This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Percobaan ini juga dilakukan untuk melihat dua perbedaan antara lantai yang
dibersihkan dengan desinfektan dengan lantai yang tidak dibersihkan.
Metode yang digunakan untuk sanitasi ruang adalah dengan RODAC.
RODAC (Replicate Oraganism Direct Agar Contact Method) merupakan . cara
menghitung jumal mikroorganisme, terutama permukaan lantai, meja peralatan
dan lain - lain. Metode ini dipilih karena cepat untuk mengetahui hasilnya , tidak
dibutuhkan waktu yang terlalu lama. Metode RODAC dilakukan dengan
menempelkan cawan petri atau suntikan yang berisi media yang telah padat dan
menekannya ke permukaan yang diuji. Selanjutya diinkubasi selama 2 hari untuk
melihat koloni yang tumbuh dan dapat dilakukan perhitungan. Menurut
Rahmawan (2011), metode ini diterapkan pada peralatan atau sesuatu yang
permukaannya rata atau datar seperti panci, piring, talenan, lantai dan yang
lainnya. Hal ini dilakukan untuk melihat efektivitas pembersihan dan desinfeksi
yang dilakukan, jika kontaminasinya tinggi akan sulit dilakukan perhitungan
(Lukman dan Soejoedono, 2009).
Kali ini digunakan PDA sebagi media. Potato Dextrose Agar (PDA)
merupakan salah satu media yang banyak digunakan untuk membiakkan kapang
dan khamir. Didapat hasil yang bervariasi dari hasil percobaan. Terjadi perbedaan
atau perubahan jumlah koloni setelah dibersihkan dengan desinfektan den
sebelum dibersihkan. Jumlah koloni pada lantai yang sudah dibersihkan berkurang
jika dibandingkan dengan lantai yang belum di bersihkan. Dari ketujuh tempat
yang dijadikan tempat pengujian, CB. Link merupakan tempat yang paling sedikit
terdapat kapang dan khamir, sedangkan laboratorium olah 3 terdapat paling
banyak dibandingkan dengan tempat yang lainnya. Sekalipun pada laboratorium
olah 3 sudah dibersihkan dengan desinfektan tapi tetap memiliki jumlah kapang
dan khamir paling banyak.
Banyaknya mikroba mungkin disebabkan oleh para manusia yang datang
membawa cemaran atau bisa saja dari udara. Perbedaan jumlah mikroba pada
setiap ruangan ini mungkin diakibatkan kegunaan dari masing – masing lab yang
berbeda. Sehingga memberikan dampak yang berbeda karena sumber kontaminasi
yang berbeda pula. Maka dari itu khususnya jika bekerja pada industri pangan,
aspek sanitasi sangat diperhatikan. Sanitasi yang buruk akan berdampak buruk
juga terhadap proses pengolahan serta hasilnya. Ruangan merupakan salah satu
bagian yang perlu diperhatikan sanitasinya. Sanitasi ruangan dapat dipelihara atau
tetap dijaga kebersihannya dengan cara membersihkannya dengan rutin.
Membersihkan akan lebih efektif jika menggunakan desinfektan.
Dari hasil percobaan terlihat bahwa lantai yang dibersihkan jumlah
mikrobanya berkurang. Misalnya pada laboratorium olah 2 sebelum dibersihkan
jumlah mikrobanya 9,9x104 CFU/m2 dan sesudah dibersihkan sebesar 1,2x104
CFU/m2. Hal ini berarti desinfektan ini efektif, memberikan hasil yang baik.
Menurut Harrigan (1998), jumlah mikroorganisme < 5 cfu/cm2 termasuk golongan
sanitasi memuaskan.
