BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seksualitas dapat dipandang sebagai pencetusan dari hubungan antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik menjadi dasar kehidupan bersama antara dua insan manusia (Wiknjosostro, 1999). Menurut A. Maslow kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengakuan dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah seksual. Kebutuhan seksual juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan nifas. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seksualitas dapat dipandang sebagai pencetusan dari hubungan
antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik
menjadi dasar kehidupan bersama antara dua insan manusia
(Wiknjosostro, 1999). Menurut A. Maslow kebutuhan manusia terdiri dari
5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengakuan dari orang lain,
harga diri dan perwujudan diri. Kebutuhan manusia yang paling dasar
harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan
yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau
kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah seksual. Kebutuhan seksual
juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya
dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan nifas.
Kesehatan seksual mencakup aspek fisik dan psikososial individu
tentang nilai diri dan hubungan interpersonal yang positif. Salah satu
kebutuhan dasar manusia adalah seks. Pemenuhan maksimal akan hal ini
dimulai oleh sementara kalangan, dapat menentukan baik buruknya
kualitas hidup seseorang. Masalah pasien yang melibatkan seksualitas
termasuk konflik pribadi dan emosi.
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil.
(Rustam, 1998)
1
2
Kecemasan dan kelelahan mengurus bayi baru lahir sering kali
membuat gairah bercinta pasangan suami istri (pasutri) surut, terutama
pada wanita. Menurunnya gairah seksual disebabkan oleh trauma psikis
maupun fisik. Ditinjau dari segi fisik, wanita mengalami perubahan sangat
drastis di dalam tubuh. Mengandung dan melahirkan normal maupun
caesar dapat menyebabkan trauma pada wanita. Trauma fisik bisa terjadi
saat melahirkan. Rasa sakit akibat pengguntingan bagian dalam vagina
(episiotomi) untuk melancarkan jalan lahir untuk menghindari terjadinya
perobekan yang berat. Tentu saja, tindakan ini membutuhkan waktu untuk
penyembuhan. Sedangkan trauma psikis (kejiwaan) terjadi pada wanita
usai melahirkan yang belum siap dan memahami segala urusan mengurus
anak. Dari mulai merawat anak, merawat payudara yang sudah siap
mengeluarkan ASI, cara pemberian ASI yang benar sampai urusan
mengganti popok. Akibatnya, ibu merasa lelah, capek, dan menyebabkan
gairah menurun dan enggan untuk berhubungan seksual.
Sebuah penelitian di Australia mendapatkan bahwa enam minggu
adalah waktu rata-rata bagi para perempuan pasca persalinan untuk mulai
melakukan hubungan seks. Tapi penelitian tersebut juga menemukan
bahwa sekitar setengah dari mereka memiliki masalah sejak awal, terus
mengalaminya selama tahun pertama pasca persalinan. Penelitian lain
menemukan 20% perempuan yang baru pertama kali melahirkan
membutuhkan waktu 6 bulan untuk merasa nyaman secara fisik saat
bersenggama, dengan waktu rata-rata sekitar 3 bulan
(http://cyberwoman.cbn.net.id. 2007).
3
Studi pendahuluan yang pernah dilakukan peneliti di BPS Diyah
Tri Wahyuni Desa Bandar Kedungmulyo Kecamatan Bandar
Kedungmulyo Kabupaten Jombang pada bulan November 2010 – Januari
2011 terdapat 38 ibu bersalin normal, 28 ibu masih dalam masa nifas dan
15 diantaranya saat ini belum memikirkan untuk berhubungan seksual,
karena masih takut, 13 ibu yang masih dalam masa nifas mengatakan akan
memulai hubungan seks setelah darah nifas berhenti dan luka jahitan
kering (40 hari). Sedangkan 10 ibu sudah melalui masa nifas, 5
diantaranya mengatakan akan mulai berhubungan seksual kira-kira 6 bulan
setelah melahirkan. Dan 5 ibu mengatakan belum memikirkan tentang
kapan akan mulai berhubungan seksual lagi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi bahwa
beberapa faktor yang mempengerahui seks pasca persalinan antara lain; 1)
paritas, 2) adanya perlukaan episiotomi, 3) psikologis, 4) kurangnya
informasi tentang seks setelah melahirkan, 5) adat istiadat, 6)
ketidakseimbangan hormon. Pengetahuan tentang seks pasca persalinan
yang kurang, berdampak pada perubahan psikis pada ibu post partum yaitu
terjadi kecemacan sehingga ibu merasa takut apabila melakukan hubungan
seks. Sebagian pria dan wanita menginginkan hubungan seks secepat
mungkin setelah melahirkan, sebagian lagi mungkin lebih suka menunggu
atau bahkan mungkin merasa takut (Hasselquist. 2006: 28).
Banyak wanita setelah melahirkan, merasa cemas atau takut untuk
berhubungan seksual lagi dengan pasangannnya. Banyak perempuan yang
merasa tidak berhasrat untuk melakukan senggama pasca persalinan,
4
karena takut terhadap rasa nyeri yang mungkin ditimbulkannya. Waktu
yang dibutuhkan oleh seorang perempuan untuk mengembalikan
gairahnya seperti semula, sangat bergantung kepada pengalaman
persalinannya (apakah persalinan normal atau dengan cara caesar) (Ryan.
2008).
