Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecantikan dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena dengan kecantikan dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha untuk mencapai hal itu, misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi plastik. Walau harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak masalah yang penting bisa mempercantik atau mempertampan diri. Akhir-akhir ini banyak orang terkena penyakit bell’s palsy. Bell’s palsy adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat
64

Proposal bell's palsy

Nov 29, 2014

Download

Health & Medicine

 
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal bell's palsy

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kecantikan dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena dengan

kecantikan dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha

untuk mencapai hal itu, misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi plastik.

Walau harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak masalah yang

penting bisa mempercantik atau mempertampan diri. Akhir-akhir  ini banyak orang

terkena penyakit bell’s palsy.

Bell’s palsy  adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus

cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen

stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian

dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini

dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau paralisis, ketidak

simetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri), serta

distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri karena membuat orang

menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik karena  mulut mencong,

mata tidak bisa berkedip, mata berair, dll (Attaufiq,2011).

Kata Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari nama seorang dokter dari abad 19, Sir

Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan menghubungkan

dengan kelainan pada saraf wajah.

Page 2: Proposal bell's palsy

2

Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, secara pasti sulit ditentukan. Data yang

dikumpulkan dari empat Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s Palsy

sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–50 tahun,

peluang untuk terjadinya pada wanita dan pria sama. Tidak didapati perbedaan

insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan

adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan (Annsilva,2010).

Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan peran fisioterapi. Karena itu penulis tertarik

untuk mengangkat judul karya tulis ilmiah ”PENATALAKSANAAN 

FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY SINISTRA DENGAN MODALITAS

ELECTRICAL  STIMULATION  DAN  MASSAGE”.

1.2 Identifikasi Masalah

Functional impairment, yaitu adanya kelemahan pada otot (paralysis) pada

salah satu sisi wajah, gangguan sensorik (sensasi rasa), asimetris antara kedua sisi

wajah, dan hipotonus ( penurunan kekuatan otot).

Limitation in activity, yaitu lebih mencakup pada kemampuan fungsionalnnya,

seperti : ketidakmampuan menggerakkan beberapa otot pada salah satu sisi wajah.

Participant restriction, yaitu lebih mengarah pada permasalahan bersosialisasi

terhadap lingkungan sekitarnya, seperti : kurang percaya diri untuk mengikuti

kegiatan di lingkungan masyarakat.

Page 3: Proposal bell's palsy

3

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang timbul pada Bell’s Palsy maka penulis ingin

mengetahui:

1. Bagaimanakah pemberian Electrical Stimulation dapat membantu meningkatkan

kekuatan otot dan mendidik otot secara individual pada wajah sebelah kiri ?

2. Bagaimanakah pemberian massage dapat memelihara sifat fisiologis otot,

Mengurangi rasa kaku pada wajah, dan mencegah spasme pada sisi yang sehat ?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian proposal ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan ujian akhir semester lima

pada mata kuliah Metodologi Riset (Met. riset)

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pengaruh Electrical Stimulation dan Massage

terhadap permasalahan dari pasien dengan kondisi Bell’s Palsy seperti

kelemahan otot-otot wajah pada sisi kiri yang mengakibatkan adanya

keterbatasan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah.

Page 4: Proposal bell's palsy

4

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Menambah wawasan bagi penulis khususnya dalam penelitan

tentang Penatalaksanaan Bell’s Palsy dengan modalitas Electrical

Stimulation dan Massage.

.

1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan atau

sebagai bahan referensi berkaitan dengan kondisi Bell’s Palsy dengan

modalitas Electrical Stimulation dan Massage..

1.5.3 Bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga,

masyarakat sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui gambaran

Bell’s Palsy dan fisioterapi dapat mengatasinya dengan modalitas

Electrical Stimulation dan Massage.

Page 5: Proposal bell's palsy

5

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Bell’s Palsy

2.1.1 Definisi

Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan facialis perifer akibat proses non

supuratif, non neoplasmatik, non degeneratif primer tetapi sangat

dimungkinkan akibat dari adanya oedema jinak pada bagian nervus facialis di

foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen stilomastoideus,

yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta,

1999).

Bell’s Palsy adalah suatu kelumpuhan akut nervus facialis perifer yang

penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini biasanya hanya

mengenai satu sisi wajah (unilateral), tetapi dapat pula mengenai kedua sisi

wajah yang sehat dengan bilateral Bell’s Palsy ( Jimmi Sabirin, 1996).

Istilah Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk

kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang

penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada

sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun

pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan

gejala sisa (Lumbantobing, 2006).

Page 6: Proposal bell's palsy

6

2.1.2 Etiologi

Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit (Dachlan,2001).

Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab Bell’s Palsy antara

lain sebagai berikut:

1. Teori Infeksi Virus Herpes Zoster

Salah satu penyebab munculnya Bell’s Palsy adalah karena

adanya infeksi virus herpes zoster. Herpes zoster hidup didalam

jaringan saraf. Apabila radang herpes zoster ini menyerang ganglion

genikulatum, maka dapat melibatkan paralisis pada otot-otot wajah

sesuai area persarafannya. Jenis herpes zoster yang menyebabkan

kelemahan pada otot-otot wajah ini sering dikenal dengan Sindroma

Ramsay-Hunt atau Bell’s Palsy (Duus Peter, 1996).

