23
A. JUDUL USULAN SKRIPSIEfek Antiinflamasi Infusa Bunga Kembang
Telang (Clitoria ternatea L.) pada Udema Telapak Kaki Mencit Betina
Galur Swiss Terinduksi Karagenin dengan Pengukuran Jangka
Sorong.
B. INTISARIBunga kembang telang (Clitoria ternatea L.)
mengandung beberapa senyawa kimia, salah satunya fenol. Kebanyakan
senyawa fenol telah diuji secara in vitro dan in vivo
memperlihatkan kemampuan antioksidan, antiinflamasi dan antialergi
(Wagner, 1985). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
murni dengan rancangan penelitian acak pola searah yang bertujuan
untuk mengetahui apakah infusa bunga Kembang Telang (Clitoria
ternatea L.) memiliki efek antiinflamasi terhadap udema telapak
kaki mencit betina galur Swiss yang terinduksi karagenin.Hewan uji
yang digunakan berjumlah 25 ekor, jenis kelamin betina, umur 2-3
bulan, berat badan 25-30 gram dan dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok
I adalah kontrol negatif (aquadest), kelompok II adalah kontrol
positif (Natrium diklofenak), kelompok III-V adalah kelompok
perlakuan infusa Kembang telang dengan tiga peringkat dosis.
Kontrol dan bahan uji yang digunakan diberikan secara per oral.
Kemudian dilakukan pengukuran dengan jangka sorong di mana setelah
kaki mencit diinduksi infusa bunga kembang telang (Clitoria
ternatea L.) dan karagenin, diukur ketebalan kakinya dan dihitung
dengan perbandingan antara kaki normal dengan kaki yang terinduksi.
Hasil yang didapatkan akan dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smimov,
dilanjutkan Anova satu arah dan uji Scheffe dengan taraf
kepercayaan 95%.
Kata kunci : kembang telang, fenol, antiinflamasi, Clitoria
ternatea L., karagenin
C. PENGANTAR1. Latar belakangInflamasi merupakan tindakan
protektif yang berperan dalam melawan agen penyebab jejas sel.
Inflamasi melakukan misi pertahanannya dengan cara melarutkan,
menghancurkan, atau menetralkan agen patologis (Kumar et al.,
2007).Sejak dahulu, tanaman yang ada di Indonesia ini menjadi bahan
penelitian dan kajian yang mendalam dari pakar dunia. Penelitian
terhadap tanaman berkhasiat terus dilakukan. Berbagai penemuan
telah membawa pandangan baru bagi dunia pengobatan, khususnya
sebagai obat alternatif ketika pengobatan modern perlahan beralih
dari masyarakat.Salah satu kekayaan alam Indonesia adalah bunga
kembang telang (Clitoria Ternatea L.). Kembang telang (Clitoria
ternatea L.) merupakan tanaman polong multiguna karena selain untuk
hiasan tanaman ini mengandung senyawa bioaktif yang berguna untuk
pengobatan. Salah satu kandungan senyawa dalam bunga kembang telang
(Clitoria ternatea L.) adalah fenol. Kebanyakan senyawa fenol telah
diuji secara in vitro dan in vivo memperlihatkan kemampuan
antioksidan, antiinflamasi dan antialergi (Wagner, 1985).Belum ada
penelitian yang berkenaan dengan pengujian bunga kembang telang
(Clitoria ternatea L.) itu sendiri. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian terhadap efektivitas
antiinflamasi infusa bunga kembang telang (Clitoria ternatea L.)
dengan menggunakan hewan uji mencit betina galur Swiss, sehingga
dapat mendukung data ilmiah lainnya dalam penggunaan dan
pemanfaatan bunga kembang telang (Clitoria ternatea L.) sebagai
obat tradisional.a. Permasalahan1) Apakah infusa bunga kembang
telang (Clitoria ternatea L.) memiliki efektivitas terhadap
penurunan inflamasi?2) Berapa ED50 infusa bunga kembang telang
(Clitoria ternatea L.) dalam memberikan efek antiinflamasi?b.
