Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Keselamatan pasien di rumah sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu RS yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman. Risiko terjadinya kesalahan medis yang dialami pasien di rumah sakit sangat besar. Besarnya risiko dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lamanya pelayanan, keadaan pasien, kompetensi dokter, serta prosedur dan kelengkapan fasilitas. Kesalahan medis tersebut bisa saja terjadi pada saat komunikasi dengan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis maupun terapi dan tindak lanjut, namun bukan disebabkan oleh penyakit underlying diseases. Risiko klinis tersebut bisa berakibat cedera, kehilangan/kerusakan atau bisa juga karena faktor kebetulan atau ada tindakan dini tidak berakibat cedera. Kejadian risiko yang mengakibatkan pasien tidak aman sebagian besar dapat dicegah dengan beberapa cara. Antara lain meningkatkan kompetensi diri, kewaspadaan dini, dan komunikasi aktif dengan pasien. Salah satu yang bisa dilakukan untuk mendukung program patient safety tersebut adalah penggunaan antibiotik secara bijak dan penerapan pengendalian infeksi secara benar. Diharapkan penerapan “Program Pengendalian Resistensi Antibiotik” dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya penanganan kasus-kasus infeksi di rumah sakit serta mampu meminimalkan risiko terjadinya kesalahan medis yang dialami pasien di rumah sakit. 1
32

Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

Dec 12, 2015

Download

Documents

Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

BAB I

PENDAHULUAN

Keselamatan pasien di rumah sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu RS yang

memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman. Risiko terjadinya kesalahan medis yang dialami

pasien di rumah sakit sangat besar. Besarnya risiko dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

lamanya pelayanan, keadaan pasien, kompetensi dokter, serta prosedur dan kelengkapan fasilitas.

Kesalahan medis tersebut bisa saja terjadi pada saat komunikasi dengan pasien, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis maupun terapi dan tindak lanjut, namun bukan

disebabkan oleh penyakit underlying diseases. Risiko klinis tersebut bisa berakibat cedera,

kehilangan/kerusakan atau bisa juga karena faktor kebetulan atau ada tindakan dini tidak

berakibat cedera.

Kejadian risiko yang mengakibatkan pasien tidak aman sebagian besar dapat dicegah

dengan beberapa cara. Antara lain meningkatkan kompetensi diri, kewaspadaan dini, dan

komunikasi aktif dengan pasien. Salah satu yang bisa dilakukan untuk mendukung program

patient safety tersebut adalah penggunaan antibiotik secara bijak dan penerapan pengendalian

infeksi secara benar. Diharapkan penerapan “Program Pengendalian Resistensi Antibiotik” dapat

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya penanganan kasus-kasus infeksi di rumah

sakit serta mampu meminimalkan risiko terjadinya kesalahan medis yang dialami pasien di

rumah sakit.

Resistansi antibiotika telah menjadi masalah di Indonesia dengan merujuk pada Pedoman

Pengendalian Resistensi Antibiotika (PPRA) yang melibatkan 20 rumah sakit pendidikan.

Permenkes no. 2406/Menkes/PER.XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik dan

beberapa hasil penelitian telah dilakukan antara lain Antimicrobial Resistance in: Indonesia

Prevalence and Prevention (AMRIN) menyatakan bahwa Indonesia memiliki resistensi terhadap

mikroba. Akibat dari resistensi antibiotika yaitu pengobatan pasien menjadi gagal atau tidak

sembuh, biaya jadi meningkat karena LOS (long of stay) lebih lama dan jenis antibiotika

beragam serta keberhasilan program kesehaan masyarakat dapat terganggu.

Badan Eksekutif WHO telah merekomendasikan untuk memasukkan resistensi antibiotika

ke resolusi EB134.R13 pada World Health Assembly 2014 bulan Mei lalu, dengan penyusunan

Rencana Aksi Global untuk Resistensi Antibiotika. World Health Day 2011 mengusung tema

1

Page 2: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

Antimicrobial Resistance (AMR). Hal ini kemudian dilanjutkan oleh penandatanganan “Jaipur

