BAB 1PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG
Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat
serpih pemboran (cutting). Lalu dengan berkembangnya pemboran,
lumpur mulai digunakan. Fluida pemboran disebut juga dengan
drilling fluid dan lebih umum disebut dengan lumpur pemboran.
Lumpur pemboran memegang peranan yang sangat penting dalam operasi
pemboran minyak dan gas bumi maupun panas bumi. Fluida pemboran
dipompakan dari permukaan ke dasar lubang melalui rangkaian
pemboran. Keluar dari bit dan naik kembali ke permukaan melalui
anulus rangkaian pemboran dengan dinding lubang. Diwaktu perjalanan
lumpur dari dasar lubang menuju permukaan, lumpur mengangkat
cutting dari dalam lubang.
Fungsi utama dari sirkulasi lumpur pemboran adalah mengangkat
cutting dari dasar lubang ke permukaan disaat operasi pemboran
berlangsung. Penggunaan lumpur pemboran dalam operasi pengangkatan
cutting dari dalam ditemukan oleh Fauvelle seorang sarjana teknik
Perancis di tahun 1845.
Lumpur merupakan fluida yang dapat dipompakan, yang terdiri dari
fluida sebagai fasa yang utama, padatan yang reaktif untuk membuat
kekentalan, dan padatan yang inert untuk memberikan berat jenis dan
additive untuk mengatur sifat-sifat lumpur. Sifat-sifat lumpur
pemboran yang digunakan harus sesuai dengan sifat-sifat lapisan
formasi yang mau ditembus agar tidak menimbulkan problema-problema
dalam operasi pemboran. Lumpur pemboran seperti darah dalam tubuh
manusia, kalau manusia sakit obat disuntikkan ke dalam pembuluh
darah dan diedarkan ke bagian tubuh yang sakit. Begitu pula bila
terjadi problema pemboran, additive dicampurkan ke dalam
lumpur.
Agar tidak timbul masalah dalam operasi pemboran, sifat-sifat
lumpur selalu dikontrol secara periodic yaitu dengan mengukur
sifat-sifat lumpur. Bila tidak sesuai dengan rekomendasi, lumpur
segera dirawat dan disesuaikan.
Lumpur pemboran adalah fluida yang dipakai, yang didesain untuk
membantu proses pemboran. Komposisi dan sifat fisik lumpur sangat
berpengaruh terhadap suatu operasi pemboran karena salah satu
faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu pemboran adalah
tergantung pada lumpur pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi,
keselamatan, dan biaya pemboran sangat tergantung dari lumpur
pemboran yang dipakai.Dalam operasi pemboran, lumpur pemboran
mempunyai banyak fungsi. Fungsinya antara lain sebagai berikut
:
1. Membentuk Mudcake yang tipis dan licin.Lumpur akan membuat
lapisan zat padat tipis (mud cake) di permukaan formasi yang
permeabel (lulus air). Pembentukan mud cake ini akan menyebabkan
tertahannya aliran yang masuk ke formasi (adanya aliran yang masuk,
yaitu cairan plus padatan yang menyebabkan padatan tertinggal dan
tersaring). Cairan yang masuk kedalam formasi disebut filtrat. Mud
cake dikehendaki yang tipis karena dengan demikian lubang bor tidak
terlalu sempit dan cairan tidak banyak yang hilang.2. Mengangkat
cutting ke permukaan.Serbuk bor yang dihasilkan dari pengikisan
formasi oleh pahat sebaiknya secepatnya diangkat ke permukaan, yang
mempunyai pertimbangan effisiensi dan rate penetrasi.
Keefektifan dari pengangkatan cutting ini tergantung dari
faktor-faktor yaitu : Kecepatan fluida di annulus, Densitas, dan
Viskositas.3. Mengontrol tekanan formasi.
