0 PROPOSAL MENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA PADA POKOK BAHASAN ENERGI DAN PERUBAHANNYA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STAD PADA KELAS IVB SDN 1 KARANGANYAR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Oleh FATIH FADLIANSYAH GUSTIANO
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
0
PROPOSAL
MENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA PADA POKOK
BAHASAN ENERGI DAN PERUBAHANNYA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN STAD PADA KELAS IVB SDN 1 KARANGANYAR
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
FATIH FADLIANSYAH GUSTIANO
NIM. 0701100084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah belajar dan mengajar sejak dulu sampai sekarang terus-menerus
banyak mendapat perhatian, baik di kalangan pakar ilmu pendidikan dan
psikologi yang melihatnya dari sudut pedagogis dan psikologis maupun kalangan
praktisi pendidikan, seperti guru, penilik, konselor, dan para pengelola
pendidikan. Dasar pertimbangan utama dan bersifat umum adalah belajar dan
mengajar berlangsung secara interaktif yang melibatkan berbagai komponen
yang saling konsisten satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan.
Berbagai pendekatan telah digunakan dalam rangka studi yang dalam dan
luas terhadap masalah yang ada dalam dunia pendidikan. Mempersiapkan peserta
didik dalam menghadapi dan memasuki masyarakat maju dan berkembang
merupakan tuntutan dan tantangan pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena
pada hakekatnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan yang mampu
mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Mempersiapkan peserta didik dalam
menghadapi dan memasuki masyarakat maju dan berkembang merupakan
tuntutan dan tantangan pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu,
pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada hakekatnya
2
bertujuan meningkatkan kesejahteraan yang mampu mempengaruhi kemajuan
suatu bangsa.
Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan apa yang
akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan datang. Menurut Buchori (2001)
dalam Khabibah (2006:1), bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan,
tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan
sehari-hari.
Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah)
dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari
rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih memprihatinkan. Prestasi
ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat
konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu
bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Dalam arti yang lebih
substansional, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan
dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang
secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya.
Menurut Arends (1997): ”its is strange that we expect students to learn
yet seldom teach then abot learning, we expect student to solve problems yet
seldom teach then about problem solving,” yang berarti dalam mengajar guru
selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang
bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan
3
masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan
masalah.
Meminjam pendapat Bruner (dalam Dahar 1998:125), bahwa berusaha
sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya,
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu konsekuensi logis,
karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan
memberikan suatu pengalaman konkret, dengan pengalaman tersebut dapat
digunakan pula memecahkan masalah-masalah serupa, karena pengalaman itu
memberikan makna tersendiri bagi peserta didik.
Berlakunya Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi yang telah direvisi
melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan
paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan
jenjang pendidikan formal (persekolahan). Perubahan tersebut harus pula diikuti
oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah
(di dalam kelas ataupun di luar kelas).
Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi
pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih
berpusat pada murid (student centered); metodologi yang semula ekspositori
berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula banyak bersifat tekstual
berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk
memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan
(Komarudin, tth:2).
4
Salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan ketiga aspek
tersebut dan ikut serta berperan penting dalam mendidik wawasan, keterampilan
dan sikap ilmiah sejak dini bagi anak adalah mata pelajaran IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam). IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta, konsep atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat H. W. Fowler (dalam Laksmi
Prihantoro, 1986: 1.3) bahwa “IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan
dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan
terutama atas pengamatan dan dedukasi.”
Dalam dokumen KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
dinyatakan mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan keindahan dan keteraturan alam ciptaan Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi anatara IPA, lingkungan teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
5
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
IPA memberikan nilai penting bagi siswa sekolah dasar karena
memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan intelektual demi
menghadapi perubahan yang semakin global. Pernyataan tersebut didasarkan
pada pendapat Margaretha (2004:28) yang mengemukakan bahwa :
“Melalui IPA kerja ilmiah seperti melakukan pengamatan, memprediksi dan keterampilan IPA lainnya serat keterampilan berpikir dapat dilatihkan kepada siswa dalam usaha memberi bekal ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan maupun untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan sekelilingnya.”