Declaration on Antimicrobial Resistance 2011” oleh Menteri-menteri Kesehatan dari negara-

negara anggota WHO Regional Asia Tenggara. Dimana pada Deklarasi Jaipur tersebut

ditekankan pentingnya pemerintah menempatkan prioritas utama untuk mempertahankan efikasi

antibiotik dan menghindari resistensi antimikroba. Mengatasinya dengan melakukan rencana aksi

yang melibatkan multisektor

Untuk mendukung kegiatan PPRA di rumah sakit perlu kesiapan infrastruktur rumah sakit

melalui kebijakan pimpinan rumah sakit yang mendukung penggunaan antibiotic secara bijak

(prudent use of antibiotics), pelaksanaan pengendalian infeksi secara optimal, pelayanan

mikrobiologi klinik dari pelayanan farmasi klinik seara professional. Hal ini sesuai dengan hasil

rekomendasi Lokakarya Nasional Kedua ‘Staregy to Combat the Emergence and Spread of

Antimikrobial Resistant Bacteria in Indonesia’ di Jakarta tanggal 6-7 Desember 2006 bahwa

setiap rumah sakit diharapkan segera menerapkan PPRA.

2

Page 3: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

BAB II

PEMBAHASAN

A. ANTIMIKROBA

Antimikroba adalah bahan-bahan atau obat-obat yang digunakan untuk

memberantas/membasmi infeksi mikroba, khususnya yang merugikan manusia,terbatas yang

bukan parasit diantaranya antibiotika, antiseptika, khemoterapeutika, preservative.

Antibiotika adalah suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang dalam

konsentrasi kecil mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh mikroorganisme lain.

Antibiotik bersifat toksik secara selektif pada bakteri, namun tidak toksik pada sel inang (host).

Penggolongan antimikroba 

Berdasarkan mekanisme kerjanya 

1. Bersifat sebagai antimetabolit/ penghambatan metabolisme sel. 

Koenzim asam folat di perlukan untuk sintesis purin dan pirimidin (prekursor DNA dan

RNA) dan senyawa-senyawa lain yang dipelukan untuk pertumbuhan seluler dan

replikasi. Untuk banyak mikroorganisme, asam p-amino benzoate (PABA) merupakan

metabolit utama. Antimikroba seperti sulfonamide secara struktur mirip dengan PABA,

asam folat, dan akan berkompetisi dengan PABA untuk membentuk asam folat, Jika

senyawa antimikroba yang menang bersaing dengan PABA maka akan terbentuk asam

folat non fungsional yang akan mengganggu kehidupan mikroorganisme. 

Contoh obat: Sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat 

2. Penghambatan sintesis dinding sel 

Antimikroba golongan ini dapat menghambat biosintesis peptidoglikan, sintesis

mukopeptida atau menghambat sintesis peptide dinding sel, sehingga dinding sel menjadi

lemah dank arena tekanan turgor dari dalam, dinding sel akan pecah atau lisis sehingga

bakteri akan mati. Contoh obat: penisilin, sefalosforin, sikloserin, vankomisin, basitrasin,

dan antifungi gol. Azol. 

3. Penghambatan fungsi permeabilitas membrane sel 

Antimikroba bekeja secara langsung pada membrane sel yang mempengarui

permeabilitas dan menyebabkan keluarnya senyawa intraseluler mikroorganisme,

3

Page 4: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

sehingga sel mengalami kerusakan bahkan mati. Contoh Obat : polimiksin, nistatin, dan

amfoteresin B 

4. Penghambatan sintesis protein yang reversible 

Mempengaruhi fungsi sub unit 50S dan 30S. Antimikroba akan menghambat reaksi

transfer antara donor dengan aseptor atau menghambat translokasi t-RNA peptidil dari

situs aseptor kesitus donor yang menyebabkan sitesis protein terhenti. 

Contoh obat : kloramfenikol, gol. Tetrasiklin, eritromisin, klindamisin, dan pristinamisin 

5. Pengubahan sintesis protein 

Berikatan dengan subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis protein, yang pada

akhirnya akan mengakibatkan kematian sel. Contoh obat : aminoglikosida 

6. Penghambatan asam nukleat 

Antimikroba mempengaruhi metabolis asam nukleat bakteri, contoh obat : gol. Rifamisin,

yang menghambat RNA polimerase , dan yang menghambat topoisomerase Contoh obat :

golongan kuinolon 

7. Seny. Antivirus yang terdiri beberapa gol : 

Analog asam nukleat, secara selektif menghambat DNA polimerase virus (asiklovir ),

menghambat transkriptase balik (zidovudin)

Inhibitor transkriptase balik non-nukleosida (nevirapin)

Inhibitor enzim2 esensial virus lainnya, mis.inhibitor protease HIV atau neuranidase

influenza.

Berdasarkan spektrumnya 

1. Antibiotik dengan spektrum sempit, efektif terhadap satu jenis mikroba

2. Antibiotik dengan spektrum luas, efektif baik terhadap gram positif maupun gram negatif.

Contoh obat: tetrasiklin, amfenikol, aminoglikosida, makrolida, rifampisin, turunan penisilin

(ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbanesilin, hetasilin, pivampisilin, sulbenisilin, dan

tirkasilin), dan sebagian besar turunan sefalosporin

3. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap gram positif. Contoh obat: basitrasin,

eritromisin, sebagian besar turunan penisilin sprt benzilpenisilin, penisilin G prokain,

penisilin V, fenetilisin K, metisilin Na, turunan linkosamida, asam fusidat, dan beberapa

turunan sefalosporin.

4

Page 5: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

4. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram negatif. Contoh obat:

kolkistin, polimiksin B sulfat, dan sulfomisin

5. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan thdp Mycobacteriae (antituberkulosis). Contoh

obat: streptomisin, kanamisin, sikloserin, rifampisin, viomisin, dan kapreomisin

6. Antibiotik yang aktif terhadap jamur (antijamur). Contoh obat: griseofulvin, dan antibiotik

polien seperti nistatin, amfoterisin B, dan kandisidin

7. Antibiotik yang aktif terhadap neoplasma (antikanker). Contoh obat: aktinomisin, bleomisin,

daunorubisin, mitomisin, dan mitramisin

Berdasarkan Struktur kimianya 

1. Antibiotik β-laktam 

2. Turunan amfnikol 

3. Turunan tetrasklin 

4. Aminoglikosida 

5. Makrolida 

6. Polipeptida 

7. Linkosamida 

8. Polien 

9. Ansamisin 

10. Antrasiklin 

Berdasarkan Aksi utamanya 

1. Bakteriostatik: menghambat pertumbuhan mikroba. Contoh obat : Penisilin, Aminoglikosid,

Sefalosporin, Kotrimoksasol, Isoniasid, Eritromisin (kadar tinggi), Vankomisin

2. Bakterisida: membunuh / memusnahkan mikroba. Contoh obat : Tetrasiklin, Asam fusidat,

Kloramfenikol, PAS, Linkomisin, Eritromisin kadar rendah), klindamisin

Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisida

bila kadar antimikroba ditingkatkan melebihi KHM dan menjadi KBM.

Kadar Hambat Minimal (KHM): kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat

pertumbuhan organism. Kadar Bunuh Minimal (KBM): kadar minimal yang diperlukan untuk

membunuh mikroorganisme.

5

Page 6: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

Berdasarkan Tempat kerjanya 

1. Dinding sel, menghambat biosintesis peptidoglikan, Contoh obat: penisilin, sefalosporin,

basitrasin, vankomisin, sikloserin.

2. Membran sel, fungsi dan integritas membran sel, Contoh obat: nistatin, amfoteresin,

polimiksin B.

3. Asam nukleat, menghambat biosintesis DNA, mRNA, biosintesis DNA dan mRNA Contoh

obat: mitomisin C, rifampisin, griseofilvin

4. Ribosom, menghambat biosintesis protein (subunit 30S prokariotik contoh: aminosiklitol,

tetrasiklin, subunit 50S prokariotik contoh: amfenicol, makrolida, linkosamida.

Efek Samping Penggunaan Antimikroba 

1. Reaksi Alergi: reaksi ini dapat ditimbukan oleh semua antibiotik dengan melibatkan sistem

imun tubuh hospes.

2. Reaksi idiosinkrasi: gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetic

terhadap pemberian antimikroba tertentu.

3. Reaksi toksik: AM pada umumnya bersifat toksik – selektif, tetapi sifat ini relative. Selain itu

yang turut menentukan terjadinya reaksi toksik yaitu fungsi organ/system tertentu

sehubungan dengan biotransformasi dan eksresi obat. 

4. Perubahan biologik dan metabolik ; penggunaan AM, terutama yang bersepektrum luas dapat

mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat

jumlah populasinya dapat menjadi patogen. Gangguan keseimbangan ekologik mikroflora

normal tubuh dapat terjadi di saluran cerna, nafas kulit dan kelamin.

6

Page 7: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

B. RESISTENSI ANTIMIKROBA

Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh

antimikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup.

Pembagian resistensi : 

a. Resistensi genetic 

1. Mutasi spontan 

gen mikroba berubah karena pengaruh AM terjadi seleksi, galur resisten bermultiplikasi, yang

peka terbasmi, tersisa populasi resisten 

2. Resistensi dipindahkan 

- Transformasi 

- Transduksi 

- Konjugasi 

b. Resistensi silang 

Keadaan resistensi terhadap Antimikroba tertentu yang juga memperlihatkan resistensi terhadap

Antimikroba yang lain  terjadi : 

- antara Antimikroba dengan struktur kimia yang mirip 

- antara Antimikroba beda struktur tapi mekanisme kerja mirip 

Mekanisme resistensi :

1. Perubahan tempat kerja (target site) obat antimikroba 

2. Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk kedalam sel 

3. Inaktivasi obat oleh mikroba 

4. Mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh mikroba 

5. Meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba 

Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, yaitu

Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci

(VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-

Spectrum BetaLactamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter baumannii dan

Multiresistant Mycobacterium tuberculosis (Guzman-Blanco et al. 2000; Stevenson et al. 2005).

Kuman resisten antibiotik tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan

penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang tidak benar di fasilitas pelayanan

kesehatan. Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari

7

Page 8: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik

antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%). Hasil penelitian

781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap

berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%),

siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%).

Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja

antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu (Drlica & Perlin, 2011):

1) Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi.

2) Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik.

3) Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri.

4) Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel bakteri.

5) Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui

mekanisme transport aktif ke luar sel.

Satuan resistensi dinyatakan dalam satuan KHM (Kadar Hambat Minimal) atau Minimum

Inhibitory Concentration (MIC) yaitu kadar terendah antibiotik (µg/mL) yang mampu

menghambat tumbuh dan berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai KHM menggambarkan

tahap awal menuju resisten.

Enzim perusak antibiotik khusus terhadap golongan beta-laktam, pertama dikenal pada

Tahun 1945 dengan nama penisilinase yang ditemukan pada Staphylococcus aureus dari pasien

yang mendapat pengobatan penisilin. Masalah serupa juga ditemukan pada pasien terinfeksi

Escherichia coli yang mendapat terapi ampisilin (Acar and Goldstein, 1998). Resistensi terhadap

golongan beta-laktam antara lain terjadi karena perubahan atau mutasi gen penyandi protein

(Penicillin Binding Protein, PBP). Ikatan obat golongan beta-laktam pada PBP akan

menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga sel mengalami lisis.

Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi dengan 2 cara, yaitu:

1) Mekanisme Selection Pressure.

Jika bakteri resisten tersebut berkembang berbiak secara duplikasi setiap 20-30 menit

(untuk bakteriyang berbiak cepat), maka dalam 1-2 hari, seseorang tersebut dipenuhi oleh

bakteri resisten. Jika seseorang terinfeksi oleh bakteri yang resisten maka upaya

penanganan infeksi dengan antibiotik semakin sulit.

8

Page 9: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

2) Penyebaran resistensi ke bakteri yang non-resisten melalui plasmid.

Hal ini dapat disebarkan antar kuman sekelompok maupun dari satu orang ke orang lain.

Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten:

1) Untuk selection pressure dapat diatasi melalui penggunaan antibiotik secara bijak (prudent

use of antibiotics).

2) Untuk penyebaran bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi dengan meningkatkan

ketaatan terhadap prinsip-prinsip kewaspadaan standar (universal precaution).

9

Page 10: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

C. PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

Resistensi Antimikroba adalah kemampuan mikroba untuk bertahan hidup terhadap efek

antimikroba sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis. Pengendalian Resistensi

Antimikroba adalah aktivitas yang ditujukan untuk mencegah dan/atau menurunkan adanya

kejadian mikroba resisten. Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba yang selanjutnya

disingkat KPRA adalah komite yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan dalam rangka

mengendalikan penggunaan antimikroba secara luas baik di fasilitas pelayanan kesehatan dan di

masyarakat.

Masalah resistensi antimikroba terutama resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan

masyarakat secara global. Penggunaan antimikro khususnya antibiotik yang tidak rasional dan

tidak terkendali merupakan sebab utama timbul dan menyebarnya resistensi antimikroba secara

global, termasuk munculnya mikroba yang multiresisten terhadap sekelompok antibiotik

terutama di lingkungan rumah sakit (health care associated infection). Malasah yang dihadapi

sangat serius dan bila tidak ditanggapi secara sungguh-sungguh, akan timbul dampak yang

merugikan seperti pada era preantibiotik.

Organisasi kesehatan sedunia (world health organization, WHO) telah secara pro aktif

menyikapi masalah ini. Berbagai upaya dan strategi telah disusun antara lain intervensi edukasi

berupa edukasi formal, seminar, pelatihan, penyebaran brosur dan literatur ; intervensi

managerial seperti penyusunan formularium rumah sakit, panduan/pedoman pengobatan,

kebijakan penggunaan antibiotik, supervise klinik, audit medik dan sebagainya, serta intervensi

regulasi di kalangan profesi medis dan paramedic seperti registrasi dan ijin praktek tenaga

dokter.

Semua kegiatan tersebut di atas memerlukan pendekatan multidisiplin baik dalam

perencanaan maupun implementasi di lapangan agar promosi penggunaan antimikroba secara

optimal dan penanggulangan infeksi dapat terwujud. Kebijakan WHO ini juga ditanggapi positif

oleh pemerintah Indonesia melalui seperangkat kebijakan oleh Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 8 tahun 2015 tentang Program

Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit antara lain yaitu penilaian infrastruktur

rumah sakit untuk mendukung Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di tingkat

rumah sakit.

10

Page 11: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

Tugas dan fungsi Tim pelaksana PPRA antara lain:

1. Membantu kepala/direktur rumah sakit dalam menetapkan kebijakan tentang pengendalian

resistensi antimikroba

2. Membantu kepala/direktur rumah sakit dalam menetapkan kebijakan umum dan pengaduan

penggunaan antibiotik di rumah sakit

3. Membantu kepala/direktur rumah sakit dalam pelaksanaan program pengendalian resistensi

antimikroba

4. Membantu kepala/direktur rumah sakit dalam mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan

program pengendalian resistensi antimikroba

5. Menyelenggarakan forum kajian kasus pengelolaan penyakit infeksi terintegrasi

6. Melakukan surveilens pola mikroba penyebab infeksi dan kepekaanya terhadap antibiotik

7. Melakukan surveilens pola penggunaan antibiotik

8. Menyebarluaskan serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang prinsip

pengendalian resistensi antimikroba, pengunaan antibiotik secara bijak, dan ketaatan

terhadap pencegahan pengendalian infeksi melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan

9. Mengembangkan penelitian di bidang pengendalian resistensi antimikroba

10. Melaporkan kegiatan program pengendalian resistensi antimikroba kepada Kepala/Direktur

rumah sakit

Tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba dibentuk melalui keputusan

kepala/direktur rumah sakit. Susunan tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi

Antimikroba terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris dan anggota. Kualifikasi ketua tim PPRA

merupakan seorang klinisi yang berminat di bidang infeksi. Dalam melaksanakan tugasnya, tim

pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba bertanggung jawab langsung kepada

kepala/direktur rumah sakit.

Keanggotaan tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba harus merupakan

tenaga kesehatan yang kompeten. Bila dalam hal pelaksanaanya terdapat keterbatasan tenaga

kesehatan yang kompeten, keanggotaan tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi

Antimikroba disesuaikan dengan unsur tenaga kesehatan yang tersedia. Keanggotaan tim

pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba rumah sakit paling sedikit terdiri atas

unsur:

a. klinisi perwakilan SMF/bagian;

11

Page 12: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

b. keperawatan;

c. instalasi farmasi;

d. laboratorium mikrobiologi klinik;

e. komite/tim Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI); dan

f. Komite/tim Farmasi dan Terapi (KFT).

Evaluasi penggunaan antibiotik di rumah sakit menggunakan metode audit kuantitas

penggunaan antibiotik dan audit kualitas penggunaan antibiotik. Pemantauan atas muncul dan

menyebarnya mikroba multiresisten di rumah sakit dilakukan melalui surveilans mikroba

multiresisten. Evaluasi terhadap pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba di

rumah sakit dilakukan melalui:

a. evaluasi penggunaan antibiotik; dan

b. pemantauan atas muncul dan menyebarnya mikroba multiresisten.

Indikator mutu Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit meliputi :

a. Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik

b. Perbaikan kualiatas penggunaan antibiotik

c. Perbaikan pola kepekaan antibiotik dan penurunan pola resistensi antimikroba

d. Penurunan angka kejadian infeksi di rumah sakit yang disebabkanoleh mikroba multiresisten

e. Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin melalui forum kajian kasus

infeksi terintegrasi

Berdasarkan hasil penelitian tentang Implementasi Program Pengendalian Resistensi

Antimikroba dalam mendukung Patient Savety menunjukan bahwa Sosialisasi PPRA ternyata

memberikan dampak peningkatan kesadaran klinisi untuk memeriksakan kultur, yaitu dari 29,75

% menjadi 64,56 % dan setelah ditunjang oleh kesiapan tim mikrobiologi klinik, terdapat 79,26

% hasil kultur kelompok PPRA yang dilaporkan kepada tim klinisi, penggunaan antibiotik pada

kelompok pasca-sosialisasi PPRA sebesar 84% lebih banyak dibandingkan pra sosialisasi PPRA

sebesar 53,12% dan hal ini karena diagnosis kasus infeksi yang disebabkan bakteri lebih banyak

pada pascasosialisasi PPRA., serta sosialisasi PPRA mampu menghemat pengeluaran belanja

antibiotic sebesar Rp203.000 per pasien selama rawat inap dibandingkan pra-sosialisasi PPRA.

12

Page 13: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

Strategi pengendalian resistensi antimikroba yaitu :

a. Penggunaan Antibiotik Bijak (Prudent)

Penggunaan antibiotik secara bijak ialah penggunaan antibiotik yang sesuai dengan

penyebab infeksi dengan rejimen dosis optimal, lama pemberian optimal, efek samping

minimal, dan dampak minimal terhadap munculnya mikroba resisten. Oleh sebab itu

pemberian antibiotik harus disertai dengan upaya menemukan penyebab infeksi dan pola

kepekaannya. Penggunaan antibiotik secara bijak memerlukan kebijakan pembatasan dalam

penerapannya. Antibiotik dibedakan dalam kelompok antibiotik yang bebas digunakan oleh

semua klinisi (non-restricted) dan antibiotik yang dihemat dan penggunaannya memerlukan

persetujuan tim ahli (restricted dan reserved).

Peresepan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan mencegah infeksi

pada pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami infeksi bekteri pada tindakan pembedahan

(profilaksis bedah) dan beberapa kondisi medis tertentu (profilaksis medik). Antibiotik tidak

diberikan pada penyakit non-infeksi dan penyakit infeksi yang dapat sembuh sendiri (self-

limited) seperti infeksi virus.

Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi atau

berdasarkan pola mikroba dan pola kepekaan antibiotik, dan diarahkan pada antibiotik

berspektrum sempit untuk mengurangi tekanan seleksi (selection pressure). Penggunaan

antibiotik empiris berspektrum luas masih dibenarkan pada keadaan tertentu, selanjutnya

dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada hasil pemeriksaan mikrobiologi

(streamlining atau de-eskalasi). Beberapa masalah dalam pengendalian resistensi

antimikroba di rumah sakit perlu diatasi. Misalnya, tersedianya laboratorium mikrobiologi

yang memadai, komunikasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan perlu

ditingkatkan.

Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy) ditandai dengan pembatasan

penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama. Pembatasan

penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotik,

penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan

dalam penggunaan antibiotik tertentu (reserved antibiotics).

Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit

infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti

13

Page 14: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).

Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada:

a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap

antibiotik.

b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.

c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.

d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis

pasien serta ketersediaan obat.

e. Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman.

Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan dengan beberapa langkah sebagai

berikut:

a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotik secara

bijak.

b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan penguatan pada

laboratorium hematologi, imunologi, dan mikrobiologi atau laboratorium lain yang

berkaitan dengan penyakit infeksi.

c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang infeksi.

d. Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim (team work).

e. Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotic secara bijak yang

bersifat multi disiplin.

f. Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan berkesinambungan.

g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih rinci di tingkat

nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan masyarakat.

b. Kebijakan Pengguanaan Antibiotik di Rumah Sakit

Pengendalian penggunaan antibiotik dalam upaya mengatasi masalah resistensi antimikroba

dilakukan dengan menetapkan “Kebijakan Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit”, serta

menyusun dan menerapkan “Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi”. Dasar

penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik di rumah sakit mengacu pada

Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran, dan Pola

mikroba dan kepekaan antibiotik setempat.

14

Page 15: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

1. Kebijakan Umum

a. Kebijakan penanganan kasus infeksi secara multidisiplin.

b. Kebijakan pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empirik dan definitif

Terapi antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi atau diduga

infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.

Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah

diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.

c. Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi antibiotic profilaksis atas

indikasi operasi bersih dan bersih terkontaminasi sebagaimana tercantum dalam

ketentuan yang berlaku.

Antibiotik Profilaksis Bedah adalah penggunaan antibiotik sebelum, selama, dan paling

lama 24 jam pascaoperasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda

infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi luka daerah operasi.

d. Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor tergolong dalam

pemberian antibiotik terapi sehingga tidak perlu ditambahkan antibiotik profilaksis

2. Kebijakan Khusus

a. Pengobatan awal

1) Pasien yang secara klinis diduga atau diidentifikasi mengalami infeksi bakteri diberi

antibiotik empirik selama 48-72 jam.

2) Pemberian antibiotik lanjutan harus didukung data hasil pemeriksaan laboratorium dan

mikrobiologi.

3) Sebelum pemberian antibiotik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan

mikrobiologi.

b. Antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat.

c. Prinsip pemilihan antibiotik.

1) Pilihan pertama (first choice).

2) Pembatasan antibiotik (restricted/reserved).

3) Kelompok antibiotik profilaksis dan terapi.

d. Pengendalian lama pemberian antibiotik dilakukan dengan menerapkan automatic stop

order sesuai dengan indikasi pemberian antibiotik yaitu profilaksis, terapi empirik, atau

terapi definitif.

15

Page 16: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

e. Pelayanan laboratorium mikrobiologi.

1) Pelaporan pola mikroba dan kepekaan antibiotik dikeluarkan secara berkala/tahun.

2) Pelaporan hasil uji kultur dan sensitivitas harus cepat dan akurat.

3) Bila sarana pemeriksaan mikrobiologi belum lengkap, maka diupayakan adanya

pemeriksaan pulasan gram dan KOH.

c. Pencegahan Penyebaran Mikroba Resisten

Pencegahan penyebaran mikroba resisten di rumah sakit dilakukan melalui upaya

Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI). Pasien yang terinfeksi atau membawa koloni mikroba

resisten dapat menyebarkan mikroba tersebut ke lingkungan, sehingga perlu dilakukan upaya

membatasi terjadinya transmisi mikroba tersebut, terdiri dari 4 (empat) upaya berikut ini :

1. Meningkatkan kewaspadaan standar (standard precaution), meliputi:

a. kebersihan tangan

b. alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face

shield (pelindung wajah), dan gaun

c. dekontaminasi peralatan perawatan pasien

d. pengendalian lingkungan

e. penatalaksanaan linen

f. perlindungan petugas kesehatan

g. penempatan pasien

h. hygiene respirasi/etika batuk

i. praktek menyuntik yang aman

j. praktek yang aman untuk lumbal punksi

2. Melaksanakan kewaspadaan transmisi

a. Melalui kontak

b. Melalui droplet

c. Melalui udara (airborne)

d. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)

e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)

Pada kewaspadaaan transmisi, pasien ditempatkan di ruang terpisah. Bila tidak

memungkinkan, maka dilakukan cohorting yaitu merawat beberapa pasien dengan pola

penyebab infeksi yang sama dalam satu ruangan.

16

Page 17: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

3. Dekolonisasi

Dekolonisasi adalah tindakan menghilangkan koloni mikroba multiresisten pada individu

pengidap (carrier). Contoh: pemberian mupirosin topikal pada carrier MRSA.

4. Tata laksana Kejadian Luar Biasa (KLB) mikroba multiresisten atau Multidrug-Resistant

Organisms (MDRO) seperti Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), bakteri

penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), atau mikroba multiresisten yang lain.

Apabila ditemukan mikroba multiresisten sebagai penyebab infeksi, maka laboratorium

mikrobiologi segera melaporkan kepada tim PPI dan dokter penanggung jawab pasien, agar

segera dilakukan tindakan untuk membatasi penyebaran strain mikroba multiresisten tersebut.

Cara pengujian resistensi mikroba terhadap suatu jenis antibiotik dapat dilakukan dengan

uji resistensi. Teknik ini menggunakan zat kimia untuk mengurangi dan membunuh

mikroorganisme, terutama mikroba yang patogen. Metode yang biasa dipakai adalah

metode Metode Kirby-Bauer yang merupakan cara untuk menentukan sensitifitas antibiotik

untuk bakteri. Sensitifitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat

terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada metode Kirby-Bauer adalah:

a.   Ketebalan media agar: Dapat mempengaruhi penyebaran dan difusi antibiotik yang

digunakan.

b.  Umur bakteri: Bakteri yang berumur tua (fase stationer) tidak efektif untuk diuji karena

mendekati kematian dan tidak terjadi pertumbuhan lagi sehingga yang dipakai bekteri

berumur sedang (fase eksponential) karena aktivitas metabolitnya tinggi, pertumbuhan cepat

sehingga lebih peka terhadapa daya kerja obat dan hasilnya lebih akurat.

c.   Waktu inkubasi: Waktu yang cukup supaya bakteri dapat berkembang biak dengan optimal

dan cepat. Waktunya minimal 16 jam.

d.   pH, temperature: Bakteri memiliki pH dan temperature optimal untuk tumbuh yang berbeda-

beda sehingga sebaiknya dilakukan saat pH dan temperature yang optimal.

e.   Konsentrasi antibioti: Semakin besar konsentrasinya semakin besar diameter hambatannya..

f.     Jenis antibiotic:   setiap bakteri memiliki respon yang berbeda-beda terhadap antibiotiknya,

tergantung sifat antibiotik tersebut (berspektrum luas/berspektrum sempit).

17

Page 18: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

BAB III

KESIMPULAN

Resistensi Antimikroba adalah kemampuan mikroba untuk bertahan hidup terhadap efek

antimikroba sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis. Pengendalian Resistensi

Antimikroba adalah aktivitas yang ditujukan untuk mencegah dan/atau menurunkan adanya

kejadian mikroba resisten. Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba yang selanjutnya

disingkat KPRA adalah komite yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan dalam rangka

mengendalikan penggunaan antimikroba secara luas baik di fasilitas pelayanan kesehatan dan di

masyarakat.

Masalah resistensi antimikroba terutama resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan

masyarakat secara global. Penggunaan antimikro khususnya antibiotik yang tidak rasional dan

tidak terkendali merupakan sebab utama timbul dan menyebarnya resistensi antimikroba secara

global, termasuk munculnya mikroba yang multiresisten terhadap sekelompok antibiotik

terutama di lingkungan rumah sakit (health care associated infection). Malasah yang dihadapi

sangat serius dan bila tidak ditanggapi secara sungguh-sungguh, akan timbul dampak yang

merugikan seperti pada era preantibiotik.

Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten untuk selection pressure dapat

diatasi melalui penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotics) dan penyebaran

bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi dengan meningkatkan ketaatan terhadap prinsip-

prinsip kewaspadaan standar (universal precaution).

18

Page 19: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

DAFTAR PUSTAKA

1. Triyono E. A, Implementasi Program Pengendalian Resistensi Antibiotik dalam Mendukung

Program Patient Safety dalam Cermin Dunia Kedokteran edisi 208/ vol. 40 no. 9, th. 2013

2. Permenkes nomor 8 tahun 2015 tentang Pengendalian Resistensi Antimikrobadi Rumah

Sakit

3. Permenkes nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan

Antibiotik

4. Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotika nomor : HK.03.05/III/569/11

5. Finch R. Antimicrobial therapy Principles of use. Medical Progress 2011;38:58-63

6. Satt G. antibiotics resistance. Medical Progress 2011;38:64-70

7. World health organization regional official for South East Asia Frequently. Asked question

antimicrobial resistance. New Dehli

19

Page 20: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

Makalah

PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

Oleh :Kelompok 6

Tulis akang nama2 kelompok

KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PASCA SARJANA UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2015

20

Page 21: Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

DAFTAR ISI

Daftar Isi ……………………………………………………………………… I

Bab I Pendahuluan …………………………………………………………… 2

Bab II Pembahasan ………………………………………………………….. 3

a. Antimikroba …………………………………………………………. 3

b. Resistensi Antimikroba …………………………………………….... 7

c. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba ……………………… 10

Bab III Kesimpulan ………………………………………………………….. 18

Daftar Pustaka ……………………………………………………………….. 19

21