Traffic Grooming Pada Jaringan Ring SONET DWDM Dengan Algoritma Integer Linear Programming PROPOSAL TUGAS AKHIR Oleh : Seto Ayom cahyadi L2F008089 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
Traffic Grooming Pada Jaringan Ring SONET DWDM Dengan Algoritma Integer Linear Programming
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Oleh :
Seto Ayom cahyadi
L2F008089
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2012
Proposal Penelitian
Traffic Grooming Pada Jaringan Ring SONET DWDM Dengan Algoritma Integer Linear Programming
yang diajukan oleh
Seto Ayom Cahyadi
L2F008089
kepada
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
telah disetujui oleh :
Pembimbing I
Sukiswo , ST , MT.
NIP. 196907141997021001
Tanggal : ………………….
Pembimbing II
Ajub Ajulian Z, ST, MT.
NIP. 197107191998022001
Tanggal : .........................
Mengetahui,
Koordinator Tugas akhir
R. Rizal Isnanto, ST. MT.
NIP. 197007272000121001
Tanggal : ……………….
ABSTRAK
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan lepas dari komunikasi terhadap sesamanya.
Dengan semakin berkembangnya teknologi di era globalisasi ini, menuntut kemajuan dalam
bidang komunikasi jarak jauh atau biasa disebut telekomunikasi. Telekomunikasi dan informasi
pada zaman ini tidak hanya berupa suara, melainkan juga video dan data. Suara seperti pada
telepon rumah dan mobilephone, video seperti pada televisi, dan data seperti pada layanan
internet. Telekomunikasi yang semakin maju dapat ditandai dengan meningkatnya kecepatan
akses dan ketahanan terhadap noise. Saat ini, berbagai perusahaan yang bergerak dalam bidang
telekomunikasi telah menerapkan penggunaan kabel serat optik yang akan menggantikan kabel
tembaga.
Suatu hal yang paling menjanjikan untuk jaringan masa depan pada transmisi fiber optik
yaitu jaringan DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) terutama ketika diperlukan
lebar pita yang cukup besar. Kapasitas transmisi dari suatu jaringan SONET (Synchronous
Optical Network) telah mengalami peningkatan secara berarti berkaitan dengan penggunaan
teknologi DWDM. Traffic grooming pada jaringan ring SONET DWDM merupakan pemecahan
masalah packing traffic yang berbeda kecepatan menjadi beberapa aliran trafik pada ring DWDM
dengan tujuan menghemat penggunaan perangkat SONET. Traffic grooming adalah proses
pengelompokan beberapa jalur telekomunikasi, yang akan menentukan penggabungan aliran-
aliran trafik di setiap node.
Dalam tugas akhir ini akan disimulasikan perencanaan dari jaringan transport yang
didasarkan pada jaringan ring SONET DWDM. Dalam kasus ini traffic grooming akan
menentukan optimalisasi perencanaan jaringan ring SONET DWDM dengan algoritma ILP
(Integer Linear Programming). RWA (Routing and Wavelength Assignment) akan menempatkan
rute-rute trafik ke panjang gelombang tertentu sebagai cara untuk meminimalkan biaya
keseluruhan dari penggunaan perangkat SADM (SONET Add/drop Multiplexers). Dengan
masukan beberapa node serta jumlah trafik tiap node, sehingga akan didapatkan suatu alur
jaringan ring SONET DWDM yang optimal sebagai cara untuk meminimalkan biaya keseluruhan
dari perangkat SADM.
Kata Kunci : serat optik, DWDM, Integer Linear Programmin, RWA
PROPOSAL TUGAS AKHIR
I. Judul
Traffic Grooming Pada Jaringan Ring SONET DWDM Dengan Algoritma
Integer Linear Programming
II. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin
cepat, masyarakat modern memerlukan adanya sarana komunikasi yang handal
dan canggih. Sarana komunikasi yang dibutuhkan tersebut harus berorientasi
untuk memenuhi kebutuhan layanan yang berlaku tidak hanya saat ini, namun
juga berorientasi untuk memenuhi kebutuhan layanan di masa mendatang.
Keterbatasan utama yang sudah menjadi hal umum adalah spektrum dan lebar
pita. Namun adanya keterbatasan tidak selalu berdampak buruk khususnya pada
perkembangan di bidang telekomunikasi karena hal ini mendorong lahirnya
teknologi - teknologi terbaru sebagai responnya diantaranya dengan komunikasi
serat optik.
Serat optik adalah media transmisi yang melewatkan cahaya (radiant
power/light energy) melalui serat gelas. Karena kapasitas kanal yang besar,
kecepatan tinggi, penerimaan data yang lebih akurat, teliti dapat dipercaya dan
terjamin kerahasiaannya membuat serat optik digunakan pada sistem komunikasi
internet dan TV kabel. Untuk menunjang optimasi pada serat optik digunakan
Teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) yang mampu
meningkatkan kemampuan kapasitas jaringan eksisting tanpa perlu mengeluarkan
biaya penanaman serat optik kembali dengan melakukan multiplexing.
Jaringan serat optik dengan teknologi DWDM (Dense Wavelength
Division Multiplexing) menyediakan lebar pita yang cukup besar untuk melayani
semua kebutuhan transmisi baik suara, data maupun gambar. Teknologi DWDM
dapat menaikkan kapasitas dari serat optik dengan mentransmisikan beberapa
panjang gelombang secara simultan. Infrastruktur jaringan pada layer fisik saat ini
didominasi oleh SONET (Synchronous Optical Network) dengan arsitektur ring.
Suatu ring SONET dibangun menggunakan sepasang atau dua pasang serat optik
untuk menghubungkan perangkat add drop multiplexer, yang memiliki
kemampuan untuk menggabungkan aliran-aliran trafik.
Traffic grooming merupakan bagian yang penting dari perencanaan dan
implementasi jaringan DWDM. Pemakaian teknologi DWDM dapat mendukung
penggabungan beberapa aliran trafik dan panjang gelombang yang berbeda.
