Top Banner
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN PERILAKU MENGGOSOK GIGI SETELAH SARAPAN DAN SEBELUM TIDUR PADA ANAK USIA 6-8 TAHUN DI KELURAHAN SUNGAI BELIUNG PONTIANAK TAHUN 2014 ARTA DEBORAH SIMANJUNTAK I31110028 USULAN PENELITIAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 1
45

Proposal BAB 123

Dec 27, 2015

Download

Documents

Propsal
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal BAB 123

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN PERILAKU

MENGGOSOK GIGI SETELAH SARAPAN DAN SEBELUM

TIDUR PADA ANAK USIA 6-8 TAHUN DI KELURAHAN

SUNGAI BELIUNG PONTIANAK TAHUN 2014

ARTA DEBORAH SIMANJUNTAK

I31110028

USULAN PENELITIAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

2014

1

Page 2: Proposal BAB 123

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak diartikan sebagai seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun

dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis,

sosial, dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada dalam dalam satu rentang

perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2012).

Pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak yang sehat harus menjadi perhatian

utama masyarakat. Perhatian terhadap kesehatan anak merupakan hal yang penting untuk

mencegah masalah kesehatan anak yang semakin meningkat termasuk di Indonesia

(Hidayat, 2008).

Masalah kesehatan anak dijadikan prioritas dalam upaya pengembangan bangsa,

dikarenakan anak merupakan generasi yang memiliki kemampuan yang dapat

dikembangkan sebagai penerus bangsa (Hidayat, 2008). Masalah yang sering dialami

oleh anak-anak adalah masalah dalam kesehatan gigi dan mulut (Damayanti, 2011). Oleh

karena itu, orang tua merupakan unsur penting dalam perawatan anak dan juga berperan

penting dalam menangani segala masalah kesehatan anak (Hidayat, 2012).

Peran orang tua yang aktif sangat diperlukan dalam perkembangan dan

pertumbuhan anak. Peran orang tua yang dimaksud adalah usaha langsung orang tua

terhadap anak seperti membimbing, memberi pengertian, mengingatkan, dan

menyediakan fasilitas kepada anak serta menciptakan lingkungan rumah sebagai

lingkungan sosial yang pertama dialami anak. Setiap perilaku atau tingkah laku orang tua

yang dilakukan berulang-ulang, maka anak pun akan menirunya dan akan menjadi ciri

kebiasaan anak (Suherman, 2000).

Menjadi orang tua memang bukan pekerjaan mudah, namun penuh anugerah dan

kebahagiaan melihat seorang anak lahir dan tumbuh menjadi besar merupakan

pengalaman yang sangat menakjubkan dan luar biasa. Menjadi orang tua tidak harus

melalui pendidikan formal khusus, harus dari TK sampai Universitas. Namun menjadi

orang tua dapat terjadi tanpa ada latar belakang pendidikannya. Untuk menjadi orang tua

yang sukses, orang tua harus mengenal kekuatan dan kelemahan diri dan belajar

mengenali kelemahan dan kekuatan anak-anak (Graha, 2007).

2

Page 3: Proposal BAB 123

Orang tua juga harus menyadari bahwa pentingnya kunjungan pemeliharaan

kesehatan anak setiap tahunnya, termasuk dalam pemeliharaan kesehatan gigi anak

(Potter dan Perry, 2010). Apabila anak-anak dalam satu keluarga sehat, tentu karena

orang tua keluarga itu dapat memperhatikan sungguh-sungguh kesehatan anaknya. Baik

buruk anak tercermin dari sikap dan perilaku orang tua terhadap anaknya, termasuk juga

dalam mengurus kesehatan gigi anaknya, misalnya menggosok gigi anaknya. Oleh

karena itu, apabila di dalam satu keluarga gigi anak-anaknya sehat maka boleh diambil

kesimpulan orang tua berhasil menjaga kesehatan keluarganya. Dengan kata lain orang

tua yang bijaksana adalah orang tua yang gigi anaknya sehat (Machfoeds, 2005).

Menggosok gigi adalah usaha untuk membersihkan gigi dari sisa makanan yang

dapat menyebabkan masalah gigi. Manfaat menggosok gigi antara lain menyingkirkan

plak, mencegah penyakit periodontal, dan menyegarkan napas. Keefektivitan menggosok

gigi berhubungan dengan penatalaksanaan menggosok gigi. Penatalaksanaan menggosok

gigi antara lain mengetahui dan menerapkan teknik menggosok gigi yang benar, memilih

sikat dan pasta gigi yang tepat, serta teratur menggosok gigi. Penatalaksanaan

menggosok gigi yang benar, mengatasi masalah kesehatan gigi, seperti karies gigi yang

sekarang menjadi salah satu masalah kesehatan gigi terbesar yang dialami oleh seluruh

anak didunia (Anggraeni, 2013).

Karies merupakan penyebab patologi primer atas penanggalan gigi pada anak.

Diperkirakan bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan sebagian

besar orang dewasa pernah menderita karies. Di Amerika Serikat, karies gigi merupakan

penyakit kronis anak-anak yang sering terjadi dan tingkatnya 5 kali lebih tinggi. Anak

usia antara 6-12 tahun atau anak usia sekolah masih kurang mengetahui dan mengerti

memelihara kebersihan gigi dan mulut, terbukti pada angka nasional untuk karies gigi

usia 12 tahun 76,62% (WHO, 2003).

Masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang penting karena prevalensi karies mencapai 80%. Prevalensi karies gigi

anak-anak Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 76,2%, dan prevalensi tertinggi terdapat

di Jakarta yaitu sebesar 52,7% (SKRT, 2001). Prevalensi nasional masalah gigi-mulut di

Indonesia adalah 23,5%. Terdapat 19 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi-mulut

di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darusalam, Jambi, Bengkulu, Jawa

Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,

Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan

3

User, 02/04/14,
Pake lambang &
Page 4: Proposal BAB 123

Papua Barat. Prevalensi nasional gosok gigi setiap hari adalah 91,1%. Terdapat 11

provinsi mempunyai prevalensi gosok gigi setiap hari di bawah prevalensi nasional, yaitu

Nanggroe Aceh Darussalam, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara,

Papua Barat dan Papua. Prevalensi nasional waktu menggosok gigi sesudah sarapan

12,6% dan sebelum tidur 28,7%. Prevalensi perilaku menggosok gigi yang benar 7,3%

dan yang tidak benar 92,7%. Pada prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%.

Sebanyak 14 provinsi memiliki prevalensi karies aktif di atas prevalensi nasional, yaitu

Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, DI Yogyakarta, Jawa Timur,

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,

Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku (RISKESDAS

Nasional, 2007). Pada tahun 2013, prevalensi nasional masalah gigi-mulut di Indonesia

adalah 29,5%. Prevalensi karies gigi anak dengan usia 5-9 tahun yaitu sebesar 28,9% dan

anak usia 10-14 25,2%. Terdapat 3 provinsi yang mempunyai prevalensi masalah gigi-

mulut tertinggi (>35%) yaitu Kalimantan Selatan 36,1%, Sulawesi Tengah 35,6%, dan

Sulawesi Selatan 36,2%. Prevalensi menyikat gigi setiap hari sebesar 93,8 dan tertinggi

di DKI Jakarta sebesar 98,1%, terendah di Papua sebesar 49,6%. Prevalensi nasional

waktu menggosok gigi pada saat sesudah sarapan 3,8% dan sebelum tidur 27,3.