Peningkatkan pengetahuan ibu, peran tenaga kesehatan sebagai
edukator diharapkan dapat membantu memberikan informasi tentang
masalah yang dialami para ibu post partum tentang hubungan seksual
selama masa nifas. Suami sebagai pasangan hidup juga memiliki peran
penting dalam penyaluran dan pemberi dukungan emosional atau
psikologis. Untuk itulah peneliti tertarik untuk meneliti hal tersebut di atas
dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang
hubungan seksualitas ibu post partum di BPS Ny. Diyah Triwahyuni Desa
Bandar Kedungmulyo Kecamatan Bandar Kedungmulyo Kabupaten
Jombang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Faktor yang memepengaruhi seks setelah melahirkan.
1. paritas ibu post partum . Diyah Triwahyuni Desa Bandar
Kedungmulyo Kecamatan Bandar Kedungmulyo Kabupaten Jombang
tahun 2011
2. Adanya perlukaan episiotomi pada ibu post partum
3. psikologis ibu post partum
4. Kurangnya informasi tentang seks setelah melahirkan.
5. adat istiadat di desa bandar kedungmulyo
5
6. ketidakseimbangan hormon
1.3 Rumusan Masalah
Bertolak dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dalam
penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan yakni tentang “Faktor apa saja
yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang hubungan seksualitas ibu post
partum di BPS Ny. Diyah Triwahyuni Desa Bandar Kedungmulyo
Kecamatan Bandar Kedungmulyo Kabupaten Jombang tahun 2011”.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang
seksualitas ibu post partum.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi paritas ibu post partum di BPS. Diyah Triwahyuni
Desa Bandar Kedungmulyo Kecamatan Bandar Kedungmulyo
Kabupaten Jombang tahun 2011.
b. Mengidentifikasi perlukaan episiotomi pada ibu post partum di BPS.
Diyah Triwahyuni Desa Bandar Kedungmulyo Kecamatan Bandar
Kedungmulyo Kabupaten Jombang tahun 2011.
c. Mengidentifikasi faktor psikologis ibu post partum di BPS. Diyah
Triwahyuni Desa Bandar Kedungmulyo Kecamatan Bandar
Kedungmulyo Kabupaten Jombang tahun 2011.
d. Mengindetifikasi kurangnya informasi tentang seks setelah
melahirkan pada ibu post partum di BPS. Diyah Triwahyuni Desa
6
Bandar Kedungmulyo Kecamatan Bandar Kedungmulyo Kabupaten
Jombang tahun 2011.
e. Mengidentifikasi adat istiadat masyarakat desa Bandarkedungmulyo
tentang seks masa nifas.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang terkait, antara lain :
1.5.1 Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan masukan untuk
mengembangkan penelitian selanjutnya.
1.5.2 Bagi Tempat Penelitian
1. Sebagai bahan tambahan untuk memberikan informasi tentang
hubungan seksual pada ibu nifas pada masa nifas dan pasca nifas.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk
memberikan saran dan tindakan yang harus dilakukan oleh pasangan
suami-istri pada masa nifas.
1.5.3 Bagi Peneliti
1. Meningkatkan pemahaman dan wawasan secara langsung bagi
peneliti mengenai pengetahuan ibu nifas tentang hubungan seksual
masa nifas.
2. Mengetahui cara-cara melakukan hubungan seksual pada masa nifas.
7
3. Dapat dijadikan pengalaman tersendiri bagi peneliti untuk
pengembangan keilmuan dan bekal dalam memberikan informasi
kesehatan reproduksi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2005:127).
Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia
melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan
akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah
dilihat atau dirasakan sebelumnya.(Meliono, 2010)
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia yang sekedar menjawab
pertanyaan ”what”. Definisi pengetahuan yang dikemukakan para ahli pada
umumnya menunjukkan pada fakta-fakta, diantaranya :
a. Dalam the International Encyclopedia of Higher Education pengertian
pengetahuan dirumuskan sebagai keseluruhan fakta-fakta kebenaran azas-
azas, dan keterangan yang diperoleh manusia.
b. Dalam International Dictionary of Education, pengetahuan didefinisikan
sebagai kumpulan fakta-fakta, keterangan dan sebagainya yang diperoleh
manusia melalui penelaahan, ilham atau pengalaman.
8
9
c. Dalam The Con Ise Dictionary of Education, pengetahuan didefinisikan sebagai
keseluruhan fakta-fakta, keterangan dan azas-azas yang seseorang peroleh melalui
belajar dan pengalaman (Notoatmodjo, 2005: 3).
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005: 8) pengetahuan yang dicakup di dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain:
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap
obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Menggunakan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi kondisi riil (sebenarnya). Misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian,
10
dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem
solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan.
d. Menganalisis (Analysis)
Menganalisa adalah kemampuan untuk materi atau suatu obyek ke dalam ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitan satu dengan yang lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan, dengan
kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada, misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkas,
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah
ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Menilai berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penelitian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian tersebut itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan, menafsirkan
saat yang tepat melakukan hubungan seksual saat nifas.
11
2.1.3 Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005:11) cara memperoleh pengetahuan
dikelompokkan menjadi dua, yakni :
a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
Cara kuno atau tradisional ini dapat dipakai orang untuk mmperoleh
kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukan metode ilmiah atau metode
penemuan secara sistematis dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan ini
antara lain:
1) Insting atau menggunakan naluri, yaitu seseorang yang dalam
menyelesaikan suatu masalah menggunakan jalan keluar berdasarkan
nalurinya saja dan hal tersebut tidak diajarkan oleh siapapun.
2) Cara coba-coba (Trial and Error)
Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan masalah upaya
pemecahannya dilakukan dengan cara coba-coba ini dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain.
