LEMBAR PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah II oleh Faizzatur Rokhmah, NIM 1003000062, dengan judul “Hubungan Antara Pengetahuan Gizi dan Frekuensi Konsumsi Fast food dengan Status Gizi Mahasiswa Tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang Tahun 2013” telah diujikan di depan dewan penguji pada tanggal Juli 2013. Dewan Penguji, Ketua Penguji Dra. Nurul Hakimah, SST, M.Kes NIP. 19680623 199203 2 001 Penguji Anggota I Penguji Anggota II Hasan Aroni, SKM., MPH. Dra. Sri Endang Surowati, MM. NIP. 19691009 199403 1 002 NIP. 19510924 198403 2 001 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah II oleh Faizzatur Rokhmah, NIM 1003000062, dengan judul
“Hubungan Antara Pengetahuan Gizi dan Frekuensi Konsumsi Fast food
dengan Status Gizi Mahasiswa Tingkat 3 Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Malang Tahun 2013”
telah diujikan di depan dewan penguji pada tanggal Juli 2013.
Dewan Penguji,
Ketua Penguji
Dra. Nurul Hakimah, SST, M.Kes
NIP. 19680623 199203 2 001
Penguji Anggota I Penguji Anggota II
Hasan Aroni, SKM., MPH. Dra. Sri Endang Surowati, MM.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Konsumsi Fast food Responden.............................26
Tabel 5. Distribusi Status Gizi Responden............................................................26
Tabel 6. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi dengan Frekuensi Konsumsi Fast food Responden.....................................................................................26
Tabel 7. Hubungan Antara Frekuensi Konsumsi Fast food dengan Status Gizi Responden.............................................................................................27
Tabel 8. Jumlah Mahasiswa Jurusan Gizi TA 2012/2013.....................................32
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin........................32
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia.....................................33
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Waktu Tidur........................33
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Waktu Menonton TV dan Main Komputer.....................................................................................34
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kebiasaan Olahraga............34
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Uang Saku...........................34
Tabel 15. Distribusi Pengetahuan Gizi tentang Fast food Responden...................35
Tabel 16. Distribusi Frekuensi Konsumsi Fast food Responden...........................36
Tabel 17. Distribusi Status Gizi Responden dalam 6 kategori..............................37
Tabel 18. Distribusi Status Gizi Responden dalam 2 kategori..............................37
Tabel 19. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi dengan Frekuensi Konsumsi Fast food Responden.....................................................................................39
Tabel 20. Lanjutan Hubungan Antara Pengetahuan Gizi dengan Frekuensi Konsumsi Fast food Responden............................................................39
Tabel 21. Hubungan Antara Frekuensi Konsumsi Fast food dengan Status Gizi Responden.............................................................................................48
Tabel 22. Lanjutan Hubungan Antara Frekuensi Konsumsi Fast food dengan Status Gizi Responden...........................................................................48
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan gaya hidup dan perilaku makan telah menimbulkan
masalah gizi ganda yaitu masalah gizi lebih dan gizi kurang dengan berbagai
resiko penyakit yang ditimbulkannya. Upaya menanggulangi masalah gizi
ganda adalah membiasakan hidup sehat dan teratur serta mengonsumsi
hidangan sehari-hari dengan susunan zat gizi yang seimbang berdasarkan 13
pesan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). (Esi, 2003).
Kebiasaan makan dipengaruhi secara signifikan oleh perubahan gaya
hidup, termasuk gaya hidup untuk mengonsumsi fast food. Peningkatan
kemakmuran di Indonesia juga diikuti oleh perubahan gaya hidup dan
kebiasaan makan. Pola makan, terutama di kota besar, bergeser dari pola
makan tradisional ke pola makan barat (terutama dalam bentuk fast food)
yang sering mutu gizinya tidak seimbang. Jenis makanan tersebut merupakan
jenis-jenis makanan yang bermanfaat, akan tetapi secara potensial mudah
menyebabkan kelebihan masukan kalori. Berbagai makanan yang tergolong
fast food tersebut adalah kentang goreng, ayam goreng, hamburger, soft
drink, pizza, hotdog, donat, dan lain-lain (Padmiari, 2002).
Hasil dari suatu penelitian ditemukan bahwa makanan siap santap
(fast food) justru mengandung protein, kalori, lemak, kolesterol dan garam
yang cukup tinggi, tetapi sedikit kandungan vitamin, mineral, dan serat.
Secara umum, kandungan energi, kolesterol dan garam pada fast food tinggi
namun sangat miskin serat. (Faisal & Riyadi, 1994).
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status
gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang dalam jumlah
berlebihan. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
atau lebih zat-zat gizi esensial. Baik pada status gizi lebih, maupun status gizi
kurang terjadi gangguan gizi. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer
dan atau sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang
salah dalam kuantitas atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya
7
penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan,
ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah dan sebagainya. Faktor sekunder
merupakan semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-
sel tubuh setelah makanan dikonsumsi. Misalnya faktor-faktor yang
menyebabkan terganggunya pencernaan, seperti gigi geligi yang tidak baik
dan kelainan struktur cerna (Almatsier, 2004).
Departemen Pertanian, 2005, mengemukakan yang dimaksud dengan
pola makan seimbang adalah pangan yang dikonsumsi harus memenuhi
kualitas (mutu) maupun kuantitas (jumlah) dan terdiri dari sumber
karbohidrat (kelompok pangan padi-padian dan umbi-umbian), sumber
protein hewani dan nabati (pangan hewani dan kacang-kacangan), penambah
citarasa/ pelarut vitamin (minyak dan lemak, buah biji berminyak, gula), serta
vitamin dan mineral.
Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari hal ihwal makanan, dikaitkan
dengan kesehatan tubuh (Sediaoetama, 2008). Sedangkan menurut Keputusan
Menteri Kesehatan No.374 tentang standar profesi gizi, ahli gizi dan ahli
madya gizi adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan akademik dalam bidang gizi sesuai aturan yang berlaku,
mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh untuk
melakukan kegiatan fungsional dalam bidang pelayanan gizi, makanan dan
dietetik baik di masyarakat, individu atau rumah sakit.
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang merupakan perguruan
tinggi yang mengajarkan tentang profesi gizi. Kelompok bidang ilmu yang
diberikan disesuaikan dengan tuntutan peran, fungsi dan kompetensi yang
diharapkan dari seorang Ahli Madya Gizi. Kelompok bidang ilmu tersebut
memberikan pengetahuan-pengetahuan khususnya pengetahuan tentang gizi
seperti Anatomi-Fisiologi, Dietetika, Ilmu Gizi Dasar, Penilaian Status Gizi,
dan lain-lain (Bakri, 2010).
Sebagai seorang calon ahli gizi yang kelak akan melakukan tugasnya
ditengah-tengah masyarakat, hendaknya sebelum terjun langsung di
masyarakat, bisa menerapkan ilmu yang telah diperoleh pada diri sendiri. Hal
yang paling dasar misalnya adalah masalah penampilan. Karena pada saat
8
seorang ahli gizi bertemu pasien/klien, yang terlihat pertama adalah
penampilan secara fisik. Apabila penampilan ahli gizi tidak sesuai dengan
berat badan ideal misalnya, maka bisa membuat pasien/klien tersebut ragu
terhadap kompetensi ahli gizi tersebut. Kemudian masalah kedua adalah
tentang pemilihan makanan seorang ahli gizi. Apabila seorang ahli gizi tidak
bisa memilih makanan yang sehat bagi diri sendiri, bagaimana bisa ia
menyuruh pasien/klien untuk makan makanan yang sehat.