Prevalensi nasional menggosok gigi dengan benar sebesar 2,3%, prevalensi provinsi

tertinggi di Sulawesi Barat 8,0% dan terendah di Lampung 0,4%. Prevalensi karies gigi

anak dengan usia 5-9 tahun yaitu sebesar 21,6% dan anak dengan usia 10-14 tahun yaitu

sebesar 20,6% (RISKESDAS Nasional, 2013).

Prevalensi orang dengan pengalaman karies anak di Kalimantan Barat yaitu

sebesar 75,1% dan prevalensi karies aktif 57,2%. Prevalensi perilaku menggosok gigi

setiap hari di Kalimantan Barat 93,5% dan prevalensi menyikat gigi yang benar 10,6%

(RISKESDAS Nasional, 2007). Prevalensi masalah gigi-mulut di Kalimantan Barat pada

tahun 2013 sebesar 20,6%, prevalensi anak dengan umur 5-9 tahun sebesar 28,9% dan

anak dengan umur 10-14 tahun 25,2%. Prevalensi perilaku menggosok gigi setiap hari

94,1% dan prevalensi menyikat gigi yang benar 3,5% (RISKESDAS Nasional, 2013).

Data Dinas Kesehatan Kota Pontianak tahun 2011 menunjukkan bahwa anak umur

5-9 tahun yang mengalami keluhan karies gigi sejumlah 395 orang anak dan anak umur

10-14 tahun sejumlah 534 orang anak. Pada tahun 2012 anak umur 5-9 tahun yang

mengalami keluhan karies gigi sejumlah 362 orang anak dan anak umur 10-14 tahun

sejumlah 505 orang anak. Pada tahun 2013 anak umur 5-9 tahun yang mengalami

4

User, 02/04/14,
Cukup RISKESDAS
User, 02/04/14,
Cukup RISKESDAS
Page 5: Proposal BAB 123

keluhan karies gigi sejumlah 351 orang anak dan anak umur 10-14 tahun sejumlah 754

orang anak. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar (2002), Prevalensi karies gigi di

Provinsi Kalimantan Barat mencapai 99,0%. Dalam penelitian Rusmali (2010),

prevalensi karies gigi anak di Kota Pontianak tahun 2010 mencapai 57,0%. Frekuensi

menyikat gigi anak di Kota Pontianak, yaitu menyikat gigi 1x sehari sebanyak 4,5%,

menyikat gigi 2x sehari sebanyak 58,5% dan menyikat gigi 3x sehari 37,0%.

Data Puskesmas Perumnas II Kelurahan Sungai Beliung Pontianak tahun 2011

menunjukkan bahwa anak umur 5-9 tahun yang berkunjung dengan keluhan karies gigi

sejumlah 265 orang anak dan anak umur 10-14 tahun sejumlah 159 orang anak. Pada

tahun 2012 anak umur 5-9 tahun yang berkunjung dengan keluhan karies gigi sejumlah

134 orang anak dan anak umur 10-14 tahun sejumlah 174 orang anak. Pada tahun 2013

anak umur 5-9 tahun yang berkunjung dengan keluhan karies gigi sejumlah 206 orang

anak dan umur 10-14 tahun sejumlah 163 orang anak.

Pada penelitian sebelumnya oleh Listiowati (2009), memperoleh hasil bahwa

terdapat hubungan bermakna antara peran orang tua terhadap perawatan gigi dengan

perilaku menggosok gigi sebelum tidur pada anak di TK Al-Firdaus Mranggen Demak

Semarang. Berdasarkan fenomena karies gigi yang terjadi, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang hubungan peran orang tua dengan perilaku menggosok gigi

setelah sarapan dan sebelum tidur pada anak usia 6-8 tahun di Kelurahan Sungai Beliung

Pontianak. Alasan peneliti mengambil penelitian anak yang berusia 6-8 tahun, karena

anak usia sekolah khususnya anak SD yang berusia 6-8 tahun merupakan usia yang

rentan mengalami karies. Karena pada periode tersebut gigi permanen dan gigi susu

berada di dalam mulut bersamaan. Dan pada usia 6-8 tahun gigi anak akan berganti

menjadi gigi permanen, sehingga butuh perhatian khusus oleh orang tua dalam

melakukan perawatan gigi anak, khususnya dalam perilaku menggosok gigi.

1.2 Perumusan Masalah

Karies merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dalam masyarakat, dan

dapat ditemukan pada anak usia dini. Karies gigi yang masih besar khususnya di Kota

Pontianak yang mencapai 57,0% pada tahun 2010 membuat orang tua harus lebih displin

lagi dalam melakukan perawatan gigi anak, khusunya dalam perilaku menggosok gigi.

Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan peran

orangtua dengan perilaku menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur pada anak

usia 6-8 tahun di Kelurahan Sungai Beliung Pontianak.

5

User, 02/04/14,
Berikan tanda petik “”dan tanda tanya ?
User, 02/04/14,
Buat paragrap sendiri
User, 02/04/14,
Tambahkan kalimat lagi
Page 6: Proposal BAB 123

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan peran orang tua dengan perilaku menggosok

gigi setelah sarapan dan sebelum tidur pada anak usia 6-8 tahun di Kelurahan

Sungai Beliung Pontianak

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui peran orang tua dalam perilaku menggosok gigi di Kelurahan

Sungai Beliung Pontianak

2) Mengetahui perilaku menggosok gigi anak usia 6-8 tahun di Kelurahan Sungai

Beliung Pontianak

3) Menganalisis hubungan peran orang tua dengan perilaku menggosok gigi pada

anak usia 6-8 tahun di Kelurahan Sungai Beliung Pontianak.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1.4.1 Bagi Orang Tua

Menambah pengetahuan orang tua tentang perawatan gigi anak, dalam hal

membimbing dan memberi pengertian, mengingatkan, serta menyediakan

fasilitas kepada anak agar dapat memelihara kesehatan gigi.

1.4.2 Bagi Sekolah

Memberikan informasi tambahan kepada sekolah untuk meningkatan

pembelajaran tentang perawatan gigi kepada siswa serta menumbuhkan kesadaran

akan pentingnya kesehatan gigi.

1.4.3 Bagi Petugas Kesehatan

Menjadi salah satu bahan informasi dalam penanganan perawatan gigi anak.

1.4.4 Bagi Peneliti

Menambah informasi tentang perawatan gigi pada anak dan peran orang tua

terhadap perilaku menggosok gigi pada anak. Selain itu, sebagai pengalaman

belajar dalam kegiatan penelitian.

6

Page 7: Proposal BAB 123

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Orang Tua

2.1.1 Pengertian

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai

dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. 

Peran didasarkan pada ketentuan dan harapan peran yang menerangkan apa yang

individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi

harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran

tersebut ( Friedman, 1998). Menurut Soekanto (1990), Peran adalah aspek dinamis

dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya

sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran.

