Top Banner
1 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga pembuatan jurnal berjudul ”Hubungan Aktivitas Pelaku dengan Pola Ruang pada Art and Culture Center Surabaya” ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Seminar Arsitektur di Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya. Penyelesaian proposal skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Abraham M. Ridjal, ST. MT selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Seminar Arsitektur, atas ilmu serta bimbingan yang telah diberikan selama penyusunan tugas akhir ini; kedua orang tua, atas kasih sayang serta dukungan moril dan materiil; serta teman-teman Jurusan Arsitektur Angkatan 2010, atas dukungan dan bantuannya. Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan jurnal ini. Karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Malang, 20 November 2013 Penyusun
43

Proposal Skripsi Felice

Jan 16, 2016

Download

Documents

Proposal Skripsi Felice
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal Skripsi Felice

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga

pembuatan jurnal berjudul ”Hubungan Aktivitas Pelaku dengan Pola Ruang pada Art and

Culture Center Surabaya” ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini diajukan sebagai

Tugas Mata Kuliah Seminar Arsitektur di Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya.

Penyelesaian proposal skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak

Abraham M. Ridjal, ST. MT selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Seminar Arsitektur, atas

ilmu serta bimbingan yang telah diberikan selama penyusunan tugas akhir ini; kedua orang

tua, atas kasih sayang serta dukungan moril dan materiil; serta teman-teman Jurusan

Arsitektur Angkatan 2010, atas dukungan dan bantuannya.

Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

jurnal ini. Karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan

ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Malang, 20 November 2013

Penyusun

Page 2: Proposal Skripsi Felice

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................................... 1

Daftar Isi ................................................................................................................................. 2

Daftar Skema .......................................................................................................................... 3

Daftar Gambar ....................................................................................................................... 4

Bab I Pendahuluan ................................................................................................................. 5

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 5

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 6

1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 7

1.4 Kegunaan ......................................................................................................................... 7

Bab II Tinjauan Teori .............................................................................................................. 8

2.1 Perilaku Dalam Arsitektur ................................................................................................ 8

2.2 Karakteristik Generasi Muda ......................................................................................... 19

2.3 Desain Bangunan .......................................................................................................... 21

2.4 Studi Komparasi ............................................................................................................ 23

Bab III Metodologi ............................................................................................................... 37

3.1 Kerangka Berpikir .......................................................................................................... 37

3.2 Pengolahan Data ........................................................................................................... 37

3.3 Metode ......................................................................................................................... 38

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 45

Page 3: Proposal Skripsi Felice

3

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Pengaruh E dan P masing-masing terhadap B ................................................... 10

Skema 2.2 Pengaruh E dan P terhadap B ............................................................................ 10

Skema 2.3 Model Hubungan Manusia dengan Lingkungannya .......................................... 12

Skema 2.4 Desain Lingkungan Siberkinetik ......................................................................... 15

Skema 2.5 Diagram Perancangan Teori Positif.................................................................... 17

Skema 2.6 Pola Awal Satu Lantai Menjadi Satu Lantai ........................................................ 25

Skema 2.7 Pola Awal Satu Lantai Menjadi Dua Lantai......................................................... 25

Skema 2.8 Pola Awal Dua Lantai Menjadi Dua Lantai ......................................................... 25

Skema 3.1 Kerangka Berpikir............................................................................................... 37

Skema 3.2 Model Pengambilan Keputusan ......................................................................... 41

Skema 3.3 Model Perancangan ........................................................................................... 42

Page 4: Proposal Skripsi Felice

4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tatanan Massa Pada Selasar Sunaryo Art Space ............................................. 32

Gambar 2.2 Pintu Masuk Selasar Sunaryo .......................................................................... 33

Gambar 2.3 Maket Studi Selasar Sunaryo ........................................................................... 34

Gambar 2.4 Ruang Dalam Selasar Sunaryo ......................................................................... 34

Page 5: Proposal Skripsi Felice

5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Generasi muda Indonesia adalah generasi yang berpotensi untuk membawa perubahan

bagi bangsa dan negara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya prestasi-prestasi yang

ditorehkan oleh para pemuda bagi Indonesia, baik di kancah nasional maupun internasional.

Prestasi yang diraih oleh para pemuda ini terdiri dari berbagai macam bidang, mulai dari

sains sampai dengan seni. Di bidang sains, ada Firman Azhari, mahasiswa Elektro ITB yang

mendapat penghargaan sebagai pemenang International Student Conference Cyber Security

lewat karya penelitian yang dilakukannya. Selain itu di bidang seni, Indonesia juga

dibanggakan oleh Tex Saverio, desain muda yang karya-karya digunakan oleh artis

internasional. Dengan banyaknya prestasi yang diraih, generasi muda merupakan potensi

besar untuk mengembangkan kemajuan negara.

Di Surabaya, kondisi generasi muda bermacam-macam. Banyak prestasi yang diraih oleh

pemuda Surabaya dalam berbagai bidang. Selain itu, generasi muda di Surabaya banyak

membuat komunitas-komunitas yang bergerak dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah

Save Street Child Surabaya yang bergerak dalam bidang pendidikan bagi anak jalanan yang

diusahakan oleh para pemuda. Ada juga Surabaya Youth Carnival, sebuah kegiatan yang

diselenggarakan oleh para pemuda untuk mengingkatkan kepedulian anak muda Surabaya

tentang berbagai isu sosial di sekitarnya.

Namun di sisi lain, banyak pula jumlah anak muda yang putus sekolah. Berdasarkan data

dari Bappeda Jawa Timur, tercatat lebih dari 6 ribu jiwa, pemuda Surabaya yang putus

sekolah di jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Para pemuda yang putus sekolah ini akhirnya

berujung dengan menjadi anak jalanan, pengamen, preman, atau pekerja kasar. Selain itu

dari data yang dikelola oleh Crisis Center Mitra Permata Hati, terdapat berbagai macam kasus

perilaku pemuda Surabaya yang menyimpang seperti merokok di usia dini, narkoba, bunuh

diri, HIV dan kehamilan dini. Hal ini merupakan permasalah pemuda Surabaya yang sampai

hari ini masih berusaha ditangani oleh pemerintah.

Page 6: Proposal Skripsi Felice

6

Pemuda dalam memajukan negara memiliki peran yang sangat penting sebagai tenaga

produktiv. Di usia 16-30 tahun, pemuda dapat menjadi sumber pemikiran untuk

mengembangkan negara di berbagai bidang seperti kewirausahaan, pendidikan, konservasi

alam, pembangunan lingkungan dan lain sebagainya. Melihat permasalahan pemuda di

Surabaya yang masih beraneka ragam, perlu adanya pembinaan bagi para pemuda untuk

memaksimalkan potensi yang dimilikinya sehingga menghasilkan kontribusi yang positif.

Terutama melihat perkembangan Surabaya hari ini yang semakin gencar menjadi kota bisnis

di kancah internasional.

Melihat kebutuhan untuk memaksimalkan potensi generasi muda di Surabaya, maka

diperlukan sebuah wadah untuk menjadi pusat pengembangan dan aktualisasi diri yang

dapat mewadahi generasi muda dengan berbagai latar belakang. Para peneliti dari Michigan

State University melakukan analisa terhadap kelompok Honors College yang lulus antara

1990 hingga 1995. Mereka menemukan, peserta yang pintar dalam sains, teknologi, teknik,

matematika, dan memiliki bisnis pribadi adalah mereka yang diajarkan seni delapan kali lebih

banyak dari anak-anak lain pada umumnya. Studi mengindikasikan, 93 persen lulusan sains

pernah rutin bermain musik, sementara orang rata-rata hanya 34 persen yang

melakukannya. Studi juga menemukan, dari mereka yang bermain musik, 42 persen yang

pandai di bidang elektronik berpeluang memperoleh paten, 30 persen yang pandai di bidang

fotografi berpeluang memperoleh penghargaan, dan yang menekuni bidang arsitektur

berpeluang 87,5 persen lebih tinggi untuk mendirikan perusahaan pribadi. Oleh karena itu,

fungsi Art and Culture Center dipilih untuk menjadi wadah yang dapat memaksimalkan

potensi generasi muda di Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan analisa hubungan aktivitas pelaku terhadap pola ruang dalam

perancangan art and culture center yang dapat mewadahi generasi muda di Surabaya

untuk mengembangkan diri?

Page 7: Proposal Skripsi Felice

7

1.3 Tujuan

Mengetahui penerapan analisa hubungan aktivitas pelaku terhadap pola ruang

dalam perancangan art and culture center yang dapat mewadahi generasi muda di

Surabaya untuk mengembangkan diri.

1.4 Kegunaan

1. Bagi perancang dan pelajar arsitektur

Memberi penjelasan mengenai pola ruang dalam art and culture center yang

dipengaruhi oleh aktivitas penggunanya, yaitu generasi muda. Selain itu juga memberi

penjelasan mengenai faktor-faktor yang menentukan dalam membuat pola ruang guna

mewadahi sasaran dalam fungsi tersebut.

2. Bagi akademisi

Sebagai wacana untuk dikemukakan para akademisi arsitektur mengenai bangunan

art and culture center sebagai wadah pengembangan diri generasi muda dengan

memperhatikan aktivitas dan karakter pelaku dalam menentukan pola ruang dalam

bangunan.

