Top Banner
KAJIAN ASOSIASI Rhizobacteri indigenous MERAPI MIKORIZA DAN FREKUENSI PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SEGRENG DI TANAH REGOSOL Usulan Penelitian Diajukan oleh: Agus Arianto 20110210030 Program Studi Agroteknologi FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2015
40

Proposal ( 09-03-15)

Jan 30, 2016

Download

Documents

Agus Arianto

Tugas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal ( 09-03-15)

KAJIAN ASOSIASI Rhizobacteri indigenous MERAPI –

MIKORIZA DAN FREKUENSI PENYIRAMAN TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SEGRENG DI TANAH

REGOSOL

Usulan Penelitian

Diajukan oleh:

Agus Arianto

20110210030

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2015

Page 2: Proposal ( 09-03-15)

ii

Usulan Penelitian

KAJIAN ASOSIASI Rhizobacteri indigenous MERAPI – MIKORIZA DAN

FREKUENSI PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

PADI SEGRENG DI TANAH REGOSOL

Yang diajukan oleh

Agus Arianto

20110210030

Program Studi Agroteknologi

Telah disetujui / disahkan oleh :

Pembimbing Utama

Ir. Agung Astuti M. Si

NIK. 19620923199303133017 Tanggal.......................

Pembimbing Pendamping

Ir. Sarjiyah, MS

NIK. 196109181991032001 Tanggal........................

Mengetahui:

Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Innaka Ageng R., SP. MP

NIK. 1972101220000413305 Tanggal........................

Page 3: Proposal ( 09-03-15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan Pusat Statistik (2014) mencatat produksi padi pada tahun 2014

diperkirakan sebanyak 70,61 juta ton GKG, mengalami penurunan sebesar

0,67 juta ton (0,94 persen) dibandingkan tahun 2013 dengan produktivitas

sebesar 0,24 kuintal/hektar (0,47 persen). Penurunan produksi padi diperkirakan

karena terjadinya perubahan iklim yang memunculkan eksternalitas negatif berupa

musim kering berkepanjangan menyebabkan tanaman tidak berkembang. Luas

pertanaman padi yang mengalami puso akibat kekeringan, banjir, dan serangan

OPT utama selama tahun 2012 seluas 74.313 ha. Luas tersebut sebesar 0,55% dari

realisasi luas tanam padi pada tahun 2012 seluas 13.592.309 ha (Kementan

Online, 2013).

Usaha yang bersifat nonstruktural mencakup penggunaan introduksi

varietas padi yang lebih tahan terhadap cekaman iklim (kekeringan) dan

penerapan transfer agensia hayati alam (Santosa dan Darwanto, 2012). Padi gogo

merupakan golongan padi yang adaptif pada kondisi cekaman kekeringan

untuk mengantisipasi dampak cekaman kekeringan akibat perubahan iklim

(Susanto, 2012). Varietas Segreng Handayani merupakan salah satu varietas

unggul padi gogo yang toleran terhadap air namun produksinya baru mencapai 3

– 4 ton/hektar (Kristamtini dan Prajitno, 2009).

Pemanfaatan bioteknologi mikrobia sebagai sumber pupuk hayati pada

saat ini sudah banyak dikembangkan. Teknologi inokulasi Rhizobakteri dapat

menghasilkan hormon tumbuh berupa IAA, Giberelin dan osmoprotektan yang

mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan dan

memfiksasi N2 dari udara, serta merangsang pertumbuhan tanaman sehingga

produksi dapat meningkat (Khaerul, 2004 ; Sutariati dkk, 2006). Sedangkan

mikoriza sebagai pupuk hayati dapat memperluas bidang penyerapan air pada saat

akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air, meningkatkan serapan unsur hara,

ketahanan terhadap mikroba patogen dan dapat menahan jaringan korteks dari

kerusakan akibat kekeringan (Musfal, 2010).

Page 4: Proposal ( 09-03-15)

2

Hasil identifikasi dan karakterisisasi (Agung_Astuti dkk, 2013)

menunjukkan bahwa Rhizobacteri indigenous Merapi memiliki kemampuan

osmotoleran hingga >2,75 M NaCl serta memiliki kemampuan Nitrifikasi,

Amonifikasi dan melarutkan Posphat. Hasil penelitian Susilowati, dkk (1997)

penggunaan isolat tunggal Rhizobakteri (A82) menunjukkan pertumbuhan yang

baik pada kadar lengas 40% pada tanaman padi gogo jika di banding dengan yang

tanpa inokulasi pada kadar lengas 80%. Hasil penelitian Wulandari (2010) dan

Hasanah (2008) terhadap padi Merah-Putih menunjukkan bahwa inokulasi

Rhizobakteri osmotoleran mampu meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah

anakan lebih tinggi dibandingkan tanpa inokulasi karena memiliki mekanisme

osmoregulator/osmoprotektan pada kondisi cekaman kekeringan. Inokulasi

mikoriza pada tanah steril menunjukkan tinggi tanaman tertinggi, meningkat 9%

dibandingkan dengan tanah tak steril tanpa mikoriza. Sedangkan pada tanah tak

steril, inokulasi mikoriza meningkatkan tinggi tanaman 4 % dibandingkan tanah

tak steril tanpa mikoriza (Syamsiah dkk., 2014).

B. Perumusan Masalah

Intensifikasi pertanian merupakan salah satu strategi pengelolaan budidaya

padi gogo yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan toleransi terhadap

kondisi kekeringan dan memacu pertumbuhan yang optimal. Penggunaan varietas

unggulan dan agensia hayati dapat mendukung pertumbuhan padi gogo dalam

kondisi cekaman kekeringan. Oleh karena itu inokulasi Rhizobacteri indigenous

Merapi dan mikoriza pada tanaman padi di harapkan mampu mendukung

pertumbuhan dan hasil padi gogo pada tanah Regosol. Permasalahan utama yang

ingin dikaji dalam penelitian dalam meningkatkan hasil padi gogo varietas

Segreng pada tanah Regosol adalah:

1. Apakah ada pengaruh pemberian Rhizobakteri indigenous Merapi dan

Mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi gogo?

2. Apakah ada saling pengaruh penambahan Rhizobakteri indigenous Merapi

dan Mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi gogo?

3. Bagaimana pengaruh frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan

hasil padi gogo?

Page 5: Proposal ( 09-03-15)

3

4. Bagaimana saling pengaruh Rhizobakteri indigenous Merapi - mikoriza

dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi

gogo?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh asosiasi Rhizobakteri sp–Mikoriza terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman padi gogo pada tanah Regosol.

2. Mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan

hasil tanaman padi gogo pada tanah Regosol.

3. Mengetahui saling pengaruh asosiasi Rhizobakteri indigenous Merapi-

MVA dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasi tanaman

padi gogo pada tanah Regosol

Page 6: Proposal ( 09-03-15)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa) Tahan Kekeringan

Tanaman padi secara ekologi terbagi menjadi dua yaitu padi irigasi dan padi

non irigasi. Padi gogo merupakan salah satu jenis padi non irigasi yang

mampu tumbuh pada input yang terbatas salah satunya adalah masalah

ketersediaan air. Kondisi tersebut menjadikan padi gogo dapat tumbuh dan

berkembang pada lahan kering (Dobermann dan Fairhurst, 2000). Lahan kering

yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang

sesuai untuk tanaman. Tanaman padi gogo membutuhkan curah hujan lebih dari

200 mm per bulan selama tidak kurang dari tiga bulan (Purwono dan

Purnamawati, 2008). Persentase tumbuh padi gogo lebih kecil dibandingkan

dengan padi sawah, sehingga benih yang dibutuhkan lebih banyak. Benih

padi gogo tidak perlu disemai.

Varietas Segreng Handayani merupakan salah satu varietas lokal padi gogo

beras merah. Karakteristik Segreng Handayani memiliki bentuk gabah ramping,

cere, gabah berbulu, memiliki buku. Tinggi padi varietas Segreng 90,25 cm,

panjang daun bendera 25,54 cm, lebar daun bendera 1,48 cm. Memiliki jumlah

anakan produktif mencapai 10, 14, jumlah gabah per malai 103,6 (Utami dkk.,

2009). Menurut Kristamtini dan Prajitno (2009), padi beras merah Segreng

memiliki keunggulan yaitu 1) Hasilnya cukup tinggi 3- 4 ton/ ha, 2) Warna beras

merah pada kulit arinya terkandung β- karoten 488, 65 mikro g/ 100 g, protein 7,3

%, besi 4,2 %, dan vitamin B1 0,34 %, dapat berfungsi untuk menjaga kesehatan

jantung dan mencegah penuaan, 3) Nilai jual beras tinggi, 30% lebih mahal dari

beras biasa, dan 4) Padi yang toleran terhadap cekaman air.

Padi merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan.

Tanda awal penurunan air tanah adalah menggulungnya daun yang diakibatkan

oleh hilangnya turgor pada daun, kemudian terjadi penutupan stomata dan

pengurangan perkembangan sel dengan demikian akan mengurangi luas

permukaan daun dan laju fotosintesis tiap satuan luas daun. Penggulungan daun

merupakan ekspresi sederhana kehilangan turgor pada daun (Fischer and Fukai,

2003). Kekeringan mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada

Page 7: Proposal ( 09-03-15)

5

tingkatan molekular tanaman padi seperti menunda pembungaan dan pengisian

biji menyebabkan berkurangnya komponen-komponen hasil, mengurangi

distribusi dan alokasi bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai

akibat dari menutupnya stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan

kerusakan pada kloroplas (Farooq et al., 2009). Cekaman kekeringan juga

menyebabkan penurunan evapotranspirasi. Evapotranspirasi berkorelasi positif

dengan produksi, sehingga semakin kecil evapotranspirasi maka produksi

tanaman semakin rendah (Sulistyono et al., 2007).