Peneliti mengambil sampel mahasiswa Tingkat 3 Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Malang karena peneliti melihat adanya kecenderungan
dari mahasiswa tingkat 3 untuk mengonsumsi fast food, sedangkan latar
belakang mereka sedang kuliah di jurusan gizi dan kelak akan menjadi
seorang ahli gizi. Seharusnya pengetahuan tentang ilmu gizi jauh lebih baik
daripada masyarakat umum, akan tetapi mengapa masih suka mengonsumsi
fast food. Selain itu bila dibandingkan dengan mahasiswa jurusan gizi tingkat
1 dan 2, mahasiswa tingkat 3 secara kasat mata dapat dilihat bahwa status
gizinya lebih bermasalah. Dan setelah dilakukan studi pendahuluan yang
dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 2012 dengan responden adalah
Mahasiswa Tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang sejumlah 26
orang, diketahui bahwa sebesar 54% responden status gizinya normal, 19%
responden berstatus gizi kurus, 19% mengalami gemuk, 4% mengalami obes
1 dan 4% mengalami obes 2.
Peneliti tidak mengambil sampel dari mahasiswa tingkat 1 dan 2
karena mahasiswa tingkat 3 telah mendapatkan ilmu gizi yang lebih baik
serta pengalaman yang lebih banyak, sehingga seharusnya penerapan
ilmunya lebih baik. Selain itu peneliti juga telah bersama-sama dengan
responden sejak responden masuk jurusan gizi, sehingga peneliti tahu
bagaimana perkembangan status gizi responden selama hampir 3 tahun
terakhir, sehingga responden bisa dibedakan antara yang malnutrisi sejak
awal (genetik dari orang tua) dan yang mengalami malnutrisi saat di jurusan
gizi. Namun, seharusnya yang telah mengalami malnutrisi sejak awal, setelah
kuliah di jurusan gizi sudah bisa mengatur pola makan sesuai dengan
kebutuhan dan berusaha untuk menjadikan status gizinya normal. Begitu juga
9
dengan yang mengalami malnutrisi setelah masuk jurusan gizi, seharusnya
responden bisa mengatur kebutuhan tubuhnya sendiri sehingga tidak
mengalami malnutrisi.
Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang
bagaimana hubungan antara pengetahuan gizi dan frekuensi konsumsi fast
food dengan status gizi Mahasiswa Tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Malang.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara pengetahuan gizi dan frekuensi konsumsi
fast food dengan status gizi mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Malang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dan frekuensi
konsumsi fast food dengan status gizi mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Malang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan gizi mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Malang
b. Mengetahui implementasi pengetahuan gizi meliputi frekuensi
konsumsi fast food mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Malang.
c. Mengetahui tingkat status gizi mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Malang
d. Mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dengan frekuensi
konsumsi fast food mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Malang
e. Mengetahui hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan
status gizi mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Malang
10
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
a. Dapat memberikan informasi tentang kebiasaan makan makanan
cepat saji (fast food) mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Malang.
b. Sebagai masukan untuk memotivasi mahasiswa gizi agar lebih
memperhatikan pemilihan makanan yang sehat.
2. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
perkembangan ilmu gizi.
b. Dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang
fast food.
c. Dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama
pendidikan dan menambah pengetahuan serta pengalaman dalam
membuat penelitian ilmiah.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan Gizi
1. Konsep Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo,
2005).
Pengetahuan atau kognitif yang merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan
sebagai dorongan fisik dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun
dengan dorongan sikap perilaku setiap orang sehingga dapat dikatakan
bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor, disamping
pendidikan yang dijalani, faktor lingkungan sosial dan frekuensi kontak
dengan media massa juga mempengaruhi pengetahuan gizi. Salah satu
sebab gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau
kemampuan untuk menerapkan informasi-infornasi tentang gizi dalam
kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2007).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Gizi
Menurut Suhardjo (2007), ada 3 faktor yang mempengaruhi
pengetahuan gizi seseorang, yaitu :
a. Tingkat pendidikan yang dialami
b. Faktor lingkungan dan sosial budaya
c. Frekuensi/seringnya seseorang kontak dengan media massa, seperti :
radio, televisi atau media lainnya.
12
B. Frekuensi Konsumsi Fast food
1. Fast food
Makanan cepat saji (fast food) adalah makanan yang tersedia
dalam waktu cepat dan siap disantap, seperti fried chiken, hamburger atau
pizza. Mudahnya memperoleh makanan siap saji di pasaran memang
memudahkan tersedianya variasi pangan sesuai selera dan daya beli.
Selain itu, pengolahan dan penyiapannya lebih mudah dan cepat, cocok
bagi mereka yang selalu sibuk ( Sulistijani, 2002).
Dampak dari arus globalisasi yang paling nyata terlihat pada
penduduk di perkotaan adalah gaya hidup konsumsi pangan, termasuk
gaya hidup dalam memilih tempat makan dan jenis pangan yang
dikonsumsi. Perubahan gaya hidup dalam konsumsi pangan ini terutama
dipicu oleh perbaikan/peningkatan pendapatan, kesibukan kerja yang
tinggi, dan promosi produk pangan trendy ala Barat, utamanya fast food,
namun tidak diimbangi dengan peningkatan pengetahuan dan kesadaran
gizi (Kodyat dalam Muchtadi, 1996).
Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan di Indonesia
juga bisa mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Khususnya
bagi remaja tingkat menengah ke atas, restoran makanan cepat saji
merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan di restoran fast
food ditawarkan dengan harga terjangkau dengan kantong mereka,
servisnya cepat dan jenis makanannya memenuhi selera. Makanan cepat
saji umumnya mengandung kalori, kadar lemak, gula dan sodium (Na)
yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam akorbat, kalsium dan
folat. Makanan cepat saji adalah gaya hidup remaja (Khomsan, 2004).
2. Kandungan Gizi Fast food
Secara umum makanan cepat saji mengandung kalori, kadar lemak,
gula dan sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam
akorbat, kalsium dan folat. Dan berikut ini gambaran kandungan nilai gizi
dari beberapa jenis makanan cepat saji yang saat ini banyak dikonsumsi
oleh masyarakat karena pengaruh tren globalisasi :
10) Komposisi gizi Chicken nugget protein 15,5%, lemak 9,7%,
karbohidrat 66,7% (Muliany, 2005).
3. Dampak Negatif Konsumsi Fast food
1) Meningkatkan Resiko Serangan Jantung
Kandungan kolesterol yang tinggi pada makanan cepat saji
dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Pembuluh darah
yang tersumbat akan membuat aliran darah tidak lancar yang dapat
mengakibatkan terjadinya serangan jantung koroner.
2) Membuat Ketagihan
Makanan cepat saji mengandung zat aditif yang dapat membuat
ketagihan dan merangsang untuk ingin terus memakannya sesering
mungkin.
14
3) Meningkatkan Berat Badan
Jika suka mengonsumsi makanan cepat saji dan jarang
berolahraga, maka dalam beberapa minggu tubuh akan mengalami
penambahan berat badan yang tidak sehat. Lemak yang di dapat dari
mengonsumsi makanan cepat saji tidak digunakan dengan baik oleh
tubuh jika tidak berolahraga. Lemak inilah yang kemdian tersimpan dan
menumpuk dalam tubuh.
4) Meningkatkan Risiko Kanker
Kandungan lemak yang tinggi yang terdapat dalam makanan
cepat saji dapat meningkatkan risiko kanker, terutama kanker payudara
dan usus besar.
5) Memicu Diabetes
Kandungan kalori dan lemak jenuh yang tinggi dalam makanan
cepat saji akan memicu terjadinya resistensi insulin yang berujung pada
penyakit diabetes. Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tubuh tidak
merespon insulin sehingga menurunkan penyerapan glukosa yang
menyebabkan banyak glukosa menumpuk di aliran darah.
6) Memicu Tekanan Darah Tinggi
Garam dapat membuat masakan menjadi jauh lebih nikmat.
