

harus bekerja berdasarkan kemampuannya.

Berdasarkan pembicaraan di berbagai media massa dan juga pembicaraan

masyarakat di berbagai kesempatan, ada opini kuat yang terbangun bahwa kalau

kita menghendaki pendidikan yang bermutu maka UN harus tetap dijalankan.

Tanpa UN, pendidikan tidak akan bermutu. Dan apabila kelulusan hanya

ditentukan oleh sekolah dan guru, berarti semua peserta didik akan lulus. Kalau

semua peserta didik lulus, maka itu artinya pendidikan tersebut tidak bermutu.

Pendapat tersebut sangat tidak benar dan bertentangan dengan dasar

filosofi dan teori pendidikan. Pandangan tersebut telah mengerdilkan arti

pendidikan dengan tes dan mengubah proses pendidikan menjadi sebatas

persiapan lulus tes semata.

Berdasarkan penelitian Benjamin Bloom dan Soedijarto ditemukan bahwa

tingkah laku belajar peserta didik dipengaruhi oleh perkiraan tentang apa yang

akan diujikan. Oleh karena itu Ujian Nasional  akan menyebabkan:

(1)    Peserta didik akan mempelajari, umumnya menghafal, tentang apa yang akan

diujikan;

(2)    Guru akan mengajarkan peserta didik cara menjawab berbagai macam soal;

(3)   Sekolah akan berusaha keras menyusun program  termasuk mengadakan

kegiatan bimbingan tes;

(4)   Orang tua akan mendorong anaknya untuk persiapan mengikuti Ujian

Nasional;

Page 7: Proposal Tesis 3

(5)   Pemerintah daerah dalam rangka menjaga nama baik wilayahnya, ikut

berupaya agar peserta didik bisa lulus semua;

(6)   Penerbit buku berlomba-lomba menerbitkan kumpulan soal UN dan

pembahasannya.

Kondisi seperti ini sebagai akibat dari penyelenggaraan Ujian Nasional

sebagai penentu kelulusan, tidak sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan

nasional yang tertera dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Dari setiap tahun,

sekolah selalu disibukkan dengan pelaksanaan Ujian Nasional yang notabene

sebagai evaluasi akhir bagi seluruh siswa yang akan melanjutkan pendidikan pada

jenjang yang lebih tinggi. Parahnya lagi hasil kelulusan yang diharapkan pada tiap

tahun selalu mengalami perubahan dengan berbagai macam kebijakan yang

ditentukan oleh pusat dan bukan ditentukan oleh sekolah yang menyelenggarakan

pendidikan.

Permasalahan tersebut juga berlaku sama bagi Sekolah Menengah

Kejuruan yang pada prinsipnya satuan pendidikan tersebut tidak hanya

menghasilkan siswa yang akan melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih

tinggi tetapi juga mencetak tenaga kerja yang siap pakai. Siswa yang berorientai

bekerja setelah setelah menempuh pendidikan kejuruan inilah yang seharusnya

diperhatikan secara kemampuan kompetensi kejuruannya agar dapat diterima oleh

dunia usaha/industri sebagai tenaga kerja yang handal dengan kualitas baik.

Namun justru kemampuan kejuruan yang mereka miliki sirna tatkala kelulusan

hanya ditentukan oleh tiga mata diklat (Matematika, Bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris), yang pada dasarnya hasil UAN tidak pernah menjadi syarat bagi mereka

bekerja.

Page 8: Proposal Tesis 3

Dengan menjadikan SMK sebagai media peserta didik untuk menggali

keterampilan yang dibutuhkan sebagai syarat diterima bekerja setelah mereka

sekolah menjadi permasalahan yang multi dimensi. Satu sisi pihak du/di

mengharapkan kompetensi kejuruan harus maksimal dimiliki siswa, disisi lain

pemerintah mengharapkan adanya kelulusan yang terukur melalui UN.

Penyampaian materi yang mendukung kemampuan produktif/ kejuruan

terkalahkan dengan adanya standar minimal yang harus disampaikan pada siswa.

Dan terkadang materi adaptif yang disampaikan tidak mendukung sama sekali

kemampuan produktif siswa, hal ini menyebabkan nilai kompetensi kejuruan

mereka tidak secara maksimal diperoleh/ rendah, sebaliknya kemampuan materi

yang mengacu pada SKL harus didapatkan sebagai syarat kelulusan.

Hal ini diperkuat oleh banyaknya keluhan-keluhan dari perusahaan tempat

siswa Praktik Industri, mereka mengatakan bahwa siswa Praktik Industri banyak

yang tidak siap bekerja. Dimulai dari kedisiplinan yang kurang sampai pekerjaan

yang tidak sanggup mereka kerjakan. Hal ini menjadi sebuah keniscayaan

bahwasannya sebuah pendidikan dituntut untuk membuat sebuah model

pengembangan kurikulum yang mampu menjawab tantangan jaman serta kualitas

kurikulum yang dihasilkan harus sesuai dengan cita-cita bangsa, perkembangan

ilmu dan teknologi, perkembangan siswa serta kemajuan dan tuntutan masyarakat

terhadap kualitas lulusan lembaga pendidikan itu.

Dengan adanya permasalahan tersebut di atas muncul beberapa

pertanyaan: (1) Akan dibawa kemana arah Sekolah Menengah Kejuruan yang

pada prinsip orientednya adalah mencetak tenaga kerja siap pakai?, (2) Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang bagaimana yang diharapkan,

Page 9: Proposal Tesis 3

berdasarkan kebijakan pemerintah pusat ataukah kebijakan masing-masing satuan

pendidikan?, dan (3) Kapankan kelulusan bagi Satuan Pendidikan Kejuruan

ditentukan oleh kemampuan kompetensi kejuruan saja (UN Kejuruan)?

Berdasarkan permasalah tersebut di atas penulis bermaksud mengadakan

penelitian dengan judul “Dampak Kebijakan Ujian Nasional Terhadap

Pengembangan Kurikulum di SMK Negeri 3 Probolinggo Pada Program Keahlian

Tata Busana”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, masalah yang perlu dicari

jawabannya dalam penelitian ini adalah:

1. Apa dampak kebijakan Ujian Nasional terhadap pengembangan kurikulum di

SMK Negeri 3 Probolinggo pada program keahlian Tata Busana?

2. Upaya apa yang harus dilakukan untuk mengatasi dampak yang disebabkan

oleh adanya kebijakan Ujian Nasional terhadap pengembangan kurikulum di

SMK Negeri 3 Probolinggo pada program keahlian Tata Busana?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini ada tiga tujuan yang ingin dicapai, yaitu:

1. Untuk mengetahui dampak kebijakan Ujian Nasional terhadap pengembangan

kurikulum di SMK negeri 3 Probolinggo pada program keahlian tata busana.