Orang tua merupakan seorang atau dua orang ayah ibu yang bertanggung

jawab pada keturunannya semenjak terbentuknya hasil pembuahan (Widnaningsih,

2005). Orang tua adalah tokoh panutan anak, maka diharapkan orang tua dapat

ditiru, sehingga anak yang bersekolah pun sudah mau dan mampu menyikat gigi

dengan baik dan teratur melalui orang tuanya (Maulani, 2005).

Salah satu tugas dan peran orang tua yang tidak dapat dipindahkan adalah

mendidik anaknya. Sebab orang tua memberi hidup anak, maka mereka

mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak mereka. Jadi,

tugas sebagai orang tua tidak hanya sekadar menjadi perantara makhluk baru

dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya, agar dapat

melaksanakan pendidikan terhadap anaknya, maka diperlukan adanya beberapa

pengetahuan tentang pendidikan (Maulani, 2005).

2.1.2 Macam-macam Peran

Ada dua macam peran, yaitu :

1. Peran Formal

Peran formal merupakan peran yang membutuhkan keterampilan dan

kemampuan tertentu dalam menjalankan peran tersebut. Peran formal yang

standar yaitu terdapat seorang ayah dan ibu yang memiliki tugas dan peran

masing-masing. Ayah sebagi pencari nafkah dan ibu sebagai pengatur ekonomi

keluarga dan disamping itu juga terdapat tugas pokoknya sebagai ibu yaitu

7

Page 8: Proposal BAB 123

sebagai pengasuh anak. Jika salah satu anggotanya tidak memenuhi peran

tersebut, maka untuk memenuhi suatu peran tersebut diantaranya harus

mengambil alih peran tersebut agar semua peran tetap berfungsi (Friedman,

1998).

2. Peran Informal

Peran informal mempunyai tuntutan yang berbeda, tidak terlalu

didasarkan pada usia, jenis kelamin, tetapi lebih berdasarkan pada personalitas

atau kepribadian individu. Jika pelaksanaan peran informal efektif maka dapat

mempermudah pelaksanaan peran-peran formal (Friedman, 1998).

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi peran

1. Faktor kelas sosial

Menurut Notoatmodjo (2003), mengemukakan bahwa kelas sosial

ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Yang dimana semakin tinggi status sosial, maka semakin tinggi kelas sosial

nya, dikarena terpenuhinya semua kebutuhan yang diperlukan.

Pada keadaan status ekonomi yang kurang, peran sang ibu penting dalam

hal ini. Ibu lebih bersifat tradisional padangannya terhadap mengasuh anak

dengan suatu penekanan yang lebih besar pada kehormatan, kedisplinan, dan

kepatuhan serta kebersihan. Dibandingkan dengan keluarga menengah atas

yang lebih menitik beratkan pada pengembangan pengendalian kekuatan

sendiri dan kemandirian prinsip perkembangan dan psikologi antara orang tua

dan anak (Friedman, 1998).

2. Faktor bentuk keluarga

Tahap pengembangan keluarga dimulai dari terjadinya pernikahan dan

saling menyatukan dua pribadi yang berbeda, dan akan melanjutkan ke tahap

pesiapan menjadi orang tua. Pada setiap individu peran yang berbeda sesuai

dengan keadaan (Firedman, 1998).

3. Faktor model peran

Individu merupakan bagian dari masyarakat, informasi yang diterima

individu terkait dengan masalah sehari-hari dalam masyarakat akan

menyebabkan masalah peran pada diri individu tersebut sehingga akan terjadi

trasisi peran dan konflik peran (Friedman, 1998)

8

Page 9: Proposal BAB 123

4. Faktor peristiwa situasional khususnya khususnya masalah kesehatan

Pada kehidupan situasional yang berhadapan dengan keluarga dengan

pengaruh sehat-sakit terhadap peran keluarga. Peran sentral ibu sebagai

pembuat keputusan tentang kesehatan utama, pendidik, konselor, dan pemberi

asuhan keluarga (Firedman, 1998).

2.1.4 Peran orang tua terhadap perawatan gigi anak

Anak-anak memang masih dalam taraf memerlukan bimbingan yang ketat,

orang tua memerlukan kesabaran yang luar biasa dan kebijaksanaan yang

sempurna. Anak-anak umumnya senang mengonsumsi permen, padahal permen

adalah musuh gigi anak-anak. Artinya, apabila anak-anak terlalu banyak makan

permen dan jarang membersihkan segera setelah mengulum permen, maka giginya

akan banyak kariesnya. Oleh karena itu harus dibatasi anak-anak mengonsumsi

permen atau cokelat manis yang sangat mudah menempel di sela-sela gigi

(Machfoedz, 2005).

Anak-anak bealum dapat menggosok gigi secara benar dan mungkin saja

malah tidak mau. Maka dari itu, harus dicari cara agar anak senang menggosok

gigi. Caranya dapat dilakukan ketika masih usia gigi anak tumbuh, yakni setelah

usia enam bulan, mulai diperlihatkan cara menggosok gigi. Bila ayah atau ibu

sedang menggosok gigi, ajaklah anak untuk melihat (Machfoedz, 2005).

Menggosok gigi anak merupakan salah satu cara paling baik dan efektif

untuk mencegah karies gigi dan memelihara kesehatan gigi anak. Menggosok gigi

merupakan membersihkan gigi dari partikel makanan, plak, bakteri dan

mengurangi ketidaknyamanan dari bau dan rasa yang tidak nyaman (Potter, 2005).

Beberapa hal yang harus diperhatikan didalam menerapkan teknik

pemeliharaan kesehatan gigi pada anak usia sekolah dasar adalah :

1. Waktu yang tepat untuk menggosok gigi

Menggosok gigi yang tepat waktunya ialah sesudah makan dan sebelum

tidur. Kebiasaan menggosok gigi pagi pada saat mandi saja sangat tidak

dianjurkan, sebab sesudah menggosok gigi pagi disaat mandi, orang akan makan

pagi. Setelah makan pagi, jika hanya dilakukan dengan kumur-kumur saja akan

kotor. Kuman paling aktif dapat merusak email gigi sekitar setengah jam sejak

saat selesai makan. Pada saat itu sisa makan akan segera dirubah oleh kuman

menjadi asam yang dapat melunakkan email tersebut (Machfoedz, 2005).

9

Page 10: Proposal BAB 123

Maulani (2005) mengemukakan bahwa menggosok gigi setelah sarapan

khususnya makanan karbohidrat, akan mengalami fermentasi atau peragian

terhadap glukosa. Hasilnya berupa senyawa bersifat asam dan membuat

lingkungan sekitar gigi bersuasana asam. Dalam beberapa menit derajat

keasaman tadi akan meningkat atau pH-nya turun. Jika berlanjut, penurunan

nilai pH kritis yaitu nilai pH yang dapat memicu hilangnya garam kalsium pada

email gigi sebagai penyebab gigi berlubang. Namun ada bakteri yang bernama

Veillonella alcalescens, akan merusak kembali senyawa asam tersebut. Setelah

beberapa waktu, pH plak akan berangsur naik kembali mencapai ph normal.