Hampir semua makanan makanan cepat saji mengandung garam yang
tinggi. Garam mengandung natrium, ketika kadar natrium dalam darah
tinggi dan tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, volume darah meningkat
karena natrium bersifat menarik dan menahan air. Peningkatan ini
menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk mengalirkan darah ke
seluruh tubuh yang menyebabkan tekanan darah tinggi.
Bahaya makanan cepat saji yang telah dijabarkan oleh peneliti
ilmiah dari beberapa ilmiah pakar serta penerhati nutrisi adalah sebagai
berikut:
a. Sodium (Na) tidak boleh kebanyakan terdapat didalam tubuh kita.
Untuk ukuran orang dewasa, sodium yang aman jumlahnya tidak
boleh lebih dari 3300 mg. Inilah sama degan 1 3/5 sendok teh.
Sodium yang banyak terdapat dalam makanan cepat saji dapat
15
meningkatkan aliran dan tekanan darah sehingga bisa membuat
tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi juga akan berpengaruh
munculnya gangguan ginjal, penyakit jantung dan stroke. Lemak
jenuh yang juga banyak terdapat dalam makanan cepat saji, yang
berbahaya bagi tubuh karena zat tersebut merangsang organ hati
untuk memproduksi banyak kolesterol. Kolesterol sendiri didapat
dengan dua cara, yaitu oleh tubuh itu sendiri dan ada juga yang
berasal dari produk hewani yang kita makan dan dimasak terlalu
lama. Kolesterol banyak terdapat dalam daging, telur, ayam, ikan,
mentega, susu dan keju. Bila jumlahnya banyak, kolesterol dapat
menutup saluran darah dan oksigen yang seharusnya mengalir ke
seluruh tubuh. Tingginya jumlah lemak jenuh dalam makanan cepat
saji akan menimbulkan kanker, terutama kanker usus dan kanker
payudara. Kanker payudara merupakan pembunuh terbesar setelah
kanker usus. Lemak dari daging, susu, dan produk-produk susu
merupakan sumber utama dari lemak jenuh.
b. Selain itu, beberapa menu dalam restoran fast food juga
mengandung banyak gula. Gula, terutama gula buatan, tidak baik
untuk kesehatan karena dapat menyebabkan penyakit gula atau
diabetes, kerusakan gigi dan obesitas. Minuman bersoda, cake, dan
cookies mengandung banyak gula dan sangat sedikit vitamin serta
mineralnya. Minuman bersoda mengandung paling bayak gula,
sedangkan kebutuhan gula dalam tubuh tidak boleh lebih dari 4 g
atau satu sendok teh sehari (Septiyani, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of Minnesota
School of Public Health selama kurang lebih 10 tahun yang dimulai sejak
tahun 1990-an. Pengamatan dilakukan pada 60 ribu warga Singapura
keturunan Tionghoa dengan usia antara 45-74 tahun. Penelitian tersebut
disesuaikan pula dengan usia, jenis kelamin, berat badan, status merokok, dan
tingkat pendidikan. Dari pengamatan ditemukan mereka yang makan fast
food ala Amerika memiliki peningkatan risiko diabetes sebanyak 27% lebih
16
tinggi. Dan, resiko terkena sakit jantung turut meningkat sebesar 56%. Hasil
ini didapat setelah menelisik riwayat kematian 1397 orang akibat penyakit
jantung dan 2252 orang akibat diabetes selama kurun waktu penelitian.
Sementara itu, makan fast food minimal empat kali dalam seminggu bisa
meningkatkan resiko penyakit jantung sebesar 80%.
Situs berita HealthDaysNews menyatakan pada tahun 2012 di
Amerika Serikat (AS) sudah ada 57.000 orang meninggal akibat kanker usus
besar. Mayoritas (97%) penderitanya adalah mereka yang berusia di atas 40
tahun, hal ini diakibatkan oleh asupan makanan yang rendah serat seperti
yang ada dalam fastfood. Mereka yang mengalami kanker usus besar dan
lainnya biasanya diakibatkan oleh konsumsi makanan cepat saji yang
mengandung lemak tinggi serta bahan kimia lainnya.
C. Status Gizi
1. Pengertian
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu (Supariasa, 2002).
Status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik
dan lebih (Almatsier, 2004).
2. Penilaian Status Gizi
Status gizi dapat diketahui dengan menggunakan beberapa metode.
Metode penilaian status gizi menurut I Dewa Nyoman Supariasa (2002)
adalah sebagai berikut :
a. Metode Pengukuran Langsung
1. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
17
2. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh
seperti hati dan otot.
3. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
(supervicial ephitelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan
tubuh seperti kelenjar tiroid.
4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode
penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khusus-
nya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
b. Metode Pengukuran Tidak Langsung
1. Survey konsumsi
Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
yang dikonsumsi.
2. Statistik vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3. Faktor etiologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
18
biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi,
dan lain-lain.
Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status
gizi adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks massa
tubuh menurut umur (IMT/U).
Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan
gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan seimbang
antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan
berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya, dalam keadaan
yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu
dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan
menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi.
Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi seoseorang saat ini (current nutritional status).
Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tubuh
seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak
seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan
gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap
tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.
19
Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks ini
menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan Bengoa (1973)
menyatakan bahwa indeks TB/U di samping memberikan gambaran status
gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi.
Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jellife pada tahun
1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi.
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk melihat status gizi
saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang
independen terhadap umur.
Indeks Massa Tubuh (IMT/U)
Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia
18 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai
resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas
kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan
secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan
berat badan ideal atau normal.
Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan
berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass
Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat
mencapai usia harapan hidup lebih panjang.
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur
diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan ada bayi, anak, remaja, ibu
hamil dan olahragawan. Disamping itu IMT tidak bisa diterapkan pada
20
keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites dan
hepatomegali.
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Indeks Antropometri
Indeks Kelebihan Kekurangan BB/U Lebih mudah dan cepat
dimengerti oleh masyarakat umum
Baik untuk mengukur status gizi akut/kronis
Berat badan dapat berfluktuasi
Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil
Dapat mendeteksi kegemukan
Terjadi interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema / asites
Umur sering sulit ditaksir secara tepat
Kesalahan pengukuran karena faktor pakaian atau gerakan
Hambatan dalam masalah sosial budaya
TB/U Baik untuk menilai status gizi masa lampau
Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa
Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun
Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukannya
Ketepatan umur sulit didapat
BB/TB Tidak memerlukan data umur
Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus)
Tidak dapat memberikan gambaran tinggi badan menurut umur anak
Membutuhkan 2 macam alat ukur dan 2 orang petugas
Pengukuran relatif lebih lama
Terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran
Sulit mengukur panjang / tinggi balita
IMT/U Biaya tidak mahal Tidak akurat pada
21
Hanya diperlukan data BB dan TB
Mudah dikerjakan
olahragawan Tidak akurat pada anak-
anak Tidak akurat pada
kelompok bangsa tertentuSumber : Penilaian Status Gizi, 2002
Cara menghitung nilai Z-Score dari median rujukan (Supariasa, 2002)
Z-Score = Nilai individu subjek – Nilai median baku rujukan
Nilai simpang baku rujukan
Klasifikasi status gizi dengan kategori IMT/U menurut WHO (2005)
adalah sebagai berikut :
1) Kategori Sangat Kurus, jika Z-score < -3,0
2) Kategori Kurus, jika Z-score < - 2SD
3) Kategori Normal, jika Z-score -2SD sampai +1SD
4) Kategori Gemuk, jika Z-score > + 1SD
5) Kategori Obese I, jika Z-score >+2SD
6) Kategori Obese II jika, Z-score >+3SD
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
a. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
1. Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf
ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang
dimiliki keluarga tersebut.
2. Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah
pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk
mewujudkan dengan status gizi yang baik.