3. Bagi ilmuwan

Memberikan penjelasan mengenai analisis aktivitas pelaku yang sangat berpengaruh

dalam menentukan pola ruang dalam suatu bangunan untuk mencapai tujuan dengan

optimal.

4. Bagi Masyarakat Umum

Sebagai masukan bagi pembangunan dan pengembangan bangunan-bangunan

kesenian atau fasilitas lain yang ditujukan bagi generasi muda.

5. Bagi Pemerintah

Memberikan masukan mengenai seberapa pentingnya untuk menjaga dan

mewadahi generasi muda guna memaksimalkan potensi-potensi yang dimiliki melalui

fasilitas seni dan budaya seperti art and culture center.

Page 8: Proposal Skripsi Felice

8

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Perilaku Dalam Arsitektur

Ilmu perilaku (behavorial sciences) adalah suatu istilah bagi pengelompokan yang

mempunyai cakupan luas. Termasuk di dalamnya antroplogi, sosiologi, dan psikologi.

Kadang kala ilmu politik atau ekonomi juga digolongkan ke dalam kelompok ilmu perilaku.

Semuanya adalah bidang ilmu yang bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai

kegiatan manusia, sikap, dan nilai-nilai.

1. Pengertian Perilaku

Setelah psikologi berkembang luas dan dituntut mempunyai ciri-ciri suatu disiplin

ilmu pengetahuan maka jiwa dipandang terlalu abstrak. Sementara itu, ilmu

pengetahuan menghendaki objeknya bias diamati, dicatat dan diukur.

Hal ini membawa J.B. Watson (1878-1958) memandang psikologi sebagai ilmu yang

mempelajari tentang perilaku karena perilaku lebih mudah diamati, dicatat dan diukur.

Arti perilaku mencakup perilaku yang kasatmata seperti makan, menangis, memasak,

melihat, bekerja, dan perilaku yang tidak kasatmata seperti fantasi, motivasi, dan proses

yang terjadi pada waktu seseorang diam atau secara fisik tidak bergerak.

Sebagai objek studi empiris, perilaku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

- Perilaku itu sendiri kasatmata, tetapi penyebab terjadinya perilaku secara langsung

mungkin tidak dapat diamati.

- Perilaku mengenal berbagai tingkatan, yaitu perilaku sederhana dan stereotip,

seperti perilaku binatang bersel satu, perilaku kompleks seperti perilaku social

manusia; perilaku sederhana seperti refleks, tetapi ada juga yang melibatkan proses

mental biologis yang lebih tinggi.

- Perilaku bervariasi dengan klasifikasi: kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang

menunjuk pada sifat rasional, emosional, dan gerakan fisik dalam berperilaku.

- Perilaku bias disadari dan bias juga tidak disadari.

Page 9: Proposal Skripsi Felice

9

2. Latar Belakang Ilmu Perilaku-Lingkungan

Dalam sejarahnya, studi ini kembali ke bidang psikologi, tetapi bukan bagian inti dari

pendalaman psikologi. Secara historis merupakan bagian dari program social untuk

kesejahteraan masyarakat dan fokusnya adalah hubungan saling menunjang Antara

manusia sebagai individu ataupun kelompok dan lingkungan fisiknya, untuk

meningkatkan kehidupan melalui kebijakan perencanaan dan perancangan (Moore

dalam Laurens, 1976).

Dua orang tokoh yang mengawali studi ini adalah Kurt Lewin (1890-1947) dan Egon

Brunswik (1903-1955). Brunswik yang dilahirkan di Budapest dan dibesarkan di Vienna,

percaya bahwa lingkungan fisik mempengaruhi manusia tanpa manusia sendiri

menyadarinya. Seperti pengaruh lampu TL terhadap kepuasan kerja seseorang pekerja

atau produktivitasnya meskipun ia sendiri tidak menyadarinya. Apabila lingkungan

sungguh mempengaruhi manusia secara psikologis, diyakininya hal ini dapat dipelajari

secara sistematis. Brunswik inilah orang pertama yang menggunakan istilah psikologi-

lingkungan.

Kurt Lewin seorang penganut psikologi Gesalt, yang dilahirkan di Prussia dan

menjalani pendidikan di Jerman, merupakan salah seorang tokoh yang pertama kali

memberi pertimbangan terhadap pengaruh lingkungan fisik pada perilaku manusia. Ia

menekankan adanya pandangan individual mengenai lingkungan. Ia membimbing banyak

penelitian dan studi-studi mengenai perubahan social. Ia membuat rumusan bahwa

tingkah laku (B=behavior) merupakan fungsi dari keadaan pribadi seseorang (P=person)

dan lingkungan tempat orang itu berada (E=environment) atau B = f (P,E).

Sementara itu, kaum nativis beranggapan bahwa factor manusialah (factor P) yang

berperan dalam menentukan tinglah laku manusia sehingga apabila P bersifat x (Px) maka

tingkah laku orang itu menjadi x pula (Bx). Demikian pula Py akan menimbulkan By.

Seperti seseorang memiliki sifat pemarah akan marah dalam situasi menghadapi

kesulitan. Sementara itu seorang penyabar akan bertambah sabar dalam menghadapi

kondisi serupa.

Di pihak lain, kaum empiris berpendapat bahwa factor lingkunganlah (factor E) yang

menentukan sehingga Ex akan menimbulkan Bx dan Ey menghasilkan By. Misalnya, jika

Page 10: Proposal Skripsi Felice

10

sesorang dimarahi maka ia akan merasa tidak senang, sedangkan apabila ia dipuji, ia akan

merasa senang.

Setelah era Lewin, kedua factor itu dianggap sama penting, tetapi fokusnya tetap

pada pengaruh E dan P masing-masing terhadap B. Perkembangan selanjutnya muncul

teori psikologi kognitif, yaitu hubungan E dan P dalam proses kognisi manusia lebih

mendapat perhatian (skema 2.2).

Murid-murid mereka, seperti Roger Barker dan Herbert Wright, mengembangkan

bidang studi itu. Kemudian, dikenal dengan teori psikologi ekologis dan melahirkan

konsep mengenai tata perilaku sebagai suatu unit sosiofisik dalam skala kecil yang

mencakup aturan-aturan social dan aspek ruang fisik dalam kehidupan sehari-hari dan

membentuk pola perilaku tertentu. Konsep ini menekankan adanya pola perilaku yang

bisa kita temui di sebuah restoran atau di sebuah pertandingan bola. Meskipun ada

variasi dalam tingkah laku individu, pola perilaku yang terjadi tetap sama.

Kemudia konsep ini dikembangkan oleh Wicker (1987 dalam Laurens, 2004) yang

mengatakan bahwa tata perilaku ini bukanlah suatu entitas yang statis, melainkan

dilahirkan, tumbuh, beradaptasi, berjuang, dan kemudian mati.

Pada akhir tahun 1950-an, Robert Sommer dan Humphrey Osnond, mulai melakukan

perubahan-perubahan elemen fisik secara sistematis pada bangunan-bangunan di

Sumber: Laurens, 2004

Sumber: Laurens, 2004

Page 11: Proposal Skripsi Felice

11

Kanada dan melakukan pengamatan bagaimana perubahan itu berpengaruh terhadap

perilaku manusia. Pada masa itu pula Robert Sommer mulai melakukan studi mengenai

ruang personal. Di New York, William Ittelson dan Harold Proshansky mengembangkan

psikologi pasien di rumah sakit mental.

Konferensi pertama yang kemudia melahirkan psikologi arsitektur diadakan di

Universitas Utah tahun 1961 dan 1966. Kemudian, mulai muncul jurnal ilmiah yang

membahas mengenai perilaku dan lingkungan (seperti Journal of Environmental

Psychology, sehak 1981, dan tahun 1987 terbit Handbook of Environmental Psychology)

dan bidang ilmu ini semakin mendapat pengakuan dengan dibentukknya organisasi

perilaku lingkungan yang rutin melakukan pertemuan tahunan sejak tahun 1960.

Dalam perjalanan perkembangan ilmu perilaku-lingkungan ini banyak dilakukan

penelitian dan pengembangan teori. Akan tetapi, tidak ada satu pun teori yang dianggap

dapat menjawab semua permasalahan dalam psikologi lingkungan. Berbagai model

ditawarkan untuk menggambarkan kompleksitas hubungan manusia dengan

lingkungannya. Salah satu model tersebut sebagai berikut:

3. Hubungan Manusia dan Lingkungan

Beberapa masalah muncul bersamaan dengan ideology gerakan arsitektur modern.

Ini disebabkan rancangan dibuat sebagai manifestasi dari prinsip-prinsip desain, tetapi

Sumber: Laurens, 2004

Skema 2.3 Model Hubungan Manusia dengan

Lingkungannya

Page 12: Proposal Skripsi Felice

12

tidak berperan dalam memenuhi tuntutan gaya hidup. Misalnya, pada kasus proyek

Pruitt-Igoe, St. Louis, yang demikian terkenal. Ketika dibangun, 43 gedung apartemen ini

disambut sebagai “karya cemerlang pada cakrawala kota, dengan harapan baru bagi

kaum miskin di kota ini”. Namun, lima belas tahun kemudian bangunan ini didinamit

dengan sengaja oleh para sponsornya sehingga rata dengan tanah sebagai pengakuan

atas kegagalannya yang membawa malapetaka. Menajdi model perumahan yang nyaman

dengan uang sewa murah, proyek ini justru menjadi sarang penjahat dan perusuh.

