Laporan Problem Solving Cycle PENATALAKSANAAN INFEKSI SALURAN NAFAS AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS MASARAN DUA KABUPATEN SRAGEN Disusun oleh: Kelompok 489 B Dian Fikri Rachmawan G99141053 Syifa Nurul Asma’ G99141055 Surya Dewi Primawati G99141058 Biltinova Arum Miranti G99141059 Gresmita Rindi Winarti G99141060 KEPANITERAAN SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 1
Tugas PSC ISPA di Puskesmas Masaran 2 Sragen sebagai tugas Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan Problem Solving Cycle
PENATALAKSANAAN INFEKSI SALURAN NAFAS AKUT
(ISPA) DI PUSKESMAS MASARAN DUA
KABUPATEN SRAGEN
Disusun oleh:
Kelompok 489 B
Dian Fikri Rachmawan G99141053
Syifa Nurul Asma’ G99141055
Surya Dewi Primawati G99141058
Biltinova Arum Miranti G99141059
Gresmita Rindi Winarti G99141060
KEPANITERAAN SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
1
LEMBAR PENGESAHAN
TATALAKSANA INFEKSI SALURAN NAFAS AKUT (ISPA)
DI PUSKESMAS MASARAN DUA
KABUPATEN SRAGEN
Disusun Oleh :Kelompok 489 B
Dian Fikri Rachmawan G99141053
Syifa Nurul Asma’ G99141055
Surya Dewi Primawati G99141058
Biltinova Arum Miranti G99141059
Gresmita Rindi Winarti G99141060
Telah diperiksa, disetujui, dan disahkan pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 2 Januari 2015
Mengetahui,
Pembimbing Problem Solving Cycle
Dr. H. Endang Sutisna Sulaeman, dr., M.Kes
NIP. 19560320 198312 1 002
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Sukoharjo.
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNS / RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Ari Natalia Probandari, dr., MPH., PhD selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
2. Dr. H. Endang Sutisna Sulaeman, dr., M.Kes selaku Pembimbing PSC.
3. Seluruh staf yang bertugas di Puskesmas Masaran 2 yang telah membantu
kami mencari data yang kami perlukan.
Penulis menyadari dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan
kekeliruan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat kami harapkan demi perbaikan penulisan laporan ini. Semoga apa yang
telah penulis susun dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat menjadi bahan
informasi yang berguna.
Surakarta,
Penyusun
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Lembar Pengesahan.......................................................................................... ii
Kata Pengantar.................................................................................................. iii
Daftar Isi ....................................................................................................... iv
Daftar Tabel...................................................................................................... v
Daftar Gambar.................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................... 3
C. Manfaat................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan pustaka................................................................................... 5
BAB III PENETAPAN PRIORITAS MASALAH
A. Pengumpulan dan Pengolahan Data...................................................... 13
B. Pemilihan Prioritas Masalah................................................................. 14
C. Analisis SWOT..................................................................................... 15
BAB IV PENETAPAN PRIORITAS JALAN KELUAR
A. Alternatif Jalan Keluar.......................................................................... 22
B. Pemilihan Prioritas Jalan Keluar........................................................... 24
BAB V PLAN OF ACTION............................................................................. 28
BAB VI PROBLEM SOLVING CYCLE........................................................ 30
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan............................................................................................... 31
B. Saran..................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 32
LAMPIRAN
4
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar 10 besar kunjungan penyakit di Puskesmas Masaran 2 dari bulan
Juni hingga November 2014
Tabel 2. Skoring Pan American Health Organization (PAHO) prioritas jumlah
kunjungan penyakit di Puskesmas Masaran 2 dari Juni hingga
November 2014
Tabel 3. Analisis SWOT masalah ISPA di Puskesmas Masaran 2
Tabel 4. Penyebab dan alternatif pemecahan masalah
Tabel 5. Pemilihan Prioritas Jalan Keluar dengan Teknik CARL
Tabel 6. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (Plan Of Action) Tatalaksana ISPA di
Puskesmas Masaran 2
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Siklus Manajemen Masalah Kesehatan
Gambar 2. Siklus Pemecahan Masalah
Gambar 3. Problem Solving Cycle (PSC) Tatalaksana ISPA di Puskesmas
Masaran 2 Kabupaten Sragen
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular dalam Riskesdas 2013 berdasarkan media atau
cara penularan yaitu: 1) melalui udara (Infeksi Saluran Pernafasan Akut/
ISPA, pneumonia, dan TB paru); (2) melalui makanan, air dan lainnya
(hepatitis, diare); (3) melalui vektor (malaria). Sedangkan penyakit tidak
menular merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke
orang. Penyakit tersebut meliputi: (1) asma; (2) penyakit paru obstruksi
Penggerakan dan Pelaksanaan (P2); (8) Monitoring, Controlling dan Evaluating
(Pengawasan, Pengendalian, Penilaian/P3).
