1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecantikan dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena dengan kecantikan dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha untuk mencapai hal itu, misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi plastik. Walau harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak masalah yang penting bisa mempercantik atau mempertampan diri. Akhir-akhir ini banyak orang terkena penyakit bell’s palsy. Bell’s palsy adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kecantikan dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena dengan
kecantikan dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha
untuk mencapai hal itu, misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi plastik.
Walau harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak masalah yang
penting bisa mempercantik atau mempertampan diri. Akhir-akhir ini banyak orang
terkena penyakit bell’s palsy.
Bell’s palsy adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus
cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen
stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian
dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini
dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau paralisis, ketidak
simetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri), serta
distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri karena membuat orang
menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik karena mulut mencong,
mata tidak bisa berkedip, mata berair, dll (Attaufiq,2011).
Kata Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari nama seorang dokter dari abad 19, Sir
Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan menghubungkan
dengan kelainan pada saraf wajah.
2
Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, secara pasti sulit ditentukan. Data yang
dikumpulkan dari empat Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s Palsy
sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–50 tahun,
peluang untuk terjadinya pada wanita dan pria sama. Tidak didapati perbedaan
insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan
adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan (Annsilva,2010).
Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan peran fisioterapi. Karena itu penulis tertarik
untuk mengangkat judul karya tulis ilmiah ”PENATALAKSANAAN
FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY SINISTRA DENGAN MODALITAS
ELECTRICAL STIMULATION DAN MASSAGE”.
1.2 Identifikasi Masalah
Functional impairment, yaitu adanya kelemahan pada otot (paralysis) pada
salah satu sisi wajah, gangguan sensorik (sensasi rasa), asimetris antara kedua sisi
wajah, dan hipotonus ( penurunan kekuatan otot).
Limitation in activity, yaitu lebih mencakup pada kemampuan fungsionalnnya,
seperti : ketidakmampuan menggerakkan beberapa otot pada salah satu sisi wajah.
Participant restriction, yaitu lebih mengarah pada permasalahan bersosialisasi
terhadap lingkungan sekitarnya, seperti : kurang percaya diri untuk mengikuti
kegiatan di lingkungan masyarakat.
3
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang timbul pada Bell’s Palsy maka penulis ingin
mengetahui:
1. Bagaimanakah pemberian Electrical Stimulation dapat membantu meningkatkan
kekuatan otot dan mendidik otot secara individual pada wajah sebelah kiri ?
2. Bagaimanakah pemberian massage dapat memelihara sifat fisiologis otot,
Mengurangi rasa kaku pada wajah, dan mencegah spasme pada sisi yang sehat ?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian proposal ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan ujian akhir semester lima
pada mata kuliah Metodologi Riset (Met. riset)
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengaruh Electrical Stimulation dan Massage
terhadap permasalahan dari pasien dengan kondisi Bell’s Palsy seperti
kelemahan otot-otot wajah pada sisi kiri yang mengakibatkan adanya
keterbatasan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah.
4
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Menambah wawasan bagi penulis khususnya dalam penelitan
tentang Penatalaksanaan Bell’s Palsy dengan modalitas Electrical
Stimulation dan Massage.
.
1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan atau
sebagai bahan referensi berkaitan dengan kondisi Bell’s Palsy dengan
modalitas Electrical Stimulation dan Massage..
1.5.3 Bagi masyarakat
Dapat memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga,
masyarakat sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui gambaran
Bell’s Palsy dan fisioterapi dapat mengatasinya dengan modalitas
Electrical Stimulation dan Massage.
5
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Bell’s Palsy
2.1.1 Definisi
Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan facialis perifer akibat proses non
supuratif, non neoplasmatik, non degeneratif primer tetapi sangat
dimungkinkan akibat dari adanya oedema jinak pada bagian nervus facialis di
foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen stilomastoideus,
yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta,
1999).
Bell’s Palsy adalah suatu kelumpuhan akut nervus facialis perifer yang
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini biasanya hanya
mengenai satu sisi wajah (unilateral), tetapi dapat pula mengenai kedua sisi
wajah yang sehat dengan bilateral Bell’s Palsy ( Jimmi Sabirin, 1996).
Istilah Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk
kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang
penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada
sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun
pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan
gejala sisa (Lumbantobing, 2006).
6
2.1.2 Etiologi
Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit (Dachlan,2001).
Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab Bell’s Palsy antara
lain sebagai berikut:
1. Teori Infeksi Virus Herpes Zoster
Salah satu penyebab munculnya Bell’s Palsy adalah karena
adanya infeksi virus herpes zoster. Herpes zoster hidup didalam
jaringan saraf. Apabila radang herpes zoster ini menyerang ganglion
genikulatum, maka dapat melibatkan paralisis pada otot-otot wajah
sesuai area persarafannya. Jenis herpes zoster yang menyebabkan
kelemahan pada otot-otot wajah ini sering dikenal dengan Sindroma
Ramsay-Hunt atau Bell’s Palsy (Duus Peter, 1996).
2. Teori Iskemia Vaskuler
Menurut teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis
falopii, secara tidak langsung menimbulkan paralisis pada nervus
facialis. Kerusakan yang ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer
terutama berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang
mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari tekanan langsung pada
sarafnya. Kemungkinan terdapat respon simpatis yang berlebihan
sehingga terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah
dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema sekunder yang
7
selanjutnya menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah
iskemia dan menjadikan parese nervus facialis (Esslen, 1970).
3. Teori herediter
Teori herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang
disebabkan karena faktor herediter berhubungan dengan kelainan
anatomis pada canalis facialis yang bersifat menurun (Hamid, 1991).
4. Pengaruh udara dingin
Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh
darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses
mengubah dari suatu bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan
foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati
daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan
terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan
atau lumpuh.
2.1.3 Patofisiologi
Patologi berarti ilmu tentang penyakit, menyangkut penyebab dan sifat
penyakit tersebut. Patologi yang akan dibicarakan adalah mengenai pengaruh
udara dingin yang menyebabkan Bell’s Palsy (Dachlan, 2001)
Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah
leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi dan mengakibatkan
foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah
8
tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang
menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan atau kelumpuhan.
2.1.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy
adalah: adanya kelemahan otot pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat
pasien kesulitan melakukan gerakan-gerakan volunter seperti, (saat gerakan
aktif maupun pasif) tidak dapat mengangkat alis dan menutup mata, sudut
mulut tertarik ke sisi wajah yang sehat (mulut mencong), sulit mecucu atau
bersiul, sulit mengembangkan cuping hidung, dan otot-otot yang terkena yaitu
m. frontalis, m. orbicularis oculi, m. orbicularis oris, m. zygomaticus dan m.
nasalis. Selain tanda-tanda motorik, terjadi gangguan pengecap rasa manis,
asam dan asin pada ⅔ lidah bagian anterior, sebagian pasien mengalami mati
rasa atau merasakan tebal-tebal di wajahnya.
Tanda dan gejala klinis pada Bell’s Palsy menurut (Chusid ,1983)
adalah:
a) Lesi diluar foramen stilomastoideus :
Muncul tanda dan gejala sebagai berikut : mulut tertarik ke sisi
mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara gigi dan gusi, sensasi
dalam pada wajah menghilang, tidak ada lipatan dahi dan apabila mata
pada sisi lesi tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan
keluar terus-menerus.
9
b) Lesi di canalis facialis dan mengenai nervus korda timpani :
Tanda dan gejala sama seperti penjelasan pada poin diatas,
ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah ⅔ bagian
anterior dan salivasi di sisi lesi berkurang. Hilangnya daya pengecapan
pada lidah menunjukkan terlibatnnya nervus intermedius, sekaligus
menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda
timpani bergabung dengan nervus facialis di canalis facialis.
c) Lesi yang tinggi dalam canalis facialis dan mengenai muskulus
stapedius :
Tanda dan gejala seperti penjelasan pada kedua poin diatas,
ditambah dengan adanya hiperakusis (pendengaran yang sangat tajam).
d) Lesi yang mengenai ganglion genikuli :
Tanda dan gejala seperti penjelasan pada ketiga poin diatas,
disertai dengan nyeri dibelakang dan didalam liang telinga dan
dibelakang telinga.
e) Lesi di meatus akustikus internus :
Tanda dan Gejala sama seperti kerusakan pada ganglion genikuli,
hanya saja disertai dengan timbulnya tuli sebagai akibat terlibatnya
nervus vestibulocochlearis.