Apartemen yang direncanakan sebagai tempat berlindung yang nyaman dan aman bagi

kaum miskin kemudian menjadi pangkalan yang penuh terror di atas tanah tak bertuan.

Halaman rumput yang direncanakan sebegai tempat bermain bagi anak-anak ternyata

berserakan sampah, kaleng bir, dan kotoran manusia. Akhirnya, Pruitt-Igoe harus

dibongkar karena perencanaannya tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat

penggunanya.

Desain arsitekturnya membuat apartemen ini menjadi seperti penjara. Lift hanya

berhenti pada setiap tiga lantai sehingga terciptalah perangkap pada lantai-lantai di

antaranya. Akibatnya perampok dan pemerkosa dapat memanfaatkan ujung tangga dan

ruangan tangga yang gelap untuk melakukan perbuatan kriminalnya. Bangunan ini benar-

benar menjadi tempat yang tidak aman.

Demikian pula yang terjadi pada rancangan unit lingkungan di Chandigarh, India, yang

terasa tak bermakna kecuali sebagai penanda lokasi. Dikarenakan taman kota sepi dan

tidak menunjang gaya hidup pemakainya. Chandigarh, dirancang oleh arsitek Le

Corbusier sesuai dengan gagasan-gagasan baru dalam perencanaan kota barat modern,

yang memperhatikan kebutuhan manusia akan cahaya, ruang dan udara segar. Namun,

yang tidak dipertimbangkan dalam perencanaan tersebut adalah pola hidup di kota India

lama. Masyarakatnya lebih suka berjubel daripada berada di ruang lengang dan lebih

menyukai penataan fasilitas ala India daripada ala Eropa.

Alexander mengatakan bahwa karya arsitektur modern adalah karya tidak “nyata”,

sebab dipertanyakan apakah memang orang ingin dan menikmati tinggal di sebuah

rumah kaca dan baja, atau semua itu lebih sebagai usaha untuk membuktikan bahwa ia

mengerti arsitektur modern?

Page 13: Proposal Skripsi Felice

13

Dengan munculnya arsitektur post-modern, meningkatlah kepedulian akan nuansa

simbolis dari lingkungan binaan. Tetapi, hanya ada sedikit kepedulian terhadap hal-hal

kemanusiaan atau bagaimana orang mengalami makna-makna simbolis dari lingkungan

di sekitarnya, atau apa pentingnya makna tersebut bagi masyarakat pengguna. Berbagai

kritik yang muncul dalam beberapa decade terakhir ini menengarai lemahnya dasar teori

arsitektur dari para praktisi arsitektur, lemahnya pengetahuan mereka mengenai

hubungan lingkungan dengan perilaku manusia berpengaruh pada karya desain mereka.

Kurangnya model manusia debagai dasar bagi ideology arsotektur mengakibatkan

munculnya kesalahpahaman mengenai hubungan Antara manusia dengan

lingkungannya/ dalam desain dikenal hubungan berdasarkan model hubungan stimulus-

respons (S-R) anatara lingkungan dan perilaku manusia. Dalam model ini lingkungan

dianggap sebagai stimulus dan perilaku manusia sebagai respons. Akibatnya, timbul

anggapan seakan-akan arsitektur dapat secara langsung menentukan perilaku manusia

melalui bentuk desain.

Anggapan ini merupakan suatu kesimpulan yang keliru karena dalam hal ini

oraganisasi social tidak diperhitungkan sama sekali. Jika pun diperhitungkan, dianggap

sebagai sesuatu yang pasti dan menetap. Sesungguhnya, arsitektur menciptakan

suasana, membentuk ruang kegiatan, yang menjadi salah satu fasilitator atau penghalang

perilaku. Akan tetapi, arsitektur sendiri tidaklah menentukan terbentuknya perilaku.

Kini telah banyak disadari bahwa variable social lebih berperan daripada factor

arsitektur dalam pembentukan pola social. Jelaslah bahwa kemungkinan perilaku

manusia – spasial, kognitif, ataupun emosional merupakan suatu fungsi yang kompleks

dari kebiasaan dan maksud seseorang. Seperti juga halnya factor lain yang dianggap

pemicu perilaku seseorang.

Dalam proses arsitektur yang kreatif, empat dimensi studi perilaku-lingkungan, yaitu

manusia, perilaku, lingkungan dan waktu merupakan hal yang mendasar.

4. Pendekatan Desain

Berikut adalah pendekatan desain yang digunakan dalam teori arsitektur yang

mempertimbangkan manusia sebagai suatu entitas spiritual, bukan hanya sebagai entitas

fisik, agar hasil desain dapat mencapai sasaran yang dituju.

Page 14: Proposal Skripsi Felice

14

1. Cybernetics

Sistem pendekatan desain lingkungan sibernetik menekankan perlunya

mempertimbangkan kualitas lingkungan yang dihayati oleh pengguna dan pengaruhnya

bagi pengguna lingkungan tersebut. Pendekatan ini secara holistic mengaitkan berbagai

fenomena yang mempengaruhi hubungan antara manusia dan lingkungannya, termasuk

lingkungan fisik dan social.

Desain lingkungan sibernetik dapat menjadi wahana untuk mengubah dampak

negative dari perencanaan lingkungan yang berwawasan sempit, menjadi lingkungan

yang dapat mempunyai kualitas sebagai ruang tempat berhuni yang nyaman.

Foester (1985 dalam Laurens, 2004) menjelaskan bahwa dalam system pendekatan

sibernetik yang merupakan pendekatan multi-disiplin, dibuat evaluasi perbandingan

antara apa yang dihayati atau dialami pengguna dengan apa yang menjadi kriteria kinerja

yang diinginkan atau yang menjadi sasaran klien ataupun yang disusun secara eksplisit

oleh arsitek. Proses umapan balik ini bertujuan memberi koreksi sebagai hasil evaluasi

bagi perencanaan.

Skema 2.4 Desain lingkungan sibernetik

Untuk itu dibuatlah pengelompokan-pengelompokan seperti berikut ini.

a. Keinginan klien, dikelompokkan ke dalam tiga tingkat kinerja sejalan dengan

kebutuhan pengguna, yaitu tingkat kesehatan atau keselamatan dan keamanan,

tingkat fungsi dan efisiensi, dan tingkat kenyamanan dan kepuasan psikologis.

b. Elemen-elemen yang termasuk dalam kerangka penghunian, yaitu bangunan atau

setting. Pengertian setting di sini dapat disamakan dengan tata perilaku (behavior

Sumber: Laurens, 2004

Page 15: Proposal Skripsi Felice

15

setting) dari Barker (1968; dalam Laurens, 2004) atau tempat-tempat archetypal

yang diuraikan oleh Spivak (1973; dalam Laurens, 2004)

c. Penghuni, dibedakan berdasarkan siklus kehidupan, misalnya anak-anak, remaja,

orang tua, atau penyandang cacat fisik dan cacat mental. Masing-masing kelompok

mempunyai kebutuhan tersendiri.

d. Kebutuhan lain seperti kebutuhan budaya dan adat.

Tujuan pembedaan ini untuk mengetahui serinci mungkin kebutuhan lingkungan

yang harus dipenuhi, yaitu dengan mengetahui bagaimana pribadi yang berbeda beraksi

berbeda pul terhadap lingkungan yang beragam (misalnya perbadaan perilaku penghuni

dan pengunjung apartemen bertingkat banyak dengan sebuah rumah tinggal).

Dengan demikian, kerangka penghunian ini dapat menghubungkan lingkungan fisik

dengan manusia penggunak dan kebutuhannya secara lebih tepat atau lebih sesuai.

2. Teori Posistif

Teori positif merupakan suatu proses kreatif yang mencakup pembentukan struktur

konseptual, baik untuk menata maupun untuk menjelaskan hasil suatu pengamatan.

Tujuannya adalah agar struktur ini dapat digunakan untuk menjelaskan apa yang terjadi

dan membuat prediksi mengenai apa yang mungkin akan terjadi.

Nilai dari teori positif ini bergantung pada kekuatan penjelasan dan prediksinya.

Teori-teori yang berhasil adalah teori yang sederhana, tetapi mampu

menggeneralisasikan fenomena dunia dan dalam penggunaannya dapat membantu kita

melakukan prediksi dengan akurat. Hal ini memungkinkan seseorang mendapatkan

sejumlah pernyataan deskriptif dari sebuah pernyataan yang sederhana.

Dalam perancangan, salah satu fungsi teori positif adalah meningkatkan kesadaran

mengenai perilaku mana dalam lingkungan yang penting bagi manusia sehingga dalam

pengambilan keputusan desain, hal tersebut tidak luput menjadi bahan pertimbangan.

Kalau semula hal tersebut disimpulka secara intuitif, seperti prinsip teriteriolitas, yang

sesungguhnya merupakan perilaku yang diperlihatkan oleh setiap orang, tetapi dalam

desain seringkali diabaikan atau tidak diperhatikan secara sadar. Oleh karena itu, dengan

teori positif berbagai isu ini dapat didiskusikan dengan jelas dan gambling sehingga dapat

menjembatani celah yang ada Antara rancangan yang intuitif dan ketidak sadaran akan

Page 16: Proposal Skripsi Felice

16

perilaku yang penting bagi manusia karena berbagai aspek dalam desain dapat dijelaskan

secara eksplisit.