Tekanan fluida formasi umumnya adalah sekitar 0.465 psi/ft
kedalaman. Pada tekanan yang normal, air dan padatan di pemboran
telah cukup untuk menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan lebih
kecil dari normal (subnormal), densitas lumpur harus diperkecil
agar lumpur tidak masuk hilang ke formasi. Sebaliknya untuk tekanan
yang lebih besar dari normal (lebih dari 0.465 psi/ft, abnormal
pressure), maka barite kadang-kadang perlu ditambahkan untuk
memperberat lumpur.4. Cutting Suspension.Suspensi serbuk bor
merupakan kemampuan lumpur untuk menahan serbuk bor selama
sirkulasi lumpur dihentikan, terutama dari gel strength. Serbuk bor
perlu ditahan agar tidak turun kebawah, karena jika mengendap
kebawah akan mengakibatkan akumulasi serbuk bor dan pipa akan
terjepit selain juga akan memperberat rotasi permulaan dan kerja
pompa untuk memulai sirkulasi kembali. Gel yang terlalu besar dapat
memperburuk kondisi lumpur bor yaitu tertahannya pembuangan serbuk
bor ke permukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat seperti
desander atau shale shaker dapat membantu pengambilan serbuk
bor/pasir dari lumpur di permukaan. Pasir harus dibuang dari aliran
lumpur, karena sifatnya yang sangat abrasive (mengikis) pipa,
pompa, fitting dan bit. Untuk itu biasanya kadar pasir maksimal
yang diperbolehkan adalah 2 %.5. Menahan Sebagian Berat Drillstring
dan CasingPada saat memasukkan atau mencabut rangakain pipa bor,
demikian pula saat memasukkan casing kedalam lubang bor yang berisi
lumpur, sebagian berat rangkaian pipa bor atau casing akan ditahan
oleh gaya keatas dari lumpur yang sebanding dengan lumpur yang
dipindahkan. Bertambah dalamnya formasi yang dibor, maka rangkaian
pipa bor serta casing yang diperlukan juga bertambah banyak
sehingga beban rangkaian pipa bor serta casing semakin berat.
Berat rangkaian pipa dalam lumpur akan berkurang sebesar gaya
keatas yang ditimbulkan lumpur yang bersangkutan, hal ini
disebabkan berlakunya hukum hidrolika, sehingga rangkaian pipa bor
didalam lumpur dapat dihitung sebagai berikut :
Keterangan :
W2
: Berat pipa bor dalam lumpur, lb
W1
: Berat pipa bor diudara, lb
B
: Bouyancy factor, gal/ft
L
: Panjang pipa bor, ft
MW
: Berat jenis lumpur, ppg6. Mencegah Gugurnya Dinding Lubang
BorLumpur pemboran dapat menahan dinding lubang bor agar tidak
mudah runtuh, sebab jika lubang bor itu kosong maka ada kemungkinan
dinding lubang bor tersebut akan runtuh. Adanya kolom lumpur pada
lubang bor akan memberikan tekanan hidrostatik yang mampu menahan
gugurnya dinding lubang bor, terutama untuk formasi yang tidak
kompak.
7. Sebagai media loggingPelaksanaan logging selalu menggunakan
lumpur sebagai media penghantar arus listrik dilubang bor. Selain
itu juga peralatan logging selalu diturunkan saat lubang bor terisi
oleh lumpur. Penerapan penggunaan jenis lumpur ditentukan dari
kebutuhan di lapangan. Dari jenis-jenis logging yang ada (log
listrik, log radio aktif maupun log suara), maka lumpur sangat
berperan pada penggunaan log listrik.8. Mendapatkan Informasi
Sumur.Pada operasi pemboran, lumpur biasanya dapat dianalisis untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan Hidrokarbon (HC) berdasarkan mud
log. Selain itu juga dilakukan analisa cutting untuk mengetahui
jenis formasi apa yang sedang dibor.
9. Mendinginkan dan melumasi pahat dan drillstring.Dalam proses
pemboran, panas dapat timbul karena gesekan antara pahat dan
rangkaian pipa yang kontak dengan formasi. Konduksi formasi umumnya
kecil, sehingga sukar untuk menghilangkan panas yang timbul. Tetapi
umumnya dengan adanya aliran lumpur maupun panas jenis (spesific
heat) lumpur telah cukup untuk mendinginkan dan melumasi sistem
sehingga peralatan tidak menjadi rusak dan memperpanjang umur
pahat.