Karena biaya terbesar dari jaringan ada pada perangkat SADM (SONET Add
Drop Multiplexer), maka yang terpenting adalah bagaimana menggabungkan
aliran-aliran trafik sesuai dengan nilai kebutuhan trafik tiap node serta
menempatkan panggilan-panggilan yang datang ke panjang gelombang tertentu
sedemikian hingga jumlah SADM dapat dioptimalkan.
Dengan adanya permasalahan di atas, maka akan disusun suatu Tugas
Akhir yang berjudul “Traffic Grooming Pada Jaringan Ring SONET DWDM
Dengan Algoritma Integer Linear Programming” yang akan memberikan solusi
perencanaan jaringan traffic grooming pada arsitektur ring SONET DWDM,
sehingga akan dihasilkan suatu jaringan ring SONET DWDM yang optimal.
III. Tujuan Penelitian
Tujuan dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah:
1. Merencanakan jaringan ring SONET DWDM menggunakan traffic
grooming.
2. Menganalisis tingkat penurunan jumlah pemakaian SADM di setiap node
pada jaringan SONET DWDM dengan perencanaan traffic grooming.
IV. Batasan Masalah
Pada penulisan Laporan Tugas Akhir ini penulis membuat batasan
pembahasan tentang :
1. Jaringan menggunakan topologi multi-ring SONET untuk jaringan
Bidirectional Line Switched Ring (BLSR).
2. Nilai trafik tiap node dalam jaringan disajikan dalam bentuk matrik trafik
dengan pola non-uniform menggunakan satuan Gigabit per second (Gbps).
3. Jaringan memiliki jumlah maksimal node sebanyak 50 node dan jumlah
maksimal node dalam setiap ring sebanyak 10 node.
4. Besar kapasitas tiap panjang gelombang yang dibutuhkan sebesar 50 Gbps.
5. Simulasi menggunakan program Matlab dengan metode pendekatan
algoritma ILP ( Integer Linear Programming ) dan RWA ( Routing and
Wavelength Assignment ) pada analisis pengaturan panjang gelombang
V. Tinjauan Pustaka
5.1 Teknologi WDM (Wavelength Division Multiplexing)
Saat ini kemajuan di bidang telekomunikasi begitu pesat sehingga
berdampak pada perkembangan teknologi informasi. Transmisi optik saat ini
menjadi solusi untuk komunikasi dan pertukaran data yang menuntut kecepatan
dan efisiensi tinggi dan biaya murah. Penggunaan serat optik sebagai medium
transmisi memberikan dampak pada keandalan yang tinggi, kapasitas yang besar
dan kualitas yang tinggi menjadi pilihan dalam pembangunan sistem
telekomunikasi.
Kebutuhan sarana komunikasi tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan
layanan yang berlaku tidak hanya saat ini, namun juga untuk memenuhi
kebutuhan layanan di masa mendatang. Guna memenuhi kebutuhan tersebut
diperlukan suatu jaringan yang handal, dengan kapasitas menampung lebar pita
yang besar dengan kemudahan penambahan kapasitas, kinerja yang lebih baik,
tingkat ketersediaan yang tinggi dan fleksibilitas yang baik. Berangkat dari
pemikiran inilah, muncul suatu konsep untuk memanfaatkan sistem transmisi
WDM (Wave Division Multiplexing).
Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transport untuk
menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) dengan menggunakan
panjang gelombang yang berbeda-beda dalam suatu serat optik tunggal secara
bersamaan. Teknologi WDM ini dapat meningkatkan kapasitas layanan dan
memungkinkan komunikasi dua arah pada satu serat optik. Implementasi WDM
dapat diterapkan baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk aplikasi
short haul (jarak dekat). Secara sederhana transmisi WDM dapat dilihat pada
gambar 5.1.
Gambar 5.1 Konsep transmisi WDM
Percepatan kebutuhan lebar pita yang terutama diakibatkan oleh pesatnya
pertumbuhan trafik data seperti internet, intranet, dan aplikasi multimedia telah
mendorong terjadinya evolusi yang sangat cepat di sisi teknologi jaringan
transport. Teknologi WDM ini mengalami perkembangan pesat dengan
menggunakan transmisi dengan kecepatan 2,5 Gbps sampai 40 Gbps dalam satu
gelombang. Teknologi ini lahir dari ide untuk mentransmisikan beberapa sinyal
secara bersamaan melalui kabel serat optik yang sama dengan kecepatan transfer
sinyal yang sama, tetapi setiap sinyal mempunyai panjang gelombang yang
berbeda satu sama lain.
Sistem WDM dibagi menjadi 2 segmen, DWDM (Dense Wavelength
Division Multiplexing) dan CWDM (Coarse Wavelength Division Multiplexing).
Teknologi DWDM dan CWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu
menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada sebuah serat optik, tetapi
kedua teknologi tersebut berbeda pada spasi kanal, area operasi panjang
gelombangnya dan kemampuan untuk memperkuat sinyal pada medium optik.
5.1.1 DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing)
Pada mulanya teknologi WDM merupakan cikal bakal lahirnya DWDM,
berkembang dari keterbatasan yang ada pada sistem serat optik, dimana
pertumbuhan trafik pada sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang
tinggi. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada
dibandingkan membangun jaringan baru.
DWDM merupakan pengembangan dari teknologi WDM yang memiliki
prinsip kerja serupa. Sistem WDM konvensional bekerja pada dua daerah panjang
gelombang yaitu 1310 dan 1550 nm, dan pada perkembangannya WDM hanya
menggunakan satu daerah panjang gelombang saja (1550 nm), tetapi dilakukan
pembagian dengan lebar spektrum yang sangat kecil sehingga menghasilkan
beberapa panjang gelombang. Jadi yang membedakan DWDM dengan
pendahulunya adalah spasi kanal yang lebih sempit sehingga dapat menampung
puluhan panjang gelombang. Teknologi DWDM berkembang dari keterbatasan
pada sistem transmisi serat optik yang ada, dimana pertumbuhan trafik pada
sejumlah jaringan backbone meningkat sangat pesat sehingga kapasitas lebar pita
yang tersedia tidak mampu lagi mengakomodasi lonjakan trafik tersebut. Hal ini
menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan
membangun jaringan baru yang tentunya akan menghabiskan biaya sangat besar.