10
f) Lesi di tempat keluarnya nervus facialis dari pons :
Tanda dan gejala sama seperti di atas disertai tanda dan gejala
tapping, friction dan tapotemen (hacking, claping, beating,
pounding). Pada kasus Bell’s Palsy teknik massage yang
23
diberikan yaitu stroking, effleurage, finger kneading dan
tapping.
Stroking atau gosokan ringan adalah manipulasi yang
ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan
tangan satu atau permukaan kedua belah tangan dan arah
gerakannya tidak tentu. Efek stroking adalah penenangan dan
mengurangi rasa nyeri. (Tappan, 1988)
Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan
yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan
tangan, sebaiknya diberikan dari dagu ke atas ke pelipis dan dari
tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Ini harus
dikerjakan secara gentle dan menimbulkan rangsangan pada
otot-otot wajah. Efek dari effleurage adalah membantu
pertukaran zat-zat dengan mempercepat peredaran darah dan
limfe yang letaknya dangkal, menghambat proses peradangan.
Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan
jari-jari dengan cara memberikan tekanan dan gerakan
melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi
dengan arah gerakan menuju ke telinga. Efek dari finger
kneading adalah memperbaiki peredaran darah dan memelihara
tonus otot.
24
Tapping adalah manipulasi yang diberikan dengan tepukan
yang ritmis dengan kekuatan tertentu, untuk daerah wajah
dilakukan dengan ujung-ujung jari. Efek dari tapping adalah
merangsang jaringan dan otot untuk berkontraksi.
c. Aplikasi massage
Pemberian massage wajah pada kondisi Bell’s Palsy
bertujuan untuk mencegah terjadinya perlengketan jaringan
dengan cara memberikan penguluran pada jaringan yang
superfisial yakni otot-otot wajah. Dengan pemberian massage
wajah ini akan terjadi peningkatan vaskularisasi dengan
mekanisme pumping action pada vena sehingga memperlancar
sirkulasi darah dan limfe. Efek rileksasi dapat dicapai dan
elastisitas otot dapat tetap terpelihara serta mencegah timbulnya
perlengketan jaringan dan kontraktur otot dapat dicegah
(Douglas, 1902). Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali
sehari. Massage ini membantu mempertahankan tonus otot
wajah agar tidak kaku (Chusid 1983).
25
Gerakan massage dapat diamati dari gambar berikut ini :
Gambar 2.5
Arah gerakan Massage pada wajah (Maxwell,1987).
d. Indikasi Massage
Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian
massage, antara lain: spasme otot, nyeri, oedema, kasus-kasus
perlengketan jaringan, kelemahan otot jaringan, dan kasus-
kasus kontraktur.
e. Kontra Indikasi Massage
Masssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus,
ada beberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi
pemberian massage, yaitu: darah yang mengalami infeksi,
penyakit-penyakit dengan ganguan sirkulasi, seperti:
tromboplebitis, arteriosclerosis berat, adanya tumor ganas,
daerah peradangan akut, jerawat akut,sakit gigi, dan luka bakar.
26
2.3 Konsep Kerangka Berfikir
Bell’s palsy adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus
cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen
stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun
demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral.
Penyakit ini dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau
paralisis, ketidak simetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah
(kanan dan kiri), serta distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri
karena membuat orang menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik
karena mulut mencong, mata tidak bisa berkedip, mata berair, dll
(Attaufiq,2011).
Evaluasi dari pemberian modalitas Electrical Stimulation arus Faradik
diharapkan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki
perasaan gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta bertujuan untuk
mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini
rangsangan gerak dari otak tidak dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang
disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang sehingga diperlukan
bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot.
Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali
otot- otot yang lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan
kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.
Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot
wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah,
27
selain itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah.
Stroking memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri, Efflurage dapat
membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan
mempercepat peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki
peredaran darah dan memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari
dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan massage tersebut
maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial
timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.
28
2.4 Skema Kerangka Berpikir
Bell’s Palsy
Faktor Intrinsik Ischemic Vaskuler Herediter
Faktor Ekstrinsik Virus Herpes Zoster Paparan udara dingin
Etiologi tidak diketahui jelas
Permasalahan kapasitas fisik Penurunan kekuatan otot Gangguan sensorik (paralysis Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi kiri Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan
(sehat)Permasalahan keterbatasan fungsi mata kiri tidak bisa menutup rapat, berkumur dan minum
mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul disisi kiri saat mengunyah
Electrical Stimulasi
Massage
Evaluasi MMT Skala Ugo Fisch
Hasil Meningkatkan
kekuatan otot Mencegah
spasme otot Memperbaiki
ganggaun sensorik
Memperbaiki kosmetika
29
III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat
Penelitian pada pasien Bell’s Palsy sebelah Sinistra dilakukan di RSUP
Bukittinggi.