22
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu.
4. Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah
laku dan kebiasaan.
b. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
1. Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman
yang dimiliki dalam pemberian nutrisi.
2. Kondisi fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan
yang lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena
status kesehatan mereka yang buruk.
3. Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu
makan atau menimbulkan kesulitan mengunyah, menelan dan
mencerna makanan.
D. Hubungan Konsumsi Fast food terhadap Status Gizi
Perubahan perilaku kehidupan modern antara lain konsumsi makanan
tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi kolesterol, tinggi garam, rendah serat,
merokok, minum alkohol dan lain sebagainya. Ditinjau dari pandangan ilmu
gizi, perubahan perilaku tersebut dapat meningkatkan peluang terjadinya
masalah gizi lebih, obesitas dan penyakit degenerative (Baliwati dkk, 2004).
Makanan cepat saji (fast food) seperti fried chicken dan french fries,
sudah menjadi jenis makanan yang biasa dikonsumsi pada waktu makan siang
atau makan malam remaja di enam kota besar di Indonesia seperti di Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Menurut
penelitian tersebut 15-20% dari 471 remaja di Jakarta mengonsumsi fried
23
chicken dan burger sebagai makan siang dan 1-6% mengonsumsi hotdog,
pizza dan spaghetti. Bila makanan tersebut sering dikonsumsi secara terus-
menerus dan berlebihan dapnt mengakibatkan gizi lebih (Mudjianto dkk,
1994).
Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui fase
remaja. Pada fase ini fisik seseorang terus berkembang, demikian aspek sosial
maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami
banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam
menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Hal terakhir inilah yang
akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja. Aspek pemilihan
makanan penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak tahap
independensi. Remaja bisa memilih makanan apa saja yang disukainya,
bahkan tidak berselera lagi makan bersama keluarga di rumah. Aktivitas yang
banyak dilakukan di luar rumah membuat seorang remaja sering dipengaruhi
teman sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan
gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan dan supaya tidak
kehilangan status (Khomsan, 2004).
Robert dan Williams (2000), mengatakan kebiasaan makan dan
pilihan makanan dikalangan remaja ternyata lebih kompleks dan dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti fisik, sosial, lingkungan budaya, pengaruh
lingkungan sekitar (teman, keluarga dan media) serta faktor psikososial.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi status gizi. Faktor internal terdiri
dari nilai cerna makanan, status kesehatan, status fisiologis, kegiatan, umur
dan jenis kelamin. Faktor eksternal terdiri dari daya beli keluarga, latar
belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah
anggota keluarga dan kebersihan lingkungan. Sedangkan kebiasaan makan
dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, seperti lingkungan budaya,
lingkungan alam serta populasi (Hartog, Staveren dan Brouwer, 1995).
24
Pengetahuan Gizi Frekuensi Konsumsi Fast food
Lingkungan dan Sosial BudayaMedia Massa
Pendidikan
Frekuensi Konsumsi Fast food
EkonomiLingkungan
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
B. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi fast
food mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang.
2. Ada hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi
mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang.
25
Status Gizi
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian observasional analitik yaitu
dimana peneliti melakukan pengamatan tanpa melakukan perlakuan. Dengan
desain penelitian yang digunakan yaitu cross sectional. Cross sectional adalah
suatu penelitian dimana variabel konsumsi fast food yang termasuk faktor
resiko dan variabel status gizi yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada
waktu yang sama.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung pada tanggal 13 Februari 2013, yang bertempat
di Ruang Kuliah Tingkat 3B Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Suharsimi, 2002).
Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Tingkat 3 Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Malang.
2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).
Sampel penelitian yang diambil sebesar 101 responden.
3. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik
sampling dalam penelitian ini adalah random. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara total sampling yaitu seluruh populasi akan
dijadikan sampel.
26
D. Variabel Penelitian dan DOV
a. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang
sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoadmodjo, 2005). Variabel
penelitian dikarakteristikkan sebagai derajat, jumlah dan variabel,
merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai
suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian
(Nursalam, 2008). Variabel penelitian ini adalah tentang hubungan antara
pengetahuan gizi dan frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi
Mahasiswa Tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang.
1. Variabel dependent
Variabel dependent (terikat) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas
(Sugiyono, 2007). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah
status gizi Mahasiswa Tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Malang.
2. Variabel independent
Variabel independent (bebas) merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependent (terikat) (Sugiyono, 2007). Variabel independent
dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan tingkat konsumsi
fast food Mahasiswa Tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Malang.
b. Definisi Operasional Variabel (DOV)
Definisi Operasional bermanfaat untuk membatasi ruang lingkup
atau pengertian variabel-variabel yang diteliti selain itu juga bermanfaat
untuk mengarah kepada pengukuran pengamatan terhadap variabel-
variabel yang bersangkutan secara pengembangan instrument (alat ukur)
(Notoadmodjo, 2005).
27
Tabel 2. Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Kategori Cara dan alat ukur
Skala ukur
Pengetahuan Gizi
Frekuensi Konsumsi Fast food
Status Gizi
Domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
Makanan cepat saji dimana keseimbangan nutrisinya tidak diperhatikan dengan baik.
Keadaan gizi seseorang sebagai akibat interaksi antara intake makanan dengan infeksi berdasarkan antropometri dengan indeks IMT/U.
Menurut Notoadmojo, 2005 :a. Baik : 76%-100%b. Cukup : 50%-75%c. Kurang baik : 40%-
49%d. Tidak baik : < 40%
Acuan scoring :a. 0 : tidak pernahb. 1 : 3-4x/blnc. 2 : 1-2x/blnd. 3 : 2x/mgge. 4 : >3x/mggf. 5 : 1x/hrLalu dikelompokkan dengan kategori :a. Sering (≥2x/mgg) untuk
skor 3,4 dan 5b. Tidak sering (<2x/mgg)
untuk skor 2,1 dan 0
Kategori berdasarkan IMT/U : Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obese I Obese II
WawancaraKuesioner
WawancaraKuesioner
Pengukuran antropometri tinggi badan menggunakan microtoa dan berat badan menggunakan timbangan injak.Data umur (dalam tahun usia penuh) didapatkan melalui kuesioner.
Ordinal
Nominal
Ordinal
28
E. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah lengkah awal yang dimulai dari tahap persiapan,
pelaksanaan sampai pengumpulan data.
1. Tahap Persiapan
a. Mempersiapkan surat izin penelitian yang akan disampaikan kepada
pihak yang berkepentingan untuk menyebarkan kuesioner.
b. Mempersiapkan alat dan bahan, teknik yang akan dilakukan peneliti
untuk mendapatkan data yang akan diperlukan dengan menggunakan
komunikasi tak langsung dan sebagai alat pengumpul data adalah
kuesioner.
c. Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden. Cara pengisian kuesioner
dengan mengisi dan menjawab pertanyaan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Permintaan persetujuan responden dengan diberi penjelasan secara
lisan dan tertulis tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian dan hak
responden.
b. Memberikan surat izin penelitian yang disampaikan kepada pihak
yang berkepentingan
c. Membagikan kuesioner kepada responden.
d. Memberikan waktu kepada responden untuk mengisi dan
mengumpulkan kuesioner.
e. Data dikumpulkan dan dicek ulang.
3. Tahap Pengumpulan Data
a. Data karakteristik responden
Data karakteristik responden diperoleh dari pengisian kuesioner yang
meliputi identitas dan keterangan lainnya sesuai dengan isi kuesioner
identitas responden.