Ketahanan terhadap cekaman air merupakan sifat yang kompleks dari

beberapa karakter morfologi, fisiologi, dan biokimia yang secara positif

berkontribusi kepada kemampuan untuk tumbuh dan berproduksi pada keadaan

yang terbatas. Mekanisme fisiologis tanaman padi dalam menghadapi cekaman air

dapat dengan cara menghindar atau toleransi. Tanaman mempunyai toleransi yang

berbeda terhadap kekeringan karena perbedaan dalam mekanisme morfologi,

fisiologi, biokimia dan molekular (Dhanda et al., 2004). Toleransi terhadap

kekeringan melibatkan akumulasi senyawa yang dapat melindungi sel dari

kerusakan yang terjadi pada saat potensial air rendah (Jones et al., 1981). Menurut

Farooq et al (2010), mekanisme pertahanan tanaman padi terhadap kekeringan

secara umum dengan cara (1) drought escape, tanaman mampu menyelesaikan

siklus hidup sebelum terjadi cekaman, (2) drought avoidance terdiri dari: (a).

toleran kekeringan pada potensial air jaringan tinggi misalnya perakaran dalam,

stomata sedikit, adanya bulu daun, kutikula tebal dan (b). toleran kekeringan pada

potensial air jaringan rendah yaitu dengan cara mempertahankan turgor melalui

akumulasi senyawa terlarut dalam sitoplasma (prolin barley 7-10 x kontrol, prolin

kedelai 5-7 x kontrol), meningkatkan elastisitas jaringan, dan protoplasma

resistance yaitu protoplasma tahan sampai potensial air –100s/d –200 Mpa.

Menurut hasil penelitian Agung_Astuti dkk,. (2014) menyatakan bahwa

padi varietas Segreng Handayani pada perlakuan isolat MB dan isolat MD

memiliki berat segar akar dan panjang akar akhir paling tinggi dibandingkan

dengan varietas Ciherang dan IR-64 meskipun berat segar akar dan panjang akar

setiap minggu menunjukkan perkembangan yang sama antar varietas. Hal ini

dikarenakan isolat MB+MD memiliki ketahanan yang baik terhadap cekaman

Page 8: Proposal ( 09-03-15)

6

kekeringan sehingga mampu hidup dizona perakaran dan membantu akar tanaman

dalam menyerap air dan nutrisi. Pada kondisi penyiraman setiap hari

menunjukkan berat segar akar tidak berbeda nyata terhadap penyiraman 3-6 hari

(Agung_Astuti dkk., 2013). Kondisi kering akar akibat cekaman kekeringan

memuculkan sikap adaptasi tanaman dengan cara memperkuat organ yang sudah

ada daripada membentuk akar pada kondisi kering akan menjadi lebih besar dan

pendek (Chandra, 2010). Penambahan inokulum MB+MD menyebabkan akar

tanaman tidak mengalami kekeringan yang terlalu signifikan sehingga akar

mengalami prose penguatan dan pertumbuhan akar baru sehingga akar bertambah

panjang dibandingkan dengan perlakuan tanpa inokulasi bakteri dimana akar

mengalami kondisi kekeringan sehingga akar hanya mengalami penguatan akar

tetapi tidak mengalami pertumbuhan akar baru sehingga akar lebih berat dan

tampak pendek (Agung_Astuti dkk, 2014).

B. Asosiasi Rhizobakteri terhadap Tanaman

Rhizobakteri merupakan bakteri yang tumbuh di sekitar perakaran

tanaman/zona perakaran tanaman inang. Rhizobakteri banyak dikenal sebagai

bakteri pemacu tumbuh tanaman populer disebut plant growth promoting

rhizobacteria (PGPR), yaitu kelompok bakteri menguntungkan yang

mengkolonisasi rizosfer. Rhizobacteri memberi keuntungan bagi pertumbuhan

tanaman karena; (1) dapat menyediakan dan memobilisasi penyerapan berbagai

unsur hara dalam tanah, (2) mensintesis dan mengubah konsentrasi berbagai

fitohormon pemacu tumbuh, (3) memfiksasi Nitrogen dan memberikannya pada

tanaman, (4) meningkatkan ketersediaan atau menyimpan besi dan fosfor dari

tanah, (5) menyediakan mineral-mineral tersebut dalam bentuk yang dapat

digunakan oleh tanaman, (6) mensintesis enzim yang dapat mengatur tingkat

hormon etilen tanaman, (7) dan mensintesis fitohormon seperti auksin, sitokinin,

atau giberelin yang memicu perkembangbiakan sel tanaman. Sedangkan pengaruh

tidak langsung berkaitkan dengan kemampuan Rhizobacteri menekan aktivitas

patogen dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit seperti

antibiotik dan siderophore (Husen dan Irawan, 2010).

Page 9: Proposal ( 09-03-15)

7

Lingkungan rizosfer yang dinamis dan kaya akan sumber energi dari

senyawa organik yang dikeluarkan oleh akar tanaman (eksudat akar) merupakan

habitat bagi berbagai jenis mikroba untuk berkembang dan sekaligus sebagai

tempat pertemuan dan persaingan mikroba (Sorensen, 1997). Tiap tanaman

mengeluarkan eksudat akar dengan komposisi yang berbeda-beda sehingga

berperan juga sebagai penyeleksi mikroba; pengaruhnya bisa meningkatkan

perkembangan mikroba tertentu dan menghambat perkembangan mikroba lain

(Grayston et al., 1998). Semakin banyak eksudasi akar, akan semakin besar

jumlah dan keragaman mikroba. Kondisi ini akan meningkatkan persaingan dalam

proses kolonisasi rizosfer. Rhizobakteri merupakan mikroba kompetitor yang

paling efisien yang mampu menggeser kedudukan mikroba pribumi (native) di

lingkungan rizosfer sampai pada masa pertengahan umur tanaman (Kloepper,

1993).

Rhizobakteri kelompok osmotoleran adalah kelompok mikrobia yang

memiliki mekanisme osmoregulasi di dalam sistem fisiologinya, yaitu mekanisme

adaptasi selular, menghasilkan senyawa organik untuk mencegah bahaya

dehidrasi sel karena adanya cekaman osmotik. Menurut Hartman et al. 1991

(dalam Luniawati, 2014) adaptasi untuk menghadapi cekaman osmotik pada

dasarnya dapat dilakukan dengan tiga macam strategi, yaitu sintesis

osmoprotektan, mengambil (uptake) senyawa osmoprotektan yang ada di

lingkungannya, dan mengubah komposisi dinding sel agar tidak rusak karena

tekanan osmotik. Senyawa osmoprotektan adalah senyawa organik dengan berat

molekul rendah dapat berupa : (1) karbohidrat (Glukosa, Sukrosa, Fruktosa), (2)

poliol (Gliserol, Glukosilgliserol), atau (3) turunan asam amino (Glisin betain,

Prolin betain, Prolin, Glutamin betain) (Hartmann et al., 1991).

Glisin betain merupakan senyawa osmoprotektan paling potensial dan

paling efisien dalam memberikan tanggapan terhadap cekaman osmotik. Glisin

betain merupakan senyawa yang diakumulasikan oleh bakteri gram negatif pada

kondisi cekaman kekeringan yang tinggi. Akumulasi Glisin betain yang dihasilkan

Rhizobakteri di permukaan akar menurunkan potensial solut perakaran akibatnya

terjadi aliran air menuju rhizofer sehingga Rhizobakteri dapat bertahan hidup pada

kondisi cekaman kekeringan. Kelebihan air di permukaan akar oleh bakteri akan

Page 10: Proposal ( 09-03-15)

8

meningkatkan potensial air di dalam dan luar sel akar sehingga hal ini akan

menjaga minimal keseimbangan potensial. Mekanisme lain dikarenakan oleh

keberadaan endorhizobakteri yang menghasilkan osmolit akan menurunkan

potensial osmotik dalam sel akar sehingga menyebabkan potensial air di dalam sel

akar selalu lebih rendah daripada lingkungannya. Akibatnya, proses pengambilan

air oleh tanaman dapat berjalan baik sehingga memungkinkan metabolisme

berlangsung secara baik pula. Hal ini akan terwujud pada pertumbuhan dan hasil

tanaman menjadi lebih baik, walaupun tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan

(Samidjo, 2002).

Hasil penelitian Samidjo (2002) membuktikan inokulasi Rhizobacteri

dengan cekaman lengas 80% memberikan pertumbuhan padi varietas Cirata yang

lebih baik pada lahan pasir pantai dibandingkan kadar lengas 40% pada pasir

pantai. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Kusumaastuti, dkk. (2003)

terhadap padi IR-64 dengan sistem inokulasi campuran dua inokulum

Rhizobakteri osmotoleran (Al-19+M-7b) mampu menghasilkan anakan terbanyak

pada pada aras lengas 80%. Pemberian inokulum campuran dari isolat

Rhizobacteri indigenous Merapi menjadikan tanaman padi dapat bertahan tanpa

penyiraman hingga 6 hari (Agung dkk, 2013). Hasil penelitian Agung _Astuti dkk

(2014) membuktikan bahwa kombinasi isolat MB dan isolat MD sebesar 2 ml

suspensi Rhizobacteri indigenous Merapi pada padi varietas Segreng Handayani

mampu memberikan pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan varietas

Cherang dan IR-64. Sedangkan hasil penelitian Wayasmara cit Wuryaningsih

(2010) menyebutkan bahwa inokulum Rhizobakteri dalam carrier media gambut

komersil + lempung arang dengan perbandingan 6,5 :1:1 mempunyai kapasitas

absorbsi air lebih besar, viabilitas lebih tinggi pada suhu kamar (30ºC) selama 6

minggu.

