Top Banner
USULAN PROPOSAL SKRIPSI KEPASTIAN HUKUM TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERUM PERUMNAS SEBAGAI JAMINAN HUTANG Disusun Oleh : MASYAHDAN SIREGAR NIM : E. 0610293 i
59

Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Jun 20, 2015

Download

Documents

lucky.harry
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

USULAN PROPOSAL SKRIPSI

KEPASTIAN HUKUM TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH DI

ATAS HAK PENGELOLAAN PERUM PERUMNAS SEBAGAI

JAMINAN HUTANG

Disusun Oleh :

MASYAHDAN SIREGAR

NIM : E. 0610293

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR

2010

i

Page 2: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, taufik

dan hidayah-Nya sampai hari ini kita selalu mendapat limpahan nikmat kesehatan dan

kesejahteraan dalam menjalani hidup, dan atas karunia-Nya pula penulis dapat

menyelesaikan usulan proposal skripsi ini.

Shalawat serta salam tak lupa kita tujukan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, yang telah memberikan pencerahan bagi seluruh umat dengan

ajaran-Nya serta limpahan ilmu pengetahuan sehingga kita dapat berkiprah di

pendidikan Program Sarjana Hukum Universitas Djuanda, kampus bertauhid.

Tulisan ini merupakan Proposal Skripsi yang dilengkapi dengan kajian dari

berbagai literatur penunjang agar tulisan ini mampu menyajikan tulisan yang utuh dan

mudah dipahami

Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas akhir pada program Sarjana Hukum

di Fakultas Hukum Universitas Djuanda Bogor, Jawa Barat.

Tujuan tulisan ini adalah usulan Proposal Skripsi tentang KEPASTIAN

HUKUM TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH DI ATAS HAK

PENGELOLAAN PERUM PERUMNAS SEBAGAI JAMINAN HUTANG,

yang merupakan kajian secara komprehensif mengenai kepastian hukum

bagi masyarakat yang memiliki Hak Milik atas tanah diatas Hak

Pengelolaan untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan hutang.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak DR. H. Martin Roestamy,

S.H., M.H., pemberi support dan sumber inspirasi bagi penulis baik moril maupun

materil. Bapak Dadang Suprijatna, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik. Ibu Hj.

Endeh Suhartini, S.H., M.H., sebagai Dosen Konselor yang sering memberikan

masukan serta berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian

dan berbagai hal yang berkaitan dengan penyelesaian usulan Proposal Skripsi ini.

Disadari, bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan serta masih sangat jauh

untuk katagori sempurna mengingat segala keterbatasan, kemampuan dan pengetahuan

ii

Page 3: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

yang dimiliki penulis. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang positif sangatlah

penulis harapkan.

Kepada Allah Penulis berserah diri, semoga apa yang telah dilakukan ini

mendapatkan ridha-Nya, serta tulisan ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.

Amin.

Bogor, 25 Mei 2010

Penulis

( Masyahdan Siregar )

iii

Page 4: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................

A. Latar Belakang

Masalah .....................................................................

B. Identifikasi

Masalah ............................................................................

C. Tujuan

Penelitian ................................................................................

D. Kegunaan

Penelitian ...........................................................................

E. Kerangka

Pemikiran ...........................................................................

F. Metoda

Penelitian ...............................................................................

G. Sistematika

Penulisan ........................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

ii

iv

1

14

15

15

16

28

29

31

iv

Halaman

Page 5: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Nama : Masyahdan Siregar

Nim : E. 0610293

Program Studi : Ilmu Hukum

Fakultas : Hukum

Judul : KEPASTIAN HUKUM TERHADAP HAK MILIK ATAS

TANAH DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERUM

PERUMNAS SEBAGAI JAMINAN HUTANG

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana bunyi Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945 ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”. Seperti yang telah dicantumkan dalam Pasal tersebut diatas,

negara tidak perlu bertindak sebagai pemilik, negara cukup bertindak sebagai

penguasa untuk memimpin dan mengatur kekayaan nasional sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Dari ketentuan dalam Pasal tersebut bahwa kekuasaan yang

diberikan kepada negara memberikan kewajiban kepada negara untuk mengatur

pemilikan dan menentukan kegunaannya, sehingga semua tanah di seluruh wilayah

negara dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Tanah yang merupakan permukaan Bumi harus diatur dan dikelola secara

nasional untuk menjaga keberlanjutan Sistem kehidupan berbangsa dan bernegara

dan amanat konstitusi adalah politik pertanahan dan kebijakan pertanahan diarahkan

1

Page 6: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

untuk mewujudkan tanah sebagai sumber “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”,

yang meliputi penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan penggunaan tanah.1

Pemanfaatan tanah untuk kesejahteraan umum tentunya tidak lepas dari berbagai

permasalahan yang dihadapi dalam lingkungan masyarakat.

Hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari negara

disebut hak primer dan semua hak yang berasal dari pemegang hak atas tanah lain

berdasarkan pada perjanjian bersama, disebut hak sekunder.2 Kedua hak tersebut

pada umumnya mempunyai persamaan, di mana pemegangnya berhak untuk

menggunakan tanah yang dikuasainya perjanjian dimana satu pihak memberikan

hak-hak sekunder pada pihak lain.

Hak atas tanah yang diperoleh dari negara terdiri dari Hak Milik, Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Tiap-tiap hak

mempunyai karakteristik tersendiri dan semua harus didaftarkan menurut ketentuan

hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Pasal 20 UUPA hak milik

adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas

tanah. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hak Milik menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak turun temurun,

terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat

ketentuan pada Pasal 6. Turun temurun artinya Hak Milik atas tanah dapat

berlangsung terus rnenerus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya

1 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Hukum Tanah Nasional. Djambatan, Jakarta, edisi 2005, hlm, 6-7.