2. Mampu mengatasi dampak yang terjadi akibat dari kebijakan Ujian Nasional

terhadap pengembangan kurikulum di SMK Negri 3 Probolinggo pada

program keahlian tata busana.

Page 10: Proposal Tesis 3

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi

untuk penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan Ujian Nasional bagi

sekolah menengah kejuruan dan pemilihan model pengembangan kurikulum

selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk

dapat:

1) Meningkatkan kualitas guru dalam melaksanakan proses belajar

mengajar.

2) Membantu dalam pencapaian tujuan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP)

3) Mengidentifikasi materi pembelajaran yang mendukung program

keahlian

4) Menganalisis sejauh mana optimalisasi KTSP pada pembelajaran

produktif

5) Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman dalam

ruang lingkup yang lebih luas guna menunjang profesinya sebagai

guru

b. Bagi Siswa

Page 11: Proposal Tesis 3

1) Meningkatkan minat belajar

2) Meningkatkan kepekaan siswa terhadap perkembangan IPTEK

3) Meningkatkan kualitas siswa melalui pemahaman ilmu terapan yang

sesuai dengan bidang keahliannya

c. Bagi SMKN 3 Probolinggo

1) Sebagai studi banding pelaksanaan pengembangan kurikulum pada

tingkat satuan pendidikan kejuruan.

2) Pengembangan jaringan dan kerjasama strategis antara sekolah

dengan pihak-pihak yang berkepentingan (Dunia Usaha/ Dunia

Industri) dalam pengembangan sekolah dan penerimaan tenaga kerja

produktif.

d. Bagi Peneliti

Memperoleh wawasan dan pemahaman baru mengenai salah satu aspek

yang penting dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini

yaitu pengembangan kurikulum pada satuan pendidikan kejuruan.

Dengan demikian, diharapkan peneliti sebagai guru Matematika siap

melaksanakan tugas sesuai kebutuhan dan perkembangan Zaman.

E. Batasan Istilah

Dalam hal ini yang menjadi batasan penelitian kami adalah kemampuan

siswa dalam program keahlian kejuruan dengan daya dukung program keahlian

matematika sebagai pembentukan pola pikir siswa, yang mempengaruhi

keterserapan siswa di dunia kerja (Dunia Usaha/ Dunia Industri).

Page 12: Proposal Tesis 3

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Empiris

Penelitian yang membahas Relevansi kebijakan Ujian Nasional dalam upaya

peningkatan kualitas lulusan SMK sampai saat ini masih belum banyak dilakukan

oleh para peneliti, hal ini disebabkan pemerintah belum paham tentang fungsi

evaluasi bagi tiap-tiap satuan pendidikan sebagaimana tercantum dalam UU

Sisdiknas No. 20 tahun 2003 dan tujuan diselenggarakannya SMK (mencetak

peserta didik yang siap bekerja dengan kualitas unggul).

Adapun hasil penelitian yang agak berkaitan dengan judul di atas adalah

sebagai berikut :

2.1.1. Pudji Mulyono (staf pengajar Departemen KPM-FEMA IPB) tentang

“Kajian Relevansi Kuriulum SMK dengan Kebutuhan Pengembangan

Teknologi Masa Depan di Indonesia”, dihasilkan bahwa alumni atau

lulusan SMK kurang memiliki pengalaman atau kurang terampil dalam

praktik. Hal ini dikarenakan kurikulum yang berlaku pada satuan

pendidikan kejuruan tidak mengacu pada prinsip-prinsip pengembangan

kurikulum yang berlaku yang dikaitkan dengan komponen-komponen

kurikulum. Dan berdasarkan analisis terhadap penerapan kurikulum 1999,

beberapa jurusan dan program keahlian SMK yang tidak memiliki

relevansi dengan arah kebijakan ristek antara lain : (1) Teknik Bangunan,

(2) Pariwisata, (3) Tata Busana, (4) Tata Kecantikan, (5) Pekerjaan Sosial,

(6) Seni Rupa dan Kerajinan, dan (7) Seni Pertunjukan. Hal ini

Page 13: Proposal Tesis 3

menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum SMK perlu

memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip

pengembangan kurikulum tersebut meliputi prinsip relevansi, prinsip

kontinuitas, dan prinsip fleksibilitas.

2.2.2. Rufman I. Akbar (Mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan PPs  UNJ-2005)

melakukan penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan UN, ada

beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan berkenaan dengan UN ini.

Beberapa masalah terlihat saling berkaitan, dan masalah lain seperti berdiri

sendiri. Permasalahan pertama yang dapat terlihat adalah anggapan dari

sebagian orang, terutama para pejabat Legislatif yang menganggap bahwa

UN bertentangan dengan UU Sisdiknas. Jika hal ini benar, berarti UN

harus dihapuskan atau ditiadakan. Tapi jika hal ini salah, maka UU

Sisdiknas harus direvisi isinya. Dalam hal ini haruslah dilihat secara bijak,

apakah memang terjadi pertentangan antara dua kebijakan tersebut. Dan

kalau memang terjadi pertentangan, kebijakan mana yang lebih sesuai.

Permasalahan kedua adalah peningkatan prosentase kelulusan secara

nasional ( 80,76% di tahun 2005 menjadi 92,5 % ditahun 2006 ) ternyata

juga diiringi penurunan dibeberapa daerah, seperti Jogja dan Malang –

misalnya. Apakah ini berarti terjadi kemrosotan mutu di daerah-daerah

tersebut, atau materi UN tidak sesuai dengan apa yang diperoleh siswa

disana. Permasalahan selanjunya adalah adanya peningkatan sekolah

dengan kelulusan 0%. Misalnya saja di Jakarta pada tahun sebelumnya

hanya 3 sekolah, tahun ini menjadi 7 sekolah ( 6 SMA dan 1 SMK )

dengan tingkat kelulusan 0%. Di Bali ada 3 sekolah dengan kelulusan 0%

Page 14: Proposal Tesis 3

dan sebagainya. Apakah hal ini terjadi karena kesalahan sistem di sekolah-

sekolah tersebut, atau karena kebijakan yang ada merugikan sekolah-

sekolah tersebut. Permasalahan lain adalah adanya ketimpangan jumlah

kelulusan antar sekolah-sekolah dalam suatu daerah. Dimana ada sekolah-

sekolah tertentu dengan tingkat kelulusan yang tinggi, sementara sekolah-

sekolah disekitarnya memiliki tingkat kelulusan yang sangat rendah.