29
b. Data pengetahuan gizi responden
Data pengetahuan respoden didapatkan dengan memberikan kuesioner
yang diisi sendiri oleh responden. Pertanyaan terdiri dari 15 buah
pilihan berganda.
c. Data frekuensi konsumsi fast food responden
Data frekuensi konsumsi fast food respoden didapatkan dengan
memberikan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden.
d. Data status gizi responden
Data gambaran umum status gizi responden meliputi umur diperoleh
melalui pengisian kuesioner, kemudian data untuk berat badan dan
tinggi badan diperoleh melalui pengukuran secara langsung kepada
responden.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1. Teknik Pengolahan
Data yang telah terkumpul, dilakukan editing, pengkodean
kemudian ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif yang meliputi :
a. Data tentang gambaran umum responden ditampilkan dalam bentuk
grafik batang dan dianalisis secara deskriptif.
b. Data tentang pengetahuan gizi ditampilkan dalam bentuk grafik
batang dan dianalisis secara deskriptif. Data tersebut didapatkan dari
jawaban atas pertanyaan yang benar, dimana setiap pertanyaan yang
jawabannya benar diberi nilai satu (1) dan jawaban yang salah diberi
nilai nol (0). Setelah itu skor yang diperoleh dihitung dengan cara :
jumlah jawabanbenarjumlah soal
x 100 %
Kemudian dikategorikan menurut Notoadmodjo (2005), sebagai
berikut :
Baik : 76% - 100%
Cukup : 50% - 75%
Kurang baik : 40% - 49%
Tidak baik : < 40%
30
c. Data tentang frekuensi konsumsi fast food disajikan dalam tabel dan
dianalisis secara deskriptif, dengan acuan scoring berdasarkan
Khomsan (2006) yaitu :
0 : tidak pernah dikonsumsi
1 : 3-4x/bulan
2 : 1-2x/bulan
3 : 2x/minggu
4 : >3x/minggu
5 : 1x/hari
Setelah seluruh jenis fast food diberi skor, selanjutnya dikelompokkan
dalam 2 kategori yaitu :
Sering (≥2x/minggu) : dikelompokkan untuk skor 3,4 dan 5
Tidak sering (<2x/minggu) : dikelompokkan untuk skor 2,1 dan 0
d. Data tentang status gizi ditampilkan dalam bentuk grafik batang dan
dianalisis secara deskriptif, dengan kriteria IMT/U sebagai berikut :
1) Kategori Sangat Kurus, jika Z-score < - 3,0
2) Kategori Kurus, jika Z-score < - 2SD
3) Kategori Normal, jika Z-score - 2SD sampai +1SD
4) Kategori Gemuk, jika Z-score > + 1SD
5) Kategori Obese I, jika Z-score > +2SD
6) Kategori Obese II jika, Z-score > +3SD
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dengan menghitung distribusi frekuensi
dan persentase setiap variabel yaitu pengetahuan gizi, frekuensi
konsumsi fast food, dan status gizi.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat perbedaan proporsi antara
dua variabel. Analisa bivariat yang digunakan adalah uji chi square.
Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara variabel independen dengen variabel dependen.
31
Hipotesis yang dilakukan dilakukan dengan uji chi square pada
tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) yaitu :
1) Hubungan antara pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi
fast food mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Malang.
H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan
frekuensi konsumsi fast food mahasiswa tingkat 3 Jurusan
Gizi Poltekkes Kemenkes Malang
H1 : Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan frekuensi
konsumsi fast food mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Malang
Data tersebut kemudian diolah menggunakan uji chi square
dibantu dengan program SPSS 16, dengan tingkat signifikansi α =
0,05. Bila didapat hasil p value < α, maka H0 ditolak sehingga
terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan frekuensi
konsumsi fast food responden.
2) Ada hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan status
gizi mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Malang.
H0 : Tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi fast food
dengan status gizi mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Malang
H1 : Ada hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan
status gizi mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Malang
Data tersebut kemudian diolah menggunakan uji chi square
dibantu dengan program SPSS 16, dengan tingkat signifikansi α =
0,05. Bila didapat hasil p value < α, maka H0 ditolak sehingga
terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan
status gizi responden.
32
G. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian,
karena penelitian ini berrhubungan dengan manusia, maka segi etika
penelitian harus diperhatikan. Peneliti membawa rekomendasi lembaga
tempat penelitian yang dituju, kemudian peneliti melakukan penelitian.
Etika penelitian dapat berupa :
a. Informed concent
Merupakan bentuk persetujuan antar peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan. Responden harus memenuhi
kriteria iklusi, harus dilengkapi judul penelitian dan manfaat drai
penelitian. Harus menghormati hak-hak subyek.
b. Kerahasiaan
Dalam penelitian ini memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian
baik informasi maupun identitas responden.
33
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang yang disingkat Poltekkes
Kemenkes Malang, merupakan Pendidikan Tinggi Profesional bidang
Kesehatan milik Kementerian Kesehatan RI. Berdasarkan SK Menkes RI
nomor : 1207/Menkes/SK/X/2001 dan Peraturan Menkes no.
890/Menkes/Pen/VIII/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Poltekkes,
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang merupakan salah satu dari 33
Poltekkes yang ada di Indonesia. Poltekkes Kemenkes Malang merupakan
gabungan dari 3 jurusan (Kebidanan, Keperawatan dan Gizi) yang terdiri dari
10 Program Studi. Kantor Direktorat (Pusat) berada di Jalan Besar Ijen No.
77 C Malang.
Akademi Gizi di Indonesia pertama kali didirikan pada tanggal 4
September 1950 di Jakarta. Tujuan utama pendidikan gizi adalah
menghasilkan tenaga ahli diet untuk bekerja di rumah sakit. Pendirinya
adalah Prof. Dr. Soedarmo yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala
Lembaga Makanan Rakyat (LMR). Dengan terbitnya surat keputusan menteri
RI No. 074/Kep/Diklat/Kes/1982 pada bulan juni 1982 diresmikan berdirinya
Akademi Gizi Depkes Malang yang berlokasi di Jalan Simpang Ijen 34
Malang. Peresmiannya dilakukan oleh Dr. Moh Isha yang menjabat sebagai
Kepala Pusat Pendidikan Dan Latihan Tenaga Kesehatan (Pusdiklat Depkes)
pada tanggal 21 Agustus 1982.
Pada tahun 1990, dangan telah selesainya pembangunan kampus
Akademi Gizi / Akademi Keperawatan (Akzi / Akper) yang baru maka
Akademi Gizi Depkes Malang pindah ke kampus tersebut di Jalan Besar Ijen
77C. Lokasi yang baru ini masih bersebelahan dengan kampus lama yang
berada dalam satu komplek pendidikan dan latihan tenaga kesehatan
(Pusdiklat Depkes) pada tanggal 21 agustus 1982.
Berdasarkan SK Menkes No. 1207/Menkes/1992 tentang
pembentukan Politeknik Kesehatan Negeri Malang, Palangkaraya, Surabaya,
34
Banda Aceh, Ambon dan Ternate maka Akademi Gizi diganti dengan
Politeknik Kesehatan Malang Jurusan Gizi.
Visi dan Misi Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang :
VISI : Penghasil Tenaga Gizi Profesional
MISI :
1. Menyelenggarakan pendidikan berbasis kompetensi.
2. Melaksanakan penelitian terapan guna pengembangan pengetahuan,
teknologi, dan seni di bidang gizi.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat sebagai salah satu bentuk
tanggung jawab sosial sesuai kebutuhan stakeholder.
4. Peningkatan dan pengembangan sumber daya untuk mendukung
penyelenggaraan pendidikan.
5. Mewujudkan layanan prima.
B. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan
kebutuhan gizi, sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan status
gizi (Apriadji, 1986).