2 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, edisi 2005, hlm. 89.

2

Page 7: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

meninggal dunia, maka Hak Milik atas tanah dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya

sepanjang memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik Terkuat, artinya Hak Milik

atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak

mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dan gangguan pihak lain,

dan tidak mudah hapus. Terpenuh, artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang

kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain,

dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain namun tidak berinduk pada hak

atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan

hak atas tanah yang lain. Hak Milik atas tanah hanya dapat dipunyai oleh orang

perseorangan Warga Negara Indonesia. Badan Hukum Indonesia atau Badan Hukum

Asing serta Warga Negara Asing tidak dapat memiliki Hak Milik atas tanah karena

pembatasan yang dilakukan oleh UUPA, sebagaimana yang diatur pada Pasal 21.

Dalam Pasal 570 KUHPerdata : “Hak milik adalah hak untuk menikmati

kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap

kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya asal tidak bertentangan dengan

Undang-undang atau peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang

mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan terhadap

hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan adanya

pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti

kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-undang. Dari situ dapat kita

simpulkan bahwa hak milik adalah hak yang paling utama jika dibandingkan dengan

hak-hak kebendaan yang lain. Karena yang berhak itu dapat menikmatinya dengan

3

Page 8: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

sepenuhnya dan menguasainya dengan sebebas-bebasnya.3 Dalam membicarakan

hak milik (eigendom) ini dengan mengingat berlakunya undang-undang pokok

agraria yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 yang telah mencabut semua

hak-hak kebendaan yang berlainan dengan tanah dari Buku II KUHPerdata. Jadi

dalam hal ini termasuk juga hak milik atas tanah telah dicabut juga hak milik atas

tanah telah dicabut dari buku II KUH Perdata.Dan selanjutnya hak milik atas tanah

itu lalu menjadi objek dari hukum agraria dan tidak merupakan hubungan

keperdataan.4 Hak milik juga termasuk obyek jarninan hak tanggungan sebagaimana

diatur dalam UUHT Pasal 4 sampai dengan Pasal 7.

Selain Hak milik, hak atas tanah yang diperoleh dari negara termasuk juga

Hak Pengelolaan. Pengertian Hak Pengelolaan menurut Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 ayat (4) adalah “Hak

Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya

sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 1977 tentang “Tata Cara Permohonan

Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian Bagian Hak Pengelolaan Serta

Pendaftarannya” Pasal 1 antara lain :

Hak pengelolaan berisi wewenang untuk :

a. Merencanakan peruntukan tanah dan penggunaan tanah yang bersangkutan

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usahanya

3 Sri Soedewi Mascjhoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, Edisi 2000, hlm. 42

4 Ibid., hlm. 41.

4

Page 9: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

c. Menyerahkan bagian-bagian dari pada tanah itu kepada pihak ketiga menurut

persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang

meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya,

dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang

bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku.

Dengan demikian hak pengelolaan adalah hak atas tanah yang berkaitan

dengan tanah negara. Untuk beralihnya hak pengelolaan kepada pihak ketiga telah

diatur dalam PMDN Nomor 1 Tahun 1977 Pasal 3 bahwa “setiap penyerahan

penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan kepada pihak

ketiga oleh pemegang hak pengelolaan baik yang disertai atau pun tidak disertai

dengan pendirian bangunan diatasnya wajib dilakukan dengan perjanjian tertulis

antara pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan”

Dalam Pasal 11 PMDN Nomor 1 Tahun 1977 tersebut, Perusahan Umum

Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) yang keseluruhan

Modal/sahamnya sahamnya dipunyai oleh pemerintah, diberikan Hak Pengelolaan

atas tanah negara tidak bebas, yaitu tanah negara yang diatasnya sudah ditumpangi

suatu hak punya pihak lain.

Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (PERUM

PERUMNAS) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk

Perusahaan Umum (Perum) dimana keseluruhan sahamnya dimiliki oleh

pemerintah. Perusahaan didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29

5

Page 10: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Tahun 1974, diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1988, dan

disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2004 tanggal 10 Mei

2004. 5

Maksud dan tujuan didirikannya Perum-Perumnas adalah untuk

melaksanakan penataan perumahan dan permukiman bagi masyarakat dan dalam hal

tertentu melaksanakan tugas-tugas tertentu yang diberikan Pemerintah dalam rangka

pemenuhan kebutuhan perumahan bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan

rendah. Dengan tujuan untuk mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak

dan terjangkau berdasarkan rencana tata ruang yang mendukung pengembangan

wilayah secara berkelanjutan.6

Perum Perumnas dapat menguasai tanah yang diperlukan dengan hak

Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. Dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan

Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pasal 5 ayat (7) butir a disebutkan:

“Tanah-tanah yang di kuasai oleh perusahan pembangunan perumahan

dengan hak pengelolaan, atas usul perusahaan tersebut oleh pejabat yang berwenang

sebagai yang dimaksud dalam Pasal 3 dapat diberikan kepada pihak-pihak yang

memerlukannya dengan hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai berikut

rumah-rumah dan bangunan-bangunan yang diatasnya menurut ketentuan dan

persyaratan peraturan perundang-undangan agraria yang berlaku.”

5 http://www.perumnas.co.id/public/?pgid=sejarah, diakses pada tanggal 28 April 2010.6 An Andi Hamzah, (et al), Dasar-dasar Hukum Perumahan, Penerbit Rineka Cipta, 2006, hlm.

73.

6

Page 11: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Sebagai Pemegang hak pengelolaan Perum-Perumnas selain berwenang

untuk menggunakan tanah hak pengelolan itu untuk keperluan pelaksanaan

usahanya, juga berwenang untuk menyerahkan bagian-bagian dari tanah hak

pengelolaan itu kepada pihak ketiga (menjual) dengan persyaratan-persyaratan

tertentu, baik mengenai peruntukan penggunaan maupun mengenai jangka waktu

dan keuangannya.