2. Teori Iskemia Vaskuler

Menurut teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis

falopii, secara tidak langsung menimbulkan paralisis pada nervus

facialis. Kerusakan yang ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer

terutama berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang

mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari tekanan langsung pada

sarafnya. Kemungkinan terdapat respon simpatis yang berlebihan

sehingga terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah

dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema sekunder yang

Page 7: Proposal bell's palsy

7

selanjutnya menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah

iskemia dan menjadikan parese nervus facialis (Esslen, 1970).

3. Teori herediter

Teori herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang

disebabkan karena faktor herediter berhubungan dengan kelainan

anatomis pada canalis facialis yang bersifat menurun (Hamid, 1991).

4. Pengaruh udara dingin

Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh

darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses

mengubah dari suatu bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan

foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati

daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan

terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan

atau lumpuh.

2.1.3 Patofisiologi

Patologi berarti ilmu tentang penyakit, menyangkut penyebab dan sifat

penyakit tersebut. Patologi yang akan dibicarakan adalah mengenai pengaruh

udara dingin yang menyebabkan Bell’s Palsy (Dachlan, 2001)

Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah

leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi dan mengakibatkan

foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah

Page 8: Proposal bell's palsy

8

tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang

menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan atau kelumpuhan.

2.1.4 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy

adalah: adanya kelemahan otot pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat

pasien kesulitan melakukan gerakan-gerakan volunter seperti, (saat gerakan

aktif maupun pasif) tidak dapat mengangkat alis dan menutup mata, sudut

mulut tertarik ke sisi wajah yang sehat (mulut mencong), sulit mecucu atau

bersiul, sulit mengembangkan cuping hidung, dan otot-otot yang terkena yaitu

m. frontalis, m. orbicularis oculi, m. orbicularis oris, m. zygomaticus dan m.

nasalis. Selain tanda-tanda motorik, terjadi gangguan pengecap rasa manis,

asam dan asin pada ⅔ lidah bagian anterior, sebagian pasien mengalami mati

rasa atau merasakan tebal-tebal di wajahnya.

Tanda dan gejala klinis pada Bell’s Palsy menurut (Chusid ,1983)

adalah:

a) Lesi diluar foramen stilomastoideus :

Muncul tanda dan gejala sebagai berikut : mulut tertarik ke sisi

mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara gigi dan gusi, sensasi

dalam pada wajah  menghilang, tidak ada lipatan dahi dan apabila mata

pada sisi lesi tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan

keluar terus-menerus.

Page 9: Proposal bell's palsy

9

b) Lesi di canalis facialis dan mengenai nervus korda timpani :

Tanda dan gejala sama seperti penjelasan pada poin diatas,

ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah ⅔ bagian

anterior dan salivasi di sisi lesi berkurang. Hilangnya daya pengecapan

pada lidah menunjukkan terlibatnnya nervus intermedius, sekaligus

menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda

timpani bergabung dengan nervus facialis di canalis facialis.

c) Lesi yang tinggi dalam canalis facialis dan mengenai muskulus

stapedius :

Tanda dan gejala seperti penjelasan pada kedua poin diatas,

ditambah dengan adanya hiperakusis (pendengaran yang sangat tajam).

d) Lesi yang mengenai ganglion genikuli :

Tanda dan gejala seperti penjelasan pada ketiga poin diatas,

disertai dengan nyeri dibelakang dan didalam liang telinga dan

dibelakang telinga.

e) Lesi di meatus akustikus internus :

Tanda dan Gejala sama seperti  kerusakan pada ganglion genikuli,

hanya saja disertai dengan timbulnya tuli sebagai akibat terlibatnya

nervus vestibulocochlearis.

Page 10: Proposal bell's palsy

10

f) Lesi di tempat keluarnya nervus facialis dari pons :

Tanda dan gejala sama seperti di atas disertai tanda dan gejala

terlibatnya nervus trigeminus, nervus abducens, nervus

vestibulococlearis, nervus accessorius dan nervus hypoglossus.

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi atau complication berarti penyakit yang timbul kemudian

sebagai tambahan pada penyakit yang sudah ada (Dachlan, 2001). Komplikasi

yang muncul pada pasien Bell’s Palsy merupakan kumpulan gejala sisa paska

terjadinya kelemahan otot-otot wajah. Lumbantobing (2006) menjelaskan

bahwa beberapa di antara penderita Bell’s Palsy, kelumpuhannya sembuh

dengan meninggalkan gejala sisa yang berupa kontraktur, sinkenesis dan

spasme spontan.

Kontraktur terlihat jelas saat otot wajah berkontraksi yang ditandai

dengan lebih dalamnya lipatan nasolabial dan alis mata lebih rendah

dibandingkan sisi yang sehat. Sinkenesis (assosiated movement) dapat terjadi

karena kesalahan proses regenerasi sehingga menimbulkan gerakan otot wajah

yang berasosiasi dengan gerakan otot lain. Misalnya saat mata ditutup, sudut

mulut ikut terangkat. Sedangkan spasme spontan pada otot wajah terjadi bila

pasien Bell’s Palsy mengalami penyembuhan yang inkomplit. Otot-otot wajah

bergerak secara spontan, tidak terkendali. Hal ini disebut juga tic fasialis.