Gambar 1. Siklus Manajemen Masalah Kesehatan (Sumber: Sulaeman, 2014)
Siklus pemecahan masalah terdiri dari (1) penetapan masalah kesehatan
masyarakat, (2) memilih masalah kesehatan masyarakat prioritas, (3) memilih
alternatif intervensi, (4) pembuatan rencana kerja (plan of action), (5)
implementasi intervensi (pelaksanaan POA), (6) monitoring dan evaluasi.
Gambar 2. Siklus Pemecahan Masalah (Sumber: Sulaeman, 2014)
Menetapkan prioritas masalah dipandang amat penting, paling tidak ada
dua alasan, yaitu (1) karena keterbatasan sumber daya yang tersedia, sehingga
12
tidak mungkin menyelesaikan semua masalah, (2) adanya hubungan antara satu
masalah dengan masalah lainnya. Penentuan prioritas masalah kesehatan
bertujuan untuk menentukan masalah atau gangguan kesehatan apa yang perlu
mendapat perhatian yang lebih besar daripada masalah kesehatan atau gangguan
kesehatan lainnya. Sedangkan menentukan prioritas program kesehatan adalah
menentukan intervesi kesehatan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mengurangi
atau menghilangkan masalah prioritas tersebut.
Menurut Sulaeman (2014) ada beberapa cara untuk menentukan prioritas
masalah kesehatan, antara lain teknik skoring, teknik non skoring, dan
mempertimbangkan trend/ kebijakan. Teknik skoring yaitu memberikan nilai
(skore) terhadap masalah kesehatan masyarakat dengan menggunakan ukuran
(parameter) seperti :
1. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah
2. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate of increase)
3. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree of
unmeet need)
4. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social
benefit)
5. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical feasibility)
6. Sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mengatasi
masalah (resources availability)
Contoh teknik skoring adalah PAHO. Teknik ini dikembangkan oleh
PAHO (Pan American Health Organization). Prioritas masalah kesehatan
ditentukan indikator – indikator sebagai berikut :
1. Magnitude (M)
Menunjukkan berapa penduduk yang terkena masalah tersebut. Ini bisa
ditunjukkan oleh prevalens penyakit tersebut di masyarakat. Dalam hal ini
misalnya, magnitude ISPA pada Puskesmas Masaran 2 lebih besar daripada
Diare, sehingga dari segi magnitude, ISPA lebih penting daripada Diare.
13
2. Severity (S)
Menunjukkan tingkat keparahan dampak yang diakibatkan oleh masalah
kesehatan tersebut. Ini bisa ditunjukkan misalnya oleh CFR (case fatality
rate) penyakit yang bersangkutan atau oleh besarnya biaya yang diperlukan
untuk menanggulangi atau mengobatinya. Dalam hal ini, severity DM jauh
lebih besar daripada ISPA.
3. Vulnerability (V)
Menunjukkan apakah kita memiliki cara atau teknologi yang murah dan
efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya, hipertensi lebih
vulnerable dibandingkan ISPA, karena hipertensi dapat dicegah dengan pola
hidup sehat seperti olahraga yang teratur, dan diet yang berimbang.
4. Community concern (C)
Menunjukkan tingkat kehebohan yang ditimbulkan oleh masalah tersebut di
tengah masyarakat. Penyakit ISPA tentu lebih menghebohkan daripada tulang
belulang.
Ada beberapa kelemahan menggunakan cara ini, yaitu : (1) menentukan
siapa yang disebut sebagai ahli atau pakar, (2) orang akan bias terhadap masalah
yang dikuasainya, artinya pakar ISPA cenderung memberi skore yang tinggi
untuk masalah tersebut, (3) tanpa mengetahui data, akhirnya pakar tersebut juga
akan memberikan skore atas pertimbangan subyektif.