Dalam hal ini Perum Perumnas sebagai pemegang hak pengeloalan dapat

bekerja sama dengan pihak ketiga yakni pengembang perumahan (developer) untuk

merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah tersebut untuk keperluan

penyediaan perumahan dan permukiman untuk masyarakat. Perumahan atau

pemukiman yang telah dibangun oleh Perum Perumnas dapat diperoleh masyarakat

melalui jual-beli baik tunai maupun Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang

difasilitasi oleh bank.

Bank menurut Undang-undang Perbankan ialah badan usaha yang

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya

kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam

rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Bank dalam menyalurkan kredit

baik pada perorangan maupun badan hukum, tidak lepas dari agunan sebagai

jaminan pelunasan utangnya. Setiap perjanjian yang bermaksud untuk meminjam

uang dengan jaminan hak tanggungan harus dibuktikan dengan suatu akta yang

dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya

dalam Undang- Undang ini disebut Pejabat). Akta tersebut bentuknya ditentukan

7

Page 12: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

oleh Menteri Agraria. Dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa hak tanggungan

juga merupakan salah satu hak atas tanah yang wajib didaftarkan.

Adanya kewajiban untuk mendaftarkan Hak Tanggungan ditujukan untuk

menjamin kepastian hukum kepada pemberi dan penerima hak tanggungan dan

untuk memberikan perlindungan hukum manakala salah satu pihak mengadakan

tindakantindakan yang merugikan pihak lainya. Sebagai contoh ketika pemberi hak

tanggungan tidak dapat melunasi hutang yang dipinjamnya dari pemegang hak

tanggungan, maka dengan adanya pendaftaran hak tanggungan, pemegang hak

tanggungan mempunyai kekuatan hukum yang kuat untuk mendapatkan pembayaran

atas piutangnya dengan cara mengeksekusi tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT) adalah hak jaminan yang dibebankan

pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak

berikut benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu untuk

pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.

Prof. Budi Harsono mengartikan Hak Tanggungan adalah “penguasaan hak

atas tanah berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah

yang dijadikan agunan tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan,

melainkan untuk menjualnya jika debitur cidera janji dan mengambil dari hasilnya

seluruh atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya. Dalam

8

Page 13: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah

yang dapat dijadikan jaminan hutang ada 5 (lima) jenis yaitu:

Hak Milik

Hak Guna Usaha

Hak Guna Bangunan

Hak Pakai, baik hak milik maupun hak atas negara

Hak atas tanah berikut bangunan tanaman dan hasil karya yang telah ada atau

akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak

miik pemegang atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan

didalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.7

Untuk memperoleh kepastian hukum, pemerintah menggiatkan berbagai cara

untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pendaftaran tanah merupakan salah satu

usaha dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan diatas. Seperti yang tertuang

dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,

yang menyatakan bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah sebagai berikut :

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain

yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan;

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

7 Salim HS., Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004, hlm. 105.

9

Page 14: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah

dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

c. Untuk terselenggaranya tertib adminstrasi pertanahan.

Di masa sekarang ini, tanah memiliki banyak fungsi. Bisa dilihat dari segi

sosial dan ekonomi. Dari segi sosial, tanah memiliki fungsi yang sangat penting

sebagai tempat hidup manusia. Sedangkan, dalam segi ekonomi, tanah sebagai

benda tak bergerak yang bisa diperjual belikan dan juga bisa digunakan sebagai

barang jaminan hak tanggungan dalam proses beracara perdata sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Khususnya mengenai perjanjian, tanah

seringkali dijadikan sebagai barang jaminan. Maka, dalam hal tersebut diperlukan

bukti otentik kepemilikan atas tanah.

Berdasarkan ketentuan mengenai Hak Milik dalam UUPA dan KUHPerdata

tersebut menjadi dasar kepastian hukum atas penguasaan dan kewenangan Hak

Milik untuk dijaminkan sebagai pelunasan hutang. Hak Milik merupakan salah satu

dan hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana diatur dalam

UUHT Pasal 4.

Yang dimaksud dengan hak tanggungan, sebelum lahir Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tidak dijumpai dalam UUPA. Hanya dalam Pasal 51 dikatakan

bahwa hak tanggungan itu diatur dengan undang-undang. Selanjutnya Pasal 57

UUPA menyatakan bahwa selama sebelum keluarnya Undang-Undang No.4 Tahun

1996 yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai Hipotik tersebut dalam

kitab undang-undang hukum perdata indonesia dan credietverband tersebut dalam

10

Page 15: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

S. 1908-542 sebagai yang telah diubah dengan S. 1937-1902. Khususnya dalam

penulisan ini mengupas masalah mengenai pelaksanaan pendaftaran hak tanggungan

atas tanah hak milik.

Hal ini sangat berkaitan erat dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

mengenai Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan

Dengan Tanah. Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak

yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status atau kedudukan hukum

daripada tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas, dan batas hukumnya.

Siapa yang memiliki dan beban-beban apa yang ada diatasnya?. Undang-Undang

Hak Tanggungan yang diundangkan pada tanggal 9 April 1996 melalui Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, merupakan suatu kemajuan

dalam pembangunan hukum agraria di Indonesia. Dengan berlakunya undang-

undang tersebut maka sejak saat itu segala hal yang berkaitan dengan hak

tanggungan atas tanah dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang Nomor 4

Tahun 1996, hal ini berarti pula perintah Pasal 51 UUPA yang memerintahkan

untuk pembuatan Undang-Undang Hak Tanggungan telah terlaksana dengan adanya

undang-undang ini.

