Top Banner
Penerapan Model Blended Learning Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fisika di SMA Cakra Buana Depok A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang begitu cepat, sehingga menuntut sumber daya manusia yang bisa tanggap akan perkembangan tersebut. Dalam dunia pendidikan, perkembangan teknologi sangat mempengaruhi akan sebuah model pembelajaran yang berdasarkan teori-teori belajar yang ada. Dalam proses pembelajaran, guru sebagai salah satu sumber daya manusia tentunya memegang peranan penting akan keberhasilan dan keefektifan sebuah pendidikan. Keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan suatu materi pelajaran, tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuannya (komptensi guru) dalam menguasai materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang harus dikuasainya sehingga ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan efektif. Faktor-faktor tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Bab IV Bagian Kesatu Pasal 10 yakni, “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi 1
43

Proposal Penelitian Blended Learning

Aug 05, 2015

Download

Documents

Almira Pulcher
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal Penelitian Blended Learning

Penerapan Model Blended Learning Untuk Meningkatkan Motivasi dan

Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fisika di SMA Cakra Buana

Depok

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang begitu cepat, sehingga

menuntut sumber daya manusia yang bisa tanggap akan perkembangan tersebut. Dalam dunia

pendidikan, perkembangan teknologi sangat mempengaruhi akan sebuah model pembelajaran

yang berdasarkan teori-teori belajar yang ada. Dalam proses pembelajaran, guru sebagai salah

satu sumber daya manusia tentunya memegang peranan penting akan keberhasilan dan

keefektifan sebuah pendidikan. Keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan suatu

materi pelajaran, tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuannya (komptensi guru) dalam

menguasai materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang harus

dikuasainya sehingga ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan efektif. Faktor-

faktor tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Bab

IV Bagian Kesatu Pasal 10 yakni, “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.” Kompotensi-kompotensi tersebut

dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2007. Dalam kompetensi pedadogik,

salah satunya poinnya adalah seorang guru harus menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik. Penguasaan meliputi kompetensi guru dalam menerapkan

berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif

dalam mata pelajaran yang diampu.

Pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran tidak begitu saja diterapkan dalam

suatu pembelajaran. Semua itu tentunya didasari oleh teori belajar yang dianut mereka. Teori

1

Page 2: Proposal Penelitian Blended Learning

belajar muncul dari definisi belajar yang diungkapkan oleh para ahli. Salah satunya definisi

belajar yang diungkapkan oleh Hilgard dalam Sanjaya (2009:235-235): “Learning is the

process by which an activity originates or changed through training procedures (whether in

the laboratory or in the natural enviroment) as distinguished from change by factors not

atributable and training”. Menurutnya belajar adalah sebuah proses dimana terdapat

perubahan perilaku dari seseorang melalui latihan baik itu latihan di lab (tempat yang

dikhususkan untuk proses belajar mengajar, kelas) maupun latihan di lingkungan alamiahnya.

Beranjak dari konsep belajar yang menjelaskan tentang perilaku, ada dua kelompok/aliran

teori belajar, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif.

Salah satu teori belajar dari aliran kogntif yang menjadi terkenal saat ini untuk

menghasilkan efektifitas dan keberhasilan guru di kelas adalah teori belajar konstruktivis.

Menurut teori ini belajar bukanlah hanya sekedar menghafal akan tetapi belajar sebagai

proses mengkonstruksi atau membangun pengetahuan melalui pengalaman. Construtivism is

an approach to teching and learning that acknowledge that information can be conveyed but

understanding is dependent upon the learner (Casas, 2006). Selain itu Chang (2001)

mengatakan bahwa, “from the viewpoint of recently developed constructivist learning theory,

knowledge should not be accepted passively, it should be actively construted by cognition.”

Teori-teori belajar belajar tersebut awalnya dilakukan dalam sebuah pembelajaran

langsung atau tradisional yang belum menggunakan alat atau media pembelajaran melalui

aplikasi ICT (Information, Comunication and Technology). Akan tetapi dengan

berkembangnya ICT memunculkan berbagai pembelajaran secara online atau web-school

atau cyber-school yang menggunakan fasilitas internet mengundang banyak istilah dalam

pembelajaran. Banyak definisi tentang pembelajaran yang menggunakan internet, seperti,

online learning, distance learning, web-based learning, e-learning (Luik, 2010). Hal tersebut

banyak membuat orang menjadi bingung dengan istilah-isitlah tersebut, akan tetapi Tsai dan

1

Page 3: Proposal Penelitian Blended Learning

Machado (2010) memberikan definisi berdasarkan pendekatan terminologi, “Our approach to

defining these terms involves two complementary methods. The terminology is analyzed

based on the individual meaning of the constituting terms, and the meaning of related

concepts.” Berdasarkan hal tersebut, maka mereka memberikan definisi untuk masing-masing

istilah di atas sebagai berikut:

E-learning sebagian besar berkaiatan dengan kegiatan yang melibatkan komputer dan

jaringan interaktif secara bersamaan. Artinya, komputer tidak perlu menjadi elemen

pusat dalam kegiatan atau menyediakan isi pembelajaran, tetapi komputer dan jaringan

harus memegang keterlibatan besar dalam kegiatan pembelajaran.

Online learning dihubungkan dengan konten yang siap diakses pada komputer. Konten

tersebut mungkin di Web atau internet, atau hanya diinstal pada CD-ROM atau hard disk

komputer.

Distance learning melibatkan interaksi pada jarak jauh antara instruktur dan peserta

didik, dan memungkinkan reaksi instruktur tepat waktu pada peserta didik. Dengan cukup

memposting atau menyiarkan materi pembelajaran untuk peserta didik bukan merupakan

pembelajaran jarak jauh. Instruktur harus terlibat dalam menerima umpan balik dari

peserta didik.