Fungsi lumpur pemboran tersebut di atas ditentukan oleh
komposisi kimia dan sifat fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol
sifat fisik lumpur akan menyebabkan kegagalan dari fungsi lumpur
yang pada gilirannya dapat menimbulkan hambatan pemboran dan
akhirnya menimbulkan kerugian besar.Secara umum lumpur pemboran
mempunyai empat komponen atau fasa :
a. Fasa cair (cair atau minyak).
b. Reaktif solids, yaitu padatan yang bereaksi dengan air
membentuk koloid (clay).
c. Inert solids (zat padat yang tak bereaksi).
d. Fasa kimia.
Sedangkan pengelompokkan lumpur bor berdasarkan fasa fluidanya,
yaitu :
1. Lumpur air tawar (Fresh water Mud).
2. Lumpur air asin (Salt water Mud).
3. Oil in water emulsion Mud.
4. Oil base dan Oil base emulsion Mud.
5. Gaseous drilling fluids.
Semua fungsi lumpur pemboran dapat berlangsung dengan baik
apabila sifat-sifat lumpur tersebut selalu dijaga dan selalu
diamati secara kontinyu dalam setiap operasi pemboran.Sifat fisik
drilling fluid :
densitas (berat jenis) viskositas gel strength filtration loss
pH lumpur bor
Cl content sand content resisvity lumpur bor.Pada prinsipnya,
type lumpur dan properties lumpur yang akan dipakai ditentukan oleh
faktor-faktor sebagai berikut :1. Type formasi yang akan dibor
(limestone, shale, sand, chert, dsb)
2. Temperature, pore pressure, permeability serta strength dari
formasi tsb.(Untuk penentuan mud weight, kita perlu juga
mempertimbangkan fracture gradientnya).
3. Prosedur yang dipakai untuk mengevaluasi formasi (coring,
logging, dan lain-lain)
4. Kualitas dari air lokal yang tersedia (terutama kandungan
Chloride, Calsium, Potassium)
5. Pertimbangan-pertimbangan aspek lingkungan (biasanya Water
based mud vs Oil Based mud). Lumpur pemboran dibuat dan digunakan
sesuai dengan fungsinya dan sesuai dengan formasi yang hendak
ditembus. Selama proses pemboran berlangsung, lumpur pemboran
selalu dikontrol sifat-sifatnya terutama sifat fisik dan sifat
kimianya.
Lumpur pemboran sudah menjadi salah satu pertimbangan penting
dalam mengoptimalisasikan operasi pemboran. Oleh karena itu untuk
memelihara dan mengontrol sifat-sifat fisik lumpur pemboran agar
sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu diketahui dasar-dasar
operasi pemboran khususnya mengenai lumpur pemboran, yang meliputi
beberapa acara praktikum, yaitu :
1. Pengukuran densitas, sand content dan pengukuran kadar minyak
pada lumpur pemboran.
2. Pengukuran viscositas dan gel strength.
3. Pengukuran filtrasi dan mud cake.
4. Analisa kimia lumpur pemboran.
5. Kontaminasi lumpur pemboran.
6. Pengukuran harga MBT (Methylene Blue Test).1.2 RUMUSAN
MASALAHUntuk lebih memfokuskan tujuan penelitian tersebut, maka
kami akan menganalisis permasalahan tentang viscositas dan gel
strength pada lumpur pemboran agar tidak terjadi masalah selama
operasi pemboran berlangsung . Diantaranya :1. Alat apa yg
digunakan untuk mengukur viscositas relative lumpur pemboran?2. Apa
pengaruh viscositas lumpur yg terlalu tinggi?3. Zat Additive apa
saja yg digunakan untuk menaikkan viscositas?1.3 TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan dari penulisan proposal ini adalah mengetahui fungsi
viscositas dan gel strength dalam lumpur pemboran pada sumur X.1.4
MANFAAT PENELITIANManfaat dari penelitian ini adalah agar tidak
terjadi masalah-masalah selama operasi pemboran berlangsung.