Page 11: Proposal bell's palsy

11

Gejala sisa yang ditimbulkan paska serangan Bell’s Palsy yaitu sindroma

air mata buaya (crocodile tears syndrome) yang merupakan kesalahan

regenerasi saraf salivarius menuju ke glandula lakrimalais. Manifestasinya

berupa keluarnya air mata pada sisi lesi saat pasien makan (Djamil, 2003).

Page 12: Proposal bell's palsy

12

2.2 Anatomi dan Fisiologi

2.2.1 Anatomi Nervus Facialis

Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri

dari:

(1)  Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus

presentralis kortek serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim

serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi dan orbikularis occuli.

(2)  Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari

gyrus presentralis dari sisi yang berlawanan dan mengirim serabut-

serabut saraf ke otot-otot mimik bagian bawah dan platisma (Chusid,

1983).

Serabut-serabut nervus facialis didalam batang otak berjalan melingkari

nucleus nervus abducens sehingga lesi di daerah ini juga diikuti dengan

kelumpuhan nervus abducens. Setelah keluar dari batang otak, nervus facialis

berjalan bersama nervus intermedius yang bersifat sensoris dan sekretorik.

Selanjutnya berjalan berdekatan dengan nervus oktavus bersama-sama masuk

ke dalam canalis austikus internus dan berjalan ke arah lateral, masuk ke

canalis falopii (pars petrosa). Kemudian nervus facialis masuk ke dalam

cavum timpani setelah membentuk ganglion genikulatum. Di dalam cavum

timpani nervus facialis membelok tajam ke arah posterior dan horizontal (pars

timpani). Saraf ini berjalan tepat di atas foramen ovale, kemudian membelok

tegak lurus ke bawah (genu eksternum) di dalam canalis falopii pars

Page 13: Proposal bell's palsy

13

mastoidea. Bagian saraf yang berada didalam canalis falopii pars timpani

disebut nervus facialis pars horizontalis, sedang yang berjalan didalam pars

mastoidea disebut nervus facialis pars vertikalis atau desenden. Saraf ini

keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stylomastoideus. Setelah keluar

dari foramen stylomastoideus, syaraf ini bercabang-cabang dan berjalan di

antara lobus superfisialis dan profundus glandula parotis dan berakhir pada

otot-otot mimik di wajah.

Dalam perjalanan nervus facialis memberikan cabang :

1) Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf melalui

ganglion sfenopalatinum sebagai saraf petrosus superfisialis mayor

yang akan menuju glandula lakrimalis.

2) Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus

superficialis minor yang melalui ganglion otikum membawa serabut

sekreto-motorik ke kelenjar parotis.

3) Dari nervus facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang :

a) Saraf stapedius yang mensarafi m.stapedius. Kelumpuhan

saraf ini menyebabkan hiperakusis.

b) Saraf korda timpani yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan

berfungsi sensorik untuk perasaan lidah (rasa asam, asin dan

manis). Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai serabut

Page 14: Proposal bell's palsy

14

yang bersifat sekreto-motorik yang menuju ke kelenjar liur

submaksilaris dan sublingualis (Chusid, 1983)

    Perjalanan nervus facialis dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1

Perjalanan nervus facialis (Putz dan Pabst, 2006)

Page 15: Proposal bell's palsy

15

2.2.2 Otot-Otot Wajah

Otot-otot pada wajah berserta fungsinya masing-masing dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

                        Tabel 2.1

                        Otot-Otot Wajah Beserta Fungsinya

No Nama Otot Fungsi Persarafan

1 M.Frontalis Mengangkat alis N. Temporalis

2 M.Corrugator

supercili

Mendekatkan kedua

pangkal alis

N. Zigomatikum dan

N.Temporalis

3 M.Procerus Mengerutkan kulit antara

kedua alis

N. Zigomatikum,

N.Temporalis,

N. Buccal

4 M. Orbicularis

Oculli

Menutup kelopak mata N.Fasialis,

N.Temporalis, N.

Zigomatikus

5 M. Nasalis Mengembang

Kan cuping hidung

N. Fasialis

6 M. Depresor anguli Menarik ujung mulut ke N. Fasialis

Page 16: Proposal bell's palsy

16

oris bawah

7 M. Zigomaticum

mayor dan M.

Zigomatikum minor

Tersenyum N. Fasialis

8 M. Orbicularis oris Bersiul N. Fasialis

N. Zigomatikum

9 M. Buccinator Meniup sambil menutup

mulut

N. Fasialis,

N. Zigomatikum,

N. Mandibular,

N. Buccal

10 M. Mentalis Mengangkat dagu N. Fasialis dan

N. Buccal

11 M. Platysma Meregangkan kulit leher N. Fasialis

      

Page 17: Proposal bell's palsy

17

Sedangkan gambar otot-otot wajah dari lateral dapat dilihat pada gambar 2. 3

dibawah ini:

 

Gambar 2.2

           Otot – otot wajah dilihat dari lateral (Putz dan Pabst, 2006

Page 18: Proposal bell's palsy

18

Keterangan Gambar 2.2

1.    M.Frontalis 7. M. Zygomaticum mayor

2.    M.Corrugator supercili 8. M.Zygomaticum minor

3.    M.Procerus 9. M.Orbicularis oris

4.    M.Orbicularis oculi 10. M.Buccinator

5.    M.Nasalis 11. M.Mentalis

6.    M.Depresor anguli oris 12. M.Platysma

2.2.3 Metode dan Teknik Intervensi Fisioterapi

Modalitas yang dipilih untuk mengurangi problematika fisioterapi

pada kasus Bell’s Palsy karena pengaruh udara dingin Electrical

Stimulation dan Massage.