Carin dan Sund (1989) mendefinisikan IPA sebagai suatu sistem untuk
memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen terkontrol.
Sedangkan Einsten (Nash 1963) mengatakan bahwa “science is attempt to make
the chaotic diversity of our sense experience correspnd to a logically unoform
system of thought.” Yang artinya bahwa IPA merupakan suatu bentuk upaya
yang memuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis
tertentu yang tidak lain adalah pola berpikir ilmiah.
6
Dari hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran IPA di kelas IVB
SDN 1 Karanganyar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga, terlihat
pembelajaran belum optimal. Hal ini terlihat dari penyajian pembelajaran IPA
yang masih di dominasi oleh guru, dan masih dominan dalam penggunaan
metoda ceramah dan tanya jawab yang dilakukan oleh guru, sehingga membuat
siswa merasa cepat bosan. Kurangnya keaktifan serta motivasi siswa
bmenyebabkan kurangnya hasil belajar. Keberhasilan pembelajaran IPA
ditentukan oleh bagaimana guru dalam perencanaan, pelaksanaan dan menilai
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru kelas IVB SD N 1
Karanganyar yaitu Bapak Sucipto, S.Pd. SD ,secara umum siswa kurang begitu
aktif dan termotivasi untuk belajar. Mereka kurang begitu berani untuk bertanya
dan mengeluarkan pendapat kepada guru. Selain itu kemajemukan atau heterogen
siswa sangat mempengaruhi, sehingga siswa enggan untuk bekerja sama dengan
siswa lainnya. Siswa tidak begitu antusias mengikuti pelajaran, hal ini bisa
dilihat dari 34 siswa kelas IVB SD N 1 Karanganyar hanya 4 siswa yang mau
berinteraksi secara aktif. Prestasi belajar siswa dalam pelajaran IPA masih
rendah. Pada tahun pelajaran 2009/2010 nilai rata-rata ulangan harian siswa
untuk pokok bahasan energi dan perubahannya adalah 5,70, jauh dari standar
KKM yaitu 6,50.
Rendahnya prestasi belajar siswa pada pelajaran IPA untuk pokok
bahasan energi dan perubahannya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :
7
a) Kurang aktifnya siswa mengikuti pelajaran, karena siswa kurang tertarik pada
cara penyajian materi yang banyak berpusat pada guru yang menggunakan
metode ceramah. b) Kurangnya kesempatan berinteraksi antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa. Dalam pembelajaran guru banyak memberikan
penjelasan. Hal ini menyebabkan siswa kurang mendapatkan pengalaman belajar
dari temannya. Kepada guru kurang berani menyampaikan, sedangkan dengan
temannya belum ada pembiasaan, sehingga menyebabkan sulitnya berinteraksi.
c) Kurangnya motivasi siswa dalam menyampaikan gagasan, karena guru kurang
memberi penguatan kepada siswa yang berani mengungkapkan pendapatnya. d)
Informasi yang disampaikan guru saat pembelajaran terlalu cepat sehingga siswa
kurang bisa memaknai dan memahami. e) Kurangnnya waktu yang diberikan
kepada siswa untuk berinteraksi dengan media / sumber belajar / alat peraga.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut memberikan dampak pembelajaran IPA
menjadi kurang menarik, hal ini mempengaruhi menurunnya keaktifan dan
motivasi siswa dalam memahami konsep IPA dalam pembelajaran dan akan
berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan
belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya
agar suasana kelas lebih hidup.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengatasi masalah rendahnya
partisipasi siswa adalah dengan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
8
kooperatif dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena
sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong
royong. Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar
kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi
akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.