Keaslian penelitianSejauh yang diketahui penulis, penelitian
mengenai uji efek antiinflamasi bunga kembang telang (Clitoria
ternatea L.) pada mencit betina galur Swiss dengan pengukuran
jangka sorong belum pernah dilakukan.Adapun penelitian terkait
tentang bunga kembang telang (Clitoria ternatea L.) adalah sebagai
berikut:1) Aktivitas Antibakteri Filtrat Bunga Teleng (Clitoria
ternatea L.) terhadap Bakteri Penyebab Konjungtivitis (Rokhman,
2007).Hasil penelitian menunjukkan filtrat bunga kembang telang
memiliki aktivitas hambat tumbuh dengan konsentrasi hambat tumbuh
minimal sebesar 50 mg/mL terhadap bakteri B. substilis, E. coli,
dan P. aeruginosa dan 125 mg/mL terhadap bakteri Staph. aureus. c.
Manfaat penelitiana. Manfaat teoritisPenelitian ini diharapkan
dapat sebagai bahan informasi penelitian lebih lanjut mengenai efek
antiinflamasi bunga kembang telang (Clitoria ternatea L.).b.
Manfaat praktisUntuk menentukan dosis efektif dari infusa bunga
kembang telang (Clitoria ternatea L.) sebagai antiinflamasi.
2. Tujuan penelitiana. Tujuan umum Memperoleh informasi mengenai
manfaat bunga kembang telang (Clitoria ternatea L.) sebagai
antiinflamasi.b. Tujuan khusus1. Membuktikan bahwa infusa bunga
kembang telang (Clitoria ternatea L.) memiliki efektivitas
antiinflamasi dengan pengukuran udem menggunakan jangka sorong.2.
Menentukan dosis infusa bunga kembang telang (Clitoria ternatea L.)
terhadap efektivitas antiinflamasi hewan uji mencit betina galur
Swiss.
D. PENELAAHAN PUSTAKA1. Kembang Telang (Clitoria ternatea
L.)Kembang telang berdasarkan taksonomi termasuk dalam kingdom
Plantae, subkingdom Tracheobionta, divisi Spermatophyta, subdivisi
Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, subkelas Rosidae, bangsa
Fabales, suku Fabaceae, marga Clitoria, species Clitoria ternatea
L. (Michael dan Kalamani, 2003).Nama daerah: bunga biru, bunga
talang (Sumatera); kembang telang (Sunda); menteleng, kembeng
teleng (Jawa); bunga talang (Sulawesi); bisi, sayama gulele
(Maluku); dan bunga temen raleng (Bugis). Ciri-ciri umum: berasal
dari Amerika, merupakan tanaman perdu yang tumbuh merambat. Batang
berambut halus, pangkal batang berkayu, batang muda bewarna hijau,
dan batang tua bewarna putih kusam. Daun majemuk dengan pertulangan
menyirip ganjil. Anak daun berjumlah 3-9 lembar, bewarna hijau,
bertangkai pendek, berbentuk oval atau elips, pangkal daun runcing,
sedangkan ujungnya tumpul. Di ketiak daun terdapat daun penumpu
yang berbentuk garis. Bunga tunggal, muncul dari ketiak daun, dan
bentuknya menyerupai kupu-kupu. Kelopak bunga bewarna hijau,
sedangkan mahkota bunga bewarna biru nila dengan warna putih di
tengahnya. Buah polong, berbentuk pipih memanjang. Polong muda
bewarna hijau, dan polong matang bewarna kecokelatan. Berkhasiat
sebagai obat bronkis, demam, menghilangkan dahak, mengatasi radang
mata merah, abses, bisul, untuk cuci darah, dan sebagai bahan
pewarna (Utami, 2008).Lokasi tumbuh yang sering dijumpai dan tumbuh
subur yaitu di daerah basah, berpasir dengan ketinggian 700 meter
di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh subur dalam medium
yang agak lembab atau tanah yang mempunyai kandungan humus yang
tinggi. Tanaman ini dapat membiak dengan cara stek batang atau
biji. Tanaman teleng tergolong terna menahun karena pangkal
tanamannya berkayu, batangnya merambat dengan pola membelit ke
kiri. Tanaman rambat ini biasa digunakan sebagai tanaman penghias
pagar. Bunganya yang bewarna biru keunguan akan mekar sepanjang
tahun seperti terlihat pada gambar 1 (Michael dan Kalamani,
2003).