Adapun yang dimaksud dengan hak tanggungan menurut Pasal 1 UUHT

adalah :

Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan

tanah, yang selanjutnya disebut dengan hak tanggungan adalah hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang

11

Page 16: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau

tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,

untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada kreditur tertentu terhadap kreditur- kreditur lain.

Ada beberapa unsur- unsur pokok yang termuat dalam definisi hak tanggungan

tersebut diatas, yaitu :

1. Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang.

2. Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.

3. Hak tanggungan tidak hanya dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah)

saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan

satu- kesatuan dengan tanah itu.

4. Utang yang dijamin harus suatu utang yang tertentu.

5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap

kreditur-kreditur lain.

Hak tanggungan merupakan suatu istilah baru untuk lembaga jaminan

maupun ketentuan dari pelaksanaan dari ketentuan undang-undang tentang adanya

pranata jaminan hutang dengan tanah sebagai agunanya yang disebut hak

tanggungan.

Kepemilikan hak diatas Hak Pengelolaan Perum Perumnas pada umumnya

berstatus Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai

dapat ditingkatkan haknya menjadi Hak Milik dengan persetujuan pemegang Hak

Pengelolaan sebagaimana diatur dalam Surat Menteri Negara Agraria / Kepala BPN

12

Page 17: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Tanggal 17 September 1998 Nomor 630.1 - 3433 tentang Hak Tanggungan atas Hak

Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan bahwa untuk tanah Hak Guna

Bangunan di atas Hak Pengelolaan yang sedang dibebani Hak Tanggungan, dapat

ditingkatkan menjadi Hak Milik asalkan mendapat pernyataan persetujuan secara

tertulis dari pemegang Hak Tanggungan disertai penyerahan Sertipikat Hak

Tanggungan yang bersangkutan. Perubahan status tersebut juga diatur dalam

Peraturan Menteri Negara Agraria I Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1998 Pasal 2 ayat

(1), sedangkan didalam ayat (4) menyebutkan bahwa persetujuan perubahan hak

dari pemegang Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku

sebagai persetujuan pelepasan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai.

Demikian juga halnya jika dijadikan sebagai jaminan pelunasan hutang

kepada bank harus mendapat persetujuan dan Perum Perumnas selaku pemegang

Hak Pengelolaan. Dalam Keputusan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1997

Jo. Keputusan Menteri Negara Agraria Nomor 15 tahun 1997 dan Nomor 1 Tahun

1998 serta dalam Surat Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Tangga 18 Februari

1999 Nomor 500 — 3460 menjelaskan bahwa apabila Hak Guna Bangunan tersebut

diatas tanah Hak Pengelolaan Perum Perumnas, maka persetujuan itu wajib

diberikan oleh Perum Perumnas dengan adanya persetujuan secara tertulis

mengingat bidang tugas Perum Perumnas sebagai pemegang Hak Pengelolaan ini

adalah memang mengembangkan perumahan dan permukiman. Prosedur ini juga

diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nornor 1 Tahun 1977.

13

Page 18: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Dalam pada itu perlu ditambahkan bahwa apabila oleh pemegang Hak

Pengelolaan diberikan dengan Hak Milik kepada Pihak Ketiga, maka dengan

sendirinya bidang tanah Hak Milik tersebut menjadi lepas dari Hak Pengelolaan. dan

Hak Pengelolaan atas bidang tanah tersebut menjadi hapus sejak didaftarkannya Hak

Milik Tersebut.

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas Hak Milik merupakan hak turun

temurun. terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Dari

pengertian tersebut Hak Milik dapat dijaminkan sebagai pelunasan hutang tanpa

persetujuan dari pihak ketiga. Akan tetapi pada kenyataannya Hak Milik yang

berada diatas Hak Pengelolaan Perum Perumnas apabila dijaminkan sebagai

pelunasan hutang harus mendapatkan persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

Maka, atas dasar permasalahan diatas, penulis terdorong untuk mengambil

judul “Kepastian Hukum Terhadap Kepemilikan Hak Milik Atas Tanah

Di Atas Hak Pengelolaan Perum Perumnas Sebagai Jaminan Hutang”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang sebagaimana diuraikan diatas, maka untuk penelitian ini

penulis membatasi pada hal-hal yang akan di identifikasi sebagai berikut :

1. Bagaimana kepastian hukum hak milik atas tanah di atas Hak Pengelolaan

Perum Perumnas?

2. Bagaimana kepastian hukum hak milik atas tanah di atas Hak Pengelolaan

sebagai jaminan hutang?

14

Page 19: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kepastian hukum hak milik atas tanah di atas hak pengelolaan

Perum Perumnas.

2. Untuk mengetahui kepastian hukum hak milik atas tanah di atas hak pengelolaan

sebagai jaminan hutang.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik dari segi teoritis

maupun segi praktis :

1. Segi teoritis.

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan

pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum

pertanahan dan hukum jaminan.

2. Segi praktis.

Secara praktis, penelitian ini dapat pula memberikan kontribusi positif

dalam hal-hal :

a. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran kepada para pengambil

keputusan dan kebijakan baik eksekutif maupun legislatif agar dalam

membuat peraturan yang berkaitan dengan hak pengelolaan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat.

15

Page 20: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

b. Memberikan informasi agar dapat dijadikan masukan kepada pengembang,

perbankan maupun pemilik hak milik atas tanah yang berada di atas hak

pengelolaan guna mendorong stimulasi bagi pembangunan perekonomian.

c. Bermanfaat bagi setiap orang yang ingin mendalami ilmu hukum, khususnya

bidang hukum tanah dan hukum agraria.