Setelah 20-30 menit setelah makan, pH akan kembali normal. Masa 20-30 menit

setelah kita menyantap makanan yang mengandung karbohidrat (mengandung

gula) merupakan saat-saat yang sangat rentan untuk terjadinya kerusakan gigi.

Menggosok gigi yang benar adalah sekitar setengah jam sesudah sarapan dan

frekuensi menyikat gigi yang baik adalah minimal dua kali sehari, pagi 30 menit

setelah sarapan pagi dan malam hari sebelum tidur (Maulani, 2005).

2. Mengajarkan anak syarat-syarat memilih sikat gigi yang baik.

Memilih sikat gigi anak juga harus disesuaikan keadaan gigi anak. Apabila

gigi dan rahangnya kecil, orang tua dapat memilih sikat gigi dengan bulu yang

pendek dan sempit. Namun apabila gigi dan rahangnya agak besar, orang tua

memiliki sikat gigi dengan bulu yang lebih lebar dan lebih sesuai. Sikat gigi

yang cocok untuk anak adalah sikat gigi dengan bulu nilon yang lembut atau

ujung bulunya membulat karena bulu sikat gigi dan ujung yang kasar dapat

melukai gusi sedangkan anak masih belajar melakukan kontrol terhadap sikat

giginya.

Sikat gigi anak diganti setidaknya 2 bulan sekali atau segera ganti jika bulu

sikat gigi sudah melebar. Sikat gigi anak lebih cepat rusak karena mereka masih

dalam proses berlatih, sehingga kadangkala tekanan sikat gigi berlebihan

membuat bulunya menjadi lebih cepat rusak dan melebar. Sikat gigi tidak boleh

dipakai bersama-sama atau berganti-ganti. Jadi jika mempunyai anak lebih dari

satu, tentukan warna masing-masing kesukaan anak dan 2 bulan kemudian

diganti ataupun bila bulu sikat gigi sudah melebar. Orang tua berperan

mengingatkan anak menggosok giginya sendiri, sehingga disaat orang tua lupa,

anak dapat menggosok giginya sendiri dengan tepat (Maulani, 2005). Bila anak

10

Page 11: Proposal BAB 123

sudah mulai menggosok giginya sendiri, orang tua harus mengawasi sesekali

waktu sikat gigi anak. Seringkali sisa pasta gigi mengendap pada dasar bulu

sikat gigi. Setelah sikat gigi bersih, letakkan sikat dengan bulu di atas, sehingga

memungkinkan air mengalir kebawah dan bulu sikat cepat kering. Dengan

mengajak anak dalam memilih dan membeli pasta gigi dan sikat gigi

kesukaannya, motivasi anak akan meningkat dan ia akan rajin membersihkan

gigi setiap hari dengan sikat gigi kesayangannya tersebut (Maulani, 2005).

Menurut Machfoedz (2005), Sikat gigi yang baik memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut yaitu :

a. Tangkai lurus dan mudah dipegang

b. Kepala sikat gigi kecil, sikat gigi besar tidak dapat masuk ke bagian-bagian

yang sempit dan dalam

c. Bulu sikat gigi harus lembut dan data

3. Memberikan pasta gigi yang baik

Saat ini pasta gigi untuk anak-anak ada dalam bermacam-macam warna

dan rasa dengan bentuk gel bening maupun pasta. Untuk anak yang belum bisa

berkumur dan meludah, bisa dipilihkan pasta gigi yang tidak mengandung fluor.

Jika sudah bisa meludah dan bisa membuang kumurnya, anak boleh diberi pasta

gigi yang mengandung flour. Pasta gigi anak yang mengandung fluor sebanyak

30% dari kandungan fluor pasta gigi dewasa. Orang dewasa menggunakan 0,30

gr pasta gigi sekali pakai, sedangkan pada anak-anak sepertiganya. Diperkirakan

25%-33% anak menelan pasta gigi sewaktu menyikat giginya, sehingga

kemungkinan anak menelan fluor adalah sebanyak 0,5-0,6 mgF/hari.

Perlu perhatian orang tua untuk mengawasi anaknya dalam menyikat gigi,

karena pasta gigi anak yang zaman sekarang sudah banyak beraneka rasa, jadi

memungkin anak akan memakan pasta giginya. Terlalu banyak menelan pasta

gigi dapat membahayakan anak. Jadi pasta gigi yang dipilih berdasarkan

kebutuhan dan usia anak dan diawasi oleh orang tua (Maulani, 2005).

4. Mengajarkan anak cara menggosok gigi yang benar

Pada dasarnya menggosok gigi yang benar adalah menyikat semua

permukaan gigi sampai bersih dan plak juga hilang sempurna. Gerakan menyikat

gigi pelan-pelan, dan bersihkan salah satu sisi dulu baru berpindah ke sisi lain

(Machfoedz, 2005). Tujuan menggosok gigi adalah untuk membersihkan sisa

makanan yang menempel pada gigi. Menggosok gigi yang benar dilakukan

11

Page 12: Proposal BAB 123

dengan menyikat seluruh permukaan gigi, atas, bawah, depan, belakang untuk

menghilangkan plak (Maulani, 2005).

Melakukan gosok gigi sebaiknya dilakukan selama 2 menit supaya air

ludah juga dapat keluar dan membersihkan kantong gusi yang terletak di

perbatasan gigi dan gusi. Kantong gusi ini mempunyai kedalaman normal 2-4mm

yang perlu juga dibersihkan untuk mencegah makanan menempel di sela-sela

gigi. Kemiringan bulu sikat gigi sebesar 45º pada daerah kantong gusi dapat

membantu bulu sikat gigi yang masuk ke dalam kantong gusi untuk melakukan

pembersihan yang maksimal. Selain melakukan penyikatan gigi dengan bulu

sikat dengan kemiringan 45º, jangan lupa menyikat permukaan gigi yang

menghadap ke lidah dan permukaan gigi yang menghadap ke langit-langit mulut.

Setelah menggosok gigi, sikat pula lidah karena lidah ini permukaannya tidak

rata dan bisa menyimpan sisa-sisa makanan yang menimbulkan bau. Berkumur

yang baik sebanyak sekali saja untuk membantu fluor yang terdapat pada pasta

gigi tetap tertinggal lebih lama di dalam gigi dan rongga mulut. Sikat gigi

terpantau dengan pasta gigi yang mengandung fluorida pada anak-anak sekolah

dasar dapat menurunkan kejadian karies 12%-40% (Maulani, 2005).

Teknik menggosok gigi anak usia sekolah dasar menurut Srigupta (2004),

meliputi membersihkan permukaan dalam dan luar dari gigi bagian atas dengan

gerakan memutar ke bawah, lalu membersihkan permukaan dalam dan luar dari

gigi bagian bawah dengan gerakan memutar ke atas selanjutnya membersihkan

permukaan gigi depan bagian dalam dengan gerakan dari dalam ke luar. Setelah

itu bersihkan juga permukaan gigi geraham bagian atas dan bawah yang

digunakan untuk mengunyah dengan gerakan dari belakang ke depan lalu dari

dalam keluar dan dari luar ke dalam.

5. Mengajarkan anak cara menyimpan sikat gigi yang benar

Sesudah menggosok gigi, sikat gigi yang digunakan harus dicuci bersih.