C. Asosiasi Mikoriza Pada Pertumbuhan Tanaman

Mikoriza adalah suatu cendawan yang bersimbiosis dengan perakaran

tumbuhan tingkat tinggi, dimana hubungannya bersifat mutualisme

(menguntungkan). Dalam hubungan ini cendawan tidak merusak atau

membununh inang tetapi sebaliknya memberikan suatu keuntungan kepada

Page 11: Proposal ( 09-03-15)

9

tanaman inang,antara lain dapat meningkatkan penyerapan unsure

hara,meningkatkan ketahanan kekeringan, serta meningkatkan ketahanan terhadap

serangan pathogen akar dan cendawan memperoleh karbohidrat dan faktor

pertumbuhan lainnya dari tanaman inang (Widiastuti dkk, 2005). Tanaman yang

bersimbiosis dengan mikoriza akan meningkat pertumbuhannya. Hal ini karena

infeksi mikoriza dapat meningkatkan konsentrasi posfor dalam tanaman (Ahiabor

dan Hirata,1994).

Di dalam akar, jamur mikoriza membentuk arbuskular dan vesikel di

dalam kortek akar, arbuskular merupakan hifa bercabang halus yang dapat

menignkatkan 2-3 kali luas permukaan plasmolema akar,dan dapat memindahkan

nutrien antara jamur dan tanaman. Vesikel merupakan organ penyimpan dimana

jika korteks sobek maka vesikel dibebaskan kedalam tanah dan selanjutnya dapat

berkecambah dan merupakan propagul infektif. Bagian penting dari mikoriza

adalah hifa eksternal yang dibentuk diluar akar tanaman. Hifa ini membantu

memperluas daerah penyerapan akar (Kabirun,1990). Prinsip kerja dari hifa

mikoriza adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi

jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza

tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas bidang penyerapan unsur hara

(Nurbaity dkk., 2009)

Menurut Smits (1997), perluasan daerah penyerapan akar memberikan

keuntungan, yaitu peningkatan penyerapan air dan unsur hara terutama fosfor ke

tanaman inang, begitu pula fungi mikoriza juga mendapat karbohidrat hasil

fotosintesis dari tanaman inang. Keuntungan lain dengan adanya fungi mikoriza

dapat meningkatkan ketahanan akar tanaman terhadap serangan patogen dan

kekeringan (Mark dan Foster, 1973; Malajczuk et al., 1994) dan dapat

memproduksi hormon tumbuh IAA (Indole 3-acetic acid) serta memperbaiki

struktur tanah (Musfal, 2010). Oleh karena itu fungi mikoriza mempunyai

peranan penting dalam meningkatkan kualitas pertumbuhan, khususnya pada

tanaman jenis dipterokarpa yang sangat bergantung pada mikoriza. Proses

penularan fungi mikoriza pada akar tanaman (inang) dapat terbentuk setelah

terjadi proses infeksi fungi mikoriza ke dalam akar tanaman, yang diawali

dengan berkecambahnya spora maupun infeksi oleh bagian vegetatif dari fungi

Page 12: Proposal ( 09-03-15)

10

mikoriza (Guo et al., 2012). Penularan tersebut dapat terjadi, baik secara alami

maupun dengan bantuan manusia (Guo et al., 2012).

Menurut Lynch (1983); Mosse (1981), suplai hara dari mikoriza dapat

memacu sintesis fitohormon yang berperan dalam pertumbuhan tanaman dan

proses fotosintesa serta memberikan terhadap hasil tanaman. Kabirun (2002)

melaporkan bahwa pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman padi gogo di tanah

Entisol dengan pemberian mikoriza meningkatkan hasil padi gogo sebesar 25%.

Hasil penelitian Natawijaya (2010) menunjukkan bahwa pemberian inokulum

mikoriza Gigaspora sp terhadap padi gogo Way Rarem pada musim kemarau

dengan imbangan pupuk kalium 12,5 ton/hektar menghasilkan rata-rata jumlah

gabah isi per rumpun paling besar dibandingkan dengan musim hujan secara

keseluruhan.

Mulyadi (1992) dalam hasil penelitian menyatakan inokulasi mikoriza

Giomus fascilatum dalam kondisi cekaman kekeringan mampu menghasilkan

anakan tertinggi pada kondisi kapasitas lapang 80%. Peran positif mikoriza juga

ditunjukkan hasil penelitian Rakhmawati (2006) yang membuktikan bahwa

pemberian inokulasi crude inokulum mikoriza dan inokulum murni dengan

frekuensi penyiraman 3 hari sekali mampu memberikan hasil tertinggi produksi

padi IR-64. Menurut Rahmansyah dkk (1995) inokulum berupa crude merupakan

campuran dari akar, tanah dan spora mikoriza dari hasil perbanyakan selama ± 1

bulan tanaman inang. Inokulum mikoriza dalam bentuk crude diberikan

bersamaan waktu tanam sebanyak 40 gram (Lukiwati dan Simanulangkit, 2001).

Sedangkan menurut Tjokronegoro dan Gunawan (2000) inokulum berasal dari

crude yang ditumbuhkan pada tanaman jagung selama 6 minggu diberikan pada

tanaman sebnyak 10% dari berat tanah (8 kg) maka perlu diberikan 80 gram crude

inokulum.

D. Hipotesis

Asosiasi Rhizobakteri – MVA dengan kondisi penyiraman 9 hari

memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman padi Segreng yang sama baiknya

dengan padi tanpa inokulum yang disiram sesuai standar.

Page 13: Proposal ( 09-03-15)

11

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Rencana Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi dan Green

House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian

akan dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015.

B. Bahan Dan Alat Penelitian

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : benih padi Segreng

Handayani koleksi, Rhizobakteri indegenous Merapi isolat MB dan isolat MD

(koleksi Ir. Agung Astuti, M.Si.), media platting LBA (Luria Bertani Agar),

media perbanyakan isolat LBC (Luria Bertani Cair), mikoriza pada rhizosfer

tanaman jagung, KOH 10%, HCl 1%, Acid fuchin (untuk pengecatan), pupuk

kandang, pupuk NPK (Urea, SP-36, dan KCl), tanah Regosol untuk media tanam,

air untuk penyiraman, air steril, alkohol, dan bahan perekat Sticker

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung reaksi, colonicounter,

haemacytometer, petridish, shaker, erlenmeyer, mikro pipet, timbangan, gelas,

besek pembibibitan, penggaris, dan timbangan analitik, jarum ose, driglasky,

pinset, pipet ukur, blue and yellow tip, autoklaf, oven, gelas piala, lampu bunsen,

lumpang, dan martir.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan metode percobaan di Green House

dengan menggunakan rancangan percobaan faktorial (3 x 3) yang disusun dalam

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama adalah macam inokulum terdiri

dari 3 aras (Rhizobakteri, Rhizobakteri – mikoriza, dan mikoriza) . Faktor kedua

adalah frekuensi penyiraman yang terdiri dari 3 aras (setiap 3 hari sekali, 6 hari

sekali, dan 9 hari sekali). Diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan masing-masing

Page 14: Proposal ( 09-03-15)

12

perlakuan diulang sebanyak 3 kali dengan demikian diperoleh 27 unit percobaan.

Setiap unit percobaan digunakan 7 tanaman, meliputi 3 tanaman sampel, 3

tanaman korban dan 1 tanaman cadangan sehingga total poybag sebanyak 162

polybag (Lampiran 1).

Frekuensi

penyiraman

Kombinasi inokulasi (I)

Rhizobakteri

(I1)

Rhizobakteri – Mikoriza

(I2)

Mikoriza

(I3)

P1 P1.I1 P1.I2 P1.I3

P2 P2.I1 P2.I2 P2.I3

P3 P3.I1 P3.I2 P3.I3

Keterangan:P1=Penyiraman 3 kali sehari

P2=Penyiraman 6 kali sehari

P3=Penyiraman 9 hari sekali

D. Tata Laksana Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahapan, yaitu:

1. Tahap Pertama : Pembuatan Inokulum Campuran Rhizobakteri

indigenous Merapi dan Formulasi Carier Padat

a. Sterilisasi Alat.

Alat-alat yang terbuat dari logam dan gelas dicuci bersih kemudian

setelah dibungkus menggunakan kertas paying. Seluruh alat disterilkan

dalam autoklaf dengan temperatur 121ºC tekanan 1 atm selama 30 menit.

Bahan bahan untuk formulasi disterilisasi menggunakan autoklaf sebanyak

dua kali dengan temperatur 121ºC, 1 atm, selama 30 menit.

b. Pembuatan medium Luria Bertani Agar (LBA) dan Luria Bertani

Cair (LBC).

Media LBA digunakan untuk identifikasi isolat MA, MB dan MD dan

untuk pembutaan kultur stok isolat. Media LBC digunakan untuk

perbanyakan Rhizobacteri indigenous Merapi dan pembuatan starter

campuran. Seluruh bahan LBA dan LBC dilarutkan dan dipanaskan hingga

homogen, pH 6,5-7,2 dan media harus steril. Medium LBA kemudian

dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi steril sebanyak 10 ml/tabung reaksi,

Page 15: Proposal ( 09-03-15)

13

kemudian sebagian mediam LBA dimasukkan dalam erlenmeyer. Medium

LBC dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 360 ml dan 60 ml

kedalam tabung reaksi. Setlah medium dipindah ke daam tabung reaksi

dan erlenmeyer, kemudian distrerilkan menggunakan autoklaf pada

temperatur 121ºC, 1 atm selama 15 menit. Medium steril dalam tabung

reaksi kemudian diletakkan dengan kemiringan 30-45º

c. Identifikasi koloni dan sel isolat MB dan MD Rhizobacter indigenous

Merapi.