Berbeda dengan teori normative yang berangkat dari consensus tentang segala

sesuatu yang disepakati untuk waktu tertentu atau tentang patokan apa yang seharusnya

dilakukan, sebah teori positif akan memperhiyungkan adanya pengalaman dari

beragamnya karakter manusia yang mengakibatkan beragam pula bentuk tuntutan akan

lingkungan fisik.

Skema 2.5 Diagram Perancangan Teori Positif

3. Perilaku sebagai pedekatan

Pendekatan perilaku menekankan keterkaitan diakletik antara ruang dengan manusia

atau masyarakat yang menghuni atau memanfaatkan ruang tersebut. Pendekatan ini

menekankan perlunya memahami perilaku manusia atau masyarakat dalam

memanfaatkan ruang. Ruang dalam pendekatan ini dilihat mempunyai arti dan nilai yang

plural dan berbeda, tergantung tingkat apresiasi dan kognisi individu-individu yang

menggunakan ruang tersebut. Dengan kata lain, pendekatan ini melihat bahwa aspek-

aspek norma, kultur, psikologi masyarakat yang berbeda akan menghasilkan konsep dan

wujud ruang yang berbeda (Rapoport, 1977; dalam Haryadi, 2010). Karena

Sumber: Laurens, 2004

Page 17: Proposal Skripsi Felice

17

penekanannya lebih pada interaksi manusia dengan ruang, pendekatan ini cenderung

menggunakan istilah seting daripada ruang.

Secara konseptual, pendekatan perilaku menekankan bahwa manusia merupakan

makhluk berpikir yang mempunyai persepsi dan keputusan dalam interaksinya dengan

lingkungannya. Konsep ini dengan demikian meyakin bahwa interaksi antara manusia

dengan lingkungan tidak dapat diintepretasikan secara sederhana dan mekanistik,

melainkan kompleks dan cenderung dilihat sebagai sesuatu yang “probabilistic”. Di dalam

interaksi yang kompleks ini, pendekatan perilaku mengenalkan apa yang disebut sebagai

proses kognitif, yakni proses mental tempat orang mendapatkan, mengorganisasikan,

dan menggunakan pengetahuannya untuk memberi arti dan makna terhadap ruang yang

digunakannya.

Secara umum, pendekatan studi perilaku mulai mendapatkan momentum yang

menarik dan penting, ketika beberapa disiplin ilmu terutama psikologi, geografi, social

dan perancangan secara kolektif bekerja sama dan saling berbagi ilmu pengetahuan

untuk menguak kompleksitas hubungan antara lingkungan dan perilaku.

Makna dapat juga mempengaruhi perilaku manusia. Reaksi manusia terhadap

lingkungannya tergantung makna yang ditangkap manusia dari lingkungannya. Manusia

menyukai atau tidak menyukai terhadap suatu lingkungan yang dapat berupa kota,

kampong, rumah atau ruang, tergantung dari makna lingkungan tersebut. Ditinjau dari

teori, pendekatan makna dapat dilakukan dengan tiga macam pendekatan yaitu

pendekatan semiotik, simbolik, dan komunikasi non verbal. Pendekatan semiotic adalah

pendekatan studi tentang pertanda yang terdiri dari tiga hal yaitu pertanda tersebut, apa

yang menjadi acuan (makna) dari tanda tersebut, dan apa pengaruhnya terhadap

manusia yang nampak dalam perilakunya. Tiga komponen dari semiotic adalah sintak,

semantik, dan pragmatik. Sintak adalah hubungan antara pertanda dalam satu sistem

pertanda. Semantik adalah hubungan antara pertanda dengan sesuatu yang diwakilinya,

yang menjelaskan makna pertanda tersebut. Pragmatik menggambarkan hubungan

pertanda dengan perilaku manusia.

Page 18: Proposal Skripsi Felice

18

Perilaku manusia dapat juga dipelajari melalui pendekatan simbolik. Simbol adalah

unsur khusus suatu lingkungan binaan yang dapat diintepretasikan artinya melalui latar

belakang budaya manusia.

2.2 Karakteristik Generasi Muda

1. Definisi Generasi Muda

Generasi muda adalah suatu masa di mana:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak

menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang

rekatif lebih mandiri (Muangman, 1980: 9; dalam Sarwono, 2010)

Di Indonesia generasi muda digolongkan menggunakan batasan usia antara 11-24 tahun

dan belum menikah dengan pertimbangan-pertimbangan berikut:

1. Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai

tampak (kriteria fisik).

2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balig, baik menutut

adat maupun agama, sehingga tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak

(kriteria sosial).

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti

tercapainya identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan

tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (kriteria psikologis).

4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi

mereka yang samapi batas usia tersebut masuk menggatungkan diri pada orang tua,

belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa.

2. Seni Sebagai Strategi Kreatif Membentuk Karakter Generasi Muda

Anak muda pada dasarnya berada dalam sebuah fase dalam hidup mereka yang

didalamnya mereka melakukan eksperimen dengan berbagai kognisi baru dan kompleks.

Page 19: Proposal Skripsi Felice

19

Mereka telah mampu untuk berpikir secara lebih abstrak dan akibatnya, umumnya

mampu memahami dan menggunakan simbol, metafora, dan berbagai bentuk

representasi kreatif lainnya. Banyak anak muda menggunakan metode artistik untuk

mengekspresikan diri mereka dan menyampaikan makna hidup mereka kepada orang

lain. Sebagai contoh, kita sering melihat anak muda membuat sketsa atau grafiti untuk

mengekpresikan diri mereka, melepaskan emosi, dan menyampaikan pesan kepada

orang lain.

Seni visual tidaklah menakutkan bagi kebanyakan anak muda dan menyediakan

sebuah cara bagi mereka untuk mengeskpresikan pemikiran, perasaan dan gagasan.

Melukis dapat membuat mereka mampu mengeluarkan pemikiran atau perasaan,

dengan menempatkan mereka dalam sebuah gambar, sehingga semua pemikiran atau

perasaan tersebut dapat diamati secara terpisah dari diri mereka sendiri.

Dalam berlangsungnya proses untuk mengenal anak muda, karya seni bisa menjadi

sumber informasi yang berharga dalam hubungannya dengan isu dan masalah mereka

saat itu. Seni memungkinkan seorang anak muda untuk membuat pernyataan yang keras

yang mungkin dalam pandangan sosial bisa diterima atau tidak diterima sama sekali.

Selain itu seni juga dapat digunakan untuk mengembangkan pemahaman anak

muda terhadap diri mereka sendiri. beberapa strategi berikut ini dapat bermanfaat

dalam membuat anak muda mampu mendapatkan pemahaman pribadi:

- Menggambar pohon buah untuk merepresentasikan diri

- Menggambar potret diri.

Masih banyak lagi cara untuk menggunakan seni sebagai strategi dalam

mengembangkan dan membentuk karakter anak muda, termasuk juga seni oeran. Seni

peran dapat digunakan untuk beberapa tujuan yaitu:

- Untuk mendapatkan sebuah pemahaman tentang peran dan hubungan.

- Untuk dapat bersentuhan dengan perasaan.

- Untuk mengekplorasi berbagai bagian diri.

- Untuk menetapkan pilihan.

- Untuk mengeksternalisasi kepercayaan atau perasaan.

- Untuk mempraktikkan dan melakukan eksperimen pada perilaku baru.

Page 20: Proposal Skripsi Felice

20

2.3 Desain Bangunan

1. Bangunan Kebudayaan dan Kesenian

Kebudayaan harus selalu diperkenalkan agar kebudayaan yang sudah ada tidak

hilang melainkan terus dipelihara dan dikembangkan. Untuk memperkenalkannya

dibutuhkan suatu wadah, dimana wadah tersebut dipakai untuk memperkenalkan

hasil-hasil kebudayaan yang baik. Dan hasil kebudayaan yang diperkenalkan tersebut

harus dapat memberikan kepuasan emosionil. Wadah tersebut sering kita sebut

sebagai bangunan kebudayaan. Atau lebih jelasnya, Bangunan Kebudayaan adalah

wadah untuk menampilkan hasil karya manusia yang baik, terpilih dan teratur kepada

masyarakat secara langsung, dalam rangka memperkenalkan, memelihara dan

mengembangkan kebudayaan, yang pelaksanaannya dilakukan secara teratur,

terencana, serta dikelola dan terus menerus. Berdasarkan ketiga wujud kebudayaan,

yaitu :

- Wujud pertama: Ide

Sifatnya abstrak, lokasinya ada di dalam alam pikiran dari warga masyarakat

dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat tadi

menyatakan gagasan mereka dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideel

berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat

yang bersangkutan. Sekarang kebudayaan ideel juga banyak terdapat dalam disk,

tape, arsip, koleksi microfilm dan microfish, kartu komputer, silinder dan tape

komputer .

- Wuiud kedua : tata laku berpola

Sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.

Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi,

berhubungan menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan tata kelakuan.

Kebudayaan tata laku terdapat dalam tarian, drama, musik dan nyanyian.

Page 21: Proposal Skripsi Felice

21

- Wujud ketiga: materiil

Sering disebut kebudayaan fisik, berupa seluruh hasil fisik dari aktivitas manusia

dalam masyarakat, sifatnya konkrit dan berupa benda-benda. Kebudayaan fisik

(materiil) terdapat dalam bentuk barang-barang rumah tangga, lukisan, patung,

photo dan sebagainya. Yang disampaikan kepada masyarakat, terutama dengan cara

audio visual.