Bila diletakkan begitu saja maka air yang terdapat di sikat gigi tersebut tidak

segera kering dan kuman yang tinggal akan berkembang biak. Tetapi bila

digantung maka sikat gigi akan segera kering dan bersih dari kuman. Tempat

yang basah memungkinkan kuman menempel dan berkembang biak

(Machfoedsz, 2005).

12

Page 13: Proposal BAB 123

Gambar 2.1

2.2 Perilaku

2.2.1Pengertian

Perilaku manusia (human behaviour) merupakan sesuatu yang penting dan

perlu dipahami secara baik. Perilaku manusia mencakup dua komponen, yaitu

sikap atau mental dan tingkah laku. Sikap atau mental merupakan sesuatu yang

melekat pada diri manusia. Sikap diartikan sebagai reaksi manusia terhadap suatu

keadaan atau peristiwa, sedangkan tingkah laku merupakan perbuatan tertentu dari

manusia sebagai reaksi terhadap keadaan atau situasi yang dihadapi (Herijulianti,

2001).

Pengertian perilaku dari segi biologis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan

atau aktivitas organisme. Adapun perilaku manusia dapat di artikan sebagai

aktivitas manusia yang sangat kompleks sifatnya, antara lain perilaku dalam

berbicara, berpakaian, berjalan dan sebagainya. Perilaku ini umunya dapat dinilai

oleh orang lain, atau biasa disebut internal activities seperti persepsi, emosi,

pikiran dan motivasi (Herijulianti, 2001).

13

Page 14: Proposal BAB 123

2.2.2 Prosedur Pembentukan Perilaku

Sebagian besar perilaku manusia adalah operant respons. Oleh karena itu,

untuk membentuk jenis respon atau perilaku perlu diciptakan suatu kondisi yang

disebut operant conditioning (dengan menggunakan urutan-urutan komponen

penguat berupa hadiah atau reward).

Proses pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skiner

dalam Sunaryo (2004), adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pengenalan terhadap sesuatu sebagai penguat, berupa hadiah atau

reward

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi bagian-bagian kecil pembentuk

perilaku yang diinginkan, selanjutnya disusun dalam urutan yang tepat menuju

terbentuknya perilaku yang diinginkan

c. Menggunakan bagian-bagian kecil perilaku seperti sebagai berikut :

- Bagian-bagian perilaku disusun secara urut dan dipakai sebagai tujuan

sementara

- Mengenal penguat atau hadiah untuk masing-masing bagian

- Membentuk perilaku terhadap bagian-bagian yang telah disusun

- Jika bagian perilaku utama telah dilakukan, hadiah akan diberikan sehingga

tindakan tersebut sering dilakukan. Dan akhirnya akan dibentuk perilaku

kedua dan seterusnya sampai terbentuk perilaku yang diharapkan

2.2.3 Ciri-Ciri Perilaku

Dikutip dari Sarwono (1983) dalam Sunaryo (2004), Ciri-ciri perilaku

manusia disbanding dengan makhluk lain yaitu :

1. Kepekaan sosial

Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat

menyesuaikan perilakunya sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia

adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama

dengan orang lain. Perilaku manusia adalah perilaku situsional, artinya perilaku

manusia akan berbeda pada situasi yang berbeda.

2. Kelangsungan Perilaku

Kelangsungan perilaku artinya antara perilaku yang satu ada kaitannya

dengan perilaku orang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang

baru lalu, dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi

secara berkesinambungan.

14

Page 15: Proposal BAB 123

3. Orientasi pada tugas

Orientasi tugas ini merupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi

pada suatu tugas tertentu. Ciri perilaku yang terkahir adalah usaha dan

perjuangan.

4. Usaha dan perjuangan

Usaha dan Perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri

serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin

diperjuangkan. Jadi, sebenarnya manusia memiliki cita-cita yang ingin

diperjuangkannya, sedangkan hewan hanya berjuang untuk mendapatkan

sesuatu yang sudah terdapat di alam.

2.2.4 Jenis-Jenis Perilaku

Menurut Maulana (2009) memaparkan perilaku dilihat dari bentuk respon

terhadap stimulus, maka perilaku dibedakan menjadi dua, yaitup Perilaku tertutup

(Convert behaviour) dan perilaku terbuka (Overt behaviour).

1. Perilaku tertutup (Convert behaviour) adalah respon seseorang terhadap

stimulus sifatnya masih tertutup (convert). Respon ini masih terbatas terhadap

perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada

orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati jelas oleh

orang lain.

2. Perilaku terbuka (Overt behaviour) adalah respon seseorang terhadap stimulus

bersifat terbuka atau dalam bentuk tindakan nyata, serta dapat dengan muda

diamati jelas oleh orang lain.

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Dalam menganalisis perilaku manusia dari segi kesehatan orang dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu dari dalam perilaku dan dari luar perilaku. Dan perilaku

terbentuk dari dua faktor, yaitu:

1. Faktor predisposisi

Terbentuknya suatu perilaku dimulai dari cognitive domain dalam arti

subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi tentang

perawatan gigi sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut

selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subyek terhadap

pengetahuan tentang perawatan gigi. Pengetahuan, sikap, praktek atau tindakan

terhadap perawatan gigi diharapkan akan membentuk perilaku subyek terhadap

perawatan gigi (Maulana, 2009).

15

Page 16: Proposal BAB 123

a.Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil

dari “tahu” dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan juga

merupakan domain (kawasan) yang penting untuk terbentuknya perawatan

gigi yaitu tingkat pengetahuan.

Pengetahuan yang cukup dalam cognitive domain, mempunyai enam

tingkatan, yaitu yang pertama adalah tahu (know) yang artinya mengingat

suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap materi perawatan

gigi serta tindakan dalam perilaku menggosok gigi yang telah diterima. yang

kedua adalah memahami (comprehension) , mempunyai arti yaitu suatu

kemampuan untuk menjelaskan atau mempraktekan secara benar tentang

perilaku menggosok gigi. yang ketiga adalah aplikasi (application), diartikan

sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan pengetahuan tentang penting

menggosok gigi. selanjutnya yang keempat adalah analisis (analisys), suatu

kemampuan dalam menghubungkan dan menguraikan seluruh materi

tersebut. Dan yang terakhir membuat dan mengevaluasi (evaluation), dalam

hal ini berkaitan dengan suatu kemapuan untuk melakukan tindakan dan

penilaian terhadap materi tersebut.

b.Sikap

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap

belum merupakan tindakan atau reaksi terbuka, akan tetapi merupakan

predisposisi perilaku (tindakan) atau disebut dengan reaksi tertutup. Sikap

terhadap pentingnya menggosok gigi merupakan respon yang masih tertutup

dari seseorang terhadap materi perawatan gigi. Sikap juga merupakan

kesiapan untuk bereaksi terhadap pengetahuan tentang pentingnya perawatan

gigi dalam hal menggosok gigi. Penghayatan terhadap pengetahuan ini

meliputi komponen pokok untuk perawatan gigi,yaitu kepercayaan, ide,

konsep. ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(Notoatmodjo, 2003).