Pada penelitian ini, responden yang diambil adalah mahasiswa
tingkat 3 Jurusan Gizi Tahun Ajaran 2012/2013. Data gambaran umum
responden diperoleh melalui kuesioner, sedangkan BB dan TB diperoleh
melalui pengukuran secara langsung kepada responden. Jumlah mahasiswa
Tahun Ajaran 2012/2013 adalah sebesar 102 orang. Jumlah mahasiswa
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Jumlah Mahasiswa Jurusan Gizi TA 2012/2013
Kelas Jenis Kelamin n %
ALaki-laki 4 3.9Perempuan 47 46.1
BLaki-laki 5 4.9Perempuan 46 45.1
Berdasarkan jenis kelamin, responden yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 91,2% dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak
35
8,8%. Jumlah mahasiswa Tahun Ajaran 2012/2013 adalah 102 orang,
namun dikurangi peneliti maka jumlah responden adalah sebesar 101
orang. Sehingga jumlah responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
pada tabel 4 berikut :
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin n %Laki-laki 9 8,9Perempuan 92 91,1
Pada tabel 4 disajikan hasil penelitian bahwa sebesar 91,1%
responden berjenis kelamin perempuan. Hal ini karena mayoritas Jurusan
Gizi Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia diminati oleh perempuan. Minat
siswa terhadap seuatu jurusan tertentu dapat ditentukan dari passing grade
(PG), Semakin tinggi nilai PG maka semakin tinggi peminat suatu jurusan
tertentu. Sebagai contoh, PG tertinggi untuk Jurusan Gizi di Indonesia
sebesar 36,34% dimiliki oleh Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Menurut penelitian (Siti Zahara, 2009) jumlah mahasiswi gizi
FKUI mulai angkatan 2003 hingga 2008 berjumlah 880 mahasiswa.
Menurut jenis kelamin, mahasiswa terdistribusi sebanyak 133 mahasiswa
laki-laki dan 747 mahasiswa perempuan. Oleh kerena itu, dapat
disimpulkan bahwa minat jurusan Ilmu gizi di Indonesia mayoritas
diminati oleh siswa perempuan.
Khumaidi (1989) menyebutkan bahwa anak laki-laki biasanya
mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dalam hal makanan dibandingkan
anak perempuan. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa kekurangan
gizi lebih banyak terdapat pada anak perempuan daripada laki-laki.
2. Usia Responden
Usia merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan
tahap perkembangan manusia. Remaja merupakan salah satu periode
dalam kehidupan antara pubertas dan maturitas penuh (10-21 tahun), juga
suatu proses pematangan fisik dan perkembangan dari anak-anak sampai
dewasa (Krummel, 1996).
36
Perubahan biologi, sosial, psikologi dan kognitif yang terjadi
selama remaja dapat berdampak terhadap status gizi. Pertumbuhan fisik
yang cepat mengakibatkan peningkatan kebutuhan energi dan zat gizi.
Nutrisi yang baik selama remaja tidak hanya untuk pertumbuhan dan
kesehatan yang optimal tetapi juga untuk pencegahan penyakit kronik
(Krummel, 1996).
Hasil penelitian tentang distribusi usia responden disajikan dalam
tabel 5 berikut :
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia
Usia (th) n %19 1 1,020 30 29,721 59 58,422 9 8,923 2 2,0
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa range usia
responden adalah 19-23 tahun (dalam tahun usia penuh), dan sebesar
58,4% responden berusia 21 tahun.
Sistem pendidikan sebagai siswa di Indonesia ditempuh selama
12 tahun yang meliputi Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Secara umum, seorang anak
memulai pendidikan SD pada umur 7 tahun sehingga dapat
digerenalisasikan usia siswa lulusan SMA adalah 18 tahun. Setelah lulus
SMA, siswa memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di
Perguruan Tinggi (PT). Responden yang digunakan pada penelitian
merupakan mahasiswa tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekes Kemenkes Malang
sehingga dapat dihitung usia responden secara umum akan mengelompok
pada usia 21 tahun. Akan tetapi, terdapat responden yang berusia lebih
dan kurang dari 21 tahun. Hal ini dapat terjadi karena responden tidak
menempuh pendidikan PT setelah lulus SMA pada kurun waktu tertentu
atau responden menempuh jalur percepatan ketika menempuh pendidikan
sebagai siswa.
Suharjo, dkk (1986) menyatakan setengah dari kehidupan masa
dewasa yang pertama, baik pria maupun wanita terlibat dalam masa kerja
37
fisik yang kuat. Gizi yang seimbang membantu orang tetap kuat dan giat
untuk beberapa tahun lagi. Proses penuaan mulai sejak semula dan
berlanjut dalam keseluruhan kehidupan. Terdapat suatu waktu setelah
setengah umur dimana perombakan sel tubuh pada kehidupan setelah itu
menjadi lebih sulit.
3. Waktu Tidur Responden
Irwansyah (2006) menyatakan bagi orang dewasa waktu tidur yang
cukup dan sehat adalah sekitar 8 jam. Waktu tidur dikategorikan menjadi 2
yaitu sebentar jika < 8 jam sehari dan lama jika ≥ 8 jam sehari (Heryanti,
2009). Tabel 6 berikut menyajikan data distribusi waktu tidur responden.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Waktu Tidur
Waktu Tidur n %< 8 jam sehari 69 68,3≥ 8 jam sehari 32 31,7
Dari hasil penelitian didapat responden dengan waktu tidur
sebentar (< 8 jam sehari ) lebih banyak yaitu sebesar 68,3% dibandingkan
dengan responden dengan waktu tidur lama (≥ 8 jam sehari ) yaitu 31,7%.
Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Mardatillah (2008) yang
menyatakan bahwa ebesar 81,4% responden memiliki lama waktu tidur
sebentar.
Mahasiswa memiliki waktu tidur kurang dari 8 jam dapat
disebabkan gangguan tidur. Hasil penelitian Gaultney (2010) terhadap
1.845 mahasiswa yang menyebutkan 27% mengalami setidaknya satu jenis
gangguan tidur dan yang paling sering dialami adalah jenis narkolepsi,
hypersomnia, obstruktif henti nafas saat tidur, dan insomnia. Selain itu,
pengambilan data waktu tidur responden dilakukan ketika responden
sedang disibukkan dengan tugas Karya Tulis Ilmiah (KTI), labskill, dan
menjelang masa Praktek Kerja Lapangan (PKL) sehingga mayoritas
mahasiswa pada saat itu lebih mengalokasikan waktunya untuk
mengerjakan tugas.
38
Hasil penelitian Meilinasari (2002) menyebutkan ada hubungan
bermakna antara lama tidur dengan gizi lebih, dimana dalam penelitiannya
anak yang berstatus gizi lebih memiliki keterpaparan tidur > 10 jam sehari.
4. Waktu Menonton TV dan Main Komputer Responden
Menurut Heryanti (2009), waktu menonton TV dan main komputer
dikategorikan menjadi 2 yaitu sebentar (< 2 jam sehari) dan lama (≥ 2 jam
sehari).
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Waktu Menonton TV
Waktu Menonton TV n %< 2 jam sehari 49 48,5≥ 2 jam sehari 52 51,5
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Waktu Penggunaan
Komputer/Laptop
Waktu Main Komputer n %< 2 jam sehari 2 2≥ 2 jam sehari 99 98
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa sebesar 51,5%
responden menghabiskan waktu lebih dari 2 jam sehari untuk menonton
TV. Dan pada tabel 8 dapat diketahui bahwa sebesar 98% responden
menghabiskan waktu lebih dari 2 jam sehari dalam menggunakan
computer/laptop.
Menurut Deliarnov (2007) manusia dapat memenuhi kebutuhan
jasmani melalui rekreasi, menonton TV merupakan salah satu usaha dalam
memenuhi kebutuhan jasmani. Menurut Chen (2005), kebiasaan menonton
TV dikategorikan menjadi baik ≤ 85 menit, sedang 86-134 menit dan
kurang baik > 134 menit.