BAB II
DASAR TEORI2.1 Pengertian Viscositas Viskositas dan gel strength
merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat rheology fluida
pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheology fluida pemboran sangat
penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi
langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada
waktu round trip yaitu saat operasi pemboran dihentikan sementara
untuk mengganti bit misalnya. Gel strength menunjukkan kemampuan
fluida untuk menahan cutting dalam waktu tertentu agar tidak
mengendap. Viskositas dan gel strength merupakan sebagian dari
indikator baik tidaknya suatu lumpur.
Rheology dari lumpur pemboran ini mengikuti model rheology
Bingham Plastic, untuk fluida non-newtonian ini merupakan model
yang paling sederhana. Fluida non-newtonian adalah fluida yang
mempunyai viskositas yang tidak konstan, bergantung besarnya
geseran (shear rate) yang terjadi. Fluida non-newtonian
memperlihatkan yield stress suatu jumlah tertentu dari tahanan
dalam yang dibutuhkan agar fluida mengalir seluruhnya.
Secara fisika viskositas dikatakan merupakan tahanan terhadap
aliran yang disebabkan adanya gesekan antar partikel dari fluida
yang mengalir. Pada lumupur bor seiring dengan pernyataan yang
disebutkan sebelumnya dapat dikatakan bahwa viskositas lumpur
merupakan tahanan terhadap aliran lumpur disaat bersirkulasi, yang
mana tahanan ini terjadi disebabkan oleh pergesekan antar
partikel-partikel dari lumpur bor. Viskositas menyatakan kekentalan
dari lumpur bor, dimana viskositas lumpur memegang peranan dalam
pengangkatan cutting ke permukaan. Makin kental lumpur, maka
pengangkatan cutting makin baik. Kalau lumpur tidak cukup kental
maka pengangkatan cutting kurang sempurna, dan akan mengakibatkan
cutting tertinggal di dalam lubang dan dapat menyebabkan rangkaian
pemboran akan terjepit. Akan tetapi bila lumpur bor mempunyai
viskositas yang besar sekali maka dapat mengakibatkan problema pula
dalam operasi pemboran. 2.2 Faktor yang menyebabkan Lumpur dapat
naikSelama operasi pemboran viskositas lumpur dapat naik. Hal ini
disebabkan oleh :
a. Lumpur terkontaminasi oleh lapisan formasi yang ditembus,
seperti : anhydrite, clay, gypsum dan lain-lain.
b. Terlalu banyak padatan tertentu dalam lumpur.2.3 Dampak
Viscositas yang terlalu tinggiBila viskositas lumpur pemboran
terlalu tinggi, maka :
a. Cutting yang halus tidak dapat dipisahkan dengan cara
mengendapkan di settling tank. Pasir yang berupa cutting akan masuk
ke dalam lumpur. Mengingat pasir adalah inert solid, maka berat
jenis lumpur akan naik, dan menimbulkan masalah dalam operasi
pemboran.
b. Pressure loss akan naik.
c. Pasir yang bersifat abrasive bila terlalu banyak dalam lumpur
dapat mengikis dan merusak peralatan sirkulasi yang dilaluinya.
d. Kerja pompa bertambah berat.
e. Mengundang terjadinya blow out dikarenakan swabb effect dan
squeeze effect.
Swabb effect maksudnya terisapnya fluida formasi ke dalam lubang
saat mencabut rangkaian pemboran. Sedangkan squeeze effect
tertekannya lumpur di bawah bit saat menurunkan rangkaian pemboran
ke permukaan.