3.2.3. Sanitasi Tangan Pekerja (Kualitatif)
Pekerja yang menangani pangan dalam suatu industri pangan merupakan
sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroba patogen pada
manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Manusia
yang sehat merupakan sumber potensial mikroba-mikroba seperti Staphylococcus
aureus, baik koagulase positif maupun koagulase negatif; Salmonella, Clostridium
perfringens dan streptokoki (enterokoki) dari kotoran (tinja). Stapilokoki umum
terdapat dalam kulit, hidung, mulut dan tenggorokan, serta dapat dengan mudah
dipindahkan ke dalam makanan. Sumber kontaminasi potensial ini terdapat
selama jam kerja dari para pekerja yang menangani makanan. Setiap kali tangan
pekerja mengadakan kontak dengan bagian-bagian tubuh yang mengandung
stapilokoki, maka tangan tersebut akan terkontaminasi dan segera akan
mengkontaminasi makanan yang tersentuh. Tangan dengan luka atau memar yang
terinfeksi merupakan sumber stapilokoki virulen, demikian pula luka yang
terinfeksi pada bagian tubuh lain, karena mungkin pekerja tersebut menggaruk
atau menyentuh luka tersebut. Organisme yang berasal dari alat pencernaan dapat
melekat pada tangan pekerja yang mengunjungi kamar kecil dan tidak mencuci
tangannya dengan baik sebelum kembali bekerja.
Mikroba patogen yang berasal dari alat pencernaan yang mampu
menimbulkan penyakit melalui makanan adalah: Salmonella, Streptokoki fekal,
Clostridium perfringens, EEC (Enteropathogenic Escherichia coli) dan Shigella.
Kebiasaan tangan (hand habits) dari pekerja pengelola pangan mempunyai andil
yang besar dalam peluang melakukan perpindahan kontaminan dari manusia ke
makanan. Kebiasaan tangan ini dikaitkan dengan pergerakan-pergerakan tangan
yang tidak disadari seperti menggaruk kulit, menggosok hidung, merapikan
rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain yang serupa.
Pada praktikum kali ini dilakukan uji sanitasi pekerja pada tangan
mahasiswa. Pada uji kebersihan tangan, media yang digunakan yaitu media
EMBA dan VJA. Uji kebersihan tangan bertujuan untuk mengetahui banyaknya
koloni pada beberapa media seperti VJA dan EMBA dengan cara menggunakan
tangan kotor, tangan setelah dicuci air, tangan setelah dicuci dengan sabun , dan
tangan setelah menggunakan antiseptik. Pada media EMBA, sampel yang
digunakan yaitu menggunakan tangan kotor, tangan setelah dicuci air,tangan
setelah dicuci dengan sabun, dan tangan setelah menggunakan antiseptik. Masing-
masing dilakukan perlakuan dengan menyentuhkan tangan kotor, tangan setelah
dicuci air, tangan setelah dicuci dengan sabun, dan tangan setelah menggunakan
antiseptic pada empat dearah agar berbeda. Kemudian media-media pada cawan
tersebut diinkubasi pada suhu 30oC selama 2 hari kemudian kembali dilakukan
pengamatan. Hasil yang diperoleh pada media VJA untuk tangan sebelum dicuci
tidak ditemukan koloni pada kelompok 1,2,3,4, dan 6. Pada kelompok 5 dan 7
ditemukan koloni berwarna hitam yang menandakan adanya Staphylococcus
aureus. Pada tangan dicuci air hanya ditemukan pada kelompok 3 dan 7. Pada
tangan yang dicuci dengan sabun hanya ditmeukan pada kelompok 3, 5, dan 7,
dan pada kelompok 3 jumlah koloni yang ditemukan lebih banyak dari tangan
sebelumnya. Pada tangan yang menggunakan antiseptik koloni hanya ditemukan
pada kelompok 5 dan 7. Dari pengamatan yang dapat dilihat pada contoh
kelompok 7 bahwa jumlah koloni pada tangan sebeum dicuci lebih banyak dari
pada tangan yang dicuci air, sabun, dan antiseptic. Dan jumlah koloni yang paling
sedikit adalah pada tangan yang menggunakan antiseptic.