Gambar 1. Bunga kembang telang (Clitoria ternatea L.)Tanaman
kembang telang diduga berkhasiat sebagai tonikum otak yang sangat
baik dan berguna untuk mengatasi infeksi mata dan tenggorokan,
penyakit kulit, gangguan urinaria, sariawan mulut atau ulcer dan
keperluan anti racun (Malabodi dan Nataraja, 2001).Daunnya dapat
dimakan sebagai lalap maupun pakan ruminansia, tumbukan daunnya
bermanfaat untuk mempercepat pematangan bisul, bermanfaat sebagai
obat batuk jika diformulasikan dengan bawang merah dan adas
pulosari (Herman, 2005).Bunganya yang bewarna biru dapat digunakan
untuk pewarna makanan. Bunganya direndam air panas dan diminum
seperti teh utuk mengurangkan sakit akibat ulcer mulut dan
perawatan insomnia. Air rendaman bunganya dapat digunakan untuk
obat tetes mata pada penderita konjungtivitis (Herman,
2005).Kandungan kimia kembang telang antara lain saponin,
flavonoid, alkaloid, ca-oksalat, dan sulfur. Khusus untuk daunnya
mengandung kaemferol, 3-glukoside, dan triterpenoid. Bunganya
mengandung delphinidin ,3-3-5 triglucoside, dan fenol (Permadi, A.,
2006).
2. InflamasiInflamasi merupakan respons terhadap jejad pada
jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi. Respons ini dapat
ditimbulkan oleh infeksi mikroba, agen fisik, zat kimia, jaringan
nekrotik atau reaksi imun. Inflamasi bertujuan untuk menyekat serta
mengisolasi jejas, menghancurkan mikroorganisme yang menginvasi
tubuh serta menghilangkan aktivitas toksinnya, dan mempersiapkan
jaringan bagi kesembuhan serta perbaikan. Meskipun pada dasarnya
merupakam respons yang bersifat protektif, namun inflamasi dapat
pula berbahaya; respons ini dapat menyebabkan reaksi
hipersensitivitas yang bisa membawa kematian atau kerusakan organ
yang persisten serta progresif akibat inflamasi kronik dan fibrosis
yang terjadi kemudian (misalnya arthritis rheumatoid,
sterosklerosis) (Kumar et al., 2007).Inflamasi merupakan tindakan
protektif yang berperan dalam melawan agen penyebab jejas sel.
Inflamasi melakukan misi pertahanannya dengan cara melarutkan,
menghancurkan, atau menetralkan agen patologis (Kumar et al.,
2007).Fenomena yang terjadi dalam proses inflamasi meliputi
kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan
migrasi leukosit menuju jaringan radang. Tanda-tanda dari proses
inflamasi antara lain rubor, kalor, tumor, dolor, dan functio laesa
(Tanu, 2002). Rubor, kalor, dan tumor pada inflamasi akut terjadi
karena peningkatan aliran darah dan edema (Kumar et al., 2007).Saat
berlangsungnya feomena inflamasi ini banyak mediator kimiawi yang
dilepaskan secara lokal seperti histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT)
atau serotonin, faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien, dan
prostaglandin (Tanu,2002).Inflamasi dapat dibedakan menjadi akut
dan kronik. Inflamasi akut memiliki onset dan durasi lebih cepat.