Identifikasi koloni dilakukan dengan cara menumbuhkan isolat MB dan

MD dari hasil pembiakan kultur pada medium LBA menggunakan metode

permukaan (surface platting method). Pada tahap ini dilakukan

pengamatan warna, diameter, bentuk koloni, bentuk tepi, elevasi dan

struktur dalam koloni serta bentuk dan sifat sel Rhizobacteri indigenous

(Lay, 1994).

d. Pembuatan biakan murni Isolat Rhizobakteri indigenous Merapi

untuk kultur stok.

Isolat Rhizobacter Indigenous Lahan Pasir Vulkanik Merapi yang

diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya dimurnikan dengan cara

mengambil 1 ose isolat bakteri ditumbuhkan pada medium LBA miring

dengan medium goresan (streak platting method). Setiap tabung reaksi

diisi dengan satu ose isolat bakteri yang diharapkan dalam medium LBA

pada tabung reaksi tumbuh bakteri yang berkoloni. Biakan murni dibuat

dari 1 ose isolat MB dan MD pada medium Luria Bertani Agar miring dan

diinkubasi selama 48 jam pada suhu 27oC.

e. Perbanyakan dan pembuatan starter campuran isolat MB dan MD

Perbanyakan isolat MB dan MD dari kultur stok dilakukan dengan

mengambil 1 ose setiap isolat kemudian diinokulasikan ke dalam tabung

reaksi berisi 10 ml medium LBA untuk tiap isolat dan diinkubasi dengan

suhu ruang 27oC selama 48 jam pada rotary shaker dengan kecepatan 120

rpm. Isolat MB dan MD yang telah diperbanyak dan diinkubasi selama 48

jam kemudian diinokulasikan kedalam tabung reaksi berisi 20 ml LBC

untuk perbanyakan isolat dan diinkubasi selama 48 jam. Selanjutnya dari

isolat hasil perbanyakan diambil sebanyak 12 ml per isolat ke dalam 2

erlenmeyer steril berukuran 25 ml berisi 100 ml LBC untuk masing-

Page 16: Proposal ( 09-03-15)

14

masing isolat (Lampiran 3). Kemudian inkubasi pada rotary shaker

selama 48 jam dengan suhu ruang untuk pengaktifan fase mid log bakteri

dan lakukan uji viabilitas starter campuran. Uji viabilitas dilakukan dengan

metode Total Plate Count (TPC). Satu mililiter starter campuran

diencerkan menggunakan air steril hingga seri pengenceran 10-8

. Pada seri

pengenceran 10-6

, 10-7

dan 10-8

diambil 0,1 ml lalu diinokulasikan pada

medium LBA dengan surface platting method. Perhitungan jumlah koloni

Rhizobakteri indigenous Merapi dilakukan setelah inkubasi selama 48 jam

pada suhu ruangan 27ºC. Setelah kultur aktif, setiap 30 ml isolat starter

campuran dimasukkan kedalam erlenmeyer berukuran 100 ml yang berisi

carrier inokulum padat. Selanjutnya, hasil percampuran starter campuran

dan bahan pembawa dikemas dalam plastik kemasan dan diinkubasi

selama 1 bulan. Selama masa penyimpanan dilakukan uji viabilitas bakteri

untuk mengetahui pertumbuhan bakteri setiap 1 minggu sekali.

Selanjutnya formula inokulum padat diaplikasikan pada benih padi

Segreng Handayani pada saat persemaian (Lampiran 3).

f. Formulasi inokulum padat.

Bakteri Rhizobakteri indigenous Merapi diaplikasikan dengan ketentuan

setiap 15 ml starter campuran untuk 50 gram carrier gambut dan lempung

halus yang telah disterilkan dengan perbandingan 3:2 (Noviana, 2009).

Starter campuran harus memiliki kepadatan populasi bakteri ± 107 cfu/g.

Kemasaman dan kadar air formula harus disesuaikan yaitu pH 7 dan kadar

air 40% untuk menunjang pertumbuhan Rhizobakteri indigenous Merapi

dalam carrier. Menurut Husen (2012) jumlah populasi bakteri minimum

yang terdapat dalam kemasan pupuk hayati, yaitu >109

sel g-1

atau ml-1

pada saat diproduksi dan >107 sel g

-1 atau ml

-1 pada masa kedaluarsa. Hal

lain yang perlu diperhatikan ialah kemasaman dan kadar air dalam

kemasan. Formula inokulum harus memiliki pH 7 dan kadar air 40% untuk

menunjang pertumbuhan Rhizobakteri indigenous Merapi dalam carrier.

Carrier yang digunakan adalah kombinasi 89% gambut (w/w) + 1% gula

(w/w) +10 arang aktif (w/w) dengan kemasan plastik. Bahan yang

Page 17: Proposal ( 09-03-15)

15

digunakan untuk menyesuaikan pH carrier ialah CaCO3 (kapur) dan untuk

menyesuaikan kadar air digunakan air steril.

g. Perbanyakan inokulum mikoriza.

Perbanyakan inokulum dengan cara kultur pot dengan menggunakan

tanaman jagung, masing-masing sebanyak 5 kg tanah sisa bekas tanam

jagung kemudian ditanam biji jagung 2 butir tiap pot, lalu dipelihara

selama ± 1 bulan. Setelah berumur 1 bulan, tanah dibongkar, akar jagung

dibersihkan dan dicuci, kemudian dirajang. Tanah dan akar jagung

tersebut dicampur kemudian dikering anginkan ± 7 hari. Kemudian

dilakukan uji pendahuluan yaitu infeksi dan isolasi spora.

h. Isolasi dan inokulasi mikoriza.

Inokulum mikoriza diperoleh dengan cara mengambil tanah sisa bekas

penanaman jagung berumur 1 bulan yang telah diperbanyak dan

selanjutnya disaring guna penyaringan spora serta dihitung jumlahnya.

Sedangkan akar jagung dicacah kemudian dihitung persentase infeksi

mikoriza. Apabila dari perhitungan jumlah spora didapatkan kurang lebih

50-60 spora/gram dan persentase infeksi kurang lebih 80% maka cukup

diinokulasikan sebanyak 40 gram crude/tanaman dengan cara dimasukkan

dalam lubang sebelum bibit padi ditanam. Apabila crude inokulum belum

layak diaplikasikan ( jumlah spora dan persentase infeksi kurang dari

ketentuan diatas) maka inokulasi ditambahkan menjadi 2-3 kali lipatnya.

2. Tahap Kedua : Aplikasi Inokulum Padat Rhizobakteri indigenous

Merapi Pada Benih Padi Segreng Handayani Serta Uji Efektifitasnya

Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Segreng Handayani.

a. Persiapan media tanam dan pemupukan dasar.

Persiapan media tanam dilakukan seminggu sebelum tanam dengan cara

mengisi setiap polibag dengan tanah Regosol yang sudah diayak dan

dibersihkan dari kotoran gulma dan diberikan pupuk kandang 100% dan

SP-36 100% (Lampiran 7). Pemberian pupuk kandang dilakukan

bersamaan dengan persiapan media tanam atau satu minggu sebelum

tanam.

Page 18: Proposal ( 09-03-15)

16

b. Seleksi benih dengan larutan garam.

Seleksi benih dilakukan dengan cara memasukkan benih ke dalam wadah

yang berisi air dan dicampur dengan garam ± 20% dari volume air yang

digunakan, kemudian benih tersebut diaduk sampai benih terpisah antara

yang terapung dan tenggelam. Benih yang tenggelam adalah benih yang

bagus untuk dibibitkan. Selanjutnya benih tenggelam diambil dan dibilas

dengan air biasa sampai bersih dan dikering anginkan.

c. Uji perkecambahan.

Uji perkecambahan dimaksudkan untuk memperoleh daya kecambah padi

Segreng Handayani hasil dari seleksi benih dari kelompok atau satuan

berat benih. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil 100 benih secara

acak kemudian benih disemai pada petridish yang sudah diberikan kapas

atau kertas saring yang telah dibasahi dengan air dan dilakukan sebanyak 3

ulangan. Kemudian diamati perkecambahannya setiap hari selama 7 hari

dan kemudian dihitung daya kecambahnya, rumus perhitungan daya

kecambah:

x 100%

d. Tahap inokulasi Rhizobakteri saat persemaian benih.

Formula padat Rhizobakteri indigenous Merapi diaplikasikan pada benih

padi Segreng Handayani sesuai perlakuan dengan takaran 4-6 g/kg benih

atau setara dengan 0,28-0,42 kg/ha (Metting, 1992) dengan penambahan

perekat berupa indostik dengan penggunaan sebanyak 0,03% (v/w) dan

didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya setelah diinokulasi, benih

dikeringanginkan dan ditempatkan pada tempat yang teduh agar tidak

terkena sinar matahari dan kemudian langsung disemai. Benih yang di

semaikan dipelihara dengan cara disiram agar media tempat persemaian

selalu lembab. Selama persemaian dilakukan pengamatan terhadap

pertumbuhan Rhizobakteri saat fase persemaian. Pengamatan dilakukan

setiap 1 minggu sekali selama 3 minggu.

Page 19: Proposal ( 09-03-15)

17

e. Aplikasi mikoriza saat penanaman

Aplikasi mikoriza saat penanaman dengan cara memasukkan crude

mikoriza sebanyak 40 gram/pot kedalam lubang tanam sebelum bibit padi

ditanam. Penanaman dilakukan saat padi berumur 3 minggu setelah semai

kemudian ditanam dengan cara tanam 2 bibit dalam 1 lubang untuk

mengurangi resiko jika ada tanaman yang mati. Penanaman dilakukan

dalam polibag dengan jarak antar polibag 20 cm x 20 cm. Penanaman

dilakukan pagi atau sore hari dengan cara membuat ubang tanam yang ada

di polibag, kemudian bibit padi dimasukkan ke dalam lubang tanam. Satu

minggu setelah tanam dilakukan pemupukan dasar sesuai anjuran

kebutuhan pupuk (Lampiran 6).

3. Tahap Ketiga : Pemeliharaan Tanaman

a. Penyiraman.

Penyiraman pada awal penanaman dilakukan setiap hari (pagi hari) selama

2 minggu, medium tanam dipertahankan pada lengas 12% (Agung_Astuti

dk., 2014). Selanjutnya setelah 2 minggu, penyiraman dilakukan

berdasarkan perlakuan penyiraman. Hasil penelitian Agung_Astuti dkk.

(2013) menyebutkan bahwa frekuensi penyiraman tanaman yang

diinokulasikan Rhizobakteri indigenous Merapi dengan frekuensi

penyiraman 3 hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanaman padi

tanpa inokulasi dengan frekuensi penyiraman 1 hari. Kebutuhan air untuk

penyiraman dilakukan dengan cara gravimetri, yaitu menimbang pot

tanaman setiap hari sekali, selisih berat pot (pot + tanah + kandungan air)

pada saat penimbangan berat semula merupakan air yang harus

ditambahkan. Kadar lengas dipertahankan sampai tanaman mencapai fase

vegetatif maksimal, yang ditandai munculnya priomordia bunga pada

kelopak daun diujung ruas batang, dan dilanjutkan sampai fase

reproduktif. Penambahan volume air penyiraman berdasarkan hasil

perhitungan kadar lengas pada hari pengamatan dan kemudian dihitung

kebutuhan air. Frekuensi penyiraman harian didasarkan pada perlakuan

penyiraman, yakni: (a). 3 hari sekali, (b). 6 hari sekali, dan (c). 9 hari

Page 20: Proposal ( 09-03-15)

18

sekali dengan volume penyiraman berdasarkan hasil persentase kadar

lengas.

b. Pemupukan susulan.

Pemupukan susulan dilakukan pada saat padi berumur 14 HST (Urea 30%

dan KCl 50%.), 30 HST (Urea 40%, ) , dan 40 HST (Urea 30% dan KCl

50%) (BPTP Kalbar, 2010). Total kebutuhan pupuk yang digunakan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 7.

c. Penyiangan.

Penyiangan gulma dilakukan setiap ada tanaman lain yang tumbuh di

polybag dengan cara manual (menggunakan tangan) karena area tanam

yag tidak terlalu luas. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 3-

4 minggu dan 8 minggu. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan

penyiangan pertama dan 1-2 minggu sebelum muncul malai dan hati-hati

agar tidak mengganggu perakaran tanaman.

d. Pengendalian hama dan penyakit.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan secara mekanis, tapi

apabila serangan hama melewati ambang batas akan dilakukan

pengendalian secara kimiawi menggunakan pestisida.

Beberapa hama yang sering ada pada tanaman padi:

i. Wereng Coklat (Nilaparvata lugens)

Hama ini dapat menyebabkan tanaman padi mati kering dan tampak

seperti terbakar atau puso, serta dapat menularkan beberapa jenis penyakit.

Gejala serangan adalah terdapatnya imago wereng coklat pada tanaman

dan menghisap cairan tanaman pada pangkal batang, kemudian tanaman

menjadi menguning dan mengering. Pengendalian dianjurkan

menggunakan insektisida sistemik Winder 100EC (0,25-0,5 ml/L), Winder

25WP (0,125-0,5 g/L), WinGran 0,5GR ditaburkan merata.

ii. Wereng Hijau (Nephotettix virescens)

Hama wereng hijau merupakan hama penyebar (vector) virus tungro yang

menyebabkan penyakit tungro. Fase pertumbuhan padi yang rentan

Page 21: Proposal ( 09-03-15)

19

serangan wereng hijau adalah saat fase persemaian sampai pembentukan

anakan maksimum, yaitu umur ± 30 hari setelah tanam. Gejala kerusakan

yang ditimbulkan adalah tanaman kerdil, anakan berkurang, daun berubah

menjadi kuning sampai kuning oranye. Pencegahan dan pengendalian

Pengendalian dianjurkan menggunakan insektisida sistemik Winder 100EC

(0,25-0,5 ml/L), Winder 25WP (0,125-0,5 g/L), WinGran 0,5GR

ditaburkan merata.

iii. Walang Sangit (Leptocorixa acuta)

Walang sangit merupakan hama yang menghisap cairan bulir pada fase

masak susu. Kerusakan yang ditimbulkan walang sangit menyebabkan

beras berubah warna, mengapur serta hampa. Hal ini dikarenakan walang

sangit menghisap cairan dalam bulir padi. Fase tanaman padi yang rentan

terserang hama walang sangit adalah saat tanaman padi mulai keluar malai

sampai fase masak susu. Pengendalian dianjurkan dilakukan pada saat

gabah masak susu pada umur 70-80 hari setelah tanam dengan disemprot

insektisida Greta 500EC (1-2 ml/L).

4. Tahap Ketiga : Panen dan Pengamatan

Pemanenan padi dilakukan pada saat tanaman padi sudah menguning hingga

95% dari total tanaman, pangkal mulai patah, dapat mengakibatkan banyak gabah

yang rontok saat dipanen. Ciri dari padi yang siap panen antara lain telah

menguning 95% dan merunduk karena malai dari padi telah terisi. Cara

pemanenan yaitu dengan memotong padi pertanaman karena padi ditanam dalam

pot. Padi varietas Segreng dipanen pada umur 110 hari setelah tanam.

E. Variabel Pengamatan

Dalam penelitian ini variabel pengamatan meliputi pertumbuhan bakteri,

pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan generatif. Pengamatan parameter

pertumbuhan dan hasil tanaman dilakukan mulai dari minggu 1 sampai minggu

ke 8.

Page 22: Proposal ( 09-03-15)

20

1. Pertumbuhan Rhizobakteri indigenous Merapi

a. Viabilitas total Rhizobakteri indigenous Merapi dan isolat MB dan MD

selama 4 minggu penyimpanan (cfu/g)

Pengujian dilakukan pada hari ke-7, 14, 21 dan 28 setelah penyimpanan

dengan menggunakan medium LBA dengan kadar NaCl 0,2 M. Satu gram

sampel diencerkan pada botol suntik (10-2

; 10-4

; 10-6

) dan 2 tabung rekasi

(10-7

;10-8

), sehingga didapat seri pengenceran hingga 10-8

. Setiap 0,1 ml

pada seri 10-6

;10-7

;10-8

diinokulasikan dengan metode permukaan atau

surface platting method dan setiap seri pengenceran yang diujikan (10-7

;10-

8;10

-9) dengan seri pengenceran 10

-7; 10

-8; 10

-9 sebanyak 3 kali ulangan. Uji

kemampuan hidup mikroba berdasarkan daya viabilitas dan jumlah koloni

populasi bakteri. Penghitungan populasi bakteri ini dengan metode Total

Plate Count (TPC). Jumlah bakteri per mL dapat ditentukan dengan

menghitung koloni yang tumbuh dari masing-masing pengenceran.

Penentuan jumlah bakteri per mililiter dengan menggunakan rumus :

Jumlah bakteri per ml sampel (CFU/ml) = Jumlah koloni

Faktor pengenceran

Penentuan jumlah jumlah bakteri per mililiter dengan menggunakan cara

TPC harus memenuhi syarat sebagai berikut:

i. Jumlah koloni tiap cawan petri antara 30 – 300 koloni

ii. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan

petri (Spreader)

iii. Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran yang berturut-turut

antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran

sebelumnya. Jika sama atau lebih kecil dari 2 maka hasilnya dirata-

rata, dan jika lebih besar dari 2 maka yang dipakai adalah jumlah

koloni dari hasil pengenceran sebelumnya

iv. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata

(Agung_Astuti dkk, 2014).

Page 23: Proposal ( 09-03-15)

21

2. Pengamatan Pertumbuhan Tanaman

a. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman sampel diukur dari pangkal batang atau permukaan tanah

sampai dengan ujung daun yang tertinggi, alat yang digunakan adalah

penggaris dengan satuan cm. Pengamatan dilakuan setiap minggu hingga

minggu ke-7 pada tanaman sampel atau berhenti ketika titik maksimum

perkembangan vegetative yang ditandai dengan keluar nya malai.

b. Jumlah anakan

Pengamatan dilakukan dengan menghitung keseluruhan jumlah anakan

dinyatakan dalam satuan. Diamati setiap satu minggu sekali sampai minggu

ke-7 pada tanaman sampel.

3. Pengamatan Tanaman Korban Minggu ke-2, ke-4 dan ke-6

a. Dinamika populasi total bakteri selama masa pembibitan dan masa

tanam

Pengamatan dilakukan pada minggu ke-1 dan 3 pembibitan dan minggu

ke-2, 4 dan 6 setelah tanam dengan menggunakan medium LBA dengan

kadar NaCl 0,1 M. Sampel formula diinokulasikan dengan surface platting

method dan setiap seri pengenceran yang diujikan (10-7

, 10-8

, 10-9

) dibuat

ulangan sebanyak 3 kali. Dinamika Rhizobakteri indigenous Merapi

didasarkan pada populasi koloni bakteri dengan menggunakan metode

TPC (Total Plate Count), dengan syarat:

i. Jumlah koloni tiap cawan petri antara 30 – 300 koloni

ii. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan

petri (Spreader)

iii. Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran yang berturut-turut

antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran

sebelumnya. Jika sama atau lebih kecil dari 2 maka hasilnya dirata-

rata, dan jika lebih besar dari 2 maka yang dipakai adalah jumlah

koloni dari hasil pengenceran sebelumnya

iv. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata

(Agung_Astuti dkk., 2014).

Page 24: Proposal ( 09-03-15)

22

b. Pengaruh inokulasi MVA

1. Persentase infeksi MVA

Pengamatan dilakukan dengan pengecatan pada akar lalu diamati dengan

mikroskop, dengan cara sebagai berikut:

i. Mengambil sampel akar sesuai perlakuan lalu dibersihkan dari

segala kotoran dengan menggunakan air,kemudian akar dipotong

dengan panjang 0,5-1 cm

ii. Akar yang telah dipotong dimasukkan dalam botol reaksi dan

diberi 2 ml KOH 10% sehingga akar tercelup semua dan dibiarkan

selama 24 jam. Setelah itu akar dibilas dengan air bersih

iii. 2 ml HCl 1% ditambahkan pada botol hingga tercelup selama 1

jam. Setelah itu larutan dibuang

iv. 2 ml Cat Acid-fuchin diberikan pada botol reaksi selama 10-60

menit

v. 20 potongan akar diambil dan diatur dalam gelas benda lalu ditutup

dengan gelas penutup dan diamati dengan mikroskop,lalu dihitung

persentase infeksi dengan rumus:

vi. persentase infeksi=(jumlah akar terinfeksi)/(jumlah akar total) x

100%

c. Poliferasi akar

Poliferasi akar diketahui dengan mengamati percabangan perakaran

tanaman padi. Pengamatan dilakukan pada 1 tanaman korban per perlakuan

pada minggu ke-2, ke-4 dan ke-6 setelah tanam. Proliferasi akar dinyatakan

secara kualitatif dengan harkat (++++) untuk perakaran yang memiliki

percabangan yang rumit serta banyak secara horizontal dan vertikal, (+++)

untuk perakaran yang memiliki percabangan yang cukup banyak, (++) untuk

perakaran yang memiliki percabangan akar yang sedang, dan (+) untuk

perakaran yang memiliki percabangan akar yang sedikit dan (-) untuk

perakaran yang tidak memiliki percabangan.

Page 25: Proposal ( 09-03-15)

23

d. Panjang akar (cm)

Panjang akar diukur menggunakan penggaris mulai dari pangkal tanaman

hingga ujung akar terpanjang. Pengamatan panjang akar dilakukan pada

minggu ke- 2, 4 dan 6 setelah tanam pada 3 tanaman korban per perlakuan.

e. Bobot segar dan kering akar

Pengamatan bobot segar akar dilakukan dengan cara mencabut tanaman

sampel kemudian menimbang bagian akar yang sudah dibersihkan dari

tanahnya. Akar ditimbang menggunakan timbangan analitik, dan dinyatakan

dalam satuan gram. Selanjutnya akar dijemur di bawah sinar matahari

selama 24 jam dan dioven pada suhu 60oC sampai bobotnya konstan.

Pengamatan bobot kering akar dilakukan dengan cara menimbang akar yang

sudah kering oven menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam

satuan gram. Penghitungan bobot segar dan kering akar dilakukan pada

tanaman sampel minggu ke-8.

f. Bobot segar dan kering tajuk

Pengamatan bobot segar tajuk dilakukan dengan cara mencabut tanaman

korban kemudian menimbang bagian daun dan batang. Tajuk ditimbang

menggunakan timbangan analitik, dan dinyatakan dalam satuan gram.

Selanjutnya tajuk dijemur di bawah sinar matahari selama 24 jam dan

dioven pada suhu 60oC sampai bobotnya konstan. Pengamatan bobot kering

tajuk dilakukan dengan cara menimbang daun dan batang yang sudah kering

oven menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam satuan gram.

Penghitungan bobot segar dan kering tajuk dilakukan pada tanaman koeban

minggu ke-2, ke- 4 dan ke-6.

g. Pengamatan kadar air tanah (g)

Pengamatan dilakukan pada minggu ke-2, ke-4 dan ke-6 dengan cara

mengambil sampel tanah tanaman sampel secara acak pada setiap blok

kemudian dicampur dan diacak, diulang sebanyak 3 ulangan kemudian di

ukur kadar airnya. Rumus yang digunakan :

Page 26: Proposal ( 09-03-15)

24

W1 = berat cawan + tanah basah (gram).

W2 = berat cawan + tanah kering (gram)

W3 = berat cawan kosong (gram)

W1 - W2 = berat air (gram)

W2 -W3 = berat bahan kering (gram)

4. Pengamatan Tanaman Sampel menjelang panen dan setelah panen

a. Umur berbunga(%)

Pengamatan menentukan umur berbunga dilakukan saat padi mengalami

pembungaan lebih dari 50%.

b. Jumlah malai

Menghitung jumlah malai dari tanaman sampel, dilakukan dengan

menghitung semua anakan yang ada dalam rumpun tersebut, baik yang

berisi maupun yang hampa. Penghitungan jumlah gabah per malai ini

dilakukan pada tanaman sampel pada waktu panen. Alat yang digunakan

dalam pengamatan adalah bolpoint dan kertas.

c. Berat 1000 biji (g)

Pengamatan berat 1000 biji dilakukan dengan cara menimbang berat gabah

1000 biji dari setiap tanaman sampel masing-masing perlakuan yang telah

dikeringkan, kemudian mengukur kadar airnya dan selanjutnya

dikonversikan pada kadar air 14% dengan rumus:

a =

a= berat 1000 biji pada kadar air 14 %

b= berat 1000 biji pada kadar air terukur

d. Hasil (ton/ha)

Pengamatan dilakukan pada saat panen dari tanaman sampel hasil

perlakuan yaitu dengan mengeringkan butir gabah kemudian ditimbang

diukur kadar airnya kemudian dikonversikan dalam ton/ha pada kadar

air 14% dengan rumus :

H =

H = hasil gabah/ha pada kadar air 14%

A = luas lahan dalam satuan ha (10.000 m2)

Page 27: Proposal ( 09-03-15)

25

B = luas petak hasil (m2)

C = berat biji per tanaman (kg/m2) Ka= kadar air biji terukur

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan secara periodik disajikan dalam bentuk histogram

dan grafik, sedangkan hasil akhir dianalisis sidik ragam (Analysis of variance)

mengunakan uji F pada tingkat kesalahan α 5%. Untuk perlakuan yang berbeda

nyata diuji lebih lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT).

Page 28: Proposal ( 09-03-15)

26

G. Jadual kegiatan

No Kegiatan Bln ke-1 Bln ke-2 Bln ke-3 Bln ke-4

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Sterilisasi alat

2 Pembuatan media LBC dan

LBA

3

Identifikasi koloni dan sel

Rhizobacteri indigenous

Merapi

4 Pembuatan biakan murni

5 Perbanyakan isolat MA,

MB dan MD

6 Pembuatan inokulum

campuran

7

Formulasi Inokulum padat

Rhizobacteri indigenous

Merapi

8 Pembiakan mikoriza dengan

kultur pot

9 Pengamatan 1 (Uji

viabilitas, pH dan kadar air)

10 Pengamatan 2 (Uji

viabilitas, pH dan kadar air)

11 Seleksi benih dan uji daya

kecambah

12 Pengamatan 3 (Uji

viabilitas, pH dan kadar air)

13 Aplikasi inokulum padat

pada benih padi IR 64

14 Penyemaian

15 Uji viabilitas bakteri 1

16 Uji viabilitas bakteri 2

17 Uji isolasi infeksi mikoriza

dan spora

18 Uji viabilitas bakteri 3

19 Pengolahan lahan

20 Penanaman

21 Penyiraman

22 Penyiangan

23 Pengamatan

24 Pemanenan

25 Analisis data

Page 29: Proposal ( 09-03-15)

DAFTAR PUSTAKA

Agung _Astuti. 2012. Isolasi Rhizobacteri Indigenous Lahan Pasir Vulkanik

Merapi Yang Tahan Terhadap Cekaman Kekeringan. Laporan Penelitian.

Tidak dipublikasikan.

Agus_Astuti. Sarjiyah dan Haryono. 2013. Pengembangan Isolat Rhizobakteri

indigenous Sebagai Pupuk Hayati Untuk Meningkatkan Produktivitas Padi

Lahan Kering. Laporan Hibah Dikti. Belum dipublikasikan.

Agung_Astuti. Haryono dan M. H. Rachman. 2014a. Pengujian Toleransi

Terhadap Cekaman Kekeringan Pada Berbagai Varietas Padi Yang

Diinokulasi Rhizobakteri Indigenous Merapi. Skripsi Mahasiswa Pertanian

UMY (Tidak Dipublikasikan).

Agung_Astuti. Sarjiyah. A. Fitri. 2014b. Pengaruh Formulasi Inokulum Padat Dan

Bahan Pengemas Terhadap Aktivitas Rhizobacteri Indigenous Merapi

Dan Pertumbuhan Padi Dalam Cekaman Kekeringan. Skripsi Mahasiswa

FP UMY. Tidak Dipublikasikan.

Ahiabor, B.D and H.Hirata. 1995. Influence of Growth Stage on The Assocation

Between Some Tropical Legumes and Two variant species of Glomus in an

Andosol. Sil Sci. Plant Nurt. 41 (3): 481-496.