Diwaktu menembus formasi clay ataupun formasi yang batuannya
berupa padatan reaktif, viskositas akan naik. Ini disebabkan oleh
bertambah besarnya daya tarik menarik atau gaya tarik menarik antar
partikel di dalam lumpur. Sehingga air makin terjebak, inilah yang
disebut flokulasi. Selain dari itu flokulasi terjadi juga akibat
lumpur terkontaminasi oleh lumpur, anhydrite atau semen. Bila
menembus lapisan formasi yang seperti ini, kita harus tambahkan
bahan-bahan kimia untuk menurunkan viskositas yang disebut dengan
thinner. Banyaknya padatan yang terdapat dalam lumpur walaupun
padatan yang tidak reaktif dapat menaikkan viskositas lumpur,
karena padatan yang tidak reaktif terikat oleh padatan yang
reaktif. Kalau kenaikan viskositas karena hal ini maka
penanggulangannya adalah dengan penambahan air ke dalam lumpur.
Jadi kalau kita bisa memperkirakan formasi yang akan ditembus akan
menaikkan viskositas maka harus menambahkan bahan secara periodik
(untuk menurunkan viskositas) diwaktu menembus formasi
tersebut.
Bahan-bahan yang dikelompokkan ke dalam thinner adalah sebagai
berikut :
Solid acid Pyro Phosphate (SAPP)
Sodium Tetra Phosphate
Sodium Hexa Metha Phosphate
Quebracho
Myrthan
Spersene (chrome lingo atau Q broxin)
Processed Lignit
Calcium Ligno Sulfonate
Chrome lignit
Alkaline tannate
Kalau viskositas lumpur bor terlalu kecil maka dapat ditambahkan
viscosifier. Viscosifier adalah padatan yang reaktif seperti :
Bentonite
Sodium Carboxy Methil Cellulose (CMC)
Attapulgite
Hydroxyethilcellulose (HEC)
Polymer
Polysaccharide
Hydrocarbone copolymer
Polyacrylamide
Kapur
Semen
Minyak
Asphalt
Diwaktu lumpur bersirkulasi besaran yang berperan adalah
viskositas. Sedangkan diwaktu berhenti yang memegang peranan adalah
Gelstrength. Lumpur akan mengangar atau mnejadi gel saat tidak ada
srikulasi. Hal ini disebabkan oleh gaya tarik menarik antar
partikel-partikel padatan lumpur. Gaya mengangar inilah yang
disebut Gelstrength. Diwaktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi,
lumpur harus mempunyai gelstrength yang dapat menahan cutting dan
material pemberat lumpur agar jangan turun. Sehingga padatan tidak
menumpuk dan mengendap di annulus dan mencegah terjadinya pipe
sticking. Gelstrength akan naik dengan bertambahnya waktu. Kalau
gelstrength terlalu besar akibatnya adalah tekanan yang diperlukan
untuk memulai sirkulasi kembali menjadi tinggi, dengan kata lain
kerja pompa akan menjadi bertambah berat. Kalau dipaksakan memulai
sirkulasi dengan tekanan tinggi, dapat memecahkan formasi bila
formasi tidak kuat menerimanya. Untuk itu diperlukan break
circulation setelah lumpur diam. Break circulation maksudnya adalah
memecah gel dari lumpur sebelum memulai sirkulasi kembali. Lumpur
diam yang cukup lama adalah saat dilakukannya pencabutan rangkaian
pemboran sehingga gelstrength menjadi tinggi.
Pengukuran viscositas yang sederhana dilakukan dengan
menggunakan alat marsh funnel. Viskositas ini adalah jumlah detik
yang dibutuhkan oleh 0,9463 liter (1 quart) fluida untuk mengalir
keluar dari corong marsh funnel. Bertambahnya viscositas ini
direfleksikan dalam bertambahnya apparent viscosity. Untuk fluida
non-newtonian data yang didapat dari marsh funnel tidak dapat
memberikan suatu gambaran yang lengkap dari rheology suatu fluida,
maka biasa digunakan untuk membandingkan fluida yang baru (awal)
dengan kondisi sekarang.