Inflamasi akut dapat terjadi beberapa menit hingga beberapa hari,
ditandai dengan adanya cairan eksudasi protein plasma maupun
akumulasi leukosit neutrofilik yang dominan. Inflamasi kronik
memiliki durasi yang lebih lama (hari hingga tahun). Inflamasi
kronis dapat bersifat berbahaya. Tipe dari inflamasi kronik
ditentukan oleh peningkatan limfosit dan makrofag yang berhubungan
dengan proliferasi vaskular dan fibrosis (Kumar et al.,
2007).Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai 2 tujuan utama,
yaitu : meringankan rasa nyeri, yang sering kali gejala awal yang
terlihat dan keluhan utama yang terus menerus dari pasien dan
memperlambat atau membatasi proses perusakan jaringan. Pengurangan
inflamasi dengan NSAID sering berakibat meredanya rasa nyeri selama
periode yang bermakna.Lebih jauh lagi, sebagian besar nonopioid
analgesik mempunyai efek antiinflamasi, jadi tepat digunakan untuk
pengobatan inflamasi akut maupun kronis (Katzung, 2001).
3. Metode Uji Inflamasia. Uji eritema telingaEritema (kemerahan)
merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi. Timbulnya eritema
adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti
xilem, minyak kroton, vesikan, histamin, dan bradikinin
(Gryglewski, 1977). Eritema ini dapat diamati dua jam setelah kulit
diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode ini adalah eritema
dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesa
prostaglandin (Turner, 1965).b. Induksi udema telapak kaki
belakangPada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan
percobaan yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan
suspensi karagenin secara sublantar pada telapak kaki kiri bagian
belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat plestimometer segera
setelah injeksi (Khanna dan Sarma, 2001). Aktivitas antiinflamasi
obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udema yang diinduksi
pada kaki tikus (Vogel, 2002).Keuntungan metode ini antara lain
cepat (waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama) dan pengukuran
volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat dan objektif,
mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau visible.
Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika
penyuntikan karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin
pembentukan volume udema yang seragam pada hewan percobaan, akan
dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok
tikus yang cukup besar (Gryglewski, 1977).c. Percobaan in vitro
Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh
substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin,
prostaglandin, dan lain-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh
beberapa percobaan in vitro adalah : penghambatan ikatan reseptor
3H-bradikinin, ikatan reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis
leukosit polimorfonuklear (Vogel, 2002).
4. KarageninKaragenin merupakan senyawa iritan yang diperoleh
dari ekstrak Chondrus crispus, yang merupakan mukopolisakarida yang
disusun oleh monomer unit galaktosa sulfat. Karagenin mampu
menginduksi reaksi inflamasi yang bersifat akut, non imun, dapat
diamati dengan baik dan mempunyai reprodusibilitas tinggi (Morris,
2003).Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki
beberapa keuntungan antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak
menimbulkan kerusakan jaringan dan memberikan respon yang lebih
peka terhadap obat antiinflamasi dibanding senyawa iritan lainnya
(Siswanto dan Nurulita, 2005).Zat yang dapat digunakan untuk memicu
terbentuknya udem antara lain: mustard oil 5%, dextran 1%, egg
white fresh undiluted, serotonin kreatinin sulfat, lamda karagenin
1% yang diinduksikan secara subplantar pada telapak kaki tikus.
Karagenin ada beberapa tipe, yaitu lambda () karagenin, iota (i)
karagenin dan kappa (k) karagenin. Lambda () karagenin ini
dibandingkan dengan jenis karagenin yang lain, lambda karagenin
paling cepat menyebabkan inflamasi dan memiliki bentuk gel yang
baik dan tidak keras (Rowe et al, 2003).