16

Page 17: Proposal BAB 123

c. Tindakan atau praktek

Sikap erat hubungannya dengan tindakan atau praktek. Suatu sikap tiak

secara otomatis terwujud dalam suatu tindakan atau praktek. untuk

mewujudkan suatu sikap menjadi suatu tindakan atau perbuatan nyata, maka

diperlukan faktor pendukung, antara lain fasilitas dan dukungan (support).

Suatu tindakan atau praktek memiliki tingkatan diantaranya, persepsi

(perception), respon terpimpin (Guided response), mekanisme (mechanism)

dan adopsi (adoptation). Dalam persepsi (perception), mengenal dan memilih

berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan

praktek tingkat pertama, sedangkan pada respon terpimpin (Guided response)

melakukan sesuatu dengan sesuatu yang benar dan sesuai dengan contoh,

misalnya dapat melakukan menggosok gigi dengan urutan yang benar dan

sesuai contoh, ini merupakan praktek atau tindakan tingkat kedua.

selanjutnya pada mekanisme (mechanism) berarti dapat melakukan sesuatu

dengan benar secara otomatis dan tanpa paksaan, misalnya anak dapat

menggosok gigi tanpa disuruh atau tanpa paksaan orang tuanya lagi. maka

dari itu jika tercipata tindakan tersebut maka tercapailah praktek atau

tindakan tingkat ketiga. Tingkatan yang terakhir adalah adopsi (adoptation),

yaitu suatu tindakan atau suatu praktik yang sudah berkembang dengan baik.

Hal ini berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2. Faktor pendorong

Menurut Green (1980) dalam Maulana (2009), Mengemukakan bahwa

faktor pendorong memungkinkan terjadinya perilaku. Hal ini berupa

lingkungan fisik, fasilitas kesehatan serta peran keluarga,terutama orang tua,

guru, dan petugas kesehatan berpengaruh pada perilaku individu. Untuk

bertindak dalam mencapai suatu tujuan terwujudnya perilaku anak yang baik,

maka harus saling bahu membahu agar terciptanya kerjasama yang baik antara

pihak rumah atau keluarga dengan sekolah yang akan mendukung anak dalam

memperoleh pengalaman yang hendak dirancang. Lingkungan yang yang akan

mendorong proses belajar melalui penjelajah dan penemuan untuk terjadinya

suatu perilaku

17

Page 18: Proposal BAB 123

2.3 Perawatan Gigi

2.3.1 Gigi Susu

Pertumbuhan gigi sendiri dimulai dengan munculnya gigi susu. Masa

pertumbuhan gigi susu berbeda pada setiap anak. Munculnya gigi susu normal

pertama kali antara usia 4-6 bulan dan paling lambat antara 20-26 bulan. Gigi akan

tumbuh secara lengkap sejumlah 20 buah gigi, yaitu 10 gigi atas, 10 gigi bawah.

Perbedaan gigi susu dan gigi tetap adalah gigi susu berwarna lebih putih dan relatif

berukuran kecil dibandingkan gigi tetap. Gigi susu satu dengan lainnya memiliki

letak renggang di dalam rongga mulut karena sebagai persiapan tempat gigi tetap

yang berukuran lebih besar.Sehingga gigi tetap rapat satu sama lain. Pergantian

dapat digolongkan menjadi 3 periode berbeda,yaitu periode gigi susu( 0-5 tahun ),

periode gigi bercampur (6-14 tahun ), periode gigi tetap (di atas 14 tahun)

(Maulani, 2005).

Masa pembentukan gigi susu sangat perlu di perhatikan karena merupakan

masalah yang rentan. Maka perlu perhatian orang tua dalam perawatan gigi anak,

terutama pada tahap gigi susu. Sekitar usia 1 tahun atau dalam jangka waktu 6

bulan setelah gigi pertamanya tumbuh. Setelah itu setidaknya rutin memeriksakan

giginya ke dokter gigi setahun sekali. Dan ketika gigi pertamanya sudah tumbuh,

orang dapat melakukan perawatan gigi susu anak dengan menyikat gigi anak. Pilih

sikat gigi dengan kepala yang kecil dan bulu sikat dengan ujung membulat yang

lembut. Biasakan menyikat gigi dua kali sehari, setelah sarapn dan malam minimal

selama 2 menit. Saat ia sudah berusia 18 bulan, sebelum usia tersebut

membersihkan gigi cukup dengan sikat gigi lembut dan air. Ketika anak sudah

berusia 6 tahun anak dapat menggunakan pasta gigi biasa.

2.3.2 Gigi Tetap

Sebelum gigi menjadi menjadi gigi tetap, anak melewati periode gigi

bercampur yang terjadi pada anak usia 6-14 tahun. Gigi bercampur keadaan

dimana gigi susu mulai tanggal dan gigi tetap mulai tumbuh. Dalam kondisi gigi

baik (tidak berlubang) gigi susu akan tanggal dengan sendirinya mulai usia 5-6

tahun, diikuti pertumbuhan gigi tetapnya mulai usia 6-7 tahun untuk menggantikan

gigi-gigi susu dan akan lengkap hingga berjumlah 28 gigi pada usia 12-13 tahun.

Perawatan pada gigi tetap seharusnya tidak luput juga dari perhatian orang tua,

karena apabila gigi tetap mengalami kerusakan akibat gigi berlubang maka harus

dilakukan pencabutan. gigi tetap ini tidak akan  ada gigi penggantinya yang akan

18

Page 19: Proposal BAB 123

tumbuh. Untuk mengatasi masalah ini hanya dapat dilakukan perawatan ortodontik

untuk dapat merapikan gigi-gigi yang tidak rapi dan prostetik yaitu mengganti

dengan gigi tiruan dan melakukan sikat gigi 2 kali sehari, setelah sarapan dan

sebelum tidur untuk mencegah karies gigi (Maulani, 2005).

2.4 Kerangka Teori

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Notoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Jakarta:EGC

2.5 Hipotesis

Ho : Tidak ada Hubungan antara peran orang dengan perilaku menggosok gigi

pada anak usia 6-8 tahun di Perumnas II Pontianak

Ha : Ada Hubungan antara peran orang dengan perilaku menggosok gigi

pada anak usia 6-8 tahun di Perumnas II Pontianak

19

Faktor predisposisi:- Pengetahuan- Sikap- Tindakan atau praktek

Perilaku Menggosok Gigi Setelah

Sarapan dan Sebelum TidurFaktor Pendukung :

- Lingkungan- Fasilitas Kesehatan- Peran Orang tua

Page 20: Proposal BAB 123

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena peneliti harus

mendefinisikan variabel penelitian dan melakukan analisis atas data yang diperoleh

(Danim, 2003).

3.2 Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini berupa penelitian deskriptif analitik yang merupakan

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel (Dahlan, 2010).

Yaitu variabel independen (peran orang tua) dan variabel dependen (perilaku menggosok

gigi setelah sarapan dan sebelum tidur). Desain penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan cross-sectional yang menekankan waktu pengukuran data variabel dependen

dan independen hanya satu kali pada suatu saat yang sama (Nursalam, 2011).