Teknik selanjutnya adalah dengan teknik non skoring. Dengan
menggunakan teknik ini masalah dinilai melalui diskusi kelompok, oleh sebab itu
disebut “Nominal Group Technique” (NGT). Ada dua macam NGT, yaitu Delphi
Technique dan Delbeq Technique.
Delphi technique yaitu masalah – masalah didiskusikan oleh sekelompok
orang yang mempunyai keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan
menghasilkan otoritas masalah yang disepakati bersama. Adapun caranya adalah
pertama mengidentifikasi masalah yang hendak/perlu diselesaikan, selanjutnya
membuat kuesioner dan menetapkan para ahli, kuesioner dikirim kepada para ahli,
14
kemudian menerima kembali jawaban kuesioner yang berisikan ide dan alternatif
solusi penyelesaian masalah, pembentukan tim khusus untuk merangkum seluruh
respon yang muncul, kemudian menetapkan skala prioritas alternatif solusi yang
dianggap terbaik.
Delbeq Technique diperkenalkan oleh Andre Delbeque. Adapun caranya
adalah sebagai berikut : peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok ahli yang
berjumlah 6 – 8 orang. Kemudian dituliskan masalah yang akan ditentukan
prioritasnya dalam white board. Masing – masing orang menuliskan peringkat
prioritas masalah. Nilai peringkat untuk setiap masalah dijumlahkan, jumlah
paling kecil berarti mendapat peringkat tinggi.
Salah satu metode penentuan prioritas masalah program kesehatan yakni
dengan menggunakan metode Harlon. Metode ini memperhitungkan empat aspek
yaitu : besar masalah, berat/tingkat kegawatan, kemudahan penanggulangan, dan
pearl factor. Metode ini mudah dan hasilnya relevan. Pearl faktor terdiri dari
beberapa faktor yang saling menentukan dapat atau tidaknya suatu program
dilaksanakan. Faktor – faktor tersebut meliputi :
1. P: Propriate (kesesuaian dengan program nasional/ program daerah/
kesepakatan dunia)
2. E : Economic (secara ekonomi kegiatan tersebut, murah untuk dilaksanakan)
3. A : Acceptability (dapat diterima oleh masyarakat, pemerintah daerah)
4. R : Resources ( tersedianya sumber daya untuk menunjang kegiatan tersebut)
5. L : Legality ( dasar/ landasan secara hukum/ etika kedokteran/ kesehatan)
Selain metode Harlon, cara lain untuk penentuan prioritas masalah
program kesehatan yakni dengan teknik kriteria matriks, mempertimbangkan
trend/ kecenderungan kebijakan, MDG’s periode 2004-2015, paradigma
pembangunan berpusat pada penduduk (people centered development), komitmen
global, dan komitmen nasional.
15
Untuk menentukan prioritas masalah suatu penyakit di masyarakat,
diperlukan data yang lengkap mengenai jumlah populasi, jumlah kasus baru dan
kasus lama akibat suatu penyakit di masyarakat, jumlah kematian akibat suatu
penyakit, fasilitas yang tersedia di pelayanan kesehatan, pendapat masyarakat
mengenai suatu penyakit, dan proses pengobatan suatu penyakit.
Apabila penyebab timbulnya masalah telah diuraikan dengan baik dan
telah dipilih penyebab masalah dominan, maka pengambil keputusan akan
menetapkan alternatif – alternatif pemecahan masalah. Untuk mengambil
keputusan yang baik dibutuhkan urutan tindakan sebagai berikut :
1. Pernyataan keputusan
Langkah pertama dalam pemecahan masalah adalah penjelasan maksud/
tujuan dari keputusan tersebut. Keputusan dari suatu sistem pemecahan
masalah adalah menentukan tujuan yang ingin dicapai oleh pengambil
keputusan, agar masalah yang dihadapi dapat dipecahkan.
2. Alternatif pemecahan masalah
Tindakan berbagai alternatif pemecahan masalah atau langkah –
langkah yang dapat diambil dalam pemecahan masalah dengan
mengemukakan keuntungan dan kerugiannya setiap alternatif tersebut. Dalam
merumuskan pemecahan masalah dipergunakan metode Pohon Alternatif,
karena metodenya mudah namun hasilnya relevan.
a. Pohon alternatif adalah teknik untuk mengidentiikasi alternatif
pemecahan masalah atau arah tindakan yang dapat dipakai untuk
mewujudkan sasaran kegiatan tertentu dan meragakan informasi ini
dalam format yang sederhana
b. Setiap pohon alternatif untuk setiap jenis kegiatan yang akan
diselesaikan/ dipcahkan masalahnya
c. Berdasarkan hasil pnetapan prioritas masalah kesehatan, tetapkan
kegiatan yang akan menjadi prioritas diselesaikan/ dipecahkan
masalahnya.
16
d. Tuliskan kembali yang tercantum pada pohon masalah atau diagram
tulang ikan ( mulai dari akibat sampai dengan masalah spesifik yang akan
diselesaikan masalahnya ) dengan pernyataan kalimat yang positif
( terbalik pernyataannya).
e. Untuk masalah pokok dan masalah spesifik yang dituliskan hanya akan
diselesaikan masalahnya saja (jadi harus terkait antara masalah pokok
dengan masalah spesifik )
f. Melalui teknik curah pendapat, tim kecil dengan memperhatikan/
mempertimbangkan pada matriks Ragpie, format SWOT, sumber data
lain yang terkait, pengamatan dan pengalaman serta arahan kebijakan
pembangunan nasional dan daerah, serta kesepakatan global, tetapkan
tiga prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka
memecahkan masalah tersebut.
g. Hasil kegiatan ini akan menjadi masukan bagi penyusunan rencana
kegiatan yang akan datang.
Untuk menetapkan prioritas pemecahan masalah kesehatan digunakan
teknik analisis pilihan prioritas pemecahan masalah yaitu untuk memilih satu dari
beberapa penyebab masalah atau memilih satu dari beberapa alternatif pemecahan
masalah. Teknik analisis pilihan prioritas pemecahan masalah yang lazim
digunakan antara lain teknik USG dan CARL.
Setelah dipilih prioritas penyakit yang paling utama dan dipilih solusi
alternatif yang paling sesuai, tahap selanjutnya adalah membuat plan of action.
Rencana tindakan dapat dibuat dengan menggunakan analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity, dan Threat). Strength dan weakness merupakan faktor-
faktor yang berasal dari intra organisasi. Sedangkan opportunity dan threat
berasal dari luar organisasi.
Untuk selanjutnya dilakukan implementasi dari rencana yang telah dibuat
berdasarkan analisis masalah tersebut. Implementasi ini merupakan sebuah proses
kegiatan yang dilakukan di masyarakat untuk menangani prioritas masalah
17
penyakit kemudian dilakukan solusi terhadap masalah tersebut berdasarkan
analisis masalah yang telah ditentukan sebelumnya.
Setelah dilakukan kegiatan untuk menangani masalah penyakit yang ada,
kemudian dilakukan evaluasi dan monitoring yang berguna untuk menilai
kegiatan yang telah dilaksanakan sebelumnya apakah berjalan sesuai dengan
rencana dan untuk menilai apakah kegiatan yang berlangsung dapat memenuhi
tujuan dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Selain itu monitoring berperan penting
di dalam keberlangsungan program dan kegiatan yang sudah berjalan agar tetap
terus terlaksana sampai mencapai tujuan yang diinginkan.
18
BAB III
PENETAPAN PRIORITAS MASALAH
A. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Berdasarkan data yang dimiliki Puskesmas Masaran 2, Sragen, berikut
ini adalah daftar 10 besar penyakit di Puskesmas Masaran 2 berdasarkan
jumlah kunjungan baik pasien baru maupun pasien lama dari bulan Juni
hingga November 2014 :
Tabel 1. Daftar 10 besar kunjungan penyakit di Puskesmas Masaran 2 dari
bulan Juni hingga November 2014
No. Daftar PenyakitJumlah
Kasus
Presentase
Penyakit
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 2107 37,29%
2. Penyakit Tulang Belulang 937 16,58%
3. Diare 607 10,74%
4. Tukak Lambung 579 10,25%
5. Hipertensi 427 7,55%
6. Penyakt Kulit Alergi 291 5,15%
7. Penyakit Kulit Infeksi 263 4,65%
8. Konjungtivitis 159 2,81%
9. Diabetes Melitus 125 2,21%
10. Luka 63 1,11%
Lain-lain 93 1,65%
Jumlah 5651 100%19
( Sumber: Puskesmas Masaran 2, 2014)
Berdasarkan data di atas, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
menempati urutan teratas dari 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Masaran 2
dari Juni hingga November 2014. Kemudian disusul dengan penyakit tulang
belulang.