5. Obat antiinflamasi Non SteroidObat antiinflamasi golongan non
steroid (OAINS) berperan sebagai antiinflamasi dengan satu atau
beberapa mekanisme, diantaranya dengan inhibisi metabolisme asam
arakidonat, inhibisi enzim siklooksigenase (COX) atau inhibisi
sintesis prostaglandin, inhibisi lipooksigenase, inhibisi sitokin,
pelepasan hormon steroid, stabilisasi membran lisosom, dan
pelepasan fosforilasi oksidatif (Kohli, dkk., 2005).Hampir semua
OAINS adalah menghambat sintesis prostaglandin dengan inhibisi
COX-1 dan COX-2. Berdasarkan pada selektifitasnya terhadap COX,
OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu: a.
Inhibitor COX nonselektif, meliputi aspirin, indometasin,
diklofenak, piroksikam, ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat; b.
Inhibitor selektif COX-2, meliputi nimesulid, meloksikam,
nabumeton, dan aseklofenak. Golongan OAINS ini bekerja secara
selektif preferential COX-2, dimana penghambatan pada COX-2 nya
tidak sekuat golongan rofecoxib sehingga tidak mengganggu fungsi
fisiologis COX-2 yang berguna pada kardiovaskular. Golongan OAINS
ini disebut aman untuk kardiovaskular (Ignatius, dkk., 2007). c.
Inhibitor sangat selektif COX-2, meliputi celecoxib, rofecoxib,
valdecoxib, parecoxib, etoricoxib dan lumiracoxib (Derle, Gujar,
dan Sagar, 2006). OAINS sangat selektif COX-2 memiliki efek samping
pada kardiovaskular, yaitu dapat meningkatkan resiko terjadinya AMI
(Acute Myocardial Infarction) karena mempunyai penghambatan yang
sangat kuat terhadap COX-2. COX-2 mempunyai fungsi fisiologis dalam
mensintesis prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator pada
pembuluh darah jantung (Ignatius dkk, 2007).
6. DiklofenakDerivat fenilasetat ini termasuk NSAID yang terkuat
daya antiradangnya dengan efek samping yang kurang keras
dibandingkan dengan obat kuat lainnya (indometasin dan
piroxicam).Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang relatif
nonselektif dan kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam
arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2002).Struktur kimia dari natrium
diklofenak adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Struktur Natrium Diklofenak (Takahashi, 2001)
E. LANDASAN TEORITanaman kembang telang diduga berkhasiat
sebagai tonikum otak yang sangat baik dan berguna untuk mengatasi
infeksi mata dan tenggorokan, penyakit kulit, gangguan urinaria,
sariawan mulut atau ulcer dan keperluan anti racun. Bunganya yang
bewarna biru dapat digunakan untuk pewarna makanan. Bunganya
direndam air panas dan diminum seperti teh utuk mengurangkan sakit
akibat ulcer mulut dan perawatan insomnia. Air rendaman bunganya
dapat digunakan untuk obat tetes mata pada penderita
konjungtivitis. Bunganya mengandung delphinidin ,3-3-5
triglucoside, dan fenol.Inflamasi merupakan tindakan protektif yang
berperan dalam melawan agen penyebab jejas sel. Inflamasi melakukan
misi pertahanannya dengan cara melarutkan, menghancurkan, atau
menetralkan agen patologis.Uji antiinflamasi dilakukan dengan
membuat udema buatan pada telapak kaki mencit jantan yang
disebabkan oleh penyuntikan karagenin sebagai senyawa iritan
kemudian diukur menggunakan jangka sorong dan dianalisis hasil
pengukurannya. Pemilihan metode ini karena mudah pelaksanannya dan
waktu terbentuknya udema dapat diselidiki.
F. HIPOTESISPemberian infusa daun teleng (Clitoria ternatea L.)
memberikan efek antiinflamasi dengan berkurangnya udema pada kaki
mencit.