3) Kebiasaan
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan
tradisi yang dilakukan orang, misalnya: mengapa ibu pada masa nifas
harus minum jamu. Kebiasaan ini diwariskan turun temurun dari generasi
kegenerasi. Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin masyarakat
formal dan informal.
12
4) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Oleh sebab
itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan.
5) Melalui jalan pikiran
Merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui
pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya
sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan.
b. Cara modern atau cara ilmiah disebut juga metode penelitian ilmiah cara
baru/modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis logis dan
ilmiah. Adapun beberapa syarat agar sesuatu hal dapat dikatakan ilmiah yaitu:
1) Obyektif
2) Sistematis
3) Metodik
4) General / umum.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Beberapa ahli mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. (Nursalam, 2003).
a. Faktor internal yang mempengaruhi pengetuhan, antara lain :
1) Usia
Dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan berkembang
sesuai dengan pengetahuan yang pernah didapatkan dan juga dari
pengalaman sendiri (Notoatmodjo, 2003).
13
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan tingkat kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan belajar (Nursalam, 2003).
2) Minat
Minat merupakan kekuatan dan dalam diri sendiri untuk menambah
pengetahuan. Minat juga diartikan sebagai suatu kecenderungan atau
kegiatan yang tinggi terhadap sesuatu. Dengan adanya pengetahuan tinggi
didukung minat yang cukup pada seseorang sangatlah mungkin seseorang
tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan (Azwar,
2003).
3) Motivasi
Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan suatu kebutuhan.
Dorongan ini diwujudkan dalam bentuk tindakan atau perilaku. Motivasi
yang rendah akan menghasilkan tindakan yang kurang kuat (Notoatmodjo,
2003).
4) Pengalaman
Suatu pengalaman bisa dijadikan sebagai tambahan informasi dimana
pengalaman akan membentuk dan merubah seseorang hingga akan bisa
menambah pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2005)
5) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang sangat besar pengaruhnya terhadap
pengetahuan seseorang yang berpendidikan tinggi, pengetahuannya akan
lebih baik daripada orang yang tinggal dilingkungan orang yang berpikiran
sempit (Notoatmodjo, 2005).
14
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki.
Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan
seseorang terhadap nilai-nilai baru yang dikenalkan (Nursalam, 2003).
6) Intelegensia
Pengetahuan yang dipengaruhi intelegensia adalah pengetahuan intelegen
dimana seseorang dapat bertindak secara cepat, tepat, dan mudah dalam
mengambil keputusan (Notoatmodjo, 2005).
7) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas daripada
seseorang yang tidak bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan
mempunyai banyak informasi dan pengalaman (Notoatmodjo, 2005).
b. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetuhan, antara lain :
1) Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap pengetahuan, jika orang hidup dalam
lingkungan yang berpikiran luas maka tingkat pengetahuan akan lebih baik
daripada orang yang tinggal dilingkungan orang yang berpikiran sempit
(Notoatmodjo, 2005).
2) Agama
Agama menjadikan orang bertambah pengetahuan yang berkaitan dengan
kehidupan spiritual
3) Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah
15
mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, maka
sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu
menjaga kebersihan lingkungan karena lingkungan sangat berpengaruh
dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang (Nursalam, 2003)
2.1.5 Kriteria Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subyek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin diketahui
atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas. Sedangkan
kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat
dilakukan dengan skorting yaitu :
a. Tingkat pengetahuan baik : 76 – 100%
b. Tingkat pengetahuan cukup : 56 – 75%
c. Tingkat pengetahuan kurang baik : <56%
(Nursalam, 2008)
2.2 Konsep Post Partum
2.2.1 Pengertian Post Partum (Nifas)
a. Adalah dimulai setelah dari kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung
selama kira-kira 6 minggu. (Sarwono,2006)
b. Adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-
alat kandungan kembali seperti pra hamil. (Rustam, 1998)
16
c. Dalam bahasa Latin, waktu tertentu setelah melahirkan anak ini disebut
puerperium, yaitu kata puer yang artinya bayi dan parous melahirkan.
Puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi. Dimana pulihnya
kembali, mulai dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan
kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 - 8 minggu.
(Bahiyatun, 2009)
2.2.2 Pembagian Masa Post Partum (Nifas)
Pembagian nifas dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Puerperium Dini
Yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan.
Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40
hari.
b. Puerperium Intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia.
c. Remote Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna mungkin beberapa minggu, bulan, dan tahun.
(Bahiyatun, 2009)
2.2.3 Tujuan Masa Nifas
Semua kegiatan yang dilakukan baik dalam bidang kebidanan maupun
dibidang lain selalu mempunyai tujuan agar kegiatan tersebut terarah dan
diadakan evaluasi dan penilaian. Tujuan dari perawatan nifas adalah:
17
a. Memulihkan kesehatan umum penderita.
b. Mempertahankan kesehatan psikologis.
c. Mencegah infeksi dan komplikasi.
d. Memperlancar pembentukan Air Susu Ibu (ASI).
e. Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas
selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat mengalami
pertumbuhan dan perkembangan dengan normal.
(Sarwono,2006)
2.2.4 Perubahan- perubahan yang terjadi selama Post Partum (nifas)
Perubahan-perubahan yang terjadi selama Post Partum (nifas) anatara lain:
a. Uterus
Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali
seperti sebelum hamil.
Tabel 2.1. Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi.