Viskositas plastik (plastic viscosity) sering kali digambarkan
sebagai bagian dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh
friksi mekanik. Yield point adalah bagian resistensi untuk mengalir
yang merupakan akibat dari gaya tarik-menarik antar partikel, gaya
ini disebabkan oleh muatan-muatan pada permukaan partikel
terdispersi dalam fasa fluida. 2.4 Pengertian Gel Strength dan
Yield Point Gel strength dan yield point adalah gaya tarik-menarik
dalam suatu sistem lumpur. Jika gel strength adalah ukuran gaya
tarik-menarik yang statik, maka yield point merupakan ukuran gaya
tarik-menarik pada suatu keadan dinamik.
Gambar 3.1 Klasifikasi Fluida2.5 Penentuan Harga Shear Stress
Dan Shear Rate
Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan
dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM
motor, harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam
satuan dyne/cm2 dan detik-1 agar diperoleh harga viskositas dalam
satuan cp (centipoise). Adapun persamaan tersebut sebagai berikut
:
dimana : : shear rate, sekon -1
: shear stress, dyne/cm2
C : dial reading, derajat
RPM : revolution per minute dari rotor.2.6 Penentuan Harga
Viskositas Nyata (Apparent Viscosity)
Viskositas nyata (a) untuk setiap harga shear rate dihitung
berdasarkan :
2.7 Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point
Untuk menentukan plastic viscosity (p) dan yielt point (Yp)
dalam field unit digunakan persamaan Bingham Plastic sebagai
berikut :
Dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam persamaan (5)
didapat :
dimana : p : plastic viscosity, cp
Yb : yielt point Bingham, lb/100 ft2
C600 : dial reading pada 600 RPM, derajat
C300 : dial reading pada 300 RPM, derajat
2.8 Penentuan Harga Gel Strength
Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung
dari pengukuran dengan alat Fann VG. Simpangan skala penunjuk
akibat digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung
menunjukkan harga gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100
lb/ft2.BAB III
METODOLOGI PENELITIAN3.1 Membuat Lumpur
Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22.5 gr bentonite.
Caranya air dimasukkan ke dalam bejana, lalu dipasang pada multi
mixer dan memasukkan bentonite sedikit demi sedikit setelah multi
mixer dijalankan. Selang beberapa menit setelah dicampur, mengambil
bejana dan mengisi cup mud balance dengan lumpur yang telah
dibuat.
3.2 Cara Kerja Dengan Marsh Funnel
1. Menutup bagian bawah marsh funnel dengan jari tangan.
Tuangkan lumpur bor melalui saringan sampai menyinggung bagian
bawah saringan (1500 cc).
2. Setelah menyediakan bejana yang telah tertentu isinya (1
quart = 946 ml) pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi
sehingga lumpur mengalir dan ditampung dalam bejana tadi.
3. Mencatat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi
bejana yang tertentu isinya tadi.
3.3 Mengukur Shear Stress Dengan Fann Vg
1. Mengisi bejana dengan lumpur sampai batas yang
ditentukan.
2. Meletakkan bejana pada tempatnya, serta mengatur kedudukannya
sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup ke dalam lumpur
menurut batas yang telah ditentukan.
3. Menggerakkan rotor pada posisi High dan menempatkan kecepatan
putar rotor pada kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan
sehingga kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Mencatat
harga yang ditunjukkan oleh skala.
4. Pencatatan harga yang ditunjukkan oleh skala penunjuk setelah
mencapai keseimbangan dilanjutkan untuk kecepatan 300, 200, 100, 6
dan 3 RPM dengan cara yang sama seperti diatas.
3.4 Mengukur Gel Strength Dengan Fann Vg
1. Setelah selesai pengukuran shear stress, mengaduk lumpur
dengan Fann VG pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.
2. Mematikan Fann VG, kemudian diamkan lumpur selama 10
detik.
3. Setelah 10 detik menggerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM.
Membaca simpangan maksimum pada skala penunjuk.
4. Mengaduk kembali lumpur dengan Fann VG pada kecepatan rotor
600 RPM selam 10 detik.
5. Mengulangi kerja diatas untuk gel strength 10 menit. (untuk
gel strength 10 menit, lama pendiaman lumpur 10 menit).