Sedangkan untuk pengujian dengan media Eosin Methyln Blue Agar
(EMBA) hasil yang didapatkan kelompok 1 dari perlakuan pertama hingga ke
empat didapatkan adanya peningkatan jumlah koloni, pada kelompok 2 hanya
didapatkan pada pada perlakuan tangan sebelum dicuci. Pada kelompok 3 pada
tangan sebelum dicuci terdapat 3 poin koloni, selanjutnya 2 poin , 3 poin , dan 3
poin hasil tersebut menandakan pada saat praktik adanya kesalahan atau tidak
mencuci tangan dengan benar.
Pada kelompok 4 didapatkan hasil yang berkurang di mulai dari perlakuan
pertaa hingga keempat. Hasil ini sesuai dengan teori yang ada bahwa tangan yang
dicuci dengan sabun lebih baik dari tangan yang hanya dicuci dengan air. Untuk
kelompok 5 didapatkan hasil yang rata dan terjadi peningkatan pada perlakuan
ketiga yaitu mencuci tangan dengan sabun. Ini diduga karena pada saat proses
pencucian tangan yang tidak benar atau adanya kontaminasi air. Pada kelompok 6
pada perlakuan pertama terdapat 3 poin koloni, pada perlakuan kedua terjadi
peningkatan jumlah koloni menjadi 4 point, ini diduga disebabkan karena adanya
kontaminasi dari air yang digunakan untuk mencuci, pada perlakuan ketiga hasil
didapatkan berkurang dan akhirnya pada perlakuan keempat yaitu dengan
antiseptic tidak didapati adanya koloni. Hasil kelompok 7 pada perlakuan pertama
didapati 3 point, pada perlakuan kedua didapati 2 poin, tetapi terjadi peningkatan
jumlah koloni pada perlakuan ke tiga , dan pada perlakuan keempat 3 point atau
tidak berkurang.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat pada kelompok 4 bahwa antiseptic
dapat membunuh kuman secara steril. Antiseptic yang digunakan adalah yang
berjenis Triclosan sebagai zat aktifnya. Triclosan juga banyak digunakan pada
sabun-sabun sebagai zat aktifnya. Triclosan menghambat biosintesis asam lemak
pada bakteri dengan cara menghambat kerja enzim enoyl-acyl carrier protein
reductase yang dikode oleh FabI atau homolognya, InhA pada Mycobacterium
smegmatis dan Mycobacterium tuberculosis, dengan cara menyempai substrat
naturahya. Triclosan juga mempunyai efek membranotropik, yaitu mengganggu
stabilitas struktur membran yang mengakibatkan penurunan integritas fungsional
membran sel tanpa menginduksi terjadinya lisis sel tersebut. Pada konsentrasi
bakterisidal, triclosan menyebabkan kebocoran kalium yang menandakan
terjadinya kerusakan membran (Loho 2007).
Terdapat beberapa hasil yang pada perlakuan pertama tidak didapati koloni
atau lebih sedikit, ini diduga karena mahasiwa yang sudah menyemprotkan
alchohol pada saat penuangan media atau pembuatan media.
3.2.4 Sanitasi Tangan Pekerja (Kuantitatif)
Tangan pekerja merupakan bagian tubuh yang paling sering kontak
dengan bahan pangan selama pengolahan. Perilaku yang kurang baik dari seorang
pekerja, misalnya tidak mencuci tangan sebelum bekerja, mengorek kuping, tidak
mencuci rambut, memegang hidung yang kena flu, bersin, mengeluarkan dahak
selama bekerja, toilet yang kurang bersih dan kebiasaan lainnya sangat potensial
dapat memindahkan mikroorganisme patogen yang ada pada tubuhnya ke dalam
makanan yang sedang diolah. Hal tersebut dapat berakibat terkontaminasinya
makanan tersebut.
Sanitasi dalam pengolahan pangan juga ditentukan oleh tingkat kebersihan
dan kesehatan pekerja yang melakukan pengolahan seperti tangan kotor yang
dapat menyebabkan kontaminasi pada bahan pangan yang diolahnya. Cara
pemebersihan tangan pun mempengaruhi jumlah mikroba yang dapat
menimbulkan kontaminasi dalam jumlah melebihi batas.