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam,

2011). Populasi dalam peneltian ini adalah seluruh orang tua yang memiliki anak yang

berumur 6-8 tahun di Kelurahan Sungai Beliung. Adapun jumlah anak usia 6-8 tahun di

Kelurahan Sungai Beliung berjumlah 3.360 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat digunakan sebagai subjek

penelitian (Nursalam, 2011). Sampel penelitian dalam penelitian ini adalah orang tua

yang memiliki anak usia 6-8 tahun di Keluarahan Sungai Beliung.

Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik Probability

Sampling dengan menggunakan rancangan simple random sampling yang dimana teknik

ini dilakukan berdasarkan suatu pertimbangan tertentu yang dibuat peneliti sendiri.

Menurut Nursalam (2011), besar sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

20

Page 21: Proposal BAB 123

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Jumlah Populasi

d : Tingkat Kepercayaan / tingkat ketepatan yang di inginkan (0,05)

Diketahui :

N : 3360

d : 0,05

Cara menghitung sampel :

399,88 = 400

Jadi, besar sampel yang dibutuhkan dari hasil perhitungan sejumlah 97 responden

(400 responden Ibu dan 400 responden anak)

3.4 Kriteria Sampel Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

a. Orang tua yang memiliki anak usia 6-8 tahun

b. Anak dengan usia 6-8 tahun

21

Page 22: Proposal BAB 123

c. Bersedia menjadi responden

3.4.2 Kriteria Eksklusi

a. Tidak mengisi kuisoner secara lengkap

b. Tidak bisa baca tulis

3.5 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka Konsep penelitian digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen atau variabel terikat adalah suatu variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas, dengan kata lain dependen

merupakan variabel akibat atau efek (Hidayat, 2011). Variabel terikat (variabel

yang dipengaruhi) dalam penelitian ini adalah perilaku menggosok gigi setelah

sarapan dan sebelum tidur anak usia 6-8 tahun.

3.6.2 Variabel Independen (Variabel bebas)

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi

variabel lain, dengan kata lain independen merupakan variabel risiko atau sebab

(hidayat, 2011). Variabel risiko (variabel yang mempengaruhi) dalam penelitian ini

adalah peran orang tua.

3.7 Definisi Operasional

22

Peran Orang tuaPerilaku menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur

Page 23: Proposal BAB 123

Definisi operasional adalah ketika variabel-variabel penelitian menjadi bersifat

operasional. Definisi operasional menjadikan konsep yang masih bersifat abstrak

menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variabel tersebut (Wasis, 2008).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala

1. Peran Orang tua

Suatu aktivitas orangtua untuk mengajarkan anak usia 6-8 tahun dalam memelihara kesehatan gigi yang meliputi : a. Mengajarkan

waktu yang tepat dalam menggosok gigi

b. Mengajarkan syarat-syarat sikat gigi yang baik

c. Mengajarkan pemberian pasta gigi yang baik

d. Mengajarkan cara sikat gigi yang benar

e. Mengajarkan anak untuk menyimpan sikat gigi yang benar

Kuisoner Kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan negative dan positif dengan kategori jawaban :

- selalu = 2- kadang- kadang= 1- tidak pernah= 0

1. Baik (Cut off point ≥ mean/median)

2. Kurang Baik (cut off point ≤ mean/median)

Menggunakan nilai mean jika distribusi data peran orang tuanya normal dan menggunakan nilai median jika distribusi data peran orang tuanya tidak normal.

Nominal

2. Perilaku menggosok gigi setelah sarapan

Anak yang melakukan atau tidak melakukan kebiasaan menggosok gigi setelah sarapan

Kuesioner Kuesioner yang terdiri dari 4 pertanyaan

1. Melakuka2. Tidak

Melakukan

Nominal

23

Page 24: Proposal BAB 123

3. Perilaku menggosok gigi sebelum tidur

Anak yang melakukan atau tidak melakukan kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur

Kuesioner Kuesioner yang terdiri dari 4 pertanyaan

1. Melakukan2. Tidak

Melakukan

Nominal

3.8 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 71 Pontianak. Waktu yang diperlukan dari

mulai penyusunan proposal ujian hasil adalah bulan Desember 2013-Mei 2014

Tabel 3.2 Waktu Penelitian

KegiatanBulan / Tahun 2013-2014

Desember Januari Febuari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengajuan topik dan judul

penelitian

Studi Pendahuluan

penyusunan proposal

Sidang Proposal

Pengambilan data, analisa

dan bimbingan

penyusunan laporan hasil

Ujian Hasil

Pengumpulan Skripsi

3.9 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuisoner, yang dimana untuk

mengukur variabel peran orang tua dengan perilaku menggosok gigi setelah sarapan dan

sebelum tidur. Kuisoner dalam penelitian ini terdiri dari 2 Kuisoner ,yaitu :

Kuisoner I : Kuisoner ini terkait pertanyaan tentang identitas responden dan terkait

dengan peran orang yang terdiri dari 15 item pertanyaan, masing-masing

item pertanyaan jawaban diukur dengan diberi skor : “selalu” nilainya 3;

“kadang-kadang” nilainya 2; “tidak pernah” nilainya 1 dan akan

dikatergorikan bila baik (Cut off point ≥ mean/median) dan bila Kurang

24

Page 25: Proposal BAB 123

Baik (cut off point ≤ mean/median. Hasil ukur menggunakan nilai mean

jika distribusi data peran orang tuanya normal dan menggunakan nilai

median jika distribusi data peran orang tuanya tidak normal.

Kuisoner II: Kuisoner pada bagian ini terkait dengan identitas anak dan terkait dengan

perilaku menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur yang terdiri dari

4 item apertanyaan, yang dapat dikategorikan menjadi melakukan dan tidak

melakukan.

Pembagian kuisoner akan dilakukan apabila kuisoner tersebut telah diuji validitas

dan uji realibilitas.

1. Uji Validitas

Validitas yang merupakan suatu alat ukur dan pengamatan suatu instrumen

(Zuldafrial, 2011). Validitas berkaitan dengan kesesuaian antara satu konsep dengan

indikator yang digunakan (Prasetyo dan Lina, 2011). Uji validitas ini dilakukan

menggunakan uji korelasi pearson product moment dan diuji cobakan pada 20

responden pada taraf signifikan 5% adalah 0,444 (Machfoedz, 2013). Instrumen

dikatakan valid jika nilai r dihitung lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel

pada alpa 0,05 (Listiowati, 2009).

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta

atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang

berlainan (Zuldafrial, 2011). Bila pengamatan yang diukur tidak sama, maka

dikatakan perangkat ukur tersebut tidak reliabel (Prasetyo dan Lina, 2011). Dari

instrumen tersebut jika alpha cronbach mendekati angka 1 atau ≥ 0,60, maka

instrumen tersebut dikatakan reliabel (Listiowati, 2009)

3.10 Prosedur Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data harus sesuai dengan maksud dan tujuan

penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari pengisian kuisoner,

prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.10.1 Tahap Persiapan

25

Page 26: Proposal BAB 123

Penelitian akan dilakukan setelah memperoleh ijin dari pihak sekolah

untuk melakukan penelitian. Peneliti akan mendatangi lokasi yang terletak di

SDN 71 dan SDN 72 Pontianak dan melakukan sosialisasi proposal dengan

Kepala sekolah, Guru-guru, dan melakukan pendekatan kepada calon reponden.