3.1.2 Waktu
Waktu penelitian studi kasus ini dilaksanakan pada 18 desember 2012.
3.2 Rancangan Studi Kasus
Pada penelititan ini metode yang digunakan adalah studi kasus. Studi
kasus yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu
kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal disini berarti mengambil satu
sampel yang di analisa secara mendalam baik dari segi keadaan kasus, faktor
penyebab, kejadian yang berhubungan dengan kasus serta tindakannya
(Notoadnodjo). Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang di teliti. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa agar
diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai gambaran keadaan
populasi yang sebenarnya. Dengan demikian sampel harus refresentatif (Ari
Kunto, 2002).
Sampel dalam studi kasus ini adalah satu orang dengan karakteristik dari
keseluruhan pasien yang menderita Bell’s Palsy. Teknik ini diambil dengan
30
alasan memperluas ruang lingkup penelitian serta ingin mendapatkan hasil yang
lebih akurat, sehingga hanya mengambil sampel dengan jumlah yang lebih kecil.
Penelitian ini dilakukan sebanyak 6 kali tindakan terapi dengan menggunakan
modalitas Electrical Stimulation dan Massage dan harapannya adalah dapat
memperbaiki kosmetika dan meningkatkan kekuatan otot-otot wajah.
3.3 Uraian Studi Kasus
Tindakan pemeriksaan untuk kondisi Bell’s Palsy disamping informasi dari
bagian medik, terapi juga membutuhkan informasi dari pasien untuk dapat
mengetahui pencetus Bell’s Palsy sehingga akan memudahkan dalam
penanganan. Data yang dapat dikumpulkan untuk menegakkan diagnosis
diperoleh melalui :
3.3.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan pengumpulan data dengan melakukan tanya
jawab dengan sumber data. Dengan anamnesis dapat diperoleh data-data
yang dibutuhkan dalam menentukan diagnosa dan terapi latihan yang akan
diberikan. Anamnesis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a. Autoanamnesis adalah anamnesis yang dilakuakn lagsung kepada
pasien yang bersangkutan.
b. Heteroanamnesis adalah anamnesis yang dilakukan kepada orang
lain, dilakukan jika sulit melakukan anamnesis langsung kepada
pasien.
Anamnesis dapat diklasifikasikan menjadi anamnesis umum dan
anamnesis khusus.
31
1. Anamnesis umum
Anamnesis umum berisi tentang identitas pasien secara
lengkap. Dalam anamnesis ditemukan data seperti (1) nama, (2) umur,
(3) jenis kelamin, (4) agama, (5) pekerjaan, (6) alamat. Data yang
diperoleh akan digunakan untuk tujuan terapi akhir yang
diprogramkan dan disesuaikan dengan kegiatan keseharian dari
pasien.
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan satu atau lebih gejala
dominan yang mendororng pasien mencari pertolongan atau
pengobatan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Adalah pertanyaan yang mewakili keadaan pasien
sekarang mulai dari awal kejadian penyakit, hal-hal yang
dirasakan pasien saat awal kejadian penyakit sampai pasien
tersebut mencari pengobatan. Adapun keluhan utama pada
pasien dengan Bell’s Palsy, yaitu rasa kaku atau tebal di satu
sisi wajah dan sulit menggerakkan otot-otot wajah.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adalah pertanyaan yang diarahkan kepada penyakit-
penyakit yang berkaitan dengan munculnya penyakit atau
keluhan sekarang (Mardiman, 1994).
32
4) Riwayat pribadi
Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-
hari yang dilakukan pasien menyangkut hobi atau kebiasaan
yang berkaitan dengan penyebab bell’s palsy.
5) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga adalah penyakit-penyakit yang
bersifat menurun dari orang tua atau keluarga yang lain
(Heredo Familial), yang berhubungan dengan bell’s palsy.
2. Anamnesis khusus
Anamnesis khusus merupakan data informasi tentang keluhan
utama pasien, dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang belum
diungkapkan penderita dan untuk melengkapi anamnesis yang belum
tercakup diatas, antara lain: kepala dan leher, Kardiovaskuler,