BPS. 2014. Produksi Tanaman Pangan Angka Ramalan II (Aram II) 2014 dalam

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Katalog BPS:9199017. Edisi 54

November 2014

Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Barat. 2010.

Usahatani Padi Gogo. http://kalbar.litbang.pertanian.go.id/ind/images/

stories/leaflet/padi_gogo.pdf. Di akses tanggal 04 Januari 2015.

Chandra, K.S. 2010. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Organik Cair diperkaya

Rhizobacteri Osmotoleran Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Padi pada Kondisi Cekaman Kekeringan. Skripsi FP UMY. Tidak

dipublikasi.

Dhanda, S.S., G.S. Sethi, R.K. Behl. 2004. Indices of Drought Tolerance in Wheat

Genotypes as Early Stages of Plant Growth. J. Agronomy & Crop Science

190:6-12

Dobermann and Fairhurst. 2000. Rice Nutrient Disorder and Nutrient

Management. International Rice Research Institute. Philippines. 201pp.

Farooq, M., A. Wahid, D.J. Lee, O. Ito, and K.H.M. Siddique. 2009. Advances in

drought resistance of rice. Critical Reviews in Plant Sciences.. 28(4): 199.

Page 30: Proposal ( 09-03-15)

Farooq, M. Kobayashi, N. Ito, O. Wahid, A dan Serraj, R. 2010. Broader Leaves

Result In Better Performance Of Indica Rice Under Drought Stress.

Http://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/20392520. Diakses pada tanggal

05 Januari 2015.

Fischer, K.S. and S. Fukai. 2003. How Rice Responds To Drought. In K. S.

Fischer,R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for

Drought Prone Environments. International Rice Research Institute. Los

Banos. p.32-36.

Glick, B.R dan Pasternak, J.J. 2003. Molecular Biotechnology. Washington, D.C.

ASM Press.

Grayston, S.J., S. Wang, C.D. Campbell, and A.C. Edwards. 1998.

Selectiveinfluence of plant species on microbial diversity in the

rhizosphere.Soil Biol. Biochem. 30: 369-378.

Guo, H., , Xueli He, Y.Li. 2012. Spatial distribution of arbuscular

mycorrhiza and glomalin in the rhizosphere of Caragana korshinskii

Kom. in the Otindag sandy land, China. African Journal of

Microbiology Research 6(28) pp 5745-5753, 26 July, 2012. http://

www.academicjournals.org/. Di akses tanggal 26 Januari 2015.

Handayani, D., T. Yuwono dan J. Soedarsono. 2000. Dinamika Populasi

Rhizobakteri Osmotoleran dalam Rhizozfer Padi pada Aras Lengas

Tanah yang Berbeda. Tesis Program Studi Ilmu Tanah. UGM.

Hartmann, A., SR. Prabhu and EA. Galinski. 1991. Osmotolerance of Diazotropic

Rhizosphere Bacteria Plant and Soil. 137 : 105 – 109

Hasanah, N. A. U, Agung_Astuti dan L. Utari. 2008. Kajian Aktivitas

Rhizobakteri Fiksasi N-Tahan Cekaman Kekeringan Dengan Berbagai

Kondisi Air dan Macam Inokulum Pada Padi Merah-Putih R1. Skripsi

Mahasiswa FP UMY. Tidak Dipublikasikan.

Hidayat, A., M. Toha, K. Permadi. 1997. Ketersediaan Suberdaya Lahan dan

Arahan Pemanfaatan untuk Beberapa Komoditas. Prosiding Pertemuan

Pembahas dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Bogor. Hal 1-20.

Hoerussalam, Purwantoro A, Khaeruni A.2013. Induksi Ketahanan Tanaman

Jagung (Zea Mays L.) Terhadap Penyakit Bulai Melalui Seed Treatment

Serta Pewarisannya Pada Generasi S1. J Ilmu Pert. 16(2):42–59.

Husen, E. dan Irawan. 2010. Efektivitas dan Efisiensi Mikroba Dekomposer

Komersial dan Lokal dalam Pembuatan Kompos Jerami.

Page 31: Proposal ( 09-03-15)

http://balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 21 November

2014..

Jones, M.M., N.C. Turner, C.B. Osmond. 1981. Mechanisms of Drought

Resistance. L.G. Paleg, D. Aspinal (Eds). The Physiology and

Biochemistry of Drought Resistance in Plants. Academic Press: Sydney.

Hal. 15-37.

Jumin.H.B. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologi. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Kabirun, S. 1990. Peranan Endomikoriza dalam Pertanian. PAU Bioteknologi IPB

kerjasama PAU Bioteknologi UGM. Bogor.

Kabirun, S. 2002. Tanggapan Padi Gogo terhadap Inokulasi Jamur Mikoriza

Arbuskula dan Pemupukan P Di Entisol. Jurnal Ilmu Tanah dan

Lingkungan. Vol 3 (2).pp 49-56.

Kementan Online. 2013. Laporan Tahunan Direktorat Perlindungan Tanaman

Pangan Kementerian Pertanian. http://tanamanpangan.pertanian.go.id/ditli

ntp/downlot.php?file=LAPORAN%20TAHUNAN%20DITLIN%20TAH

UN%202012.pdf. Diakses pada tanggal 31 Januari 2014.

Khaerul, U. 2004. Makalah Falsafah Sains.Program Pasca Sarjana/S3. IPB.

Bogor. (17 Juli 2007).

Kloepper, J.W. 1993. Plant growth-promoting rhizobacteria as biological control

agents. p. 255-274. In F.Blaine Metting, Jr. (Ed.). Soil Microbiology

Ecology, Applications in Agricultural and Environmental Management.

Marcel Dekker, Inc., New York.

Kristamtini dan Prajitno AL. 2009. Karakterisasi Padi Beras Merah Segreng

Varietas Unggul Lokal Gunungkidul. Jurnal Ilmu-ilmu Pengetahuan. 5(2):

45-51.

Kusumastuti, A., T. Yuwono dan J. Soedarsono. 2003. Peran Bahan Organik

dalam Interaksi Rhizobakteri osmotoleran dan padi IR-64 pada dua aras

lengas tanah di Udipsament. Tesis Program Studi Ilmu Tanah UGM.

Lukiwati, D. R. dan Simanungkalit, R. D. M. 2001. Dry Matter Yield P Uptake of

Maize With Combination Of Phosphorus Fertilizer From Different Sources

and Glomus Fasciculatum Inoculation. Konas Yogyakarta

Luniawati, T. 2014. Pengaruh Formulasi Inokulum Cair Rhizobakteri Indigenous

Merapi dan Metode Aplikasi Terhadap Pertumbuhan Padi Dalam

Cekaman Kekeringan. Skripsi Mahasiswa Pertanian UMY (Tidak

Dipublikasikan).

Lay, WB. 1994. Microbes analysis in laboratory. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Page 32: Proposal ( 09-03-15)

Lynch, J. M. 1983. Soil Biotechnology Microbiologycal Factor In Crop

Productivity. Blackwell. Scientific Publication. London. 191 p.

Makarim K., dan E. Suhartatik. 2009. Morfologi Dan Fisiologi Tanaman Padi,

http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itkp11.pdf

Diakses tanggal 12 Januari 2015

Malajczuk, N.P., P. Reddell dan M. Brundrett. 1994. Role of Mycorrhizae

Fungi in Mine Site Reclamation. In: F.L. Pfleger and R. G. Linderman

(eds). Mycorrhizae and Plant Health. 83-100 pp.

Marks, G.C. dan R.C. Foster. 1973. Structure, Morphogenesis and

Ultrastructure of Ectomycorrhizae. In: Marks, G.C. and T.T.

Kozlowski (eds). Ectomycorrhizae their Ecology and Physiology.

Academic Press Inc. New York. 2-41 pp.

Mosse, B. 1981. Vesicular Mycorrhyza Research For Tropical Agriculture.

Rer Bull, 94. Hawaii Inst. Of Trop. Agric and Human Resources.

University of Hawaii, Honolulu.

Mulyadi. 1992. Pengaruh Jamur VA Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil

Padi Gogo Pada Berbagai Kondisi Tanah. Tesis FTP UGM. Tidak

Dipublikasikan.

Musfal. 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskula Untuk Meningkatkan Hasil

Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian, 29(4).

Natawijaya, D. 2010. Pengaruh Inokulasi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)

Dan Pemupukan Kalium Pada Padi Gogo. J.Agrivigor 10(1). ISSN1412-

2286. Hal. 39-53.

Noviana, L dan B. Raharjo. 2009. Viabilitas Rhizobakteri Bacillus sp. DUCC-BR

K1.3 pada Media Pembawa Tanah Gambut Disubstitusi dengan Padatan

Limbah Cair Industri Rokok. BIOMA. ISSN: 1410-8801. Vol. 11, No. 1,

Hal. 30-39

Nurbaity,A., A. Herdiyantoro,.O. Mulyani. 2009. Utilization of Organic Materials

as Carrier of Arbuskula Mycorrhizal Fungi Inoculant. J.Biol. XIII(1):17-

11..

Purwono, M.S. dan H. Purnamawati. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan

Unggul.Penebar Swadaya. Jakarta

Rakhmawati. 2006. Kajian Frekuensi Penyiraman dan Inokulasi VAM (Vesicular

Arbuscular Mikoriza) Pada Budidaya Padi di Tanah Pasir Pantai. Skripsi

Mahasiswa Pertanian UMY (Tidak Dipublikasikan).

Page 33: Proposal ( 09-03-15)

Samidjo, G.S., T. Yuwono dan J. Soedarsono. 2002. Kajian Peranan Inokulasi

Rhizobakteri Osmotoleran Pada Tanaman Padi di Tanah Pasir Pantai.

Tesis Program Studi Agronomi. UGM.

Santosa, P. B dan Darwanto. 2012. Antisipasi Pangan Terhadap Anomali

Iklim.http://eprints.undip.ac.id/36857/1/Darwanto_Ekonomi_Pangan.pdf.

Diakses tanggal 31 Januari 2015

Silva HSA, Romeiro RSR, Macagnan D, Vieira BAH, Pereira MCB, Mounteer A.

2004. Rhizobacterial Induction Of Systemic Resistance In Tomato Plants:

Nonspecific Protection And Increase In Enzyme Activities. Biol Control.

29(3):288–295.DOI: http://dx.doi.org/10.1016/S1049-9644(03)00163-4.

Di akses tanggal 05 Januari 2015.

Smith, E.S. dan D.J. Read. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press,

London. UK. 605 pp.

Sorensen, J. 1997. The Rhizosphere As A Habitat For Soil Microorganisms. p.21-

45. In J.E. Van Elsas, J.T Trevors, and E.M.H. Wellington (Eds.). Modern

Soil Microbiology. Marcel Dekker, Inc. New York.

Sulistyono, E., D. Sopandie, M. A. Chozin, dan Suwarno. 2007. Adaptasi Padi

Gogo Terhadap Naungan: Pendekatan Morfologi Dan Fisiologi. Comm.

Ag. 42):62 – 67.

Susanto, U. 2012. Pengujian Toleransi Terhadap Cekaman Kekeringan Galur

Galur Oryza Sativa/O.Glaberrima pada Kondisi Lahan Tadah Hujan.

Prosiding InSINas 2012. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.

Syamsiyah, J., B. H. Sunarminto., E. Hanudin dan J. Widada. 2014. Pengaruh

Inokulasi Jamur Mikoriza Arbuskula Terhadap Glomalin, Pertumbuhan

Dan Hasil Padi (Effect Of Arbuscular Mycorrizhal Fungi Inoculation On

Glomalin, Growth And Rice Yield). Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan

Agroklimatologi 11 (1) 2014.

Tjondronegoro P. D dan A. W. Gunawan. 2000. The Role of Glomus

Fasciculatum And Soil Water Conditions On Growth Of Soybean and

Maize. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. Media Komunikasi Mikrobiologi

Dan Bioteknologi:1-3

Utami D. W., Kristamtini, Prajitno al. KS. 2009. Karakterisasi Plasma Nutfah

Padi Beras Merah Lokal Asal Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan Karakter Morfo-Agronomi dan Marka SSRs.

Yogyakarta.

Widiastuti, H,. N. Sukarno,. L. K. Darusman,. D.H. Gunadi,.S. Smith dan E.

Guhardja. 2005. The use of Arbuskula Mycorrhizal Fungi Sporesasthe

Page 34: Proposal ( 09-03-15)

Inoculum to Improve Growth and Nutrient Uptakeof Oil Palm Seedlings.

J. Menara Perkebunan73(1):26-34.

Wulandari, F. I. 2010. Pengaruh Inokulasi Rhizobakteri osmotoleran –Fiksasi

Nitrogen dan Kondisi Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Merah

Putih. Skripsi Faperta UMY. Yogyakarta. Tidak Diterbitkan. 64 hal.

Wuryaningsih, Y. R. 2010. Pengaruh Berbagai Formulasi dan Lama Penyimpanan

Pupuk Organik cair Diperkaya Rhizobakteri osmotoleran Terhadap

Pertumbuhan Awal Tanaman Padi. Skripsi Mahasiswa FP UMY. Tidak

Dipublikasikan.

Page 35: Proposal ( 09-03-15)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lay out Penelitian

a. Lay Out penelitian pada Green House

P2. I1 (3) P2.I1 (1) P1.I1 (2)

P2.I3 (2) P3.I1 (3) P3.I2 (1)

P3.I2 (3) P1.I2 (1) P2.I1 (2)

P3.I2 (3) P3.I3 (2) P3.I1 (1)

P1.I1 (1) P1.I2 (2) P1.I3 (1)

P2.I3 (1) P1.I3 (3) P3.I1 (2)

P1.I3 (2) P2.I3 (3) P2.I2 (1)

P3.I3 (1) P2.I2 (3) P1.I1 (3)

P2.I2 (2) P1.I2 (3) P3.I2 (2)

Keterangan:

Macam Inokulum Frekuensi Penyiraman

P1=Penyiraman 3 hari sekali I1=Inokulasi Rhizobakteri

P2=Penyiraman 6 hari sekali I2=Inokulasi Rhizobakteri + Mikoriza

P3=Penyiraman 9 hari sekali I3=Inokulasi Mikoriza

1,2,3=Ulangan

Page 36: Proposal ( 09-03-15)

Lampiran 2. Komposisi Media

1. Media Luria Bertani Cair/L a. Tryptone = 10 ml

b. Yeast Extract = 5 gram

c. NaCl = 10 gram

d. Aquadest = 1000 ml

e. pH = 7,2

2. Media Luria Bertani Aagar/L a. Tryptone = 10 ml

b. Yeast Extract = 5 gram

c. NaCl = 10 gram

d. Agar = 15 %

e. Aquadest = 1000 ml

f. pH = 7,2

3. Media Ekstrak Tanah Agar (Allen, 1957 cit johnson et al., 1960)

a. Glukosa = 1 g

b. K2HPO4 = 0,5 g

c. Agar = 15 g

d. Aquades Steril = 900 ml

e. Ekstrak tanah = 250 ml

Cara Membuat Ekstrak tanah

Ekstrak tanah dibuat dengan mengautoklav 1.000 gram contoh tanah yang

ditambahkan 1 lier aquades steril selama 30 menit. Kemudian ditambahkan sedikit

kalsium karbonat dan suspensi tanah disaring dengan kertas saring ganda hingga

diperoleh cairan jernih.

Page 37: Proposal ( 09-03-15)

Lampiran 3. Skema Perbanyakan isolat MB dan MD Rhizobakteri Indigenous

Merapi

Diinokulasikan

Carrier

MB MD MB MD

MB MD

Kultur Kerja

Inkubasi Pada Suhu Ruang Selama 48

Jam

Inokulasi pada 20 ml

LBC

Isolat Hasil Peremajaan

@1 ose Inokulasikan pada 10 ml LBA

Inkubasi pada suhu ruang Selama 48 Jam

Perbanyakan Isolat

MB MD

12 ml per Isolat setiap

Erlenmeyer

(10% dari 120 ml LBC

20 ml Isolat Hasil Perbanyakan MB MD

120 ml LBC per Erlenmeyer

Inkubasi selama 48 jam pada Shaker

340 rpm pada suhu ruangan lalu Uji

Viabilitas Starter Campuran

30 ml per Isolat setiap Erlenmeyer

Inkubasi Selama 1 Bulan. Uji Viabilitas Bakteri

dan Cek Ph Inokulum Pada Setiap 1 Minggu

Sekali

Formula Inokulum Padat Diaplikasikan

Pada Benih Padi Segreng Handayani

Setelah Diinkubasi Selama 4 Minggu

2 ose isolat dari kultur

kerja

50 gr Carrier per kemasan

15 ml Starter Campuran per kemasan

Page 38: Proposal ( 09-03-15)

Lampiran 4. Kebutuhan bahan pembawa dan Starter campuran Rhizobacteri

Indigenous Merapi saat persemaian

No Bahan Kebutuhan Satuan

1 Gambut 467,4 g

2 Gula 3 g

3 Arang aktif 30 g

Kebutuhan starter campuran =15 ml/ unit perlakuan

Jumlah unit perlakuan = 27 unit perlakuan

Total kebutuhan starter campuran = 15 ml x 27 unit perlakuan

=405 ml

Total inokulum MB = 202.5 ml

Total inokulum MD = 202.5 ml

Page 39: Proposal ( 09-03-15)

Lampiran 5. Kebutuhan benih padi Segreng

Jumlah penanaman 162 pot tanaman dikalikan 2 tanaman per lubang tanam,

sehingga kebutuhan tanaman per pertak 324 tanaman.

Jumlah pot = 162 pot

Kebutuhan total tanaman 1.728 tanaman diasumsikan menjadi 2.000 butir benih.

Bobot 1000 butir benih padi Segreng= 27 gram

Kebutuhan benih padi Segreng= 2.000 x 27

1000

= 54 gram benih

Page 40: Proposal ( 09-03-15)

Lampiran 6. Kebutuhan Pupuk

Kebutuhan penggunaan pupuk kandang = 25.000 kg/ha, Urea=250 kg/ha, SP-

36=150 kg/ha dan KCl=150 kg/ha (BPTP Kalbar, 2010). Dosis pemberian pupuk

dijabarkan sebagai berikut:

No Pupuk Pupuk

Dasar

Pupuk

Susulan1

(14 Hst)

Pupuk

Susulan 2

(30 HST)

Pupuk

Susulan 23

(40 HST)

Kebutuhan

Per Polibag

1. Kandang 100 g - - - 100 g

2. Urea - 1 g 1 g 1 g 3 g

3. SP-36 0.6 g - - - 0.6 g

4. KCl - 0.6 g - 0.6 g 1.2 g

a. Kebutuhan pupuk per petak. Jarak tanam yan digunakan adalah 20 cm x

20 cm= 0,4 m

1.

2.

3.

4.

b. Jumlah kebutuhan pupuk per tanaman

1.

2.

3.

4.

c. Total kebutuhan pupuk

1. Kandang = 100 gr x 162= 16.200 g

2. SP-36 = 0.6 gr x 162= 97.2 g

3. Urea = 3 gr x 162= 486 g

4. KCl = 1.2 gr x 162= 194.4 g