BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAkne vulgaris (jerawat)
merupakan penyakit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan
dewasa muda. Penyakit ini merupakan dermatosis yang bersifat
kronik, dan berupa inflamasi yang mengenai folikel rambut. Hal ini
terjadi karena perubahan hormonal dan perubahan pematangan folikel
rambut. Penyakit ini tidak fatal, namun cukup merisaukan karena
mengurangi kepercayaan diri dan dapat meningkatkan insiden
kecemasan sampai depresi. 1,2,3,4,5Berdasarkan penelitian, akne
vulgaris pada populasi manusia cukup tinggi, bahkan menurut
Kligman, tidak ada seorang manusia yang melewati kehidupannya tanpa
sebuah jerawat di kulitnya. Prevelensi umum akne vulgaris pada
subjek penelitian Kligman, 68,2% dan khususnya 58.4% pada wanita
dan 78% pada laki-laki dengan umur terbanyak berusia 15-16 tahun.
Tipe papulopostuler adalah yang tertinggi (35,8%), diikuti
komedonaly (30.1%), dan noduler (2.2%) dengan lokasi terutama di
wajah dan bilateral.4 Penyebab AV sampai saat ini belum diketahui
kepastiannya, tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya. Beberapa
faktor tersebut antara lain: genetik, hormonal, diet, penggunaan
kosmetik, trauma, infeksi dan psikis. Menggunakan kosmetik dan
kebiasaan berganti-ganti kosmetik berhubungan dengan kejadian akne
vulgaris. Pasien dengan riwayat keluarga ber-akne vulgaris memiliki
risiko untuk mendapatkannya. Pembersihan wajah secara rutin
memberikan kejadian akne vulgaris yang rendah. 6,7 Produksi
androgen yang berlebihan dapat menyebabkan perubahan pada kulit
wanita, seperti hipersutisme dan akne. Pada pubertas kelenjar
sebasea membesar dan produksi sebum meningkat sebagai respon
terhadap peningkatan aktivitas androgen yang berasal dari adrenal.
Sebum dan keringat bermanfaat dalam membentuk dan mempertahankan
tingkat keasaman (pH) kulit, yakni sekitar 4-5, sehingga kuman akan
sulit untuk berkembang biak. Namun, jika komposisi sebum dan
kombinasi berubah, yang mengakibatkan ikatan jenuh dan rantai
kimianya menjadi lebih banyak, sebum akan cenderung memadat dan
akan menyumbat pori-pori kulit di wajah.6,7,8Akne vulgaris ditandai
dengan 4 tipe dasar lesi: komedo terbuka dan tertutup, papula,
postula dan lesi nodulistik. Satu atau lebih tipe lesi dapat
mendominasi; bentuk yang paling ringan yang sering terlihat pada
usia remaja.8,9 Menstruasi/haid ialah perdarahan secara periodic
dan siklik dari uterusnya, disertai pelepasan (deskuamasi)
endometrium yang hanya terjadi pada primata betina. Pada dasarnya
menstruasi merupakan proses katabolisme yang terjadi dibawah
pengaruh hormon hipofisis dan ovarium. Menstruasi pertama disebut
menarke, biasanya terjadi pada usia 8-13 tahun. Berakhirnya
menstruasi, menopause, normalnya terjadi pada usia 49-50 tahun.
Banyak wanita dengan akne papulopostuler relative ringan, mencatat
bahwa akne mereka muncul sekitar 1 minggu menjelang
menstruasi.6,10,11Berdasarkan pada seringnya prevelensi akne
vulgaris pada siklus menstruasi, penulis mengambil rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu bagaimana hubungan antara kemunculan
akne vulgaris dengan siklus menstruasi pada remaja.1.2 Rumusan
MasalahApakah terdapat hubungan antara menstruasi dengan angka
kejadian akne vulgaris pada siswi SMA Negeri 17 Makassar tahun
2015?0. Tujuan Penelitian1. Tujuan Umum:Untuk mengetahui hubungan
antara menstruasi dengan angka kejadian Akne vulgaris pada
remaja.1. Tujuan Khusus:1. Mengetahui angka kejadian siswi yang
mengalami fase menstruasi1. Mengetahui angka kejadian siswi yang
mengalami Akne vulgaris1. Mengetahui hubungan siswi yang mengalami
fase menstruasi disertai Akne vulgaris1. Menganalisis hubungan
antara fase menstruasi dengan angka kejadian akne vulgaris pada
siswi SMAN 17 Makassar1.4 Manfaat Penelitian1. Sebagai bahan
informasi dan bahan acuan yang diharapkan bermanfaat bagi
penelitian berikutnya2. Memperoleh pengalaman bagi peneliti dalam
rangka menambah pengetahuan.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 AKNE VULGARIS2.1.1 Definisi umumAkne
vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea
yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh
sendiri.122.1.2 EpidemiologiHampir setiap orang pernah menderita
akne vulgaris, maka penyakit ini sering dianggap sebagai kelainan
kulit yang timbul secara fisiologis. Umumnya insidens terjadi pada
sekitar umur 14 17 tahun pada wanita, 16 19 tahun pada pria.13 Akne
lesi sedang sampai berat mempengaruhi sekitar 20 % dari remaja dan
tingkat keparahan berkorelasi dengan kematangan pubertas . Akne
dapat terjadi pada usia yang lebih muda karena pubertas dini. Tidak
jelas apakah etnis benar-benar terkait dengan tingkat kejadian
akne. Individu berkulit hitam lebih rentan terhadap hiperpigmentasi
pasca dan subtipe tertentu. Jerawat berlanjut ke dalam usia 20-an
dan 30-an sekitar 64 % dan 43 % dari individu masing-masing.
