Top Banner
Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai Studi kasus: Produksi Sekunder Nebalia daytoni di Pantai San Diego, California Selatan, USA oleh: Nuralim Pasisingi C251120031 PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
23

Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

Feb 01, 2018

Download

Documents

dangkhue
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai Studi kasus:

Produksi Sekunder Nebalia daytoni di Pantai San Diego, California Selatan, USA

oleh:

Nuralim Pasisingi

C251120031

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Perubahan yang terjadi dalam suatu ekosistem perairan disebabkan oleh

faktor yang berasal dari dalam maupun luar lingkungan. Ekosistem perairan

pantai meliputi wilayah yang menjadi batas antara daratan dan lautan yang terdiri

dari komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pantai terdiri dari

tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah pantai, sedangkan komponen abiotik

pantai terdiri dari gelombang, arus, angin, pasir maupun batuan.

Produktivitas sekunder merupakan pembentukan biomassa heterotrophik

selama kurun waktu tertentu. Pengukuran produksi sekunder merupakan

perhitungan yang menjadi dasar penggambaran dinamika suatu ekosistem.

Peningkatan produksi suatu lingkungan umumnya akan meningkatkan

ketersediaan makanan. Hal ini akan berdampak pada biomassa yang juga akan

semakin meningkat. Ekosistem yang berbeda dengan kondisi lingkungan yang

berbeda tentunya akan menggambarkan produktivitas sekunder yang berbeda

pula. Laju produktivitas akan tinggi bilamana faktor-faktor lingkungan cocok dan

optimal. Konsumen akan memanfaatkan energi yang diperoleh dari produsen

kemudian mengubahnya menjadi jaringan tubuh. Namun tidak semua energi

tersebut mampu diubah menjadi jaringan, karena salah satunya akan sangat

bergantung pada kemampuan biota atau kosumen tersebut dalam mengolah dan

mengasimilasi makanannya.

Pertumbuhan vegetasi di hampir semua perairan laut sangat dibatasi oleh

faktor ketersediaan cahaya dan ketidakstabilan substrat dasar perairan. Hal ini

yang menyebabkan keberlangsungan interaksi dalam jaring-jaring makanan dasar

atau di daerah afotik akan lebih banyak bergantung pada detritus vegetasi dan

hewan air dibandingkan dengan vegetasi yang hidup.

Studi literatur secara umum mengenai produktivitas sekunder kali ini akan

difokuskan pada ekosistem pantai dengan biota bentik. Adapun secara khusus

akan mengangkat studi kasus mengenai produksi sekunder di perairan Pantai San

Diego, California Selatan, USA.

Page 3: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

Studi ini menguji produksi anggota dominan infauna berpasir dominan

yaitu Nebalia (Leptostraca). Meskipun sudah ditemukan lebih dari 200 tahun

silam, leptostraca masih sangat jarang diteliti. Secara umum, leptostraca hidup di

perairan laut dangkal (<100 meter) dengan substrat dasar pasir berlumpur yang

juga berasosiasi dengan habitat lamun dan algae (Rainer and Unsworth 1991;

Haney and Martin 2004; Moreira et al. 2012). Beberapa spesies amphipoda yang

ditemukan di beberapa lokasi dijadikan pembanding kareana paling banyak dikaji

dan memiliki ukuran rata-rata yang hampir menyerupai leptostraca.

1.2. Tujuan

Studi ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis bahwa invertebrata

infauna menjadi lebih produktif seiring dengan peningkatan ketersediaan bahan

organik di habitat hidupnya.

Page 4: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Produktivitas sekunder

Carlisle Daren M. & Clements William H. (2003) menyatakan bahwa

produksi sekunder merupakan fungsi pengukuran dinamika populasi, termasuk di

dalamnya proses yang terjadi pada level individu, populasi maupun ekosistem.

Produksi sekunder adalah ukuran komposit sebuah kepadatan populasi biota,

biomassa dan pertumbuhan selama kurun waktu tertentu (Rose Lori Valentine,

Rypel Andrew L, Layman Craig A 2011). Hewan-hewan herbivora yang

mendapat bahan-bahan organik dengan memakan fitoplankton merupakan

produsen kedua di dalam sistem rantai makanan. Hewan-hewan karnivora yang

memangsa binatang herbivora adalah produsen ketida begitu seterusnya rentetan-

rentetan karnivora-karnovora yang memangsa karnivora yang lain, merupakan

tingkat ke empat, kelima dan sampai pada tingkat yang lebih tinggi (sehingga

dinamakan trofik level) dalam sistem rantai makanan. Perpindahan ikatan organik

dari satuu trofik level ke trofik level berikutnya merupakan suatu proses yang

relatif tidak efisien. Di laut bebas dan banyak tempatdi daratan efisien

perpindahannya dari satu tingkat ke tingkat berikutnya dipercaya hanya sebesar

kira-kira 10%. Itu berarti bahwa dari 100 unit bahan organik yang diproduksi oleh

produsen pertama hanya 10 unit yang dapat dimanfaatkan oleh produsen kedua, 1

unit oleh produsen ketiga dan demikian seterusnya yang terjadi di sepanjang

rantai makanan ini.

Sifat khas rantai makanan mempunyai pengaruh yang penting dalam

menentukan jumlah produksi ikan di beberapa area. Sebagai contoh produksi ikan

di beberapa area dimana terjadi upwelling menunjukkan hasil yang melimpah jika

dibandingkan dengan bagian laut yang lain. Pertama, hal ini disebabkan karena

hasil produksi primer yang tinggi oleh banyaknya fitoplankton. Kedua, di daerah

upwelling perpindahan bahan dari satu trofik level ke trofik level berikutnya

dalam rantai makanan terjadi lebih efisien jika dibandingkan dengan tempat-

tempat yang lain. Pertimbangan yang lain adalah jumlah trofik level yang ada di

dalam rantai makanan. Banyak tempat dimana terjadi upwelling hanya

mempunyai dua atau tiga trofik level antara ikan dengan fitoplankton jika

Page 5: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

dibandingkan dengan daerah lautan lain yang kadang-kadang sampai enam

tingkatan. Makin pendek rantai makanan akan menghasilkan produksi ikan yang

makin tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka dapat menghindari kehilangan

bahan-bahan organik yang seharusnya dipergunakan untuk menambah setiap

kenaikan trofik level pada sistem rantai makanan yang lebih besar. Akibatnya

makin besar jumlah bahan-bahan produksi yang dihasilkan oleh produsen utama

yang menjadi terikat ke dalam jaringan tubuh ikan. Berikut adalah gambar

mengenai perpindahan energi pada daerah-daerah yang memunyai trofik level

berbeda dalam sistem rantai makanan.

Gambar 1. Diagram perpindahan jumlah energi pada trofik level berbeda dalam

sistem rantai makanan

(Meadows dan Campbell 1978 in Hutabarat S dan Evans S.M. 2008)

2.2. Karakteristik umum perairan pantai

Daerah yang terletak di antara daratan dan lautan yang masih dipengaruhi

oleh pasang dikenal sebagai pantai laut. Pada beberapa tempat, lereng pantainya

mempunyai bentuk landai dan di sini terdapat jarak yang besar antara tanda-tanda

air pasang tertinggi dan air pasang terendah. Sedangkan di tempat-tempat lain

PRIMARY PRODUCTION (Phytoplankton)

Nutrient in seawater Energy from sunlight

SECONDARY PRODUCTION (Herbivorous zooplankton)

TERTIARY PRODUCTION (Carnivorous zooplankton,

Fish predators )

PRODUCTION AT HIGHER LEVEL

Page 6: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

dimana lereng pantainya berbentuk curam, tanda-tanda air pasangnya akan

kelihatan saling berdekatan. Bahan-bahan dasar pembentuk pantai pun mungkin

juga berbeda-beda. Ada pantai yang terdiri dari batu-batuan, lumpur, tanah liat,

pasir dan kerikil atau campuran antara dua atau lebih dari tipe-tipe ini secara

bersamaan. Daerah pantai yang terdiri dari pasir atau kerikil bersih mempunyai

pengecualian, karena daerah pasang surutnya dapat mendukung sejumlah

besardan berjenis-jenis organisme, walaupun tipe pantai yang berbeda cenderung

untuk mempunyai sifat populasi sendiri. Sebagai contoh, pantai yang terdiri dari

batu-batuan merupakan tempat yang sangat baik bagi hewan-hewan atau tumbuh-

tumbuhan yang dapat menempelkan diri pada lapisan ini. Golongan ini termasuk

banyak jenis gatropoda-moluska dan tumbuhan yang berukuran besar.

Penempelan biasanya tidak mungkin dilakukan pada pasir atau lumpur pantai

sehingga di daerah ini cenderung untuk didominasi oleh jenis hewan infauna.

(Hutabarat S dan Evans S.M. 2008). Perairan pantai San Diego, California

termasuk ke dalam kategori ini. Perairan dengan substrat berpasir cenderung

mengandung bahan organik yang rendah dan macrobenthic yang mendominasi

adalah filter feeder (Gillet David James 2010).

Daerah pantai kaya akan berjenis-jenis organisme, walaupun demikian

kehidupan di sana menciptakan problema-problema. Misalnya organisme

intertidal harus dapat menyesuaikan diri dalam keadaan bahaya sehubungan

dengan kuatnya sinar matahari pada waktu air surut. Dalam hal yang paling serius

adalah risiko kemungkinan besarnya kehilangan cairan tubuh karena semua

organisme yang hidup di daerah pantai mempunyai permukaan tubuh yang basah

dan mempunyai sifat cepat kehilangan air akibat penguapan. Daerah ini juga

berbahaya karena kuatnya intensitas penyinaran matahari akan menyebabkan suhu

perairan menjadi terlalu tinggi (Hutabarat S dan Evans S.M. 2008).

2.2.1. Suhu

Suhu merupakan suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang

(heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang

permukaan bumi adalah sinar matahari (Effendi 2003). Suhu di laut adalah salah

satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu

Page 7: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan organisme

tersebut. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika banyak dijumpai bermacam-

macam jenis hewan yang terdapat di berbagai tempat di dunia.

Robinson et. al (1983) in Tambiolo Maria L & Downing John A (1994)

menyebutkan bahwa produksi benthos laut sangat tergntung pada suhu. Produksi

akan menjadi tinggi ketika suhu tinggi, karena laju fisiologi menjadi optimum

pada kondisi ektotermal hangat.

Baik lautan maupun daratan keduanya dipanasi oleh sinar matahari melalui

suatu proses insolation. Akan tetapi pengaruh pemanasan ini tidaklah sama untuk

daerah-daerah yang terletak pada lintang yang berbeda. Daerah tropikl lebih

banyak menerima panas daripada daerah kutub, yang pada dasarnya disebabkan

oleh tiga faktor: Pertama, sinar matahari yang merambat melalui atmosfer akan

banyak kehilangan panas sebelum sampai di daerah kutub, bila dibandingkan

dengan daerah ekuator. Kedua, oleh karena besarnya perbedaan sudut datang sinar

matahari ketika mencapai permukaan bumi. Pada daerah kutub sinar matahari

yang sampai di permukaan bumi akan tersebar pada daerah yan lebih luas

daripada daerah ekuator. Ketiga, di daerah kutub lebih banyak panas yang

diterima oleh permukaan bumi yang dipantulkan kembali ke atmosfer. Hal ini

disebabkan oleh sudut relatif ketika sinar matahari mencapai permukaan bumi.

Keadaan ini yang membuat insolation di daerah subtropik lebih besar daripada di

daerah tropik. Alasan yang menyebabkan mengapa keanehan ini terjadi,

kemungkinan karena adanya faktor awan yang menutupi.Awan ini yang

menyebabkan insolation berkurang karena menyerap dan menyebarkan sinar-sinar

yang datang. Daerah tropik adalah daerah yang mempunyai nilai kelembaban

udara yang tinggi sehingga menyebabkan daerah ini mempunyai lapisan awan

yang lebih tebal daripada daerah subtropik. Sejak sinar matahari kebanyakan

diserap oleh lapisan permukaan laut, maka lapisan ini cemderung relatif panas

sampai pada kedalaman 200 meter. Pada lapisan kedalaman antara 200 sampai

1000 meter, suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah kurva dengan

lereng yang tajam dan dikenal dengan thermokline (Hutabarat S dan Evans S.M.

2008).

Page 8: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

2.2.2. Gelombang

Gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa

henti pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama sekali diam.

Angin yang bertiup di atas permukaan laut merupakan pembngkit utama

gelombang. Bentuk gelombang yang dihasilkancenderung tidak tertentu.

Umumnya makin kencang angin bertiup makin besar gelombang yang terbentuk.

Bentuk gelombang akan berubah dan akhirnya pecah ketika sampai di pantai. Hal

ini disebabkan oleh karena gerakan melingkar dari partikel-partikel yang terletak

di bagian paling bawah gelombang dipengaruhi oleh gesekan dari dasar laut di

perairan dangkal. Bekas jalan kecil yang ditinggalkan oleh mereka kemudian

berubah menjadi berbentuk elips. Hal ini mengakibatkan perubahan yang besar

terhadap sifat gelombang. Gelombang sekarang bergerak ke dapan dan tinggi

gelombang naik mencapai 80% kedalaman perairan. Bentuk ini kemudian menjadi

tidak stabil dan akhirnya pecah yang sering disertai dengan gerakan maju ke

depan yang berkekuatan sangat besar. Bila sebuah gelombang pecah, airnya akan

dilemparkan jauh ke depan sampai mencapai daerah pantai. Beberapa di antaranya

akan kembali lagi ke laut mengalir sebahai arus yang ada di bawah permukaan

(Hutabarat S dan Evans S.M. 2008).

2.2.3. Angin, Arus dan Upwelling

Hutabarat S dan Evans S.M. (2008) mengemukakan bahwa angin adalah

salah satu faktor yang paling bervariasi dalam membangkitkan arus. Arus

merupakan gerakan air horizontal yang sangat luas yang terjadi pada seluruh

lautan di dunia. Angin dapat juga menyebabkan timbulnya arus air vertikal yang

dikenal sebagai upwelling dan sinking pada beberapa daerah pantai. Hal ini terjadi

dalam keadaan dimana arah angin sejajar dengan garis pantai. Proses upwelling

adalah suatu proses dimana massa air didorong ke arah atas dari kedalaman

sekitar 100 sampai 200 meter yang terjadi di sepanjang pantai Barat di banyak

benua. Adapaun sinking merupakan suatu proses yang mengangkut gerakan air

yang tenggelam ke arah bawah di perairan pantai. Hal ini terjadi sebagai suatu

hasi yang merupakan kebalikan dari proses upwelling. Angin bertiup sejajar

dengan garis pantai tetapi dalam hal ini arah rata-rata aliran arus yang dirpoduksi

Page 9: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

mereka ke arah daratan dan aliran massa air diarahkan ke bawah ketika mencapai

garis pantai.

2.2.4. Pasang Surut

Pasang surut atau yang biasa disebut pasut merupakan proses naik

turunnya permukaan laut dengan pola yang hampir teratur yang dibangkitkan oleh

gaya tarik bulan dan matahari (harian). Besarnya kisaran pasang surut selalu

berubah mengikuti perubahan posisi bulan dan matahari terhadap Bumi yang juga

berubah secara hampir teratur (Satria 2007).

Perairan yang mengalami satu kali pasang dan satu kali surut per hari

dikatakan memiliki tipe pasang surut tunggal. Perairan yang memiliki dua kali

pasang dan dua kali surut per hari dikatakan memiliki pasang surut ganda. Tipe

pasang surut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda, dan

dikenal sebagai sebagai pasang surut campuran. Tipe pasang surut ini dapat

berubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai

setempat (Satria 2007).

Karakteristik pasang surut di perairan Teluk Palabuhan Ratu sama dengan

karakteristik gelombang yang merupakan perambatan dari pengaruh pasang surut

yang terjadi di Samudra Indonesia. Pasang surutnya bersifat campuran dominasi

semidiurnal, yaitu tinggi pasang surut pertama tidak sama dengan tinggi pasang

surut kedua. Hal tersebut dikarenakan perairan teluk berhubungan langsung

dengan perairan laut lepas Samudera Hindia (Munawir 2006).

2.3. Organisme bentik perairan pantai

Organsime yang hidup di dasar lautan dikenal dengan benthos. Termasuk

di dalamnya seluruh hewan-hewan dan tumbuhan yang hidup pada daerah-daerah

yang masih dipengarhui oleh air pasang (daerah littoral), daerah sublittoral dan

yang tinggal di laut yang sangat dalam (daerah bathyl dan abyssal). Bermacam-

macam jenis hewan invertebrata banyak dijumpai di dalam benthos. Mereka

mempunyai kisaran ukuran yang sangat luas yaitu dari yang berukuran sebesar

protozoa sampai kepada yang berukuran sebesar crustacea dan moluska. Ukuran

Page 10: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

ini yang kadang-kadang dipakai sebagai dasar untuk mengklasifikasikan mereka

menjadi golongan microfauna, meiofauna dan macrofauna.

Microfauna adalah istilah yang dipakai untuk menerangkan hewan-hewan

yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Meiofauna adalah golongan

hewan-hewan yang mempunyai ukuran 0,1 mm sampai 1,0 mm. Cacing-cacing

berukuran kecil dan beberapa crustacea masuk ke dalam golongan ini.

Macrofauna meliputi hewan-hewan yang mempunyai ukuran lebih besar dari 0,1

mm. Ini termasuk echinodermata, crustacea, annelida, moluska. Cara lain untuk

mengklasifikasikan hewan bentik adalah dengan melihat hubungan mereka

terhadap tempat hidupnya. Semua hewan yang hidup di atas permukaan dasar

lautan dikenal dengan epifauna dan yang hidupnya dengan cara menggali lubang

pada dasar lautan dikenal dengan infauna (Hutabarat S dan Evans S.M. 2008).

Nebalia yang menjadi biota spesifik dalam kajian ini tergolong ke dalam infauna.

Hewan-hewan herbivora bentik semata-mata hanya bersandar pada bahan

tumbuh-tumbuhan mati atau mengalami pembusukan dari sumber lain sebagai

bahan makanan. Bahan-bahan ini tersedia dalam bentuk detritus yang

mengandung partikel-partikel kecil atau bahan-bahan organik. Sejumlah besar

bahan-bahan ini dibentuk dari sisa-sisa tumbuh-tumbuhan atau hewan bentik yang

hancur yang semasa hidupnya tinggal di daerah dangkal di perairan pantai.

Kemudian sebagian dari jumlah ini dibawa arus ke daerah lepas pantai. Sisa-sisa

tubuh organisme pelagik juga menambah jumlah detritus yaitu ketika mereka mati

dan tenggelam ke dasar. Sumber lain detritus adalah kotoran hewan yang hidup di

daerah pelagik. Sebagai contoh, beberapa golongan copepoda tidak mencernakan

makanan mereka secara sempurna dan akibatnya 30% fitoplankton yang dimakan

mereka akan keluar lagi sebagai potongan kotoran yang tidak tercerna, ini kaya

mengandung bahan-bahan organik. Hewan bentik dalam memanfaatkan sisa

kotoran mengalami suatau masalah khusus, tetapi mereka mampu mengatasi hal

tersebut dengan dua cara. Pertama, suspension feeder yaitu dengan cara

menyaring partikel-partikel detritus yang masih melayang-layang di air. Kedua,

deposit feeders yang mengumpulkan detritus yang telah menetap di atas dasar

perairan. Detritus yang dapat sampai ke dasar lautan pada laut-laut yang sangat

dalam hanya berjumlah relatif kecil. Karena bahan-bahan organik yang tersedia di

Page 11: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

daerah ini menjadi kurang, maka hewan-hewan yang dapat hidup di sini pun

menjadi kurang (Hutabarat S dan Evans S.M. 2008). Dinamika produksi spesies

bentik sangat kompleks dan informasi yang tersedia juga sangat minim (Morgan

et. al 1980 in Raburu Phil, Mavuti Kenneth M, Harper David M & L Clark Frank.

(2002).

2.4. Karakteristik Nebalia

Klasifikasi Nebalia menurut Leach (1814) in Todd Haney (2004) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Subphylum : Crustacea

Class : Malacostraca

Order : Leptostraca

Family : Nebaliidae

Genus : Nebalia

Gambar 2. Nebalia sp. (http://www.websters-online-dictionary.org)

Leptostraca umumnya bentik, bermata majemuk, memiliki rostrum dengan

benuk karapas lebar menutupi kepala, thoracopoda. Sejak spesies pertama Nebalia

dideskripsikan, Cancer bipes Fabricus 1780, yang kemudian dikenal dengan

Nebalia bipes, identifikasi 29 spesies lainnya kemudian mulai diidentifikasi (Lee

Christine N W & Bamber Roger N 2011).

Page 12: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

Leptostraca merupakan ordo crustacea yang tersebar cukup luas di

perairan laut dunia, namun masih sangat sedikit dikaji. Nebalia adalah satu dari

tujuh genus leptostraca yang paling dominan ditemukan. Nebalia menduduki lebih

dari separuh spesies ordo Leptostraca dan yang berhasil diidentifikasi adalah 22

dari 39 spesies. Spesies yang dikenal antara lain sadalah Nebalia antarctica Dahl,

1990, Nebalia bipes Fabricius, 1780, Nebalia falklandensis Dahl, 1990, Nebalia

gerkenae Haney and Martin, 2000, Nebalia patagonica Dahl, 1990 Nebalia

daytoni Vetter, 1996.

Rainer SF & Unsworth P (1991) menyebutkan bahwa Nebalia sp. adalah

epifauna crustacea yang ketersediaannya melimpah di padang lamun di Australia

bagian barat pada suhu perairan 16-27 ºC. Panjang maksimum mencapai 6,0-6,4

mm. Nebalia sp. berkembang biak sepanjang tahun. Faktor predasi merupakan

sumber utama kematian pada saat kepadatan Nebalia sp. tinggi.

Nebalia daytoni umumnya ditemukan di pantai San Diego, California

Selatan, USA. Crustacea ini biasanya ditemukan di dasar substrat berpasir di

kedalaman 8 sampai 35 meter. Berbeda dengan Nebalia spesies lain, species ini

menyenangi pasir perairan oligotrophik dibandingkan dengan sedimen yang kaya.

Spesies ini sangat mudah dikenali dari bagian mata, yaitu bagian anterior rata

serta memiliki antennular flagelum yang pendek (Vetter, Eric W. 1996).

2.5. Bahan organik

Jumlah bahan organik terlarut dalam air laut biasanya melebihi rata-rata

bahan organik tidak terlarut. Semua bahan organik ini dihasilkan oleh organisme

hidup melalui proses metabolisme dan hasil pembusukan. Ekresi dari

mikroorganisme merupakan sumber yang penting dari bahan organik karbon.

Proses pelepasan nitrogen dan fospor dari organisme mati dalam air laut terjadi

dengan cepat. Hampir seluruh organik karbon terlarut dalam air laut berasal dari

karbondioksida yang dihasilkan oleh fitoplankton. Konsentrasinya tergantung

pada keseimbangan antara rata-rata organik karbon terlarut yang dibentuk oleh

hasil pembusukan, eksresi dan rata-rata hasil penguraian atau pemanfaatannya.

Hopkinson Charles S et al. (1998) menyebutkan bahwa kualitas dan

kuantitas bahan organik yang masuk ke daerah estuaria ditentukan oleh masukan

Page 13: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

bahan organik daratan yang terbawa oleh aliran sungai. Bahan organik tidak

terlarut dalam air laut berukuran lebih besar dari 0,5 µm. Pada lapisan permukaan

air laut material organik tak terlarut ini berupa detritus dan fitoplankton. Pada

zona eufotik konsentrasinya lebih tinggi dari lapisan di bawahnya. Bahan organik

tak terlarut ini berfungsi menyediakan makanan untuk organisme pada beberapa

tingkatan tropik. Organik karbon tak terlarut yang terdapat di laut sumber

makanan penting bagi filter feeder.

Page 14: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

3. METODOLOGI

3.1. Lokasi pengambilan contoh

Studi dilakukan menggunakan SCUBA dari kedalaman 19 sampai 21

meter sepanjang 0.7 km dari garis pantai San Diego (California, USA, 32o 52’

Utara dan 117o 15.5’ Barat). Penelitian ini dimulai dari Juni 1991 sampai

September 1994. Suhu dasar perairan berkisar 6 - 22oC.

Gambar 3. Lokasi Studi: Pantai San Diego, California Selatan, USA.

Sumber : www.maps.google.com

3.2. Metode pengambilan contoh

Menurut Munari Cristina & Mistri Michele (2007), perhitungan

produktivitas sekunder tahunan komunitas macrobenthic memakan waktu yang

cukup lama dan relatif mahal. Namun, metode empiris berdasarkan data biomassa

yang relatif mudah untuk diperoleh dapat digunakan dalam menilai dan mengkaji

produktivitas sekunder suatu perairan.

Pengambilan contoh sedimen dilakukan per bulan, dari kedalaman 19

sampai 20 meter menggunakan core dengan diameter 7.6 cm. Core ditekan

sepanjang 20 cm secara vertikal ke dalam sedimen. Pengambilan contoh dibagi

Page 15: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

menjadi 3 kelompok. Core pada masing-masing kelompok diambil dengan jarak 1

meter satu sama lain. Sedangkan jarak antar kelompok core adalah 4 sampai 8

meter. Beberapa contoh non kuantitatif juga diambil dengan tujuan untuk

meningkatkan jumlah contoh Nebalia daytoni. Selama 2 tahun, 2377 individu

diperoleh untuk menduga produksi (rata-rata 97.9 individu/bulan pada tahun

pertama dan 100.2 individu/bulan pada tahun kedua).

Sedimen kemudian disaring dengan penyaring ber mess-size 500 µm.

Contoh kemudian diawetkan dengan menggunakan formalin 4% air laut dan

diwarnai dengan menggunakan Rose Bengal selama 48 jam. Contoh selanjutnya

dipindahkan ke dalam etanol 70% dan disortasi di bawah mikroskop untuk

memisahkan Nebalia daytoni yang diperlukan pada tahap pengukuran karapas.

Pengukuran karapas dimulai dari titik paling anterior (di bawah mata) sampai

pada titik paling posterior karapas menggunakan bantuan mikroskop yang

dilengkapi mikrometer okular.

Beberapa pengumpulan contoh non kuantitatf diperlukan untuk

menganalisa hubugan antara panjang karapas dan berat kering. Biota hidup

dilarutkan dengan etanol dan dikeringkan pada suhu 62oC sampai berat konstan,

kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik Sartorius.

Produksi sekunder Nebalia daytoni diduga dengan menggunakan metode

kohort rata-rata. Metode ini menghitung kohort rata-rata, distribusi frekuensi

ukuran rata-rata populasi dari sata contoh. Hamilton (1969) memodifikasi

persamaan produksi Hynes & Coleman (1968) menjadi:

∑( ) √

P adalah estimasi produksi, i adalah jumlah terjadinya kehilangan (setara dengan

jumlah kelas ukuran yang digunakan), adalah rata-rata jumlah individu pada

kelas ke-j, dan adalah berat kering rata-rata individu pada kelas ukuran ke-j.

Interval kelas ukuran yang dipakai adalah 0.2 mm.

Hasil kalkulasi produksi sekunder yang digunakan dalam studi ini selalu

menunjukkan pengurangan biomassa diantara peningkatan ukuran. Hal ini terjadi

karena terdapat peningkatan rata-rata kelimpahan kelompok ukuran yang lebih

besar atau bisa juga dikarenakan laju pertumbuhan antar kelas ukuran yang tidak

Page 16: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

seragam. Tentunya nilai negatif bersifat teori yang menunjukkan terjadinya

sampling error dan nilai ini tetap dimasukkan ke dalam perhitungan untuk

menyeimbangkan error positif.

Perhitungan produktivitas sekunder dapat dilakukan melalui 3 metode

pendekatan yaitu Metode Increment Aummation digunakan untuk taksa yang

dapat dibedakan kohortnya berdasarkan analisis frekuensi panjang. Metode

Removal Summation serta Metode frekuensi ukuran yang digunakan untuk semua

jenis serangga kecuali Chironomid (Benke in 1996 in Carlisle Daren M. &

Clements William H. 2003).

Page 17: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Rata-rata kepadatan Nebalia daytoni selama Juni 1991 sampai Juni 1993

adalah 950 individu/m2

(sd=300), dengan kepadatan maksimum terjadi pada akhir

musim semi dan awal musim panas. Sedangkan kepadatan minimum terjadi di

akhir musim panas dan di awal musim dingin. Produksi sekunder Nebalia daytoni

pada studi ini dihitung selama 2 tahun. Biomassa diduga menggunakan persamaan

regresi panjang karapas (CL) dengan berat kering. Persamaan tersebut dapat

ditulis kembali menjadi:

Berat kering = (8.90 x 10-5

) x CL2.16

Produksi pada tahun pertama (Tabel 1) sebesar 0.93 gram berat

kering/m2/tahun. Nilai rasio P/B = 2.92 dan rata-rata kepadatan 1087 individu/m

2.

Adapun tahun kedua (Tabel 2) nilai rasio P/B meningkat menjadi 3.17. Namun

produksi menurun menjadi 0.66 gram berat kering/m2/tahun. Hal ini dikarenakan

penurunan kepadatan (814 individu/m2) dan ukuran tubuh rata-rata.

Rata-rata selama 2 tahun, 22% individu yang disampling berada dalam

kondisi matang sex (>2 mm CL). Hewan matang sex mencapai 53% dari total

biomassa populasi selama 2 tahun studi (Gambar 1) masing-masing 76% produksi

pada tahun pertama serta 63% pada tahun kedua (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Nebalia daytoni. Perhitungan biomassa dan produksi sekunder selama

Juni 1991 sampai Juni 1992 menggunakan metode kohort rata-rata.

Page 18: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

Tabel 2. Nebalia daytoni. Perhitungan biomassa dan produksi sekunder selama

Juni 1992 sampai Juni 1993 menggunakan metode kohort rata-rata.

Keterangan:

Size class : Panjang karapas

: Rata-rata jumlah individu pada kelas ke-j

: Jumlah individu yang hilang dari satu kelas ukuran ke kelas ukuran berikutnya

: Berat kering individu pada kelas ke-j

: Biomassa kering ukuran kelas ke-j

: Rata-rata geometrik berat kering 2 kelas ukuran

Gambar 4 menunjukkan diagram batang distribusi frekuensi kelas ukuran

Nebalia daytoni selama 2 tahun studi (Juni 1991 sampai Juni 1993). Terlihat dua

kohort untuk masing-masing kelimpahan dan biomassa. Sebaran frekuensi

biomassa, kelimpahan, produksi organisme menurun dari tahun pertama ke tahun

berikutnya.

Gambar 4. Nebalia daytoni. Kelimpahan dan biomassa organisme (*kelas ukuran

terkecil organisme matang sex).

Page 19: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

Produksi sekunder dapat diduga menggunakan rasio produksi dan

biomassa atau algoritma berdasarkan lama hidup tahunan, massa tubuh dewasa

atau kombinasi biomassa tahunan rata-rata, bimassa individu rata-rata, suhu rata-

rata tahunan dan kedalaman. Perhitungan dengan menggunakan metode-metode

tersebut cocok pada kondisi tertentu saja. Namun, teknik ini dibatasi oleh variasi

laju pertumbuhan oleh karena perbedaan umur invertebrata. Hal inilah yang

menjadi landasan pendugaan produksi sekuder dalam studi ini langsung

menggunakan data kelimpahan populasi dan frekuensi ukuran.

Tabel 3 menunjukkan perbandingan produksi sekunder antara beberapa

spesies Nebalia dan amphipoda di beberapa lokasi. Amphipoda dipilih sebagai

pemabanding karena terdapat kesamaan ekologi dengan Nebalia. Selain itu

jumlahnya yang relatif melimpah. Amphipoda dan leptostraca juga sering

mengalami tumpang tindih dalam hal habitat, ukuran dan modus trofik (makanan).

Sehingga ketersediaan makanan di suatu perairan terlihat memberikan pengaruh

yang sama terhadap produksi sekunder amphipoda maupun leptotraca. Data pada

Tabel 3 menunjukkan hanya ada 2 studi produksi sekunder terhadap Nebalia.

Rainer & Unsworth (1991) melakukan studi populasi Nebalia sp. yang hidup di

padang lamun Australia bagian barat. Produksi tahunan 5.8 gram berat kering/m2

serta nilai rasio P/B = 22.5. Adapun Vetter (1994) menemukan populasi Nebalia

hessleri hidup di perairan subtidal yang terdapat akumulasi detritus macrophyta.

Produksi sekunder tahunan N.hessleri mencapai 3300 gram berat kering/m2, nilai

rasio P/B = 7.8. Kedua spesies Nebalia ini ditemukan di habitat yang kaya akan

detritus. Selain itu, jika dibandingkan dengan amphipoda, produksi sekunder dan

nilai rasioa P/B kedua spesies ini relatif tinggi. Sedangkan produksi sekunder serta

nilai rasio P/B spesies Nebalia daytoni pada studi ini paling rendah. Hal ini

dikarenakan kepadatan dan ukuran tubuh spesies ini adalah kecil.

Page 20: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

Tabel 3. Produksi dan nilai rasio P/B Nebalia dan beberapa spesies amphipoda

Secara umum, habitat dengan vegetasi tinggi sangat mendukung

produktivitas yang tinggi dibandingkan dengan habitat tanpa vegetasi. Hal ini

menunjukkan bahwa meskipun sisa karbon yang berasal dari detritus macrophyta

tidak menjadi nutrien makrofauna, namun tetap akan memperkaya pertumbuhan

detritivora. Beberapa tumbuhan membutuhkan proses mikrobial sebelum dapat

dikosunsimsi oleh makrofauna. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa

algae dapat bermanfaat untuk pertumbuahn deposit feeder. Munari Cristina &

Mistri Michele (2007) menambahkan bahwa keberadaan organisme benthik di

perairan akan memberikan pengaruh langsung terhadap proses biokimia sedimen

dan menjaga stabilitas sedimen. Bahkan komunitas macrobenthik menjadi

indikator paling baik untuk mendeteksi kondisi suatu ekosistem perairan.

Parameter lingkungan seperti konsentrasi oksigen, kualitas dan ketersediaan

makanan, serta suhu perairan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan biota.

Habitat padang lamun mendukung produksi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan substrat dasar yang lembut dan daerah intertidal (Tambiolo Maria L &

Downing John A 1994).

Page 21: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

Peningkatan produktivitas biasanya akan berdampak pada peningkatan

ketersediaan makanan. Peningkatan produktivitas dapat dicerminkan dari nilai

rasio P/B populasi yang lebih tinggi. Hasil studi menunjukkan bahwa produksi

dan rasio P/B yang tinggi sangat ditentukan oleh ketersediaan bahan organik

habitat biota. Berdasarkan Tabel 3, nilai rasio P/B amphipoda hanya berkisar

anatar 1.0 sampai 5.0. Hal ini sesuai dengan fakta studi habitat amphipoda pada

daerah yang kurang kaya bahan organik. Kesimpulannya adalah lebih dari 3 data

tepat digunakan dalam menilai hubungan antara ketersediaan makanan dan

pertumbuhan leptostraca. Menurut Haley Carol J (1997) karakteristik ekologi,

kebiasaan dan fungsi morfologi mempengaruhi aktivitas makan biota.

5. KESIMPULAN

Leptrotraca dan amphipoda (invertebrata infauna) per unit biomassa

menjadi lebih produktif di habitat dengan ketersediaan bahan organik tinggi (yang

umumnya dalam bentuk detritus)

Page 22: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

DAFTAR PUSTAKA

Carlisle Daren M. & Clements William H. 2003. Growth and secondary

production of aquatic insects along a gradient of Zn contamination in Rocky

Mountain streams. J. N. Am. Benthol. 22(4): 582–597.

Effendi Hefni. 2009. Telaah Kualitas. Air. Yogyakarta: Konisius.

Gillet David James. 2010. Effects of habitat quality on secondary production in

shallow estuarine waters and the consequences for the benthic-pelagic food

web. [dissertation]. The Faculty of the School of Marine Science. Virginia:

The College of William and Mary.

Haley Carol J. 1997. Comparisons of Secondary Production, Life History, and

Mouthpart Functional Morphology Between Two Populations of the

Amphipod Gammarus minus. [dissertation]. Faculty of the Virginia

Polytechnic Institute.

Hopkinson Charles S, Buffam Ishi, Hobbie John, Vallino Joseph, Perdue Michael,

Eversmeyer Bruce, Prahl Fredrick, Covert Joseph, Hodson Robert, Moran

Mary Ann, Smith Erik, Baross John, Crump Byron, Findla Stuart &

Foreman Kenneth.1998.Terrestrial inputs of organic matter to coastal

ecosystems: An intercomparison of chemical characteristics and

bioavailability. Biogeochemistry 43: 211–234.

Hutabarat, Sahala dan Evans, Stewart M. 2008. Pengantar Oseanografi. Jakarta.

Universitas Indonesia Press.

Lee Christine N W & Bamber Roger N. 2011. A new species of Nebalia

(Crustacea: Phyllocarida: Leptostraca) from the Cape d’Aguilar Marine

Reserve, Hong Kong. Zootaxa. 3091: 51-59.

Moreira Juan, Sezgin Murat, Katagan Tuncer, Gonulal Onur, Topaloglu. 2012.

First record of a bathyal leptostracan, Nebalia abyssicola Fage, 1929

(Crustacea: Malacostraca: Phyllocarida), in the Aegean Sea, eastern

Mediterranean. Turk J Zool. 36 (3): 351-360

Munari Cristina & Mistri Michele. 2007. Structure and secondary production of

the macrobenthic community in an aquatic transition environment of the

Gulf of Olbia, Mediterranean Sea. Indian Journal of Marine Sciences. 36

(3): 216-226.

Munawir. 2006. Interpretasi sebaran nilai target strength (TS) dan densitas ikan

demersal dengan metode hidroakuatik di Teluk Palabuhan Ratu [skripsi].

Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Raburu Phil, Mavuti Kenneth M, Harper David M & L Clark Frank. 2002.

Population structure and secondary productivity of Limnodrillus

Page 23: Produktivitas Sekunder Hewan Bentik Ekosistem Pantai  · PDF fileberubah terutama karena perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat (Satria 2007)

hoffmeisteri (Claparede) and Branchiura sowerbyi Beddard in the profundal

zone of Lake Naivasha, Kenya. Hydrobiologia. 488: 153-161.

Rainer SF & Unsworth P. 1991. Ecology and production of Nebalia sp.

(Crustacea : Leptostraca) in a shallow-water seagrass community.

Australian Journal of Marine and Freshwater Research. 42(1) 53 – 68.

Rose Lori Valentine, Rypel Andrew L, Layman Craig A. 2011. Community

secondary production as a measure of ecosystem function: a case study with

aquatic ecosystem fragmentation. Bulletin of Marine Science. 87 (4): 913-

937.

Satria K D. 2007. Kajian oksigen terlarut selama 24 jam pada lokasi karamba

jaring apung di Waduk Saguling, Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor:

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Tambiolo Maria L & Downing John A. 1994. An empirical model for the

prediction of secondary production in marine benthic invertebrate

populations. Mar.Ecol.Prog.Ser. 114: 165-174.

Todd Haney. 2004. Classification. Natural History Museum of Los Angeles

County. Retrieved on 2007-08-08.

Vetter Eric W. 1996. Nebalia Daytoni N. Sp. a Leptostracan From Southern

California (Phyllocarida). Crustaceana. 69 (3): 379-386 (8).

Vetter Eric W. 1996. Secondary production of a Southern California Nebalia

(Crustacea: Leptostraca). Mar Ecol Prog Ser. 137: 95-101.