Top Banner
89

Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

Dec 29, 2016

Download

Documents

dangnhu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia
Page 2: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

© Hak Cipta dilindungi Undang-undangISBN 978-979-1295-27-7

Centre for Strategic and International Studies, Jakarta, 2016

Didukung oleh:

Penulis:Tim CSISYose Rizal DamuriHaryo AswichayonoIra SetiatiDavid ChristianAdinova Fauri

Desain Layout & Cover:Lucynda Gunadi (99a.biz)

Percetakan:PT Kanisius, Yogyakarta

Page 3: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

3Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Page 4: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

4 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Daftar Isi

Daftar Gambar

Daftar Tabel, Box dan Singkatan

KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Persaingan Usaha yang Sehat

BAB 1 – PENDAHULUAN

BAB 2 – LATAR BELAKANG KONDISI: PRINSIP PERSAINGAN USAHA DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA2.1. Hukum Persaingan dan KPPU di Indonesia 2.2. Potret Terkini Persaingan Usaha di Indonesia 2.2.1. Persaingan Usaha dalam Sektor Industri Pengolahan 2.2.2. Persaingan Usaha di Sektor Jasa

BAB 3 – SYARAT PERLU PENGARUSUTAMAAN PPU: MEKANISME TINJAUAN REGULASI 3.1. Kebijakan, Regulasi dan Persaingan Usaha dalam Ekonomi 3.2. Sekilas Mengenai Proses Perbaikan Kualitas Regulasi 3.3. Kondisi Regulasi di Indonesia dan Persaingan Usaha 3.3.1 Kondisi Umum Regulasi di Indonesia 3.3.2. Pengaruh Regulasi Terhadap Persaingan Usaha di Indonesia: Contoh-contoh Kasus 3.4. Inisiatif Dalam Perbaikan Kualitas Regulasi di Indonesia

Daftar Isi

4

7

8

9

13

16

19212124

27

2831333336

42

Page 5: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

5Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

BAB 4 – GAMBARAN UMUM PETA JALAN 4.1. Tujuan dari Peta Jalan 4.2. Sistematika Pemikiran Peta Jalan 4.3. Tahapan-Tahapan dalam Peta Jalan 4.4. Sekilas tentang Prinsip Persaingan Usaha (PPU)4.5. Tantangan Kunci4.6. Aspek Penting dalam Peta Jalan 4.6.1. Aspek Kelembagaan 4.6.2. Aspek Konsultasi & Koordinasi 4.6.3. Aspek Hukum & Perundangan

BAB 5 – ASPEK KELEMBAGAAN5.1. Forum Diskusi Persaingan Usaha 5.2. Pembentukan/Penunjukkan Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR) 5.3. Daftar Periksa Persaingan Usaha dalam Proses Peninjauan Regulasi 5.4. Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan Integrasi PPU dalam Penyusunan atau Peninjauan Regulasi 5.5. Pembentukan Basis Data Regulasi Ekonomi dan Kaitannya dengan Persaingan Usaha 5.6. Pembangunan Kapasitas dan Sosialisasi Proses Peninjauan Regulasi kepada K/L/P 5.7. Penentuan Indikator Kinerja5.8. Monitoring dan Evaluasi

BAB 6 – ASPEK KONSULTASI & KOORDINASI 6.1. Daftar Pemangku Kepentingan untuk Pengarusutamaan PPU serta Posisi dan Peran Masing-Masing (Stakeholders Mapping) 6.2. Mekanisme Konsultasi dan Koordinasi Penerapan PPU dalam Peninjauan Regulasi 6.3. Mekanisme Konsultasi dan Koordinasi dengan Legislatif/DPR 6.4. Mekanisme Pelaporan Kegiatan kepada Presiden

464646495051

52525353

55555860

63

64

65

6565

6868

70

7373

Page 6: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

6 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Bab 7: ASPEK HUKUM DAN PERUNDANGAN 7.1 Revisi UU No 5 tahun 1999 7.2 Dasar Hukum Proses Peninjauan Regulasi 7.3 Dokumen Persetujuan Prinsip Persaingan Usaha 7.4 Perpres Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Bab 8: PENUTUP/KERANGKA IMPLEMENTASI

Daftar Referensi

7676777880

83

88

Page 7: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

7Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Gambar 2.1. Indeks Restriksi Perdagangan Jasa Indonesia Menurut OECD (2014)

Gambar 4.1. Sistematika Pemikiran Peta Jalan Pengarusutamaan PPU

Gambar 4.2. Rangkuman Tahapan dalam Peta Jalan Pengarusutamaan PPU

Gambar 4.3. Output Masing-Masing Tahap dalam Peta Jalan Pengarusutamaan PPU

Gambar 5.1. Alur Pemikiran Pembentukan Forum Diskusi Persaingan Usaha

Gambar 5.2.Mekanisme Hubungan Kelembagaan Kunci dalam Proses Peninjauan Regulasi

Gambar 5.3. Kerangka Waktu Aktivitas Pengarusutamaan PPU pada Aspek Kelembagaan

Gambar 6.1. Pemetaan Pemangku Kepentingan dalam Pengarusutamaan PPU

Gambar 6.2. Proses Penyusunan Regulasi Baru & Penerapan PPU di Dalamnya

Gambar 6.3. Kerangka Waktu Pengarusutamaan PPU pada Aspek Konsultasi dan Koordinasi

Gambar 7.1.Kerangka Waktu Pengarusutamaan PPU pada Aspek Hukumdan Perundangan

Daftar Gambar

26

48

49

50

56

60

67

69

71

75

82

Page 8: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

8 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Tabel 2.1. Gambaran Pangsa Pasar Industri Manufaktur Indonesia, 1997-2012

Tabel 2.2. Perbandingan Unadjusted & Adjusted CR4, 1985-2012

Tabel 3.1. Regulasi Perundangan di Indonesia 16

Tabel 3.2. Indikator Kualitas Regulasi Indonesia

Box 4.1. Sejumlah Prinsip Persaingan Usaha (PPU) Menurut PECC

Box 5.1. Contoh Forum Diskusi Sejenis di Sektor Lain Box 5.2. Instrumen Daftar Periksa Persaingan Usaha dari KPPU

K/L Kementerian/LembagaK/L/P Kementerian/Lembaga/Pemerintah DaerahKPPU Komisi Pengawas Persaingan UsahaLPR Lembaga Peninjauan RegulasiPPU Prinsip Persaingan Usaha

Daftar Tabel, Box dan Singkatan

22

23

34

36

51

57

62

Page 9: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

9Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Kata Pengantar

EREKONOMIAN NASIONAL MENGHADAPI situasi ekternal yang sulit. Perekonomian global mengalami proses pemulihan yang lamban ditandai oleh penurunan permintaan terhadap komoditas Sumber Daya Alam (SDA). Harga komoditas

pertambangan, perkebunan, perikanan dan pertanian menurun drastis. Era commodity booming sudah berakhir. Pertumbuhan ekonomi nasional

yang dalam 10 tahun terakhir ditopang oleh ekspor komoditas SDA mengalami pelambatan. Perekonomian nasional membutuhkan sumber pendorong pertumbuhan ekonomi yang baru sehingga lebih berkelanjutan dalam jangka panjang.

Productivity growth sebagai new source of growth. Pengalaman beberapa negara, khususnya Korea yang mencapai status sebagai negara maju dengan pendapatan per kapita lebih besar US$ 12.750,- pada tahun 2000 karena ditopang oleh productivity growth yang tinggi. Demikian juga China yang tumbuh sekitar 10 persen dalam beberapa dekade terakhir karena ditopang oleh pertumbuhan produktifitas (total factor productivity growth).

Pengalaman internasional menunjukkan bahwa pertumbuhan produktifitas sebagai sumber pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan karena sejak awal mengadopsi kebijakan dan hukum persaingan. Pemerintah Jepang dalam beberapa dekade sebelumnya melakukan mainstreaming prinsip persaingan ke dalam proses pengambilan kebijakan publiknya.

Sementara perekonomian Indonesia baru sekitar 15 tahun mengadopsi

P

Pengarusutamaan Persaingan Usaha

yang Sehat

Page 10: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

10 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

kebijakan dan hukum persaingan melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dimana Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjadi komisi independen pertama yang didirikan paska reformasi 1997/1998.

Tantangan terbesar yang dihadapi KPPU dalam hal advokasi kebijakan, memberikan saran dan pertimbangan kepada pemeritah adalah meningkatkan pemahaman pengambil kebijakan tentang pentingnya menginternalisasi nilai-nilai dan prinsip persaingan usaha yang sehat dalam proses pengambilan kebijakan publik.

Perlu konsensus nasional bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkelanjutan dapat dicapai melalui pertumbuhan produktifitas. Dimana pertumbuhan produktifitas yang tinggi sebagai hasil dari persaingan usaha sehat melalui tiga jalur, yaitu: persaingan usaha membuat more efficient use of resources, more market entry and exit, more innovation and R&D.