E. Kerangka Pemikiran

Negara Republik Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam

Pembukaan UUD 1945 mempunyai tujuan sebagaimana disebutkan dalam alinea ke

empat: “ ... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum...”, yang merupakan landasan

yuridis bagi tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintah negara Republik

Indonesia untuk memberikan kepastian hukum guna perlindungan hukum bagi

seluruh rakyat Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil

dan merata.

Dengan mana negara berperan mewujudkan kepastian hukum guna

menciptakan perlindungan hukum yang adil sebagaimana diuraikan dalam beberapa

Pasal dalam UUD 1945 antara lain sebagai berikut :

Pasal 1 ayat (3) : “Negara Indonesia adalah negara hukum”, Pasal 28 D ayat

(1) : ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”, Pasal 28 G ayat

(1) , ”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

16

Page 21: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman

dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu

yang merupakan hak asasi”, Pasal 28 H ayat (1) : ”Setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik

dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, Pasal 28 I ayat (4)

”Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah

tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.

Cita-cita pendirian bangsa Indonesia dan cita-cita hukum yang dimuat dalam

konstitusi mengenai tujuan yang akan dicapai dalam pembentukan negara Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila sila kelima adalah : “Keadilan Sosial Bagi

Seluruh Rakyat Indonesia”, sebagai ruh dari cita-cita terciptanya kesejahteraan

umum tersebut, maka penulis memilih kerangka pemikiran yang dipergunakan

dalam penulisan ini menggunakan teori negara kesejahteraan (welfare state).

Dengan mana negara berperan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat guna

menciptakan kesejahteraan yang berdasarkan UUD 1945 sebagai Undang-undang

Dasar dan Pancasila sebagai cita-cita hukum dan cita moral serta falsafah bangsa. E.

Panca Pramudya8 melihat ada pesan sentral yaitu adanya harapan supaya negara

kesejahteraan bisa diwujudkan di Indonesia. Memang suatu pekerjaan yang tidak

mudah untuk mencapai tujuan negara kesejahteraan, walaupun usia kemerdekaan

Indonesia yang sudah tidak muda lagi. Secara garis besar, negara kesejahteraan

menunjuk pada sebuah model ide pembangunan yang difokuskan pada peningkatan

8 E. Panca Pramudya, Mengimajinasikan Negara Kesejahteraan, (Kertas Kerja yang disampaikan dalam diskusi “Negara Kesejahteraan” dari hasil riset, yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Prakarya kerjasama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati), Jakarta, 30 Agustus 2005).

17

Page 22: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam

memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya.9

Dalam pandangan lain, Sri Redjeki Hartono, berpendapat : “asas campur

tangan negara terhadap kegiatan ekonomi, merupakan salah satu dari tiga asas

penting yang dibutuhkan dalam rangka pembinaan cita hukum asas-asas hukum

nasional ditinjau dari aspek hukum dagang dan ekonomi. Dua asas lainnya adalah

asas keseimbangan dan asas pengawasan publik.10

Dalam konteks ekonomi campuran (mixed economy), Friedmann membagi

empat fungsi negara. Pertama negara sebagai provider (penyedia) yang melakukan

upaya untuk memenuhi standar minimal yang dibutuhkan masyarakat dalam rangka

mengatasi kelemahan dan dampak negatif dari akibat diperlakukannya pasar bebas

yang dapat merugikan masyarakat. Kedua sebagai regulator (fungsi pengatur), yang

bertujuan untuk mengatur ketertiban, agar tidak kacau, seperti bidang investasi agar

industri dapat tumbuh dan berkembang. Ketiga, sebagai entrepreneur yang

dilakukan dengan campur tangan langsung, seperti melalui BUMN (Badan Usaha

Milik Negara) khususnya untuk bidang usaha yang vital bagi masyarakat, namun

tidak menguntungkan bagi usaha swasta (misalnya Perum Perumnas) atau Bis Kota

yang bertujuan menciptakan pelayanan umum (public service). Keempat, adalah

fungsi umpire (fungsi pengawasan) yang berkaitan dengan produk hukum untuk

menjaga ketertiban dan keadilan sekaligus bertindak sebagai penegak hukum.11

9 Edi Suharto, Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos. (Makalah yang disampaikan pada seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi Otonomi di Indonesia, yang dilaksanakan oleh MMUGM Yogyakarta, 25 Juli 2006). Hlm. 6.

10 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, 2002. Hlm.13.11 W. Friedmann,et.al., The State And The Rule Of Law In A Mixed Economy, (London, 1971) hlm. 3,

sebagaimana dikutip dari Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif,

18

Page 23: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Dari pendapat para ahli tersebut di atas dapat digaris-bawahi peran negara

dalam membangun hukum bagi kesejahteraan rakyat sangatlah strategis, negara

dapat memerankan hukum dalam menata perekonomian dan sektor-sektor produksi

lainnya sebagai regulator, pelaksana dan pengawas.

Gagasan memerankan hukum secara aktif di dalam proses penentuan

kebijakan sejalan dengan gagasan Mochtar Kusumaatmadja yang dikenal dengan

Teori Hukum Pembangunan, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut :

Hukum merupakan sarana pembaharuan masyarakat berdasarkan suatu

anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau

pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan, bahkan dipandang (mutlak)

perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana

pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum

memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti

penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau

pembaharuan.12

Sesuai dengan peran hukum sebagai sarana pembaharuan dan sekaligus

sebagai sarana pembangunan, pembaharuan masyarakat melalui jalur hukum, berarti

dilakukannya pembaharuan hukum, terutama melalui jalur perundang-undangan.

Hal ini berarti proses pembentukan undang-undang harus dapat menampung semua

hal yang erat hubungannya (relevan) dengan bidang atau masalah yang hendak

diatur dengan undang-undang itu, apabila perundang-undangan itu diharapkan

Bayumedia, Malang, 2006. Hlm. 433.12 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat Dan Pembinaan Hukum Nasional, Binacipta,

Bandung, 1976 . Hlm. 11–13.

19

Page 24: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

merupakan suatu pengaturan yang efektif.13 Pengertian hukum yang memadai harus

tidak hanya memandang hukum sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang

mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga

(institusional) dan proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu

dalam kenyataan.14

Pembangunan hukum harus dapat dan mampu mengikuti perkembangan

masyarakat yang sedang berkembang ke arah modernisasi. Terlebih lagi

pembangunan hukum harus mampu menampung semua kebutuhan pengaturan

kehidupan masyarakat berdasarkan tingkat kemajuan masyarakat dalam semua

bidang.15

Konsepsi yang digagas Mochtar dalam mengemukan teori hukum sebagai

sarana pembangunan pada dasarnya sedikit banyaknya diilhami oleh pandangan

Roscou Pound yang mengemukakan konsepsi law as tool of social engineering,

sebagaimana dikemukakannya dalam aliran Pragmatic Legal Realism,16 terutama

jika konsepsi tersebut dilakukan dengan pendekatan konsepsi ilmu hukum (filsafat

hukum, bukan sebagai landasan pemikiran politik hukum), maka konsepsi hukum

sebagai sarana pembangunan menjadi lebih luas dari hukum sebagai alat (tool),

karena konsepsi hukum sebagai sarana pembangunan dapat mengisi ruang dalam

rangka pengembangan hukum dan ilmu hukum di Indonesia. Itu juga sebabnya,

lebih lanjut Mochtar mengatakan,17 maka pengembangan konsepsional hukum 13 Ibid, Hlm. 14.14 Ibid, Hlm. 15. 15 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas

Pemisahan Horizontal, Citra Aditya Bakti, Bandung 1996. Hlm. 3.16 Mochtar Kusumaatmadja, Op. Cit. Hlm. 83 – 85.17 Ibid, Hlm. 83

20

Page 25: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang

lingkupnya dari tempat kelahirannya sendiri.

Hakikatnya pembangunan di bidang hukum dalam negara hukum Indonesia

berdasarkan atas sumber tertib hukum negara yaitu Pancasila dan UUD 1945, yang

di dalamnya terkandung pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum serta cita-

cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa

Indonesia yang dipadatkan di dalamnya. Dalam pembangunan hukum itu menurut

Mochtar Kusumaatmadja18 dilakukan dengan jalan :

a. Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional antara lain dengan

mengadakan pembaharuan, kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang

tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat;

b. Menertibkan lembaga-lembaga hukum menurut proporsinya masing-masing;

c. Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak hukum. Memupuk

kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para

pejabat pemerintah ke arah penegakan hukum, keadilan serta perlindungan

terhadap harkat dan martabat manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum

sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945.

Gagasan yang dibangun oleh Mochtar Kusumaatmadja di dalam melakukan

pembinaan hukum nasional Indonesia pada awal 1970-an, bahwa hukum bagi

Mochtar Kusumaatmadja tidak hanya terbatas pada semata-mata kehendak penguasa

yang mempositifkan praktik-praktik kehidupan di dalam masyarakat atau sekedar

sebagai instrumen penjaga ketertiban dalam masyarakat. Namun lebih dari itu,

18 Mochtar Kusumatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, 2002. Hlm. 112.

21

Page 26: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

hukum merupakan sarana untuk melakukan sebuah transformasi atau membentuk

suatu model masyarakat yang diinginkan, kemudian membangun konsepsi ilmu

hukum dalam perkembangannya.

Lili Rasjidi mengemukakan bahwa terdapat beberapa permasalahan dalam

melaksanakan konsepsi hukum sebagai sarana pembangunan di Indonesia. Masalah-

masalah itu ialah:19 karena Indonesia menganut perundang-undangan sebagai cara

pengaturan hukum yang utama, maka perundang-undangan ini yang akan lebih

banyak digunakan sebagai sarana pembangunan masyarakat dibanding dengan

yurisprudensi. Berkaitan dengan ini kesulitan akan dihadapi :

a. Dalam menetapkan prioritas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

b. Untuk membuat hukum yang sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran hukum

masyarakat.

Lebih lanjut, persoalan pada penetapan prioritas pada pembinaan hukum

yang menunjang pembangunan. Dalam hal ini terdapat dua golongan hukum, yaitu :

20

a. Masalah-masalah yang langsung mengenai kehidupan pribadi seseorang dan erat

hubungannya dengan kehidupan budaya dan spiritual masyarakat;

b. Masalah yang bertalian dengan masyarakat dan kemajuan pada umumnya

bersifat “netral” di lihat dari sudut kebudayaan.

19 Lili Rasjidi, Peranan Hukum dalam Pembangunan Nasional Indonesia, (Makalah yang disampaikan dalam Orasi Ilmiah, Dies Natalis kelima dan Wisuda yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Hukum Garut, Garut, 19 Nopember 1986).

20 Ibid.

22

Page 27: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Friedmann memandang terdapat tiga komponen utama di dalam sistem

hukum yakni, struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum. Struktur hukum

meliputi lembaga peradilan dengan seluruh tingkatannya, dalam struktur juga

bagaimana lembaga legislatif ditata, termasuk juga mengenai pengaturan tentang

lembaga kepresidenan, dan aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian.21

Aspek lain dari sistem hukum adalah substansi hukum meliputi aturan, norma, dan

pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu.22 Ruang lingkup

substansi hukum meliputi perangkat peraturan perundang-undangan sesuai dengan

tata urutan perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Di Indonesia ruang

lingkup substansi hukum dimulai dari UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi,

kemudian Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.23 Peraturan

perundang-undangan lainnya yang di luar ketentuan sebagaimana diatur dalam

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang : Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (UU 10/2004) dapat dikategorikan sebagai substansi hukum

seperti Peraturan Menteri, Peraturan Mahkamah Agung dan sebagainya yang

berlaku dalam lingkup kewenangan lembaga yang bersangkutan. Komponen ketiga

dari sistem hukum adalah budaya hukum, yaitu sikap manusia terhadap hukum dan

sistem hukum, kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya. Dengan kata lain

21 Ibid.22 Ibid.23 Lebih lanjut lihat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan di Indonesia, dengan penjelasannya.