1. Electrical Stimulation dengan Arus Faradik

a. Definisi

Arus faradik adalah arus listrik bolak-balik yang tidak

simetris yang mempunyai durasi 0.01-1 ms dengan frekuensi 50-

100 cy/detik (Akademi Fisioterapi Surakarta, 1998).

b. Fisika dasar arus faradik

Istilah faradik mula-mula digunakan untuk arus yang

keluar dari faradik coil, suatu induction coil. Arus ini merupakan

bolak-balik yang tidak simetris. Tiap cycle terdiri dari dua fase

yang tidak sama. Fase pertama dengan intensitas rendah dan

Page 19: Proposal bell's palsy

19

durasi panjang, sedang fase kedua intensitas tinggi dan durasi

pendek. Berfrekwensi sekitar 50 cycle/detik. Durasi fase kedua

sekitar 1 milisecond (0,001 detik).

c. Modifikasi

Arus faradik pada umumnya dimodifikasi dalam bentuk

surged atau interupted (terputus-putus). Bentuk surged faradik

dapat diperoleh dari mesin-mesin modern. Pengontrol durasi

surged sebaiknya terpisah dengan pengontrol interval sehingga

diperoleh kontraksi yang efektif dari masing-masing penderita.

Bentuk – bentuk surged juga bermacam-macam antara lain

trapezoid, trianguler, saw tooth dan sebagainya.

d. Efek fisiologis

Efek fisiologis terhadap sensoris akan menimbulkan rasa

tertusuk halus dan efek vasodilatasi dangkal, sedangkan efek

terhadap motorik adalah kontraksi tetanik yang akan lebih

mudah menimbulkan kontraksi. Arus faradik lebih enak bagi

pasien karena durasinya pendek.

e. Efek terapeutik

(1) Fasilitasi  kontraksi otot.

Apabila otot mengalami kesulitan untuk

mengadakan  kontraksi, stimulasi elektris dapat

Page 20: Proposal bell's palsy

20

membantunya terutama kontraksi otot yang terhambat oleh

nyeri atau injury yang baru, dimana stimulasi dapat

memberikan fasilitas lewat mekanisme muscle spindel.

(2) Mendidik kembali kerja otot

Stimulasi faradik diberikan untuk mendapatkan

kontraksi dan membantu memperbaiki perasaan gerak.

Otot hanya mengenal gerak, sehingga stimulasi diberikan

untuk menimbulkan gerakan yang normal. Stimulasi ini

merupakan permulaan latihan-latihan aktif.

(3) Melatih otot-otot yang paralysis

Pada kasus saraf perifer, impuls dari otak tidak

sampai pada otot yang disarafi. Akibatnya kontraksi

voluntari hilang. Apabila saraf belum mengalami

degenerasi, stimulasi dengan arus faradik disebelah distal

kerusakan akan menimbulkan kontraksi. Dengan demikian

stimulasi dengan arus faradik dapat digunakan untuk

melatih otot-otot yang paralisis.

(4) Penguatan dan hypertrofi otot-otot

Untuk mendapatkan penguatan dan hypertrofi, otot

perlu berkontraksi dalam jumlah yang cukup serta beban

(tahanan). Kelenturan-kelenturan tersebut harus dipenuhi

bila stimulasi dimaksudkan untuk penguatan. Apabila

suatu otot sangat lemah berat dari bagian tubuh yang

Page 21: Proposal bell's palsy

21

bergerak memberikan cukup beban. Dalam hal ini

stimulasi dapat meningkatkan kekuatan otot.

(5) Memperbaiki aliran darah dan lymfe

Aliran darah dapat dipelancar oleh adanya

pemompaan dari otot yang berkontraksi dan relaksasi.

Efek yang ditimbulkan akan diperoleh secara maksimal

dengan menggunakan arus faradik.

(6) Mencegah dan melepaskan perlengketan jaringan

Apabila terjadi offusi kedalam jaringan maka

perlengketan jaringan akan mudah terjadi. Perlengketan

tersebut dapat dicegah dengan selalu mengerakan struktur-

struktur didaerah tersebut. Jika latihan latihan-latihan aktif

tidak dimungkinkan, stimulation electrical dapat diberikan.

Perlengketan yang telah terjadi dapat dibebankan dan

diulur dengan kontraksi otot (Akademi Fisioterapi

Surakarta, 1998).

f)   Metode pelaksanaan arus faradik

(1) Stimulasi secara group

Pada metode ini semua otot dari suatu group otot

berkontraksi bersama. Satu elektrode dipasang pada nerve

trunk atau daerah origo, sedangkan satu lagi dipasang pada

daerah motor point atau ujung dari muscle belly. Semua

Page 22: Proposal bell's palsy

22

otot dari grup otot berkontraksi bersama sehingga sangat

efektif untuk mendidik otot yang bekerja secara group.