Sehingga, perlu kesadaran bersama bahwa mainstreaming competition policy and law dalam keseluruhan proses pengambilan kebijakan menjadi kata kunci untuk menjawab isu-isu nasional, seperti ketimpangan antar pendapatan per kapita yang semakin lebar dengan konsentrasi kepemilikan hanya pada satu persen kelompok terkaya.

Tidak hanya itu, perlu membangun kesadaran bersama pengambil kebijakan di semua level, mulai dari pemerintah pusat hingga ke pemerintah kabupaten/kota bahwa persaingan usaha yang sehat merupakan kata kunci untuk menjawab persoalan yang terkait dengan middle income trap ( jebakan negara berpendapatan menengah).

Mainstreaming nilai-nilai dan prinsip persaingan usaha yang sehat ke dalam proses pengambilan kebijakan bukan pekerjaan mudah. Hal ini dapat diamati dalam 15 tahun pengalaman KPPU menangani perkara-perkara kartel yang semuanya bersumber dari kebijakan pemerintah yang tidak pro persaingan sehat.

Namun demikian, capaian KPPU dalam lima belas tahun sangat menggembirakan. Pertumbuhan beberapa sektor mengalami proses akselerasi, seperti sektor transportasi udara dan sektor telekomunikasi. Sejak KPPU mendorong dibukanya pasar industri penerbangan nasional telah melipatgandakan jumlah operator penerbangan dan pembeli tiket pesawat hingga mencapai sekitar 70 juta pada tahun 2015.

Page 11: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

11Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Implikasi positif dari mainstreaming nilai-nilai dan prinsip persaingan usaha sehat di industri penerbangan dapat diamati pada penigkatan efisiensi industrinya dan lahirnya pelaku usaha baru (new entrants) yang mampu bersaing dalam pasar regional ASEAN.

Ekspansi Lion Air ke Malaysia dan Thailand, serta terpilihnya Garuda sebagai maskapai terbaik di dunia menjadi bukti bahwa implementasi persaingan usaha yang sehat akan melahirkan pelaku usaha yang kompetitif dan siap bersaing secara internasional.

Tantangan KPPU ke depan dalam mainstreaming kebijakan dan hukum persaingan adalah masih banyaknya regulasi yang substansinya bertentangan dengan UU No. 5 tahun 1999. Dimana hingga tahun 2015 tidak kurang dari 159 saran dan pertimbangan telah disampaikan KPPU kepada Pemerintah dengan beragam hasil implementasinya.

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah masih banyak yang bertentangan dengan UU No. 5 tahun 1999. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai persaingan usaha yang sehat, belum sepenuhnya dipahami dan diakomodasi dalam kebijakan Pemerintah di berbagai sektor ekonomi.

Mainstreaming kebijakan dan hukum persaingan dalam setiap kebijakan ekonomi terus dilakukan melalui forum harmonisasi kebijakan dan diskusi yang intensif dengan Pemerintah. Hasilnya, persaingan usaha yang sehat telah menjadi salah satu pilar mencapai daya saing nasional yang dinyatakan secara formal di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Langkah ke depan yang dapat dilakukan KPPU adalah mendorong reformasi pasar (market reform) dengan fokus ada tiga agenda, yaitu: regulatory review untuk merubah seluruh UU, perpres, permen, pergub, perbup/perwali, dan perda agar sejalan dengan prinsip-prinsippersaingan sehat, market structre reform dengan mendorong lahirnya pelaku usaha baru di setiap sektor strategis, dan perubahan perilaku melalui revolusi mental.

Sejalan dengan itu, KPPU memandang penting sebuah kajian komprehensif tentang Peta Jalan Pengarusutamaan Prinsip Persaingan Usaha dalam Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Sektor Ekonomi di Indonesia yang dilakukan oleh Centre For Strategic and International Studies (CSIS).

Page 12: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

12 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Atas nama KPPU, saya mengucapkan selamat atas terbitnya buku hasil kajian tentang peta jalan prinsip persaingan usaha dalam Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Sektor Ekonomi di Indonesia. Semoga hasil kajian ini dapat membawa manfaat kepada seluruh stakeholder, khususnya Pemerintah yang memiliki kewenangan dalam pengaturan kebijakan persaingan.

No Competition, No Growth.