Menurut Ali Khomsan (2004), aktivitas menonton TV tidak jelas
perbedaannya dengan penurunan level aktivitas fisik, tetapi waktu yang
digunakan untuk menonton TV tentu akan mengurangi kesempatan untuk
aktif mengikuti kegiatan yang lain. Penelitian Haley et al (2000) pada
masyarakat asli Kanada menemukan bahwa remaja usia 10-19 tahun yang
menonton televisi > 5 jam sehari, dinyatakan secara signifikan lebih
39
berpeluang gizi lebih dibandingkan dengan remaja yang menonton ≤ 2 jam
sehari.
5. Kebiasaan Olahraga Responden
Olahraga yang baik dilakukan dengan melihat intensitas latihan
(frekuensi dan lam alatihan). Latihan fisik olahraga dengan frekuensi
3x/minggu dengan durasi waktu minimal 30 menit membantu untuk
mempertahankan kesehatan fisik (Depkes, 2002).
Menurut Heryanti (2009), kebiasaan olahraga dikategorikan
menjadi 2 yaitu rutin (≥ 3x/minggu) dan tidak rutin (< 3x/minggu). Hasil
penelitian disajikan seperti terlihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kebiasaan Olahraga
Kebiasaan Olahraga n %Rutin 10 9,9Tidak Rutin 91 90,1
Dari 101 responden, sebesar 90,1% menyatakan bahwa tidak rutin
melakukan olahraga. Penelitian yang dilakukan Maryana (2005)
menyatakan sebanyak 66% responden jarang melakukan olahraga dan
34% sering melakukan olahraga.
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Olahraga
Lama Olahraga n %< 30 menit 28 27,7≥ 30 menit 73 72,3
Dari 101 responden, sebesar 72,3% menyatakan bahwa saat
berolahraga mereka menghabiskan waktu ≥ 30 menit. Hal ini baik karena
menurut Depkes olahraga minimal 30 menit dapat membantu
mempertahankan kesehatan fisik, selain itu lemak di tubuh baru bisa
terbakar saat kita berolahraga selama 30 menit.
Menurut Djoko Pekik (2007) bahwa aktivitas fisik remaja atau usia
sekolah pada umumnya memiliki tingkatan aktivitas fisik sedang, sebab
kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar. Remaja yang kurang
melakukan aktivitas fisik sehari-hari, menyebabkan tubuhnya kurang
mengeluarkan energi.
40
6. Uang Saku
Uang saku mahasiswa dikategorikan menjadi kurang, cukup dan
lebih, dinilai dari banyaknya uang saku sehari dikurangi dengan kebutuhan
makan sehari. Distribusi uang saku responden dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Uang Saku
Uang Saku n %Kurang 13 12,9Cukup 9 8,9Lebih 79 78,2
Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui bahwa 78,2% responden
memiliki uang saku yang lebih. Kenapa??
Menurut Berg (1986), uang yang dimiliki oleh seseorang akan
dapat mempengaruhi apa yang dikonsumsinya. Mahasiswa yang memiliki
uang saku memiliki kebebasan memilih makanan yang secara tidak
langsung dapat mempengaruhi status gizi. Dengan memiliki kebebasan
untuk memilih sendiri makanannya, remaja cenderung membeli apapun
yang disukainya atau yang menarik menurut mereka, tanpa
memperhatikan apakah makanan tersebut bergizi seimbang atau tidak.
Pemilihan makanan yang salahpada akhirnya dapat berpengaruh pada
status gizi mereka (Insel et al, 2006).
C. Gambaran Hasil Analisis Univariat
1. Pengetahuan Gizi
Pengetahuan atau kognitif yang merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan
sebagai dorongan fisik dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun
dengan dorongan sikap perilaku setiap orang sehingga dapat dikatakan
bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor, disamping
pendidikan yang dijalani, faktor lingkungan sosial dan frekuensi kontak
dengan media massa juga mempengaruhi pengetahuan gizi. Salah satu
41
sebab gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau
kemampuan untuk menerapkan informasi-infornasi tentang gizi dalam
kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2007).
Variabel skor pengetahuan gizi dikategorikan menjadi baik (76-
100%), cukup (50-75%), kurang baik (40-49%) dan tidak baik (<40%).
Tabel 12. Distribusi Pengetahuan Gizi tentang Fast food Responden
Pengetahuan GiziJumlah
n %Baik 53 52,5Cukup 48 47,5Kurang Baik 0 0Tidak Baik 0 0
Berdasarkan data pada tabel 12, dapat diketahui dari 101
responden, sebesar 52,5% memiliki pengetahuan gizi yang baik tentang
fast food dan 47,5% memiliki pengetahuan yang cukup. Baiknya
pengetahuan responden tentang fast food berhubungan dengan pendidikan
yang telah diterima selama hampir 3 tahun di Jurusan Gizi, serta fasilitas
yang tersedia seperti materi yang telah diberikan dosen saat kuliah, bacaan
di perpustakaan dan juga internet untuk mengakses informasi yang
berhubungan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ekowati (2010)
yang menyatakan bahwa sebesar 66,7% siswa SMP Maria Mediatrix
Semarang memiliki pengetahuan baik tentang fast food. Begitu pula
dengan penelitian Muniroh (2000) menunjukkan tingkat pengetahuan gizi
remaja di Jombang adalah baik sebesar 81,5%.
Menurut Sayogya (2003), pengetahuan ilmu-ilmu tentang gizi
secara umum sangat berpengaruh dalam sikap dan perilaku dalam memilih
makanan. Tingkat pengetahuan gizi yang rendah akan sulit dalam
penerimaan informasi dalam bidang gizi bila dibandingkan dengan tingkat
pengetahuan gizi yang baik.
Pendidikan formal merupakan faktor utama yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
Apriadji (1986) mengatakan faktor tingkat pendidikan turut pula
42
menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Sesuai pernyataan Nursalam
(2008), bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan
yang luas dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan
makanan selanjutnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu
tersebut (Suharjo, 2003).
2. Konsumsi Fast food
Makanan cepat saji (fast food) adalah makanan yang tersedia
dalam waktu cepat dan siap disantap, seperti fried chiken, hamburger atau
pizza. Mudahnya memperoleh makanan siap saji di pasaran memang
memudahkan tersedianya variasi pangan sesuai selera dan daya beli.
Selain itu, pengolahan dan penyiapannya lebih mudah dan cepat, cocok
bagi mereka yang selalu sibuk (Sulistijani, 2002).
Menurut Khomsan (2006), frekuensi konsumsi fast food
dikategorikan menjadi 2 yaitu sering (≥ 2x/minggu) dan tidak sering (<
2x/minggu). Hasil penelitian tentang frekuensi konsumsi fast food
responden dapat dilihat pada tabel 13 berikut.
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Konsumsi Fast food Responden
berkategori gemuk, 1% responden berkategori obes 1 dan 1% responden
berkategori obes 2.
4) Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan
frekuensi konsumsii fast food jenis mie instan pada tingkat kepercayaan
95%, sedangkan untuk fast food jenis yang lainnya tidak ada hubungan
yang signifikan
5) Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi fast
food secara keseluruhan dengan status gizi pada tingkat kepercayaan 95%.
B. Saran
Bagi mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang supaya
tetap mempertahankan kebiasaan hidup sehat dengan pola gizi seimbang
sehingga dapat memperbaiki status gizi yang malnutrisi dan mempertahankan
status gizi yang sudah normal. Selain itu supaya tetap menambah pengetahuan
gizi serta terus mengembangkannya sehingga dapat bermanfaat bagi diri
sendiri, keluarga dan orang lain. Kesehatan merupakan hal yang mahal
67
sehingga kita harus memperbaiki pola hidup kita dimulai dari pemilihan
makaan yang sehat dan bergizi. Mencegah lebih baik daripada mengobati.