Dengan memperhatikan faktor ekonomis tersebut, implementasi DWDM pada
jaringan eksisting merupakan solusi terbaik.
Pada perkembangan selanjutnya, jumlah panjang gelombang yang dapat
diakomodasikan oleh sehelai serat optik bertambah mencapai puluhan buah dan
kapasitas untuk masing-masing panjang gelombang pun meningkat pada kisaran
10 Gbps sampai 40 Gbps, kemampuan ini merujuk pada apa yang disebut
DWDM.
Gambar 5.2 Prinsip dasar sistem DWDM
Teknologi DWDM merupakan teknologi dengan memanfaatkan system
transmisi serat optik yang sudah ada dengan memultipleksikan sumber-sumber
sinyal yang ada. Menurut definisi, teknologi DWDM dinyatakan sebagai suatu
teknologi jaringan transport yang memiliki kemampuan untuk membawa sejumlah
panjang gelombang dalam satu fiber tunggal. Artinya, apabila dalam satu fiber itu
dipakai empat gelombang, maka kecepatan transmisinya menjadi 4x40 Gbs.
Dengan kapasitas yang cukup besar tersebut, teknologi DWDM mampu
memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan akan
kapasitas transmisi yang besar dalam jaringan. Kemampuannya dalam hal ini
diyakini banyak orang akan terus berkembang yang ditandai dengan semakin
banyaknya jumlah panjang gelombang yang mampu untuk ditramsmisikan dalam
satu fiber.
Dengan memperhatikan faktor ekonomis, fleksibilitas dan kebutuhan
pemenuhan kapasitas jaringan jangka panjang, maka solusi untuk
mengimplementasikan DWDM merupakan yang paling cocok, terutama jika
didorong pertumbuhan trafik dan proyeksi kebutuhan trafik masa depan terbukti
sangat besar. Secara umum ada beberapa faktor yang menjadi landasan pemilihan
teknologi DWDM ini, yaitu:
1) Menurunkan biaya instalasi, karena implementasi DWDM berarti besar
kemungkinan tidak perlu menggelar fiber baru, cukup menggunakan fiber
eksisting.
2) Dapat dipakai untuk memenuhi permintaan yang berkembang, dimana
teknologi DWDM mampu untuk melakukan penambahan kapasitas dengan
orde n x 40 Gbps (n= jumlah panjang gelombang).
3) Dapat mengakomodasikan layanan baru. Hal ini dimungkinkan karena sifat
dari operasi teknologi DWDM yang terbuka terhadap protokol dan format
sinyal.
5.1.2 CWDM (Coarse Wavelength Division Multiplexing)
Sekarang ini aplikasi dari teknologi WDM telah meluas tidak hanya untuk
jaringan jarak jauh, tapi juga untuk jaringan jarak menengah seperti pada area
metropolitan. Untuk meningkatkan kapasitas jaringan, sistem DWDM telah
dikembangakan terutama untuk sistem jarak jauh dan CWDM baru dikembangkan
untuk jaringan jarak menengah yang tidak mahal, dimana sangat diperlukan untuk
jaringan metropolitan.
Dengan pertimbangan utama tingginya biaya diikuti oleh alasan kebutuhan
variasi layanan dan kebutuhan jarak tempuh yang pendek akan membuat
pengimplementasian DWDM kurang handal. Solusi untuk permasalahan ini
adalah konsep CWDM. Tujuan utama teknologi ini adalah menekan biaya
investasi dan biaya operasi teknologi DWDM terutama untuk area metro.
Prinsip kerja dasar dari CWDM adalah sama dengan prinsip kerja umum
teknologi DWDM yaitu mentransmisikan kombinasi sejumlah panjang gelombang
yang berbeda dengan menggunakan perangkat multiplekser panjang gelombang
optik dalam satu fiber. Perbedaan yang paling mendasar antara CWDM dan
DWDM terletak pada spasi kanal (parameter jarak antar kanal) dan area operasi
panjang gelombangnya. CWDM memanfaatkan spasi kanal 20 nm yang lebih
memberi ruang kepada sistem untuk lebih toleran terhadap interferensi. Hal ini
berkaitan langsung dengan teknologi perangkat multiplekser (terutama laser dan
filter) yang akan diimplementasikan dalam sistem, dimana untuk spasi kanal yang
semakin presisi (DWDM = 0,2 nm s/d 1,2 nm), laser dan filter yang digunakan
akan semakin mahal.
Tabel 5.1 Perbandingan CWDM dan DWDM
No Parameter CWDM DWDM
1 Spasi Kanal 20 nm 0,2 nm - 1,2 nm
2 Panjang Gelombang 1290 nm - 1610 nm 1470 nm - 1610 nm
3 Aplikasi point to point, ring, mesh point to point, ring, mesh
4 Area Implementasi metro long haul
5 Power Consumtions lower higher
6 Laser Device cheaper higher
Dengan pertimbangan seperti pada tabel 5.1 dan uraiannya maka dengan
konsep CWDM, tingginya biaya bisa ditekan. Kebutuhan variasi layanan di metro
dengan kebutuhan lebar pita tetap bisa dipenuhi, dan kebutuhan area implementasi
untuk metro bisa didapatkan. Teknologi CWDM menjadi solusi yang baik
mengatasi kebutuhan lebar pita besar dengan biaya murah pada area metro. Hal ini
dilandasi dengan penggunaan spasi kanal 20 nm yang menyebabkan sistem tidak
membutuhkan teknologi tinggi yang mahal.
5.2 SONET (Synchronous Optical Network)
Perkembangan trafik data yang sangat cepat telah mendorong semakin
berkembangnya teknologi jaringan transport optik yang mampu mengakomodasi
kebutuhan lebar pita yang sangat besar. Percepatan kebutuhan lebar pita yang
terutama diakibatkan oleh pesatnya pertumbuhan trafik data seperti internet,
intranet dan aplikasi multimedia telah mendorong terjadinya evolusi yang sangat
cepat di sisi teknologi jaringan transport. Sehingga diperlukan topologi jaringan
transport yang handal.