(2) Stimulasi motor point

Keuntungan menggunakan metode motor point

adalah masing-masing otot berkontraksi sendiri-sendiri

dan kontraksinya optimal. Sedangkan kerugian metode ini

ialah apabila otot yang dirangsang banyak, maka sulit

untuk mendapatkan jumlah kontraksi yang cukup untuk

masing-masing otot.

2. Massage

a. Definisi

Massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk

menunjukkan  suatu manipulasi yang dilakukan dengan tangan

yang ditujukan pada jaringan lunak tubuh, untuk tujuan

mendapatkan efek baik pada jaringan saraf, otot, maupun

sirkulasi (Gertrude, 1952).

b. Teknik-teknik massage

Ada beberapa teknik massage, seperti: stroking,

effleurage, petrissage, kneading, finger kneading, picking up,

tapping, friction dan tapotemen (hacking, claping, beating,

pounding). Pada kasus Bell’s Palsy teknik massage yang

Page 23: Proposal bell's palsy

23

diberikan yaitu stroking, effleurage, finger kneading dan

tapping.

Stroking atau gosokan ringan adalah manipulasi yang

ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan

tangan satu atau permukaan kedua belah tangan dan arah

gerakannya tidak tentu. Efek stroking adalah penenangan dan

mengurangi rasa nyeri. (Tappan, 1988)

Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan

yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan

tangan, sebaiknya diberikan dari dagu ke atas ke pelipis dan dari

tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Ini harus

dikerjakan secara gentle dan menimbulkan rangsangan pada

otot-otot wajah. Efek dari effleurage adalah membantu

pertukaran zat-zat dengan mempercepat peredaran darah dan

limfe yang letaknya dangkal, menghambat proses peradangan.

Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan

jari-jari dengan cara memberikan tekanan dan gerakan

melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi

dengan arah gerakan menuju ke telinga. Efek dari finger

kneading adalah memperbaiki peredaran darah  dan memelihara

tonus otot.

Page 24: Proposal bell's palsy

24

Tapping adalah manipulasi yang diberikan dengan tepukan

yang ritmis dengan kekuatan tertentu, untuk daerah wajah

dilakukan dengan ujung-ujung jari. Efek dari tapping adalah

merangsang jaringan dan otot untuk berkontraksi.

c. Aplikasi massage

Pemberian massage wajah pada kondisi Bell’s Palsy

bertujuan untuk mencegah terjadinya perlengketan jaringan

dengan cara memberikan penguluran pada jaringan yang

superfisial yakni otot-otot wajah. Dengan pemberian massage

wajah ini akan terjadi peningkatan vaskularisasi dengan

mekanisme pumping action pada vena sehingga memperlancar

sirkulasi darah dan limfe. Efek rileksasi dapat dicapai dan

elastisitas otot dapat tetap terpelihara serta mencegah timbulnya

perlengketan jaringan dan kontraktur otot dapat dicegah 

(Douglas, 1902). Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali

sehari. Massage ini membantu mempertahankan tonus otot

wajah agar tidak kaku (Chusid 1983).

Page 25: Proposal bell's palsy

25

Gerakan massage dapat diamati dari gambar berikut ini :

Gambar 2.5

         Arah gerakan Massage pada wajah (Maxwell,1987).

d. Indikasi Massage

Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian

massage, antara lain: spasme otot, nyeri, oedema, kasus-kasus

perlengketan jaringan, kelemahan otot jaringan, dan kasus-

kasus kontraktur.

e.  Kontra Indikasi Massage

Masssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus,

ada beberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi

pemberian massage, yaitu: darah yang mengalami infeksi,

penyakit-penyakit dengan ganguan sirkulasi, seperti:

tromboplebitis, arteriosclerosis berat, adanya tumor ganas,

daerah peradangan akut, jerawat akut,sakit gigi, dan luka bakar.

Page 26: Proposal bell's palsy

26

2.3 Konsep Kerangka Berfikir

Bell’s palsy  adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus

cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen

stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun

demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral.

Penyakit ini dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau

paralisis, ketidak simetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah

(kanan dan kiri), serta distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri

karena membuat orang menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik

karena  mulut mencong, mata tidak bisa berkedip, mata berair, dll

(Attaufiq,2011).

Evaluasi dari pemberian modalitas Electrical Stimulation arus Faradik

diharapkan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki

perasaan gerak sehingga diperoleh gerak  yang normal serta bertujuan untuk

mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini

rangsangan gerak dari otak tidak dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang

disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang sehingga diperlukan

bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot.

Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali

otot- otot yang lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan

kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.

Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot

wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah,

Page 27: Proposal bell's palsy

27

selain itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah.

Stroking memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri, Efflurage dapat

membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan

mempercepat peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki

peredaran darah dan memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari

dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan massage tersebut

maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial

timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.

Page 28: Proposal bell's palsy

28

2.4 Skema Kerangka Berpikir

Bell’s Palsy

Faktor Intrinsik Ischemic Vaskuler Herediter

Faktor Ekstrinsik Virus Herpes Zoster Paparan udara dingin

Etiologi tidak diketahui jelas

Permasalahan kapasitas fisik Penurunan kekuatan otot Gangguan sensorik (paralysis Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi kiri Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan

(sehat)Permasalahan keterbatasan fungsi mata kiri tidak bisa menutup rapat, berkumur dan minum

mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul disisi kiri saat mengunyah

Electrical Stimulasi

Massage

Evaluasi MMT Skala Ugo Fisch

Hasil Meningkatkan

kekuatan otot Mencegah

spasme otot Memperbaiki

ganggaun sensorik

Memperbaiki kosmetika

Page 29: Proposal bell's palsy

29

III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat

Penelitian pada pasien Bell’s Palsy sebelah Sinistra dilakukan di RSUP

Bukittinggi.