Padahal fasilitas dan sarana yang dimiliki oleh sekolah-sekolah tersebut

kurang lebih sama. Dari masalah-masalah tersebut diatas, akan disaring

dan dipertajam untuk mengetahui yang mana yang benar-benar merupakan

permasalahan yang terkait dengan kebijakan UN, dan yang mana yang

tidak terkait atau terkait secara tidak langsung. Masalah yang terkait

dengan UN secara langsung, akan diangkat sebagai masalah untuk diteliti

– berkenaan dengan dampak kebijakan UN tersebut. Dari permasalahan

yang ada, berkenaan dengan Kebijakan UN – maka penulis mengusulkan

untuk dilakukan Penelitian Kebijakan ( Policy Research ).  Penilitan ini

bermaksud untuk melihat dampak dari kebijakan UN terhadap

permasalahn-permasalahn yang terjadi diatas. Penelitian ini akan

menggunakan metode Deskriptif – Analitik, dimana peneliti mencoba

menggambarkan menggambarkan keadaan yang sedang berlangsung

mengenai dampak kebijakan UN tersebut dengan faktor-faktor yang

terkait; selanjutnya dianalisis secara deskriptif, komparatif, korelatif, dan

dilakukan pembahasan untuk merumuskan kesimpulan yang dilengkapi

dengan implikasi dan rekomendasinya.

2.2. KAJIAN TEORITIS

Page 15: Proposal Tesis 3

2.2.1. Tujuan Pendidikan Nasional

2.2.2. Kebijakan UN

2.2.3. Pengertian Kurikulum

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu. Kurikulum dapat dilihat dalam tiga dimensi yaitu, sebagai ilmu

(curriculum as a body of knowledge), sebagai sistem (curriculum as a system) dan

sebagai rencana (curriculum as a plan). Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep,

landasan, asumsi, teori, model, praksis, prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum.

Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya

dengan sistem dan bidang-bidang lain, komponen-komponen kurikulum,

kurikulum berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan

sebagainya. Kurikulum sebagai rencana tercakup macam-macam rencana dan

rancangan atau desain kurikulum. Kurikulum sebagai rencana ada yang bersifat

menyeluruh untuk semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dan ada pula yang

khusus untuk jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Sedangkan Glatthorn (1987) mengartikan kurikulum adalah sebagai

rencana yang dibuat untuk membimbing anak belajar di sekolah, disajikan dalam

bentuk dokumen yang mudah ditemukan, disusun berdasarkan tingkat-tingkat

generalisasi dapat diaktualisasikan dalam kelas, dapat diamati oleh pihak yang

tidak berkepentingan dan dapat membawa pembahasan tingkah laku. (Hermana

Somantrie, M.A, Perekayasaan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah

Page 16: Proposal Tesis 3

berdasarkan UU No.2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Pengembangan dan Penilaian).

Sedangkan pengertian kurikulum yang tercantum dalam Udang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional/UUSPN Depdikbud tahun 1989, adalah ”Seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”.

Berdasarkan pada definisi kurikulum yang telah disebutkan diatas dapat

disimpulkan secara umum bahwa kurikulum dalam pengertian program

pendidikan adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu

ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi

dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh karena itu

kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian

program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada didaerah. (Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, BSNP 2006).

Penjabaran beberapa pengertian kurikulum diatas memberikan persepsi

dan makna akan keberadaan kurikulum yang memegang peranan dalam

pengoperasional kegiatan belajar mengajar pada suatu institusi atau lembaga,

sekaligus sebagai rel yang menjembatani pada terealisasinya tujuan yang

ditentukan sesuai dengan latar belakang institusi atau lembaga tersebut, serta

faktor-faktor pendukung lainnya. Oleh karena itu, pada tahun 2006 pemerintah

mengeluarkan suatu panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Page 17: Proposal Tesis 3

(KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah yang ditetapkan oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Berkaitan dengan semakin meningkatnya kemajuan di bidang teknologi,

maka secara otomatis menuntut dunia pendidikan untuk lebih fleksibel dalam

menerima perubahan sesuai dengan kebutuhan pada dunia industri, terutama pada

sekolah menengah kejuruan yang lulusannya sebagian besar langsung memasuki

dunia kerja. Oleh sebab itu, Depdiknas memberikan keleluasaan kepada SMK

untuk mengembangkan kurikulumnya lebih khusus untuk produktif yang

desainnya ditetapkan oleh BSNP dengan tujuan agar lulusan SMK mempunyai

keahlian sesuai dengan harapan dari dunia industri.

2.1.2. Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan

2.1.2.1. Struktur Kurikulum Pendidikan Umum

Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang

harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman

muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan

dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai

dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi

yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang

dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan

kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur

kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

2.1.2.2. Struktur Kurikulum Pendidikan Kejuruan

Page 18: Proposal Tesis 3

Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik

untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan

program kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta

mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina

yang tinggi, menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilimu

pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu

berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki

kemampuan mengembangkan diri. Struktur kurikulum pendidikan kejuruan

dalam hal ini Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah

Kejuruan (MAK) diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Kurikulum

SMK/MAK berisi mata pelajaran wajib, mata pelajaran Kejuruan, Muatan

Lokal, dan Pengembangan Diri seperti tertera pada tabel 1.

Komponen Durasi Waktu (Jam)

A. Mata Pelajaran1. Pendidikan Agama 1922. Pendidikan Kewarganegaraan 1923. Bahasa Indonesia 1924. Bahasa Inggris 440 a)5. Matematika5. 1 Matematika Kelompok Seni, Pariwisata, dan

Teknologi Kerumahtanggaan 330 a)5. 2 Matematika Kelompok Sosial, Administrasi

Perkantoran dan Akuntansi 403 a)5. 3 Matematika Kelompok Teknologi, Kesehatan, dan Pertanian 516 a)6. Ilmu Pengetahuan Alam6. 1 IPA 192 a)6. 2 Fisika6. 2. 1 Fisika Kelompok Pertanian 192 a)6. 2. 2 Fisika Kelompok Teknologi 276 a)