Karena siswa bekerja dalam satu team, maka dengan sendirinya dapat
memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis
dan kemampuan, mengembangkan ketrampilan-ketrampilan proses kelompok
dan pemecahan masalah (Louisell & Descamps, 1992).
Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut
antara lain, tipe STAD, Jigsaw, TGT, dan tipe struktural yaitu TPS dan NHT.
Oleh karena itu dalam menerapkan pembelajaran kooperatif guru harus
mempelajari terlebih dahulu langkah-langkah dari berbagai macam tipe tersebut.
Hal ini karena pada setiap tipe mempunyai langkah-langkah khusus serta
mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Setelah mengkaji pustaka dan diskusi dengan rekan guru, maka untuk
meningkatkan motivasi dan prestasi hasil belajar siswa, penulis tertarik
melakukan penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
dalam pembelajaran IPA pada pokok bahasan energi dan perubahannya di kelas
IVB SD N 1 Karanganyar. Untuk menerapkan metode STAD (Student Teams
Achievement Division) ini penulis meminta bantuan Guru Kelas IVB maupun
9
Kepala Sekolah SD N 1 Karanganyar menganalisis dan menindaklanjuti agar
pembelajaran IPA menjadi lebih baik sehingga prestasi hasil belajar siswa kelas
IVB SD N 1 Karanganyar meningkat. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
merupakan salah satu dari tipe pempelajaran kooperatif yang paling sederhana,
sehingga tipe ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru mulai menggunakan
pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2000), dalam pembelajaran kooperatif
tipe STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat
orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, dan
suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja di kelompok mereka
untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi
tersebut. Akhirnya kepada seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut,
dan di dalam tes mereka tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim
ini selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok. Tim yang
mencapai kriteria tertentu diberikan sertifikat atau ganjaran yang lain. Menurut
Slavin, dari berbagai penelitian yang membandingkan pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan metode konvensional dalam periode paling sedikit empat
minggu, hasilnya secara konsisten menunjukkan keunggulan pembelajaran
kooperatif, sepanjang dua kondisi penting terpenuhi, yaitu (1) berbagai bentuk
pengakuan atau ganjaran kecil harus diberikan kepada kelompok yang kinerjanya
baik, dan (2) harus ada tanggung jawab individual, artinya keberhasilan
kelompok itu ditentukan oleh hasil belajar individual dari seluruh anggota
kelompok (Slavin, dalam Nur, 2000).
10
Motivasi mempunyai kedudukan yang penting di dalam menentukan hasil
dari proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan gambaran keberhasilan bagi
siswa. Salah satu penentu keberhasilan hasil belajar yaitu motivasi belajar yang
dimiliki siswa. Motivasi belajar siswa yang tinggi akan berbeda hasil belajarnya
dengan motivasi belajar siswa yang sedang maupun yang rendah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
dikemukakan adalah :
1. Apakah motivasi siswa dapat meningkat, dengan menggunakan model
cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dalam
pembelajaran IPA materi energi dan perubahannya dikelas IVB SDN 1
Karanganyar?
2. Apakah hasil belajar siswa dapat meningkat, dengan menggunakan model
cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
dalam pembelajaran IPA materi energi dan perubahannya di kelas IVB SDN 1
Karanganyar?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran IPA di SDN 1 karanganyar melalui penggunaan Model cooperative
learning STAD. Lebih khusus penelitian ini bertujuan untuk :
11
1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa kelas IVB SDN 1
Karanganyar pada materi energi dan perubahannya melalui penggunaan model
cooperative learning tipe STAD.
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa IVB SDN 1 Karanganyar
pada materi energi dan perubahannya dalam pembelajaran model cooperative
learning tipe STAD.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini diharapkan
memberikan manfaat yang berarti bagi siswa, guru, dan sekolah sebagai suatu
sistem pendidikan yang mendukung peningkatan proses belajar dan mengajar
siswa.