Involusi Tinggi fundus uterus Berat uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat
simfisis
500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas
simfisis
350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
18
b. Bekas implantasi uri
Placental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan
diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada keenam 2,4 cm, dan
akhirnya pulih.
c. Luka- luka pada jalan lahir
Pada jalan lahir bila tidak akan sembuh dalam 6-7 hari
d. Rasa sakit
Yang disebut after paints, (merian atau mules) disebabkan kontraksi rahim,
biasanya berlangsung 2-4 pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada
ibu mengenai hal ini dan bisa terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat
antisakit dan antimules.
e. Lochia
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa
nifas.
Lochia rubra (cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban,
sel-sel desidua, veniks kaseosa, laguno dan mekoneum, selama 2 hari
pasca persalinan.
Lochia sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari
ke 3-7 pasca persalinan.
Lochia serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke
7-14 pasca persalinan.
Lochia alba: cairan putih, setelah 2 minggu
Lochia purulenta: terjadi infeksi, keluar cairam seperti nanah berbau
busuk.
19
Lochiostasis: lochia tidak lancar keluarnya.
f. Serviks
Setelah persalinan untuk serviks agak menganga seperti corong konsistensinya
lunak, kadang trdapat perlukaan-perlukaan kecil.
g. Ligament- ligament
Ligament, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,
setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi.
h. Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan telah
terjadi perubahan-perubahan pada mammae.
(Bobak, 2004)
Tabel 2.2 Program dan Kebijakan Teknik Masa Nifas Menurut Sarwono (2006)
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6- 8 jam setelah
persalinan
1. Mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri.
2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan: rujuk bila perdarahan berlanjut.
3. Memberikan konseling pada ibu atau salah
satu anggota keluarga bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4. Pemberian ASI awal.
5. Melakukan hubungan natara ibu dan bayi
20
baru lahir.
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia. Jika petugas
kesehatan menolong persalinan, ia harus
tinggal bersama ibu dan bayi baru lahir
untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau
sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
2 6 hari setelah
persalinan
1. Memastikan involusi uterus berjalan
noramal : uterus berkontraksi, fundus di
bawa umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda- tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal.
3. Memastikan mendapatkan cukup makanan,
cairan dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tak memperlihatkan tanda- tanda penyulit.
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi baru lahir, tali pusat,
menjaga bayi agar tetap hangat dan
merawat bayi sehari- hari.
3 2 minggu setelah
persalinan
Sama dengan di atas (6 hari setelah
persalinan)
4 6 minggu setelah 1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-
21
persalinan penyulit yang ia alami dan ibu alami
2. Memberikan konseling tentang KB secara
dini.
2.2.5 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
Menurut Bahiyatun (2009), ada tujuh kebutuhan ibu nifas yaitu terdiri
dari:
a. Nutrisi dan Cairan tubuh
Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh terhadap
infeksi, mencegah konstipasi, dan untuk memulai proses pemberian ASI
eksklusif. Asupan kalori perhari ditingkatkan sampai 2700 kalori. Asupan
cairan per hari ditingkatkan sampai 3000 ml (susu 1000 ml). suplemen zat besi
dapat diberikan pada ibu nifas selama 4 minggu pertama setelah kelahiran.
Gizi ibu menyusui dibutuhkan untuk produksi ASI dan pemulihan kesehatan
ibu. Kebutuhan gizi yang perlu diperhatikan yaitu:
1) Makanan dianjurkan seimbang antara jumlah dan mutunya.
2) Banyak minum, setiap hari minum lebih dari 6 gelas.
3) Makan- makanan yang tidak merangsang, baik secara termis, mekanis,
atau kimia untuk menjaga kelancaran pencernaan.
4) Batasi makanan yang berbau keras.
5) Gunakan makanan yang dapat merangsang produksi ASI, misalnya
sayuran hijau.
Diet dalam masa nifas harusnya bergizi, bervariasi dan seimbang. Diet ini
seharusnya tinggi kalori. Total makanan yang dikonsumsi dianjurkan
22
mengandung 50 – 60% karbohidrat,lemak sebesar 25 – 35% dari total
makanan, jumlah protein 10 – 15%,zat besi, dan vitamin.
b. Ambulasi
Ambulasi dini sangat dianjurkan. Ambulasi ini akan meningkatkan
sirkulasi dan mencegah risiko tromboplebitis, meningkatkan fungsi kerja
peristaltik dan kandung kemih, sehingga mencegah distensi abdominal dan
konstipasi. Ambulasi dini dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan
kekuatan ibu. Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal,ibu
diperbolehkan mandi atau ke kamar mandi dibantu oleh keluarga yaitu pada 1
atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu harus diminta untuk
latihan menarik napas dalam serta latihan tungkai yang sederhana dan harus
duduk mengayunkan tungkai di tempat tidur.
c. Eliminasi
Bidan harus mengobservasi adanya distensi abdomen dengan
mempalpasi dan mengauskultasi abdomen, terutama pada post seksio sesaria.