6. 3 Kimia

Page 19: Proposal Tesis 3

6. 3. 1 Kimia Kelompok Pertanian 192 a)6. 3. 2 Kimia Kelompok Teknologi dan Kesehatan 192 a)6. 4 Biologi6. 4. 1 Biologi Kelompok Pertanian 192 a)6. 4. 2 Biologi Kelompok Kesehatan 192 a)7. Ilmu Pengetahuan Sosial 128 a)8. Seni Budaya 128 a)9. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan 19210. Kejuruan10. 1 Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi 20210. 2 Kewirausahaan 19210. 3 Dasar Kompetensi Kejuruan b) 14010. 4 Kompetensi Kejuruan b) 1044 c)B. Muatan Lokal 192C. Pengembangan Diri d) (192)

(Sumber BSNP)Keterangan notasi:a) Durasi waktu adalah jumlah jam minimal yang digunakan oleh setiap

program keahlian. Program keahlian yang memerlukan waktu lebih jam tambahannya diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang sama, di luar jumlah jam yang dicantumkan.

b) Terdiri dari berbagai mata pelajaran yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan setiap program keahlian.

c) Jumlah jam Kompetensi Kejuruan pada dasarnya sesuai dengan kebutuhan standard kompetensi kerja yang berlaku di dunia kerja tetapi tidak boleh kurang dari 1044 jam.

d) Ekuivalen 2 jam pembelajaran.

2.1.2.3. Struktur Kurikulum Program Keahlian Tata Busana

NO

KomponenAlokasi

Waktu (Jam)

A. Mata Pelajaran

1. Normatif

1.1 Pendidikan Agama 1921.2 Pendidikan Kewarganegaraan 1921.3 Bahasa Indonesia 1921.4 Pendidikan Jasmani Olahraga dan

Kesehatan192

1.5 Seni Budaya 128

2. Adaptif

2.1 Matematika 3302.2 Bahasa Inggris 4402.3 Ilmu Pengetahuan Alam 192

Page 20: Proposal Tesis 3

NO

KomponenAlokasi

Waktu (Jam)2.4 Ilmu Pengetahuan Sosial 1282.5 Ketrampilan Komputer dan Pengelolaan

Informasi202

2.6 Kewirausahaan 192

3. Produktif

3.1 Dasar Kompetensi Kejuruan (140)

3.1.1 Mengikuti prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan dalam bekerja

20

3.1.2 Menggambar busana 303.1.3 Menjahit dengan mesin 603.1.4 Mengukur tubuh pelanggan sesuai

dengan desain10

3.1.5 Memilih/membeli bahan baku busana sesuai desain

20

3.2 Kompetensi Kejuruan (1044)3.2.1 Membuat pola busana dengan teknik

konstruksi220

3.2.2 Membuat pola busana dengan teknik drapping

48

3.2.3 Memilih/membeli bahan baku busana sesuai desain

36

3.2.4 Memotong bahan 503.2.5 Melakukan pengepresan 463.2.6 Menjahit dengan mesin 2923.2.7 Menyelesaikan busana dengan jahitan

tangan50

3.2.8 Membuat hiasan pada busana 803.2.9 Melakukan penyelesaian akhir busana 563.2.10 Memelihara alat jahit 563.2.11 Membuat desain busana 603.2.12 Mengawasi mutu pekerjaan di

lingkungan busana50

B. Muatan Lokal (192)

1. Pembuatan Batik 192

C. Pengembangan Diri(192)

1. Bimbingan dan konseling 422. Bimbingan kreativitas (Peragaan Busana) 423. Bahasa Jepang 108

Jumlah (2712)(Sumber BSNP)

Page 21: Proposal Tesis 3

2.2.4. Standar Kompetensi Lulusan Matematika SMK (Kelompok

Pariwisata, Seni, Dan Kerajinan, Teknologi Kerumahtanggaan,

Pekerjaan Sosial dan Administrasi Perkantoran) Bidang studi

Matematika.

NO.STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

INDIKATOR

1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep operasi bilangan real.

Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan perbandingan.Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan skala.Menyelesaikan operasi hitung bilangan berpangkat.Menentukan nilai suatu logaritma dengan menggunakan sifat-sifat logaritma.Menyederhanakan operasi bilangan bentuk akar.Menyederhanakan pecahan bentuk akar dengan cara merasionalkan penyebutnya.

2. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan, matrik, dan program linear.

Menyelesaikan persamaan linear satu variabel.Menentukan himpunan penyelesaian suatu pertidaksamaan linear satu variabel.Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel.Menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan kesamaan matriks.Menentukan hasil operasi matriks.Menentukan invers matriks berordo 2 x 2.Menentukan daerah penyelesaian dari sistem pertidaksamaan linear.Menentukan model matematika suatu permasalahan program linear.Menentukan nilai optimum suatu permasalahan program linear.

3. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling dan

Menentukan keliling dan luas bangun datar.

Page 22: Proposal Tesis 3

NO.STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

INDIKATOR

luas daerah bangun datar. Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling dan luas bangun datar.

4. Menerapkan konsep barisan dan deret dalam pemecahan masalah.

Menentukan suku ke-n suatu deret aritmetika dan geometri.Menentukan jumlah n suku pertama suatu deret aritmetika dan geometri.Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan deret aritmetika dan geometri.Menentukan jumlah deret aritmetika dan geometri tak hingga.

5. Menerapkan aturan konsep statistika dalam pemecahan masalah.

Membaca diagram lingkaran atau batang.Menyelesaikan soal yang berkaitan dengan hitung rata-rata data.Menentukan rata-rata hitung dari data tunggal berbobot.Menentukan ukuran pemusatan data berkelompok.Menentukan rata-rata harmonis data.Menentukan nilai desil dari data berkelompok.Menentukan simpangan baku dari data tunggal.Menentukan angka baku.Menentukan koefisien variasi suatu data.

(Sumber: BSNP)

2.2.5. Manajemen Pengembangan Kurikulum

2.2.5.1. Landasan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis,

sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan

berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat

(Depdikbud, 1986). Adapun yang dimaksud pengembangan kurikulum adalah

suatu proses yang menentukan bagaimana pembuatan kurikulum akan

Page 23: Proposal Tesis 3

berjalan. Bondi dan wiles mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum

yang terbaik adalah proses yang meliputi banyak hal yakni: (1) kemudahan-

kemudahan suatu analisis tujuan, (2) rancangan suatu program, (3) penerapan

serangkaian pengalaman yang berhubungan, dan (4) peralatan dalam evaluasi

proses ini. Secara singkat pengembangan kurikulum adalah suatu perbuatan

kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan (Taba, 1962).

Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan yang

diinginkan, maka pengembangan kurikulum diperlukan landasan-landasan

pengembangan kurikulum. Menurut (Depdikbud, 1986) bahwa landasan dan

pengembangan kurikulum mengacu pada tiga unsur, yaitu:

(1) Nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia

seutuhnya.