3.1.2 Waktu

Waktu penelitian studi kasus ini dilaksanakan pada 18 desember 2012.

3.2 Rancangan Studi Kasus

Pada penelititan ini metode yang digunakan adalah studi kasus. Studi

kasus yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu

kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal disini berarti mengambil satu

sampel yang di analisa secara mendalam baik dari segi keadaan kasus, faktor

penyebab, kejadian yang berhubungan dengan kasus serta tindakannya

(Notoadnodjo). Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek

yang di teliti. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa agar

diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai gambaran keadaan

populasi yang sebenarnya. Dengan demikian sampel harus refresentatif (Ari

Kunto, 2002).

Sampel dalam studi kasus ini adalah satu orang dengan karakteristik dari

keseluruhan pasien yang menderita Bell’s Palsy. Teknik ini diambil dengan

Page 30: Proposal bell's palsy

30

alasan memperluas ruang lingkup penelitian serta ingin mendapatkan hasil yang

lebih akurat, sehingga hanya mengambil sampel dengan jumlah yang lebih kecil.

Penelitian ini dilakukan sebanyak 6 kali tindakan terapi dengan menggunakan

modalitas Electrical Stimulation dan Massage dan harapannya adalah dapat

memperbaiki kosmetika dan meningkatkan kekuatan otot-otot wajah.

3.3 Uraian Studi Kasus

Tindakan pemeriksaan untuk kondisi Bell’s Palsy disamping informasi dari

bagian medik, terapi juga membutuhkan informasi dari pasien untuk dapat

mengetahui pencetus Bell’s Palsy sehingga akan memudahkan dalam

penanganan. Data yang dapat dikumpulkan untuk menegakkan diagnosis

diperoleh melalui :

3.3.1 Anamnesis

Anamnesis merupakan pengumpulan data dengan melakukan tanya

jawab dengan sumber data. Dengan anamnesis dapat diperoleh data-data

yang dibutuhkan dalam menentukan diagnosa dan terapi latihan yang akan

diberikan. Anamnesis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

a. Autoanamnesis adalah anamnesis yang dilakuakn lagsung kepada

pasien yang bersangkutan.

b. Heteroanamnesis adalah anamnesis yang dilakukan kepada orang

lain, dilakukan jika sulit melakukan anamnesis langsung kepada

pasien.

Anamnesis dapat diklasifikasikan menjadi anamnesis umum dan

anamnesis khusus.

Page 31: Proposal bell's palsy

31

1. Anamnesis umum

Anamnesis umum berisi tentang identitas pasien secara

lengkap. Dalam anamnesis ditemukan data seperti (1) nama, (2) umur,

(3) jenis kelamin, (4) agama, (5) pekerjaan, (6) alamat. Data yang

diperoleh akan digunakan untuk tujuan terapi akhir yang

diprogramkan dan disesuaikan dengan kegiatan keseharian dari

pasien.

1) Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan satu atau lebih gejala

dominan yang mendororng pasien mencari pertolongan atau

pengobatan.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Adalah pertanyaan yang mewakili keadaan pasien

sekarang mulai dari awal kejadian penyakit, hal-hal yang

dirasakan pasien saat awal kejadian penyakit sampai pasien

tersebut mencari pengobatan. Adapun keluhan utama pada

pasien dengan Bell’s Palsy, yaitu rasa kaku atau tebal di satu

sisi wajah dan sulit menggerakkan otot-otot wajah.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Adalah pertanyaan yang diarahkan kepada penyakit-

penyakit yang berkaitan dengan munculnya penyakit atau

keluhan sekarang (Mardiman, 1994).

Page 32: Proposal bell's palsy

32

4) Riwayat pribadi

Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-

hari yang dilakukan pasien menyangkut hobi atau kebiasaan

yang berkaitan dengan penyebab bell’s palsy.

5)   Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluarga adalah penyakit-penyakit yang

bersifat menurun dari orang tua atau keluarga yang lain

(Heredo Familial), yang berhubungan dengan bell’s palsy.

2. Anamnesis khusus

Anamnesis khusus merupakan data informasi tentang keluhan

utama pasien, dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang belum

diungkapkan penderita dan untuk melengkapi anamnesis yang belum

tercakup diatas, antara lain: kepala dan leher, Kardiovaskuler,

Respirasi, Gastrointestinal, Urogenitalis, Muskuloskeletal, Nervorum.

3.3.2 Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien meliputi pemeriksaan

Vital Sign, Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi, Pemeriksaan Gerak,

serta Kemampuan Fungsional dan lingkungan aktivitas.

a. Pemeriksaan Vital Sign

Tanda-tanda vital terdiri dari (1) tekanan darah, (2)

denyut nadi, (3) pernapasan, (4) temperatur. Data tersebut

Page 33: Proposal bell's palsy

33

digunakan untuk mengetahui apakah ada hipertensi, hipotensi,

tacikardi, obesitas dan sebagainya.

b. Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan

mengamati. Ada dua macam yaitu inspeksi statis dan inspeksi

dinamis.