3.5Lokasi Peneliti
Nama kota : Balikpapan
Instansi : STT MIGAS BALIKPAPAN
3.6 Instrumen Penelitian
3.6.1Peralatan
1. Mud Mixer
2. Fann VG Meter
3. Timbangan4. Gelas ukur 500 cc.
5. Cup Mud Funnel.
6. Marsh Funnel3.6.2 Bahan yang digunakan
a. Bentonite.b. Thinner.c. Air tawar (aquadest).3.7HASIL
PERCOBAAN
Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3.1 Nilai Viscositas Dan Gel strength
NoKomposisi lumpur relative plasticYpGS 10 detikGs 10 menit
1LD523.521.5310
2LD + 2 gr dextrid61624514
3LD + 2.6 gr dextrid-11271872
4LD + 3 gr Bentonite5023.4720
5LD + 9 gr Bentonite-125024104
3.8 PEMBAHASAN
Pada data dari tabel di atas, penambahan dxtride ke dalam lumpur
adalah untuk mengubah sifat rheologi fluida pemboran terutama
lumpur pemboran. Dextrid yang ditambahkan (2 gr dextrid) berfungsi
untuk meningkatkan viskositas hal ini dapat dilihat meningkatnya
viskositas relative menjadi 61cp serta viskositas plastic menjadi
6cp dan gel strenght dari lumpur dasar sebagai efektifitas
pengangkatan cutting ( serbuk bor ) di lubang bor seoptimal
mungkin, sehingga tidak terjadi pengendapan pada dasar sumur.
Sedangkan penambahan bentonite (9 gr bentonite) pada lumpur
pemboran menyebabkan peningkatan gel strength, menjadi 24 saat GS
10dtk juga 104 saat GS 10mnt dan penurunan pada viskositas plastic
menjadi 12cp dan yield point menjadi 50.
Harga Gel Strength yang terlalu besarpada penerapannya
dilapangan mengakibatkan susahnya pemisahan antar lumpur pemboran
dengan partikel cutting di surface dan juga dapat menyebapkan
terlalu besarnya tenaga pompa yang digunakan atau susahnya dalam
dalam proses sirkulasi selanjutnya.
KRITIK DAN SARANPenulis mengharapkan saran dan kritik yang
kontruktif dan inovatif dari para pembaca demi kesempurnaan di
dalam berbagai aspek dari proposal ini. Apabila terdapat kesalahan
baik dari segi penulisan maupun tata bahasa dalam proposal ini,
penulis memohon maaf yang besar-besarnya. Kritik dan saran dapat di
tulis di bawah ini.DAFTAR PUSTAKA
1. Anugerah,Pujono,Laporan Resmi Praktikum Analisa
LumpurPemboran, STT Migas.,Balikpapan, 2011.
2. Gatlin, C., Petroleum Engineering-Drilling and Well
completion, Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, New
York,1950.
3. Lummus, James L.,J.J. Azaz, Drilling Fluids Optimization. A
Practical Field Approach, Pen-Well Publishing Co., 1986.
4. Mc. Cray and Cole, Oil Well Drilling Technology, University
of Oklahoma Press, Norman, 1960.
5. Monicard, R.P.,Drilling Mud and Cement slurry Rheology
Manual, Gulf Publishing Co., Edition Technique, Paris, 1982.
6. Moore,P.L., Drilling Practice Manual, The Petroleum
Publishing Co., Tulsa,1974.
7. Roger, W.T., Composition and Properties of Oil Well Drilling
Fluids, Gulf Publishing Co., Houston, Texas, 1963.
W2 = W1 (B x L x MW...........(3.12)
= 5.007 x C .......... (1)
= 1.704 x RPM ............ (2)
EMBED Equation.3 ..........(3)
EMBED Equation.3 ........(4)
EMBED Equation.3 ............(5)
p = C600 C300 .......(6)
b = C600 p...........(7)
2
_1465396294.unknown
_1465396295.unknown
_1465396296.unknown
_1465396293.unknown