Rangsangan untuk berkemih dapat diberikan dengan rendam duduk (sitz bath)
untuk mengurangi oedema dan relaksasi sfingter, lalu kompres hangat atau
dingin. Jika perlu, pasang kateter sewaktu.
d. Hygiene
Sering membersihkan perineum akan meningkatkan rasa nyaman dan
mencegah infeksi. Penggantian pembalut hendaknya sering dilakukan,
setidaknya setelah membersihkan perineum,berkemih, atau defekasi. Pada
masa post partum ibu rentan terhadap infeksi. Karena itu menjaga kebersihan
23
sangant penting untuk mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan tubuh, pakaian, temapat tidur, dan lingkungannya.
e. Istirahat
Ibu nifas membutuhkan tidur dan istirahat yang cukup. Setelah selama
Sembilan bulan ibu mengalami kehamilan dengan beban kandungan yang
begitu berat, banyak keadaan yang mengganggu lainnya, dan proses persalinan
yang melelahkan, ibu membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan
keadaannya. Seorang wanita dalam masa nifas dan menyusui memerlukan
waktu lebih banyak untuk istirahat karena dalam proses penyembuhan,
terutama organ-organ reproduksi dan untuk kebutuhan menyusui bayinya. Jika
ibu kurang beristirahat dapat mengganggu produksi ASI, memperlambat
proses involusi, memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi, dan
menimbulakan rasa ketidakmampuan merawat bayi.
f. Seksualitas masa nifas
Seksualitas ibu dipengaruhi oleh derajat ruptuur perineum dan
penurunan hormon steroid setelah persalinan. Keinginan seksual ibu menurun
karena kadar hormon rendah, adaptasi peran baru, keletihan (kurang istirahat
dan tidur). Penggunaan kontrasepsi (ovulasi terjadi lebih kurang 6 minggu)
diperlukan karena kembalinya masa subur yang tidak dapat diprediksi.
Menstruasi ibu terjadi pada kurang lebih 9 minggu pada ibu tidak menyusui
dan kurang lebih dari 30 – 36 minggu atau 4 – 18 bulan pada ibu yang
menyusui.
Hal- hal yang mempengaruhi seksual pada nifas yaitu:
1) Intensitas respon seksual berkurang karena ada perubahan faal pada tubuh.
24
2) Rasa lelah akibat mengurus bayi mengalahkan minat untuk bermesraan.
3) Bounding kepada bayi menguras semua rasa cinta kasih, sehingga waktu
tidak tersisa untuk pasangan.
4) Kehadiran bayi di kamar yang sama membuat ibu secara psikologis tidak
nyaman berhubungan intim.
5) Pada minggu pertama setelah persalinan, hormon estrogen menurun yang
mempengaruhi sel- sel penyekresi cairan pelumas vagina alamiah yang
berkurang. Hal ini menimbulakan rasa sakit jika melakukan hubungan
seksual.
6) Ibu mengalami let down (mengeluarkan) ASI, sehingga respon pada
orgasme yang dirasakan sebagai rangsangan seksual pada saat menyusui
menurun. Respon fisiologis ini dapat menekan ibu, kecuali mereka
memahami bahwa hal tersebut adalah normal.
2.3 Konsep seksual
Acapkali kata “seks” dan “seksualitas “ digunakan dalam pengertian yang
tidak benar. Kata ” seks ” lebih sering diucapkan dari pada kata ” seksualitas ”
walaupun yang dimaksud adalah ”seksualitas ”.
Karena pengertian yang salah akibat informasi yang tidak benar, maka
persepsi banyak orang tentang seks tentu menjadi salah. Kesalahan persepsi itu
kemudian diperburuk oleh mitos tentang seks yang banyak beredar di masyarakat.
Akhirnya pengertian di ekspresikan dalam bentuk perilaku seksual yang buruk,
yang menimbulkan akibat yang tidak diharapkan.
2.3.1 Pengertian seks dan seksualitassex-donot
25
Seks adalah kelamin secara biologis yaitu alat kelamin pria dan wanita
(Wimpie, 2000). Seksualitas adalah maksud dan motif dalam diri manusia.
Seksualitas adalah hasrat (desire) dan keinginan (want) yang tumpang tindih
dengan aspek-aspek lain kehidupan (Irwan, 2004).
2.3.2 Tujuan hubungan seksual
a. Sebagai pelepas ketegangan seksual
b. Untuk memperoleh kepuasan seksual bersama
c. Untuk menunjukkan kasih sayang bersama ( Derek, 1999 ).
2.3.3 Konsep tentang waktu dapat melakukan kembali hubungan seksual
setelah kelahiran bayi
a. Secara fisik aman untuk memulai hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina
tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu tidak merasakan
ketidaknyamanan, aman untuk melakukan hubungan seksual kapan saja ibu
siap (Saifuddin, 2001).
b. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan seksual sampai
masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah
persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan
(Saifuddin, 2001).
c. Sebagian besar pasangan melakukan hubungan seksual antara minggu ke 5
dan ke 8 pasca persalinan ( Christine, 2006 ).
d. Sebenarnya menutupnya serviks (ukuran rahim) serta normalnya kembali
vagina membutuhkan waktu yang lebih singkat sekitar dua sampai tiga
26
minggu. Sekarang umumnya diterima bahwa suatu pasangan dapat kembali
melakukan hubungan seksual sesegera si ibu merasa siap melakukannya
(Sylvia, 1998).
e. Menurut Dr. Ferryal Loitan, AAS RT, SP Rm, M.Kes ( MMR ) pasangan
melakukan hubungan seksual sebenarnya relatif tiap wanita berbeda-beda
kesiapannya. Namun secara medis setelah tidak ada perdarahan lagi, bisa
dipastikan ibu sudah siap berhubungan seks yaitu setelah masa nifas yang
berlangsung selama 30-40 hari (http://ayurai.wordpress.com).
Tiap wanita berbeda-beda kesiapannya. Namun secara medis, setelah tidak
ada pendarahan lagi, bisa dipastikan ibu sudah siap berhubungan seks yakni
setelah masa nifas yang biasanya berlangsung selama 30-40 hari. Masih dianggap
wajar bila keengganan untuk berhubungan badan dengan pasangan, terjadi antara
satu hingga tiga bulan setelah melahirkan.