Dengan demikian terdapat tiga kelompok bangunan kebudayaan, yaitu :

1. Kelompok bangunan kepustakaan :

kelompok bangunan yang menampilkan bahan-bahan pustaka (rekaman,

terbitan, cetakan, tulisan dan sebagainya).

2. Kelompok bangunan pagelaran :

kelompok bangunan yang menampilkan aktivitas gerakan berpola (tarian, drama,

musik, nyanyian dan sebagainya)

3. Kelompok bangunan pameran :

kelompok bangunan yang menampilkan benda-benda yang mempunyai arti

dalam kehidupan manusia (barang seni, alat produksi, peninggalan sejarah, dan

sebagainya).

2.4 Studi Komparasi

Studi Komparasi 1

Pengaruh Kegiatan Berdagang Terhadap Pola Ruang-Dalam Bangunan Rumah Toko

Di Kawasan Pecinan Kota Malang

(Aryanti Dewi, Antariksa, San Soesanto)

1.1 RESUME

Dalam tata ruang Kota Malang, kawasan Pecinan sering menjadi pusat

perkembangan karena merupakan pusat perdagangan yang ramai. Kawasan ini

memiliki kepadatan bangunan yang sangat tinggi dengan sebutan rumah-toko.

Ciri khas dari rumah-toko ini adalah sempit dan memanjang ke belakang dengan

Page 22: Proposal Skripsi Felice

22

lantai bertingkat. Ciri bangunan ini sesuai untuk memanfaatkan lahan yang

sempit.

Namun mengikuti perkembangannya, nama Pecinan yang seharusnya berarti

kawasan yang dihuni oleh orang Cina, saat ini sudah tidak terlihat lagi fungsi

huniannya. Pada awalnya kegiatan berdagang dilayani sepenuhnya oleh penjual.

Namun saat ini banyak muncul swalayan di mana pembeli bisa memilih sendiri

barang-barang kebutuhannya. Perubahan aktivitas antara penjual dan pembeli ini

berpengaruh pada pola ruang-dalam pada bangunan rumah-toko. Pada mulanya

perubahan hanya terjadi pada sebagian kecil ruang yang digunakan untuk etalase,

namun kemudian semakin meluas sehingga ruang dengan fungsi hunian tergeser

dan berubah menjadi fungsi dagang.

Pola ruang bangunan rumah-toko ikut berubah karena berubahnya aktivitas yang

ada di dalamnya, sehingga pola rumah toko tidak berfungsi sebagai hunian dan

dagang, namun lebih mengarah ke fungsi dagang saja.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana perubahan

pola ruang dalam pada bangunan rumah-toko di Pecinan Malang sampai saat ini

dan faktor kegiatan berdagang apa saja yang mempengaruhi perubahan pola

ruang dalam pada bangunan rumah-toko.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bangunan

rumah-toko masyarakat Cina, sehingga akan diketahui karakteristik perubahan

pola ruang dalam bangunan rumah-toko dan menganalisa faktor-faktor kegiatan

berdagang yang berpengaruh pada pola ruang dalam bangunan rumah-toko.

1.2 METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuanitatif

dengan meneliti perubahan pola ruang dalam bangunan ruko lewat gambar atau

pengamatan langsung dan interview dengan penghuni untuk menggali data

Page 23: Proposal Skripsi Felice

23

dokumenter. Perubahan dilihat dengan membandingkan gambar awal dengan

gambar terakhir. Pengamatan perubahan menggunakan sampel denah yang telah

terkumpul. Klasifikasi tingkat perubahan dihitung berdasarkan jumlah perubahan

ruang-ruang yang ada dalam sebuah bangunan, menjadi 5 kalasifikasi yatitu: (1)

tidak berubah, (2) perubahan kecil, (3) perubahan sedang, (4) perubahan besar

dan (5) berubah total.

1.3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Perubahan Pola Ruang-Dalam

Pola perubahan dalam rumah-toko diklasifikasikan menjadi 3 macam pola

perubahan, yaitu:

1. Pola awal merupakan bangunan satu lantai mengalami perubahan pola ruang

namun tetap satu lantai.

Skema 2.6 Pola Awal Satu Lantai Menjadi Satu Lantai

2. Pola awal merupakan bangunan satu lantai mengalami perubahan pola ruang

dan menjadi dua lantai.

Skema 2.7 Pola Awal Satu Lantai Menjadi Dua Lantai

Page 24: Proposal Skripsi Felice

24

3. Pola awal merupakan bangunan dua lantai mengalami perubahan pola ruang

namun tetap dua lantai.

Skema 2.8 Pola Awal Dua Lantai Menjadi Dua Lantai

Perubahan ruang-ruang yang terdapat pada rumah-toko akibat berubahnya aktivitas

perdagangan adalah sebagai berikut:

1. Ruang Hunian

- Ruang keluarga

Dari 60 bangunan yang diteliti, 53 diantaranya memiliki ruang keluarga. Sekarang

hanya ada 9 bangunan yang masih memiliki ruang keluarga.

- Ruang tamu

Dari 60 bangunan, 48 di antaranya memiliki ruang tamu. Sekarang hanya 2

bangunan yang masih memiliki ruang tamu.

- Ruang altar

Dari 60 bangunan, 17 di antaranya memiliki ruang altar. Sekarang hanya 16

bangunan yang masih memiliki ruang altar.

- Ruang cuci

Dari 60 bangunan, 21 di antaranya memiliki ruang cuci. Sekarang hanya 10

bangunan yang masih memiliki ruang cuci.

- Ruang dapur

Dari 60 bangunan, 57 di antaranya memiliki ruang cuci. Sekarang hanya 35

bangunan yang masih memiliki ruang cuci.

Page 25: Proposal Skripsi Felice

25

- Ruang jemur

Dari 60 bangunan, 22 di antaranya memiliki ruang jemur. Sekarang hanya 12

bangunan yang masih memiliki ruang jemur.

- Ruang karyawan

Dari 60 bangunan, ada 6 yang memiliki ruang karyawan. Saat ini ada 38

bangunan yang telah menyediakan ruang karyawan.

- Ruang makan

Dari 60 bangunan, 32 diantaranya memiliki ruang makan. Sekarang hanya 9

bangunan yang masih memiliki ruang makan.

- Kamar mandi

Seluruh bangunan yang diteliti awalnya menyediakan kamar mandi. Sekarang

ada 3 bangunan yang tidak menyediakan ruang mandi.

- Ruang tidur

Dari 60 bangunan, 58 di antaranya memiliki kamar tidur. Sekarang hanya 34

bangunan yang masih menyediakan ruang tidur.

- Ruang kerja

Dari 60 bangunan, 56 di antaranya memiliki ruang kerja. Sekarang hanya ada 1

bangunan yang menyediakan ruang kerja.

- Gudang

Dari 60 bangunan, tidak ada yang memikiki gudang.

- Toko

Rata-rata luas toko pada kondisi awal adalah 33,625 ± 15,283 m2 dengan luas

minimal sebesar 12 m2 dan luas maksimal sebesar 72 m2. Sekarang luas minimal

toko sebesar 16 m2 dan luas maksimal sebesar 127 m2.

Page 26: Proposal Skripsi Felice

26

Analisis Faktor Kegiatan Berdagang Penyebab Perubahan

Terdapat beberapa kegiatan berdagang yang menimbulkan perubahan pola

ruang, antara lain:

- pola pelayanan

- jenis materi yang dijual

- jenis toko

Studi Komparasi 2

JUDUL: Karakter Atraktif Dalam Perancangan Taman Petualangan Anak (Hastuti

Saptorini dan Renata Heryawati Hess)

RESUME

Dalam desain arsitektur ada lima aspek yang harus di penuhi, yaitu fungsi, sosial,

kebutuhan fisik, fisiologis, dan psikologis. Sedangkan taman petualangan anak

merupakan bangunan pendidikan anak melalui permainan tantangan untuk melatih

keterampilan anak dalam menghadapi tantangan.

Fasilitas ini diperuntukkan untuk anak usia 1-12 tahun. Ragam permainan dalam

taman petualangan ini adalah individu dan komunal, dengan permainan komunal

yang lebih dominan.

Diharapkan taman petualangan anak ini mampu memberikan fasilitas yang

mampu membangun mental anak melalui tantangan, sambil berolahraga yang

rekreatif. Ada empat hal yang dituntut dalam fasilitas ini, yitu nilai alami, nilai

tantangan, menyenangkan, dan bermakna. Dengan berdassar pada empat hal

tersebut, taman bermain anak ini dirancang “seolah-olah” berada di alam bebas.

Kemudian karena sasaran taman petualangan ini adalah anak-anak maka estetika dan

desain yang digunakan dalam lansekap, interior, dan tampilan bangunan disesuaikan

dengan apa yang disenangi anak-anak sebagai pembangkit imajinasi mereka.

METODE

Penelitian ini menyentuh persoalan hubungan antara manusia, lingkungan, dan

perilaku, yang secara metodologis, substansi akan dikaitkan atas dasar paradigma

Page 27: Proposal Skripsi Felice

27

rasionalistik dengan pendekatan fenomenologis. Model pendekatan ini menekankan

pada pemahaman yang holistik terhadap suatu fenomena yang pada akhirnya

menghasilkan suatu hipotesis (Haryadi, 1999:21). Secara menyeluruh, kerangka

metode penelitian ini dirancang melalui sekuens dengan detail penjabaran sebagai

berikut.