Terkadang, lesi dapat menetap sampai dekade ketiga atau bahkan pada
usia yang lebih lanjut.14,152.1.3 Etiologi dan PatogenesisEtiologi
pasti dari penyakit ini sendiri belum diketahui sampai sekarang.
Secara sistematis, berikut ini akan dikemukakan beberapa faktor
baik eksogen maupun endogen yang dapat mempengaruhi terbentuknya
akne vulgaris, seperti:3,51. Faktor genetik, akne vulgaris mungkin
merupakan penyakit genetik akibat adanya peningkatan kepekaan unit
pilosebasea terhadap kadar androgen yang normal. Faktor genetic ini
berperan dalam menentukan bentuk dan gambaran klinis, penyebaran
lesi dan durasi penyakit. Menurut Herane dan Ando menyatakan bahwa
peningkatan sekresi sebum dijumpai pada mereka yang mengalami
kromosom yang abnormal, meliputi 46XYY, 46XY + (4p+; 14q-) dan
partial trisomi 13, dan hal ini berkaitan dengan timbulnya akne
nodulokistik.2. Faktor musim, suhu yang tinggi, kelembaban udara
yang lebih besar, serta sinar ultraviolet yang lebih banyak
menyebabkan akne vulgaris lebih sering timbul pada musim panas
dibandingkan dengan musim dingin. Pada kulit kenaikan suhu udara 1
mengakibatkan kenaikan laju eksresi sebum sebanyak 10%3. Faktor
makanan masih diperdebatkan, ada penyelidik yang setuju makanan
berpengaruh pada timbulnya akne, adapula kontra. Jenis makanan yang
sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi
lemak (kacang, daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi
karbohidrat, makanan beriodida tinggi (makanan asal laut) dan
pedas.4. Faktor infeksi, ada tiga golongan mikroorganisme yang
merupakan flora normal kulit, P. acne, S. Epidermidis, dan P.
Ovale. Peran mikroba ini adalah membentuk enzim lipase yang dapat
memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas yang bersifat
komedogenik.5. Faktor psikis, seperti stress emosi pada sebagian
penderita dapat menyebabkan kambuhnya akne, mungkin melalui
mekanisme peningkatan produksi androgen dalam tubuh.6. Faktor
endokrin atau hormonal yang merupakan faktor penting pada akne
vulgaris. Pada penderita akne vulgaris derajat berat, kadar ini 20
kali lebih banyak daripada normal.7. Konsumsi obat-obatan, hal ini
dapat mencetuskan akne. Kortikosteroid oral kronik dapat
menimbulkan pustule di permukaan kulit wajah. Kontrasepsi oral
biasanya dapat membantu pengobatan akne karena mengandung estrogen.
Obat-obatan lain yang diketahi dapat mempercepat atau memperberat
akne adalah bromide, yodida, difenitoin, litium, dan hidrazid asam
isonikonat.8. Penggunaan kosmetik yang mengandung minyak dan agen
komedogenik seperti petrolatum dapat menyebabkan meningkatnya
kejadian akne.Patofisiologi akne masih perlu dikupas secara penuh.
Akan tetapi, beberapa ciri kunci dapat membantu memberikan gambaran
yang lengkap walaupun masih belum bisa menjelaskan semua aspek
kelainan ini secara tuntas: misalnya, mengapa bisa timbul akne
sebelum pubertas.5Hiperproliferasi folikel epidermal menghasilkan
bentuk awal dari lesi jerawat berupa mikrokomedo. Epitel folikel
rambut bagian atas, infundibulum, menjadi hiperkeratosit dengan
peningkatan kohesi keratinosit. Kelebihan sel dan kelengketannya
mengakibatkan benjolan pada ostium folikuler Stimulus untuk
hiperproliferasi keratinosit dan meningkatnya adhesi masih belum
diketahui. Namun ada beberapa faktor yang diusulkan pada
hiperproliferasi keratinosit antara lain: stimulus androgen,
menurunnya asam linoleat, dan meningkatnya interleukin-1
activity.15Selanjutnya pada patogenesis akne vulgaris adalah
meningkatnya produksi sebum dari glandula sebasea. Salah satu
komponen sebum adlah trigliserida yang diduga berperan penting
dalam terjadinya akne vulgaris. Trigliserida dipecah menjadi asam
lemak bebas oleh P. acnes yang merupakan flora normal dan unit
pilosebasea. Asam lemak bebas ini kemudian gumpalan bakteri dan
kolonisasi P. acnes, inflamasi dan mungkin menjadi komedo.15Hormon
androgenic juga berpengaruh terhadap produksi sebum. Sama dengan
reaksi pada keratinosit folikular infundibular, hormone androgen
berikatan dan mempengaruhi aktivitas sebosit. Kebanyakan mereka
yang berjerawat memiliki kadar serum androgen yang tinggi.
5-reduktase, adalah enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah
testosterone menjadi DHT kuat, memiliki aktivitas penting pada
kulit yang rentan terhadap jerawat, seperti wajah, dada dan
punggung.15Mikrokomedo selanjunya berkembang menjadi keratin padat,
sebum dan bakteri yang akhirnya menyebabkan pecahnya dinding
folikel. Ekstrusi dari keratin, sebum dan bakteri ke dalam dermis
menghasilkan respon inflamasi yang cepat.15Propinibacterium acnes
juga berperan dalam terjadinya proses inflamasi. P. acnes adalah
bakteri gram positif, anaerobic, dan mikroaerobik yang dapat
ditemukan pada folikel sebasea. Remaja dengan akne mempunyai
konsentrasi P. acnes yang tinggi disbanding remaja yang tidak
berakne.15Sesudah peradangan mereda, terjadilah fibrosis dengan
berbagai variasi. Bisa berbentuk jaringan parut, terutama bila
peradangan terjadi berkali- kali pada tempat yang sama.
Kadang-kadang berkas epitel menjadi berkerut-kerut akibat fibrosis,
yang dapat menimbulkan kista.52.1.4 KlasifikasiSampai saat ini
belum ada keseragaman klasifikasi akne yang memuaskan. Klasifikasi
yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan untuk pilihan
pengobatan. Terdapat beberapa macam klasifikasi akne vulgaris untuk
menentukan berat ringannya penyakit, antara lain:1. Menurut
Pillsbury dkk (1963):16a. Komedo hanya pada wajah.b. Komedo, papul
dan pustule pada wajah.c. Komedo, papul, pustule dan peradangan
yang lebih dalam pada wajah, dada dan punggungd. Akne konglobata2.
Menurut Kligman dan Plewig (1975):16a. Akne komedonala. Tingkat I :
50 komedo pada satu sisi wajahb. Akne papulopustulosaa. Tingkat I :
30 lesi meradang pada satu sisi wajahc. Akne konglobataa. Merupakan
akne yang berat. Lesi nodulokistik yang bertambah dalam
peradangannya sehingga bertambah besar lesi yang dapat dilihat dan
diraba. Pada penyembuhannya meninggalkan lubang yang dalam dan
jaringan parut.3. Menurut Cook dkk (1979):17Tingkat 0 : Ditemukan 3
komedo atau papul yang tersebar.Tingkat 2 : Ditemukan beberapa
pustule atau 3 lesi papul/komedo. Lesi tidak terlihat pada jarak
2,5 meter.Tingkat 4 : Antara 2 dan 6. Lesi eritema dengan
peradangan yang berarti untuk mendapatkan pengobatanTingkat 6:
Wajah penuh dengan komedo atau pustule. Lesi mudah terlihat pada
jarak 2,5 meter. Beberapa pustule berdiameter 1-2 cmTingkat 8: Akne
kolongbata atau akne dengan peradangan hebat yang hampir mengenai
seluruh wajah2.1.5 TerapiAntibiotik bekerja dengan beberapa
mekanisme terutama dalam mengurangi jumlah bakteri didalam dan
disekitar folikel. Selain itu antibiotik juga mengurangi zat- zat
kimia yang mengiritasi yang diproduksi oleh sel darah putih, pada
akhirnya antibiotik dapat mengurangi konsentrasi asam lemak bebas
dalam sebum dan berguna sebagai anti-inflamasi.17Tetrasiklin.
Merupakan jenis antibiotic yang sering digunakan sebagai terapi
akne. Dosis awal biasanya 250-500 mg, empat kali sehari dan
dianjurkan sampai terlihat penurunan jumlah lesi. Dosis dapat
diturunkan secara perlahan tergantung dari respon terapi pda
pasien. 17Eritromisin, antibiotik jenis ini biasanya digunakan
sebagai terapi akne dan mempunyai beberapa kelebihan disbanding
tetrasiklin yaitu dapat mengurangi kemerahan pada lesi dan dapat
diberikan bersama dengan makanan. Eritomisin juga diberikan pada
pasien yang tidak bias mengonsumsi tetrasiklin seperti pada wanita
hamil. Dosis yang diberikan bervariasi tergantung dari tipe
lesi.17Minosiklin merupakan derivat dari tetrasiklin yang digunakan
secara efektif sebagai terapi akne selama beberapa decade,
khususnya untuk akne tiper pustular. Absorbsi obat ini dapat
menurun bila dicampur dengan makanan dan susu, tetapi tidak seperti
penurunan absorbsi pada tetrasiklin.17Doksisiklin merupakan
antibiotik yang sering diberikan pada oang-orang yang tidak dapat
merespon pemberian eritromisin atau tetrasiklin. Sebaiknya tidak
dikonsumsi bersama antasida, tablet besi, kalsium dan tidak
dikonsumsi selama masa menyusui atau wanita hamil.17Klindamisin
berguna sebagai antibiotic oral untuk terapi akne. Tetapi,
antibiotika ini banyak digunakan dalam bentuk topikal. Efek samping
utama berupa infeksi intestinal yang dinamakan kolitis
pseudomembran yang disebabkan oleh bakteri.17Kotrimoksasol
merupakan antibiotika yang diindikasikan pada penderita intoleran
dengan tetrasiklin atau eritromaisin, atau pada penderita yang
tidak ada respon terhadap terapi lain. Kotrimakzole juga digunakan
pada folikulitis gram negatif.172.1.6 PrognosisUmumnya prognosis
sangat baik. Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai usia 30
sampai 40 tahun. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai
tua atau mencapai gradasi sangat berat hingga perlu di rawat inap
di rumah sakit.162.2.7 Diagnosis banding1. Erupsi
akneformisDisebabkan oleh obat. Berupa erupsi papulopustul mendadak
tanpa adanya komedo di hampir seluruh tubuh, dapat disertai
demam17
2. RosaceaPenyakit peradangan kronik di daerah muka dengan
gejala eritema, pustule, telangiektasis, nodul, kista, tanpa
komedo. Kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea.173.
Dermatitis perioralTerutama pada wanita dengan gejala klinis
polimorfi eritema, papul, pustule, dan disekitar mulut terasa
gatal.174. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisikUmumnya
lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan
tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan
fisiknya.175. Muluskum kontagiosumMuskulum kontagiosum merupakan
penyakit virus, bila lesinya di seborea menyerupai komedo
tertutup.172.2 MENSTRUASI2.2.1 DefenisiMenstruasi/haid ialah
perdarahan secara periodic dan siklik dari uterusnya, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium yang hanya terjadi pada primata
betina. Pada dasarnya menstruasi merupakan proses katabolisme yang
terjadi dibawah pengaruh hormon hipofisis dan ovarium. Menstruasi
pertama disebut menarke, biasanya terjadi pada usia 8-13 tahun.
Berakhirnya menstruasi, menopause, normalnya terjadi pada usia
49-50 tahun.10,112.1.2 Siklus2.1.2.1 Faktor-faktor yang
mempengaruhi perdarahan pada siklusPada siklus menstruasi terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perdarahan, pertama yaitu
fluktuasi kadar hormon ovarium, hipofisis, prostaglandin dan kadar
enzim. Yang kedua yaitu variabilitas sistem saraf otonom dan
terjadi perubahan vaskularisasi (statis, spasme-dilatasi). Terakhir
yaitu faktor-faktor lain (misal, status nutrisi, dan psikologis
yang tidak biasa).112.1.2.2 Mekanisme siklus menstruasi1. Siklus
OvariumOvarium mengalami perubahan-perubahan dalam besar, bentuk,
dan posisinya sejak bayi dilahirkan hingga masa tua seorang wanita.
Disamping itu terdapat perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh
rangsangan berbagai kelenjar endokrin. Perubahan pada ovarium
utamanya dikontrol oleh hipofisis anterior yang memproduksi tiga
hormon utama yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang
menstimulasi pertumbuhan folikel. Luteinizing Hormone (LH) yang
menstimulasi ovulasi yang menyebabkan luteinisasi dari sel-sel
granulosa setelah ovum dikeluarkan, serta prolaktin yang juga
dikeluarkan oleh hipofisis anterior. Siklus ovarium lebih lanjut
dibagi menjadi fase folikuler, fase ovulasi, dan fase luteal18a.
Fase Folikuler (Pertumbuhan Folikel)Pada saat seorang anak
perempuan lahir masing-masing ovum dikelilingi oleh selapis sel
granulosa, dan ovum dengan selubung granulosanya disebut folikel
primordial. Sesudah pubertas bila FSH dan LH dari kelenjar
hipofisis anterior mulai disekresikan dalam jumlah besar, seluruh
ovarium bersama dengan folikelnya akan mulai bertumbuh. Pematangan
folikel primordial terjadi mula-mula sel disekeliling ovum berlipat
ganda kemudian diantara sel-sel ini timbul sebuah rongga yang
berisi cairan yang disebut liquor folliculi. Ovum sendiri terdesak
ke pinggir dan terdapat ditengah tumpukan sel yang menonjol ke
dalam rongga folikel. Dengan tumbuhnya folikel, jaringan ovarium
sekitar folikel tersebut terdesak keluar dan membentuk 2 lapisan
yaitu theca interna yang banyak pembuluh darah dan theca externa
yang terdiri dari jaringan ikat yang padat. Folikel yang matang ini
disebut folikel de graff. Sebelum pubertas folikel de graff hanya
terdapat pada lapisan dalam dari korteks ovarium dan tetap tinggal
di lapisan tersebut. Setelah pubertas juga terbentuk di lapisan
luar dari korteks. Karena liquor follikuli terbentuk terus maka
tekanan didalam folikel makin tinggi, tetapi untuk terjadinya
ovulasi bukan hanya tergantung pada tekanan tinggi melainkan juga
harus mengalami perubahan-perubahan nekrobiotik pada permukaan
folikel. Pada permukaan ovarium sel-sel menjadi tipis hingga pada
suatu waktu folikel akan pecah dan mengakibatkan keluarnya liquor
folliculi bersama dengan ovum. Keluarnya folikel de graff disebut
ovulasi.18b. Fase Ovulasiovulasi pada wanita yang mempunyai siklus
menstruasi normal 28 hari, ovulasi terjadi 14 hari sesudah
terjadinya menstruasi. Ovulasi merupakan pelepasan suatu oosit,
yang biasanya terjadi pada hari ke-14, yang merupakan titik tengah
siklus rata-rata. Fase ini hanya memakan waktu 2 atau 3 menit.
Peristiwa yang terjadi selama ovulasi adalah pada hari terakhir
atau 2 hari sebelum fase preovulatori, level estrogen sangat
tinggi. Estrogen merangsang hipofisis anterior untuk mensekseri LH
dan hipotalamus untuk mengeluarkan GnRH. GnRH akan lebih
menginduksi peningkatan sekresi FSH dan LH oleh hipofisis. Oleh
karena itu level FSH meningkat dalam dua hari terakhir sebelum
ovulasi, tapi level LH lebih meningkat. LH akan menyebabkan sekresi
hormon-hormon steroid folikuler dengan cepat yang mengandung
sejumlah kecil progesteron untuk pertama kalinya. Dalam waktu
beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa, keduanya dibutuhkan
untuk ovulasi, yaitu teka eksterna (kapsul folikel) mulai
melepaskan enzim proteolitik dari lisosim yang akan melarutkan
dinding kapsul dan akibatnya yaitu melemahnya dinding, menyebabkan
makin membengkaknya seluruh folikel, dan secara bersamaan juga akan
terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang berlangsung cepat ke
dalam folikel, dan prostaglandin setempat akan disekresi dalam
jaringan folikuler. Kedua efek ini akan menyebabkan transudasi
plasma kedalam folikel yang juga berperan dalam pembengkakan
folikel. Akhirnya kombinasi dari pembengkakan folikel dan
degenerasi stigma mengakibatkan pecahnya folikel disertai
pengeluaran ovum. Proses inilah yang dikenal dengan ovulasi.18
c. Fase LutealSelama beberapa jam perrtama sesudah ovum
dikeluarkan dari folikel, sel-sel granulosa dan teka interna yang
tersisa berubah dengan cepat menjadi sel lutein. Sel ini terisi
dengan inklusi lipid yang memberikan tampilan kekuningan. Proses
ini disebut luteinisasi dan seluruh massa dari sel bersama-sama
disebut korpus luteum. Perubahan sel-sel granulosa sel teka menjadi
sel lutein sangat bergantung pada LH yang dihasilkan oleh kalenjar
hipofisis anterior. Sel-sel granulosa yang terdapat dalam retikulum
endoplasma halus yang luas membentuk sejumlah besar hormon seks
wanita yaitu progesteron dan estrogen, tetapi lebih banyak
progesteron. Pecahnya folikel memulai serangkaian morfologis dan
perubahan kimia menuju transformasi ke korpus luteum. Membran
basement akan memisahkan granulosa lutein dan sel teka lutein yang
rusak, dan 2 hari setelah ovulasi, pembuluh darah dan kapiler
mengisi lapisan sel granulosa. Neovaskularisasi yang cepat dari
granulosa avaskuler mungkin disebabkan oleh berbagai faktor
angiogenik. Termasuk faktor pertumbuhan endotel vaskuler dan
lain-lain yang dihasilkan sebagai respon terhadap LH oleh teka
lutein dan sel granulosa lutein. Selama luteinisasi, sel-sel ini
mengalami hipertrofi dan meningkatkan kapasitas mereka untuk
mensintesis hormon. Estrogen khususnya dan progesteron dalam jumlah
sedikit yang disekresi oleh korpus luteum selama tahap luteal dari
siklus ovarium mempunyai efek umpan balik yang kuat terhadap
kelenjar hipofisis anterior dalam mempertahankan kecepatan sekresi
FSH maupun LH yang rendah. Selain dari itu sel lutein juga
mensekresi sejumlah hormon inhibin yang menghambat sekresi dari
kelenjar hipofisis anterior khususnya FSH. Sebagai akibatnya
konsentrasi FSH dan LH dalam darah turun rendah dan hilangnya
hormon ini menyebabkan korpus luteum berdegenarasi secara
menyeluruh, suatu proses yang disebut involusi korpus luteum.
Involusi akhir terjadi pada hampir tepat 12 hari dari masa hidup
korpus luteum yang merupakan hari ke-26 dari siklus wanita normal
menjadi apa yang disebut korpus albikans yang nantinya akan
digantikan oleh jaringan ikat 2 hari sebelum menstruasi mulai.
Kurangnya sekresi estrogen, progesteron dan inhibin dari korpus
luteum akan menghilangkan umpan balik halangan dari kelenjar
hipofisis anterior, memungkinkan kelenjar kembali meningkatkan
sekresi FSH, dan setelah beberapa hari kemudian sedikit
meningkatkan jumlah LH. FSH dan LH akan merangsang pertumbuhan
folikel baru untuk memulai siklus ovarium yang baru. Tergantung
apakah terjadi konsepsi (pembuahan) atau tidak, corpus luteum dapat
menjadi corpus luteum graviditatum atau corpus luteum
menstruationum.182. Siklus EndometriumSelama kehidupan reproduksi,
endometrium terus-menerus mengalami perubahan siklik. Setiap siklus
umumnya melewati empat tahap yang sesuai dengan aktivitas hormon
ovarium dan dapat diidentifikasi melalui biopsy endometrium atau
pemeriksaan multi hormon. Siklus endometrium terdiri dari 4
fase:18a. Fase menstruasi atau DeskuamasiKira-kira 2 hari sebelum
akhir siklus bulanan korpus luteum tiba-tiba berinvolusi dan
hormon-hormon ovarium estrogen dan progesteron menurun dengan tajam
sampai kadar sekresi yang rendah kemudian terjadilah menstruasi.
Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron
secara tiba-tiba terutama progesteron pada akhir siklus ovarium
bulanan. Efek pertama adalah penurunan rangsangan terhadap sel
endometrium oleh kedua hormon ini diikuti dengan cepat oleh
involusi endometrium menjadi kira-kira 65% dari ketebalan semua.
Pada masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai
dengan perdarahan. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut
dengan stratum basal, stadium ini berlangsung 4 hari. Dengan haid
itu keluar darah, potongan-potongan endometrium dan lendir dari
serviks.18b. Fase Post Menstruasi atau Stadium RegenerasiLuka
endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium secara
berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir
yang baru yang tumbuh dari sel-sel epitel kelenjar endometrium
kurang lebih 0,5 mm, stadium sudah mulai waktu stadium menstruasi
dan berlangsung kurang lebih selama 4 hari.18c. Fase
ProliferatifFase proliferative dapat berbeda-beda dalam hal durasi
tapi biasanya konsisten pada masing-masing individu. Dalam fase ini
endometrium tumbuh menjadi setebal kurang lebih 3,5 mm. Fase ini
berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Fase
proliferasi dapat dibagi dalam 3 subfase, yaitu:181. Fase
Proliferasi AwalFase proliferasi awal dimulai kira-kira pada hari
ke-4 atau ke-5 siklus, tepat sebelum akhir menstruasi, dan
berlangsung selama 2-3 hari. Akhir fase ini bertepatan dengan hari
ke-9 siklus haid. Fase ini dikenal dari epitel permukaan yang tipis
dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar.
Kelenjar kebanyakan lurus, pendek, dan sempit. Bentuk kelenjar ini
merupakan ciri khas fase proliferasi, sel-sel kelenjar mengalami
mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukkan suasana fase menstruasi
dimana terlihat perubahan-perubahan involusi dari kelenjar yang
berbentuk kuboid. Stroma padat dan sebagian menunjukkan aktivitas
mitosis, sel-selnya berbentuk bintang dan lonjong dengan
tonjolan-tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar
karena sitoplasma relatif sedikit.182. Fase MidproliferatifFase
midproliferatif bertepatan dengan hari ke-10 siklus. Permukaan
endometrium lebih teratur, kelenjar lebih berkelok-kelok, dan
sel-sel kelenjar pseudostratisfied. Ketebalan endometrium
meningkat.183. Fase Proliferasi AkhirFase ini berlangsung pada hari
ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal dari permukaan
kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel
kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan
padat.18d. Fase SekresiFase ini dimulai sesudah ovulasi dan
berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Selama sebagaian
besar separuh akhir siklus bulanan setelah ovulasi terjadi,
progesteron dan estrogen disekresi dalam jumlah besar oleh korpus
luteum. Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan pada
endometrium selama siklus endometrium ini, sedangkan progesteron
menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik
dari endometrium. Pada fase ini endometrium ini kira-kira tebalnya
tetap, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang,
berkelok-kelok dan mengeluarkan getah yang semakin lama semakin
nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang
kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Fase ini
dibagi atas:181. Fase Sekresi DiniDalam fase ini endometrium lebih
tipis daripada fase sebelumnya karena kehilangan cairan, tebalnya
4-5 mm. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa lapisan yaitu:18a.
Stratum basal, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang
berbatasan dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif,
kecuali mitosis pada kelenjar.b. Stratum spongiosum, yaitu lapisan
tengah berbentuk anyaman seperti spons. Ini disebabkan oleh banyak
kelenjar yang melebar dan berkelok-kelok dan hanya sedikit stroma
diantaranya.c. Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat.
Saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret dan stromanya
edema.2. Fase Sekresi LanjutEndometrium dalam fase ini tebalnya 5-6
mm. Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini,
dengan endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang
berkelok-kelok dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal
untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel stroma
bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika terjadi
kehamilan.18
Gambar 1. Hubungan antara hipotalamus, hipofisis, ovarium dan
endometrium.2.3 REMAJA2.3.1 DefinisiRemaja berasal dari kata latin
adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolesence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup
kematangan mental, emosional sosial dan fisik.19Remaja sebenarnya
tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan
anak tetapi tidak juga pada golongan dewasa atau tua. Masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena
remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki
status anak. Ottorank mengatakan bahwa masa remaja masa perubahan
drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan
daradjat mengatakan masa remaja adalah masa dimana muculnya
berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan
fisik yang lebih jelas dan daya pikir yang matang. Remaja
didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan
dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja
seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan
lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi
masih tergantung pada orang lain (tidak mandiri), maka dimasukkan
kedalam kelompok remaja.19Ditinjau dari sisi bahwa remaja belum
mampu menguasai fungsi fisik dan psikisnya secara optimal, remaja
termasuk golongan anak. Untuk hal ini, remaja dikelompokkan menurut
rentang usia sesuai dengan sasaran pelayanan kesehatan anak.
Disesuaikan dengan konvensi tentang hak-hak anak dan UU RI no. 23
tahun 2002 terntang perlindungan anak, remaja berusia antara 10-18
tahun. Sedangkan menurut UU No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan
anak, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan
adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum
kawin.19Menurut undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak
dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu
umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak
laki-laki. Sementara itu, menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun. Menurut
Soetjiningsih dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa berdasarkan
dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua
remaja akan melewati tahapan berikut:191. Masa remaja awal dan dini
(Early adolescene) : umur 11-13 tahun.2. Masa remaja pertengahan
(Middle adolescene) : umur 14-16 tahun.3. Masa remaja lanjut (late
adolescene) : umur 17-20 tahun.Tahapan ini mengikuti pola yang
konsisten untuk masing-masing individu. Walaupun setiap tahap
mempunyai ciri tersendiri walau tidak memilki batas yang jelas,
karena proses tumbuh kembang berlangsung secara
berkesinambungan.192.3.2. Akne Vulgaris Pada RemajaMenurut litt
respon kulit sebagai suatu ciri kelamin sekunder selama masa
pubertas, menggambarkan peningkatan kadar androgen dengan
bertambahnya ukuran dan sekresi folikel sebasea dan sekresi
kelenjar apokrin, manifestasi yang paling sering dijumpai adalah
timbulnya jerawat. Adanya akne dapat membuat hidup menjadi tidak
menyenangkan, dan akne sering sekali terjadi pada orang-orang yang
berusia belasan dan dua puluhan tahun, yang merupakan kelompok umur
yang paling tidak siap menghadapi dampak psikologis akne. Bagian
wajahlah yang paling sering terkena akne, dan bagi remaja wajah
bernilai penting, yang berkaitan dengan pengembangan citra dirinya.
Pada masa-masa ketika akne menyerang, hubungan utama selain dengan
keluarganya dan lingkungan teman-teman sesama jenis yang erat
menjadi semakin penting. Hendaknya disadari pula jika dampak
psikologis dari akne tidak selalu berhubungan dengan derajat
keparahan sebagaimana yang dianggap orang-orang.19Melainkan ada
beberapa faktor penyebab peningkatan akne. Salah satunya adalah
faktor hormonal dan kelebihan keringat yang akan mempengaruhi
eksaserbasi. Pada wanita, 60-70% akne yang diderita menjadi lebih
parah beberapa hari sebelum menstruasi dan menetap sampai seminggu
setelah menstruasi. Hal tersebut merupakan yang paling dikeluhkan
remaja tiap menjelang mesntruasi.19Hormon progesteron dianggap
bertanggung jawab untuk merangsang aktivitas kelenjar sebasea pada
wanita. Terdapat penelitian lain menunjukkan bahwa dosis fisiologis
dari progesteron eksogen dalam prepubertal anak laki-laki dan
perempuan tidak merangsang kelenjar sebasea. Sekresi sebum berubah
secara signifikan sepanjang siklus menstruasi, bahkan dengan
tingkat fluktuasi lebih lanjut memberikan bahwa dengan
ketidakstabilan hormon progesteron akan meningkatkan sekresi
kelenjar sebasea pada wanita.20
2.4 Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka teori
2.5 Kerangka Konsep
Hiperkeratinisasi duktus sebaseus
Akne VulgarisMenstruasi
Meningkatnya produksi sebum
Gambar 3. Kerangka KonsepKeterangan:: Variabel independen:
Variabel dependen: Variabel antara2.6 Hipotesa PenelitianHipotesa
dari penelitian ini adalah:H0: Tidak ada hubungan menstruasi dengan
angka kejadian akne vulgaris.H1: Ada hubungan menstruasi dengan
angka kejadian akne vulgaris.
2.7 Definisi operasional dan kriteria objektif2.7.1 Variabel
Dependen1. Akne vulgarisa. Definisi operasional: Akne vulgaris
adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya
terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri.15b. Cara ukur:
Melihat hasil kuisonerc. Alat ukur: check list d. Kriteria
objektif:- Tidak menderita: Tidak sedang berjerawat- Menderita:
Sedang berjerawat2.7.2 Variabel Independen1. Menstruasia. Definisi
operasional: Menstruasi/haid ialah perdarahan secara periodik dan
siklik dari uterusnya, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium
yang hanya terjadi pada primata betinab. Cara ukur: melihat hasil
kuisonerc. Alat ukur: check list d. Kriteria objektif:- Sebelum
siklus menstruasi: Akne timbul sebelum menstruasi- Saat siklus
menstruasi: Akne timbul saat menstruasi- Sesudah siklus menstruasi:
Akne timbul sesudah menstruasi
BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1. Jenis dan Rancangan
PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian analitik untuk
mengetahui hubungan menstruasi terhadap angka kejadian akne
vulgaris pada remaja di SMA Negeri 17 Makassar dengan menggunakan
metode cross sectional study.3.2. Tempat dan Waktu PenelitianTempat
dilakukan penelitian adalah SMA Negeri 17 Makassar dan penelitian
dilakukan pada bulan Oktober 2015.3.3. Populasi dan Sampel
Penelitian3.3.1. PopulasiPopulasi merupakan seluruh subjek atau
objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya
subek atau objek yang dipelajari tetapi seluruh karakteristik atau
sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut. Populasi dalam
penelitian ini adalah remaja puteri kelas I, II, III dengan jumlah
405 siswi yang berada di SMAN 17 Makassar.3.3.2. SampelSampel
merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karateristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dalam
penelitian ini adalah siswi yang berada di SMAN 17 Makassar.3.3.2.1
Teknik SamplingPengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental
sampling, yaitu dilakukan dengan melibatkan siswi SMA Negeri 17
Makassar.3.3.2.2. Jumlah SampelJumlah sampel yang diambil yaitu
sebanyak 80 siswi.
= 80Keterangan:n= sampelN= populasid= derajat kesalahan3.4.
Kriteria Seleksi3.4.1. Kriteria Inklusia) Terdaftar sebagai siswi
SMA Negeri 17 Makassar.b) Berusia 14-18 tahunc) Menderita akne
vulgaris maupun tidak menderita akne vulgaris sebelum, saaat dan
sesudah menstruasi.3.4.2. Kriteria Ekslusia) Siswi yang tidak
mengisi kuisioner secara lengkap.b) Siswi yang mengkonsumsi diet
tinggi lemak.c) Siswi yang mengonsumsi susu penambah berat badan.d)
Siswi yang mengonsumsi obat penambah berat badan.e) Siswi yang
memiliki riwayat keluarga (genetik) yang menderita Akne
vulgaris.3.5. Instrumen PenelitianInstrumen yang digunakan dalam
penilitian ini adalah kuisioner. 3.6. Teknik Pengumpulan DataTeknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan kembali
kuisioner yang telah dibagikan kepada siswi.3.7. Manejemen Dataa.
observasib. pengeditan data dilakukan dengan cara memasukkan data
yang telah dikumpulkan dengan memeriksa kembali data yang
diperoleh/dikumpulkan.c. pengolahan data dan analisis data
dilakukan dengan komputer memakai program SPSS versi 21 dengan uji
Chi Squared. data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel
secara analitik.3.8. Etika Penelitian1. Sebelum memberikan
persetujuan tertulis peneliti akan memberikan penjelasan secara
lisan.2. Setiap subjek akan dijamin kerahasian akan informasi yang
diberikan.3. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu
meminta izin kepada instansi dan pihak yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA1. Robbins & Cotran. Integumen dalam: Dasar
Patologis Penyakit edisi 7. Jakarta: EGC, 2009:7182. Davey,
Patrick. Akne, rosasea dan hidradenitas dalam: At a Glance
Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series, 2005: 2023. Tjekyan,
R.M Suryadi. Kejadian dan Faktor Risiko Akne Vulgaris. Jurnal
Kedokteran Media Medika Indonesiana FK UNDIP volume 43. no.1,
20084. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates, 2000:
35-455. Hendrata, D.S, Rahma, A. Acne Vulgaris dalam: Dermatologi.
Jakarta: Penerbit FK UI. 20046. Price, Sylvia A. Lorraine M.
Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC, 20067. Behrman, dkk. Akne dalam: Nelson Ilmu
Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta: EGC8. Simon C. Acne Vulgaris.
Oxford University Press, 20129. Baziad, M. Ali. Menstruasi dalam:
Endokrin dan Ginekologi. Jakarta: Media Aesculapius, 200810.
Harrison. Gangguan menstruasi dan fungsi seksual pada perempuan
dalam: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13 vol. 1,
Jakarta: ECG, 32111. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF.
Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri William (Williams Obstetri).
Edisi XVIII. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005; 599-2612.
Djuanda, Adhi. Akne dan rosasea dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2005:25413. Bhate, K., H.C. Williams. Epidemiology of
Acne Vulgaris. British Journal of Dermatology. 2013 March; 168(3):
47448514. NB Simpson, Cunliffe WJ. Disorders of Sebaceus glands.
In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editor. Rooks
Textbook of Dermatology. 7th ed. Oxford: Blackwell publishing.
200415. Burns, Tony. Brown, Robin G. Akne, erupsi akneformis dan
rosasea dalam: Lecture Notes Dermatologi edisi 8.Jakarta: Airlangga
Medical Series. 2005: 5916. Brown, G.B. Acne Vulgaris ed. Lecture
Notes Dermatology. Jakarta. Erlangga. 200517. Magin P, Adams J,
Heading G, Pond D, Smith W. The causes of acne: a Qualitative Study
of Patient Perceptions of Acne Causation and Their Implications for
Acne Care. British Of Journal Dermatology 2006.18. Wiknjosastro H.
Haid dan Siklusnya. Dalam: Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka. 2006.19. Santrock, John W. Adolescence
Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. 2006.20. Graham, R. Akne,
Erupsi Akneiformis, dan rosasea. Dalam: Dermatologi. Edisi
Kedelapan. Jakarta: Erlangga. 2007
26