B. Pemilihan Prioritas Masalah
Untuk mengetahui prioritas masalah kesehatan digunakan teknik skoring
Pan American Health Organization (PAHO) sebagai berikut:
Tabel 2. Skoring Pan American Health Organization (PAHO) prioritas jumlah
kunjungan penyakit di Puskesmas Masaran 2 dari Juni hingga November 2014
( Sumber: Analisis mahasiswa, 2014)
Hasil skoring Pan American Health Organization (PAHO) prioritas
jumlah kunjungan penyakit di Puskesmas Masaran 2 dari Juni hingga
November 2014 menunjukkan ISPA menempati peringkat pertama dengan
total skor 900. Hal ini menunjukkan bahwa ISPA menjadi masalah yang
pertama kali harus diselesaikan.
ISPA mendapat poin 9 untuk magnitude karena ISPA menempati
prevslens tertinggi selama bulan Juni-November tahun 2014. Kemudian
mendapatkan poin 4 untuk severity karena case fatality rate (CFR) yang
diakibatkan oleh ISPA tidak terlalu tinggi dan biaya yang diperlukan untuk
menanggulangi ISPA tidak terlalu besar.
Pada criteria vulnerability, ISPA mendapat poin 5 karena cenderung
mudah diatasi namun memiliki cara yang cukup murah dan efektif untuk
mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan perspektif masyarakat atau
community concern, ISPA mendapat poin 5 yang menunjukkan kehebohan
yang ditimbulkan oleh masalah tersebut di tengah masyarakat tidak terlalu
besar.
20
C. Analisis SWOT
Untuk mengetahui berbagai faktor yang mendukung serta
menghambat dari permasalahan cakupan penemuan ISPA, dilakukan kajian
secara seksama dengan analisis SWOT terhadap program P2 ISPA dengan
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kekuatan
Kekuatan (Strength) adalah berbagai kelebihan yang bersifat khas
yang dimiliki oleh suatu puskesmas, yang apabila dimanfaatkan akan
berperan besar dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh puskesmas untuk mencapai tujuan yang dimiliki oleh
puskesmas.
Puskesmas Masaran 2 memiliki tenaga kesehatan dengan tingkat
pendidikan yang baik seperti bidan, perawat, analis, dll. Selain itu juga
terdapat program promosi kesehatan (Promkes) yang ada di Puskesmas
Masaran 2 yang didukung oleh adanya pihak swasta (dokter praktek,
bidan, perawat) dapat menjadi kekuatan puskesmas dalam tatalaksana
ISPA melalui program MTBS (Manajemen tatalaksana balita sakit),
program penyuluhan posyandu balita dan lansia yang ada di setiap desa
dibawah binaan bidan desa, serta dapat melalui pertemuan para kader
posyandu dan penyuluhan mengenai PHBS.
2. Kelemahan
Kelemahan (Weakness) adalah berbagai kelemahan yang bersifat
khas, yang dimiliki oleh suatu puskesmas, yang apabila diatasi akan
berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang
akan dilaksanakan oleh puskesmas tetapi juga dalam mencapai tujuan yang
dimiliki oleh puskesmas.
Kurangnya sumber daya manusia baik dokter, bidan, perawat, serta
kader posyandu mengakibatkan kurang optimalnya program promosi
kesehatan di Pusksmas Masaran 2, serta masih rendahnya partisipasi
masyarakat membuat gerakan PHBS yang dapat menjadi tindakan
21
preventif terhadap penyebaran virus masih kurang digalakkan. Motivasi
tenaga kesehatan masih kurang untuk memberikan informasi dan
pelayanan gizi kepada ibu balita. Metode penyampaian informasi
mengenai gizi dan penyakit ISPA masih kurang menarik. Kurang
optimalnya tatalaksana ISPA sesuai langkah MTBS oleh tenaga kesehatan.