Secara alami, sesudah melewati masa nifas kondisi organ reproduksi ibu
sudah kembali normal. Oleh sebab itu, posisi hubungan seks seperti apa pun sudah
bisa dilakukan. Kalaupun masih ada keluhan rasa sakit, lebih disebabkan proses
pengembalian fungsi tubuh belum berlangsung sempurna seperti fungsi
pembasahan vagina yang belum kembali seperti semula. Namun, bisa juga
keluhan ini disebabkan kram otot, infeksi, atau luka yang masih dalam proses
penyembuhan.
Gangguan seperti ini disebut dyspareunia atau rasa nyeri waktu sanggama.
Pada kasus semacam ini ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi penyebab,
yaitu :
27
1) Terbentuknya jaringan baru pasca melahirkan karena proses penyembuhan
luka guntingan jalan lahir masih sensitif sehingga kondisi alat reproduksi
belum kembali seperti semula.
2) Adanya infeksi, bisa disebabkan karena bakteri, virus, atau jamur.
3) Adanya penyakit dalam kandungan (tumor, dll).
4) Konsumsi jamu. Jamu-jamu ini mengandung zat-zat yang memiliki sifat
antingents yang berakibat menghambat produksi cairan pelumas pada vagina
saat seorang wanita terangsang seksual.
5) Faktor psikologis yaitu kecemasan yang berlebihan turut berperan, seperti:
a) Kurang siap secara mental untuk berhubungan seks (persepsi salah tentang
seks, dll).
b) Adanya trauma masa lalu (fisik, seks).
c) Tipe kepribadian yang kurang fleksibel.
d) Komunikasi suami istri kurang baik sehingga biasanya istri “malas”
melakukan hubungan seks. Kurangnya foreplay-nya sehingga belum
terjadi lubrikasi saat penetrasi penis.
2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan seksual pasca
persalinan
a. Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang
wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat
dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara.
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang
mampu hidup diluar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008). Sedangkan
28
menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi
aterm.
b. Adanya perlukaan jalan lahir
Perlukaan adalah cedera pada kulit karena terkena benda tajam dan
sebagainya. Jadi perlukaan jalan lahir merupakan suatu cidera pada kulit yang
didapat pada saat persalinan (Yayin, 2002).
Macam-macam perlukaan jalan lahir :
1) Perlukaan Vulva, terbagi atas :
a) Robekan pada klitoris atau sekitarnya.
Robekan pada klitoris atau sekitarnya walaupun tidak dalam akan
tetapi dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak.
b) Robekan perineum, terbagi atas :
(1) Robekan perineum derajat satu.
Laserasi minor yang hanya mengenai commisura (Fourchette)
dikulit perineum.
(2) Robekan perineum derajat dua.
Robekan ini meliputi kulit, membrane mukosa dan otot-otot
superfisial pelvi. Robekan ini sangat mungkin disertai laserasi
dinding-dinding labia atau vagina dan jaringan ikat yang
menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis
tengah.
(3) Robekan perineum derajat tiga
Robekan ini jauh lebih berat karena tidak hanya otot-otot profundal
yang terkena tetapi juga robeknya meluas sedemikian jauh ke
29
posterior sehingga daerah anterior sphinter ani externus akan
terlibat.
(4) Robekan perineum derajat empat.
Robekan ini meluas sampai dinding depan rektum dan mengenai
muskulus spinter ani internus.
2) Perlukaan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak seberapa sering terdapat. Biasanya terjadi akibat ekstrasi dengan
cunam, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar. Terkadang terjadi
kolpaporeksis, yaitu robekan melintang atau miring pada bagian atas
vagina. (Hanifa, 2003) kolparoreksis terjadi apabila pada persalinan
dengan disproporsi sefalopelvik terjadi tegangan segmen bawah rahim
dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang
panggul, sehingga tarikan keatas langsung ditampung oleh vagina, jika
tarikan ini melampaui kekuatan jaringan terjadi robekan robekan vagina
pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang
berfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga timbul apabila
pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke
uterus, dengan menahan fundus uteri oleh tangan luar.
3) Robekan Serviks
Robekan serviks biasanya terdapat pada pinggir samping serviks
dan dapat menjalar ke segmen bawah rahim serta membuka parametrium.
Robekan yang sedemikian rupa dapat membuka pembuluh-pembuluh
darah yang besar dan menimbulkan pendarahan yang hebat.
30
Robekan serviks sering terjadi pada persalinan buatan, ekstrasi
dengan forceps, ekstrasi pada letak sungsang, versi dan ekstrasi, terutama
bila dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap.
Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta
sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan
perlukaan jalan lahir khususnya robekan serviks uteri (Hanifa, 2003).
Robekan serviks harus dijahit apabila terjadi perdarahan atau lebih besar
dari 1 cm.
4) Episiotomi
Episiotomi adalah penyayatan mulut serambi kemaluan untuk
mempermudah kelahiran (Ramali, 2003).
Episiotomi adalah insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin himen, jaringan septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum, serta kulit sebelah depan
perineum untuk melebarkan jalan lahir sehingga mempermudah kelahiran
(Mansjoer, et all, 2001).
Berbagai macam episiotomi, menyebabkan proses penyembuhan
yang berbeda-beda, antara lain:
a. Episiotomi mediana, di kerjakan pada garis tengah. Mudah diperbaiki,
kesalahan penyembuhan jarang, tidak begitu sakit di masa nifas,
dispareuni jarang terjadi, hasil akhir anatomik selalu bagus, hilangnya
darah lebih sedikit, perluasan ke sfingter ani dan kedalam rektum agak
sering.