23

Page 28: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan

bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan.24

Ketiga unsur sistem hukum tersebut mewarnai penelitian ini untuk

menemukan model dan konsep yang tepat dalam membahas permasalahan kepastian

hukum terhadap hak milik atas tanah di atas hak pengelolaan perum perumnas

sebagai jaminan hutang, melalui pendekatan substantif yaitu dengan meneliti

ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, para

pemangku kepentingan terutama lembaga yang menata sistem hukum, baik pembuat

undang-undang (Legislatif), pelaksana pemerintahan (Eksekutif), pola

pendelegasian kewenangan dan kelembagaan yang merupakan bagian dari struktur

pemerintahan, serta cara pandang dan kelakuan yang menjadi basis penting dari

pengembangan hukum yaitu budaya hukum, kesadaran, kebiasaan, serta kepatutan

hukum yang dijalani oleh bangsa dan para birokrat sebagai perpanjangan tangan

kewenangan pemerintahan.

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) Tahun 2004 – 2009,25 Presiden yang dalam hal ini bertindak sebagai

pemimpin pemerintahan, sejalan dengan hak-hak konstitusi yang dimilikinya, telah

menetapkan program perencanaan hukum ditujukan untuk menciptakan persamaan

persepsi dari seluruh pelaku pembangunan khususnya di bidang hukum dalam

menghadapi berbagai isu strategis dan global yang secara cepat perlu diantisipasi

agar penegakan dan kepastian hukum tetap berjalan secara berkesinambungan. Di

24 Ibid, Hlm. 7 – 8.25 Dikutip dari RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Tahun 2004 – 2009, Bab 9

Tentang : Pembenahan Sistem dan Politik Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 89 – 90.

24

Page 29: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

samping itu ditentukan juga program pembentukan hukum, dalam program ini

dimaksudkan untuk menciptakan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan

yang menjadi landasan hukum untuk berperilaku tertib dalam rangka

menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pembentukan peraturan perundang-undangan dilakukan melalui proses yang benar

dengan memperhatikan tertib perundang-undangan serta asas umum peraturan

perundang-undangan yang baik, termasuk bidang pertanahan.

Selanjutnya dikatakan oleh Maria S.W. Sumardjono, bahwa prinsip dasar

dalam setiap pembentukan peraturan perundangan-undangan adalah pemahaman

terhadap keterkaitan antara peraturan-peraturan dalam satu sistem yang merupakan

kesatuan yang utuh dan bahwa operasionalisasi suatu peraturan (perundangan) harus

dapat dikembalikan pada konsepnya, yakni asas hukum yang mendasarinya.26

Pada dasarnya UUPA mengatur beberapa macam hak atas tanah, namun

seringkali hak atas tanah yang diatur oleh UUPA hanya dianggap hak-hak pada

Pasal 16 saja. Padahal UUPA juga “mengatur kembali” pelaksanaan hak ulayat atau

sejenisnya pada Pasal 3. Hak ulayat memang bukan ciptaan UUPA namun hak

ulayat yang diatur dalam UUPA sedikit berbeda dengan aslinya, yaitu hak ulayat

yang sudah dibatasi pelaksanaannya. Dengan demikian, dalam sistematika UUPA

terdapat 2 (dua) jenis hak atas tanah, yaitu hak ulayat dan hak atas tanah menurut

Pasal 16.

26 Maria S.W Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antar Regulasi dan Implementasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2005, hlm. 3.

25

Page 30: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Menurut Pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria, bahwa yang termasuk

dalam hak-hak atas tanah adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,

Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan dan Hak-

hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan

dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang

disebutkan Pasal 53 (UUPA).

Hak-hak tersebut di atas ditinjau dari sumbernya adalah bersumber dari Hak

Menguasai Negara atas Tanah yang dapat diberikan kepada orang perorangan, baik

Warga Negara Indonesia, maupun Warga Negara Asing (WNA). Juga dapat

diberikan kepada sekelompok orang secara bersama-sama dan juga kepada badan

hukum, baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.

Ditinjau dari segi kewenangan yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah,

menurut Soedikno Mertokusumo wewenang tersebut dibagi 2 (dua), yakni :27

a. Wewenang Umum; wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas

tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga

tubuh bumi dan air dan ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk

kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam

batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih

tinggi (Pasal 4 ayat (2) UUPA);

b. Wewenang Khusus; pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk

menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya

27 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2002, hlm. 87.

26

Page 31: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan

untuk mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah

menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas

tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah

menggunakan tanah hanya untuk kepentingan perusahaan di bidang pertanian,

perikanan, peternakan, atau perkebunan.

Khusus mengenai hak untuk membuka tanah dan hak menumpang, karena

belum diatur lebih lanjut, tidak akan diuraikan lebih lanjut. Pada dasarnya, kedua

hak tersebut merupakan salah satu pelaksanaan hak ulayat.

Hak Milik menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak turun temurun,

terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat

ketentuan pada Pasal 6. Turun temurun artinya Hak Milik atas tanah dapat

berlangsung terus menerus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya

meninggal dunia, maka Hak Milik atas tanah dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya

sepanjang memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik. Terkuat, artinya Hak Milik

atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak

mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain,

dan tidak mudah hapus. Terpenuh, artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang

kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain,

dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas

tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak

atas tanah yang lain. Hak Milik atas tanah hanya dapat dipunyai oleh orang

27

Page 32: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

perseorangan Warga Negara Indonesia. Badan Hukum Indonesia atau Badan Hukum

Asing serta Warga Negara Asing tidak dapat memiliki Hak Milik atas tanah karena

pembatasan yang dilakukan oleh UUPA, sebagaimana yang diatur pada Pasal 21.

Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Normatif,

yakni penelitian kepustakaan (library research), dengan alat pengumpul datanya

adalah studi dokumen. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian tersebut

yaitu :

1. Sumber Primer yaitu bahan yang memiliki kekuatan yang mengikat seperti

menggunakan peraturan perundang-undangan yang terkait.

2. Sumber hukum sekunder yaitu bahan yang menjelaskan sumber hukum primer

yang isinya tidak mengikat seperti buku-buku acuan, majalah, surat kabar, serta

bahan-bahan lain yang dapat menunjang dan memiliki keterkaitan dengan

permasalahan yang dibahas.

3. Sumber hukum tertier yaitu bahan yang menunjang sumber hukum primer dan

sumber sekunder yaitu mencakup kamus umum dan ensiklopedia yang

memberikan petunjuk dan penjelasan kepada bahan untuk primer dan sekunder.

Analisa data dilakukan dengan cara pendekatan kualitatif yang merupakan

tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang

dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan dan

28

Page 33: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah penelitian utuh, setelah data

terkumpul, dikelompokkan sesuai dengan pokok permasalahan yang telah

dirumuskan, kemudian dihubungkan dengan data yang satu dengan data yang lain

dengan menggunakan dalil logika, norma-norma hukum, asas-asas hukum, serta

teori-teori dan terakhir dianalisa, setelah itu dilakukan pengambilan kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan skripsi ini akan diuraikan dan disusun dalam

lima bab dan beberapa sub bab dalam bab dengan rincian sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan sistematika penulisan yang terdiri dari

latar belakang masalah, identifikasi permasalahan, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran,

metodologi penelitian, sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN HUKUM TENTANG HAK MILIK ATAS

TANAH, HAK PENGELOLAAN DAN HAK

TANGGUNGAN

Bab ini akan menguraikan tentang Hak Milik Atas Tanah, Hak

Pengelolaan Dalam Sistem UUPA dan Hak

Tanggungan.

BAB III : HAK MILIK DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERUM

PERUMNAS SEBAGAI JAMINAN HUTANG.

29

Page 34: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Bab ini menguraikan tentang Hak Milik Atas Tanah Di Atas

Hak Pengelolaan Perum Perumnas, Hak Milik Di Atas

Atas Tanah Hak Pengelolaan Perum Perumnas

Sebagai Jaminan Hutang.

BAB IV : KEPASTIAN HUKUM TERHADAP HAK MILIK ATAS

TANAH DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERUM

PERUMNAS SEBAGAI JAMINAN HUTANG.

Bab ini akan menguraikan tentang Kepastian Hukum Hak

Milik Atas Tanah Di Atas Hak Pengelolaan Perum

Perumnas, Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah Di

Atas Hak Pengelolaan Perum Perumnas Sebagai

Jaminan Hutang.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan memberikan beberapa kesimpulan dari

penulisan ini dan memberikan saran-saran atas identifikasi

permasalahan.

30

Page 35: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku – buku :

Arie Sukanti Hutagalung, Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.

An Andi Hamzah, (et al), Dasar-dasar Hukum Perumahan, Penerbit Rineka Cipta, 2006.

Boedi harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Hukum Tanah Nasional. Djambatan, Jakarta, edisi 2005.

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Citra Aditya Bakti, Bandung 1996.

Maria S.W Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antar Regulasi dan Implementasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2005.

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat Dan Pembinaan Hukum Nasional, Binacipta, Bandung, 1976.

____________, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, 2002.

Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991.

Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Rineka Cipta, Jakarta, 1995

Salim HS., Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2004.

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2002.

Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, 2002.

Sri Soedewi Mascjhoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, Edisi 2000.

Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, edisi 2005.

W. Friedmann,et.al., The State And The Rule Of Law In A Mixed Economy, (London, 1971) hlm. 3, sebagaimana dikutip dari Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2006.

31

Page 36: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

B. Disertasi dan Karya Ilmiah :

E. Panca Pramudya, Mengimajinasikan Negara Kesejahteraan, Kertas Kerja yang disampaikan dalam diskusi “Negara Kesejahteraan” dari hasil riset yang dilakukan Perkumpulan Prakarya kerjasama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati), Jakarta, tanggal 30 Agustus 2005.

Edi Suharto, Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos. Makalah pada seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi Otonomi di Indonesia, dilaksanakan oleh MMUGM Yogyakarta, tanggal 25 Juli 2006.

Lili Rasjidi, Peranan Hukum dalam Pembangunan Nasional Indonesia, makalah, disampaikan dalam Orasi Ilmiah, Dies Natalis kelima dan Wisuda Sekolah Tinggi Hukum Garut, pada tanggal 19 Nopember 1986.

C. Undang-Undang Republik Indonesia dan Peraturan :

Undang-Undang Republik Indonesia Dasar Republik Indonesia 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).

Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang : Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Republik Indonesia Tahun 2005 – 2025.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan

Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 1977 tentang “Tata Cara Permohonan

Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian Bagian Hak Pengelolaan

Serta Pendaftarannya”

32

Page 37: Proposal Masyahdan Siregar E.0610293

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang

Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional

Surat Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Tanggal 17 September 1998 Nomor

630.1 - 3433 tentang Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan diatas

tanah Hak Pengelolaan

D. Website :

http://www.perumnas.co.id/public/?pgid=sejarah, diakses pada tanggal 28 April 2010.

H. Kamus :

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, Tahun 2005.

33