(2) Fakta empirik yang tercermin dari pelaksanaan kurikulum, baik

berdasarkan penilaian kurikulum, studi, maupun survei lainnya, dan

(3) Landasan teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka

penyorotnya.

Hal yang dikemukakan dalam landasan program dan pengembangan

kurikulum merupakan contoh adanya landasan-landasan pengembangan

kurikulum, yang acapkali disebut sebagai determinan (faktor-faktor penentu)

pengembangan kurikulum.

2.2.5.2. Komponen Kurikulum

Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang

pengembang kurikulum terlebih dahulu harus mengenal komponen atau

elemen atau unsur kurikulum. Tyler (1950) dalam Taba (1962)

Page 24: Proposal Tesis 3

mengemukakan pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur

kurikulum. Herrick (1950) dalam Taba (1962) mengemukakan 4 (empat)

elemen, yakni: tujuan (objectives), mata pelajaran (sucject matter), metode

dan organisasi (method and organization), dan evaluasi (evaluation).

Sedangkan ahli yang lain mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4

(empat) komponen dasar (1) aims, goals, and objective, (2) content, (3)

learning activities, dan (4) evaluations (Zais, 1976). Sukmadinata (1988)

mengemukakan empat komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama

adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian, serta evaluasi.

2.2.5.3. Prinsip Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dapat menggunakan prinsip-prinsip yang

telah berkembang di dalam kehidupan sehari-hari atau menciptakan prinsip-

prinsip baru. Beberapa pengembangan prinsip kurikulum tersebut antara lain:

prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip relevansi, prinsip efisiensi, prinsip

efektifitas, prinsip fleksibilitas, prinsip integritas, prinsip kontinuitas, prinsip

sinkronisasi, prinsip objektivitas, prinsip demokrasi dan prinsip praktis

(depdikbud, 1982). Dari berbagai prinsip pengembangan kurikulum tersebut,

tiga diantaranya yakni prinsip relevansi, prinsip kontinuitas, dan prinsip

fleksibilitas akan diuraikan lebih lanjut.

(1) Prinsip Relevansi

Relevansi berarti sesuai antara komponen tujuan, isi/ pengalaman belajar,

organisasi, dan evaluasi kurikulum, dan juga sesuai dengan kebutuhan

masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga

masyarakat yang diidealkan. Sukmadinata (1988) membedakan relevansi

Page 25: Proposal Tesis 3

menjadi dua macam, yaitu relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi, dan

proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan

tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Sedangkan relevansi

ke dalam yaitu terjalin relevansi di antara komponen-komponen

kurikulum, jutuan, isi, proses penyampaian, dan evaluasi.

(2) Prinsip Kontinuitas

Prinsip kontinuitas atau berkesinambungan menghendaki pengembangan

kurikulumnya yang berkesinambungan secara vertikal dan

berkesinambungan secara horizontal. Berkesinambungan secara vertikal

(bertahap/ jenjang) dalam artian antara jenjang pendidikan yang satu

dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikembangkan

kurikulumnya secara berkesinambungan tanpa ada jarak di antara

keduanya, dari tujuan pemeblajaran sampai ke tujuan pendidikan nasional

juga berkesinambungan, dmeikian pula dengan komponen yang lain.

Sedangkan berkesinambungan horizontal (berkelanjutan) dapat diartikan

pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dan tingkat/ kelas yang

sama tidak terputus-putus dan merupakan pengembangan yang terpadu.

(3) Prinsip Fleksibilitas

Perlu disadari bahwa kurikulum harus mampu disesuaikan dengan situasi

dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang tanpa merombak

tujuan pendidikan yang harus dicapai (Depdikbu, 1982). Selain itu, perlu

disadari juga bahwa kurikulum dimaksudkan untuk mempersiapkan anak

untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini dan di tempat

lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan berbeda

Page 26: Proposal Tesis 3

(Sukmadinata, 1988). Dengan demikian maka prinsip fleksibilitas

menuntut adanya keluwesan dalam mengembangkan kurikulum tanpa

mengorbankan tujuan yang hendak dicapai. Keluwesan itu sendiri

merupakan kelenturan melakukan penyesuaian-penyesuaian komponen-

komponen kurikulum dengan setiap situasi dan kondisi yang selalu

berubah.

2.2.5.4. Model Pengembangan Kurikulum

Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model

pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan

sepenuhnya. Model-model pengembangan kurikulum tersebut seringkali

dinamakan dengan nama ahli yang melontarkan gagasan tentang model

pengembangan kurikulum tersebut. Bebrapa model pengembangan

kurikulum, antara lain :

a. Model Administratif (Line – Staff)

Model administrasi atau garis- komando (line-staff) merupakan pola

pengembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling dikenal

(Zais, 1976). Model pengembangan kurikulum ini didasarkan pada cara kerja

atasan-bawahan (top-down) yang dipandang efektif dalam pelaksanaan

perubahan, termasuk perubahan kurikulum.

Model administrasi atau garis-komando memiliki langkah-langkah

berikut ini :

1. Administrator pendidikan / top administrative officer (pemimpin)

membentuk komisi pengarah.

2. Komisi pengarah (steering comitte) bertugas merumuskan rencana umum,

Page 27: Proposal Tesis 3

mengembangkan prinsip-prinsip sebagai pedoman, dan menyiapkan suatu

pertanyaan filosofi dan tujuan-tujuan untuk seluruh wilyah sekolah.

3. Membentuk komisi kerja pengembangan kurikulum yang bertugas

mengembangkan kurikulum secara operasional mencakup keseluruhan

komponen kurikulum dengan mempertimbangkan landasan dan prinsip-

prinsip pengembangan kurikulum.

4. Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan

menyempurnakan bagian-bagian tertentu bila dianggap perlu. Karena

pengembangan kurikulum model administratif ini berdasar konsep,

inisiatif, dan arahan dari atas ke bawah, maka akan memerlukan waktu

bertahun-tahun agar dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan

adanya tuntutan untuk mempersiapkan para pelaksana kurikulum

tersebut.

Model administratif / garis komando membutuhkan kegiatan

penyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar

dapat melaksanakan kurikulum dengan baik.

b. Model Grass – Roots

Model pengembangan kurikulum ini merupakan kebalikan dari

administratif dilihat dari sumber inisiatif dan upaya pengembangan

kurikulum. Model grass–roots merupakan bentuk model bottom–up (dari

bawah–ke atas) dan model ini cenderung berlaku dalam sistem pendidikan

yang kurikulumnya bersifat desentralisasi atau memberikan peluang

terjadinya desentralisasi sebagian. Model pengembangan kurikulum grass–

roots dapat mengupayakan pengembangan sebagian komponen-komponen

Page 28: Proposal Tesis 3

kurikulum dapat keseluruhan, dapat pula sebagian dari keseluruhan

komponen kurikulum atau keseluruhan dari seluruh komponen kurikulum.