68
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
Asmika, dkk. 2012. Hubungan Daya Tarik Iklan Fast food Pada Media Massa, Asupan Makan Dan Frekuensi Konsumsi Fast food Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Di SMA Negeri 3 Pontianak. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Baliwati, YF, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya.
Departemen Pertanian. 2005. Rencana Strategis Konsumsi dan Keamanan Pangan Tahun 2005-2009. Jakarta: Departemen Pertanian RI.
Devi, Mazarina. 2009. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi Remaja Putri. Universitas Negeri Malang.
Ekowati, Vincentia Arina, Hagnyonowati. 2010. Perbedaan Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Konsumsi Western Fast food Yang Dijual Di Restoran Franchise Pada Siswa SMP. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
Hartog, A.P. et al. 1995. Manual for Surveys on Food Habits and Consumption in Developing Countries. Margraf Verlag. Germany.
Heryanti, Evi. 2009. Kebiasaan Makan Cepat Saji (Fast food Modern), Aktivitas Fisik Dan Faktor Lainnya Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Penghuni Asrama UI Depok Tahun 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
Khomsan, Ali. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
Kristianti, Nanik, dkk. 2009. Hubungan Pengetahuan Gizi dan Frekuensi Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Muchtadi, Deddy. 1996. Pencegahan Gizi Lebih Dan Penyakit Kronis Melalui Perbaikan Pola Konsumsi Pangan. Institut Pertanian Bogor.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam, 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
69
Robert, B.S.W., Williams, S.R. 2000. Nutrition Throughout The Life Cycle. 4th
Edition. The McGraw-Hill Book Companies. Inc. Singapore.
Sediaoetomo, Achmad Djaeni. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi I. Jakarta : Dian Rakyat.
Suci, Eunike Sri Tyas. 2009. Gambaran Perilaku Jajan Murid Sekolah Dasar di Jakarta. Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta.
Suhardjo. 2007. Pemberian Makanan Pada Bayi Dan Anak. Yogyakarta : Kanisius.
Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Penerbit : CV. Alfabeta
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
70
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Identitas Responden
Identitas Responden
1 Nama :
2 NIM :
3 Asal Kelas :
4 Tanggal Lahir :
5 Alamat Rumah :
6 Alamat Kos :
7 No HP :
8 Berat Badan (kg) :
9 Tinggi Badan (cm) :
71
Perkenalkan, nama saya Faizzatur Rokhmah, mahasiswi D3 Gizi Poltekkes
Kemenkes Malang. Saya sedang melakukan penelitian tentang Hubungan
Antara Pengetahuan Gizi dan Frekuensi Konsumsi Fast food dengan
Status Gizi Mahasiswa Tingkat 3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Malang. Saya akan menanyakan kepada teman-teman beberapa hal yang
berkaitan dengan Gizi dan Kesehatan. Saya sangat mengharapkan teman-
teman menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas dan
jawaban teman-teman akan saya jaga kerahasiaannya. Jawaban teman-
teman tidak akan mempengaruhi penilaian. Atas perhatian dan kerjasama
teman-teman, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
Lampiran 2. Kuesioner Pengetahuan Gizi
Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang benar!
A. Pengetahuan GiziA1 Apakah guna makanan bagi tubuh kita?
a. Sebagai zat tenaga, zat pembangun, zat pengatur b. Sebagai zat tenaga dan zat pembangun c. Sebagai zat pembangun d. Untuk memenuhi kebutuhan tubuh
A2 Berikut ini adalah kelompok zat gizi yang diperlukan oleh tubuh kita :a. Karbohidrat, lemak, protein b. Karbohidrat, lemak, protein, antioksidan c. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral d. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, asam amino
A3 Jenis lemak yang paling baik bagi tubuh adalah :a. SAFA (Saturated Fatty Acids)b. MUFA (Mono-unsaturated Fatty Acids)c. PUFA (Poly-unsaturated Fatty Acids)d. Tidak tahu
A4 Menurut Anda, apakah yang dimaksud dengan makanan siap saji (fast food)? a. Makanan yang mudah disajikan dan praktis b. Makanan yang tampilannya menarik c. Makanan yang diolah secara alami d. Makanan yang modern
A5 Pada umumnya makanan fast food mengandung zat gizi apa?a. Serat dan karbohidrat c. Karbohidrat dan lemakb. Protein dan lemak d. Protein dan serat
A6 Menurut Anda, apakah makanan cepat saji berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan? a. Ya c. Mungkinb. Tidak d. Tidak tahu
A7 Fast food berbahaya bagi tubuh karena mengandung :a. Tinggi sodium dan natrium c. Tinggi gula dan sodiumb. Tinggi serat dan antioksidan d. Tinggi lemak dan serat
A8Berikut adalah akibat jika terlalu banyak mengonsumsi fast food, kecuali? a. Meningkatkan resiko hipertensib. Meningkatkan resiko obesitasc. Meningkatkan resiko gagal ginjald. Meningkatkan resiko osteoporosis
72
A9 Menurut anda,bagaimana sebaiknya porsi dalam mengonsumsi fast food? a. Setahun sekali c. Tidak tahub. Sesuai selera d. Tidak berlebihan
A10 Konsumsi energi yang berlebih akan disimpan dalam bentuk :a. Tenaga c. Energib. Lemak d. Gumpalan
A11 Menurut Anda, bagaimana cara mengatasi dampak dari fast food? a. Pola makan yang sehat b. Diimbangi dengan istirahat yang cukup c. Minum air putih yang banyakd. Tidak tahu
A12 Makanan siap saji (fast food) lebih bergizi dibandingkan makanan yang diolah sendiri.a. Setuju c. Tidak setujub. Mungkin d. Tidak tahu
A13 Berikut ini adalah susunan menu yang baik untuk dikonsumsi, yaitu :a. Nasi, telur goreng, tahu bacem, sayur sop, jeruk b. Roti panggang isi selai nanas dan susu skimc. Nasi, ayam goreng, sate tempe, kentang goreng, sayur asem, pepayad. Burger dan kentang goreng
A14 Makanan yang baik dikonsumsi untuk camilan adalah :a. Donat c. Kentang gorengb. Kue lumpur d. Burger
A15 Fast food akan menjadi pilihan saat “nongkrong” bersama teman.a. Setuju c. Tidak setujub. Mungkin d. Tidak tahu
73
Lampiran 3. Kuesioner Uang Saku dan Pola Aktivitas Fisik
Tulis jawaban Anda pada kolom jawaban!
B. Uang SakuNo Pertanyaan JawabanB1 Apakah anda mendapat uang saku?
a. Ya b. TidakB2 Besarnya uang saku anda? Rp.………………/hari
Rp. ……………/mingguRp.………………/bulan
(pilih salah satu sesuai uang saku anda)
B3 Berapa besarnya uang saku yang dialokasikan untuk makan dalam sehari? Rp. ………………
Tulis jawaban Anda pada kolom jawaban!
C. Pola Aktivitas FisikNo Pertanyaan JawabanC1 Apakah anda sering berolahraga?
a. Ya b. TidakC2 Berapa kali anda berolahraga dalam 1 minggu?
a. < 3x/minggu b. ≥ 3x/mingguC3 Jenis olahraga apa yang biasa anda lakukan?
Sebutkan!C4 Berapa lama waktu yang anda gunakan setiap
kali berolahraga? ……. menitC5 Berapa lama anda menonton TV dalam sehari? ……. jamC6 Berapa lama anda mengguanakan komputer /
laptop dalam sehari? ……. jamC7 Berapa lama rata-rata anda tidur semalam ……. jam
74
Lampiran 4. Kuesioner Frekuensi Konsumsi Fast food
Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang anda pilih
No Nama
makanan
Berapa kali anda mengonsumsi jenis makanan fast food dalam satu bulan terakhir?