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi atau
masukan kepada pengajar (guru) dalam memberikan pelajaran-pelajaran
yang dinilai sulit dipahami oleh siswa dalam menerima pelajaran. Model
cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
memberikan cara belajar dalam suasana yang lebih nyaman dan
menyenangkan, sehingga siswa akan lebih bebas dalam menemukan
berbagai pengalaman baru dalam belajarnya.
Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya
12
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi siswa
(1) Siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar IPA.
(2) Hasil belajar siswa meningkat pada materi pokok energi dan
perubahannya
(3) Siswa lebih dapat mencintai alam sekitar.
b. Bagi Guru
(1) Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan model cooperative
learning tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dalam
pembelajaran.
(2) Guru lebih termotivasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas
yang bermanfaat bagi perbaikan dan peningkatan proses
pembelajaran.
(3) Guru lebih termotivasi untuk menerapkan strategi pembelajaran yang
lebih bervariasi, sehingga materi pelajaran akan lebih menarik.
c. Bagi sekolah
Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan
proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
d. Bagi Peneliti
Memberikan sumbangan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Hakikat Ilmu penegtahuan Alam
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu
Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris “science”.
Kata “science” sendiri berasal dari kata dalam Bahasa latin “scientia” yang
berarti saya tahu. “Science” terdiri dari social sciences (Ilmu Pengetahuan
Sosial) dan natural science (Ilmu Penegtahuan Alam). Namun, dalam
perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas dan
bertentangan dengan etimologi (Jujun Suriasumantri, 1998: 299).
Untuk mendefinisiakan IPA tidaklah mudah, karena sering kurang
dapat menggambarkan secara lengkap pengertian sains sendiri. Menurut H.
W. Fowler (dalam Laksmi Prihantoro, 1986: 1.3), IPA adalah pengetahuan
yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala
kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi.
IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan
bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera
maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. IPA atau ilmu kealaman
14
adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang
diamati (Kardi dan Nur, 1994: 1).
Adapun Wahyana (1986) mengatakan bahwa IPA adalah suatu
kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunannya
secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya
ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan
sikap ilmiah.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu
kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti
observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu,
terbuka, jujur, dan sebagainya.
b. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses
ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses,
sebagai produk, dan sebagai prosedur (Marsetio Donosepoetro, 1990: 6).
Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru.
Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang
diajarkan dalam sekolah atau luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk
penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi
atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang
15
lazim disebut metode ilmiah. Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef
(dalam Marsetio Donosepoetro, 1990: 7), pernah menganjurkan agar IPA
dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok atau institusi
sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun inspirasi.
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis
kompetensi (Depdiknas, 2003: 2) adalah sebagai berikut.
1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2) Mengembangkan ketrampilan, sikap, dan nilai ilmiah
3) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan
teknologi
4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2. Konsep Dasar Motivasi
a. Definisi Motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata bahasa latin “movere” yang berarti
“menggerakan”. Berdasarkan pengertian ini makna motivasi menjadi
berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi
yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang member
arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas
bernafaskan behaviorisme.
16
Ames dan Ames (1984) menjelaskan motivasi dari pandangan kognitif.
Menurut pandangan ini motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang
dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya.
Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang ingin dicapai
melalui perilaku tertentu.” (Cropley, 1985). Dalam penegrtian ini, siswa akan
berusaha mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau
keuntungan yang akan diperoleh.
Dalam proses belajar motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang
tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak
kesulitan. Motivasi juga ditunjukan melalui intensitas unjuk kerja dalam
melakukan suatu tugas. Beberapa penelitian tentang prestasi belajar siswa
menunjukan motivasi sebagai factor yang banyak berpengaruh terhadap
proses dan hasil belajar siswa.
b. Teori Motivasi
Ada bermacam-macam teori motivasi, salah satu teori yang terkenal
kegunaannya untuk menerangkan motivasi siswa adalah yang dikembangkan
oleh Moslow (1943, 1970). Moslow percaya bahwa tingkah laku manusia
dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu. Kebutuhan-
kebutuhan ini (yang memotivasi tingkah laku seseorang) dibagi oleh Moslow
ke dalam 7 kategori, yaitu :
17
1) Fisiologis
Merupakan kebutuhan dasar, meliputi kebutuhan akan makanan, pakaian,
tempat tinggal, yang penting untuk mempertahankan hidup.