Dalam pengembangan kurikulum model grass–roots memiliki 4 (empat)

prinsip seperti yang dikemukakan oleh Smith, Stanly, dan Shores (1957

dalam Zais, 1976), yang meliputi :

(i) Kurikulum akan bertambah baik hanya kalau kompetensi

profesional guru bertambah baik,

(ii) Kompetensi guru akan menjadi bertambah baik hanya kalau guru-

guru menjadi personil-personil yang dilibatkan dalam masalah-

masalah perbaikan (revisi) kurikulum. Jika para guru bersama

menanggung bentuk-bentuk yang menjadi tujuan yang dicapai,

dalam memilih, mendefinisikan, dan memecahkan masalah-

masalah yang dihadapi, serta dalam memutuskan dan menilai

hasil, ketertiban mereka akan dapat lebih terjamin, dan

(iii) Sebagai orang yang bertemu dalam kelompok-kelompok tatap

muka, mereka akan mampu mengerti satu dengan yang lain

dengan lebih baik dan membantu adanya konsesus dalam prinsip-

prinsip dasar, tujuan-tujuan dan perencanaan.

c. Model Beauchamp

Pengembangan kurikulum dengan menggunakan model Beauchamp

memiliki lima bagian pembuatan keputusan. Lima tahap pembuatan

keputusan tersebut adalah:

1. Memutuskan arena pengembangan kurikulum, suatu keputusan yang

menjabarkan ruang lingkup upaya pengembangan.

Page 29: Proposal Tesis 3

2. Memilih dan melibatkan personalia pengembangan kurikulum, suatu

keputusan yang menetapkan personalia upaya pengembangan kurikulum.

Ada 4 (empat) kategori personalia yang dilibatkan yaitu : (a) personalia

ahli, misal ahli kurikulum atau ahli bidang studi (disiplin ilmu), (b)

kelompok terpilih yang terdiri dari ahli pendidikan dan guru-guru terpilih,

(c) Semua personil profesional dalam sistem persekolahan, dan (d)

personil profesional dan tokoh-tokoh masyarakat yang terpilih.

3. Perngorganisasian dan prosedur pengembangan kurikulum, dengan

kegiatan sebagai berikut ; (a) membentuk tim pengembang kurikulum, (b)

menilai kurikulum yang sedang berlaku, (c) studi awal tentang isi

kurikulum baru dan alternatifnya, (d) merumuskan kriteria untuk

memutuskan hal-hal yang dapat masuk dalam kurikulum baru, (e) tim

pengembang menyusun dan menulis kurikulum.

4. Implementasi kurikulum, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum

seperti yang sudah diputuskan dalam ruang lingkup pengembang

kurikulum.

5. Evaluasi kurikulum, yakni kegiatan yang memiliki 4 (empat) dimensi yang

terdiri dari (a) evaluasi guru-guru yang menggunakan kurikulum, (b)

evaluasi rancangan kurikulum, (c) evaluasi hasil belajar pembelajar, dan

(d) evaluasi sistem pengembangan kurikulum.

d. Model Arah Terbalik Taba (Taba’s Inverted Model)

Model pengembangan kurikulum ini terbalik dari yang lazim

dilaksanakan, yakni biasanya dilakukan secara deduktif dibalik menjadi

Page 30: Proposal Tesis 3

induktif. Menurut model Taba, pengembangan kurikulum dilaksanakan dalam

lima langkah :

1. Membuat unit-unit percobaan (producing pilot units), yakni suatu kegiatan

membuat eksperimen unit-unit percobaan melalui kelompok guru yang

dijadikan contoh melalui penyajian dalam tingkat/kelas tertentu dan pokok

bahasan tertentu dengan pengamatan yang seksama.

2. Menguji unit-unit eksperimen (testing experimental units), yakni kegiatan

untuk menguji ulang unit-unit yang telah digunakan oleh guru yang

membuatnya di kelas guru itu sendiri, di kelas lain atau kelas yang

berbeda.

3. Merevisi dan mengkonsolidasi, yakni kegiatan lanjut uji-coba. Merevisi

berarti mengadakan perbaikan atau penyempurnaan pada unit yang

dicobakan sehingga dapat disajikan suatu kurikulum umum untuk semua

jenis kelas. Mengkonsolidasikan berarti mengadakan penyimpulan tentang

hasil percobaan yang memungkinkan digunakannya unit-unit tersebut

dalam lingkup yang lebih luas.

4. Mengembangkan jaringan kerja, yakni kegiatan yang dilakukan untuk lebih

meyakinkan apakah unit-unit yang telah direvsi dan dikonsolidasikan

dapat digunakan lebih luas atau tidak. Untuk itu, perlu dilakukan

uji/penilaian mengenai sekuensi dan lingkupnya oleh orang yang

berkompeten dalam pengembangan kurikulum, dalam hal ini adalah ahli

kurikulum.

5. Memasang dan mendiseminasi unit-unit baru, yakni kegiatan untuk

menerapkan dan menyebarluaskan unit-unit baru yang dihasilkan.

Page 31: Proposal Tesis 3

e. Model Rogers

Carl Rogers adalah seorang ahli psikologi yang berpandangan bahwa

manusia dalam proses perubahan (become, developing, changing) yang

mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri (Sukmadinata,

1988). Berdasarkan pandangan tentang manusia, maka Rogers

mengemukakan model pengembangan kurikulum yang disebut dengan Model

Relasi Interpersonal Roger (Rogers Interpersonal Relation Model).

Model relasi interpersonal terdiri dari empat langkah pengembangan

kurikulum, yakni: (1) pemilihan satu sistem pendidikan sasaran, (2)

pengalaman kelompok yang intensif bagi guru, (3) pengembangan suatu

pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau unit pelajaran, dan

(4) melibatkan orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif. Rogers

lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rancangan

pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam

pengalaman kelompok intensif yang terpilih.

2.2.6. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

2.2.6.1. Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Menurut Mulyasa (2006:20-21) menyatakan bahwa KTSP adalah

suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang

paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan.

KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang

memberikan otonomi luas pada satiap satuan pendidikan, dan pelibatan

masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah.

