BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, kepribadian mandiri, bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Peningkatan mutu merupakan prioritas pembangunan pendidikan, sehingga menyediakan pengalaman belajar yang berpusat pada siswa merupakan strategi yang seharusnya digunakan secara konsisten bukan hanya dalam kurikulum melainkan dalam belajar mengajar. Keterampilan merupakan salah satu sarana bagi siswa dalam mencari pengelaman belajar. Keadaan yang ada pada saat ini adalah pengelolaan pengajaran yang belum memadai serta kurangnya alat dan bahan seharusnya ada proses belajar mengajar yang lebih baik. Dengan demikian pengajaran diharapkan dapat 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani,
kepribadian mandiri, bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Peningkatan mutu merupakan prioritas pembangunan pendidikan,
sehingga menyediakan pengalaman belajar yang berpusat pada siswa merupakan
strategi yang seharusnya digunakan secara konsisten bukan hanya dalam
kurikulum melainkan dalam belajar mengajar. Keterampilan merupakan salah
satu sarana bagi siswa dalam mencari pengelaman belajar.
Keadaan yang ada pada saat ini adalah pengelolaan pengajaran yang
belum memadai serta kurangnya alat dan bahan seharusnya ada proses belajar
mengajar yang lebih baik. Dengan demikian pengajaran diharapkan dapat
mengembangkan upaya pemerintah dalam meningkatkan keterampilan siswa.
Kurikulum SMK tahun 1994 serta tahun 2000 (kurikulum yang
disempurnakan) menjelaskan, bahwa sistem pendidikan pada SMK adalah
pendidikan yang mengutamakan mutu lulusan, memiliki kompetensi, yang
berwawasan mutu, serta bernuansa pada dunia kerja. Sasaran ini dipertegas lagi
dengan konsep BBE (Broad Base Education) yang dirancang oleh MENDIKNAS,
bahwa SMK harus mampu mandiri dan dapat menghasilkan tamatan yang
memiliki kecakapan hidup dan profesional (Life Skill Education).
1
Upaya yang harus dilakukan untuk mencapai target kurikulum adalah
dengan mengerahkan dan mengoptimalkan seluruh komponen pendidikan,
terutama guru sebagai pemegang peranan penting yang terlibat langsung pada
kegiatan belajar mengajar siswa. Sehingga tidak ada pilihan lain bagi seorang
guru untuk selalu meningkatkan kualitas kemampuan guna menunjang kegiatan
belajar mengajar, dengan ketrampilan dan prestasi belajar siswa dapat terbangun.
Menjadi tugas seorang guru untuk berinovasi jika siswa yang mengikuti kegiatan
belajar mengajar di sekolah mengalami kejenuhan dan penurunan prestasi belajar.
Siswa yang melaksanakan kegiatan belajar pada mata pelajaran produktif
sering mengalami kejenuhan pada akhirnya terjadi penurunan prestasi belajar.
Kondisi demikian terjadi karena dalam kegiatan belajar mengajar, metode yang
digunakan selama proses belajar berlangsung hampir sama dan pelajaran
produktif cukup lama. Jika hal ini tidak mendapat perhatian khusus dari guru
yang terlibat dalam kegiatan belajar, maka sangat dimungkinkan dan sering
ditemukan siswa yang mengikuti pelajaran pada pertemuan selanjutnya
mengalami penurunan nilai.
Pendidikan kejuruan merupakan salah satu lembaga pendidikan dan
teknologi, di sisi lain teknologi selalu terjadi improvement dan inovasi seiring
berjalannya waktu. Oleh karenanya model pembelajaran sistem perilaku
(Behavioral Sistem ) perlu dikembangkan.
Berdasarkn observasi dan wawancara dengan beberapa siswa di SMK
Karsa Mulya Palangka Raya diketahui bahwa salah satu faktor penyebab
2
rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran pemeliharaan baterai adalah
kurangnya penerapan model pembelajaran yang variatif, menarik dan melibatkan
siswa. Pengajaran pemeliharaan baterai pada umumya disajikan dalam bentuk
ceramah, sehingga siswa tidak dilibatkan secara aktif dan kebanyakan siswa
kurang menyukai metode ini. Untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa
dalam pembelajaran pemeliharaan baterai, Maka guru di tuntut mengembangkan
berbagai variasi model pembelajaran yang menarik dan melibatkan siswa.
Asumsi inilah yang sampai sekarang masih banyak mendasari pola pembelajaran
yang diterapkan guru di sekolah. Mereka mengajar dengan metode ceramah dan
mengharapkan siswa duduk, dengar, catat, dan hapal.
Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar dalam
kelompok-kelompok kecil, dimana siswa belajar dan bekerjasama unuk sampai
pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun
kelompok. Dengan adanya permainan dalam proses pembelajaran diharapkan
dapat memberikan suatu pengalaman belajar yang menarik bagi siswa. bahwa
model pembelajaran berupa permainan mempunyai nilai tambah, yaitu (1) dapat
dijamin jika seluruh siswa dapat berpartisifasi, mempunyai bentuk kesiapan
untuk menunjukan kemampuanya dalam bekerjasama hingga berhasil, dan (2)
permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi anak didik.
Materi standar pembelajaran pemeliharaan baterai di SMK adalah
pemahaman tentang fungsi, jenis, dan bentuk dari setiap komponen,dan cara
pemeliharaan, untuk memahami materi tersebut siswa perlu mengenal
komponen-komponen dan mengetahui fungsi dari setiap komponen-komponen
3
utama pada baterai beserta bentuk dari setiap komponen. Hal ini memerlukan
pemikiran yang lebih mendalam agar dapat dipahami. Dengan pesatnya
perkembangan IPTEK menuntut adanya pembaharuan dalam dunia pendidkan,
sehingga pola pembelajaran atas dasar asumsi tabula rasa John Luke tersebut tidak
dapat dipertahankan lagi. Teori peneliti dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran
membuktikan bahwa guru sudah harus mengubah pola mengajar, ke pola siswa
belajar, guru perlu menyusun dan melaksanakan pola pembelajaran berdasarkan
pokok pemikiran sebagai berikut.
1. Pengetahuan dan keterampilan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan
oleh siswa. Siswa membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui
proses belajar sedangkan guru berperan sebagai pembimbing dan
fasilitator dalam proses balajar tersebut.
2. Siswa membangun pengetahuan secara aktif. Siswa tidak begitu saja
mendapatan pengetahuan dengan menerimanya dari guru atau kurikulum
secara pasif.
3. Guru perlu berusaha mengembangkan kompetesi dan kemampuan siswa,
kegiatan pembelajaran harus lebih menekankan pada proses dari pada
hasil.
4. Pendidikan adalah interaksi pribadi antara siswa dan siswa serta siswa
dengan guru.
Pola pembelajaran seperti inilah yang perlu dikembangkan di sekolah-
sekolah, ditemui fakta bahwa siswa hanya menerima secara pasif pengetahuan
yang dimiliki guru, Dengan kata lain guru mentransfer pengetahuanya ke siswa.
4
Pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu alternatif karena banyak
pendapat yang menyatakan bahwa pembelajaran aktif termasuk kooperatif mampu
meningkatkan efektivitas pembelajaran (Wagitan, 2006 : 26). Hubungan yang
lebih positif, dan penyesuaian psikologi yang lebih baik daripada suasana belajar
yang penuh persaingan dan memisah-misahkan siswa.
1.2. Identifikasi Masalah
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa
dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen untuk
saling bekerja sama dalam hal penyelesaian masalah, di samping itu ketrampilan
menjadi bahan yang paling utama bagi siswa sebagai sarana dalam proses
pembelajaran.
Pengelolaan pembelajaran yang belum memadai dan kurangnya alat dan
bahan yang digunakan dalam proses pembelajaran seharusnya hal ini
menjadi pertimbangan yang paling utama, sehingga perlu di terapkan model
pembelaaran yang lebih baik serta menuntut keaktifan dan keterlibatan
siswa di dalam pelaksanaan prose pembelajaran.
5
1.3. Batasan masalah
Pada penelitian ini, peneliti memberi batasan yaitu :
1) Penelitian Di Laksanakan Di Smk Karsa Mulya Palangka Raya.
2) Jurusan dibatasi pada jurusan teknik kendaraan ringan
3) Materi yang dibahas hanya pada proses pemeliharaan baterai.
1.4. Rumusan masalah
Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe PBL (Problem based learning)
terhadap hasil belajar pada siswa kelas X-tkr SMK Karsa Mulya Palangka Raya.
Masalah umum tersebut selanjutnya dapat dirinci sebagai berikut :
1) Tingkat hasil belajar siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif Tipe PBL ( Problem Based
Learning ) dalam pembelajaran prosedur pelaksanaan pemeliharaan
baterai pada siswa kelas X Teknik Kendaraan Ringan SMK Karsa Mulya
Palangka Raya Tahun ajaran 2010/2011.
2) Pembelajaran pemeliharaan baterai dengan model pembelajaran kooperatif
tipe PBL ( Problem Based Learning ) pada materi prosedur pelaksanaan
pemeliharaan baterai dapat meningkatkan ketrampilan siswa kelas X
Teknik Kendaraan Ringan SMK Karsa Mulya.
3) ketercapaian hasil belajar siswa dalam pembelajaran pemeliharaan baterai
dengan model pembelajarn tipe PBL ( Problem Based Learning ) dalam
6
prosedur pelaksanaan pemeliharaan baterai pada siswa kelas X teknik
kendaraan ringan SMK Karsa Mulya.
4). Aktivitas hasil belajar siswa pada saat mengikuti pembelajaran dalam
pengembangan model pembelajaran kooperatif Tipe PBL (Problem based
learning).
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumsan masalah yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan model PBL (Problem Based
Learning) pada materi ajar pemeliharaan baterai di SMK Karsa Mulya Palangka
Raya.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendiskripsikan kegiatan belajar mengajar pemeliharaan baterai
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe PBL dalam
prosedur pelaksanaan pemeliharaan baterai pada siswa kelas X teknik
kendaraan ringan SMK Karsa Milya Palangka Raya.
2. Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar
dengan menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe PBL( Problem
based learning) konsep prosedur pelaksanaan pemeliharaan baterai
pada siswa kelas X teknik kendaraan ringan SMK Karsa Mulya
Palangka Raya.
7
3. Untuk mengetahui ketercapaian hasil belajar siswa dalam pembelajaran
pemeliharaan baterai dengan model pembelajaran kooperatif tipe PBL
(Problem based learning) dalam prosedur pelaksanaan pemeliharaan
baterai pada siswa kelas X teknik kendaraan ringan SMK Karsa Mulya
Palangka Raya.
4. Mendiskripsikan respon siswa X teknik kendaraan ringan SMK Karsa
Mulya Palangka Raya terhadap pembelajaran pemeliharaan baterai
model kooperatif tipe PBL ( Problem based learning)
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1.Secara teoritis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pustaka, memperkaya
kasanah keilmuan bagi pembaca tentang pelaksanan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning).
1.6.2. Secara Praktis
a. sebagai bahan pertimbangan bagi SMK dan majelis sekolah dalam
menentukan
8
1.7. Asumsi Penelitian
Penelitian ini di landasi dengan asumsi sebagai berikut :
1. Guru sudah mengajarkan materi tentang pemeliharaan baterai dengan
metode kooperatif tipe PBL ( Problem based learning) yang tepat serta
siswa telah mempelajarinya dengan baik.
2. Siswwa mengerjakan tes sehingga jawaban yang di berikan oleh siswa
benar-benar mencerminkan pemahamannya terhadap materi
pemeliharaan baterai.
3. Jawaban yang di berikan oleh siswa dalam mewngerjakan butir soal
dalam menunjukan konsep yang ada pada diri siswa.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran di mana siswa belajar
dalam kelompok-kelompok heterogen untuk mencapai hasil belajar pengetahuan
akademik dan keterampilan sosial ( Zainudin & Suriasa, 2006).
Salah satu alternatif model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan
adalah dengan mengunakan Tipe Problem Based Learning. Model problem
based learning meliputi kelompok-kelompok belajar pembelajaran bekerja sama
memecahkan masalah yang telah di sepakati bersama. Selain itu dapat juga
mendorong dan meningkatkan semangat dan kerjasama siswa sehingga siswa
menjadi lebih aktif dan termotifasi dalam proses pembelajaran dengan adanya
pembelajaran tipe kooperatif tipe PBL ( Problem Based Learning ) penulis
harapkan dapat menjadi solusi pada situasi belajar yang proses komunikasinya
tidak efektif.
Model pembelajaran kooperatif didasarkan pada teori bahwa siswa lebih
mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling
mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya .
10
2.1. 2. Landasan Teoritis
Menurut Artzt dan Newman (1997: 2), pembelajaran kooperatif
melibatkan suatu kelompok belajar kecil yang bekerja bersama-sama sebagai tim
untuk menyelesaikan masalah, melengkapi tugas, atau mencapai tujuan bersama.
Ada beberapa model pembelajaran kooperatif yang berbada-beda tapi tetap
memiliki unsur-unsur tersebut diperlukan agar setiap siswa dapat bekerja sama
dalam kelompok. Pertama, setiap anggota kelompok harus menerima bahwa
mereka bagian dari kelompok dan mereka mempunyai tujuan yang sama. Kedua,
anggota kelompok harus menyadari bahwa masalah yang akan mereka selesaikan
adalah masalah kelompok dan semua anggota kelompok memberikan kontribusi
terhadap keberhasilan kelompoknya. Ketiga, untuk mencapai tujuan bersama,
semua anggota kelompok harus berbicara dengan anggota lainya untuk
mendiskusikan masalah. Terakhir, setiap anggota kelompok harus menyadari
bahwa kerja individu anggota kelompok memberikan pengaruh langsung terhadap
kesuksesan kelompok.
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan
tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan
memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih
dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, Pengalaman tugas,
tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-
11
sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan
belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Ada bebarapa definisi pembelajaran kooperatif, salah satunya yang
diungkapkan oleh Slavin (1995: 2) merujuk pada berbagai metode pembelajaran
dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk membantu siswa yang lain
belajar. Model pembelajaran ini juga memperbaiki karakterristik siswa menjadi
lebih baik karena kondisi belajar bersama diharapkan terciptanya suatu kondisi
yang saling mengisi pengalaman belajar dan sosial serta memotivasi yang lain
untuk belajar. Karakteristik tersebut seperti pengetahuan dan pengalaman yang
dimilik sebelum mengikuti dan aktif dalam proses belajar. Faktor belajar yang
mengikuti: sifat-sitat kepribadian dan cara belajar yang berpengaruh dalam proses
belajar pada siswa bersangkutan dapat dijadikan sebagai pengalaman belajar
(Hamalik,1991 : 102).
2.1.3. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif
Menurut Ibrahim (2000) Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur
tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif, siswa yang bekerja dalam situasi
pembelajaran koperatif didorong atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu
tugas bersama, dan mengkordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling ketergantungan
satu sama lain untuk mencapai penghargaan bersama, mereka akan berbagi
penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil dalam kelompok.
12
Ciri dalam pembelajran yang mengunakan model pembelajaran kooperatif
adalah : 1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menu taskan
materi belajarannya; 2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan rendah; 3) bila
mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin
berbeda-beda; 4) pengharagaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu
( Ibrahim 2000).
Unsur-unsur dasar siswa dalam model pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut :
1). Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka
sehidup sepenanggungan bersama.
2). Siwa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya,seperti miliki mereka sendiri.
3). Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memilki tujuan yang sama.
4). Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang samadi antara
anggota kelompoknya.
5). Siswa akan diberikan evaluasi/diberikan hadiah/penghargaan yang juga
akan digunakan untuk semua kelompok anggota kelompok.
6). Siswa berbagi kepemimpinan daan mereka membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
13
7). Siswa akan diminta mempertanggunjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Ibrahim, 200:6).
2.1.4. Tujuan pembelajaran kooperatif
Menurut Corebima (2002) model pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil
belajara akademik, penerimaan penghargaan terhadap keragaman dan
pengembangan ketrampilan sosial.
1. Hasil belajar akademik
Pembelajran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berrpendapat bahwa model ini
unggul mebantu siswa dalam memahami konsep-konsep yag sulit. Para
pengembangan ini telah menunjukan bahwa model struktur penghargaan
kooperatif telah dapat meningkatkan siswa pada belajar akademik dan
perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
2. Penerimaan terhadapa penghargaan
Èfek kedua dari pembelajaran kooperati adalah penerimaan yang luas
terhadap orang yang berada menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan
maupun ketidak mampuan. Pembelajarn kooperatif memberi peluang
kepada siswa yang berbedalatar belakang dan kondisi untuk kinerja
bekerja saling bergantung satu sama lainatas tugas-tugas bersama dan
melalui pengunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar unutk
menghargaai satu sama lain.
14
3. Pengembangan ketrampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif ialah untuk mengerjakan
kepada siswa ketrampilan kerja sama dan kolaborasi, ketrampilan ini
sangat penting untuk dimiliki dalam masyrakat dimana sebagian besar
kerja orang dewasa dilakukan dalam organisasi yang saling begantung satu
sama lain dan dimana masyrakatsecara budaya semakin beragam.
2.1.5. Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Beberapa hasil penelitian menurut Ibrahim (2000) yang
menunjukan pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah,
antara lain :
1) Meningkatkan waktu pencurahan pada tugas
2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
3) Memperbaiki diri sikap terhadap IPA dan Sekolah
4) Memperbaiki kehadiran
5) Angka putus sekolah menjadi lebih rendah
6) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar
7) Perilaku mengangu menjadi lebih kecil
8) Konflik antar pribadi menjadi berkrang
9) Sikap apatis berkurang
10) Pemahaman yang lebih mendalam
2.1.6. Keterampilan Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi, namun
siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut
15
keterampilan kooperatif (Depdiknas, 2005: 11). Keterampilan kooperatif ini
berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja
dapat dibangun dengan mengembangkan komonikasi antar anggota kelompok.
sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota selama
kegiatan.
Selanjutnya Ludgren dalam depdiknas (200 : 11-12) menggolongkan
ketrampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut :
1) keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi:
- Menggunakan kesepakatan
- menghargai kontribusi
- Mengambil giliran dan berbagi tugas
- Berada dalam kelompok
- Berada dalam tugas
- Mendorong partisifasi
- Mengundang orang lain untuk berbicara
- Menyelesaikan tugas pada waktunya
-menghormati perbedaan individu
2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah,meliputi:
- Menunjukan penghargaan dan simpati
16
- Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima
- Mendengarkan dengan aktif
- Bertanya
- Membuat ringkasan
- Menafsirkan
- Mengatur dan mengorganisir
- Menerima tanggung jawab
- Menguragi ketegangan
3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi:
- Mengelaborasi
- Memeriksa dengan cermat
- Menanyakan kebenaran
- Menetapkan tujuan
- Berkompromi
2.1.7. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam (6) langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran
yang menggunakan pembelajaran kooperatif pelajaran dimulai dengan guru
menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti
17
oleh penyajian informasi dengan bahan bacaan. Selanjutya siswa dikelompokan
ke dalam tim-tim belajar, Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa
bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir
pembelajaran kooperatif meliputi prsentasi hasil akhir kerja kelompok, atau
evaluasi tentang apa yang mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap
usaha-usaha kelompok maupun individu.
Tabel langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
Fase Tindakan guru
Fase – 1
Menyampaikan dan
memotifasi siswa
Fase – 2
Menyajikan informasi
Fase – 3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam tiap
kelompok-kelompok
belajar
Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajarana tersebut dan memotivasi siswa
belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat
bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membantu settiap kelompok
agar melakukan transisi secara efisien
18
Fase – 4
Membimbing kelompok
bekerja, belajar dan
bermain
Fase – 5
Evaluasi
Fase – 6
Memberi penghargaan
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka melaksanakan
permainan
Guru mengevaluasi hasil permainan yang
telah dilaksanakan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok
2.2. Model Pembelajaran
19
Joice, B dan Weil (Nurhayati Abbas, 2000:10) mendefinisikan model
pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam setting, tutorial dan
untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
bukubuku, film, komputer, dll. Arends (Nurhayati Abbas, 2000:10) mengatakan
bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran termasuk di
dalamnya tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Berdasarkan definisi di atas, model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai
pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran,
mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat pembelajaran yang dapat
disusun dan dikembangkan oleh guru. Menurut Arends (Nurhayati Abbas,
2000:10) model pembelajaran terdiri dari model pembelajaran langsung (direct
instruction), model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), model
pembelajaran berbasis masalah (problem based instruction), model pembelajaran
diskusi (discussion), dan model pembelajaran strategi (strategi learning).
2.3 Model Pembelajaran Kooperatif tipe PBL ( Problem Based Learning)
20
2..3.1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah/ PBL ( Problem Based
Learning)
Menurut Resenick dan Glaser dalam Bell Gredler ( 1991 : 257) masalah
dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimakna seorang melakukan tugasnya yang
tidka ditemuinya diwaktu sebelumnya. Masalah pada pada umumnya timbul
karena adanya kebutuhan untuk memenuhi atau mendekatkan kesenjangan antara
kondisi nyata dengan kondisi yang seharusnya.
Pemecahan masalah adalah suatu proses menemukan respon yang tepat
terhadap suatu situasi yang benar-benar unik dan baru bagi pemecah masalah.
Kemampuan memecahkan masalah adalah salah satu bentuk kemampuan tingkat
tinggi dari hiraki belajaar ( Dahar: 1988).
Model pembelajaran berbasis masalah/problem based learning menurut
Arends ( 1997 : 157) pengunaannya di dalam pengembangan tinggkat berikir
yang lebih tinggi dalam dalam situasi yang berorientasi pada masalah, termasuk
pembelajaran dan bagaimana belajar. Model pembelajaran ini juga mengaccu
kepada pembelajaran-pembelajaran lain seperti pengajaran berdasar proyek (
project based instruction), pembelajaran berdsarkan pengalaman (experience
base instruction), pembelajarn autentik ( authentic instruction), dan pembelajaran
bermakana.
Keberhasilan model pembelajaran berdasar masalah sangat bergantung
pada adanya sumber bagai pembelajar, alat-alat untuk menguji jawaban atau
dugaan. Menurut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu ysng cukup
21
apalagi data harus diperoleh dari lapangan, serta kemamapuan pembelajar dalam
mengangkat dan merumuskan masalah ( Sudjana, 1989 : 93).
Beberapa kelebihan pengunaan pembelajaran berbasis masalah di
anataranya :
1. Pembelajar lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri
yang menemukan konsep tersebut.
2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut ketrampilan
berpikir pembelajar yang lebih tinggi.
3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki pebelajar
sehingga pembelajaran lebih bermakana
4. Pebelajar dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah
yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini
dapat meningkatkan motifasi dan ketertarikan pebelajar terhadapa bahan
yang dipelajari.
5. Menjadikan pebelajar lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi
aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang
positif dianatara pebelajar, dan
6. Pengondisian pebelajar dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan beajar
dapat diharpkan
2.3.2. karakteristik pebelajaran berbasis masalah/PBL ( problem based
learning)
22
Ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis masalah, Arends (1997)
mengindetifikasi 5 karakteristik sebagai berikut :
1. Pengujian pertanyaan atau masalah
Langkah awal dari pembelajaran berdasar masalah adalah mengajukan
masalah ditemukan konsep , prinsip serta aturan-aturan. Masalah yang
diajkan secara autentik ditujukan dengan mengacu pada kehidupan nyata.
Pebelajar sering kali mengalami kesulitan dalam menerapkan ketrampilan
yang telah merka dapatkan di sekolah ke dalam kehidupan nyata sehari-
hari karena ketrampilan-ketrampilan itu lebih diajarkan dalam konteks
sekolah, dari pada konteks kehidupan nyata. ( Slavin, 1994) menyataakan
bahawa tugas-tugas sekolah lemah dalam konteks, sehingga tidak
bermakna bagi kebanyakan pebelajar karena pebelajar tidak dapat
menghubungkan tugas - tugas ini dengan apa yang mereka ketahui.
2. Keterkaitan dengan disiplin ilmu lain (Interdiciplinnary focus)
Walaupun pembelajaran berdasar masalah ditujukan pada suatu bidang
ilmu tertentu, tetapi dalam pemecahan masalah-masalah aktual, pebelajar
dapat menyelidiki dari berbagai bidang ilmu.
3. Menyelidiki masalah autentik
Pembelajaran berbasis masalah amat diperlukan untuk menyelidiki
masalah autentik, mencari solusi nyata dari masalah. Pembelajar
menganalisis dan merumuuskan masalah, mengembangkan hipotesis dan
meramalakan, mengumpulkan dan mengnalisa informasi, melaksanakan
eksperimen ( jka diperlukan) membuat acuan dan menyimpulkan.
23
4. Memamerkan hasil kerja
Pembelajarn berbasis masalah mengajar pebelajar menyusun dan
memamerkan hasil kerja sesuai dengan kemampuannya. Setelah pebelajar
selesai mengerjakan lembar kegiatan pebelajar (LKP), salah satu
kelompok menyajikan hasil kerjanya didepan kelas dan pebelajar pada
kelompok lain memberikan tangapan, kritik terhadap pemecahan
mengarahkan, mmembimbing, memberi petunjuk kepada pebelajar agar
aktinitas pebelajar terarah.
5. Kolaborasi.
Seperti halnya model pembelajaran kooperatif yang akan diuraikan
berikutnya, pembelajran berdasar masalah dicirikan dengan kerja sama
antar pelajar dalam satu kelompok kecil. Kerja sama dalam menyelesaikan
tugas-tugas kompleks dan meningkatkan temuan dan dialog
pengembangan ketrampilan berfikir dan ketrampilan sosial.
2.3.3. Langkah –Langkah Pembelajarn Berbasis Masalah/PBL ( problem
based learning)
Menurut Arends ( 1997 : 161 ) pengelolalaan pembelajaran berbasis
masalah terdapat 5 langkah utama. Di antaranya :
1. Mengorientasikan pebelajar pada masalah
Pada awal pembelajaran berbasis masalah, pembelajara terlebih dahulu
menyampaikan secara jelas tujuan pembelajaran, menetapkan sikap positif
terhadap pembelajaran, dan menjelaskan kepada pebelajar bagaimana cara
24
pelaksanaannya. Bagi pebelajar pemula yang belum pernah mengikuti
pembelajarn pada pengajaran berbasis masalah, pebelajar juga harus
menjelasskan proses dan prosedur model pembelajaran secara mendalam.
Selanjutnya pembelajran memrlukan orientasi masalah hingga masalah
muncul atau ditemukan sendiri oleh pebelajar. Berdasarkan masalah
tersebut pebelajar dilibatkan secara aktif memecahkannya, menemukan
konsep, prinsip-prinsip, dan seterusnya dalam mata kuliah divusi inovasi
pendidikan.
2. Mengorganisasikan pebelajar untuk belajar
Pembelajaran berbasis masalah memerlukan ketrampilan pengembangan
kolaborasi diantara pebelajar dan membantu mereka menyelidiki maslah
secara bersama-sama. Hal ini merupakan bantuan merencanakan
penyelidikan dan pelaporan tugas-tugas mereka. Selain itu juga perlu
adanya kelompok belajar. Ada bebrapa hal penting yang perlu
diperhatikan didalam mengorganisasikan pebelajar ke dalam kelompok
pembelajaran berdasar masalah yakni pembelajaran dibentuk bervariasi
dengan memperlihatkan kemampuan, ras, etnis, dan jenis kelamin sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai. Jika perbedaan kelompok diperlukan
pebelajar dapat membuat tanda kelompok. Pada suatu waktu pembelajar
dapat membagi kelompok tersebut sesuai dengan kesepakatan bersama
antar pebelajar dengan pembelajar.
3. Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
25
Penyelidikan dilakukan secara mandiri, berrkelompok atau dalam
kelompok kecil yang merupakan inti model pembelajaran berdasar
masalah. Walaupun setiap situasi maslah memerlukan sedikit perbedaan
teknik penyelidikan, paling banyak meliputui proses pengumpulan data
dan eksperimen, hipotesis, penjelasan dan pemberian penyelesaian. Pada
tahap ini pembelajar mendorong pebelajar mengumpulkan data dan
melaksanakan kegiatan aktual saampai mereka benar-benar mengerti
dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar pebelajar dapat
mengumpulkan iformasi cukup untuk mengembangkan ide-ide mereka
senddiri. Pada tahap ini pembelajran harus banyak membaca selain apa
yang telah ada dalaam bahan ajar. Pembelajar membantu pebelajar pada
pengumpulan informasi dari beberapa sumber dan mengajukan pertanyaan
pada pebelajar untuk mendeteksi pengalaman mereka tentang masalah dan
konsep yang di temukan serta jenis informasi yang dibutuhkan untuk
menemukan masalah..
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
Hasil-hasil yang telah diperoleh harus dipresentasikan sesuai dengan
pemahaman pebelajar. Pebelajar secara mandiri atau kelompok meberikan
tangapan atas hasil kerja temannya. Berrdiskusi, berrdialog, bahkan
berdebat memberi komentar terhadap pemecahan masalah yang disajikan.
Dalam hal ini pembelajar mengarahkan , memberi pandangan atas
tangapan-tangapan pebelajar tetapi tidak memerankan sebagai nara sumber
sebagi justifikasi.
26
5. Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah
Tahap akhir pembelajarkan berdasar masalah meliputi bantauan pada
pebelajar menganalisa dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri
sebagaimana kegiatan dan ketrampilan intelektual yang mereka gunakan di
dalam pencapaian hasil pemecahan masalah. Selama tahap ini pembelajar
menguassai pebelajar menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan
mereka pada setiap tahap pembelajaran.
Prosedur pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah tersebut secara
ringkas dapat disajikan dalam bentuk tabel, seperti dalam tabel berikut :
Langkah Kegiatan pembelajar
1. Orientasi masalah Menginformasikan tujuan pembelajaran.
Menciptakan linkungan kelas yang
memungkinkan terjadi pertukaran ide yang
terbuka.
Mengarahkan pada pertannyaan atau masalah
Mendorong pebelajar mengespresikan ide-
ide secara terbuka..
27
2. Mengorganisasikan
pebelajar untuk belajar
Membantu pebelajar menemukan konsep
berdasar masalah.
Mendorong keterbukaan, proses-proses
demokrasi dan cara belajar pebelajar aktif
(CBPA).
Menguji pemahaman pebelajar atas konsep
yang ditemukan.
3. Membantu menyelidiki
secara mandiri atau
kelompok
Memberi kemudahan pengerjaan pebelajar
dalam mengerjakan /menyelesaikan masalah
Mendorong kerja sama dan penyelesaian
tugas-tugas.
Mendorong dialog, diskusi dengan teman .
Membantu pebelajar mendfinisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang
berrkaitan dengan masalah .
Membantu pebelajar merumskan hipotesis
Membantu pebelajar dalam memberikan
solusi.
4. Mengembangkan dan
menyajikan hasil kerja
Membimbing pebelajar mengerjakan lembar
kegiatan belajar ( LKP)
Membimbing pebelajar menyajikan hasil
5. Menganalisa dan Membantu pebelajar mengkaji ulang hasil
28
mengevaluasi hasil
pemecahan
pemecahan masalah
Memotivasi pebelajar untuk terlibat dalam
pemecahan masalah
Megevaluasi materi
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis
masalah antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah (Ismail, 2002: 2).
Dalam pembelajaran berbasis masalah, perhatian pembelajaran tidak hanya pada
perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural.
Oleh karena itu penilaian tidak cukup hanya dengan tes. Penilaian dan evaluasi
yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai
pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil penyelidikan mereka.
Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut,
penilaian itu antara lain asesmen kenerja, asesmen autentik dan portofolio.
Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana siswa
merencanakan pemecahan masalah melihat bagaimana siswa menunjukkan
pengetahuan dan keterampilan. Karena kebanyakan problema dalam kehidupan
nyata bersifat dinamis sesuai perkembangan jaman dan konteks/lingkungannya,
maka perlu dikembangkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa secara
aktif mengembangkan kemampuannya untuk belajar (Learning how to learn).
29
Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan siswa akan mudah
beradaptasi.
Menurut Downs (1987) dan juga Novak & Gowin (1985) strategi
pembelajaran yang berorientasi pada learning to learn dibandingkan dengan
strategi yang sering dipraktekkan dalam pendidikan tradisional (konvensinal)
adalah sebagai berikut :
Strategi pembelajaran
konvensional
Strategi yang mengembangkan
keterampilan
belajar (learning to learn)
Menjelaskan belajar
cenderung tertutup
(tersembunyi)
Guru menjelaskan konsep
Siswa pasif
Kesalahan sejauh mengkin
dihindarkan
Guru memberi pertanyaan
dan menyediakan
jawabannya.
Penilaian terutama
difokuskan pada produk.
Keterampilan belajar dibuat
terbuka dan didiskusikan.
Siswa mengembangkan
konsep.
Siswa aktif
Kesalahan dipandang sebagai
kesempatan belajar yang
berguna.
Guru memberikan masalah
dan mendiskusikan solusi
siswa.
Penilaian mencakup proses
dan produk (keduanya
30
penting).
Dasar pemikiran pengembangan strategi pembelajaran tersebut sesuai
dengan pandangan konstruktivis yang menyatakan bahwa setiap individu secara
aktif membangun pengetahuannya sendiri ketika berinteraksi dengan
lingkungannya (Matlin, 1994). Dengan demikian, ketika siswa masuk kelas
mereka tidak dalam keadaan kosong, melainkan mereka sudah memiliki
pengetahuan awal. Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka pembelajaran
matematika perlu diawali dengan mengangkat permasalahan yang sesuai dengan
lingkungannya (permasalahan kontekstual). Jadi konsep dibentuk atau ditanamkan
melalui pembahasan masalah nyata.
2.3.4. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah/ PBL ( problem based
learning)
Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis maslah didasarkan pada
kenyataan-kenyataan sebagai berikut :
1. Pada dasarnya , berfikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu
adansya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada .
2. Seorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila
berada dalam ruang linkup atau berkaitan dengan masalah yang
dihadapinya. Demikian pula dengan belajar.
31
3. Pada saat mempelajari bahan pelajaran, siswa ingin segera mengetahui apa
sebenarnya manfaat pembelajarinya , dan masalah apa sajakah yang
dipecahkan dengan pengetahuan atau bahan itu.
4. Suatu kompetensi paling efektif dicapai oleh pelajar melalui serangkaian
pengalaman pemecahan masalah realistik yang didalamnya si pelajar
secara langsung menerapkan unsur-unsur kompetensi tersebut.
2.3.5. keungulan dan kelemahan pembelajaran berbasis masalah PBL
(problem based learning)
Keungulan
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang teknik bagus untuk lebih
memahami isi bacaan.
2. Pemecahan maslah dapat memantang kemampuan siswa serta memberikan
kepuasan uuntuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan siswa.
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertangung jawab dalam pembelajran yang
mereka lakukan.
6. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa
setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu
32
yang harus dimengerti oleh siwa, bukan hanya sekedar belajar dari guru
atau dari buku-buku saja.
7. Pemecahan masalah diangap lebih menyenangkan dan disukai siswa
8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengimplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara
terus-menerus sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berfikir.
Kelemahan
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran bebasis masalah membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari.
Menurut Sukoriyanto (2001: 103), guru dalam pengajaran pemecahan
masalah hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
a) Memahami cara siswa memecahkan masalah.
33
b) Mempunyai keyakinan bahwa siswa telah memiliki kemampuan
prasyarat yang diperlukan dalam pemecahan masalah.
c) Memberikan kebebasan kepada siswa dalam mengungkapkan ide dan
contoh-contoh sebagai pemikiran berdasarkan intuisi.
d) Menyadari bahwa siswa sebagai individu mempunyai kemempuan yang
berbeda dalam memecahkan masalah.
Dengan membelajarkan siswa dalam memecahkan masalah melalui
metode pemecahan masalah akan memungkinkan siswa menjadi lebih kritis dan
analitis, sehingga siswa menjadi lebih baik dalam menanggapi suatu masalah.
Metode pemecahan masalah ini merupakan bagian dari model pembelajaran
berbasis masalah.
2.3.6. Pengertian Belajar Mengajar
Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya ( Slameto, 2003).
Menurut Hamalik (2003) pengertian beajar merupakan proses, suatu kegiaatan
dan bukan hasil atau tujuan.
Menurut Sardiman A. M. Belajar itu senantiasa merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.
34
Menurut Gagne (Slameto, 2003) belajar adalah suatu proses untuk
memperoleh motifasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah
laku.
Berdasarkan rumusan tentang belajar di atas, maka belajar pada
hakikatnya mengandung makna terjadinya perubahan tingkah laku dari individu
berkat pengalaman dan latihan sehingga menghasilkan tingkah laku dari yang
relatif permanen setelah berinteraksi dengan lingkungan.
Ciri-ciri belajar menurut buton (dalam Omear Hamalik, 2001: 31 ) yaitu :
1. Proses belajar adalah pengalaman ,berbuat mereaksi,dan melampaui.
2. Proses itu melalui bermacam-macampengalaman dan pelajaran yang
terpusat pada sustu pelajaran tertentu.
3. Pengalaman belajar secara maksimal bermakna bagi kehidupan murid.
4. Pengolahan belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan muridsendiri
yang terdorong motivasi yang kontinu.
5. Proses belajar dan hasil belajar secara materil dipengaruhi oleh
kereditas dan lingkungan .
6. Proses belajar dan hasil belajar secara materil dipengaruhi oleh