Web-based learning dihubungkan dengan materi pembelajaran yang disampaikan dalam

Web browser, termasuk ketika materi dikemas dalam CD-ROM atau media lain.

Dalam sistem pembelajaran jarak jauh (distance learning) adalah metode pengajaran

dimana aktivitas pengajaran dilaksanakan secara terpisah dari aktivitas belajar. Sebagian

besar karena siswa bertempat tinggal jauh atau terpisah dari lokasi lembaga pendidikan.

Sebagian karena alasan sibuk sehingga siswa yang tinggalnya dekat dari lokasi lembaga

pendidikan tidak dapat mengikuti proses pembelajaran di lembaga tersebut.

1

Page 4: Proposal Penelitian Blended Learning

Sebagaimana sistem pembelajaran langsung atau konvensional, sistem pembelajaran jarak

jauh juga membutuhkan sarana prasarana penunjang pendidikan, agar tujuan umum

pendidikan bisa diwujudkan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Salah satu sarana yang

yang penting dalam menunjang pembelajaran tersebut adalah sesuatu berbasis ICT

(Informasi, Communication and Technology). Tidak seperti sistem pembelajaran langsung,

sistem pembelajaran jarak jauh membutuhkan pengelolaan dan manajemen pembelajaran

yang “khusus”, baik dari sisi siswa maupun instruktur (guru) agar tujuan pendidikan bisa

terwujud. Pendidikan harus fokus pada kebutuhan instruksional siswa.

Dari sisi instruktur (guru), beberapa faktor yang penting untuk keberhasilan sistem

pembelajaran jarak jauh adalah perhatian, percaya diri guru, pengalaman, mudah

menggunakan peralatan, kreatif, active learning, dan kemampuan menjalin interkasi dan

komunikasi jarak jauh dengan siswa. Juga memperhatikan hambatan teknis yang mungkin

terjadi, sehingga pembelajaran jarak jauh bisa berlangsung efektif.

Dari sisi siswa, salah satu faktor yang penting adalah keseriusan mengikuti proses belajar

mengajar di saat instruktur (guru) tidak berhadapan langsung dengan siswa. Pada level ini,

keterlibatan dan kehadiran ‘orang-orang’ di sekitar, termasuk anggota keluarga memegang

peranan penting dan strategis. Kehadirannya bisa mendukung berlangsungnya proses belajar

mengajar secara efektif, tapi sebaliknya bisa juga menjadi penghambat. Faktor yang lainnya

adalah active learning dan komunikasi yang efektif. Partisipasi aktif siswa pembelajaran

jarak jauh mempengaruhi cara bagaimana mereka berhubungan dengan materi yang akan

dipelajari.

Keberhasilan sistem pembelajaran jarak jauh ditunjang oleh adanya interaksi dan

komunikasi yang efektif dan maksimal antara intstruktur (guru) dan siswa, interaksi antara

siswa dengan berbagai fasilitas pembelajaran seperti kreatif mencari materi-materi penunjang

dari sumber-sumber lain seperti internet atau digital-library melalui web. Selain intu

1

Page 5: Proposal Penelitian Blended Learning

keaktifan dan kemandirian siswa dalam pendalaman materi (eskplorasi), mengerjakan soal-

soal latihan dan soal-soal ujian.

Pembelajaran jarak jauh secara definisi dan metode berbeda dengan pembelajaran

berbasis web. Akan tetapi banyak kesamaan dalam beberapa hal, seperti sarana penunjang

dalam proses pembelajaran (penggunaan ICT), pengelolaan khusus (berbeda dengan

pembelajaran konvensional) baik untuk siswa maupun instruktur (guru). Materi pembelajaran

dalam pembelajaran jarak jauh dikirimkan lewat pos (model lama) dan atau dikirimkan

melalui email (model baru) tanpa tatap muka langsung di antara instruktur (guru) dan

siswanya. Sementara itu pembelajaran berbasis web (web-based learning) materi

pembelajaran disampaikan dalam Web browser, termasuk ketika materi dikemas dalam CD-

ROM atau media lain. Interaksi yang terjadi antara guru dan siswanya dalam pembelajaran

berbasis web dimediasi oleh web, sehingga interaksi yang terlihat sepertinya hanya antara

siswa dan web atau CD (sekarang DVD).

Istilah pembelajaran berbasis web (web-based learning) terkadang dikatakan sama

dengan online learning seperti definisi yang diungkapkan oleh Tsai dan Machado di atas, oleh

karena itu dalam beberapa artikel keduanya istilah tersebut bersinonim. Hal ini juga

diungkapkan oleh Trombley & Lee (2002) dimana,” web based learning and online learning

are used as synonim and web-based learning is defined as learning that is delivered wholly

or in part via the Internet or an Intranet. Web-based learning is only one form of e-learning

and only one form of distance learning. E-learning covers all learning with electronic

technology and distance learning is all learning when students are not required to be

physically present at a specific location during the term (Luik, 2006).

Istilah lain dalam pembelajaran yang menggunakan aplikasi ICT (komputer dan internet)

dikenal dengan nama Blended Learning. Model Blended Learning ini muncul ketika Kerres

dan Witt (2003) menyatakan bahwa web-based learning dapat dikombinasikan dengan face-

1

Page 6: Proposal Penelitian Blended Learning

to-face learning (Luik, 2006). Definini Web-based learning sudah dijelaskan sebelumnya,

sementara itu menurut Alessi and Trollip (2001) face-to-face learning atau web-based

courses atau on-site learning adalah pembelajaran menggunakan sumber belajar web dengan

tatap muka antara guru dan siswanya yang dilakukan di ruang kelas (Luik, 2006).