Page 32: Proposal Tesis 3

Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki

keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sember dana, sumber belajar dan

mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap

kebutuhan setempat.

Sedangkan menurut Badan standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang

disusun oleh dan dilaksanakan di amsing-masing satuan pendidikan. KTSP

terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan

kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus (BSNP

2006:5).

2.2.6.2. Landasan Yuridis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilandasi oleh Undang-Undang

dan Peraturan Pemerintah sebagai berikut:

a. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas).

Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP adalah pasal 1 ayat

(19); pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35

ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal

38 ayat (1), (2) (BSNP 2006:4).

Dalam Undang-Undang tentang sisdiknas dikemukakan bahwa Standar

Nasional Pendidikan (SNP) terdiri atas standar isi, proses, kompetensi

lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,

pembiayaan, dan penilaian yang harus ditingkatkan secara berencana dan

Page 33: Proposal Tesis 3

berkala. Selain itu juga dikemukanan bahwa kurikulum pendidikan dasar

dan menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan

kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA, IPS, seni dan budaya,

pendidikan jasmani dan olah raga, ketarmpilan/kejuruan, dan muatan

lokal. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai

dengan relevansinya oleh setiap kelompok satuan pendidikan dan komite

sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan

atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar

dan provinsi untuk pendidikan menengah.

b. Peraturan Pemerintah republik Indonesia nomor 19 Tahun 2005 Tentang

standar Nasional Pendidikan (SNP).

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 adalah peraturan tentang

Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan kriteria minimal

tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Terdapat 8 standar nasional pendidikan

yang harus diacu oleh sekolah dalam penyelenggaraan kegiatannya. Ke 8

standar tersebut yaitu:

1) Standar isi (SI)

2) Standar proses

3) Standar kompetensi lulusan (SKL)

4) Standar tenaga kependidikan

5) Standar sarana dan prasarana

6) Standar pengelolaan

7) Standar pembiayaan

Page 34: Proposal Tesis 3

8) Standar penilaian pendidikan

Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP adalah Pasal 1 ayat

(5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat

(1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal

17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.

Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Selain itu, dalam peraturan tersebut juga dikemukakan bahwa KTSP

adalah kurikulum operasional yang dikembangkan berdasarkan standar

Kompetensi Lulusan (SKL), dan standar isi (SI). SKL adalah kualifikasi

kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Sedangkan standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi

yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi

bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus yang harus dipenuhi

oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar,

kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.

Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah diorganisasikan ke dalam lima

kelompok, yaitu :

1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

Page 35: Proposal Tesis 3

4) Kelompok mata pelajaran estetika;

5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 mengatur

tentang standar isi yang mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi

untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan

tertentu. Secara keseluruhan standar isi mencakup:

1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman

dalam penyusunan KTSP;

2) Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan

menengah;

3) KTSP yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan

panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan

dari standar isi;

4) Kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada

satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 mengatur

tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk satuan pendidikan

dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam

menentukan kelulusan peserta didik.

Standar Kompetensi Lulusan meliputi :

1) Standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan

menengah;

Page 36: Proposal Tesis 3

2) Standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajarn; dan

3) Standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.

e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 24 tahun

2006 mengatur tentang pelaksanaan peraturan menteri pendidikan

nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan

pendidikan dasar dan menengah serta peraturan menteri pendidikan

nasional nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk

satuan pendidikan dasar dan menengah.

Selain itu, dalam Permendiknas tersebut dikemukakan pula bahwa satuan

pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum

dengan standar yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan, dengan

memperhatikan panduan penyusunan KTSP pada satuan pendidikan

dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP).

Sementara bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum atau

tidak mampu mengembangkan kurikulum sendiri dapat mengadopsi atau

mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan

menengah yang disusun oleh BSNP, ditetapkan oleh kepala satuan

pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan

dari komite sekolah / madrasah.

2.2.6.3. Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan

dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan

Page 37: Proposal Tesis 3

(otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk

melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan

kurikulum.

Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :

a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif

sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan

memberdayakan sumber daya yang tersedia.

b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.

c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang

kualitas pendidikan yang akan dicapai (Mulyasa 2006:22).

Sedangkan menurut Baedhowi (2007:7-8) menyatakan bahwa tujuan KTSP

adalah untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai dengan kekhasan

(karakteristik), kondisi, potensi daerah, kebutuhan dan permasalahan daerah,

satuan pendidikan dan peserta didik dengan mengacu pada tujuan pendidikan

nasional.

 

Page 38: Proposal Tesis 3

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif dengan desain penelitian kebijakan. Pada konteks ini peneliti berupaya

menjelaskan fenomena kebijakan dari sisi penyebab munculnya kebijakan, proses

kemunculan kebijakan, implementasi kebijakan dan rekonstruksi kebijakan. Selain

dari itu penelitian ini juga menggunakan penelitian kualitatif kepustakaan, yang

data-datanya juga didapatkan dari lapang melalui proses interview dan

dokumentasi.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa kata-kata lisan, tulisan

atau tindakan. Oleh karena itu, jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah jenis

penelitian pustaka (library research), yakni dengan mengumpulkan buku-buku

atau literatur berupa jurnal, koran, artikel dan lainnya yang membahas tentang

kebijakan pendidikan serta relevansinya dengan pemberlakuan kebijakan Ujian

Nasional. Menurut Moleong (2000:6), penelitian pustaka atau deskriptif

merupakan penelitian yang datanya dikumpulkan berupa tulisan, kata-kata,

gambar dan bukan angka-angka.

Selanjutnya, data yang diperoleh telah dianalisa dan diinterpretasikan

sehingga melahirkan temuan-temuan baru. Hasil dari temuan tersebut

didiskripsikan secara jelas berdasar dari teori-teori kritis dan konsep kebijakan

pemberlakuan UN dalam perspektif politik kebijakan pendidikan.

Page 39: Proposal Tesis 3

3.2. Sumber Dan Jenis Data

Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-

kata lisan, tulisan, tindakan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data adalah

subyek atau dokumen di mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2002:106).

Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari 2 (dua)

sumber yaitu data primer dan data sekunder. Data primer (sumber data utama)

adalah data yang diperoleh peneliti melalui sumber-sumber pokok sebagai data

kunci, diantaranya adalah Undang-Undang Dasar 1945, Keputusan Presiden,

Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional ataupun

Permendiknas terkait dengan kebijakan pendidikan, serta pendapat publik tentang

kebijakan pemberlakuan UN.