G. METODE PENELITIAN1. Jenis dan rancangan penelitianPenelitian
ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni karena dilakukan
dengan adanya perlakuan dan tanpa ada penelitian sebelumnya dengan
rancangan acak pola searah. Rancangan acak pola searah digunakan
karena faktor yang diuji dalam penelitian ini hanya ada satu, yaitu
pengaruh dosis pemberian infusa bunga kembang telang (Clitoria
ternatea L.) terhadap edema pada kaki mencit yang diinduksi
karagenin dengan pengukuran jangka sorong. Penelitian menggunakan
subjek uji mencit betina galur Swiss yang diperoleh dari
Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kriteria
inklusi yaitu mencit betina, umur 2-3 bulan, berat badan lebih
kurang 25-30 gram, bergalur Swiss. Kriteria ekslusi adalah mencit
yang mati.2. Variable penelitiana. Variabel utama1. Variabel bebas
: peringkat dosis infusa bunga kembang telang2. Variabel tergantung
: penurunan lebar udema dilihat dari perbandingan kaki mencit yang
normal dengan kaki yang terinduksi karageninb. Variabel pengacau1.
Variabel yang dikendalikan : hewan uji mencit betina galur Swiss,
umur 2-3 bulan, berat badan 25-30 gram.2. Variabel yang tidak
dikendalikan : kondisi psikologis dan patofisiologis mencit.3.
Bahan penelitiana. Hewan uji Populasi : Mencit dengan jenis kelamin
betina usia 2-3 bulan, berat 25-30 gram, dan bergalur Swiss yang
diperoleh dari Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma.Sampel
: Penelitian ini menggunakan 40 ekor mencit. Sebanyak 15 ekor
mencit digunakan untuk tahap orientasi dosis dan 25 ekor mencit
untuk penelitian. Pada tahap orientasi, jumlah kelompok mencit
sebanyak lima kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari
tiga ekor mencit. Pada penelitian, jumlah kelompok mencit, sebanyak
lima kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor
mencit (n 5). b. Bunga Kembang Telang (Clitoria ternatea L.)Bunga
kembang telang (Clitoria ternatea L.) yang digunakan adalah bunga
kembang telang yang diperoleh dari salah satu tempat di Paingan,
Sleman, Yogyakarta.c. Bahan kimiaBahan-bahan kimia yang digunakan
dalam penelitian ini seluruhnya merupakan produksi Merck, Jerman
yaitu karagenin sebagai agen inflamasi, dan aquadest sebagai
kontrol yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Universitas
Sanata Dharma.
4. Alat penelitianAlat-alat yang digunakan adalah neraca
analitik, syringe dan spuit injeksi per oral, stopwatch,
seperangkat alat gelas yaitu beker gelas, pengaduk, pipet tetes,
labu takar, serta seperangkat alat pembuat sediaan infusa.
5. Tata cara penelitiana) Penyediaan simplisiaBunga kembang
telang yang diperoleh dari salah satu daerah di Sleman, Yogyakarta,
dibuat dalam bentuk sediaan.b) Pembuatan karagenin 1%Ditimbang
sejumlah karagenin dengan seksama kemudian dilarutkan dengan
larutan NaCl fisiologis dengan volume tertentu sampai diperoleh
konsentrasi karagenin 1%.c) Pembuatan infusa bunga kembang
telangBunga yang dipilih adalah bunga yang masih segar, tidak rusak
dan tidak layu. Bunga ditimbang dan dicuci bersih kemudian direbus
dengan air mendidih (100oC), kemudian didinginkan dan disaring.d)
Pembuatan inflamasiKaki mencit sebelah kiri diinduksi dengan
karagenin 1% secara subplantar (di bawah kulit telapak kaki
mencit), sedangkan kaki mencit sebelah kanan hanya disuntik
subplantar tanpa karagenin.e) Perhitungan dosis 1. Dosis
karageninJika diketahui konsentrasi karagenin yang digunakan adalah
1%, volume pemberian adalah sebesar 0.05 mL (Williamson, dkk.,
1996), dan berat badan mencit rata-rata 25 g, maka:Dosis karagenin
= = 20 mg/kgBB
2. Dosis bunga telangUji pendahuluan ini dilakukan karena tidak