Bagi calon responden orangtua, peneliti akan mendatangi kerumahnya.

3.10.2 Tahap Pemilihan Responden

Langkah-langkah pemilihan responden yang dilakukan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Setelah memperoleh surat ijin untuk melakukan penelitian, peneliti

mendatangi lokasi penelitian yaitu SDN 71 Pontianak dan SDN 72 Pontianak

2. Peneliti memperkenalkan diri dan melakukan penjelaskan singkat kepada

pihak sekolah tentang prosedur dan tujuan penelitian ini dilakukan

3. Peneliti memperkenalkan diri kepada calon responden dan melakukan

pendekatan kepada calon responden dan menjelaskan tentang tujuan dan

prosedur penelitian. Bagi responden yang setuju untuk berpatisipasi dalam

kegiatan penelitian selanjutnya diberikan lembar persetujuan penelitian untuk

ditanda tangani.

4. Peneliti membagi kuisoner kepada orangtua (Ibu) dan memberikan penjelasan

kepada responden tentang cara pengisian kuisoner serta diminta untuk

mengisi biodata orangtua dan mengisi pertanyaan yang terdapat dalam

kuisoner serta diminta memilih jawaban sesuai point yang ada. Bagi orang

yang tidak hadir dalam penelitian,peneliti akan mendatangi rumahnya

5. Peneliti membagikan kuisoner terpimpin kepada anak. Peneliti memberikan

bantuan kepada responden tentang cara pengisian kuisoner dan diminta untuk

memilih jawaban sesuai dengan point yang ada.

6. Kuisoner yang terisi lengkap lalu diserahkan kepada peneliti

3.11 Rencana Pengolahan Data

Hasil data kuisoner yang telah terkumpul lengkap lalu diolah melalui tahapan

pengolahan data sebagai berikut:

3.11.2 Editing

26

Page 27: Proposal BAB 123

Peneliti melakukan pengecekan terhadap data yang telah diisi oleh responden.

diantaranya, kelengkapan dalam pengisian identitas dan pertanyaan dalam

kuisoner tersebut. sehingga apabila terdapat pengisian yang tidak lengkap ataupun

ketidaksesuaian dalam pengisian,dapat dilengkapkan segera.

3.11.3 Coding

Melakukan kegiatan data mengubah data berbentuk huruf/kalimat menjadi

data angkat atau bilangan yang dimana akan mempermudah pada saat analisa data

dan pada saat entry data. dalam pemberian coding tentang hubungan peran

orang tua jika peran baik = 1, jika kurang baik = 2. Pada perilaku

menggosok gigi anak setelah sarapan dan sebelum tidur melakukan = 1, jika

melakukan = 2.

3.11.4 Entry Data

Data yang didapat dari pengumpulan kuisoner dimasukkan kedalam program

komputer atau software dalam bentuk kode angka.

3.11.4 Cleaning

Setelah semua data responden selesai dimasukkan, dilakukan pengecekan

kembali untuk melihat apakah ada tidaknya kesalahan, ketidaklengkapan,dan

sebagainya,kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

3.12 Analisa Data

Analisa data merupakan proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat

bagaimana menginterpretasikan data, dan kemudian menganalisis data dari hasil yang

sudah ada pada tahap hasil pengolahan data (Prasetyo dan Lina, 2011).

Analisa data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.12.2 Analisa Univarat

Analisa univariat dilakukan terhadap setiap variabel hasil dari

penelitian untuk mengetahui apakah konsep yang diukur sudah siap dianalisa

serta dapat dilihat gambaran secara rinci (Imron dan Munif, 2010). Setiap

variabel dependen dan independen dianalisa dengan statistik deskriptif yaitu

presentatif untuk mengetahui gambaran mengenai peran orang tua yang terdiri

dari 15 item pertanyaan dan dikategorikan menjadi dua peran, yaitu peran baik

(31-45) dan peran kurang baik (15-30), serta mengenai perilaku menggosok

gigi setelah sarapan dan sebelum tidur terdiri dari 4 item pertanyaan dan

kemudian dikategorikan menjadi dua, yaitu melakukan dan tidak melakukan

27

Page 28: Proposal BAB 123

dalam bentuk distribusi frekuensi yang menggunakan program SPSS 17.0 for

Windows system.

3.12.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variable

yang diduga adanya hubungan atau berkoreasi (Notoadmodjo, 2005). Menurut

Imron dan Munif (2010), analisa bivariat digunakan untuk melihat apakah ada

hubungan antara variabel. Hubungan tersebut mempunyai 3 kemungkinan,

yaitu:

1. Ada hubungan tetapi sifatnya simetris, tidak saling mempengaruhi

2. Saling mempengaruhi antara dua variabel

3. Sebuah variabel mempengaruhi variabel lain

Tujuan analisa ini untuk mengetahui hubungan antara peran orangtua

dengan perilaku menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur pada anak

usia 6-8 tahun. Analisa ini menggunakan uji Chi-Square jika nilai expected

kurang dari 5, maksimal 20%. Akan tetapi jika syarat uji Chi-Square tidak

terpenuhi maka menggunakan alternatif uji Chi-Square yaitu Fisher dan

Kolmogorov-Smirnov karena :

a. Variabel yang dihubungkan adalah peran orang tua dengan perilaku

menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur

b. Jenis Hipotesis komparatif

c. Skala variabel kategorik

d. Kelompok data tidak berpasangan

3.13 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, sebelum peneliti mendatangi responden untuk

bersedia menjadi responden, peneliti melakukan meminta ijin kepada pihak sekolah.

Setelah mendapatkan izin dari pihak sekolah kemudian peneliti mendatangi responden

dan meminta calon responden untuk menjadi responden penelitian. Setelah

mendapatkan persetujuan, barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah

etika-etika penelitian yang meliputi :

1. Informed consent ( lembar persetujuan)

Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden. Bila responden bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan bersedia menjadi responden. Tetapi apabila

28

Page 29: Proposal BAB 123

responden menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati

hak-hak responden.

2. Anonimity ( tanpa nama )

Kerahasiaan dari identitas responden dalam penelitian ini akan dijaga oleh

peneliti dan hanya digunakan semata-mata hanya untuk kepentingan penelitian.

Kerahasiaan dalam penelitian ini dijaga oleh peneliti dengan tidak mencantumkan

nama, hanya nama inisial responden saja yang di cantumkan, demi menjaga

kerahasiaan identitas responden.

3. Confidentiality (Kerahasiaan informasi)

Kerahasiaan mengacu pada tanggung jawab peneliti untuk melindungi

semua data yang dikumpulkan. seluruh informasi yang diberikan responden,

dijamin peneliti hanya untuk kepentingan penelitian dan hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4. Manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

Penelitian ini diharapkan mendapatkan manfaat yang maksimal bagi pasien

orangtua maupun anak, pada khusunya adalah subjek penelitian ini sendiri. Maka

dari itu peneliti berusaha untuk dapat meminimalkan dampak yang dapat

merugikan bagi subyek penelitian.

29