Sedangkan data sekunder adalah data tertulis, seperti buku, majalah ilmiah,

jurnal, koran, arsip-arsip resmi dan sebagainya, yang berkaitan dengan kebijakan

pendidikan pemberlakuan UN dan politik kebijakan pendidikan (Moleong,

2002:56).

3.3. Prosedur Pengumpulan Data dan Anlisi Data

3.3.1. Pengumpulan Data

Kedudukan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai “instrumen”

yang berupaya melakukan perencanaan, pengumpul data, analis, penafsir data

dan pada akhirnya melakukan pelaporan hasil penelitian (Moleong, 2006:68).

Oleh karena peneliti sekaligus berfungsi sebagai alat pengumpul data, maka

untuk memperoleh data yang valid, perlu adanya metode yang dipakai

Page 40: Proposal Tesis 3

sebagai bahan pendekatan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode dokumentasi dalam wujud data tertulis ataupun

gambar. Sebagaimana yang dijelaskan Arikunto (2002:206), metode

dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal yang berupa

catatan, transkip, buku, surat kabar (koran), majalah, prasasti, notulen rapat,

agenda serta foto-foto kegiatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data tentang kebijakan pemberlakuan UN dan yang terkait dalam

wujud UUD 1945, Keputusan Presiden (Kepres), Peraturan Pemerintah (PP),

Peraturan Menteri Pendidikan nasional (Permendiknas), Surat Keputusan

Badan Standar Nasional Pendidikan (SK BSNP), dan lain-lain.

Sebagai data penguat dari metode dokumentasi, telah dilakukan

wawancara mendalam (indept interview) dengan pihak stakholders

pendidikan (pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik).

3.3.2. Analisis Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan

lain sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain.

Menurut Bogdan dan Biklen (1982:84), Analisis data adalah proses

pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip wawancara, catatan

lapangan dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan, dengan tujuan

meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut, agar dapat dengan

mudah dipresentasikan semua kepada orang lain. Sedangkan teori yang

Page 41: Proposal Tesis 3

digunakan dalam penelitian ini adalah teori Hegemoni antonio Gramsci

terutama kaitannya dengan hegemoni pemerintah di duni pendidikan, dan

teori Dekonstruksi Derrida dalam hubungannya dengan konstruksi oposisi

biner, kewenangan pemerintah sebagai konstruksi yang tak terbantahkan di

dunia pendidikan.

3.3.3. Analisis Kualitatif

Analisis data kulitatif bersifat induktif yaitu suatu analisis berdasarkan

data yang diperoleh kemudian dikembangkan pola hubungan tertentu dengan

cara fleksibel sesuai dengan konteksnya. Analisis data kualitatif dijabarkan

dalam kata-kata/kalimat-kalimat verbal dan bukan angka-angka, sehingga

seringkali memunculkan kata/kalimat yang berbeda dengan maksud yang

sama. Dan sering pula muncul kalimat yang panjang dan singkat dengan

maksud yang sama pula dan masih banyak pula ragamnya. Karena itu,

diperlukan pelacakan kembali arti dan maksudnya. Data kalimat verbal yang

beragam tersebut harus diolah agar menjadi ringkas dan sistematis.

Seiddel dalam Moleong (2006:248) mengemukakan, analisis data

kualitatif menurut proses berjalannya sebagai berikut:

1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri,

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya,

3. Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan umum.

Berdasar pada reference di atas, metode analisa yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode content analysis (analisis isi). Budd dalam

Page 42: Proposal Tesis 3

Burhan (2007:187) menyebutkan, content analysis adalah suatu teknik yang

sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan. Analisis isis

kualitatif ini merujuk pada metode analisis yang integratif dan lebih secara

konseptual bertujuan menemukan, mengidentifikasikan, mengolah dan

menganalisis dokumen untuk memahami makna, signifikansi dan

relevansinya. Berikut ini dibuatkan kerangka kerja analisis isis yang

dikembangkan dari konsep Klause Krippendorff dalam Burhan (2007:236),

seperti dibawah ini:

Konteks Riil Pemberlakuan Kebijakan

Konteks Riil Data

Referensi Target

Gejala Riil

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3

Probolinggo Program Keahlian Tata Busana pada semester genap 2010/2011.

Page 43: Proposal Tesis 3

Penelitian ini menggunakan metode survei untuk “pengambilan data” keadaan

dari seluruh proses yang terjadi dalam pelaksanaan kurikulum yang digunakan pada

SMKN 3 dengan penulisan laporan secara deskriptif.

Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi

dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.

Pengambilan data di lapangan pada penelitian survei dilakukan dengan menggunakan

kuisioner. Kuisioner tersebut berupa pertanyaan tertulis dan wawancara. Pada

penelitian ini, kuisioner yang digunakan berupa draft wawancara. Penggunaan

kuisioner tidak ditujukan untuk menguji suatu hipotesis tetapi untuk mendapatkan

data-data yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Berdasarkan pandangan tersebut, sumber data dalam penelitian ini adalah

kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, kepala jurusan tata busana,

dan para guru mata diklat produktif pada jurusan tata busana.

Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini untuk

mendapatkan data yang akurat, yaitu teknik wawancara, observasi, dan analisis

dokumen. Ketiganya saling melengkapi agar hasilnya dapat maksimal.

Wawancara:

Wawancara dilakukan dengan 4 orang guru sekolah (teman sejawat) yakni:

kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, ketua jurusan tata

busana, dan guru produktif tata busana.

Observasi:

Observasi penelitian ini dilakukan sejak dikeluarkannya KTSP pada tahun

ajaran 2006/2007 yang selanjutnya peneliti mulai terfokus pada penelitian

sekitar bulan Januari 2011.

Page 44: Proposal Tesis 3

Analisis Dokumen:

Analisis dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mempelajari

beberapa dokumen yang didapat dari sekolah. Dokemen tersebut berupa:

keputusan menteri No. 22 – No. 24, panduan penyusunan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah, profile sekolah,

kurikulum SMK tahun 2006 (KTSP), validasi kompetensi dari dunia

usaha/industri.

Data yang terkumpul baik berupa hasil observasi maupun wawancara

tersimpan dan tercatat dalam dokumen tertulis untuk selanjutnya dianalisis. Untuk

menjaga keabsahan data dilakukan triangulasi dengan memanfaatkan penggunaan

sumber dengan cara membandingkan data hasil observasi, hasil wawancara dan

analisis dokumen.

Triangulasi sumber berarti membandingkan, mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.

Selain itu, pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini dilakukan juga

dengan pemanfaatan guru (pengecekan teman sejawat) melalui diskusi untuk

mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran. Hal ini pun digunakan untuk

mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data.