Mikroorganisme yang sering terdapat pada kulit ini adalah bakteri
pembentuk spora dan Staptylococeus sp. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 43
sampai 97 persen pegawai yang bekerja pada berbagai industri pengolahan pangan
merupakan pembawa Staptylococeus sp, Coliform sp. dan enterococcus sp. pada
tangannya.
Pada praktikum sanitasi pekerjaan dilakukan dua percobaan, yaitu secara
kualitatif dan kuantitatif. Pada percobaan kuantitatif dilakukan pengujian tangan
dengan 7 perlakuan, yaitu:
1. Perlakuan tangan sebelum dicuci
2. Perlakuan tangan yang dicucui dengan air saja
3. Perlakuan tangan yang dicuci sabun
4. Perlakuan tangan yang dicuci dengan sabun kemudian diberi antiseptik
5. Perlakuan tangan yang dicuci dengan air setelahnya memegang rambut
6. Perlakuan tangan yang dicuci dengan tissue basah
7. Perlakuan tangan yang dicuci denga tissue basah setelah itu pegang
rambut
Metode percobaan kuantitatif ini dilakukan dengan metode tuang dengan
tiga tingkat pengenceran. Metode tuang adalah dengan menuangkan suspensi
terlebih dahulu yang selanjutnya ditambahkan media. Uji kebersihan tangan
dilakukan pada media PCA karena yang ditujukan hanya untuk menghitung
jumlah koloni mikroorganisme yang tumbuh. Pembuatan pengenceran dilakukan
dengan metode celup tangan ke dalam plastik steril yang sudah diisi dengan
larutan fisiologis. Sebelumnya tangan dilakukan perlakuan pengujian. Ketika
media dimasukkan ke dalam cawan yang telah berisi suspensi perlu dilakuakan
homogenisasi dengan menggoyangkan cawan dengan bentuk angka 8 secara
perlahan-lahan. Hal ini perlu dilakukan agar pertumbuhan mikroba menyebar di
permukaan media.
Dari hasil pengamatan setelah inkubasi 2 hari dilihat bahwa bahwa jumlah
mikroba lebih banyak terdapat pada perlakuan tangan yang dicuci dengan air
kemudian memegang rambut. Dibilas dengan air saja tidak akan membunuh
semua bakteri dan kuman, ditambah memegang rambut yang dapat diidentifikasi
tumbuhnya kapang dari ketombe.
Pada perlakuan tangan yang belum dicuci dengan jumlah mikroba 1,4 x
102 kemudian hasil pengamatan dibandingkan dengan tangan yang dicuci dengan
air saja dengan jumlah mikroba 2,0 x 102 terlihat bahwa jumlah mikroba tangan
yang dicuci dengan air saja lebih banyak mengandung mikroba. Pada perlakuan
tangan yang belum dicuci ini, pada pengenceran 102 dan 103 adanya hasil yang
tidak dimungkinkan karena jumlah mikroba pada perlakuan duplo keduanya tidak
masuk range. Hal ini mungkin dapat disebabkan kesalahan praktikan dalam
perhitungan.
Pada perlakuan tangan yang dicuci dengan air saja dan dibandingkan
dengan tangan yang dicuci dengan sabun terlihat bahwa jumlah mikroba lebih
banyak terdapat pada perlakuan tangan yang dicuci dengan air saja. Penggunaan
air saja dalam mencuci tangan pun tidak efektif untuk membersihkan kulit karena
air terbukti tidak dapat melepaskan lemak, minyak, dan protein dimana zat-zat ini
merupakan bagian dari kotoran organik. Sedangkan penggunaan sabun sebenarnya
dapat membunuh kuman dan bakteri khususnya Staptylococeus sp. tetapi
keefektifan sabun masih belum dapat membunuh semua bakteri karena mungkin
adanya kontaminasi pada wadah sabun yang dipakai berulang-ulang atau sabun
batang yang dapat terjadi kontaminasi silang.