Guna memenuhi kebutuhan itu diperlukan suatu jaringan yang handal,
dengan kapasitas menampung lebar pita yang besar dengan kemudahan
penambahan kapasitas, performansi yang baik, tingkat ketersediaan yang tinggi
dan fleksibilitas yang baik. Untuk saat ini, jaringan bergantung pada SONET.
SONET adalah sebuah standar yang mendefinisikan transmisi telekomunikasi
untuk serat optik, yang awal mulanya dibawa oleh Bellcore (Telcordia), dengan
koordinasi dari ITU (International Telecommunication Union). SONET banyak
digunakan di Amerika Utara yang kemudian distandarkan oleh ANSI (American
National Standards Institute).
SONET merupakan standar komunikasi digital yang baru untuk suatu
sistem transmisi serat optik. Transport sinyal tingkat pertama pada SONET
(STS-1) memiliki kecepatan 51,840 Mbps, dan selanjutnya multipleks SONET
dibentuk dari sejumlah N kali sinyal dasar STS-1 sehingga lebih efisien
dibandingkan hirarki yang lain. SONET juga dapat meningkatkan kapasitas lebar
pita pada serat optik tanpa perlu melakukan penambahan kabel optik. Kehandalan
trafik pada SONET akan selalu terjaga pada topologi ring yang menggunakan
DWDM.
SONET beroperasi pada empat lapisan, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.5. Seperti OSI dan model TCP jaringan, data dilewatkan dari bawah ke
atas di antara lapisan-lapisan ini. Lapisan dari bawah ke atas itu adalah:
1) Photonic Layer
Photonic layer adalah lapisan tingkat terendah dari SONET yang
merupakan lapisan antarmuka elektrik dan optik untuk mengangkut informasi
melalui kabel serat optic yang berfungsi juga untuk konversi sinyal listrik menjadi
sinyal cahaya optik (dan sebaliknya, di sisi penerima).
2) Section Layer
Section layer ini mengangkut sinyal informasi dari lapisan sebelumnya.
Lapisan ini biasanya dibandingkan dengan lapisan data-link dari model OSI, yang
juga menangani framing dan transfer fisik.
3) Line Layer
Line layer menangani banyak fungsi, termasuk sinkronisasi dan
multipleksing untuk lapisan path di atasnya. Hal ini juga memberikan
perlindungan switching otomatis.
4) Path Layer
Path Layer adalah lapisan tertinggi SONET. Lapisan ini, yang hanya dapat
diakses dengan peralatan seperti add/drop multiplexer (sebuah perangkat yang
membagi jalur SONET menjadi beberapa bagian), menangani semua komunikasi
end-to-end, pemeliharaan, dan kontrol.
Path Layer
Line Layer
Section Layer
Photonic Layer
Gambar 5.4 Lapisan SONET
Setiap tingkat dari hirarki digital di SONET memiliki tingkat OC (Optical
Carrier), dan struktur frame elektrik disebut STS (Synchronous Transport
Signal). Pada sistem SDH, tingkat definisi tunggal ini disebut STM (Synchronous
Transport Module). Dalam hal ini, peran lapisan photonic yaitu membentuk frame
STS menjadi sinyal OC. Tabel 5.2 menunjukkan tingkat umum yang digunakan
sesuai dengan besar transfer bit yang digunakan.
Tabel 5.2 Digital hirarki SONET/SDH
SONET Level
Optical / Electrical
SDH Level Line Rate
(Mbps)
Payload Rate
(Mbps)
OC - 1 / STS - 1 STM - 0 51.84 50.112
OC - 3 / STS - 3 STM - 1 155.52 150.336
OC - 12 / STS - 12 STM - 4 622.08 601.344
OC - 48 / STS - 48 STM - 16 2488.32 2405.376
OC - 192 / STS -192 STM - 64 9953.28 9621.504
OC - 768 / STS -768 STM - 256 39818.12 38486.016
Tingkat multipleksing yang lebih tinggi dari tingkat dasar OC-1 (STS-1)
menunjukkan hanya dengan angka, sehingga sebuah frame STS-N berisi N kali
STS-1, dan tingkat OC-N merupakan N kali OC-1. SDH tidak memiliki standar
sesuai dengan OC-1/STS-1, tetapi frame STM-0 dalam SDH yang dimaksud
identik dengan STS-1. Beberapa nilai N dari standar digital hirarki pada tabel 2.2
menunjukkan tingkat penggunaan yang praktis, nilai lainnya seperti OC-9 dan
OC-24 adalah standar tetapi belum ditemukan penggunaannya secara nyata, juga
tidak ada yang sesuai pada tingkat standar SDH.
5.3 Jaringan Ring SONET
Topologi ring adalah topologi umum yang digunakan dalam jaringan
SONET yang memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Pada SONET, tiap
transmisi dalam sistem tersebut membawa sinyal dengan kecepatan yang berbeda.
Hal ini meningkatkan kompleksitas pada proses perencanaan, disamping
meningkatnya kompleksitas dalam proses perencanaan, penggabungan antara
transmisi juga meningkatkan fleksibilitas desain.
Berikut ini adalah dua tipe utama dari DWDM ring:
1) Dedicated Protection Ring
Pada dedicated protection ring terdapat dua counter-routing fibers yang
menggunakan DWDM pada masing-masing fiber, dimana setiap permintaan
panjang gelombang diproteksi menggunakan sebuah jalur utama pada satu sisi
ring dan sebuah jalur backup pada sisi ring yang lainnya. Karena kanal-kanal
diproteksi pada sebuah jalur panjang gelombang, maka ring ini disebut juga
dengan Sub Network Connection Protection (SNCP Ring). Jika terdapat kegagalan
link atau node pada ring maka trafik akan dipindahkan ke jalur lain.
Gambar 5.5 Optical Channel Dedicated Protection Ring
Tipe ring ini relatif sederhana dimana sinyal dibagi pada node sumber dan
switching dilakukan oleh selektor yang ada pada sisi penerima. Pendekatan ini
tidak memerlukan protokol pensinyalan yang rumit.
Proteksi SNCP Ring :
a. Ketika terjadi kegagalan maka koneksi yang mengalami kegagalan tersebut
di-switch ke sisi ring yang lainnya menggunakan kapasitas proteksi padaf
iber yang lainnya.
b. Kekurangan dari SNCP Ring adalah berkurangnya panjang jalur proteksi.
Sehingga akan menjadi pertimbangan yang penting dalam jaringan serat
optik, karena jalur yang lebih panjang akan mengalami redaman dan distorsi
yang lebih besar.
2) Shared Protection Ring
Pada shared protection ring, 50% dari kapasitas ring didedikasikan untuk
tujuan proteksi sehingga memungkinkan untuk menggunakan bersama kapasitas
proteksi di antara permintaan panjang gelombang berbeda yang dirutekan pada
ring seperti pada gambar 5.6.
(a) (b)
Gambar 5.6 (a). Shared Protection Ring (b). Shared Protection Ring setelah
mengalami kegagalan
Ring SONET juga disebut self-healing ring (ring perlindungan khusus),
karena SONET memiliki mekanisme perlindungan yang mendeteksi kegagalan
dan mengubah rute trafik ke jalur proteksi atau jalur cadangan. Dalam ring
perlindungan khusus, setiap jalur normal memiliki jalur perlindungan yang sesuai
dan dalam lingkaran perlindungan bersama. Arsitektur ring SONET menawarkan
fungsionalitas yang lebih maju, sehingga jaringan ring SONET telah dominan
karena lebih ekonomis, manajemen praktis dan mudah.
Ada dua konsep proteksi pada jaringan ring SONET, yaitu:
1) 2-fiber BLSR (Bi-Directional Line-Switched Rings)
Hanya memerlukan dua buah fiber di antara setiap pasangan node yang
berdekatan.
Me-reserve jalur panjang gelombang pada setiap fiber untuk digunakan
sebagai kanal proteksi. Dalam menampung permintaan transmisi, optical
path dirutekan pada jalur panjang gelombang yang lainnya, yaitu kanal kerja.
Kanal kerja pada satu fiber diproteksi oleh kanal proteksi pada fiber yang
lainnya.
Jika terjadi kegagalan maka node yang ada di dekat kegagalan tersebut akan
melakukan loop back.
Gambar 5.7 2-fiber BLSR (Bi-Directional Line-Switched Rings)
2) 4-fiber BLSR (Bi-Directional Line-Switched Rings)
Memerlukan empat buah fiber di antara node yang berdekatan.
Kanal kerja dan proteksi dibawa melalui fiber yang berbeda, yang
memungkinkan untuk menentukan arah kanal dari jalur kerja ke panjang
gelombang yang sama.
Empat fiber mengkombinasikan ring dan jalur proteksi pada arsitektur yang
sama.
Gambar 5.8 4-fiber BLSR (Bi-Directional Line-Switched Rings)
SONET dibangun dari konfigurasi ring OADM. Beberapa OADM dapat
dimasukkan ke dalam konfigurasi ring baik untuk lalu lintas dua arah atau searah
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.9. Keuntungan utama dari topologi ring
adalah survivability-nya, jika kabel serat dipotong atau terjadi kerusakan akan
memiliki kecerdasan untuk mengirim layanan melalui jalur alternatif atau yang
disebut loop back tanpa gangguan. Permintaan untuk layanan survivable, routing
beragam pada serat optik, fleksibilitas dalam mengatur ulang layanan untuk
melayani node alternatif, serta pemulihan otomatis yang cepat, telah membuat
topologi ring SONET sangat populer.
Gambar 5.9 Topologi Ring SONET
5.4 Arsitektur SONET
SONET dengan topologi Ring adalah infrastruktur jaringan optik yang
paling banyak digunakan saat ini. Dengan perkembangan DWDM,
memungkinkan banyak panjang gelombang yang ditransmisikan serta didukung
dengan peralatan dan media serat optik yang handal. Komponen perangkat utama
dari topologi ini adalah Optical Add Drop Multiplexer (OADM), SONET Add
Drop Multiplexer (SADM) dan Optical Cross Connect (OXC).
Dengan adanya komponen seperti OADM, sangat mungkin untuk sebuah
node melewatkan sebagian besar kanal panjang gelombang optik dan hanya drop
panjang gelombang yang akan membawa trafik menuju node tujuan. SADM
mampu menambah dan menjatuhkan data kecepatan tinggi maupun rendah dari
dan ke aliran panjang gelombang yang diterima pada setiap node. Setiap SADM
memiliki antarmuka kecepatan tinggi dan antarmuka kecepatan rendah yang dapat
dihubungkan ke OXC. Perangkat OXC digunakan untuk koneksi silang aliran
panjang gelombang dan mengatur semua fasilitas transmisi antar ring jika
beberapa ring saling berhubungan.
Gambar 5.10 Node architecture jaringan ring SONET
Pada jaringan SONET tradisional, satu SADM diperlukan untuk setiap
panjang gelombang pada setiap node yang akan melakukan add/drop pada
panjang gelombang tertentu. Pada perkembangannya di dalam sistem SONET,
ketika memilih beberapa set node untuk membentuk sebuah ring, kita tidak perlu
memperlengkapi semua aliran panjang gelombang dalam satu putaran dengan
SADM, karena pada prakteknya suatu SADM yang dibutuhkan oleh setiap
jaringan SONET tergantung pada banyaknya node pada jaringan dan banyaknya
kanal panjang gelombang yang digunakan pada setiap node. Jika suatu SADM
dipakai pada setiap kanal panjang gelombang di tiap node, maka jumlah total
SADM yang diperlukanakan akan meningkat seiring pertambahan jumlah panjang
gelombang yang dimultipleks ke suatu serat optik.
Dengan adanya aliran-aliran panjang gelombang pada jaringan, SADM
sangat mendominasi biaya dalam jaringan ring SONET. Oleh karena itu, dengan
mengatur aliran panjang gelombang pada serat optik ini dapat mengurangi
besarnya biaya jaringan.
5.5 Traffic Grooming pada jaringan ring SONET
Pergeseran baru teknologi telekomunikasi kini sedang terjadi. Hal ini
didorong oleh perkembangan teknologi internet yang secara drastis yang telah
mengubah paradigma telekomunikasi dari transmisi suara menjadi transmisi data.
Ledakan kebutuhan lebar pita yang diakibatkan oleh pesatnya pertumbuhan trafik
data mendorong terjadinya evolusi yang cukup cepat di sisi teknologi jaringan
transport yang dengan cepat memasuki orde Gbps (Gigabit per second) bahkan
orde Tbps (Terabit per second). Inovasi di jaringan transport ini didahului oleh
penemuan teknologi optik DWDM yang kemudian berlanjut ke teknologi
SONET. Kedua teknologi ini akan berperan dalam konsep NGN (Next generation
Network), dimana dengan kemampuan lebar pita yang besar maka kehandalannya
yang diharapkan juga tinggi. Untuk itu tentu dibutuhkan suatu sistem jaringan
yang optimal, yang mampu memberikan pelayanan maksimal serta memberikan
solusi dalam penghematan biaya pembangunan suatu jaringan.
Untuk meminimalkan biaya keseluruhan dari peralatan elektronik, maka
dalam suatu jaringan SONET dibutuhkan teknik perencanaan dan optimasi
jaringan. Traffic grooming merupakan pemecahan masalah packing traffic yang
berbeda kecepatan menjadi beberapa aliran trafik pada ring SONET sesuai dengan
kebutuhan trafik dan panjang gelombang dengan tujuan untuk menghemat
penggunaan peralatan SADM. Traffic grooming adalah proses pengelompokan
beberapa jalur telekomunikasi, yang akan menentukan penggabungan aliran-aliran
trafik di tiap node.
Sistem traffic grooming sederhana dengan arsitektur ring akan
memberikan batas-batas dan solusi analitis untuk meminimalisasi biaya jaringan.
Perbedaan ring SONET yang telah mengalami grooming dan belum dilakukan
grooming pada Gambar berikut:
(a) (b)
Gambar 5.11 ring SONET WDM : (a) Sebelum grooming (b)Setelah grooming
Pada gambar tersebut terlihat penggunaan SADM berkurang. Akan tetapi
pada kenyataannya traffic grooming jauh lebih kompleks daripada asumsi biasa,
dikarenakan :
Jaringan berkembang menjadi jaringan SONET.
Kebutuhan permintaan dan panjang gelombang semakin meningkat.
Jaringan menggunakan trafik dinamis.
Trafik tidak lagi menggunakan pola uniform.
Akibatnya dalam mengoptimalkan jaringan akan menjadi masalah yang
terlalu sulit untuk solusi analitis, sehingga di dalam teknik traffic grooming
diberikan beberapa solusi :
Menetapkan solusi pemetaan jaringan.
Minimalkan beban lalu lintas secara keseluruhan.
Menetapkan panjang gelombang.
Meminimalkan penggunaan SADM dalam jaringan.
Nilai trafik disajikan dalam bentuk matrik trafik permintaan. Untuk
memenuhi kebutuhan trafik tersebut, maka akan dibentuk jaringan telekomunikasi
berbasis medium serat optik dengan teknologi transmisi DWDM. Dengan datadata
tersebut, maka dibuatlah perencanaan implementasi jaringan khususnya pada
jaringan ring SONET yang memenuhi kebutuhan trafik secara optimal dengan
teknologi transmisi DWDM. Batasan mengenai keoptimalan perencanaannya
adalah sejauh mana biaya implementasi dapat diminimalkan. Hal tersebut dapat
tercapai dengan memaksimalkan utilisasi jaringan.
Kompleksitas dalam perencanaan jaringan tersebut membutuhkan
komputasi suatu algoritma dalam menentukan optimasi jaringan aliran-aliran
trafik tiap node. Pada gambar di bawah memperlihatkan contoh arsitektur node
jaringan ring SONET yang nantinya diharapkan mampu memberikan kehandalan
pada jaringan ring SONET dengan tujuan memperkecil biaya jaringan serta
meningkatkan kualitas aliran trafik tiap node.
Gambar 5.11 Arsitektur ring SONET/SDH
Munculnya teknologi DWDM menyediakan kemampuan untuk
meningkatkan lebar pita jaringan SONET pada kecepatan rendah ke kecepatan
yang lebih tinggi sesuai dengan aliran panjang gelombang. Biaya total
penggunaan SADM sangat mendominasi pada suatu perencanaan jaringan optik,
karena banyaknya SADM yang dibutuhkan oleh suatu jaringan optik tergantung
pada banyaknya node pada jaringan dan banyaknya kanal panjang gelombang
yang digunakan oleh setiap node. Selain itu, pola trafik jaringan optik mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Bagaimana mengembangkan algoritma
rekonfigurasi dinamis untuk traffic grooming merupakan masalah penting untuk
memperkecil penggunaan SADM pada jaringan.
5.6 Algoritma ILP (Integer Linear Programming)
Dalam memecahkan permasalahan packing traffic jaringan menjadi
beberapa aliran trafik pada ring DWDM dengan tujuan menghemat penggunaan
peralatan SONET, perencanaan didesain dengan pencarian solusi optimum
menggunakan algoritma ILP. Algoritma ILP diharapkan mampu memberikan
solusi optimum untuk permasalah tersebut. Perencanaan ini merupakan
perencanaan yang disusun sebagai alternatif solusi traffic grooming dalam
perencanaan kapasitas jaringan ring SONET.
Persamaan dalam algoritma ILP:
∑t=1
N
∑l=1
L
y il
∑i=1
N
∑j=1
N
∑s=1
mij
xijsl ≤ g , l=1,2 , …, L, (1)
∑t=1
L
x ijsl=1, ∀ i , j , s (2)
y il ≥ x ijsl ,
y il ≥ x jisl , ∀ i , j , s ,l (3)
x ijsl , y ilsemuanya adalah variable biner
Dimana: N : Jumlah Node dalam jaringan
L : Jumlahwavelength yang tersedia
G : Trafik granularistik
Algoritma ILP sangat berguna untuk diterapkan pada DWDM dengan
kapasitas dan jumlah node yang besar.
2.7 RWA (Routing and Wavelength Assignment)
Dengan traffic grooming akan dapat mendukung penggabungan beberapa
aliran trafik yang memiliki kecepatan rendah ke aliran trafik yang memiliki
kecepatan yang lebih tinggi pada saluran panjang gelombang. Masalah tersebut
telah menerima banyak perhatian baru-baru ini, terutama pola trafik jaringan optik
yang berubah dari waktu ke waktu. Bagaimana mengembangkan algoritma
rekonfigurasi dinamis untuk traffic grooming merupakan masalah penting pada
suatu perencanaan sebuah jaringan sedemikian hingga jumlah SADM dalam
jaringan ring SONET dapat dioptimalkan.
Pada jaringan ring SONET, koneksi wavelength-routing (lightpaths) antar
node dibangun secara dinamis sebagai respon terhadap pola permintaan yang
acak. Suatu permintaan koneksi akan diblok jika panjang gelombang tidak
tersedia pada jalur yang terbentuk antar node. Pada jaringan dimana trafiknya
dilewatkan melalui beberapa node, besar kemungkinan akan sangat rentan
terhadap blocking, yang mana hal ini akan mempengaruhi quality of service.
Terlihat bahwa beberapa metode routing dan pengaturan panjang gelombang
mempunyai potensi untuk mengatasi masalah diatas.
Salah satu alternatif untuk aplikasi jaringan ring SONET pada jaringan
optik DWDM yaitu RWA (Routing and Wavelength Assignment). Suatu jaringan
dengan RWA dapat mengatur permintaan trafik dengan pengalokasian yang
dinamis, sehingga jalur panjang gelombang tersedia sebanyak yang diperlukan
antar node dapat mencukupi kebutuhan lebar pita. Sedangkan konsep RWA yaitu
untuk meminimalkan biaya dan memberikan altematif terbaik untuk masa yang
akan datang, sehingga diperlukan suatu skema RWA terbaik yang dapat
memenuhi konsep wavelength routing tersebut.
Gambar 2.14 Aliran panjang gelombang dalam jaringan
Ketika memilih beberapa set node untuk membentuk sebuah ring dengan
RWA, tidak perlu melengkapi semua aliran panjang gelombang dalam satu
putaran dengan perangkat SADM. Misalkan pada gambar 2.14, jika terdapat trafik
dari node 1 ke node 2 melalui node 3 pada aliran panjang gelombang 1, maka
node 1 dan node 2 harus dilengkapi dengan SADM pada kanal panjang
gelombang 1. Sedangkan pada node 3 hanya melewatkan aliran panjang
gelombang 1 dan tidak perlu melengkapi dengan perangkat SADM, karena pada
prakteknya suatu SADM yang dibutuhkan oleh setiap jaringan tergantung pada
banyaknya node dan banyaknya kanal panjang gelombang yang digunakan pada
suatu jaringan.
Jaringan membutuhkan rekonfigurasi yang sesuai dengan kebutuhan trafik
pada jaringan tersebut. Desain jaringan akan sangat mendukung setiap
permasalahan yang ditimbulkan karena adanya kebutuhan trafik pada setiap node,
serta akan meminimalkan biaya keseluruhan jaringan yang memiliki permintaan
trafik dengan pengalokasian yang dinamis pada jaringan.
Berikut adalah contoh untuk menunjukkan bahwa metode RWA dapat
mengurangi penggunaan perangkat SADM pada jaringan. Sebagai contoh jaringan
ring SONET sepuluh node dengan nilai kebutuhan trafik yang beragam. Pola
trafik untuk contoh ini adalah non-uniform, artinya jaringan memiliki nilai trafik
yang berbeda di kedua pasangan untuk setiap node. Setiap kanal panjang
gelombang pada jaringan bisa membawa dua atau lebih aliran trafik.
Tabel 5.4 Contoh matrik trafik
Node1 node2 node3 node4 node5 node6 node7 node8 node9 node10
node1 0 10 2 8 12 7 6 4 8 7
node2 7 0 6 2 3 6 4 8 5 8
node3 3 9 0 10 8 9 6 15 7 11
node4 13 2 10 0 9 12 9 8 6 9
node5 3 9 8 9 0 7 13 6 10 6
node6 11 9 7 9 13 0 9 9 6 9
node7 8 12 8 15 7 10 0 11 7 14
node8 6 7 6 5 11 9 5 0 4 8
node9 9 6 14 8 6 8 12 2 0 5
node10 5 13 8 6 7 5 6 9 13 0
Jaringan dengan 10 node yang masing-masing memiliki jumlah trafik yang
berbeda sesuai dengan matrik trafik di atas. Dengan kapasitas jumlah trafik dalam
jaringan akan dibutuhkan 2 buah kanal panjang gelombang. Sehingga pengaturan
aliran panjang gelombang sesuai rute trafiknya dapat dilihat pada keterangan di
bawah ini.