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan parameter arsitektural yang telah

disimpulkan dari Kajian Pustaka dan Landasan Teori. Parameter letak, orientasi,

bentuk, konstruksi, warna, bahan, pola, konstruksi, dan tekstur dikumpulkan dengan

cara pengamatan, pemotretan, dan pendiagraman, sedangkan parameter jarak,

tinggi, dimensi, dan lebar dikumpulkan dengan cara pengukuran. Cara analisis

dilakukan dengan metode induktif. Data yang diperoleh diolah dengan cara

kategorisasi yang disusun dalam tabel. Kategorisasi didiskripsikan atas dasar

karakteristik yang relatif sama dan mendukung parameter teknis arsitektural atas

dasar aspek psikologis. Hasil kategorisasi, kemudian ditransformasikan ke dalam

rancangan, baik dari sisi tata ruang dan penampilan bangunan.

KONTRIBUSI

Penerapan tolok ukur rancangan bagi Taman Petualangan Anak yang atraktif

didasarkan pada

temuan kategorisasi ungkapan arsitektural dari sejumlah kasus bangunan yang

disurvey. Sebagai bangunan yang mengakomodasi kegiatan pembelajaran dan latihan

mental, bermain sambil berekreasi, Taman Petualangan Anak dirancang atas dasar

konsep tata ruang luar yang ‘se-olah-olah’ berada di alam bebas. Dimensi ruang

dalam dikemas sesuai dengan ‘ruang’ berproporsi anak-anak, yang memiliki estetika

lansekap, interior dan penampilan bangunan sebagai pembangkit imajinasi anak.

Transformasi ke tata ruang luar (lansekap) dilandasi oleh pola pergerakan yang

dinamis. Dalam hal ini berimplikasi terhadap pola gubahan masa radial dengan jalur

sirkulasi menyebar ke sudut-sudut tapak.

Transformasi ini merupakan ekspresi pergerakan pengguna dengan sirkulasi yang

organis, sebagai harapan tercapainya kesan menyenangkan dari aspek psikomotorik.

Open space diletakkan di tengah masa dan di antara lengan sirkulasi dengan

memanfaatkannya sebagai kolam yang dikelilingi vegetasi agar berkesan alami.

Page 28: Proposal Skripsi Felice

28

Bentuk masa diungkapkan melalui repetisi bentuk geometris segi empat yang

digubah secara bersusun agar dinamis.

Studi Komparasi 3

JUDUL: Pengaruh Tata Ruang Bangsal Rumah Sakit Jiwa Terhadap Keselamatan dan

Keamanan Pasien (Titien Saraswati, Ranu Haryangsyah)

RESUME

Rumah Sakit Jiwa pada dasarnya dihuni oleh pasien yang sakit “mental”, baik ringan,

sedang, maupun berat. Dengan sendirinya karakteristik pasien maupun tata ruang

dalam bangsal RSJ agak berbeda dengan rumah sakit pada umumnya. Pasien

penghuni RSJ nantinya akan mengikuti program rehabilitasi. Program ini

membutuhkan waktu yang cukup lama karena merupakan rangkaian kegiatan yang

melibatkan banyak hal mulai dari yang bersifat medik, sosial, pendidikan ataupun

vokasional (DepKes RI, 1985). Sehingga masa sebelum mengikuti program rehabilitasi

ini pasien diwadahi di bangsal atau unit rawat inap. Intensitas penggunaan bangsal

yang tinggi oleh pasien mental membutuhkan perhatian yang lebih besar terhadap

tata ruang dalam bangsal tersebut.

Bangsal suatu Rumah Sakit Jiwa (RSJ) digunakan sebagai tempat tinggal untuk pasien

mental rawat inap. Harapannya ialah bahwa pasien mental akan bisa disembuhkan,

atau paling tidak diperkecil “sakit”nya sebelum mengikuti proses rehabilitasi. Namun

dari penelitian ditemukan bahwa justru aspek-aspek pada elemen tata ruang dalam

bangsal itu sendiri yang bisa memberikan pengaruh negatip terhadap keselamatan

dan keamanan pasien mental dewasa. Dalam hal keselamatan pasien mental dewasa

antara lain memudahkan pasien untuk terlukai atau melukai sesama pasien. Dalam

hal keamanan pasien mental dewasa antara lain memudahan pasien untuk melarikan

diri.

Hubungan manusia dan lingkungannya ini akan menghasilkan perilaku. Karena

peranan perilaku manusia bisa menjadi titik sentral dalam hubungan manusia dengan

lingkungannya, sehingga peranan psikologi, khususnya psikologi lingkungan menjadi

sangat penting (Sarwono,

Page 29: Proposal Skripsi Felice

29

1995:3). Dalam penelitian ini manusia adalah pasien mental dewasa, sedangkan

lingkungannya ialah ruang dalam bangsal P3/Klas 2 RSJ Prof. dr. Soeroyo, Magelang.

Adanya berbagai kecelakaan yang dialami pasien mental laki-laki dewasa pada

bangsal rawat inap P3/Klas 2 RSJ Prof. dr. Soeroyo di Magelang, baik kecelakaan yang

dilakukan oleh pasien itu sendiri (misalnya: bunuh diri) maupun kecelakaan yang

disebabkan oleh faktor lain menimbulkan dugaan bahwa ada aspek-aspek pada

elemen-elemen tata ruang dalam bangsal itu yang ikut berperan sebagai penyebab

kecelakaan itu terjadi.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah multiple-method research

approach. Analisis dilakukan dengan melakukan superimposed dari pemetaan

perilaku (behavioral mapping) dari Sommer dan Sommer (1980). Menurut Sommer

dan Sommer (1980: 160-161) pemetaan perilaku ini disebut juga pemetaan kegiatan

(activity mapping). Dari tujuan penelitian yang dirumuskan, maka pemetaan perilaku

ini terfokus pada placecentered mapping, yaitu menunjukkan bagaimana orang-

orang menata dirinya di dalam suatu setting atau ruang tertentu. Jadi superimposed

terhadap pemetaan perilaku ini meliputi pemetaan pelaku, kegiatan serta

sirkulasinya, ruang, dan elemen-elemen tata ruang dalamnya.

KONTRIBUSI

Rekomendasi dari hasil penelitian:

1. Pengawasan oleh perawat dengan menempatkan perawat lebih banyak di bangsal

itu. Atau pada saat tertentu perawat berpindah tempat kedudukan. Bila mungkin,

penyusunan organisasi ruang diusahakan perawat bias mengawasi dengan jelas

semua ruang dari tempat duduknya. Konsekuensinya ada perubahan rancangan

denah dan organisasi ruang.

2. Bila perabotan/furniture tidak sedang digunakan, terutama di ruang makan, maka

diusahakan disingkirkan atau ditaruh merapat dinding agar jalur sirkulasi lebih lebar,

untuk menghindari pasien saling bersenggolan.

Page 30: Proposal Skripsi Felice

30

3.Peninggian langit-langit dimungkinkan namun bisa merubah rancangan tampak

yang ada, bisa merubah design bangunan keseluruhan.

Studi Komparasi 4

Selasar Sunaryo Art Space

Ruang Seni Selasar Sunaryo memiliki 3 syarat utama dalam perancangannya, yaitu

yang pertama bangunan harus didesain dengan fungsi yang bagus sebagai tempat

menampilkan karya-karya seni. Kedua, seluruh desainnya harus menggunakan

elemen-elemen arsitektur khas Jawa Barat. Dan ketiga, desainnya harus

merepresentasikan karakter dan identitas karya-karya Sunaryo.

Gambar 2.1 Tatanan Massa pada Selasar Sunaryo Art Space

Sumber: http://fariable.blogspot.com/

Letak Selasar Sunaryo yang berada di kawasan perbukitan sangat menentukan pola

peletakan fungsi massa bangunan yang mengisi ruang seluas 5000m2 dengan tingkat

kemiringan sekitar 20-40%. Maka dalam perancangannya dilakukan pemisahan

massa bangunan berdasarkan pengelompokan fungsi aktivitas.

Page 31: Proposal Skripsi Felice

31

Gambar 2.2 Pintu Masuk Selasar Sunaryo

Sumber: www.architectoo.com

Arti kata Selasar adalah koridor, merefleksikan konsep desain dengan area terbuka

yang menyambut semua orang untuk menikmati seni secara unik dengan

pengaturan yang sangat publik.

Untuk merepresentasikan karakter dan identitas karya-karya Sunaryo, arsitek

menggunakan pendekatan desain dengan berkolaborasi langsung dengan Sunaryo

dan memahami karakter karya-karyanya. Karena kuatnya karakter karya-karya

Sunaryo, akhirnya desain yang muncul adalah bangunan sebagai latar belakang

karya-karyanya, dengan kesederhanaan tata ruang dan fleksibilitas untuk

mengakmodasi berbagai karyanya yang penuh dengan energi.