ada literatur yang menyebutkan dosis terapi yang biasa digunakan di
masyarakat, di mana takarannya hanya beberapa kuntum bunga. Dalam
penelitian ini, infusa bunga telang dibuat dalam 3 peringkat
dosis.f) Penentuan kontrol negatifPada penelitian digunakan
aquadest sebagai kontrol negatif. Aquadest yang digunakan
diinjeksikan per oral 0,5 mL.g) Perlakuan pada hewan ujiDua puluh
lima ekor mencit dibagi dalam 5 kelompok masing-masing terdiri dari
5 ekor mencit. Kelompok 1 mendapat 5 ekor mencit diberi aquadest
sebagai kontrol negatif diberikan 0,5 mL secara per oral kemudian
didiamkan selama 15 menit, kemudian disuntikkan karagenin 1% secara
subplantar, didiamkan selama 1 jam dan kaki mencit yang terinduksi
karagenin diukur menggunakan jangka sorong setiap 1 jam selama 4
jam dibandingkan ukuran kaki normal dengan ukuran kaki yang
terinduksi karagenin. Kelompok 2 mendapat 5 ekor mencit diberi
Natrium diklofenak sebagai kontrol positif diberikan dengan volume
tertentu secara per oral kemudian didiamkan selama 15 menit,
kemudian disuntikkan karagenin 1% secara subplantar, didiamkan
selama 1 jam dan kaki mencit yang terinduksi karagenin diukur
menggunakan jangka sorong setiap 1 jam selama 4 jam dibandingkan
ukuran kaki normal dengan ukuran kaki yang terinduksi karagenin.
Kelompok 3 mendapat 5 ekor mencit diberi peringkat dosis I infusa
bunga kembang telang diberikan secara per oral, kemudian didiamkan
selama 15 menit, kemudian disuntikkan karagenin 1% secara
subplantar, didiamkan selama 1 jam dan kaki mencit yang terinduksi
karagenin diukur menggunakan jangka sorong setiap 1 jam selama 4
jam, dibandingkan ukuran kaki normal dengan ukuran kaki yang
terinduksi karagenin. Kelompok 4 mendapat 5 ekor mencit diberi
peringkat dosis II diberikan secara per oral kemudian didiamkan
selama 15 menit, kemudian disuntikkan karagenin 1% secara
subplantar, didiamkan selama 1 jam dan kaki mencit yang terinduksi
karagenin diukur menggunakan jangka sorong setiap 1 jam selama 4
jam, dibandingkan ukuran kaki normal dengan ukuran kaki yang
terinduksi karagenin. Kelompok 5 mendapat 5 ekor mencit peringkat
dosis III diberikan secara per oral, kemudian didiamkan selama 15
menit, kemudian disuntikkan karagenin 1% secara subplantar
didiamkan selama 1 jam dan kaki mencit yang terinduksi karagenin
diukur menggunakan jangka sorong setiap 1 jam selama 4 jam,
dibandingkan ukuran kaki normal dengan ukuran kaki yang terinduksi
karagenin.h) AnalisisAnalisis data dilakukan dengan menghitung
nilai AUC (Area Under Curve) atau kurva volume udema terhadap waktu
dan % Daya Antiinflamasinya (%DAI).Volume udema dianalisis yaitu
kenaikan volume udema (KVU) dengan rumus:% KVU =
di mana: Vo = Volume kaki sebelum disuntik karageninVt = Volume
kaki setelah disuntik karagenin
Dari data hasil pengukuran volume udema dibuat kurva hubungan
antara volume udema terhadap waktu, dilanjutkan dengan perhitungan
AUC0-4 dengan metode trapezoid, rumus:AUC0-4 =
di mana:C0-C4 = volume udema jam ke 0, 1, 2, 3, 4
Besarnya efek antiinflamasi dapat diketahui dengan menghitung %
daya antiinflamasi (% DAI). Rumus untuk perhitungan tersebut
adalah:% DAI =
di mana : AUCk = AUC rata-rata kurva volume udema terhadap waktu
pada kelompok kontrolAUCp = AUC rata-rata kurva volume udema
terhadap waktu pada kelompok perlakuan
H. Jadwal KegiatanTahapLamanya kegiatan
Bulan Ke-
123456
Persiapan
Studi Pustaka
Penelitian Laboratorium
Pengumpulan data dan Penyelesaian
Analisis data
Penyususan laporan
Daftar Pustaka
Gryglewski, R.J., 1977, Some Experimental Models for the Study
of Inflammation and Anti-Inflammatory Drugs, in I. L. Bonta, J.