λ 1 : 1↔2, 1↔3, 1↔4, 1↔5, 1↔6, λ 1 : 1↔2, 1↔3, 2↔3, 1↔4, 2↔4,
1↔7, 1↔8, 1↔9, 1↔10, 2↔3, 3↔4,1↔5, 2↔5, 3↔5, 4↔5,
2↔4, 2↔5, 2↔6, 2↔7, 2↔8, 1↔6, 2↔6, 3↔6, 4↔6, 5↔6,
2↔9, 2↔10, 3↔4, 3↔5, 3↔6, 1↔7, 2↔7, 3↔7, 4↔,7 5↔7,
3↔7, 3↔8, 3↔9, 3↔10, 4↔5, 6↔7, 1↔8 = 8 ADM
4↔6, 4↔7, 4↔8, 4↔9, 4↔10, λ 2 :1↔9,1↔10, 9↔10,2↔9, 2↔10,
5↔6, 5↔7, 5↔8, 5↔9, 5↔10, 2↔8, 8↔9, 8↔10, 3↔8, 3↔9,
6↔7, 6↔8, 6↔9, 6↔,10, 7↔8, 3↔10,4↔8, 4↔9, 4↔10, 5↔8,
7↔9, 7↔10, 8↔9, 8↔10, 9↔10 5↔9,5↔10, 6↔8, 6↔,9 6↔10,
= 10 ADM 7↔8, 7↔9, 7↔10 = 10 ADM
λ 2: 1↔2, 1↔3, 1↔4, 1↔5, 1↔6,
1↔7, 1↔8, 1↔9, 1↔10, 2↔3,
2↔4, 2↔5, 2↔6, 2↔7, 2↔8,
2↔9, 2↔10, 3↔4, 3↔5, 3↔6,
3↔7, 3↔8, 3↔9, 3↔10, 4↔5,
4↔6, 4↔7, 4↔8, 4↔9, 4↔10,
5↔6, 5↔7, 5↔8, 5↔9, 5↔10,
6↔7, 6↔8, 6↔9, 6↔,10, 7↔8,
7↔9, 7↔10, 8↔9, 8↔10, 9↔10
= 10 ADM
(a) (b)
Gambar 2.15 Perbandingan pengaturan panjang gelombang
(a) Sebelum proses RWA
(b) Sesudah proses RWA
RWA akan memberikan pengaturan rute-rute trafik sesuai dengan panjang
gelombang yang dibutuhkan pada setiap node pada jaringan. Dengan pengaturan
tersebut dapat memberikan hasil yang optimal dalam perencanaan sebuah
jaringan.
Tabel 2.5 Perbandingan penggunaan SADM tiap node
Sebelum RWA Sesudah RWA
Node Panjang Gelombang Node Panjang
Gelombang
1 λ1, λ2 1 λ1, λ2
2 λ1, λ2 2 λ1, λ2
3 λ1, λ2 3 λ1, λ2
4 λ1, λ2 4 λ1, λ2
5 λ1, λ2 5 λ1, λ2
6 λ1, λ2 6 λ1, λ2
7 λ1, λ2 7 λ1, λ2
8 λ1, λ2 8 λ1, λ2
9 λ1, λ2 9 λ2
10 λ1, λ2 10 λ2
Tabel di atas memberikan perbandingan antara jaringan sebelum dilakukan
RWA dengan jaringan yang sudah dilakukan RWA. Akan dibutuhkan 20
perangkat SADM pada jaringan 10 node dengan 2 buah kanal panjang gelombang.
Sedangkan setelah dilakukan RWA akan dibutuhkan hanya 18 perangkat SADM
pada jaringan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa traffic grooming dengan
RWA akan menurunkan jumlah pemakaian SADM di setiap node pada jaringan.
VI. Metode Penelitian
Tinjauan Pustaka
Mulai
Pencarian Data
Pengolahan Data
Analisa Data
Permasalahan yang Timbul
Usulan Perbaikan Sistem
Kesimpulan & Saran
Selesai
Dalam penyusunan Laporan TA ini, digunakan beberapa metode, antara
lain :
1. Metode Study Literatur.
Mengambil dan mengumpulkan teori-teori dasar serta teori
pendukung dari berbagai sumber, terutama meminta data dari PT
Telkom Semarang, buku-buku referensi dan situs-situs dari internet
tentang apa-apa yang menunjang dalam analisa ini.
2. Metode Observasi.
Mengadakan kunjungan langsung ke lapangan untuk mengamati
dan mengadakan observasi secara langsung tentang perangkat –
perangkat yang digunakan oleh PT Telkom Semarang
3. Metode Konsultasi.
Melakukan konsultasi dengan pembimbing TA dan rekan – rekan teknisi
lapangan, untuk memperoleh gambaran dan penjelasan tentang berbagai
macam hal mengenai teknologi GSM dan sistem yang digunakan di PT
Telkom Semarang.
4. Metode Studi Pustaka.
Mempelajari literatur GSM dan sistemnya di perpustakaan PT Telkom
Semarang dan mempelajari data – data yang ada.
Dari data – data yang ada maka dapat dianalisa kualitas jaringan
GPON pada PT Telkom Semarang. Dan dengan analisa yang dibuat akan
diusulkan langkah – langkah apa guna memperbaiki kinerja sistem, dan
dengan analisa yang dibuat akan diusulkan langkah – langkah untuk
memperbaiki kinerja sistem tersebut.
VI. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Oktober
2012
November
2012
Desember
2012
Januari
2013
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Pengambilan Data
2 Studi Literatur
3Analisa &
perhitungan trafik
4. Pembuatan Laporan
VII. Penutup
Proposal Tugas Akhir ini di buat belum dalam format yang sebenarnya,
sehingga masih sangat memungkinkan adanya perubahan yang disesuaikan
dengan kondisi yang ada. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
1. Godbole, Achyut. 2003. Data Communications and Network. Mumbai:
McGraw-Hill
2. Green, DC. 1995. Komunikasi Data. Yogyakarta : Penerbit Andi.
3. Saydam, Gouzali. 2005.Teknologi Telekomunikasi Perkembangan dan
Aplikasi. Bandung : CV. Alfabeta.
4. Sukiswo, ST. Buku Ajar Jaringan Telekomunikasi. Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang. 2002.
5. Konstruksi dan Instalasi Jaringan Kabel Tembaga. Divlat PT. TELKOM
INDONESIA. Bandung. 1997.
6. --, Teknologi Jaringan Akses. Divlat PT. TELKOM INDONESIA DIVRE
IV. Semarang.
7. Suherman, R F. Jaringan Telekomunikasi. Departemen Teknik Elektro
Fakultas Teknik UNSUT. Medan. 2006.