Pembelajaran berbasis web dikatakan bermakna karena menurut Rivai dan Murni (2009:

449), salah satu dari emapt komponen penting dalam membangun budaya belajar dengan

penggunaan model pembelajaran dengan web adalah murid dituntut secara mandiri dalam

belajar dengan berbagai pendekatan yang sesuai agar murid mampu mengarahkan,

memotivasi, mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran. Pembelajaran web juga menurut

Bostock, S.J. (1998); Richardson (1997); Yang (1996); Spiro, Jacobson & Coulson (1995)

sudah sejak lama mengadopsi sebuah pendekatan konstruktivis.

Dalam sejarahnya penggunaan komputer didominasi oleh laki-laki (Irwin, 200; Young

2003) dan software pendidikan juga umumnya didesain oleh laki-laki, maka cenderung lebih

pada gaya pembelajaran untuk laki-laki. Hal itu diungkapkan oleh Joiner (1998); Pasig &

Levin (2000) dalam Luik (2006). Beranjak dari sejarah tersebut bisa saja menimbulkan

perbedaan pandangan diantara laki-laki dan perempuan terhadap lingkungan pembelajaran

berbasis web.

Berhubungan dengan motivasi belajar, dalam teori aktivitas (acitvity theory) yang

dikemukakan oleh Jonassen dan Rohrer-Murphy (1993: 63), subyek dalam sebuah aktifitas

atau kegiatan pembelajaran adalah siswa (Hung, 2007: 17). Web sebagai alat (tool) yang

digunakan oleh siswa (learner) dalam sebuah aktivitas pembelajaran (learning activity)

mengundang sebuah pertanyaan khusus, yakni “will students’ motivation affect the way they

use these tools?”

Menurut Uno (2009) istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai

kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut bertindak

1

Page 7: Proposal Penelitian Blended Learning

atau berbuat. Motif dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) motif biogentis (berhubungan

kebutuhan organisme demi kelanjutan hidupnya); (2) motif sosiogentis (berasal dari

lingkungan kebudayaan orang tersebut berada); dan (3) motif teologis (sebagai mahluk yang

berketuhanan, sehingga ada interaksi manusia dengan TuhanNya).

Gambar 1. Hirarki Kebutuhan Maslow

Dalam dunia pendidikan, motivasi sangat diperlukan sebagai langkah awal untuk

memberikan semangat tentang apa yang akan dipelajari. Salah satu bentuk motivasi yang

sering diberikan oleh guru kepada siswanya adalah dengan memberikan penjelasan manfaat

dari materi yang akan disampaikan untuk kebutuhan siswanya. Bentuk motivasi tersebut

sebenarnya berasal dari seorang ahli Teori Motivasi dari Maslow, yang dikenal dengan teori

kebutuhan (needs) yang digambarkan secara hirarkis (gambar 1). Teori ini dalam dunia

pendidikan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik agar dapat mencapai hasil

belajar (Uno, 2009: 6-7). Kebutuhan tersebut mencakup kebutuahn fisiologis (sandang

pangan), kebutuhan rasa aman (bebas bahaya), kebutuhan kasih sayang, kebutuhan untuk

dihargai dan dihormati, dan kebutuhan aktualisasi diri.

Berdasarkan beberapa teori motivasi yang ada, teori motivasi belajar adalah salah satu

yang diperlukan oleh guru bagaimana membangun motivasi siswa untuk bisa belajar.

1

Penghargaan

Cinta Kasih

Rasa Aman

Kebutuhan Fisiologis

Page 8: Proposal Penelitian Blended Learning

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah

perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari

praktik dan penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan

tertentu. Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang

sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa

indikator atau unsur yang mendukung. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan

sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan

kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya

penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya

lingkungan belajar yang kondusif (Uno, 2009: 23). Indikator-indikator tersebut

memungkinkan siswa untuk belajar dengan baik. Jika siswa sudah belajar dengan baik, maka

kebutuhan untuk mencapai hasil belajar yang baik sudah ada di depan mata.

Berdasarkan beberapa studi yang ada, penggunaan web dalam pembelajaran umumnya

diterapkan di sekolah-sekolah tinggi atau universitas untuk menghasilkan pembelajaran yang

efektif dan bermakna. Akan tetapi model pembelajaran berbasis web juga bisa diterapkan di

tingkat sekolah dasar dan menengah. Seperti yang diungkapkan oleh Passey (2000), “...web

based learning is used often as examples of materials produced by teacher for specific

information gathering excercises or to offer information on primary and secondary level.

(Luik, 2006).

Karena Blended ini merupakan kombinasi dari pembelajaran berbasis web dan

pembelajaran tatap muka, maka pembelajaran ini dapat diterapkan pada mata pelajaran apa

pun, termasuk mata pelajaran fisika yang salah satunya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu

pengetahun dan teknologi yang pesat.

Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa SMA/MA

baik itu di kelas X atau di kelas XI dan XII yang mengambil jurusan IPA. Walaupun materi

1

Page 9: Proposal Penelitian Blended Learning

Fisika sudah diajarkan di tingkat SMP, akan tetapi di tingkat tersebut bisa dikatakan sebagai

materi pengenalan. Materi yang lebih dalam dibahas terdapat di tingkat SMA. Berdasarkan

wawancara dengan guru Fisika di SMA Cakra Buana, masih banyak siswa yang belum

mencapai ketuntasan belajar minimal yakni 75, rata-rata dari siswa baru mencapai

ketuntasan 61. Selain masih rendahnya ketuntasan belajar, motivasi belajar siswa juga masih

rendah, hal ini terlihat dari kurangnya persiapan siswa ketika waktunya pelajaran fisika

dimulai di kelas. Meskipun setiap siswa sudah mempunyai sumber belajar (buku paket

fisika), akan tetapi mereka masih saja ada yang lupa membawanya ataupun mereka

membawanya tapi hanya dibawa saja, tidak mencoba untuk memahaminya. Jika kondisi

tersebut dibiarkan, maka akan menimbulkan dampak yang kurang baik dari status Sekolah

yang dalam kategori RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional)

Fisika adalah salah satu pelajaran yang menuntut siswanya tidak saja memahami teori dan

konsep fisika, akan tetapi siswa juga dituntut untuk melakukan praktikum di laboratorium.