Page 32: Proposal Skripsi Felice

32

Gambar 2.3 Maket Studi Selasar Sunaryo

Sumber: www.architectoo.com

Gambar 2.4 Ruang Dalam Selasar Sunaryo

Sumber: fariable.blogspot.com

Page 33: Proposal Skripsi Felice

33

Kesimpulan

kesimpulan komparasi

1 Komparasi 1

Pengaruh Kegiatan

Berdagang Terhadap Pola

Ruang-Dalam Bangunan

Rumah Toko Di Kawasan

Pecinan Kota Malang

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis kuanitatif dengan meneliti perubahan pola ruang

dalam bangunan ruko lewat gambar atau pengamatan

langsung dan interview dengan penghuni untuk menggali

data dokumenter. Perubahan dilihat dengan

membandingkan gambar awal dengan gambar terakhir.

Pengamatan perubahan menggunakan sampel denah yang

telah terkumpul. Klasifikasi tingkat perubahan dihitung

berdasarkan jumlah perubahan ruang-ruang yang ada dalam

sebuah bangunan, menjadi 5 kalasifikasi yatitu: (1) tidak

berubah, (2) perubahan kecil, (3) perubahan sedang, (4)

perubahan besar dan (5) berubah total.

Yang dapat diambil dari komparasi ini adalah klasifikasi

perubahan pola ruang yang dibuat sebagai hasil analisa untuk

melihat seberapa jauh pengaruh aktivitas perilaku dalam

perubahan pola ruang.

2 Komparasi 2

Karakter Atraktif Dalam

Perancangan Taman

Petualangan Anak

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan parameter

arsitektural yang telah disimpulkan dari Kajian Pustaka dan

Landasan Teori. Parameter letak, orientasi, bentuk,

konstruksi, warna, bahan, pola, konstruksi, dan tekstur

dikumpulkan dengan cara pengamatan, pemotretan, dan

pendiagraman, sedangkan parameter jarak, tinggi, dimensi,

dan lebar dikumpulkan dengan cara pengukuran. Cara

analisis dilakukan dengan metode induktif. Data yang

diperoleh diolah dengan cara kategorisasi yang disusun

dalam tabel. Kategorisasi didiskripsikan atas dasar

karakteristik yang relatif sama dan mendukung parameter

teknis arsitektural atas dasar aspek psikologis. Hasil

kategorisasi, kemudian ditransformasikan ke dalam

rancangan, baik dari sisi tata ruang dan penampilan

bangunan.

Page 34: Proposal Skripsi Felice

34

Yang dapat diambil dari komparasi ini adalah proses desain

mulai dari pengumpulan data hingga hasil berupa kategorisasi

yang dapat ditranformasikan dalam desain.

3 Komparasi 3

Pengaruh Tata Ruang

Bangsal Rumah Sakit Jiwa

Terhadap Keselamatan dan

Keamanan Pasien

Analisis dilakukan dengan melakukan superimposed dari

pemetaan perilaku (behavioral mapping) dari Sommer dan

Sommer (1980). Menurut Sommer dan Sommer (1980: 160-

161) pemetaan perilaku ini disebut juga pemetaan kegiatan

(activity mapping). Dari tujuan penelitian yang dirumuskan,

maka pemetaan perilaku ini terfokus pada placecentered

mapping, yaitu menunjukkan bagaimana orang-orang

menata dirinya di dalam suatu setting atau ruang tertentu.

Jadi superimposed terhadap pemetaan perilaku ini meliputi

pemetaan pelaku, kegiatan serta sirkulasinya, ruang, dan

elemen-elemen tata ruang dalamnya.

Yang dapat diambil dari komparasi ini adalah cara analisa yang

menggunakan pemetaan perilaku terhadap pola ruangnya.

4 Komparasi 4

Selasar Sunaryo Art Space

Untuk merepresentasikan karakter dan identitas karya-karya

Sunaryo, arsitek menggunakan pendekatan desain dengan

berkolaborasi langsung dengan Sunaryo dan memahami

karakter karya-karyanya. Karena kuatnya karakter karya-

karya Sunaryo, akhirnya desain yang muncul adalah

bangunan sebagai latar belakang karya-karyanya, dengan

kesederhanaan tata ruang dan fleksibilitas untuk

mengakmodasi berbagai karyanya yang penuh dengan

energi.

Yang dapat diambil dari komparasi ini adalah pendekatan

desain dan konsep desain yang diterapkan dalam fungsi ruang

seni.

Page 35: Proposal Skripsi Felice

35

BAB III

METODOLOGI

3.1 Kerangka Berpikir

a. Pengolahan Data

Proses pengolahan data dilakukan dengan menganalisa berdasarkan tinjauan teori.

Berikut adalah kebutuhan data, analisis data dan hasil sintesa data:

DATA ANALISIS HASIL

data karakteristik generasi muda yang akan menjadi

mengidentifikasi karakter generasi muda yang akan

mendapatkan karakter khusus generasi muda yang nantinya akan

PENGUMPULAN

DATA

ANALISA

DATA

KOMPARASI

TINJAUAN TEORI

KRITERIA DESAIN

KONSEP DESAIN

HASIL DESAIN

Proses berpikir dalam perancangan dimulai dari

pengumpulan data-data yang dibutuhkan; data

yang terkumpul dianalisa berdasarkan tinjauan

teori yang didapat; mencari obyek komparasi

yang mendukung topik utama; hasil analisa

data, tinjauan teori dan analisa komparasi

diolah hingga menghasilkan kriteria desain;

konsep desain dibuat berdasarkan kriteria

desain yang sudah dirumuskan; hasil desain

dibuat berdasarkan konsep desain.

Skema 3.1 Kerangka Berpikir

Sumber: Hasil Analisa

Page 36: Proposal Skripsi Felice

36

sasaran utama dalam art & culture centre.

diwadahi dalam art & culture center.

diperhatikan dalam perancangan desain.

data kondisi generasi muda di Kota Surabaya, jumlah, pendidikan, prestasi, dan permasalahannya.

mengidentifikasi kondisi generasi muda di Kota Surabaya, yang merupakan lokasi perancangan art & culture center.

mendapatkan hasil analisa yang berguna untuk membuat solusi desain yang dibutuhkan dalam perancangan berkaitan dengan kondisi generasi muda di Surabaya.

data aktivitas dan kegiatan yang digeluti generasi muda di Surabaya dalam keseharian mereka.

analisa aktivitas pelaku dengan metode pemetaan kegiatan (activity mapping).

hasil pemetaan kegiatan dapat menjadi landasan untuk menentukan kebutuhan ruang dalam art & culture center.

data lingkungan sosial dan budaya Surabaya yang dekat dengan generasi muda setempat.

analisa lingkungan sosial dan budaya sebagai pendekatan desain simbolik.

hasil analisa menjadi landasan perilaku sebagai pendekatan desain dengan cara pendekatan simbolik yang dapat diterapkan dalam desain fasad atau ruang dalam.

data kondisi bangunan seni dan budaya yang sudah ada di Kota Surabaya.

menganalisa kelebihan dan kekurangan dari fungsi bangunan serupa yang sudah terlebih dahulu ada di Surabaya.

hasil analisa berguna untuk menentukan solusi desain yang tepat dalam perancangan dengan memenuhi kekurangan yang masih ditemukan pada fungsi bangunan serupa di Surabaya.

data bangunan seni & budaya lain yang sudah ada.

menganalisa bangunan seni dan budaya lain yang sudah ada sebagai obyek komparasi, baik dari metode perancangannya hingga konsep desainnya.

hasil komparasi dapat menjadi masukan dalam perancangan.

data tapak yang digunakan dalam perancangan art & culture center.

menganalisa kondisi tapak yang digunakan dalam perancangan art & culture center.

hasil analisa tapak berguna dalam peletakan massa, orientasi bangunan, sirkulasi dan lain-lain pada perancangan art & culture center.

Page 37: Proposal Skripsi Felice

37

b. Metode

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain:

1. Metode behavior mapping (pemetaan perilaku) dengan melakukan pengamatan

langsung di lapangan dan mendata semua aktvititas pelaku. Pemetaan perilaku

digambarkan dengan sketsa dan diagram mengenai suatu area dimana manusia

melakukan berbagai kegiatannya. Pemetaan perilaku akan mengikuti 5 prosedur: (1)

sketsa dasar area atau setting yang akan diobservasi, (2) definisi yang jelas tentang

bentuk-bentuk perilaku yang akan diamati, dihitung, dideskripsikan dan didiagramkan,

(3) satu rancana waktu yang jelas kapan pengamatan akan dilakukan, (4) prosedur

sistematis yang jelas harus diikuti selama observasi, (5) serta sistem coding yang efisien

untuk mengefisiensikan pekerjaan selama observasi.

2. Metode pendekatan fenomenologis yang menekankan pada pemahaman yang holistik

terhadap suatu fenomena yang pada akhirnya menghasilkan suatu hipotesis.

3. Wawancara dilakukan terutama untuk mengetahui pendapat atau opini responden

secara lebih luas, atau menggali berbagai kemungkinan jawaban tentang mengapa dan

bagaimana suatu kejadian terjadi. Wawancara dilakukan dengan terstruktur.

permasalahan pendekatan teknik riset

memperoleh informasi perilaku

manusia dan tempat umum

mengamati yang bersangkutan observasi natural

menemukan bagaimana manusia

berperilaku dalam kegiatan

pribadi

meminta sampel untuk mencatat di

buku harian

dokumen-dokumen

pribadi

mengetahui kemana orang pergi menggambaran pergerakan mereka pemetaan perilaku

mengevaluasi hasil rancangan evaluasi purnahuni observasi dan wawancara

memahami/mempelajari hasil

rancangan

precendent analisis isi/ dokumen

Sumber: Sommer, 1986 dalam Haryadi,2010

Page 38: Proposal Skripsi Felice

38

Metode Analisa

Metode yang digunakan dalam menganalisis data antara lain metode korelasional

yang mendeteksi kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya dalam obyek studi

terpilih dan komparasi. Metode ini bertujuan untuk mendapatkan panduan perencanaan

dan perancangan.