2) Rasa aman
Merupakan kebutuhan kepastian dan keadaan dan lingkungan yang dapat
diramalkan, ketidakpastian, ketidakadilan, keterancaman, akan
menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada diri individu.
3) Rasa cinta
Merupakan kebutuhan afeksi dan pertalian dengan orang lain.
4) Penghargaan
Merupakan rasa berguna, penting, dihargai, dikagumi, dihormati oleh orang
lain.
5) Aktualisasi diri
Merupakan kebutuhan manusia untuk mengembangkan diri sepenuhnya,
merealisasikan potensi-potensi yang dimilikinya.
6) Mengetahui dan mengerti
Merupakan kebutuhan manusia untuk memuaskan rasa ingin tahunya,
untuk mendapatkan pengetahuan, untuk mendapatkan keterangan-
keterangan, dan untuk mengerti sesuatu.
7) Pada tahun 1970 Moslow memperkenalkan kebutuhan estetik. Kebutuhan
ini dimanifestikan sebagai kebutuhan akan keteraturan, keseimbangan, dan
kelengkapan dari suatu tindakan.
18
Sehubungan dengan pemeliharaan dan peningkatan motivasi siswa,
DeCecco & grawford (1974) mengajukan 4 fungsi pengajar :
1) Menggairahkan siswa
Pengajar harus menghindari hal-hal yan monoton dan memebosankan
siswa. Guru harus memelihara minat siswa dalam belajar, yaitu dengan
memberikan kebebasan tertentu untuk berpindah dari aspek ke lain aspek
pelajaran dalam situasi belajar.
2) Memberikan harapan realistis
Guru harus memlihara harapan-harapan siswa yang relistis, dan
memodifikasi harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis.
3) Memeberikan insentif
Pengajar memberikan suatu hadiah (pujian, angka yang baik, dan
sebagainya) jika siswa mengalami keberhasilan dalam pembelajaran.
4) Mengarahkan
Pengajar harus mengarahkan tingkah laku siswa, dengan cara menunjukan
sesuatu yang benar.
Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, Keller (1983) telah
menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam
proses belajar-mengajar, yang disebut dengan model ARCS. Keempat kondisi
motivasional tersebut, yaitu:
19
1) Perhatian (Attention)
Perhatian siswa muncul didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab itu rasa
keingintahuan tersebut perlu mendapat rangasangan, sehingga siswa kan
memberikan perhatian, dan perhatian tersebut terpelihara selama kegiatan
belajar-mengajar berlangsung. Rasa ingin tahu tersebut dapat dirangsang
melalui elemen-elemen yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada.
2) Relevensi (Relevance)
Relevensi menunjukan adanya hubungan materi pembelajaran dengan
kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa akan tetap terpelihara
apabila mereka menganggap apa yang dipelajari memnuhi kebutuhan
pribadi, atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.
3) Kepercayaan diri (Confidance)
Merasa diri kompeten atau mampu, merupakan potensi untuk dapat
berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Bandura (1977)
mengembangkan lebih lanjut konsep tersbut dengan mengajukan konsep
“self-efficacy”. Konsep tersebut berhubungan dengan keyakinan pribadi
bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang
menjadi syarat keberhasilan.
Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa motivasi akan meningkat
sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Harapan ini
dipengaruhi oleh sukses dimasa lampau. Motivasi dapat menghasilkan
ketekunan yang membawa keberhasilan (prestasi), dan selanjutnya
20
pengalaman sukses tersebut akan memotivasi siswa untuk mengerjakan
tugas selanjutnya.
4) Kepuasan (Satisfaction)
Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan,
dan siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang
serupa. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi siswa, guru dapat
menggunakan pemberian penguatan berupa pujian, pemberian
kesempatan, dan lain sebagainya.
3. Hasil Belajar Siswa
a. Proses belajar dan Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan
seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan
mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
pengajar. Belajar bukan merupakan kegiatan menghafal dan bukan pula
mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya,
pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan
kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain-lain aspek
yang ada pada individu (Sudjana, 1987: 28). Dalam proses belajar dan
21
mengajar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa
sebagai makna utama proses pembelajaran memegang peranan penting untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Kedudukan siswa dalam proses
belajar dan mengajar adalah sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dalam
pembelajaran, sehingga proses atau kegiatan belajar dan mengajar adalah
kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hasil
belajar dalam kontesktual menekankan pada proses yaitu segala kegiatan yang
dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Nilai siswa
diperoleh dari penampilan siswa sehari-hari ketika belajar. Hasil belajar
diukur dengan berbagai cara misalnya, proses bekerja, hasil karya,
penampilan, rekaman, dan tes (Depdiknas: 2002).
Pembelajaran merupakan suatu usaha dasar yang dilakukan oleh guru
dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan
kebutuhan dan minatnya, sehingga perubahan tingkah laku yang diharapkan
dapat terwujud. Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa
dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimilki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Dengan demikian hasil belajar dapat dilihat dari hasil yang dicapai
siswa, baik hasil belajar (nilai), peningkatan kemampuan berpikir dan
memecahkan masalah perubahan tingkah laku atau kedewasaannya. Horward
Kysley dalam Sudjana (1990: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a)
keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan
22
cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang
telah ditetapkan dalam kurikulum sedangkan Gagne membagi lima kategori
hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c)
strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motorik. Dalam sistem
pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan
dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yakni:
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat
aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan
dengan sikap yang terdiri atas lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau
reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan
dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek
ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan
kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative (Sudjana, 1990: 22).
Menurut Purwanto (1986) bahwa hasil belajar biasanya dapat diketahui
melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian
yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan
siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai oleh
23
siswa dipengaruhi dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan
faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang
dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan
siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti
dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70%
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Di
samping faktor kemampuan yang dimiliki oleh siswa, juga ada faktor lain,
seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,
ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis (Sudjana, 1987: 39-40).
Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan
wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu
yang diniati dan disadari. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan
mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran yaitu tinggi
rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar dan mengajar dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Oleh karena itu hasil belajar siswa di sekolah
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran.
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus
dilakasanakan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dengan melakasanakan
kegiatan evaluasi, kita akan memperoleh masukan tentang efektivitas kegiatan
yang sudah dilakukan baik dari sisi hasil maupun dari sisi proses. Melalui
kegiatan evaluasi kita akan mampu membuat perencanaan yang lebih baik
untuk kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan kemudian.
24
b. Hasil Belajar IPA di SD
Dalam kegiatan evaluasi memiliki peran yang sangat strategis. Seorang
guru IPA di Sekolah Dasar akan mengetahui apakah tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya sudah tercapai atau belum. Malalui kegiatan evaluasi
pula seorang guru IPA diharapkan mampu menjadi seorang guru yang
reflektif, yang dapat belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan
sebelumnya, sehingga dapat menjadi guru IPA yang lebih baik di masa
sekarang dan masa yang akan datang.
Tujuan evaluasi dalam pembelajaran IPA yaitu dapat memberikan
penjelasan bagi guru IPA tentang kemajuan belajar yang telah dicapai oleh
para siswanya, dan memperolah umpan balik untuk dapat melaksanakan
kegiatan pembelajaran IPA dengan lebih baik pada kesempatan berikutnya.
B.S Bloom bersama rekan-rekan yang berfikir sehaluan, menjadi
kelompok pelopor dalam menyumbangkan suatu klasifikasi intruksional atau
lebih dikenal dengan taksonomi Bloom. Dalam taksonomi tersebut terdapat 3
ranah (domain) tujuan yaitu : Ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor. Adapun taksonomi atau kalsifikasi adalah sebagai berikut :
a. Ranah kognitif (cognitive domain)
1) Pengetahuan (knowledge)
2) Pemahaman (comprehension)
3) Penerapan (application)
4) Analisis (analysis)
25
5) Sintesis (synthesis)
6) Evaluasi (avaluation)
b. Ranah Afektif (affective domain)
1) penerimaan
2) partisipasi
3) penilaian
4) organisasi
5) pembentukan pola hidup
c. Ranah Psikomotor (psychomotoric domain)
1) Persepsi
2) Kesiapan
3) Gerakan terbimbing
4) Gerakan yang terbiasa
5) Gerakan yang kompleks
6) Penyesuaian pola gerakan
7) Kreativitas
Guru IPA dalam suatu proses pembelajaran harus berusah untuk
membuat siswanya memiliki penguasaan meteri yang sesuai jenjang pada tiap
ranah (Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) secara bertahap. Penguasaan ini
harus sesuai dengan kompetensi dasar sampai indikator hasil belajar yang
ingin dicapai. Hal ini juga sesuai dengan salah satu prinsip, yaitu dimulai dari
hal-hal yang mudah sebelum melangkah kepada hal-hal yang lebih kompleks.
26
Jadi pada pencapaian ranah kognitif misalnya, guru bisa memulai dengan
melatih siswa mengingat fakta-fakta di alam. Setelah mereka bisa mengingat
dengan baik, guru melangkah kepada upaya untuk membuat siswa memahami
mengapa fakta-fakta itu bisa terjadi, sampai akhirnya siswa bisa memberikan
penilaian terhadap fakta yang terjadi.
Secara umum, dalam pendidikan di Indonesia, hasil belajar dinyatakan
dalam klasifikasi yang dikembangkan oleh Bloom dan kawan-kawan. Seperti
yang telah diuraikan diatas. Pada saat melaksanakan evaluasi hasil belajar
IPA, seorang guru IPA di SD harus terlebih dahulu mengadakan telaah yang
rinci dan tepat terhadap tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, artinya
seorang guru IPA harus secara tepat menentukan kemampuan apa yang
diharapkan dalam tujuan yang telah ditentukan. Ketepatan penentuan
kemampuan yang diharapkan ini akan berpengaruh terhadap instrumen yang
dibuat untuk mengukur hasil belajar siswa kita.
Di dalam pelaksanaan evaluasi hsil belajar IPA di SD, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan oleh seorang guru, yaitu:
a. Harus tepat dalam menentukan alat evaluasi, apakah digunakan untuk
mengukur konsep terdefinisi ataukah konsep teramati ataukah konsep
teramati, ataukah untuk mengukur konsep yang menyatakan hubungan.
b. Memperhatikan hakikat IPA sebagai produk, sebagai proses, dan
sikap/nilai.
27
c. Mengadakan evaluasi tidak hanya menggunakan instrumen yang bersifat
tertulis saja, tetapi juga mengadakan evaluasi terhadap yang bisa diamati
langsung di alam sebenarnya.
4. Model Cooperative Learning
a. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis.
Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi
dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat social
dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran
kooperatif.
Slavin mengemukakan bahwa: Cooperative Learning refers to a variety of teaching methods in which students work in a small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, student are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge in fill in gaps in each other understanding. Belajar bekerjasama berkenaan dengan berbagai macam metode pembelajaran yang perwujudan realnya siswa bekerja dalam group-group kecil dan saling membantu belajar materi akademis. Dalam kerjasama dalam bentuk kelas, partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling membantu satu sama lain, berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling menilai pengetahuan dan perbedaan pemahaman satu sama lain. ( http://pembelajaranguru.wordpress.com/20 10 /12/ 07 )