Dalam wawancara dengan guru Fisika di SMA Cakra Buana Depok, selama ini pembelajaran

fisika masih menggunakan model konvesional dimana penggunaan komputer dengan

program power point dijadikan media untuk menyampaikan informasi, proses bimbingan

dilakukan dengan metode ceramah saja, dan latihan soal serta tugas-tugas yang harus

dikerjakan oleh siswa masih disampaikan secara manual (baik itu ditulis di papan tulis atau

pun diketik di atas kertas). Padahal SMA Cakra Buana Depok, sebagai salah satu sekolah

swasta di Depok yang sudah berkategori Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI);

memiliki fasilitas yang cukup lengkap baik fasilitas teknologi seperti ruang multimedia,

komputer, dan jaringan internet maupun fasilitas lain seperti laboratorium fisika; sekolah

swasta dengan jumlah siswa tiap kelas yang kecil dibatasi maksimal 24 siswa jauh lebih kecil

dibandingkan sekolah negeri yang bisa mencapai 40 siswa; dan mobilitas siswa di luar

sekolah sangat tinggi disebabkan sering mengikuti kegiatan atau aktivitas orang tuanya.

1

Page 10: Proposal Penelitian Blended Learning

Beranjak dari permasalahan di atas peneliti tertarik untuk menerapkan model

pembelajaran Blended Learning dalam pembelajaran Fisika yang terdiri dari atas 4 tahapan

instruksional dari Alessi dan Trollip (2002), yakni tahapan satu (pressnting information) dan

tahapan kedua (guiding the learner) menggunakan pembelajaran tatap muka (face to face

learning), sedangkan tahapan ketiga (practicing) dan tahapan keempat (assesing learning)

menggunakan pembelajaran berbasis web (web-based learning).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan pemasalahan dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana efektifitas Model Blended Learning terhadap motivasi dan

hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran Fisika di SMA Cakra Buana Depok”.

Rumusan masalah tersebut dapat diuraikan melalui beberapa pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

1. Apakah motivasi belajar siswa laki-laki yang menggunakan Blended Learning lebih

baik dibandingkan dengan motivasi belajar siswa perempuan?

2. Apakah motivasi belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih

baik daripada motivasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional?

3. Apakah hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik

daripada hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional?

4. Apakah hasil belajar siswa laki-laki yang menggunakan Blended Learning lebih baik

dibandingkan dengan hasil belajar siswa perempuan?

C. Batasan Masalah

Untuk memfokuskan masalah yang diteliti, penelitian dibatasi pada,

1

Page 11: Proposal Penelitian Blended Learning

1. Penerapan model ini hanya dibatasi pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X Semester 2 di

SMA Cakra Buana Depok.

2. Materi Fisika yang dipilih dalam penelitian ini adalah Suhu dan Kalor

3. Motivasi dibatasi pada indikator motivasi belajar sebagai berikut: (1) adanya hasrat

dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3)

adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar;

(5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan belajar

yang kondusif.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu,

Untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar siswa yang menggunakan model

Blended Learning dengan motivasi siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional.

Untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar antara siswa perempuan dan laki-laki

yang menggunakan model Blended Learning.

Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended

Learning dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvnesional.

Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa perempuan dan laki-laki yang

menggunakan model Blended Learning.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1

Page 12: Proposal Penelitian Blended Learning

1. Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman yang berharga karena dapat merealisasikan

pengetahuan, keilmuan yang telah peneliti dapatkan selama masa studi.

2. Bagi SMA Cakra Buana Depok sebagai masukan dalam perbaikan proses

pembelajaran Fisika khususnya dan pembelajaran sains lainnya pada umumnya.

3. Sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan guru yang lain dalam pelaksanaan proses

pembelajaran Fisika di tingkat SMA/MA

4. Sebagai bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut.

F. Variabel Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini memiliki tiga variabel yang

dibagi atas satu variabel bebas (X) yaitu model Blended Learning, dan dua variabel terikat

yaitu motivasi belajar (Y1) dan hasil belajar (Y2).

Keterangan: X : Model Blended Learning yang diterapkan

Y1: Motivasi selajar

Y2: Hasil belajar siswa

G. Definisi Operasional

1. Blended learning adalah pembelajaran yang mengkombinasikan antara web-based

learning dengan face-to-face learning. (Kerres and De Witt, 2003)

2. Web-based learning dihubungkan dengan materi pembelajaran yang disampaikan

dalam Web browser, termasuk ketika materi dikemas dalam CD-ROM atau media

lain. (Tsai dan Machado, 2010)

1

XY1

Y2

Page 13: Proposal Penelitian Blended Learning

3. Face-to-face learning adalah pembelajaran tatap muka antara guru dan siswa yang

dilakukan di ruang kelas atau Luik (2006) mensiratkan itu dengan “direct contact with

the teacher.”

4. Motivasi dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Sementara

itu motivasi belajar hakikatnya dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa

yang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan

beberapa indikator atau unsur yang mendukung. (Uno, 2009: 23)

5. Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar

mengajar.

H. Konsep Model Blended Learning

Isitlah Blended Learning (BL) sudah digunakan oleh lembaga pendidikan, khususnya

perguruan tinggi. Akan tetapi masih banyak orang merasa bingung dengan isitlah

tersebut. Banyak orang bertanya ketika mendengar tentang BL, “what is being Blended?”

Meskipun ada beberapa perbedaan yang mendefinisikan BL, banyak definisi mempunyai

banyak kesamaan atau menggunakan isitlah yang umum, yakni kata mengkombinasikan

(combining). Definisi-definsi tersebut bisa terlihat seperti di bawah ini (Graham, Allen,

and Ure, 2003):

Combining instructional modalities (or delivery media);

Combining instrusctional methods; dan

Combibining online and face to face instruction.

Definisi ketiga menurut Graham (2005) lebih akurat merefleksikan sejarah

penggabungan sistem BL dan merupakan fondasi yang akan dia kerjakan, yakni

“Blended learning systems combine face-to-face instruction with computer-mediated

instruction”.

1

Page 14: Proposal Penelitian Blended Learning

Menurut Graham (2005) BL mempunyai dua tipe lingkungan pembelajaran, yakni

ada lingkungan pembelajaran tatap muka secara tradisional (traditional face to face

learning environment) yang masih digunakan di sekitar daerah pedesaan; dan distributed

learning environment yang sudah mulai berkembang seiring dengan teknologi-teknologi

baru yang memungkinkan perluasan untuk mendistribusikan komunikasi dan interaksi.

Dahulu kedua lingkungan pembelajaran dalam BL tersebut tetap digunakan secara

terpisah oleh karena menggunakan kombinasi media dan metode yang berbeda dan

digunakan pada kebutuhan audien (peserta didik) yang berbeda. Misalnya tipe face to

face learning terjadi dalam teacher-directed environment dengan interaksi person-to-

person dalam live synchronous (pembelajaran langsung bergantung waktu) dan

lingkungan yang high-fidelity. Sedangkan sistem distance learning menekankan pada

self-paced learning dan pembelajaran dengan interaksi materi-materi yang terjadi dalam

asynchronous (tidak tergantung waktu) dan lingkungan low-fidelity (hanya teks). Pada

zaman skarang istilah BL sudah pada tahapan penggabungan kedua lingkungan di atas,

tidak terpisah lagi, artinya ada saat pembelajaran menggunakan metode, media dan

audien yang sama, yakni dengan menggunakan pembelajaran berbasis web. Hal yang

berbeda dengan istilah BL pada masa yang akan datang, karena pada masa yang akan

datang sistem blended akan lebih mendominasi dalam sebuah pembelajaran daripada

blended sekarang. Artinya face to face learning secara tadisional akan semakin

ditinggalkan karena teknologi terus berkembang yang tidak hanya terjadi di perkotaan,

tetapi juga di daerah pedesaan. Sehingga ketika teknologi masuk desa, sistem

pembelajaran tadisional yang ada akan semakin tenggelam dengan membudayanya

lingkungan pembelajaran yang dimediasi oleh teknologi komputer dan internet. Jadi

perbedaan isitlah isitilah Blended Learning pada zaman dahulu, sekarang dan masa yang

akan datang bisa terlihat seperti gambar di bawah ini:

1

Page 15: Proposal Penelitian Blended Learning

Gambar 2. BL pada masa lalu, sekarang (2005), dan yang akan datang

Ada 3 alasan kenapa menggunakan BL (Graham, Allend dan Ure, 2003, 2005), yakni,

(1) improved pedadogy; (2) increased access and flexibility; and (3) increased cost-

effectiveness. Oleh karena itu menurut Downing dan Chim (2004) pembelajaran berbasis

web dianggap sebagai metode instruksi yang efektif (Luik 2006). Meskipun demikian,

alasan efektifitas dalam pembelajaran berbasis webnya tergantung dari beberapa faktor.

Salah satu faktornya adalah mengintegrasikan desain user interface dengan desain

instruksional. “...many of these approaches still lack two important considerations needed

for implementing learning applications based on Web; (1) integration of the user

interface design with instructional design, and (2) development of the evaluation

framework to improve the overall quality of web-based learning environments.” (Nam

and Jackson, 2007)

Ada tiga model desain instruksional dalam pembelajaran berbasis web yaitu:

Objectivist Instructional Design Model (OIDMs); Constructivist Instructional Design

Model (CIDMs), dan Mixed approach to Instructional Design (MID). Akan tetapi dari

1

Page 16: Proposal Penelitian Blended Learning

ketiga model desain instruksional tersebut tidak ada yang membahas isu yang terlibat

dengan desain user interface dan efektifitas lingkungan berbasis web. Ketiga model

tersebut menurut Nam dan Jackson (2007) didasari oleh desain instruksional tradisional

yang salah satunya model desain instruksional Dick and Carey.

Berdasarkan isu di atas maka pendidik memerlukan sebuah alat pembelajaran atau

platform yang efektif untuk menampilkan materi pelajaran secara online dalam

pembelajaran berbasis web. Banyak sekali platform yang dijual yang sudah teruji

keefektifannya, seperti WebCT, Blackboard. Selain itu ada juga platform yang open

source, yakni Moodle (The International Federation of Surveyor, 2010). Moodle ini yang

lebih terkenal di Indonesia yang bisa didesain untuk local internet atau online. Moodle

(Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment) merupakan Course

Management System (CSM), juga dikenal sebagai Learning Managment System (LMS)

atau Virtual Learning Environmental (VLE). (Pusdiklat UPI, 2010). LMS ini

menggunakan teknologi internet untuk mengatur interaksi antara pengguna dan sumber

pembelajaran, yakni web (Rivai dan Murni, 2009: 453).

Dukungan Teoritis dan Empiris

Berdasarkan beberapa studi sebelumnya Blended Learning ini lebih fokus pada

pengembangan kogntif, makanya teori yang mendasarinya adalah aliran terori belajar

kognitif, yang salah satunya menggunakan teori konstruktivis.

Langkah-Langkah Blended Learning

Blended Learning ini dircancang karena ada saat dimana siswa memerlukan face to

face learning di samping web-based learning. Tidaklah heran mengapa siswa tidak

memilih pembelajaran dengan keseluruhan lewat internet (distance learning), karena

1

Page 17: Proposal Penelitian Blended Learning

menurut Mayer (1979), “...pengajaran dengan model-model discovery bukanlah satu-

satunya cara untuk memudahkan siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri.

Metode langsung (direct method) yang telah dirancang dengan baik juga dapat

membantu mereka membangaun pengetahuan.” (Joyce, et. al., 2009: 14).

Ungkapan itu didukung oleh Luik (2006) yang melakukan studi kepada murid-murid

di Estonia yang memakai 4 fase untuk kesuksesan model instruksional dalam

pembelajaran dari Alessi dan Trollip (2001), “model for successful instruction should

involve four activities or phases of instruction: (1) presenting information; (2) guiding the

learner; (3) practicing; dan (4) assesing learning.” Selanjutnya mereka mengatakan,

“since web-based learning could combine different types of educational software –

tutorials, hypermedia, simmulations, drills, etc it can foster any phase of instruction.”

Berdasarkan fase-fase tersebut Luik (2006) menemukan bahwa para siswa lebih memilih

web-based learning pada fase 3 dan 4, yakni fase practicing dan assesing learning (drills,

exercises, quizzes and/or tests), sedangkan fase 1 dan 2 lebih dipilih dengan face to face

learning (teacher explanations).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Blended Learning ini mengijinkan

kedua sifat pembelajaran yakni synchronous (bergantung pada waktu) dan aynschronous

(tidak tergantung pada waktu). Pembelajaran yang bersifat synchronous bersesuaian

dengan face to face learning, yakni waktu dimana siswa dan guru bertemu secara

langsung di dalam kelas. Untuk pembelajaran yang bersifat asynchronous bersesuaian

dengan pembelajaran berbasis web, dimana siswa dapat belajar dimanapun, kapanpun dan

tidak harus bertemu dengan gurunya. Kedua sifat pembelajaran tersebut akan

menggunakan LMS Moodle yang sudah penilti rancang secara online menggunakan

domain www.idwebshost.com. LMS Moodle tersebut akan diterapkan di SMA Cakara

Buana Depok dengan webnya www.lms.smacakrabuana.com.

1

Page 18: Proposal Penelitian Blended Learning

I. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan telah dilakukan oleh Piret Luik pada tahun 2006 di sekolah-

sekolah yang ada di Estonia dengan judul, “Web-based learning or face-to-face teaching

– preferences of Estonian Students”. Meskipun penelitian yang relevan bukan dilakukan

di Indonesia, tetapi di luar negeri, akan tetapi karakterisitk dari Blended Learning tidak

ditentukan oleh daerah atau negara. Salah satu faktor yang penting dalam Blended

Learning adalah sekolah yang menggunakan Blended Learning sudah didukung oleh

teknologi komputer dan jaringan internet. Penggunaan Blended ini dilakukan pada forms

7-12 (setara Sekolah Dasar) dan 13-18 (setara dengan Sekolah Menengah Pertama dan

Atas) dalam pendidikan secara umum. Beberapa hasil yang dia dapatkan adalah Blended

Learning tidak dipengaruhi oleh letak daerah (rural atau urban), dan laki-laki dan

perempuan tidak secara signifikan memilih wholly web based learning atau distance

learning.

J. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang peneliti ajukan pada penelitian ini adalah:

1. Motivasi belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik

dibanding motivasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional.

2. Hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik dibanding

hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

Bila diformulasikan secara statistik, bisa dilihat seperti di bawah ini.

Untuk variabel motivasi belajar (Y1):

1

Page 19: Proposal Penelitian Blended Learning

Ho1: Motivasi siswa yang menggunakan model Blended Learning tidak lebih baik

dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional. Ho: b < i

Ha1: Hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik

dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional. Ho: b > i

Ho2: Motivasi belajar siswa laki-laki yang menggunakan model Blended Learning tidak

lebih baik dibanding hasil belajar siswa perempuan. Ho: b < i

Ha2: Motivasi belajar siswa laki-laki yang menggunakan model Blended Learning lebih

baik dibanding hasil belajar siswa perempuan. Ho: b > i

Untuk variabel hasil belajar (Y2):

Ho3: Hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning tidak lebih baik

dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional. Ho: b < i

Ha3: Hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning lebih baik

dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional. Ho: b > i

Ho4: Hasil belajar siswa laki-laki yang menggunakan model Blended Learning tidak

lebih baik dibanding hasil belajar siswa perempuan. Ho: b < i

Ha4: Hasil belajar siswa laki-laki yang menggunakan model Blended Learning lebih baik

dibanding hasil belajar siswa perempuan. Ho: b > i

1

Page 20: Proposal Penelitian Blended Learning

K. Metodolgi Penelitian

1. Metode Penelitian

Berdasarkan judul dan permasalahan, di atas maka jenis penelitian ini adalah

eksperimen. Dalam penelitian ini, siswa dibedakan atas dua kelas yaitu kelas kontrol

dan kelas eksperimen. Kedua kelas ini diberi perlakuan yang berbeda. Pada kelas

eksperimen digunakan model pembelajaran Blended Learning, sedangkan kelas

kontrol digunakan pembelajaran konvensional di sekolah tersebut.

2. Desain Penelitian

Disain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk post-test only

control design group. Responen benar-benar dipilih secara random dan diberi

perlakuan serta ada, untuk lebih jelasnya dapat diliha pada tabel 1.

Tabel 1. Desain Eksperimen

Group Perlakuan Post-tes

Eksperimen X1 O1

Kontrol O2

Sumber : Sarwono (2006 : 87)

keterangan:

O1 : Postes pada kelas eksperimen

O2 : Postes pada kelas kontrol

X1 : Perlakuan dengan penggunaan model Blended Learning

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas X SMA Cakra

Buana Depok. Seluruh siswa berjumlah 65 siswa yang dibagi ke dalam tiga (3) lokal,

X1 sebanyak 21 siswa, X2 sebanyak 22 siswa dan X3 sebanyak 22 siswa artinya

1

Page 21: Proposal Penelitian Blended Learning

masing-masing lokal tidak lebih dari 24 siswa. Berdasarkan hal tersebut, dari 3 lokal

yang ada hanya dipakai 2 lokal yang dijadikan sampel penelitian, 1 lokal (kelas X2)

sebagai kelas kontrol dan 1 lokal (kelas X3) lagi sebagai kelas eksperimen.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dengan melakukan observasi lapangan, angket melalui

pengisian kuosioner tentang motivasi belajar dan tes penguasaan materi.

a. Observasi

Observasi yang dilakukan adalah observasi terstruktur dengan menggunakan

lembaran daftar cek. Observer akan memberikan tanda checklist jika kriteria yang

dimaksud dalam daftar cek ditunjukkan oleh siswa. Observasi dilakukan untuk

melihat respon siswa dalam Blended Learning menggunakan LMS Moodle untuk

materi Suhu dan Kalor.

b. Angket

Angket bertujuan mengetahui motivasi belajar siswa terhadap pelaksanaan

proses pembelajaran fisika dengan Blended Learning. Sebelum instrumen in

digunakan dalam penelitian maka dilakukan uji coba. Pada instrumen penelitian

dalam bentuk tes uji coba diperlukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas.

c. Tes Penguasaan materi dan Praktikum

Tes ini kadang-kadang disebut juga tes prestasi belajar, mengukur hasil belajar

yang dicapai siswa selama kurun waktu tertentu (Sukmadinata, 2009:223). Setelah

materi suhu dan kalor selesai diberikan, maka peneliti akan memberikan soal yang

yang sama yang berkaitan dengan topik tersebut kepada siswa melalui LMS Moodle

(untuk kelas eksperimen) dan melalui model konvensional (kelas kontrol). Tujuan

pemberian soal ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penguasaan kognitf siswa

1

Page 22: Proposal Penelitian Blended Learning

tentang materi yang baru saja diajarkan, dan untuk mengetahui hasil belajar yang

dicapai oleh siswa tersebut. Kelompok/kelas eksperimen diberi perlakukan (Bleded

Learning) oleh peneliti, kemudian dilakukan pengukuran (post-test). Sedangkan

kelompok/kelas lain yang digunakan sebagai kelas kontrol tidak diberi perlakuan

ettapi hanya dilakukan pengukuran saja (post-test). Selain dilakukan post-test, juga

secara terpisah akan dilakukan tes praktikum dan presentasi dari hasil praktikum. Tes

ini merupakan tes yang dilakukan setelah tes penguasaan kognitif selesai

dilaksanakan. Pada instrumen penelitian dalam bentuk tes uji coba diperlukan untuk

mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda soal.

1) Uji Validitas tes

Suatu alat pengukur dikatakan valid, jika alat itu mampu mengukur apa yang harus

diukur (Nasution, 2008 :74), validitas ada beberapa macam, yaitu validitas isi,

konstruk dan kriteria.

Perhitungan validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13.00,

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Setelah hasil jawaban responden dengan menggunakan skala Likert (skala 1-5

poin) didapat, maka hasil tersebut dimasukan ke dalam SPSS data editor.

b. Data tersebut diproses dengan menggunakan uji korelasi (r = product moment)

sehingga di dapat output r hitung masing-masing dari pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan.

c. Setelah di dapat r hitung, maka selanjutnya membandingkan r hitung tersebut

dengan r tabel. Dimana r tabel untuk N = 21 adalah 0,433. Jika r hitung lebih kecil

dari r tabel, maka pertanyaan yang kita berikan tidak valid sehingga perlu

perbaikan atau pergantian soal, atau dengan kata lain soal tersebut harus dibuang.

1

Page 23: Proposal Penelitian Blended Learning

Sebaliknya, jika r hitung lebih besar dari r tabel, maka pertanyaan tersebut

dianggap valid dan bisa digunakan untuk proses selanjutnya.

2). Reliabilitas,

Instrumen dikatakan reliabel bila alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu

yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama. (Nasution, 2008, 77).

Untuk menentukan reliabilitas tes digunakan program SPSS 13.00. Prosesnya yaitu

hasil dari analisa validitas dengan uji korelasi, maka selanjutnya dilakukan proses

reliabilitas yang nantinya akan menghasilkan output nilai koefisien alfa (koefisien

korelasi). Jika nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,600, maka soal-soal tersebut

sudah reliabel.

Interpretasi untuk besarnya koefesien korelasi adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80< r xy ≤ 1,00

Sangat tinggi (sangat baik)

0,60< r xy ≤ 0,80

tinggi (baik)

0,40< r xy ≤ 0,60

cukup(sedang)

0,20< r xy ≤ 0,40

rendah (kurang)

0,00< r xy ≤ 0,20

sangat rendah (sangat kurang)

3). Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu

soal. Besarnya indeks kesukaran berkisar antara 0,00 sampai 1,0. Soal dengan indeks

kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, indeks 1,0 menunjukkan

1

Page 24: Proposal Penelitian Blended Learning

bahwa soal tersebut terlalu mudah. Indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi) yang

dihitung dengan rumus:

P= B

JS

P : Indeks kesukaran

B : Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Klasifikasi untuk indeks kesukaran adalah sebagai berikut:

Tabe 2. Kategori tingkat Kesukaran

Batasan Kategori

0,00 ≤ P < 0,30 soal sukar

0,30 ≤ P < 0,70 soal sedang

0,70 ≤ P < 1,00 soal mudah

4). Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa

yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang

menunjukkan besarnya daya pembeda disebut Indeks diskriminasi (D). Rumus untuk

menentukan indeks diskriminasi adalah:

D=

BA

J A

−BB

J B

=PA−PB (Arikunto, 2005:213)

dengan

J : Jumlah peserta tes

JA : Banyaknya peserta kelompok atas

JB : Banyaknya peserta kelompok bawah

BA: Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar

1

Page 25: Proposal Penelitian Blended Learning

BB: Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar

PA: proporsi kelompok atas yang menjawab benar

PB : proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Kategori daya pembeda adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 ≤ D ≤ 0,20 jelek

0,20 < D ≤ 0,40 cukup

0,40 < D ≤ 0,70 baik

0,70 < D ≤ 1,00 baik sekali

4. Pengolahan dan Analisis data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi

13.00. Data primer dianalisa dengan cara membandingkan nilai rata-rata (means) hasil

post-tes siswa dengan pembelajaran dengan metode Blended Learning dan dengan hasil

post-test siswa dengan pembelajaran konvensional.

a. Uji t berpasangan. Uji t berpasangan dengan program SPSS versi 13.00 dipakai

untuk membandingkan antara dua keadaan, yaitu keadaan nilai rata-rata post-test

siswa pada kelas eksperimen dengan siswa pada kelas kontrol.

b. Analisis terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan

memperhatikan hasil dari lembaran observasi yang dilakukan.

1

Page 26: Proposal Penelitian Blended Learning

DAFTAR PUSTAKA

Alderman, Kay, M. (2008), Motivation for Achievement, Routledge. NewYork and London.

Arends, Richard (2008), Learning To Teach, Mc Graw Hill Companies, New York.

Arsyad, Azhar (2010), Media Pembelajaran, Rajawali Pers, Jakarta.

Boettcher, Judith, V., Conrad, Rita-Marie (2010), The Online Teaching Survival Guiding,

Jossey-Bass. San Fransisco.

Djamarah, Syaiful B. Dan Zain, Aswam (2006), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta,

Jakarta.

Dziuban Charles D.; Hartman, Joel L.; dan Moskal, Patsy D. (2004). Blended Learning.

Tersedia [online] http://net.educause.edu/ir/library/pdf/ERB0407.pdf [13 November

2010]

Chang, Chew Hung (2007), Engaging Learning Through the Internet, Prentice Hall

Pearson Education South Asia Pte Ltd, Singapore.

Galloway, D., Rogers, C., Armstrong D., Leo, E. (1998), Motivating the Difficult To Teach,

Longman, London and New York.

Graham, Charles R. (2005), Blended Learning Systems. Tersedia [online]

http://media.wiley.com/product_data/excerpt/86/07879775/0787977586.pdf [24

November 2010]

International Federation of Surveyor (FIG), (2010), Enhnacing Surveying Education Through

E-Learning. Tersedia [online] www. fig .net/pub/ fig pub/pub46/ fig pub46.pdf [26

November 2010]

Januszewski, A., Molenda, Michael (2008), Educational Technology, Lawrence Erlbaum

Associate, New York and London.

Joyce, B., Weil, M., Calhoun, E. (2009), Models of Teaching. Pearson Education. USA

1

Page 27: Proposal Penelitian Blended Learning

Luik, Piret (2006), Web Based-Learning or Face-to-Face Teaching – Preferences of

Estonian Students. Tersedia [online] www.aare.edu.au/06pap/ lui06159 .pdf [12

Oktober 2010]

Marco, Di Silvia; Maneira, Antonio; Riberio, Paulo; dan Maneira, M.J.P. (2009).

http://www.elearningeuropa.info/files/media/media20250.pdf [13 November 2010]

Nasution (2008), Metode Research. Bumi Aksara, Jakarta.

Pusdilkat Direktorat TIK, Univeristas Pendidikan Indonesia (2010), Membangun Kelas

Virtual dengan Moodle, UPI, Bandung.

Rivai, Veithzal dan Murni, Sylviana (2009), Education Management, Rajawali Pers, Jakarta.

Robbyler, M.D., Edward, J., Havriluk, M.A. (1997). Integrating Educational Technology

into Teaching, Prentice Hall, New Jersey.

Sardiman (2009), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Pers, Jakarta.

Sarwono, Jonathan (2006), Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Sukmadinata, Nana Syaodih (2009) Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosda karya,

Bandung.

The International Federation of Surveyor (2010)

Trianto. 2007. Model-model pembelajaran inovatif berorientasi Konstruktivistik Jakarta :

Prestasi Pustaka

Tsai, Susana dan Machado, Paula (2010), E-Learning, Online Learning, Web-Based

Learning or Distance Learning Unveiling the Ambiguity in Current Terminology.

Tersedia [online] http://www.elearnmag.org/subpage.cfm?

section=best_practices&article=6-1 [15 Oktober 2010]

Uno Hamzah B. (2009),Teori Motivasi dan Pengukurannya, Bumi Aksara, Jakarta.

1

Page 28: Proposal Penelitian Blended Learning

Warsita, Bambang (2008), Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya, Rineka

Cipta, Jakarta.

1