Analisis juga diakukan dengan metode superimposed dari pemetaan perilaku yang

terfokus pada place centered mapping, yaitu menunjukkan bagaimana orang-orang

menata dirinya di dalam suatu setting atau ruang tertentu.

Selain itu metode induktif juga dapat digunakan dalam melakukan analisis. Secara

sederhana metode induktif ini dilakukan dengan membandingkan dan

mengkomparasikan unit-unit data (fakta dan informasi) yang dipandang mempunyai

kesamaan dalam kategori-kategori. Data yang diperoleh diolah dengan cara kategorisasi

yang disusun dalam tabel. Kategorisasi ini dideskripsikan atas dasar karakteristik yang

relatif sama dan mendukung parameter teknis arsitektural. Hasil kategorisasi kemudian

ditransformasikan ke dalam rancangan.

Metode Desain

Metode desain yang digunakan dalam perancangan ini adalah metode

antropometrik yang memperhatikan proporsi dan dimensi tubuh, serta karakteristik

fisiologis lainnya yang mempengaruhi perancangan unsur-unsur arsitektural; metode

perancangan lima langkah yang terdiri dari permulaan, persiapan, pengajuan usul,

evaluasi dan tindakan; pendekatan simbolik dimana simbol adalah unsur khusus suatu

lingkungan binaan yang dapat diintepretasi artinya melalui latar belakang budaya

manusia.

Proses Desain

1. Model Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dalam perancangan merupakan bagian penting. Ada

beberapa model yang biasa dipakai para arsitek dan perencana. Proses ini melibatkan

beberapa tahap, yaitu tahap analisis untuk mengidentifikasi dan memahami masalah

Page 39: Proposal Skripsi Felice

39

yang ada; tahap desain atau pembuatan alternatif dan evaluasi solusi desain; tahap

pilihan, yaitu tahap untuk pemilihan alternatif.

Skema 3.2 Model Pengambilan Keputusan

Model pengambilan keputudan tidak dapat dianggap sepenuhnya linier ataupun

sepenuhnya siklis karena terdapat interaksi antar tahapan yang perlu dipertimbangkan.

Masing-masing tahap terdiri atas analisis, desain dan pemilihan. Artinya, pada setiap

tahap itu terdapat proses pengambilan keputusan.

2. Model Perancangan

Pada model desain berikut ini, terlihat perlunya dibuat beberapa kelompok aktivitas

dalam proses desain untuk menghindari terjadinya kegagalan bangunan.

Skema 3.3 Model Perancangan

Sumber: Laurens, 2004

Sumber: Laurens, 2004

Page 40: Proposal Skripsi Felice

40

a. Tahap Intelegensi

Dimulai dengan persepsi akan sebuah kebutuhan dan diakhiri dengan suatu program

mengenai kebutuhan fungsional dn psikologikal yang harus dapat dipenuhi oleh desain.

Persepsi kebutuhan akan bergantung pada situasi yang ada dan orang yang terlibat,

dengan pertimbangan bahwa setiap orang mempunyai tujuan dan sasaran yang unik.

Orang yang terlibat dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok

alien, sponsor proyek atau pengembang. Kedua, kelompok bukan pengguna yang terlibat

dalam proyek, yaitu arsitek dan para profesional terkait, pemerintah kota atau daerah,

kontraktor, dan kelompok terakhir adalah kelompok pengguna.

Pada tahap ini, kontribusi studi perilaku-lingkungan pada desain arsitektur adalah

memberi masukan mengenai masalah-masalah yang sesungguhnya harus diselesaikan.

Tanpa mengetahui hal ini, desain arsitektur akan membuat solusi yang tidak bermanfaat.

Hasil observasi dan penelitian dapat memberi pengertian mengenai perilaku

pengguna dan bagaimana hal itu dapat diakomodasikan dalam desain. Selain

pengumpulan informasi tersebut, pada tahap ini juga ditekankan perlunya pengetahuan

tentang ekologi dalam tapak, finansial, bahan bangunan, teknologi dan kemungkinan

perkembangan di masa mendatang.

b. Tahap desain

Adalah tahap sintesis yang kompleks dan aktif. Suatu proses konseptualisasi. Terdapat

dua pendekatan dalam proses sintesis ini. Pertama, pendekatan desain berdasarkan

kebiasaan dan kedua pendekatan yang melibatkan usaha kreatif. Karena persyaratan

desain sering kali kontradiktif, usaha kreatif sangat diperlukan. Perencana harus dapat

menekankan sasaran dan tujuan dari masing-masing kelompok yang terkait. Tahap

desain ini dimulai dengan analisis mengenai sistem dan komponen program dan

mengorganisasikannya ke dalam satu daftar hirarki kepentingan.

Untuk sampai pada solusi, seorang arsitek membutuhkan loncatan kreativitas. Arsitek

yang kreatif sering kali melihat adanya serangkaian affordances, dan melihat struktur

masalah dengan baik. Kendala bagi arsitek dalam membuat solusi yang kreatif adalah

keterampilan metodologis dan pengetahuan secara kuantitatif ataupun kualitatif.

Page 41: Proposal Skripsi Felice

41

Klarifikasi tentang hubungan dasar antara perilaku manusia dengan lingkungan yang

dirancang dapat dipakai untuk mengembangkan alternatif solusi.

c. Tahap pilihan

Tahap ini meliputi evaluasi solusi dan keputusan tentang alternatif desain yang sesuai

dengan persyaratan dan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Apabila ternyata tidak ada

alternatif yang sesuai maka proses berikutnya harus kembali ke tahap analisis atau

desain. Evaluasi dan pilihan desain yang baik bergantung pada prediksi dan pengertian

tentang pengguna dan perkembangannya.

Penampilan desain dapat dievaluasi dengan beberapa cara. Pertama, secara

tradisional berdasarkan logika. Kedua, melalui eksperimen yang hanya berlaku untuk

konstruksi prototipe. Ketiga, melalui simulasi.

d. Tahap implementasi

Biasanya tahap ini menjadi tidak terlalu penting lagi apabila pada tahap sebelumnya,

yaitu tahap analisis, desain dan pilihan telah dijalankan dengan baik. Namun mengenal

perilaku dan komunikasi di antara pihak terkait dalam proses desain tetap penting seperti

mengenal siapa pengguna dan bagaimana penggunaan dari hasil desain.

e. Tahap evaluasi

Produk dan proses biasanya merupakan tahapan yang diabaikan oleh arsitek. Namun,

dengan berkembangnya minat dan perhatian arsitek terhadap kepuasan pengguna, kini

semakin banyak dilakukan penelitian pasca penghunian.

Penggunaan model desain ini memberi keuntungan, antara lain memungkinkan

arsitek untuk mengerti, mengstrukturisasi, dan memeriksa desainnya sendiri sehingga

arsitek dapat mengetahui kapan ia bebas mengekspresikan diri dan kapan ia terkait pada

persyaratan tertentu.

Dengan cara ini, arsitek juga dapat menghayati keterbatasan pengetahuannya

mengenai hubungan antara manusia dan lingkungannya. Hal ini dapat menjadi masukan

bagi studi perilaku-lingkungan untuk melakukan penelitian mana yang menjadi minta

Page 42: Proposal Skripsi Felice

42

arsitek. Melalui model ini maka pendekatan desain tidak lagi dilakukan secara intuitif

semata, tetapi dengan pendekatan yang sadar dan eksplisit.

Page 43: Proposal Skripsi Felice

43

DAFTAR PUSTAKA

Laurens, Joyce Marcella. 2004. Jakarta: Grasindo. Arsitektur dan Perilaku Manusia

Haryadi & B. Setiawan. 2010. Yogyakarta: UGM Press. Arsitektur, Lingkungan dan

Perilaku. Pengantar ke Teori, Metodologi dan Aplikasi

Snyder, James C. 1991. Jakarta: Penerbit Erlangga. Pengantar Arsitektur

Mintosih, Sri, dkk. 1997. Jakarta: CV. Eka Dharma. Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan

dan Perilaku Budaya Tradisional Pada Generasi Muda Di Kota Surabaya.

Tedjo, Baskoro. 2012. Jakarta: PT. Imaji Media Pustaka. Extending Sensibilities Through

Design

Sarwono, Sarlito. W. 1989. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Psikologi Remaja.

Gerald, Kathryn. 2011. Jakarta: Pustaka Pelajar. Konseling Remaja (Pendekatan

Proaktif Untuk Anak Muda)

Laurens, Joyce M. 2006. Pendekatan Perilaku-Lingkungan Dalam Perancangan

Pemukiman Kota

Saraswati, Titien. 2003. Pengaruh Tata Ruang Bangsal Rumah Sakit Jiwa Terhadap

Keselamatan Dan Keamanan Pasien

Saptorini, Hastuti. 2007. Karakter Atraktif Dalam Perancangan Taman Petualangan

Anak