Pada perlakuan tangan yang dicuci dengan sabun kemudian diberi
antiseptik terlihat jumlah mikroba lebih banyak jika dibandingkan dengan
perlakuan tangan yang dicuci dengan sabun saja. Hal ini dapat dikarenakan faktor-
faktor eksternal seperti kesalahan praktikan dalam perhitungan atau adanya
kontaminasi pada saat platting. Padahal hand sanitizer sudah teruji keefektifannya
untuk sanitasi tangan karena kandungannya sebagai antibakteri dan antivirus.
Walaupun tidak membunuh seluruh jenis virus dan bakteri, hand sanitizer dengan
kandungan alkohol 60% terbukti dapat melawan virus penyebab influenza.
Seperti yang terlihat dari hasil pengamatan, pengunaan tisu basah tidak
efektif untuk membunuh bakteri yang ada pada tangan. Hal ini disebabkan
penggunaan tisu basah dapat terjadinya kontaminasi silang dari pembolak-balikan
tisu yang digunakan. Dari hasil pengamatan perlakuan tangan yang dicuci dengan
tisu basah didapatkan hasil yang tidak masuk range. Jumlah mikroba pada tiga
tingkat pengenceran menunjukkan jumlah mikroba yang < 25. Hal ini disebabkan
terbentuknya koloni yang besar pada media akibat tidak dilakukannya
homogenisasi setelah penambahan media ke dalam cawan.
3.2.5 Sanitasi Rambut Pekerja (Kualitatif)
Selain itu sanitasi pekerja juga dapat dilihat dari rambut pekerja. Pada
percobaan kali ini digunakan dua media yakni NA dan APDA. Rambut yang akan
diuji diberi dua perlakuan yaitu rambut yang dicuci dan rambut yang tidak dicuci
dua sampai tiga hari. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan yang terjadi pada
rambut. Pengujian ini dilakukan secara kualitatif. Dari hasil yang didapat jika
pada media APDA kelompok 1, 3, dan 7 tidak terdapat kapang atau khamir baik
pada rambut yang dicuci maupun yang tidak dicuci selama dua sampai tiga hari.
Sedangkan pada kelompok 5 terjadi kejanggalan rambut yang dicuci tumbuh
mikroba sedikit. Hal ini mungkin salah pada saat melakukan penandaan sehingga
data tertukar.
Pada media NA kelompok 2, 4 dan 6 baik rambut yang dicuci maupun
rambut yang tidak dicuci pada hari itu terlihat adanya pertumbuhan mikroba.
Media NA kelompok 2, rambut yang tidak dicuci selama dua sampai tiga hari
tumbuh sedikit mikroba, namun pada rambut yang dicuci hari itu pertumbuhan
mukrobanya banyak. Hal yang serupa juga terjadi pada media NA kelompok 4,
rambut yang dicuci lebih banyak mikroba dibandingkan dengan rambut yang tidak
dicuci. Hal ini mungkin dikarenakan orang yang rambutnya dicuci pada hari itu,
pergi ke suatu tempat diamana pertumbuhan mikrobanya pesat. Misalnya di pasar,
jika orang itu pergi ke pasar maka udara di sana akan membawa dan berpengaruh
pada rambut yang di uji. Pada media kelompok 6 didapat hasil yang sesuai dengan
literature yakni rambu yang tidak dicuci lebih banyak tumbuh mikroba dibanding
dengan rambut yang dicuci. Maka pekerja yang akan kontak dengan makanan atau
proses dalam industri pangan tentunya, harus memperhatikan kebersihan.
Menggunakan penutup kepala atau hairnet juga salah satu cara untuk mencegah
kontaminasi silang.