1) Inspeksi statis adalah inspeksi dimana pasien dalam

keadaan diam.

2) inspeksi dinamis adalah inspeksi dimana pasien dalam

keadaan bergerak.

c. Palpasi

Palpasi adalah suatu pemeriksaan yang secara langsung

kontak dengan pasien, dengan meraba, menekan, dan

memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui nyeri tekan

dan suhu.

d. Perkusi

Perkusi adalah cara pemeriksaan dengan jalan

mengetuk/vibrasi, seperti mengetuk untuk mengetahui

keadaan suatu rongga pada bagian tubuh tertentu.

e. Auskultasi

Auskultasi adalah cara pemeriksaan dengan

menggunakan indera pendengaran, biasanya menggunakan

alat bantu stetoskop untuk mengetahui Ronki,denyut jantung

Page 34: Proposal bell's palsy

34

f. Pemeriksaan Gerak

Meliputi pemeriksaan gerak aktif, pasif, isometrik

melawan tahanan.  Pada pemeriksaan gerak aktif yang

diperiksa adalah sisi yang lemah, meliputi kemampuan

mengerutkan dahi, bersiul, tersenyum dan menutup mata. Pada

pemeriksaan gerak pasif yang diperiksa adalah sisi wajah yang

sakit, yaitu menutup mata, mengerutkan dahi dan tersenyum.

Pada pemeriksaan gerak pasif yang dilakukan pada sisi yang

lesi atau kanan gerakan mengerutkan dahi, mendekatkan

kedua alis, mencucu,bersiul, menutup mata, mengkerutkan

hidung ke atas, dan tersenyum.

g. Kemampuan aktivitas fungsional

Kemampuan fungsional yaitu kemampuan seseorang

dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sedangkan lingkungan

aktivitas adalah keadaan lingkungan sekitar yang berhubungan

dengan kondisi pasien.

h. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal.

1) Kognitif merupakan pengetahuan seseorang atau perilaku

manusia yang dikaitkan dengan susunan saraf otak.

Kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori

pemecahan masalah, pengambilan sikap dan perilaku,

orientasi ruang dan waktu.

2) Intrapersonal adalah kemampuan pasien dalam memahami

keadaan dirinya, motivasi dirinya.

Page 35: Proposal bell's palsy

35

3) interpersonal adalah kemampuan bagaimana berhubungan

dengan orang lain disekitarnya.

2. Pemeriksaan spesifik

Selain pemeriksaan gerak diperlukan juga diperlukan pemeriksaan

spesifik untuk lebih memperjelas permasalahan yang dihadapi.

Untuk kasus ini pemeriksaan spesifik yang dilaksanakan berupa :

Tanda bell, skala “Ugo Fisch” dan penilaian kekuatan otot wajah dengan

menggunakan skala “Daniel’s and Worthingham Manual Muscle Testing”.

1) Tanda Bell’s

Tanda bell yang terlihat pada pasien yaitu saat mengkerutkan

dahi, lipatan kulit dahi hanya terlihat pada sisi lesi, dan saat

memejamkan mata, bola mata masih terlihat sedikit pada sisi yang

sehat.

2) Ugo Fisch scale

Ugo Fisch scale bertujuan untuk pemeriksaan fungsi motorik

dan mengevaluasi kemajuan motorik otot wajah pada penderita bell’s

palsy. Penilaian dilakukan pada  5 posisi, yaitu saat istirahat,

mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul. Pada

tersebut dinilai simetris atau tidaknya antara sisi sakit dengan sisi

yang sehat. (Lumbantobing 2006)

Page 36: Proposal bell's palsy

36

Ada 4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut antara lain :

a)    0 % (zero) : Asimetris Komplit, tidak ada   gerakan

volunter sama sekali.

b)   30 % (poor) :  Simetris ringan, kesembuhan cenderung

ke asimetris, ada gerakan volunter.

c)   70 % (fair) : Simetris sedang, kesembuhan

cenderung normal.

d)   100 % (normal) : Simetris komplit (normal).

Angka prosentase masing-masing posisi harus dirubah menjadi

score dengan kriteria sebagai berikut :

1) Saat istirahat : 20 point

2) Mengerutkan dahi : 10 point

3) Menutup mata : 30 point

4) Tersenyum : 30 point

5) Bersiul : 10 point

Pada keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah

adalah 100 point. Hasil penilaian itu diperoleh dari penilaian angka

prosentase dikalikan dengan masing-masing point. Nilai akhirnya

adalah jumlah dari 5 aspek penilaian tersebut.

Page 37: Proposal bell's palsy

37

3) Manual Muscle Testing (MMT) otot-otot wajah

Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis

digunakan skala Daniel and Worthinghom’s Manual Muscle Testing,

Yaitu :

a)  Nilai 0 (zero)     : Tidak ada kontraksi yang tampak

b)  Nilai 1 (trace) : Kontraksi minimal

c)  Nilai 3 (fair) : Kontraksi sampai dengan simetris

sisi  normal dengan maksimal

d)  Nilai 5 (normal) : Kontraksi penuh, terkontrol dan

simetris.

