Top Banner
PROJECT BASED LEARNING ( PjBL) 1 “ PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK ( PPOK ) “ Trigger : Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang dengan ditemani oleh anaknya. Menurut cerita dari anaknya Tn. K satu hari yang lalu kehujanan setelah menengok cucunya yang ada diluar kota. Serangan sesak nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampa pagi ini sehingga keluarga memutuskan dibawa ke UGD RSSA.Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat. Tn. K juga mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental. Pada saat dilakukan pengkajian saat ini Tn. K duduk dengan kedua tangan memegang tepi brankart, Menurut anaknya Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun. Serangan batuk yang saat ini dialami ayahnya sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien dalam kondisi sadar, GCS 456, dan tampak gelisah. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil RR: 29 x/menit, ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru, bentuk dada barrel chest, Pernafasan cuping hidung, 1
54

Project Based Learning

Feb 09, 2016

Download

Documents

Laporan PBL untuk memenuhi tugas individu sistem Respirasi.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Project Based Learning

PROJECT BASED LEARNING ( PjBL) 1

“ PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK ( PPOK ) “

Trigger :

Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang

dengan ditemani oleh anaknya. Menurut cerita dari anaknya Tn. K satu hari yang

lalu kehujanan setelah menengok cucunya yang ada diluar kota. Serangan sesak

nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah

sesak sampa pagi ini sehingga keluarga memutuskan dibawa ke UGD RSSA.Tn.

K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila

digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat. Tn. K juga

mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak

berwarna putih kental. Pada saat dilakukan pengkajian saat ini Tn. K duduk

dengan kedua tangan memegang tepi brankart, Menurut anaknya Tn. K pada

waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun.

Serangan batuk yang saat ini dialami ayahnya sudah terjadi sejak 5 tahun yang

lalu. Pasien dalam kondisi sadar, GCS 456, dan tampak gelisah. Setelah dilakukan

pemeriksaan fisik didapatkan hasil RR: 29 x/menit, ronki dan wheezing terdengar

di kedua lapang paru, bentuk dada barrel chest, Pernafasan cuping hidung,

terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan

sternocleidomastoideus, nadi: 115 x/menit, regular, tekanan darah: 145/100 mm

Hg, Suhu: 37,5°C. akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR

3“. Rongent toraks: terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah,

penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan

peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar. ECG: deviasi

aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang. Spirometri :

FEV1/FVC 60%, BGA: Pa CO2: 52 mmHg, Pa O2: 70 mmHg, Sa O2: 79%, PH:

7,25, H CO3 -: 20 mEq/L, Therapi: IV Line Na Cl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin

250 mg IV (5 mg/kg BB), Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer:

Ventolin : Bisolvon : Na CL 0,9% = 1:1:2, Venturi Masker 6 lpm.

1

Page 2: Project Based Learning

S L O :

A. Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK )

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali sebagai

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan obstruksi saluran

pernafasan yang progresif dan ireversibel; terjadi bersamaan bronkitis kronik,

emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003). Penyakit Paru Obstruksi Kronis

(PPOK) bukanlah penyakit tunggal, tetapi merupakan satu istilah yang merujuk

kepada penyakit paru kronis yang mengakibatkan gangguan pada sistem

pernafasan.

Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk

kronik yang produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun berturut-turut.

Sementara emfisema didefinisikan sebagai pembesaran alveolus di hujung

terminal bronkiol yang permanen dan abnormal disertai dengan destruksi pada

dinding alveolus serta tanpa fibrosis yang jelas. The Global Initiative for Chronic

Obstructive Lung Disease (GOLD) guidelines mendefinisikan PPOK sebagai

penyakit yang ditandai dengan gangguan pernafasan yang ireversibel, progresif,

dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal pada paru akibat inhalasi

partikel-partikel udara atau gas-gas yang berbahaya (Kamangar, 2010).

Sementara menurut Affyarsyah Abidin, Faisal Yunus dan Wiwien Heru

Wiyono (2009), PPOK adalah penyakit paru kronik yang tidak sepenuhnya

reversibel, progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal

terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Kata “progresif” disini berarti semakin

memburuknya keadaan seiring berjalannya waktu (National Heart Lung and

Blood Institute, 2009) .

B. Etiologi dan Pembagian Derajad PPOK

Etiologi :

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan

faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama

2. Polusi udara

2

Page 3: Project Based Learning

3. Infeksi peru berulang

4. Umur

5. Jenis kelamin

6. Ras

7. Defisiensi alfa-1 antitripsin

8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah

saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

Pembagian Derajad PPOK

Tingkat Nilai FEV1 dan Gejala

0

beresiko

Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan

dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi), spirometri

normal

I

ringan

FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu, ada

gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien

biasanya bahkan belum merasa bahwa paru-parunya bermasalah

II

sedang

FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%, gejala biasanya mulai

progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.

III

berat

FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang

yang mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien

mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau

serangan penyakit.

IV

sangat berat

FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi

kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 >

30%, tapi pasien mengalami kegagalan pernafasan atau gagal jantung

kanan/cor pulmonale. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu

dan serangan mungkin mengancam jiwa.

C. Epidemiologi PPOK

Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus

merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini

3

Page 4: Project Based Learning

menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan

hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan

prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Studi prevalensi

PPOK pada tahun 1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063 wanita yang berumur

18-64 tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku di bawah VEP prediksi,

dimana jumlahnya meningkat seiring usia, khususnya pada perokok.16

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun

2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit

tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab

kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12

negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada

usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan

Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar

6,7%.

Tabel 1. Prevalensi PPOK Pada negara-negara miskin, 1990.

Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini

sendiri, hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI 1992 menyebutkan

bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronkhial menduduki peringkat ke-6

dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.

Tingkat morbiditas dan mortalitas PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh

dunia. Hal ini di buktikan dengan besarnya kejadian rawat inap, seperti di

4

Page 5: Project Based Learning

Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat 8 juta penderita PPOK rawat jalan dan

sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit Gawat Darurat dan 673.000 kejadian rawat

inap. Angka kematian sendiri juga semakin meningkat sejak tahun 1970, dimana

pada tahun 2000, kematian karena PPOK sebesar 59.936 vs 59.118 pada wanita vs

pria secara berurutan. Di bawah ini di gambarkan angka kematian pria per

100.000 populasi.

Tabel 2. Angka kematian pria per 100.000 populasi

D. Faktor Resiko PPOK

a) Merokok

Pada tahun 1964, penasihat Committee Surgeon General of the United

States menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama mortalitas

bronkitis kronik dan emfisema. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam

waktu satu detik setelah forced expiratory maneuver (FEV 1), terjadi penurunan

mendadak dalam volume ekspirasi yang bergantung pada intensitas merokok.

Hubungan antara penurunan fungsi paru dengan intensitas merokok ini berkaitan

dengan peningkatan kadar prevalensi PPOK seiring dengan pertambahan umur.

Prevalansi merokok yang tinggi di kalangan pria menjelaskan penyebab tingginya

prevalensi PPOK dikalangan pria. Sementara prevalensi PPOK dikalangan wanita

semakin meningkat akibat peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun ke

tahun (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).

PPOK berkembang pada hampir 15% perokok. Umur pertama kali

merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status terbaru

perokok memprediksikan mortalitas akibat PPOK. Individu yang merokok

5

Page 6: Project Based Learning

mengalami penurunan pada FEV1 dimana kira-kira hampir 90% perokok berisiko

menderita PPOK (Kamangar, 2010).

Second-hand smoker atau perokok pasif berisiko untuk terkena infeksi

sistem pernafasan, dan gejala-gejala asma. Hal ini mengakibatkan penurunan

fungsi paru (Kamangar, 2010). Pemaparan asap rokok pada anak dengan ibu yang

merokok menyebabkan penurunan pertumbuhan paru anak. Ibu hamil yang

terpapar dengan asap rokok juga dapat menyebabkan penurunan fungsi dan

perkembangan paru janin semasa gestasi.

b) Hiperesponsif saluran pernafasan

Menurut Dutch hypothesis, asma, bronkitis kronik, dan emfisema adalah

variasi penyakit yang hampir sama yang diakibatkan oleh faktor genetik dan

lingkungan. Sementara British hypothesis menyatakan bahwa asma dan PPOK

merupakan dua kondisi yang berbeda; asma diakibatkan reaksi alergi sedangkan

PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan yang terjadi akibat merokok.

Penelitian yang menilai hubungan tingkat respon saluran pernafasan dengan

penurunan fungsi paru membuktikan bahwa peningkatan respon saluran

pernafasan merupakan pengukur yang signifikan bagi penurunan fungsi paru

(Reily, Edwin, Shapiro, 2008).

Meskipun begitu, hubungan hal ini dengan individu yang merokok masih

belum jelas. Hiperesponsif salur pernafasan ini bisa menjurus kepada remodeling

salur nafas yang menyebabkan terjadinya lebih banyak obstruksi pada penderita

PPOK (Kamangar, 2010).

c) Infeksi saluran pernafasan

Infeksi saluran pernafasan adalah faktor risiko yang berpotensi untuk

perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Dipercaya bahwa infeksi

salur nafas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai faktor predisposisi

perkembangan PPOK. Meskipun infeksi saluran nafas adalah penyebab penting

terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi saluran nafas dewasa dan anak-

anak dengan perkembangan PPOK masih belum bisa dibuktikan (Reily, Edwin,

Shapiro, 2008).

6

Page 7: Project Based Learning

d) Pemaparan akibat pekerjaan

Peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan dan obstruksi saluran

nafas juga bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu dan debu selama bekerja.

Pekerjaan seperti melombong arang batu dan perusahaan penghasilan tekstil

daripada kapas berisiko untuk mengalami obstruksi saluran nafas. Pada pekerja

yang terpapar dengan kadmium pula, FEV 1, FEV 1/FVC, dan DLCO menurun

secara signifikan (FVC, force vital capacity; DLCO, carbon monoxide diffusing

capacity of lung). Hal ini terjadi seiring dengan peningkatan kasus obstruksi

saluran nafas dan emfisema. Walaupun beberapa pekerjaan yang terpapar dengan

debu dan gas yang berbahaya berisiko untuk mendapat PPOK, efek yang muncul

adalah kurang jika dibandingkan dengan efek akibat merokok (Reily, Edwin,

Shapiro, 2008).

e) Polusi udara

Beberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran

pernafasan pada individu yang tinggal di kota daripada desa yang berhubungan

dengan polusi udara yang lebih tinggi di kota. Meskipun demikian, hubungan

polusi udara dengan terjadinya PPOK masih tidak bisa dibuktikan. Pemaparan

terus-menerus dengan asap hasil pembakaran biomass dikatakan menjadi faktor

risiko yang signifikan terjadinya PPOK pada kaum wanita di beberapa negara.

Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang penting

berbanding merokok (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).

f) Faktor genetik

Defisiensi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko

untuk terjadinya PPOK. Insidensi kasus PPOK yang disebabkan defisiensi α1-

antitripsin di Amerika Serikat adalah kurang daripada satu peratus. α1-antitripsin

merupakan inhibitor protease yang diproduksi di hati dan bekerja menginhibisi

neutrophil elastase di paru. Defisiensi α1-antitripsin yang berat menyebabkan

emfisema pada umur rata-rata 53 tahun bagi bukan perokok dan 40 tahun bagi

perokok (Kamangar, 2010).

E. Patofisiologi PPOK

Terlampir

7

Page 8: Project Based Learning

F. Manifestasi Klinis PPOK

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala

eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi

sebelumnya dan bersifat akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala

yang khas, seperti sesak nafas yang semakin memburuk, batuk produktif dengan

perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang

tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis PPOK

eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala

sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat,

peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas

yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,

peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental pasien (Riyanto, Hisyam,

2006).

Diagnosis PPOK dipertimbangkan apabila pasien mengalami gejala batuk,

sputum yang produktif, sesak nafas, dan mempunyai riwayat terpajan faktor

risiko. Diagnosis memerlukan pemeriksaan spirometri untuk mendapatkan nilai

volume forced expiratory maneuver (FEV 1) dan force vital capacity (FVC). Jika

hasil bagi antara FEV 1 dan FVC kurang dari 0,7, maka terdapat pembatasan

aliran udara yang tidak reversibel sepenuhnya (Fahri, Sutoyo, Yunus, 2009). Pada

orang normal volume forced expiratory maneuver (FEV 1) adalah 28ml per tahun,

sedangkan pada pasien PPOK adalah 50 - 80 ml. Menurut National Population

Health Study (NPHS), 51% penderita PPOK mengeluhkan bahwa sesak nafas

yang mereka alami menyebabkan keterbatasan aktivitas di rumah, kantor dan

lingkungan social (Abidin, Yunus, Wiyono, 2009).

G. Komplikasi PPOK

Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55

mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan

mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap

lanjut timbul cyanosis.

8

Page 9: Project Based Learning

Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang

muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,

peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya

aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus

diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering

kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema

berat juga dapat mengalami masalah ini.

Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau

asidosis respiratory.

Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma

bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan

seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan

otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

H. Pemeriksaan Diagnostik PPOK

Chest X-Ray

Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan

ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema),

peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat

periode remisi (asthma).

Pemeriksaan Fungsi Paru

Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan

abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,

memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi,

misal : bronchodilator.

9

Page 10: Project Based Learning

TLC

Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada

emfisema.

Kapasitas Inspirasi

Menurun pada emfisema.

FEV1 / FVC

Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital

(FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.

ABGs

Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan

PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi

seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis

respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau

asthma).

Bronchogram

Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial

pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis).

Darah Komplit

Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil

(asthma).

Kimia Darah

Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema

primer.

Sputum Kultur

Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan

sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.

ECG

Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia

(bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis,

emfisema), axis QRS vertikal (emfisema).

Exercise ECG, Stress Test

10

Page 11: Project Based Learning

Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi

keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

I. Penatalaksanaan PPOK

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualiti hidup penderita

1) Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada

PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena

PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi

adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan

fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari

pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan

dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktiviti

11

Page 12: Project Based Learning

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan

ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK

ditegakkan

2. Pengunaan obat – obatan

- Macam obat dan jenisnya

- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau

kalau perlu saja )

- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen

- Kapan oksigen harus digunakan

- Berapa dosisnya

- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi :

- Batuk atau sesak bertambah

- Sputum bertambah

- Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,

langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian

edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu

banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam

pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan

penyakit kronik progresif yang ireversibel.

12

Page 13: Project Based Learning

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :

Ringan

- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara

lain berhenti merokok

- Segera berobat bila timbul gejala

Sedang

- Menggunakan obat dengan tepat

- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

- Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan

- Penggunaan oksigen di rumah

2) Obat-obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator

dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk

obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka

panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow

release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai

bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

- Golongan agonis beta - 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah

penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat

pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk

nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan

13

Page 14: Project Based Learning

untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk

mengatasi eksaserbasi berat.

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,

karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu

penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka

panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer

untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk

mengatasi eksaserbasi akut.

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang

diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1

pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin, makrolid

- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat

sefalosporin

kuinolon

makrolid baru

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan

N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,

tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang

14

Page 15: Project Based Learning

viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak

dianjurkan sebagai pemberian rutin.

f. Antitusif

Diberikan dengan hati-hati :

Gejala Golongan Obat Obat dan Kemasan Dosis

Tanpa gejala Tanpa obat

Gejala intermiten

(pada waktu

aktiviti)

Agonis ß2 Inhalasi kerja cepat Bila perlu

Gejala terus

menerus

Antikolinergik Ipratropium bromida 20

µgr

2 - 4 semprot ®

3 - 4 x/hari

Inhalasi Agonis ß2

kerja cepat

Fenoterol

100µgr/semprot

2 - 4 semprot ®

3 - 4 x/hari

Salbutamol

100µgr/semprot

2 - 4 semprot ®

3 - 4 x/hari

Terbutalin

0,5µgr/semprot

2 - 4 semprot ®

3 - 4 x/hari

Prokaterol

10µgr/semprot

2 - 4 semprot ®

3 x/hari

Kombinasi terapi Ipratropium bromid

20µgr+salbutamol

100µgr ® persemprot

2 - 4 semprot ®

3 - 4 x/hari

Pasien memakai

Inhalasi agonis ß2

kerja

Inhalasi Agonis ß2

kerja lambat ( tidak

dipakai untuk

eksaserbasi )

Formoterol 6µgr,

12µgr/semprot

1 - 2 semprot ®

2 x/hari tidak

melebihi 2x/hari

Atau

Timbul gejala pada

waktu malam atau

pagi hari

Salmeterol

25µgr/semprot

1 - 2 semprot ®

2 x/hari tidak

melebihi 2x/hari

Teofilin Teofilin lepas lambat

Teofilin/ aminofilin 150

mg x 3 - 4x/hari

400 – 800

mg/hari 3 – 4

x/hari

Anti oksidan N asetil sistein 600mg/hr

15

Page 16: Project Based Learning

Pasien tetap

mempunyai gejala

dan atau terbatas

dalam aktiviti

harian meskipun

mendapat

pengobatan

bronkodilator

maksimal

Kortikosteroid oral

(uji kortikosteroid )

Prednison

Metil prednisolon

30 - 40mg/hr

selama 2mg

Uji kortikosteroid

memberikan

respons positif

Inhalasi

Kortikosteroid

Beklometason 50µgr,

250µgr/semprot

1 - 2 semprot ®

2 - 4 x/hari

Budesonid 100µgr,

250µgr, 400µgr/semprot

200 - 400µgr ®

2x/hari maks

2400µgr/hari

Sebaiknya

pemberian

kortikosteroid

inhalasi dicoba bila

mungkin untuk

memperkecil efek

samping

Flutikason

125µgr/semprot

125 - 250µgr ®

2x/hari maks

1000µgr/hari

3) Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan

hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan

mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.

Manfaat oksigen :

- Mengurangi sesak

- Memperbaiki aktiviti

- Mengurangi hipertensi pulmonal

- Mengurangi vasokonstriksi

16

Page 17: Project Based Learning

- Mengurangi hematokrit

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

- Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi :

- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,

perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep

apnea, penyakit paru lain

Macam terapi oksigen :

- Pemberian oksigen jangka panjang

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit.

Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat

dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada

PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU.

Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :

- Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy = LTOT)

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan

stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap

hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada

waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita

tidur.

Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas

dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis

17

Page 18: Project Based Learning

gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi

oksigen di atas 90%.

Alat bantu pemberian oksigen :

- Nasal kanul

- Sungkup ventur

- Sungkup rebreathing

- Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan

kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.

4) Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan

memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke

dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan

optimal yang disertai :

- Simptom pernapasan berat

- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

- Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim

multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.

Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial

dan latihan pernapasan.

a. Latihan Fisis

Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi

oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :

- Peningkatan VO2 max

- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik

- Peningkatan cardiac output dan stroke volume

- Peningkatan efisiensi distribusi darah

- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

18

Page 19: Project Based Learning

Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :

Di rumah

- Latihan dinamik

- Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda.

Rumah sakit

- Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu.

Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan

keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita

lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau obyektif.

Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan

informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan.

- Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di

rumah adalah ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik

daripada walking-jogging. Begitu jenis latihan sudah ditentukan, latihan

dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk menaikkan denyut nadi

sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai

denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti

dengan 2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah

sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal

adalah 220 - umur dalam tahun.

- Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk penderita

dapat diperkecil. walaupun demikan latihan jasmani secara potensial akan

dapat berakibat kelainan fatal, dalam bentuk aritmia atau iskemi jantung.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :

- Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan

- Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan

- Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan

koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan

- Pakaian longgar dan ringan

b. Psikososial

19

Page 20: Project Based Learning

Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila

diperlukan dapat diberikan obat.

c. Latihan Pernapasan

Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas.

Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna

memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks.

Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.

5) Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Identitas Klien

Nama : Tn. K................................

Usia : 65 tahun

Jenis kelamin : L

Status pernikahan : menikah

Status kesehatan Saat Ini

Keluhan utama : sesak napas dan batuk

Lama keluhan : sesak sejak pukul 23.15 tadi malam, batuk sejak 3

bulan yang lalu.

Kualitas keluhan : sesak terus bertambah sampai pagi hari.

Faktor pencetus : Tn. K satu hari yang lalu kehujanan setelah

menengok cucunya yang ada diluar kota.

Faktor pemberat : Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan rata-

rata 1 pak perhari selama 20 tahun.

Diagnosa medis : Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK )

Riwayat Kesehatan Saat Ini

Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang. Tn.

K satu hari yang lalu kehujanan setelah menengok cucunya yang ada diluar

kota. Serangan sesak nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam

jam 23.15, dan bertambah sesak sampa pagi ini sehingga keluarga memutuskan

dibawa ke UGD RSSA.Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi

20

Page 21: Project Based Learning

ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat

benda-benda berat. Tn. K juga mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan

mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental. Pada saat dilakukan

pengkajian saat ini Tn. K duduk dengan kedua tangan memegang tepi

brankart.

Riwayat Kesehatan Terdahulu

Kebiasaan : Merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20

tahun.

Riwayat Keluarga

Riwayat Lingkungan

Pola Aktifitas-Latihan

Pola Nutrisi Metabolik

Pola Eliminasi

Pola Tidur-Istirahat

Pola Kebersihan Diri

Pola Toleransi-Koping Stres

Konsep Diri

Pola Peran & Hubungan

Pola Komunikasi

Pola Seksualitas

Pola Nilai & Kepercayaan

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : compos mentis dan tampak gelisah

Kesadaran: : GCS 456

Tanda-tanda vital : TD = 145/100 mmHg Suhu = 37,5 oC

Nadi = 115 x/meni RR = 29 x/menit

Kepala & Leher

Mulut & tenggorokan : sianosis pada mukosa bibir

Leher : penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area

supraklavikular dan sternocleidomastoideus

Thorak & Dada

21

Page 22: Project Based Learning

Jantung : jantung tampak membesar. ECG: deviasi aksis

kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih

panjang

Paru : ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru,

bentuk dada barrel chest

Payudara & Ketiak

Punggung & Tulang Belakang

Abdomen

Genetalia & Anus

Ekstermitas

Sistem Neorologi

Kulit & Kuku

Kuku : CTR 3”

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Rongent toraks: terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah,

penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan

peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar. ECG: deviasi

aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang.

Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA: Pa CO2: 52 mmHg, Pa O2: 70 mmHg, Sa

O2: 79%, PH: 7,25, H CO3 -: 20 mEq/L

Terapi

Therapi: IV Line Na Cl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin 250 mg IV (5 mg/kg

BB), Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer: Ventolin : Bisolvon

: Na CL 0,9% = 1:1:2, Venturi Masker 6 lpm

Persepsi Klien Terhadap Penyakitnya

Kesimpulan

Perencanaan Pulang

b. Analisa Data

DATA ETIOLOGI M. KEPERAWATAN

DS = pasien mengeluh

sesak napas, nafasnya terasa

Merokok Ketidakefektifan bersihan

jalan napas

22

Page 23: Project Based Learning

sesak sekali berbunyi ngik-

ngik bertambah sesak bila

digunakan untuk berjalan

dan mengangkat benda-

benda berat, Tn. K juga

mengeluh batuk sejak 3

bulan yang lalu dan

mengeluarkan banyak

dahak berwarna putih kental

DO = RR: 29 x/menit, ronki

dan wheezing terdengar di

kedua lapang paru, bentuk

dada barrel chest, nadi: 115

x/menit,

Banyak spesies O2 reaktif

(radikal bebas)

Hipertrofi kel. Mukosa

bronkus + peningkatan

jumlah & ukuran sel goblet

Hiperekresi mucus (banyak

dan kental)

Menyumbat saluran napas

Ketidakefektifan bersihan

jalan napas

DS =

DO = RR: 29 x/menit, ronki

dan wheezing terdengar di

kedua lapang paru, bentuk

dada barrel chest,

Pernafasan cuping hidung,

terdapat penggunaan otot

bantu pernafasan retraksi

otot area supraklavikular

dan sternocleidomastoideus,

nadi: 115 x/menit, regular,

tekanan darah: 145/100 mm

Hg, Suhu: 37,5°C. akral

dingin dan berkeringat,

sianosis pada mukosa bibir,

CTR 3“.

Merokok

Banyak spesies O2 reaktif

(radikal bebas)

Hipertrofi kel. Mukosa

bronkus + peningkatan

jumlah & ukuran sel goblet

Hiperekresi mucus (banyak

dan kental)

Menyumbat saluran napas

Penekanan bronkus

Ekspirasi sulit

Udara terperangkap dalam

alveoli

Gangguan pertukaran gas

23

Page 24: Project Based Learning

Hiperinflasi paru

Melebarkan duktus

alveolaris

Rusaknya sekat

interalveolar

Penggabungan beberapa

alveolus

Area difusi berkurang

Gangguan difusi O2 dan

CO2

DS = pasien mengeluh

sesak napas

DO = RR : 29x/menit

Merokok

Banyak spesies O2 reaktif

(radikal bebas)

Hipertrofi kel. Mukosa

bronkus + peningkatan

jumlah & ukuran sel goblet

Hiperekresi mucus (banyak

dan kental)

Menyumbat saluran napas

Obstruksi lumen

Jari-jari sal.napas berkurang

Peningkatan resistensi

Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh

24

Page 25: Project Based Learning

saluran napas

Kerja pernapasan

meningkat

Dyspnea

Susah untuk makan

Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

c. Prioritas Masalah

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Gangguan pertukaran gas.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

d. Diagnosa Keperawatan

Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. merokok ; mucus dalam jumlah

berlebih.

Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran alveolar kapiler.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.

ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

e. Intervensi Keperawatan

Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. merokok ; mucus dalam jumlah

berlebih.

Tujuan / Kriteria Hasil :

1. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih / jelas.

2. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki berihan jalan napas, mis. Batuk

efektif dan mengeluarkan secret.

25

Page 26: Project Based Learning

INTERVENSI RASIONAL

( Mandiri )

Auskultasi bunyi napas. Catat adanya

bunyi napas, mis.mengi, krekels,ronkhi

Beberapa derajad spasme bronkus terjadi

dengan obtruksi jalan napas dan dapat

dimanifestasikan adanya bunyi napas

adventisius, mis, penyebaran, krekel basah

(bronchitis), bunyi napas redup dengan

ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak

adanya bunyi napas (asma berat).

Kaji frekuensi pernapasan. Catat rasio

inspirasi / ekspirasi.

Takipnea biasanya ada pada beberapa

derajad dan dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama stress/proses

infeksi akut.

Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis,

peninggian kepala tempat tidur, duduk

pada sandaran tempat tidur.

Peninggian kepala tempat tidur

mempermudah fungsi pernapasan dengan

menggunakan gravitasi. Namun, pasien

dengan distress berat akan mencari posisi

yang paling mudah untuk bernapas.

Sokongan tangan / kaki dengan meja,

bantal,dll membantu menurunkan

kelemahan otot dan dapat sebagai alat

ekpansi dada.

Dorong / bantu latihan napas abdomen atau

bibir

Memberikan pasien beberapa cara untuk

mengatasi dab mengontrol dyspnea dan

menurunkan jebakan udara.

Tingkatkan masukan cairan sampai 3000

ml/hari sesuai toleransi jantung.

Memberikan air hangat. Anjurkan masukan

cairan, sebagai pengganti makanan.

Hidrasi membantu menurunkan kekentalan

secret, mempermudah pengeluaran.

Penggunaan cairan hangat dapat

menurunkan spasme bronkus. Cairan

selama makan dapat meningkatkan distensi

gaster dan tekanan pada diafragma.

( Kolaborasi )

Berikan obat sesuai indikasi Merupakan program selama pengobatan

26

Page 27: Project Based Learning

Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran alveolar kapiler

Tujuan / Kriteria Hasil :

1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan

GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.

2. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan /

situasi

INTERVENSI RASIONAL

( Mandiri )

Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.

Catat penggunaan otot aksesori, napas

bibir, ketidakmampuan bicara / berbincang

Berguna dalam evaluasi derajad distress

pernapasan dan/atau kronisnya proses

penyakit.

Tinggikan kepala tempat tidur, bantu

pasien untuk memilih posisi yang mudah

untuk bernapas.

Pengiriman oksigen dapat diperbaiki

dengan posisi duduk tinggi dan latihan

napas untuk menurunkan kolaps jalan

napas, dyspnea, dan kerja napas.

Kaji secara rutin kulit dan warna membran

mukosa.

Sianosis mungkin perifer (terlihat pada

kuku) atau entral (terlihat sekitar bibir/atau

daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis

sentral mengindikasikan beratnya

hipoksemia.

Auskultasi bunyi napas, catat area

penurunan aliran udara dan/atau bunyi

tambahan

Bunyi napas mungkin redup karena

penurunan aliran udara atau area

konsolidasi. Adanya mengi

mengindikasikan spasme bronkus /

tertahannya secret. Krekels basah

menyebar menunjukkan cairan pada

interstitial / dekompensasi jantung.

Awasi tingkat kesadaran / status mental.

Selidiki adanya perubahan

Gelisah dan ansietas adalah manifetasi

umum pada hipoksia. GDA memburuk

disertai bingung / somnolen menunjukkan

disfungsi serebral yang berhubungan

dengan hipoksemia.

Awasi tanda vital dan irama jantung Takikardia, disritmia, dan perubahan TD

27

Page 28: Project Based Learning

dapat menunjukkan efek hipoksemia

sistemik pada fungsi jantung.

( Kolaborasi )

Awasi GDA dan nadi oksimetri PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis,

emfisema) dan PaO2 secara umum

menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan

derajad lebih kecil atau lebih besar.

Berikan oksigen tambahan yang sesuai

dengan indikasi hasil GDA dan toleransi

pasien

Dapat memperbaiki / mencegah

memburuknya hipoksia.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.

ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

Tujuan / Kriteria Hasil :

1. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.

2. Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan

dan/atau mempertahankan berat badan yang tepat.

INTERVENSI RASIONAL

( Mandiri )

Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat

ini. Catat derajad kesulitan makan.

Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

Pasien distress pernapasan akut sering

anoreksia karena distress, produksi sputum,

dan obat.

Auskultasi bunyi usus Penurunan / hipoaktif bising usus

menunjukkan penurunan motilitas gaster

dan konstipasi (komplikasi umum) yang

berhubungan dengan pembatasan

pemasukan cairan, pilihan makanan buruk,

penurunan aktivitas, dan hipoksemia.

Dorong periode istirahat semalam 1 jam

sebelum dan sesudah makan. Berikan

makan porsi kecil tapi sering.

Membantu menurunkan kelemahan selama

waktu makan dan memberikan kesempatan

untuk meningkatkan masukan kalori total.

Timbang berat badan sesuai indikasi Berguna untuk menentukan kebutuhan

kalori, menyusun tujuan berat badan, dan

28

Page 29: Project Based Learning

evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

( Kolaborasi )

Konsul ahli gizi pendukung tim untuk

memberikan makanan yang mudah cerna,

secara nutrisi seimbang.

Metode makan dan kebutuhan kalori

didasarkan pada situasi / kebutuhan

individu untuk memberikan nutrisi

maksimal dengan upaya minimal pasien.

f. Evaluasi

Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. merokok ; mucus dalam jumlah

berlebih.

Evaluasi :

1. Pasien mampu mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas

bersih / jelas.

2. Pasien mampu menunjukkan perilaku untuk memperbaiki berihan jalan

napas, mis. batuk efektif dan mengeluarkan secret.

Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran alveolar kapiler

Evaluasi :

1. Pasien mampu menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress

pernapasan.

2. Pasien mampu berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat

kemampuan / situasi.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.

ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

Evaluasi :

1. Pasien mampu menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang

tepat.

2. Pasien mampu menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk

meningkatkan dan/atau mempertahankan berat badan yang tepat.

29

Page 30: Project Based Learning

SATUAN ACARA PENYULUHAN

( S A P )

Mata Kuliah : Blog Respirasi

Pokok Bahasan : Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( P P O K )

Sasaran : Anggota PMR SMA Negeri 2 Jombang

Tempat : Aula SMA Negeri 2 Jombang

Hari / Tanggal : Sabtu, 3 Maret 2012

Alokasi Waktu : 1 x 30 menit

Metode : Ceramah, diskusi, tanya jawab

Pertemuan ke : 1

Penyuluh : Ayu Dewi Novita Sari

A. Tujuan Instruksional

Tujuan Umum :

Pada akhir proses penyuluhan, peserta dapat mengetahui Penyakit Paru

Obstruktif Kronik ( PPOK ).

Tujuan Khusus :

Setelah diberikan penyuluhan, peserta dapat :

1. Menyebutkan definisi PPOK

2. Menyebutkan etiologi PPOK

3. Menyebutkan pembagian derajad PPOK

4. Menyebutkan factor resiko PPOK

5. Menyebutkan tanda dan gejala PPOK

6. Menyebutkan komplikasi PPOK

7. Menyebutkan penatalaksanaan PPOK

B. Sub Pokok Bahasan

1. Definisi PPOK

2. Etiologi PPOK

3. Pembagian derajad PPOK

30

Page 31: Project Based Learning

4. Faktor resiko PPOK

5. Tanda dan gejala PPOK

6. Komplikai PPOK

7. Penatalaksanaan PPOK

C. Kegiatan Penyuluhan

Tahap WktKegiatan

Penyuluh

Kegiatan

PesertaMetode Media

Pendahuluan 5

menit

Membuka

kegiatan dengan

mengucapkan

salam

Memperkenalkan

diri

Menjelaskan

tujuan dari

penyuluhan

Menyebutkan

materi yang akan

diberikan

Menjawab

salam

Mendengarkan

Memperhatikan

Memperhatikan

- -

Penyajian 15

menit

Menjelaskan

definisi PPOK

Menjelaskan

etiologi PPOK

Menyebutkan

pembagian derajad

PPOK

Menjelaskan

factor resiko PPOK

Menyebutkan

tanda dan gejala

PPOK

Menyebutkan

komplikasi PPOK

Mendengarkan

dan

memperhatikan

Ceramah Leaflet

31

Page 32: Project Based Learning

Menjelaskan

penatalaksanaan

PPOK

Evaluasi 5

menit

Menanyakan

kepada peserta

tentang materi yang

telah diberikan, dan

reinforcement

kepada peserta

penyuluhan yang

dapat menjawab

pertanyaan

Menjawab

pertanyaan

Tanya

jawab

-

Penutup 5

menit

Mengucapkan

terima kasih atas

peran serta perserta

Mengucapkan

salam penutup

Mendengarkan

Menjawab

salam

- -

D. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur

Peserta hadir di tempat penyuluhan.

Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di

Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya.

2. Evaluasi Proses

Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.

Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan.

Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar.

3. Evaluasi Hasil

Peserta mengerti definisi, etiologi, pembagian derajad, factor resiko,

tanda dan gejala, komplikasi, dan penatalaksanaan PPOK.

E. Materi

Terlampir

F. Daftar Pustaka

32

Page 33: Project Based Learning

Smeltzer, SC dan Bare, BG. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.

Vol.2. Jakarta : EGC

Mansjoer, A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media

Aesculapius.

Materi Penyuluhan :

33

Page 34: Project Based Learning

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( P P O K )

A. Definisi

PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan gangguan pernafasan yang

ireversibel, progresif, dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal pada

paru akibat inhalasi partikel-partikel udara atau gas-gas yang berbahaya

(Kamangar, 2010).

B. Etiologi

Penyebab PPOK adalah :

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama

2. Polusi udara

3. Infeksi paru berulang

4. Umur

5. Jenis kelamin

6. Ras

7. Defisiensi alfa-1 antitripsin

8. Defisiensi anti oksidan

C. Pembagian Derajad

Tingkat Nilai FEV1 dan Gejala

0

beresiko

Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan

dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi), spirometri

normal

I

ringan

FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu, ada

gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien

biasanya bahkan belum merasa bahwa paru-parunya bermasalah

II

sedang

FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%, gejala biasanya mulai

progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.

III

berat

FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang

yang mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien

mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau

34

Page 35: Project Based Learning

serangan penyakit.

IV

sangat berat

FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi

kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 >

30%, tapi pasien mengalami kegagalan pernafasan atau gagal jantung

kanan/cor pulmonale. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu

dan serangan mungkin mengancam jiwa.

D. Faktor Resiko

Yang berpotensi terjangkit PPOK adalah sebagai berikut :

1. Perokok

2. Hiperesponsif saluran pernafasan 3. Infeksi saluran pernafasan

4. Pemaparan akibat pekerjaan

5. Polusi udara

6. Factor genetic

E. Tanda dan Gejala

1. Gejala Respirasi :

Sesak nafas yang semakin bertambah berat.

Peningkatan volume dan purulensi sputum.

Batuk yang semakin sering

Nafas yang dangkal dan cepat

2. Gejala Sistemik :

Peningkatan suhu tubuh.

Peningkatan denyut nadi.

Gangguan status mental pasien.

F. Komplikasi

1. Hipoxemia

2. Asidosis respiratory

3. Infeksi respiratory

4. Gagal jantung

5. Cardiac disritmia

35

Page 36: Project Based Learning

6. Status asmatikus

G. PENATALAKSANAAN

1. Edukasi

2. Terapi obat-obatan

Bronkodilator

Antiinflamasi

Antibiotika

Antioksidan

Mukolitik

Antitusif

3. Terapi Oksigen

4. Rehabilitasi

Latihan fisik

Psykososial

Latihan pernapasan

REFERENSI

36

Page 37: Project Based Learning

Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk

Perencanaan, dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.

Jakarta : EGC

Mansjoer, A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media

Aesculapius.

Smeltzer, SC dan Bare, BG. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.

Vol.2. Jakarta : EGC

37