3. Kesempatan
Kesempatan (Opportunity) adalah peluang yang bersifat positif
yang dihadapi oleh suatu puskesmas yang apabila dapat dimanfaatkan
akan besar peranannya dalam mencapai tujuan puskesmas.
Puskesmas Masaran 2 memiliki penduduk dengan rata-rata
pendidikan terakhir SMA. Hal ini dapat dijadikan kesempatan memberikan
pendidikan mengenai ISPA agar membantu menjadi kader untuk
pengendalian ISPA pada masyarakat lain. Puskesmas dapat menjaring
pihak swasta untuk bekerja sama melakukan tatalaksana ISPA. Bidan yang
menolong persalinan dapat memberikan edukasi kepada ibu yang baru
melahirkan tentang pentingnya ASI eksklusif bagi imunitas anak. Adanya
kesempatan di setiap posyandu balita untuk memberikan penyuluhan
tentang pentingnya pemantauan status gizi dan PHBS dalam kaitannya
dengan keajadian ISPA pada balita. Lingkungan sekolah juga dapat
dijadikan mitra dalam deteksi dini balita dengan ISPA dan pencegahan
penularan ISPA diantara siswa. Posyandu lansia dapat digerakan sebagai
deteksi dini dan penyuluhan tentang ISPA terhadap lansia. Posyandu di
Wilayah kerja Puskesmas Masaran 2 tersebar merata, sarana untuk
melakukan program balita sehat.
4. Ancaman
Ancaman (Threat) adalah kendala yang bersifat negatif yang
dihadapi oleh suatu puskesmas yang apabila berhasil diatasi akan besar
peranannya dalam mencapai tujuan puskesmas.
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Masaran 2 yang
sangat padat. Pengetahuan masyarakat tentang ASI eksklusif masih
kurang. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya tindakan preventif
22
masih rendah sehingga gerakan PHBS masih banyak diabaikan.
Masyarakat dewasa cenderung meremehkan ISPA yang dideritanya.
Interaksi sosial antar siswa di sekolah juga bisa menyebabkan penularan
ISPA kebalita dan orang tua di sekitarnya. Pengetahuan masyarakat
tentang tatalaksana ISPA juga masih minim.
23
Tabel 3. Analisis SWOT masalah ISPA di Puskesmas Masaran 2
Kekuatan (S)1. Puskesmas memiliki tenaga kesehatan
dengan tingkat pendidikan yang baik. 2. Program Promkes yang didukung oleh
adanya pihak swasta (dokter praktek, bidan, perawat) melalui program MTBS ISPA, program penyuluhan posyandu balita dan lansia yang ada di setiap desa dibawah binaan bidan desa, serta dapat melalui pertemuan para kader posyandu dan penyuluhan mengenai PHBS.
Kelemahan (W)1. Ketenagaan Puskesmas belum sesuai standar ketenagaan
Puskesmas (kurangnya sumber daya manusia baik dokter, bidan, perawat, dan kader posyandu).
2. Kurang optimalnya program promosi kesehatan di Pusksmas Masaran 2
3. Motivasi tenaga kesehatan masih kurang untuk memberikan informasi dan pelayanan gizi kepada ibu balita.
4. Metode penyampaian informasi mengenai gizi dan penyakit ISPA masih kurang menarik.
5. Kurang optimalnya tatalaksana ISPA sesuai langkah MTBS oleh tenaga kesehatan.
Peluang (O)1. Puskesmas memiliki penduduk dengan
rata-rata pendidikan terakhir SMA. 2. Puskesmas dapat menjaring pihak swasta
untuk bekerja sama melakukan tatalaksana ISPA.
3. Adanya kesempatan di setiap posyandu balita untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya pemantauan status gizi dan PHBS dalam kaitannya dengan keajadian ISPA pada balita.
4. Lingkungan sekolah juga dapat dijadikan mitra dalam deteksi dini balita dengan ISPA dan pencegahan penularan ISPA
Strategi SO1. Pemberian edukasi kepada masyarakat
melalui penyuluhan dan promosi kesehatan.2. Pemanfaatan program promosi kesehatan di
posyandu balita dan lansia oleh para kader dibawah binaan bidan desa melalui penyuluhan tentang tatalaksana ISPA dan PHBS.
3. Penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan oleh tenaga kesehatan kepada siswa sekolah.
Strategi WO1. Penambahan jumlah kader melalui pelatihan terhadap
masyarakat.2. Melakukan pendekatan secara personal melalui kader-kader
gizi agar keluarga dapat lebih memperhatikan kondisi balita dan anggota keluarga yang lain saat terserang ISPA.
3. Revitalisasi program posyandu dan lokakarya pencegahan ISPA kepada kader bidang gizi dan penyakit infeksi
24
diantara siswa. 5. Posyandu lansia dapat digerakan sebagai
deteksi dini dan penyuluhan tentang ISPA terhadap lansia.
6. Posyandu di Wilayah kerja Puskesmas Masaran 2 tersebar merata, sarana untuk melakukan program balita sehat.
Ancaman (T)1. Jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Masaran 2 yang sangat padat. 2. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya
tindakan preventif masih rendah sehingga gerakan PHBS masih banyak diabaikan.
3. Masyarakat dewasa cenderung meremehkan ISPA yang dideritanya.
4. Interaksi sosial antar siswa di sekolah juga bisa menyebabkan penularan ISPA kebalita dan orang tua di sekitarnya.
5. Pengetahuan masyarakat tentang tatalaksana ISPA juga masih minim
6. Masih rendahnya partisipasi masyarakat membuat gerakan PHBS yang dapat menjadi tindakan preventif terhadap penyebaran virus masih kurang digalakkan.
Strategi ST1. Penyebaran bidan desa dan kader tersebar
secara merata di semua posyandu dan PKD tiap desa.
2. Adanya sosialisasi dan penyuluhan mengenai penyakit ISPA, tatalaksana, dan cara mencegahnya.
3. Sosialisasi PHBS untuk mencegah ISPA
Strategi WT1. Pelatihan kader untuk menutupi kekurangan sumber daya
manusia di Puskesmas.2. Menjadikan sekolah sebagai mitra dalam deteksi dini anak
dengan ISPA dan pencegahan penularan ISPA diantara siswa.
3. Melakukan penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif bagi imunitas anak sebagai upaya preventif terhadap ISPA pada balita melalui posyandu
(Sumber: Analisis Mahasiswa, 2014)
25
BAB IV
PENETAPAN PRIORITAS JALAN KELUAR
A. ALTERNATIF JALAN KELUAR
Dari prioritas masalah tersebut perlu disusun alternatif pemecahannya
dengan terlebih dahulu menggali penyebab dari berbagai masalah tersebut.
Berikut adalah tabel kemungkinan penyebab dan alternatif masalah ISPA yang
ada di Puskesmas Masaran 2.
Tabel 4. Penyebab dan Alternatif Pemecahan Masalah
No Penyebab masalah Alternatif pemecahan
masalah
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai ISPA, mulai dari penyebab,
pencegahan, gejala, bahaya, penyebaran,
dan pengobatannya.
Memberikan
penyuluhan dan edukasi
kepada masyarakat
tentang penyebab,
gejala, bahaya,
penyebaran,
pencegahan, pengobatan
ISPA.
2. Penatalaksanaan kasus balita dengan
ISPA di Posyandu wilayah Puskesmas
Masaran 2 masih kurang optimal.
Edukasi
penatalaksanaan balita
dengan ISPA kepada
kader posyandu.
3. Keberadaan Posyandu masih kurang
dimanfaatkan dalam pencegahan serta
penanganan kasus ISPA.
Revitalisasi program
posyandu dan lokakarya
pencegahan ISPA
kepada kader bidang
gizi dan penyakit
infeksi.
4. Keterbatasan sumber daya manusia yang Mengadakan lokakarya
26
No Penyebab masalah Alternatif pemecahan
masalah
ahli MTBS mengakibatkan kurang
optimalnya program MTBS.
peningkatan tatalaksana
MTBS kepada petugas
kesehatan dan gizi di
puskesmas.
5. Interaksi sosial balita sehat dengan
balita yang menderita ISPA di PAUD
yang cukup tinggi.
Menjadikan PAUD
mitra dalam deteksi dini
balita dengan ISPA dan
pencegahan penularan
ISPA diantara siswa
PAUD .
6. Rendahnya ASI Ekslusif di wilayah
Puskesmas Masaran 2.
Melakukan pendidikan
tentang pentingnya ASI
eksklusif bagi imunitas
anak sebagai upaya
preventif terhadap ISPA
pada balita melalui
posyandu.
7. Kesadaran masyarakat tentang
pentingnya tindakan preventif masih
rendah sehingga banyak masyarakat masih
mengabaikan gerakan PHBS.
Mengadakan
penyuluhan dan lebih
menggalakkan program
PHBS terutama dalam
tatanan rumah tangga
dan sekolah.
8. Kurangnya kepedulian keluarga
terhadap gejala ISPA pada balita dan
anggota keluarga lain.
Melakukan pendekatan
secara personal melalui
kader-kader gizi agar
keluarga dapat lebih
memperhatikan kondisi
balita dan anggota
27
No Penyebab masalah Alternatif pemecahan
masalah
keluarga yang lain saat
terserang ISPA.
(Sumber: Analisis Mahasiswa, 2014)
B. PEMILIHAN PRIORITAS JALAN KELUAR
Alternatif pemecahan masalah diatas apabila dilaksanakan diharapkan
dapat menurunkan kejadian ISPA pada balita. Namun, untuk melaksanakan
pemecahan masalah tersebut secara bersamaan akan sangat sulit. Untuk itu
perlu dipilih prioritas pemecahan masalah yang paling sesuai untuk
Puskesmas Masaran 2. Pemilihan tersebut dengan menggunakan teknik
analisis pilihan prioritas pemecahan masalah yaitu untuk memilih satu dari
beberapa penyebab masalah atau memilih satu dari beberapa alternatif
pemecahan masalah. Teknik analisis pilihan yang lazim digunakan antara lain
teknih USG dan CARL. Dalam kasus ini digunakan teknik CARL.
Pemilihan prioritas ini dilakukan dengan menggunakan skala penilaian
yang didasarkan pada :
C = Capability (kemampuan) : Kekuatan yang dimiliki dari sumber
daya.
A = Accessibility (kemudahan) : Masalah/penyebab masalah mudah
diatasi (ketersediaan metode/cara/teknologi dan penunjang
pelaksanaannya seperti peraturan, petunjuk, pelaksanaan).
R = Readyness (kesiapan) : Kesiapan tenaga pelaksana
(keahlian/kemampuan) dan motivasi (kemauan).
L = Leverage (Daya ungkit/Pengaruh): Besarnya pengaruh yang satu
dengan yang lain secara langsung maupun tidak langsung dalam
proses manajemen masalah kesehatan
Pembobotan CARL : 5-4-3-2-1 (Sulaeman, 2014).
28
Tabel 5. Pemilihan Prioritas Jalan Keluar dengan Teknik CARL
No Aspek C A R L Kumulati
f
Ranking
1. Memberikan penyuluhan
dan edukasi kepada
masyarakat tentang
penyebab, gejala, bahaya,
pencegahan, pengobatan
ISPA.
5 4 3 5 17 1
2. Edukasi penatalaksanaan
balita dengan ISPA kepada
kader posyandu.
4 3 4 4 15 3
3. Revitalisasi program
posyandu dan lokakarya
pencegahan ISPA kepada
kader bidang gizi dan
penyakit infeksi.
4 2 4 4 14 4
4. Mengadakan lokakarya
peningkatan tatalaksana
MTBS kepada petugas
kesehatan dan gizi di
puskesmas.
2 3 2 4 11 7
5. Menjadikan PAUD mitra
dalam deteksi dini balita
4 3 3 4 14 5
29
No Aspek C A R L Kumulati
f
Ranking
dengan ISPA dan
pencegahan penularan ISPA
diantara siswa PAUD.
6. Melakukan edukasi tentang
pentingnya ASI eksklusif
bagi imunitas anak sebagai
upaya preventif terhadap
ISPA pada balita melalui
posyandu.
4 3 4 5 16 2
7. Mengadakan penyuluhan
dan lebih menggalakkan
program PHBS terutama
dalam tatanan rumah tangga
dan sekolah.
2 2 1 4 9 8
8. Melakukan pendekatan
secara personal melalui
kader-kader gizi agar
keluarga dapat lebih
memperhatikan kondisi
balita dan anggota keluarga
yang lain saat terserang
ISPA.
3 3 2 5 13 6
(Sumber: Analisis Mahasiswa, 2014)
Berdasarkan teknik CARL diatas maka urutan prioritas pemecahan
masalah adalah sebagai berikut:
1. Memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat tentang