3.3.3 Problem Fisioterapi

Permasalahan atau problem fisioterapi yang ditemukan pada

kondisi Bell’s Palsy pada umumnya adalah rasa tebal pada wajah dan

kesulitan menggerakkan otot-otot wajah.

3.3.4 Diagnosis Fisioterapi

Diagnosis Fisioterapi dapat ditegakkan melalui anamnesis

yang meliputi gangguan gerak dan fungsi, gerakan pencetus, jaringan atau

organ yang terkena dan disebabkan oleh patologi.

Page 38: Proposal bell's palsy

38

3.3.5 Intervensi Fisioterapi

Untuk mengatasi masalah yang muncul pada kondisi Bell’s

Palsy maka dipilih modalitas terapi Electrical Stimulation dan

Massage.

1. Teknologi Alternatif :

a. IR (Infra Red)                            

b. SWD (Short Wave Diathermy)

c. MWD (Micro Wave Diathermy)

d. US (Ultra Sound), Massage, ES (Electricel Stimulation)

2. Teknologi Yang Dilaksanakan :

a. Massage Wajah

Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran

pada otot-otot wajah yang letaknya superfisial sehingga

perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu memberikan efek

rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking

memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri,

Efflurage dapat membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan

metabolisme dengan mempercepat peredaran darah, Finger

Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan

memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari

dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan

massage tersebut maka efek relaksasi dapat dicapai dan

elastisitas otot tetap terjaga dan potensial timbulnya

Page 39: Proposal bell's palsy

39

perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat

dicegah.

b. Electrical Stimulation (ES) arus Faradik

            Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat

menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki

perasaan gerak sehingga diperoleh gerak  yang normal serta

bertujuan untuk mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot.

Pada kasus Bell’s Palsy ini rangsangan gerak dari otak tidak

dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang disyarafi.

Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang sehingga

diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik untuk

menimbulkan kontraksi otot. Rangsangan arus faradik yang

dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali otot- otot yang

lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan

kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.

3.3.6 Tujuan Pelaksanaan Fisioterapi

Tujuan hasil pelaksanaan fisioterapi adalah hasil yang ingin

dicapai dengan pelayanan fisioterapi pada pasien atau klien dan

direncanakan untuk mengurangi problematika yang timbul dalam

diagnosa fisioterapi. Tujuan pelaksanaan terapi terbagi menjadi :

Page 40: Proposal bell's palsy

40

1. Tujuan Jangka Pendek

Tujuan jangka pendek berkaitan dengan keadaan pasien atau

hal yang dianggap bersifat penting dalam kelangsungan hidup

pasien dan penampilannya.

2. Tujuan Jangka Panjang

Tujuan jangka panjang adalah hasil yang diharapkan dari

kelanjutan tujuan jangka pendek dan berkesinambungan dan

membutuhkan waktu yang relatif lama.

3.3.7 Penatalaksanaan Fisioterapi

Penatalaksanaan fisioterapi adalah layanan yang dilakukan

sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan dengan maksud

agar kebutuhan pasien terpenuhi. Penatalaksanaan fisioterapi harus

berdasarkan rencana yang telah ditetapkan atau dengan melakukan

modifikasi dosis menururt pedoman yang telah ditetapkan dalam

program dengan tetap mengkomunikasikan dengan pihak-pihak terkait

dan mendokumentasikan hasil dan pelaksanaan metodologi serta

program, termasuk mencatat evaluasi sbelum, selama dan sesudah

pelaksanaan fisioterapi dan respon dari pasien.

Page 41: Proposal bell's palsy

41

3.3.8 Evaluasi

Evaluasi pada kasus Bell’s Palsy ini diambil setelah pasien

dilakukan terapi sebanyak 6 kali, yang terdiri dari :

a. Evaluasi hasil intervensi terdiri dari : 1) tanggal, 2) metode,

teknik dan dosis, 3) hasil pengukuran, 4) rekomendasi yang

berdasarkan tentang hasil yang telah dilakukan apakah perlu

perbaikan dari intervensi yang telah diberikan.

b. Kesimpulan Sementara

Kesimpulan Sementara berisikan tentang hasil

intervensi yang di dapatkan selama 6 kali dilakukan terapi.

Page 42: Proposal bell's palsy

42

BAB IV

PENUTUP

Pasien Bell’s palsy pada awalnya merasakan ada kelainan pada mulut yang

tampak mencong ke satu sisi, salah satu kelopak mata tidak dapat dipejamkan, mulut

tidak dapat mencucu, apabila berkumur atau  minum maka air akan tumpah melalui

salah satu sisi mulut yang lesi. Keadaan tersebut disebabkan adanya paralisis otot-

otot wajah pada sisi yang sakit. Kondisi ini merupakan permasalahan yang dialami

pasien sehingga peran fisioterapis diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut

dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan fungsional otot- otot wajah serta

mencegah komplikasi lebih lanjut.

Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat menimbulkan

kontraksi otot dan membantu memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak 

yang normal serta bertujuan untuk mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot.

Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot

wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain

itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking

memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri, Efflurage dapat membantu

pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan mempercepat peredaran

darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan

memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari dapat merangsang

jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan massage tersebut maka efek relaksasi dapat

dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial timbulnya perlengketan

jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.