3.2.6 Faktor - Faktor
Perubahan yang terjadi di dalam lingkungan dapat mengakibatkan
perubahan sifat morfologi dan sifat fisiologi mikroba. Beberapa golongan sangat
tahan terhadap perubahan lingkungan, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi baru. Adapula golongan mikroba yang sama sekali peka terhadap
perubahan lingkungan sehingga tidak dapat menyesuaikan diri. Faktor lingkungan
sangat penting artinya di dalam usaha mengendalikan kegiatan mikroba baik
untuk kepentingan proses ataupun pengendalian. Mikroba memerlukan kondisi
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba dapat berupa faktor abiotik (fisikawi maupun kimiawi) dan
faktor biotik (meliputi kehidupan aksenik dan adanya asosiasi kehidupan). Faktor
abiotik diantaranya temperatur, pH, kebutuhan air, tekanan osmosis dan oksigen
molekuler (Suharni 2009).
Hal ini sesuai bahwa terdapat beberapa faktor abiotik yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan bakteri, antara lain: suhu, kelembapan, cahaya, pH,
Aw dan nutrisi. Apabila dfaktor-faktor abiotik tersebut memenuhi syarat, sehingga
optimum untuk pertumbuhan bakteri, maka bakteri dapat tumbuh dan berkembang
biak.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pada percobaan yang dilakukan untuk melihat sanitasi pekerja, ruang dan
udara dapat dilakukan dengan beberapa cara. Dapat dilakukan dengan pengamatan
secara kualitatif maupun kuantitatif untuk lebih akurat. Pada sanitasi ruang dapat
dilihat bahwa udara disekitar kita mengandung kontaminas dari lingkungan
sekitar yang membuat udara mengandung mikroorganisme. Tempat yang berbeda
akan merupakan kontaminasi yang berbeda pula.
Pada sanitasi ruang dilihat efektivitas desinfektan yang digunakan. Dapat
dilihat bahwa lantai yang dibersihkan dengan desinfektan memiliki kandungan
mikroba yang lebih sedikit dibanding dengan lantai yang tidak dibersihkan. Maka
kebersihan ruangan juga penting untuk diperhatikan. Begitu pula pada sanitasi
pekerja, rambut dan tangan merupakan aspek yang penting karena akan kontak
langsung dengan pengolahan. Rambut yang dibersihkan bisa menjadi kontaminasi
yang berbahaya begitu juga dengan tangan yang kotor. Cara membersihkan tangan
yang baik adalah dengan menggunakan sabun tidak hanya air saja. Bahkan tisu
basah juga tidak terlalu baik untuk membersihkan tangan pekerja.
4.2 Saran
Dalam melakukan pengolahan di laboratorium, tentunya praktikan harus
bekerja secara benar untuk menghindari terjadinya kontaminasi yang dapat
mencemari atau mengubah hasil percobaan menjadi tidak tepat sasaran atau hasil
yang diinginkan tidak sesuai dengan literatur yang ada. Penggunaan jenis media
yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba atau mikroorganisme harus
disesuaikan dengan karakteristik mikroba tersebut dan sesuai dengan apa yang
ingin dilihat.
Sebagai praktikan yang nantinya akan bekerja di industri pangan kita harus
lebih memiliki kepedulian lebih dan dalam hidup bermasyarakat kita tidak boleh
membuang sampah di sembarang tempat. Serta mematuhi peraturan yang ada,
misalnya memakai hairnet, membersihkan tangan dan melepaskan asesoris saat
bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal. 2008. Ada Mikroba di Udara. http://iqbalali.com/ [30 September 2012]
Loho, Tony dan Utami Lidya . 2007. Uji Efektivitas Antiseptik Triclosun l% terhadap Stuphylococcas uulFerls, E scherichia coli, Enterococcus fueculis, dan Pseudomon&s ueruginosu. Volume: 57. Halaman 176
Lukman DW. 2008. Definisi Higiene, Sanitasi dan Higiene Pangan. artikel. http://higiene-pangan.blogspot.com/ [30 September]
Lukman DW, RR Soejoedono. 2009. Uji Sanitasi Dengan Metode RODAC. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Ternak. Bogor. Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB
Rahmawan O. 2001. Sumber Kontaminasi dan Teknik Sanitasi. Modul Dasar Bidang Keahlian. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan. Jakarta
Suharni dkk. 2008. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya