Top Banner
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lemuru (Sardinella lemuru) merupakan produksi ikan paling menonjol dari Selat Bali dibandingkan dengan di Selat Madura dan Selat Sunda. Selat Bali memiliki potensi ikan lemuru lebih besar dibanding wilayah perairan lainnya karena di Selat Bali terjadi proses kenaikan air pada musim timur sehingga perairan ini menjadi kaya akan bahan makanan yang dibutuhkan oleh ikan lemuru (Kusmiati, 2007). Kontribusi hasil tangkapan ikan lemuru dalam kurun waktu 30 tahun (1977-2007) rata-rata sekitar 85%, dan nilai produksi 70% dari total hasil tangkapan di Selat Bali (Setyohadi, 2009). Ikan lemuru dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar, asin, maupun dikalengkan. Berbagai cara pengawetan ikan telah banyak dilakukan, termasuk dengan mengalengkan ikan. Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Ikan kaleng adalah salah satu produk makanan yang banyak digemari masyarakat karena mudah didapatkan dan cepat disajikan terlebih ikan memiliki banyak protein. Dengan adanya produk ikan kaleng kebutuhan akan konsumsi ikan dapat terpenuhi setiap saat. Hal ini disebabkan karena melalui proses pengalengan, ikan menjadi lebih awet dan diolah dengan medium yang beraneka rasa sehingga memenuhi selera konsumen. Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi tempat penyimpanan. Apabila proses pengolahan dilakukan secara sempurna maka daya awet produk yang dikalengkan, dapat bertahan lama (Adawyah, 2006). Proses pengalengan dan kapasitas jumlah produksi perlu diperhatikan untuk menjaga kandungan gizi dan mutu ikan kaleng sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen dari segi kuantitas maupun kualitas. Ikan sarden kaleng produksi Indonesia berbahan baku ikan lemuru. Lemuru merupakan nama lokal yang diberikan bagi ikan tersebut yang berukuran 15-18 cm di daerah Bali dan Muncar, sedangkan ikan lemuru
22

Proposal Kerja Lapang Pengalengan Ikan

Oct 03, 2015

Download

Documents

Proposal kerja lapangan di pabrik pengalengan ikan (PT Blambangan FoodPackers Indonesi Muncar Banyuwangi)
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Ikan lemuru (Sardinella lemuru) merupakan produksi ikan paling

    menonjol dari Selat Bali dibandingkan dengan di Selat Madura dan Selat

    Sunda. Selat Bali memiliki potensi ikan lemuru lebih besar dibanding wilayah

    perairan lainnya karena di Selat Bali terjadi proses kenaikan air pada musim

    timur sehingga perairan ini menjadi kaya akan bahan makanan yang

    dibutuhkan oleh ikan lemuru (Kusmiati, 2007). Kontribusi hasil tangkapan

    ikan lemuru dalam kurun waktu 30 tahun (1977-2007) rata-rata sekitar 85%,

    dan nilai produksi 70% dari total hasil tangkapan di Selat Bali (Setyohadi,

    2009). Ikan lemuru dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar, asin, maupun

    dikalengkan.

    Berbagai cara pengawetan ikan telah banyak dilakukan, termasuk

    dengan mengalengkan ikan. Pengalengan makanan merupakan suatu cara

    pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dan kemudian

    disterilkan. Ikan kaleng adalah salah satu produk makanan yang banyak

    digemari masyarakat karena mudah didapatkan dan cepat disajikan terlebih

    ikan memiliki banyak protein. Dengan adanya produk ikan kaleng kebutuhan

    akan konsumsi ikan dapat terpenuhi setiap saat. Hal ini disebabkan karena

    melalui proses pengalengan, ikan menjadi lebih awet dan diolah dengan

    medium yang beraneka rasa sehingga memenuhi selera konsumen.

    Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi tergantung dari jenis

    bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi

    tempat penyimpanan. Apabila proses pengolahan dilakukan secara sempurna

    maka daya awet produk yang dikalengkan, dapat bertahan lama (Adawyah,

    2006). Proses pengalengan dan kapasitas jumlah produksi perlu diperhatikan

    untuk menjaga kandungan gizi dan mutu ikan kaleng sehingga dapat

    memenuhi permintaan konsumen dari segi kuantitas maupun kualitas.

    Ikan sarden kaleng produksi Indonesia berbahan baku ikan lemuru.

    Lemuru merupakan nama lokal yang diberikan bagi ikan tersebut yang

    berukuran 15-18 cm di daerah Bali dan Muncar, sedangkan ikan lemuru

  • 2

    berukuran besar dinamakan lemuru kucing atau kucingan. Untuk ikan lemuru

    berukuran kecil dinamakan sempenit atau penpen sedangkan ikan lemuru

    berukuran 11-15 cm dinamakan Protolan (Merta, 1992). Nama ikan lemuru

    kurang dikenal masyarakat sehingga kurang memiliki nilai jual, sehingga

    dipilih alternatif nama berdasarkan pangsa pasar internasional yaitu sarden

    yang merupakan nama genus dari ikan lemuru.

    Salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pengalengan ikan

    lemuru adalah PT. Blambangan Foodpackers Indonesia Banyuwangi.

    Perusahaan tersebut telah lama beroperasi dan menghasilkan ikan sarden

    kaleng dan ikan tuna kaleng dalam berbagai macam medium atau rasa dengan

    berbagai macam brand yang dipasarkan hampir ke seluruh Indonesia. Dengan

    adanya praktek kerja lapang ini mahasiswa dapat mengetahui proses

    pengalengan ikan yang dilakukan perusahaan tersebut serta memahami cara

    pengolahan ikan yang baik dan benar sehingga dapat dihasilkannya produk

    yang berkualitas dan layak dikonsumsi masyarakat.

    B. Tujuan

    Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan Kerja Lapangan di PT.

    Blambangan Foodpackers Indonesia adalah:

    1. mengetahui, mempelajari dan memahami proses pengalengan ikan di

    PT. Blambangan Foodpackers Indonesia dari produksi hingga

    dipasarkan

    2. mengetahui permasalahan yang timbul dalam proses pengalengan ikan

    lemuru dan penyelesaiannya di PT. Blambangan Foodpackers

    Indonesia.

    C. Manfaat

    1. Bagi Mahasiswa

    Manfaat yang ingin diperoleh mahasiwa dari pelaksanaan kerja

    lapangan di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia adalah:

    a. mahasiswa dapat menambah informasi tentang proses

    pengalengan, permasalahan yang sering timbul dan

    penyelesaiannya

  • 3

    b. mahasiswa dapat meningkatkan kompetensi baik keterampilan,

    wawasan, sikap, maupun etos kerja sehingga dapat diterapkan

    setelah mahasiswa menyelesaikan studi

    c. mahasiswa dapat membandingkan antara studi yang didapat di

    kelas dengan di lapangan.

    2. Bagi PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

    Manfaat yang diharapkan diperoleh PT. Blambangan

    Foodpackers Indonesia dari pelaksanaan kerja lapangan adalah :

    a. bentuk kerjasama dengan pihak Universitas untuk mengenalkan

    dunia kerja sebagai bekal keterampilan bagi mahasisawa

    b. memberikan kontribusi bagi mahasiswa dan dapat memberikan

    sumbangan pemikiran, gagasan ataupun kreativitas dalam

    produksi pengalengan ikan.

    D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

    Pelaksanaan kerja lapangan akan dimulai pada tanggal 12 Januari 2015

    sampai dengan 6 Februari 2015 di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

    yang beralamatkan di Jalan Sampangan No. 1 Desa Kedungrejo, Muncar,

    Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

  • 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Deskripsi Ikan Lemuru

    1. Taksonomi dan Morfologi

    Klasifikasi ikan lemuru menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Animalia

    Filum : Chordata

    Kelas : Actinopterygii

    Ordo : Clupeiformes

    Famili : Clupeidae

    Genus : Sardinella

    Spesies : S. lemuru

    Gambar 2.1. S. lemuru

    Sumber : http://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php?

    StartRow=1&ID=1510&what=species&TotRec=4

    Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama

    lainnya, beberapa ada yang mempunyai perbedaan morfologis, yang

    menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo, 1982).

    Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang

    terlihat pada S. fimbriata dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan

    atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama pada S. lemuru

    (Syakila, 2009).

    Ikan lemuru (S. lemuru) termasuk ikan pelagik kecil pemakan plankton.

    Spesies ini hidup bergerombol, badannya bulat memanjang, bagian perut

    http://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php?%20StartRow=1&IDhttp://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php?%20StartRow=1&ID

  • 5

    agak membulat dengan sisik duri yang agak tumpul dan tidak menonjol.

    Morfologi ikan lemuru dapat dilihat pada gambar 2.1. Panjang badan

    spesies ini dapat mencapai 23 cm, namun kebanyakan berkisar 17-18 cm.

    Warna badan biru kehijauan di bagian atas, sedangkan bagian bawah putih

    keperakan. Pada bagian atas penutup insang sampai pangkal ekor terdapat

    sebaris totol-totol hitam atau bulatan-bulatan kecil berwarna gelap.

    Siripnya berwarna abu-abu kekuning-kuningan, sedangkan warna sirip

    ekor kehitaman (Dwiponggo, 1982).

    2. Tingkah Laku

    Ikan lemuru termasuk jenis ikan pelagis kecil yang mudah tertarik oleh

    cahaya, sehingga dapat berkumpul ke tempat dimana cahaya lampu

    dipasang. Ikan ini cenderung berada di permukaan laut pada malam hari

    untuk mencari makan dan berada di kolom perairan tertentu pada siang

    hari. Produksi lemuru umumnya mulai meningkat pada bulan Oktober dan

    puncaknya pada bulan Desember sampai Januari (Merta, 1992).

    3. Kelebihan ikan lemuru sebagai bahan mentah

    Banyaknya tangkapan ikan lemuru di Selat Bali membuat industri

    berskala nasional membangun pabrik pengalengan ikan sarden di daerah

    Muncar Banyuwangi. Hasil penelitian pengujian organoleptik pada bahan

    mentah yang diterima PT. Karya Manunggal Prima Sukses mempunyai

    kisaran 7,58 7,68, nilai ini telah memenuhi standar SNI (Mayasari, 2013).

    Ikan lemuru yang berasal dari Muncar memiliki nilai organoleptik lebih

    baik daripada ikan yang didatangkan dari Grajakan dan Puger baik bahan

    mentah ataupun produk akhir. Perbedaan kenampakan dari masing-masing

    daerah asal dikarenakan perbedaan waktu dalam penanganan. Semakin

    cepat ikan sampai ke pabrik maka semakin cepat diolah dan mutu dapat

    dipertahankan (Wulandari et al., 2009).

    Ikan lemuru merupakan salah satu jenis ikan tropis yang mengandung

    komponen asam lemak omega-3 dalam jumlah yang cukup tinggi. Hal ini

    dikarenakan ikan lemuru di alam banyak memakan plankton-plankton

    maupun mikroalga yang banyak memproduksi komponen asam lemak

    omega-3.Ikan lemuru mengandung 13,7% EPA, 8,9 DHA dan 26,8 % total

  • 6

    omega-3 dari total minyak (Estiasih, 2009). Kelebihan ikan lemuru lainnya

    adalah nilai gizi yang cukup tinggi, setiap 100 g daging lemuru

    mengandung 112 kkal energi, 20 g protein, 3 g lemak dan 100 mg fosfor

    (Saparinto et al., 2006).

    Kemunduran mutu ikan maupun kesalahan pengolahan menyebabkan

    hilangnya komponen gizi misalnya vitamin-vitamin dan protein yang

    terlarut dalam air atau larutan garam (Hadiwiyoto, 1993). Reaksi antara air

    atau minyak dengan ikan pada suhu tinggi selama proses pengalengan telah

    terbukti mempengaruhi beberapa nutisi dalam ikan serta menyebabkan

    struktur minyak dan denaturasi nutrisi makanan. Ikan sebagai sumber

    protein utama dalam makanan apabila dikalengkan akan mengurangi kadar

    serat kasar, seperti pada ikan E. affinis (Aberoumand, 2011)

    B. Pengalengan

    Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan

    yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan

    tersebut ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Di dalam

    pengalengan makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis dalam suatu

    wadah, baik kaleng, gelas atau alumunium. Pengemasan secara hermetis dapat

    diartikan bahwa penutupan dilakukan sangat rapat, sehingga tidak dapat

    ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi ataupun perubahan cita rasa

    (Adawyah, 2007).

    Pengalengan adalah cara pengawetan ikan dengan sterilisasi dalam kaleng.

    Ikan dimasukkan dalam kaleng, kemudian disterilkan dengan panas (Murniyati

    dan Sunarman, 2000). Pengalengan ikan diartikan sebagai cara pengolahan dan

    pengawetan ikan yang telah disterilkan dan dikemas dalam kaleng. Dasar dari

    pengalengan ini, yaitu memanasi ikan di dalam kaleng sampai pada suhu dan

    waktu tertentu. Tujuannya agar mikroorganisme yang tidak menguntungkan,

    seperti jamur, ragi, bakteri mati sehingga tidak menimbulkan proses

    pembusukan (Tim Penulis PS, 2008).

    Menurut Muchtadi (1995), beberapa keuntungan mengawetkan makanan

    dengan pengalengan adalah :

  • 7

    1. bebas dari kebusukan jika proses pengalengan dilakukan dengan baik dan

    benar

    2. dapat mempertahankan nilai gizi

    3. dapat mempertahankan citarasa

    4. dapat mempertahankan daya tarik makanan atau minuman.

    C. Proses Pengalengan Ikan

    Proses pengalengan ikan melalui beberapa tahap, yaitu :

    1. Persiapan Bahan

    Penggunaan kaleng sebagai wadah pengalengan ikan memberikan

    beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut yaitu, kaleng dapat menjaga

    pangan di dalamnya dari kontaminasi yang menyebabkan kebusukan,

    kaleng dapat menjaga bahan pangan dari perubahan kadar air dan

    masuknya oksigen yang tidak diinginkan. Keuntungan lain adalah

    meningkatkan daya tarik karena mudah ditata saat display penjualan

    (Muchtadi, 1995).

    Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kaleng, yaitu

    Electrolyte Tin Plate (ETP), Tin Free Syeel (TFS) dan alumunium.

    Kebanyakan pengalengan menggunakan TFS-CT yang merupakan lapisan

    baja yang dilapisi kromium secara elektris kemudian terbentuk kromium

    oksida pada seluruh permukaannya. Kelebihan penggunaan TFS antara

    lain, tidak menggunakan timah putih sehingga harga lebih murah, daya

    adesi terhadap bahan organik lebih baik, sedangkan kekurangannya adalah

    berpeluang lebih tinggi untuk berkarat (Adawyah, 2007).

    Wadah kaleng yang akan digunakan hendaknya dibersihkan dan

    diperiksa secara teliti sebelum digunakan untuk pengalengan. Cara tersebut

    apabila dilaksanakan dengan baik akan menekan terjadinya kebusukan.

    Kaleng-kaleng yang akan digunakan hendaknya diperiksa solderan, adanya

    karat atau ada cacat lainnya, seperti lekuk-lekuk atau penyok. Kaleng yang

    baik kemudian dicuci dalam air sabun dan hangat kemudian dibilas dengan

    air bersih. Tutup kaleng hendaknya tidak dicuci untuk menghindari

    kerusakan pada gasket (Adawyah, 2007). Gasket adalah karet perekat yang

  • 8

    akan memberikan penutupan hermetis antara badan dan tutup kaleng

    (Muchtadi, 1995).

    Bahan mentah berupa ikan dibuang bagian isi perut, dicuci, dilakukan

    pemasakan awal, kemudian dipotong-potong dan ditimbang. Precooking

    dilakukan untuk ikan-ikan yang berlemak, misalnya tuna, untuk

    mengurangi kandungan minyak dan airnya. Ikan-ikan seperti lemuru,

    sarden, bandeng, herring dan ikan kecil-kecil lainnya yang berkadar lemak

    rendah tidak perlu dilakukan pemasakan awal (Murniyati dan Sunarman,

    2000).

    Kulit ikan lemuru mudah sobek sehingga untuk memperoleh bahan

    mentah bermutu tinggi, harus diusahakan agar badan ikan tidak terluka. Hal

    ini perlu dihindari dengan memberikan penanganan yang baik dan hati-hati

    pada ikan lemuru. Ikan lemuru mempunyai isi perut yang relatif besar dan

    harus dibuang supaya tidak mempengaruhi rasa pada produk yang

    dihasilkan. Dalam penyiangan ikan lemuru harus teliti agar tidak ada

    bagian isi perut yang tertinggal (Moeljanto, 1982).

    2. Pengisian

    Menurut Adawyah (2007), pengisian hendaknya dilakukan secara

    teratur dan seragam. Produk diisikan sampai permukaan yang diinginkan

    dalam wadah dengan memperhatikan head space. Pengisian kaleng dengan

    bahan pangan yang telah dipersiapkan dapat dilakukan secara manual,

    menggunakan mesin semiotomatis dan bahkan dengan mesin otomatis.

    Kaleng diisi dengan produk sampai mencapai berat yang telah ditentukan.

    Head space adalah ruang kosong antara permukaan produk dengan

    tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk

    selama disterilisasi agar tidak menekan wadah karena dapat menyebabkan

    kaleng menjadi menggelembung. Besarnya head space dalam wadah

    apabila terlalu kecil akan menyebabkan pecahnya wadah akibat ekspansi

    (pengembangan) produk selama proses sterilisasi. Apabila head space

    terlalu besar, sejumlah kecil udara akan terperangkap dalam kaleng

    sehingga akan mengakibatkan terjadinya oksidasi dan perubahan warna

    produk (Adawyah, 2007).

  • 9

    Medium pengalengan adalah larutan atau bahan lainnya yang

    ditambahkan ke dalam produk waktu proses pengisian. Medium

    pengalengan dapat memberikan citarasa pada produk, mengurangi waktu

    sterilisasi dengan meningkatkan proses perambatan panas dan mengurangi

    korosi kaleng dengan cara menghilangkan udara. Bila dalam pengalengan

    tersebut ditambahkan medium pengalengan, tinggi head space tidak boleh

    kurang dari 0,25 inchi, tetapi bila produk dikalengkan tanpa penambahan

    medium, diperbolehkan produk diisi sampai hampir penuh dengan

    meninggalkan sedikit ruang head space (Muchtadi, 1995).

    Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), daging yang akan diisikan

    ditimbang dalam berat tertentu, tergantung pada kalengnya. Untuk

    memenuhi berat tersebut, kadang-kadang diperlukan potongan kecil

    (serpihan, hancuran). Dengan demikian, isian kaleng dibagi menjadi tiga

    macam, yakni :

    a. fancy, terdiri atas potongan-potongan pokok

    b. standard, terdiri atas potongan pokok ditambah serpihan

    c. flakes atau salad, terdiri atas serpihan-serpihan daging.

    3. Exhausting

    Penghampaan udara (exhausting) adalah proses pengeluaran sebagian

    besar oksigen dan gas-gas lain dari dalam wadah agar tidak bereaksi

    dengan produk sehingga tidak mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur

    simpan produk kalengan. Exhausting juga dilakukan untuk memberikan

    ruang bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi sehingga

    kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari dan untuk meningkatkan

    suhu produk di dalam wadah sampai mencapai suhu awal (initial

    temperature). Penutupan wadah dilakukan setelah proses penghampaan

    udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pembusukan

    (Muchtadi, 1995).

    Sebagian besar oksigen dan gas lain harus dihilangkan dari bahan di

    dalam wadah sebelum operasi penutupan. Di dalam wadah yang sudah

    ditutup tidak diinginkan adanya oksigen, karena gas itu dapat bereaksi

    dengan bahan pangan atau bagian dalam kaleng sehingga akan

  • 10

    mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur simpan produk kalengan. Pada

    pabrik berskala kecil, exhausting dilakukan dengan cara melakukan

    pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut

    diisikan ke dalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup juga

    dalam keadaan masih panas. Pabrik pengalengan ikan yang berskala besar,

    exhausting dilakukan secara mekanis dan dinamakan pengepakan vakum

    (vacuum packed) (Adawyah, 2007).

    4. Penutupan Wadah

    Penutupan kaleng dilakukan setelah penghampaan udara secara

    hermetis. Penutupan yang baik diperlakukan untuk mencegah terjadinya

    pembusukan. Apabila digunakan kaleng sebagai wadah maka penutupan

    yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran dari satu kaleng yang dapat

    menimbulkan pengkaratan pada kaleng lainnya (Adawyah, 2007).

    Penutupan wadah kaleng seringkali disebut dengan istilah double

    seaming. Mesin yang digunakan untuk membuat penutupan tersebut

    (double seamer machine) jenisnya bervariasi dari yang digerakkan dengan

    tangan sampai yang otomatis, tetapi pada prinsipnya kerja mesin tersebut

    sama, yaitu menjalankan dua operasi dasar. Operasi pertama berfungsi

    untuk membentuk atau menggulung bersama ujung pinggir tutup kaleng

    dan badan kaleng, sedangkan operasi kedua berfungsi untuk meratakan

    gulungan yang dihasilkan oleh operasi pertama (Muchtadi, 1995).

    5. Sterilisasi

    Menurut Muchtadi (1995) sterilisasi adalah operasi yang paling penting

    dalam pengalengan makanan. Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk

    menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk

    membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilannya,

    teksturnya dan citarasa sesuai yang diinginkan. Oleh karena itu, proses

    pemanasan ini harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk

    menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga

    membuat produk menjadi terlalu masak.

    Proses pemanasan yang biasa diterapkan di industri pengalengan

    adalah sterilisasi komersial. Makanan yang steril komersial berarti

  • 11

    makanan tidak steril 100% tetapi bakteri patogen dan pembetuk racun telah

    dimatikan. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan periuk bertekanan

    tinggi, disebut retort, auotoclave atau pressure cooker. Retort ada dua

    macam, yaitu retort vertical dan retort horizontal. Suhu yang biasanya

    dipakai biasanya 1150C-1200C, dan waktunya 1-1 jam, tergantung pada

    jenis ikan dan ukuran kaleng (Murniyati dan Sunarman, 2000).

    Proses panas harus cukup untuk menonaktifkan mikroba yang terdapat

    dalam makanan kaleng atau untuk mencapai sterilisasi komersial. Ikan

    yang memiliki pH mendekati netral, yaitu 6,8, biasanya diproses dengan

    suhu 1210C dengan waktu tergantung pada cepat lambatnya perambatan

    panas. Proses pemanasan makanan kaleng yang dianggap aman adalah

    yang dapat menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari Clostridium

    botulinum (Adawyah, 2007).

    Beberapa faktor yang mempengaruhi proses sterilisasi ini adalah : 1)

    jenis mikroba yang akan dihancurkan, 2) kecepatan perambatan panas ke

    titik tengah, 3) suhu awal bahan pangan di dalam wadah, 4) ukuran dan

    jenis wadah yang digunakan, 5) suhu dan tekanan yang digunakan untuk

    proses sterilisasi, dan 6) keasaman atau pH produk yang dikalengkan

    (Muchtadi, 1995).

    6. Pendinginan

    Wadah harus cepat didinginkan segera setelah proses sterilisasi selesai

    dengan tujuan untuk memperoleh keseragaman (waktu dan suhu) dalam

    proses dan untuk mempertahankan mutu produk terakhir. Apabila

    pendinginan terlalu lambat dilakukan maka produk akan cenderung terlalu

    masak sehingga akan merusak tekstur dan citarasanya. Selain itu, dengan

    pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan

    menyebabkan shock sehingga akan mati (Adawyah, 2007).

    Terdapat bermacam-macam metode pendinginan, tergantung dari

    fasilitas yang ada dan wadah yang digunakan, diantaranya adalah

    pendinginan dengan udara (air cooling) dan pendinginan dengan air (water

    cooling). Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode

    pendinginan dengan air adalah bahwa air pendingin yang digunakan harus

  • 12

    bersih dan murni. Bila air yang digunakan kotor, kebusukan dapat terjadi

    akibat masuknya kotoran (kontaminan) melalui lubang kecil (pori-pori)

    yang sering terjadi akibat mengerutnya kaleng. Air kotor juga dapat

    mengakibatkan terjadinya pengkaratan pada bagian luar kaleng karena

    mengandung zat-zat kimia yang mempercepat terjadinya korosi seperti

    asam (Muchtadi, 1995).

    Klorinasi air pendingin dianjurkan untuk mengontrol kadar

    kontaminasi mikrobiologi karena klorin efektif terhadap bakteri vegetatif

    namun kurang efektif terhadap spora Clostridium dan spora Bacillus

    (Desrosier, 1988). Residu klorin bebas dari 2-4 mg klorin/L dalam waktu

    kontak 20 menit dapat mengurangi jumlah total aerobik 100 organisme/ml

    air pendingin. Klorinasi berlebihan pada air pendingin harus dihindari

    karena bersifat korosif terhadap beberapa logam (Warne, 1988).

    7. Pemberian Label dan Penyimpanan

    Setelah dingin kaleng diberi label sesuai dengan keinginan produsen,

    pemberian label ditunjukkan untuk mengetahui bahan yang digunakan dan

    untuk mengetahui kapan waktu produksi sehingga dapat menentukan masa

    kadaluarsa dan dengan pemberian label produk akan dikenal masyarakat.

    Di dalam suatu pabrik pengalengan seringkali diperlukan penyimpanan

    sementara disebabkan karena besarnya jumlah produksi. Penyimpanan

    juga bertujuan untuk menguji mutu produk sebelum dipasarkan sehingga

    diperlukan ruang penyimpanan yang baik (Adawyah, 2007).

    D. Sanitasi dan Higiene

    Peluang terjadinya kontaminasi makanan dapat terjadi pada setiap

    tahap pengolahan makanan. Berdasarkan hal ini, higiene sanitasi makanan

    merupakan konsep dasar pengelolaan makanan sudah seharusnya dilaksanakan

    (Naria, 2005). Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor

    resiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan

    makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi (PMK, 2011).

    Pengolahan makanan yang tidak higienis dan saniter dapat

    mengakibatkan adanya bahan-bahan di dalam makanan yang dapat

    menimbulkan gangguan kesehatan pada konsumen. Makanan dan minuman

  • 13

    yang dikonsumsi dapat menimbulkan penyakit seringkali disebabkan oleh 2

    hal, yaitu kemungkinan mengandung komponen beracun seperti logam berat

    dan bahan kimia. Hal yang kedua, makanan terkontaminasi mikroorganisme

    patogen dalam jumlah cukup untuk menimbulkan sakit. Mikroorganisme

    tersebut dapat berasal dari proses pembusukan makanan atau terdapat dalam

    makana karena terbawa serangga seperti lalat, kecoa dan tikus (DEPKES RI,

    1997).

    Komponen pabrik pengalengan dan khususnya permukaan yang kontak

    langsung dengan makanan dapat mudah terkontaminasi oleh mikrobia dan

    bakteri pathogen sehingga dapat berpengaruh pada kemanan dan kuliatas ikan

    kaleng yang dihasilkan. Makanan kaleng yang berkontak langsung dengan

    permukaan kulit manusia biasanya terjadi selama proses pengalengan dapat

    tercemar bakteri patogen termasuk kontak langsung dengan pisau, meja dan

    talenan. Jumlah bakteri patogen dan pembusuk dapat dikurangi sampai batasan

    yang dapat diterima dengan dua prosedur terpisah yaitu pembersihan dan

    sanitasi (Begabi et al., 2012)

    E. Standar Mutu Ikan Kaleng Sarden

    Mutu ikan kaleng tergantung pada kesegaran bahan mentah, cara

    pengalengan, peralatan dan kecakapan serta pengetahuan pelaksanaan teknis,

    sanitasi dan higieni pabrik dan lingkungan. Kesegaran bahan mentah sangat

    penting dalam industri perikanan. Kesegaran adalah tolak ukur untuk

    membedakan ikan jelek dan bagus kualitasnya, apabila kualitas bahan mentah

    bagus maka produk yang dihasilkan juga bagus (Wulandari et al., 2009).

    Proses pengalengan yang tidak dilakukan sesuai standar yang telah

    ditetapkan oleh perusahaan dapat menyebabkan perubahan sensorik dan fisik

    produk ikan dalam kaleng. Perubahan tekstur dan warna sering diakibatkan

    karena perlakuan termal seperti cara pemasakan dan langkah sterilisasi. Efek

    pendek pada sensorik dan sifat fisik seperti oksidasi dan kekeruhan medium

    dapat disebabkan karena penanganan bahan baku ikan yaitu cara pendinginan

    dan watu pendinginan (Rodriguez et al., 2010).

    Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses produksi

    hingga tahap pembungkusan, penggudangan dan pengiriman ke konsumen.

  • 14

    Dalam memasarkan produk, pabrik harus berusaha menampilkan produk yang

    bermutu. Hal ini hanya dapat dilaksanakan apabila produk akhir tersebut

    dilakukan pengecekan mutu agar produk rusak atau cacat tidak sampai ke

    tangan konsumen (Husni dan Putra, 2014).

    Syarat mutu ikan kaleng sarden berdasarkan SNI 01-3548-1994 dapat

    dilihat pada tabel 2.1.

    Tabel 2.1. Syarat Mutu Ikan Kaleng Sarden Berdasarkan SNI

    Sumber : BSN (1994)

    No Uraian Satuan Syarat Mutu

    1 Keadaan Kaleng

    Dalam kondisi normal (sebelum

    dan sesudah dieram) tidak bocor,

    tidak kembung, tidak berkarat,

    permukaan dalam tidak bernoda,

    lipatan kaleng baik.

    2 Kehampaan Mm Hg Min 50

    3 Keadaan isi Sesuai dengan SNI 01-2345-1991

    *)

    4 Media

    4.1 Jenis Saus tomat

    4.2 Kepekatan Bux Min 11

    5 pH 4,6 6

    6 Ruang kosong

    (head space) % v/v Maks. 10

    7 Bobot tuntas, Min. 70

    8 Zat warna makanan

    tambahan Sesuai dengan SNI 01-0222-1987

    9 Cemaran logam

    9.1 Cu mg/kg Maks. 20,0

    9.2 Pb mg/kg Maks. 2,0

    9.3 Hg mg/kg Maks. 0,5

    9.4 Zn mg/kg Maks. 100,0

    9.5 Sn mg/kg Maks. 250,0

    10 Cemaran As mg/kg Maks. 1,0

    11 Cemaran mikrobia

    11.1

    Bakteri aerob

    termofilik berbentuk

    spora

    Koloni/gram Maks. 10

    11.2 Bakteri coliform APM/ gram < 3

    11.3 Clostridium

    perfringens Negatif

  • 15

    F. Jenis-jenis Kerusakan Makanan Kaleng

    Penyebab kerusakan dapat dibagi dua, yaitu kerusakan yang disebabkan

    karena kesalahan dalam proses pengalengan maupun kebocoran kaleng karena

    kaleng tidak tertutup hermetis. Kesalahan proses pengalengan dapat berupa

    sterilisasi tidak sempurna dapat menyebabkan pertumbuhan mikrobia pathogen

    atau pembusuk dan pendinginan yang kurang memadai (Adawyah, 2007).

    Selain itu ada penyebab nonmikrobia seperti wadah yang kurang steril atau

    suhu kurang tinggi.

    Kerusakan atau pembusukan makanan dalam kaleng dapat terlihat dari

    kenampakan luar kaleng dan penyimpangan kondisi isinya antara lain :

    1. Flat Sour

    Apabila produk di dalam wadah memberikan citarasa asam karena

    adanya aktivitas mikroba tanpa memproduksi gas, maka kebusukan

    tersebut dikenal dengan sebutan flat sour (kaleng tetap datar tidak

    menggembung, tetapi produk menjadi asam). Jenis kebusukan ini

    disebabkan karena sanitasi pabrik yang kurang baik atau karena

    underprocessing yaitu sterilisasi belum sempurna (Muchtadi, 1995).

    2. Flipper

    Menurut Adawyah (2007), kerusakan kaleng dimana kaleng

    kelihatannya datar, tetapi apabila ditekan dengan ibu jari pada salah satu

    ujung permukaan, ujung lainnya akan melonjak keluar (cembung).

    Pengisian kaleng yang terlalu penuh atau proses exhausting yang tidak

    sempurna atau pembentukan gas di dalam kaleng dapat menyebabkan

    kerusakan flipper.

    3. Penggembungan Hidrogen (Hydrogen Swell)

    Penggembungan kaleng ini dapat diakibatkan oleh korosi wadah oleh

    produk atau akibat pembentukan gas oleh bakteri. Biasanya produk makan

    kelihatan normal atau kelihatan lebih pucat, tetapi tidak terdapat indikasi

    kebusukan (Muchtadi, 1995).

    4. Stack Burn

    Stack burn terjadi akibat pendinginan yang tidak sempurna, yaitu

    kaleng yang belum benar-benar dingin sudah disimpan. Biasanya produk

  • 16

    di dalam kaleng menjadi lunak, berwarna gelap dan menjadi tidak dapat

    dikonsumsi lagi (Muchtadi, 1995).

    5. Botulinus

    Salah satu jenis bakteri yang paling berbahaya adalah Clostridium

    botulinum yang dapat memproduksi racun (botulism) yang mematikan.

    Racun yang terdapat dalam makanan kaleng berasam rendah tidak jelas

    penampakannya, tetapi pemanasan produk tersebut dapat ditunjukkan

    adanya kebusukan dan timbulnya bau yang tidak enak. Racun botulism

    dapat dihancurkan dengan cara memanaskan produk dalam air mendidih

    selama 10-20 menit. Oleh karena itu disarankan untuk merebus dahulu

    semua produk makanan kaleng berasam rendah sebelum dikonsumsi.

    Walaupun demikian, apabila dicurigai adanya kebusukan, makanan kaleng

    tersebut harus dibuang (Muchtadi, 1995).

  • 17

    III. METODOLOGI DAN TATA LAKSANA

    A. Metodologi

    Metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan kerja lapangan ini adalah

    metode surve melalui :

    1. Studi pengamatan langsung dan ikut berperan aktif melakukan pekerjaan

    di PT Blambangan Foodpackers Indonesia

    2. Wawancara dengan pekerja dan karyawan PT. Blambangan Foodpackers

    Indonesia

    3. Pengumpulan data sekunder yang diperoleh di PT. Blambangan

    Foodpackers Indonesia

    4. Studi pustaka.

    B. Tata Laksana

    Tata laksana dalam pelaksanaan Kerja Lapangan ini adalah:

    1. Pengumpulan data primer

    a. Bahan baku

    1) Asal bahan baku

    2) Spesifikasi bahan baku

    3) Ketersediaan bahan baku

    4) Seleksi bahan baku

    5) Kapasitas produksi

    6) Penanganan bahan baku

    7) Mutu bahan baku

    b. Alat pengalengan ikan

    1) Syarat-syarat alat dalam pengalengan ikan

    2) Jenis-jenis alat dalam pengalengan ikan

    c. Pengalengan ikan

    1) Proses pengalengan ikan

    2) Jenis produk pengalengan ikan

    3) Standar produk

    4) Standar mutu ekspor

    5) Pemasaran produk

  • 18

    d. Pengendalian mutu

    1) Bahan baku

    2) Bahan antara

    3) Produk akhir

    2. Pengumpulan data sekunder

    a. Lokasi perusahaan

    b. Sejarah perusahaan

    c. Struktur organisasi

    d. Jumlah tenaga kerja

    e. Sarana dan prasarana penunjang produksi

    f. Tata letak perusahaan dan aliran proses

    g. Hasil pengujian laboratorium dan mutu

    C. Rencana Pelaksanaan

    Rencana pelaksanaan kegiatan Kerja Lapangan tercantum pada tabel

    berikut :

    Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Kegiatan Kerja Lapangan

    Kegiatan Okt

    2014

    Nov

    2014

    Des

    2014

    Jan

    2014

    Feb

    2014

    Mar

    2014

    Perijinan

    Proposal

    Survei

    Pelaksanaan

    Laporan

    Ujian

  • 19

    IV. RENCANA ISI LAPORAN

    HALAMAN JUDUL

    HALAMAN PENGESAHAN

    KATA PENGANTAR

    DAFTAR ISI

    DAFTAR TABEL

    DAFTAR GAMBAR

    DAFTAR LAMPIRAN

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    B. Tujuan

    C. Manfaat

    D. Metode

    E. Pelaksanaan

    II. KEADAAN UMUM PT. BLAMBANGAN FOODPACKERS INDONESIA

    A. Sejarah

    B. Lokasi

    C. Struktur Organisasi

    D. Sarana dan Prasarana

    E. Tata Letak Perusahaan

    III. BAHAN BAKU

    A. Asal Bahan Baku

    B. Spesifikasi Bahan Baku

    C. Ketersediaan Bahan Baku

    D. Seleksi Bahan Baku

  • 20

    IV. PROSES PENGALENGAN IKAN LEMURU

    A. Proses Pengalengan Ikan

    B. Pengemasan dan Penyimpanan

    C. Pengendalian Mutu

    V. PEMBAHASAN

    VI. KESIMPULAN dan SARAN

    A. Kesimpulan

    B. Saran

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    Aberoumand, A. 2011. Proximate composition and energy values of canned tuna fish

    obtained from Iran. Scientific Research 9: 442-446

    Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta

    Badan Standarisasi Nasional. 1994. Sarden Media Saus Tomat dalam Kaleng SNI 01-

    3548-1994. Badan Standarisasi Nasional . Jakarta

    Begabi, R.K., B. Tombe dan T. Polong. Effectiviness of cleaning and sanitation of

    food contact surfaces in the PNG fish canning industry. DWU research 17 :68-

    82

    Depkes RI. 1997. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Makanan. Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia. Jakarta

    Desrosier, N. W. 1988. The Technology of Food Preservation (Teknologi Pengawetan

    Pangan, alih Bahasa : Muchi Muljohardjo). UI Press. Jakarta

    Dwiponggo, A. 1982. Beberapa aspek biologi ikan lemuru, Sardinella spp. Prosiding

    Seminar Perikanan Lemuru. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan

    Indonesia. Jakarta

    Estiasih, T. 2009. Minyak Ikan Teknologi dan Penerapannya untuk Pangan dan

    Kesehatan. Graha Ilmu. Jakarta

    Fishbase. 2014. Sardinella lemuru. http://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php?

    StartRow=1&ID=1510&what=species&TotRec=4 diakes pada 10 Sepetember

    2014

    Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Liberty.

    Yogyakarta

    Hariyadi, P. 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat Studi Pangan

    dan Gizi IPB. Bogor

    Husni, A. dan Putra MGS. M. P. 2014. Pengendalian Mutu Hasil Perikanan. Gadjah

    Mada University Press. Yogyakarta

    Kusmiati, A. 2007. Kajian pemasaran ikan lemuru (Sardinella lemuru) di Muncar

    Banyuwangi. Sosial Ekonomi Pertanian 1 : 48-55. Jurusan Sosial ekonomi

    Pertanian Universitas Jember. Jember

    Mayasari, L. D. 2013. Pengaruh Hasil Tangkapan Ikan Lemuru terhadap Produksi

    Pengalengan Ikan PT Maya Muncar di Kecamatan Muncar Banyuwangi.

    Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Banyuwangi. Banyuwangi

    Merta, I.G.S. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru Sardinella lemuru Bleeker 1853

    di Perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi Program

    Pascasarjana IPB. Bogor

    Moeljanto, R. 1982. Pengalengan Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta

    Muchtadi, D. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Pustaka Sinar Harapan.

    Jakarta

    Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan.

    Kanisius. Yogyakarta

    Naria, E. 2005. Higieni Sanitasi Makanan dan Minuman Jajanan di Kompleks USU

    Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18928/1/ikm-

    des2006-10%20(6).pdf. Diakses 2 November 2014

    PMK. 2011. Higieni Sanitasi Jasa Boga. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

    1096/MENKES/PER/VI/2011

    http://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php?%20StartRow=1&IDhttp://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php?%20StartRow=1&IDhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18928/1/ikm-des2006-10%20%286%29.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18928/1/ikm-des2006-10%20%286%29.pdf

  • 22

    Rodriguez, A., Nicolas C. and Santiago P. A. 2010. Effect of chill storage under

    different icing conditions on sensory and physical properties of canned Farmed

    salmon (Oncorhynchus kisutch). Food Science and Technology 45 : 295-304

    Saanin, H. 1984. Kunci Identifikasi dan Taksonomi Ikan. PT. Bina Cipta. Bandung

    Saparinto, C., Ida P. dan Diana H. 2006. Bandeng Duri Lunak. Kanisius. Yogyakarta

    Setyohadi, D., D.O. Sutipto dan D.G.R. Wiadnya. 1998. Dinamika populasi ikan

    lemuru (Sardienella lemuru) serta alternatif pengelolaannya. Penelitian Ilmu-

    ilmu Hayati 10 : 91-104. Badan Penelitian Universitas Brawijaya. Malang

    Setyohadi, D. 2009. Studi potensi dan dinamika stok ikan lemuru (Sardinelle lemuru)

    di Selat Bali serta alternatif penangkapannya. Perikanan 11 : 78-86. Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang

    Syakila, S. 2009. Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di

    Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

    Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu

    Kelautan IPB. Bogor

    Tim Penulis PS. 2008. Agribisnis Perikanan Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta

    Warne, D. 1988. Manual on Fish Canning. FAO Fisheries Technical Paper 285. FAO.

    Rome

    Wulandari, D. A., Indah W. A. dan Akhmad F. 2009. Kualitas mutu bahan mentah dan

    produk akhir pada unit pengalengan ikan sardine di PT. Karya Manunggal

    Prima Sukses Muncar. Banyuwangi. Kelautan 2 : 41-50