31
b. Episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat
muskuls sfingter ani dan diperluas ke sisi. Lebih sulit memperbaikinya,
kesalahan penyembuhan lebih sering, rasa nyeri pada sepertiga kasus
selama beberapa hari, kadangkala diikuti dispareuni, hasil akhir
anatomik sedikit banyak kurang baik pada sekitar 10% kasus
(tergantung pada operator), kehilangan darah lebih banyak, perluasan
ke sfingter jarang.
c. Episiotomi lateral, sayatan ke arah paha. Keuntungannya, risiko untuk
putusnya otot anus menjadi lebih kecil, kelemahannya, tipe lateral bisa
menyebabkan otot di daerah sekitar sayatan menjadi mengerut tidak
beraturan sehingga dapat menyebabkan nyeri saat berhubungan seks
(Indiarti, 2009:150).
c. Psikologis
Kecemasan dan kelelahan mengurus bayi baru lahir sering kali
membuat gairah bercinta pasangan suami istri (pasutri) surut, terutama pada
wanita. Bila trauma dikelola dengan baik, kehidupan seks bisa kembali
berjalan dengan baik seperti semula. Menurunnya gairah seksual disebabkan
oleh trauma psikis maupun fisik. Ditinjau dari segi fisik, wanita mengalami
perubahan sangat drastis di dalam tubuh. Mengandung dan melahirkan normal
maupun caesar dapat menyebabkan trauma pada wanita.
Trauma fisik bisa terjadi saat melahirkan. Rasa sakit akibat
pengguntingan bagian dalam vagina (episiotomi) untuk melancarkan jalan
lahir untuk menghindari terjadinya perobekan yang berat. Tentu saja, tindakan
ini membutuhkan waktu untuk penyembuhan.
32
Sedangkan trauma psikis (kejiwaan) terjadi pada wanita usai
melahirkan yang belum siap dan memahami segala urusan mengurus anak.
Dari mulai merawat anak, merawat payudara yang sudah siap mengeluarkan
ASI, cara pemberian ASI yang benar sampai urusan mengganti popok.
Akibatnya, ibu merasa lelah, capek, dan menyebabkan gairah menurun dan
enggan untuk berhubungan seksual.
Kecemasan dapat digolongkan beberapa tingkatan antara lain :
1) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketagangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada.
2) Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal-
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami gangguan yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih rendah.
3) Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan
tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan
untuk dapat memusatkan pada orang lain.
4) Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terpengaruh, ketakutan
dan terror, karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami
panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Panik melibatkan disorientasi kepribadian. Dengan panik terjadi
peningkatan aktivitas motorik, menurunya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
33
kehilangan pikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan
dengan kehidupan dan jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat
terjadi kelelahan yang sangat bahkan bisa menyebabkan kematian.
Tabel 2.3 Pola Perilaku sesuai tingkat kecemasan.
Tingkat Pola perilaku
Kecemasan Ringan
Kecemasan Sedang
Kecemasan Berat
Panik
Waspada, gerakan mata, ketajaman pendengaran
bertambah, kesadaran meningkat.
Berfokus pada dirinya terhadap lingkungan secara
terperinci.
Perubahan pola pikir, Ketidakseluruhan pikiran,
tindakan dan perasaan.
Persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi,
ketidakmampuan memahami situasi, respon tidak
dapat diolah.
Sumber : Long. Jk (1999)
Tabel 2.4 Respon Fisiologis terhadap kecemasan
Sistem tubuh Respon
Kardiovaskuler
Pernapasan
Neuromuskuler
Gastrointestinal
Palpitasi, jantung berdebar debar, tekanan darah
meningkat, rasa mau pingsan, denyut nadi menurun.
Napas cepat, napas dangkal, tekanan pada dada
Insomnia, tremor, gelisah, wajah tegang.
Kehilangan nafsu makan, menolak makan, mual, rasa
tidak nyaman pada abdomen, diare.
34
Traktus Urinari
Kulit
Sering berkemih
Wajah kemerahan, gatal, rasa panas dan dingin pada
kulit, wajah pucat dan berkeringat.
Sumber : stuart and Sudeen, 2000
Tabel 2.5 Respon Perilaku, kognitif dan afektif terhadap kecemasan
Sistem Respon
Perilaku
Kognitif
Afektif
Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat, menarik diri dari
hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah.
Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah
dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir,
kreatifitas menurun, bingung, sangat waspada, takut
kehilangan kontrol, takut cedera atau kematian.
Mudah terganggu, tidak sadar, gelisah, ketakutan.
Sumber : stuart and Sudeen, 2000
d. Kurangnya informasi tentang seks setelah melahirkan
Kurangnya informasi tentang seks setelah melahirkan menjadikan para
ibu post partum enggan melakukan hubungan seksual. Selain itu banyak
pasangan suami istri belum tahu kapan boleh melakukan hubungan seksual
pasca melahirkan, karena melahirkan baginya adalah pengalaman baru,
sehingga banyak pasangan yang ingin tahu kapan mereka boleh kembali
berhubungan seks setelah melahirkan.
e. Adat isitiadat (budaya)
35
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah
mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat
mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga
kebersihan lingkungan karena lingkungan sangat berpengaruh dalam
pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang (Nursalam, 2003: 39)
Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan seksual
sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah
persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan
(Saifuddin, 2001).
f. Karena ketidakseimbangan hormon
Ketidakseimbangan hormon juga kerap dituding sebagai penyebab
menurunnya hasrat seksual. Ketidakseimbangan hormon ini dapat
mengakibatkan perubahan emosi yang tidak seimbang pula. Para ibu muda
lebih mudah merasa kesal, malas, ingin marah. Ketidakseimbangan hormonal
hanya mempengaruhi secara tidak langsung. Setelah masa-masa nifas,
hormonal kembali bekerja secara normal.
2.3.5 Bahaya berhubungan seks pasca persalinan
Berhubungan seksual selama masa nifas berbahaya apabila pada saat itu
mulut rahim masih terbuka maka akan beresiko.
36
a. Mudah terkena infeksi
Kuman yang hidup diluar akibat hubungan seksual ketika mulut rahim
masih terbuka, bisa tersedot masuk kedalam rongga rahim dan menyebabkan
infeksi.
b. Sudden Death
Mati mendadak setelah berhubungan seksual bisa terjadi karena
pergerakan teknis dalam hubungan seksual di vagina bisa menyebabkan udara
masuk ke dalam rahim karena mulut rahim masih terbuka. Pada masa nifas
banyak pembuluh darah dalam rahim yang masih terbuka dan terluka. Dalam
kondisi ini pembuluh darah bisa menyedot udara yang masuk, dan
membawanya ke jantung. Udara yang masuk ke jantung dapat mengakibatkan
kematian mendadak.
2.3.6 Manfaat Hubungan Seksual Pasca Persalinan
Hubungan seksual dapat membantu rahim berkontraksi dengan kuat
karena oksitosin dilepaskan ketika si ibu mendapat orgasme dan membuat rahim
berkonttraksi (Sylvia, 1998).
2.3.7 Penyebab Apati Seksual pasca Persalinan
a. Stress dan Traumatik understanding-post-partum-depression
Kelahiran bayi bisa menjadi pengalaman yang dapat menimbulkan
traumatik terutama jika ibu belum dipersiapkan secukupnya. Banyak ibu yang
mempunyai pengharapan yang tidak realistik tentang kelahiran.
Misalnya : persalinan berlangsung lama atau persalinan yang memerlukan
tindakan.
37
b. Adanya luka episiotomi
Hal ini bila penjahitan luka episiotomi dilakukan dengan tidak benar maka
akan mengakibatkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman di saat ibu berjalan dan
duduk. Hal ini bisa berlangsung berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan
walaupun mungkin sayatan itu sendiri sudah sembuh.
c. Keletihan
Bagi seorang ibu yang baru dan belum berpengalaman selain harus
mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang biasa, ia juga harus menghadapi
bayinya yang tidak mau tidur, sering menangis atau bermasalah dalam menyusu.
Maka ibu tentu menjadi letih dan lemas sehingga gairah seks pun menurun.
d. Depresi
Penyebabnya adalah keadaan tidak bersemangat akibat perasaan cemas
pasca persalinan. Perasaan ini biasanya terjadi dalam beberapa minggu setelah
kelahiran bayi. Hal ini dapat terjadi depresi berat yang berupa : insomnia,
anoreksia (hilangnya nafsu makan), halusinasi (membayangkan yang bukan-
bukan) dan kecenderungan untuk menghilangkan kontak dengan kenyataan.
2.3.8 Tips untuk ibu pasca bersalin
Agar gairah seks segera kembali berkobar setelah masa nifas, berikut ini
hal-hal bermanfaat yang bisa dilakukan.
a. Menjaga agar badan tetap sehat. Ingat badan sehat berarti hubungan seks juga
sehat
b. Makan makanan yang bergizi cukup, cukup berarti tidak berlebihan dan tidak
kurang
c. Cukup istirahat
38
d. Olahraga secara teratur
e. Hindari stress
f. Hindari merokok dan mengkonsumsi alkohol
g. Lakukan perawatan diri/ personal hygiene
2.3.9 Keluhan yang timbul saat hubungan seksual pasca bersalin
a. Rasa Nyeri
Hal ini disebabkan fungsi pembasahan vagina yang belum kembali seperti
semula, atau luka yang masih dalam proses penyembuhan.
b. Sensitivitas berkurang
Karena persalinan normal merupakan trauma bagi vagina yaitu melebarnya
otot-otot vagina.
2.3.10 Cara Mengatasi Masalah Yang Timbul Saat Hubungan Seksual
1. Bila saat hubungan terasa sakit jangan takut berterusterang dengan suami
2. Saat berhubungan memakai pelumas / jelly
3. Saat berhubungan suami harus sabar dan hati-hati
4. Melakukan senam nifas atau olahraga ringan
39
2.4 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Faktor yang diteliti
: Faktor yang tidak diteliti
: Mempengaruhi
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi tentang Hubungan Seks Ibu Post Partum di BPS. Ny. Diyah Triwahyuni Desa Bandar Kedungmulyo Kec. Bandar Kedungmulyo Kabupaten Jombang.
Ketakutan ibu
nifas melakukan
hubungan
seksualitas
6. Ketidak seimbangan
hormon
Faktor-faktor yang
mempengaruhi seks ibu nifas :
1. Paritas
2. Adanya perlukaan jalan
lahir
3. Psikologis
4. Pengetahuan
5. Adat istiadat
Pengetahuan ibu nifas
baik
cukup
kurang
40
PROPOSAL
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN SEKSUALITAS IBU POST PARTUM DI BPS. NY. DIYAH
TRIWAHYUNI DESA BANDAR KEDUNGMULYO KEC. BANDAR KEDUNGMULYO
KABUPATEN JOMBANG
OLEH :
DIYAH TRIWAHYUNINIM. 0803006
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANGPROGRAM KHUSUS STUDI D-III KEBIDANAN