Thomson, and K. Brune, Inflammation: Mechanism and Their Impact on
Therapy, Birkhaueser Verlag Basel, Rotterdam, 19-21, 59Herman,
2005, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengguna Tanaman Obat di Desa
Sukajadi, Kecamatan Tamansari di Kabupaten Bogor dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya, Skripsi, Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB, BogorIgnatius, G.E.,
Zarraga, M.D., dan Ernest, R. S., 2007, Coxibs and Heart Disease,
Journal of The American College of Cardiology, 49, 1-14.Katzung, B.
G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, diterjemahkan oleh Dripa,
S., hal. 449-471, Salemba Medika, Jakarta.Khanna N., dan Sarma,
S.B., 2001, Antiinflammatory and Analgesic Effect of Herbal
Preparation: Septilin, Indian J. Med. Sci, 55(4), 195-202.Kohli,
K., Ali, J., dan Raheman, Z., 2005, Curcumin: A natural
Antiinfammatory Agent, Indian J. Pharmacol, 37(3), 141-147.Kumar,
V., Abbas, A.K., Fausto, N. dan Mitchell R.N., 2007, Robbins Basic
Pathology, Philadelpia, Saunders Elsevier, 29, 37-41, 53-5.Malabodi
R. B., Nataraka K., 2001, Shoot Regeneration in Leaf Explants of
Clitoria ternatea L. Cultured In Vitro, Phytomorphology; 51 :
169-171.Mardjono, M., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, UI
Press, Jakarta, 209-210.Michael S.G., Kalamani A., 2003, Butterfly
Pea (Clitoria ternatea): A Nutritive Multipurpose Forage Legume for
The Topics An Overview, Pakistan Journal of Nutrition; 2 (6):
374-379.Morris, C.J., 2003, Carragenin Induced Paw Edema in The Rat
an Mouse Inflammation Protocols, Methods in Molecular Biology,
Vol.2, 115-122.Permadi, A., 2006, Tanaman Obat Pelancar Air Seni,
Penerbit Swadaya, Jakarta, 58.Rowe, C., R., Sheskey, J. P., Weller,
J. W., 2003, Handbook of Pharmaceutical Excipien, Edisi IV,
Pharmaceutical Press and American Pharmaceu, 101-103.Siswanto, A.,
dan Nurulita N.A. 2005. Daya Antiinflamasi Infus Daun Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa Scheff. Boerl) pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Jantan, Prossiding Seminar Nasional TOI XXVII, 177 181,
Batu 15 16 Maret.Tanu, I., Syarif, A., Estuningtyas, A., Setiawati,
A., Muchtar, H.A. dan Arif, A., 2002, Farmakologi dan Terapi,
Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 216-7.Turner,
R. A., 1965, Screening Method in Pharmacology, Volume I, Academic
Press, New York, 100-107,160.Utami, P., 2008, Buku Pintar Tanaman
Obat, PT Agromedia Pustaka, Jakarta, 139.Vogel H.G., 2002, Drug
Discovery & Evaluation : Pharmacological Assays, 2nd edition,
Springer, New York, 669-691, 725, 751-761.Wagner, H., 1985.
Immunostimulants from medicinal plants, In Advances in Chinese
medicinal materials research (Eds.) H.M. Chang; H.W. 133.