Jakarta, 10 Maret 2016Muhammad Syarkawi Rauf

Page 13: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

13Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

BAB 1: Pendahuluan

KLIM USAHA BERBASIS kompetisi yang adil diperlukan perekonomian untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, baik untuk kepentingan alokasi sumber daya maupun distribusi hasil aktifitas perekonomian. Ini menjadi salah satu aspek penting

mengingat penerapan prinsip persaingan usaha dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menciptakan harga yang lebih kompetitif di pasaran, dan meningkatkan investasi sehingga dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Kondisi perekonomian yang berbasis pro-kompetisi dapat dicapai dengan dua mekanisme; implementasi dari hukum persaingan usaha, dan pengarusutamaan prinsip persaingan usaha ke dalam setiap kebijakan dan regulasi ekonomi. Meskipun hukum persaingan usaha sudah dinilai cukup berhasil dalam satu dekade terakhir, namun penegakan hukum persaingan usaha masih terbatas atau berbasis pada perilaku persaingan tidak sehat yang terjadi. Prinsip persaingan usaha (PPU) masih belum menjadi komponen utama dalam pembuatan kebijakan dan regulasi ekonomi.

Pengarusutamaan prinsip persaingan usaha merupakan strategi untuk mengintegrasikan PPU yang adil dalam pembangunan. Pengintegrasian tersebut dimulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi seluruh regulasi, kebijakan, dan program pembangunan. Pengarusutamaan prinsip persaingan usaha ditujukan untuk mewujudkan iklim usaha yang lebih kompetitif, yaitu dunia usaha

I

Pendahuluan

BAB 1

Page 14: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

14 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

yang lebih adil terhadap para pelaku usaha, baik perusahaan negara, swasta, maupun perusahaan asing. Iklim usaha yang lebih kompetitif dapat dicapai dengan memberikan kesempatan yang sama, dari sisi regulasi maupun infrastruktur dan pelayanan publik, terhadap pelaku usaha, serta mengurangi hak ekslusif (privileged) yang bisa didapatkan oleh beberapa pemain. Selain itu pengarusutamaan prinsip persaingan usaha menjadi suatu langkah pencegahan dari regulasi-regulasi maupun kebijakan yang anti-kompetitif.

Dalam pengulasan reformasi regulasi OECD (2012) untuk Indonesia perihal kebijakan kompetisi, terdapat tiga poin utama yang dapat dilakukan untuk mendorong pengintegrasian PPU dalam kebijakan dan regulasi ekonomi. Aspek pertama adalah melakukan advokasi dan edukasi mengenai pentingnya persaingan usaha kepada seluruh stakeholder terkait, terutama terhadap pemerintah yang memiliki tanggungjawab akan pengambilan kebijakan. Kedua, peningkatan kapasitas dan pengaruh dari KPPU sebagai focal point untuk melakukan peninjauan atau pengulasan keberadaan prinsip kompetisi dalam regulasi atau kebijakan ekonomi. Ketiga, peningkatan koordinasi antar lembaga pemerintah yang berurusan dengan aspek yang berpotensi anti-kompetitif dari regulasi yang akan dibuat maupun yang sudah ada.

Untuk melakukan pengarusutamaan PPU ke dalam setiap regulasi maupun kebijakan ekonomi, diperlukan Peta Jalan atau strategi untuk dapat menjalankan tiga aspek yang diusulkan tersebut secara efektif dan terarah. Peta Jalan ini dibuat sebagai petunjuk langkah-langkah pengarusutamaan PPU dengan mempertimbangkan hal-hal yang menjadi prioritas, serta situasi saat ini untuk menjadi langkah awal strategi pengarusutamaan. Selain itu perlu juga dipertimbangkan aspek yang bersifat teknis seperti kelembagaan dan rencana aksi. Salah satu tujuan dibentuknya Peta Jalan ini adalah untuk mengelaborasi beberapa rencana aksi dalam rangka untuk menunjang iklim kompetisi di tengah kondisi saat ini beserta tantangannya.

Dokumen ini merupakan Peta Jalan pengarusutamaan prinsip persaingan usaha yang ditawarkan oleh CSIS. Peta Jalan ini merupakan hasil pemikiran dan konsultasi yang dilakukan dengan berbagai pemangku kepentingan. Ini dibentuk berdasarkan berbagai inisiatif yang sekarang ini sedang dijalankan atau dimulai dalam kerangka perbaikan regulasi. Salah satu aspek penting dalam strategi pengarusutamaan PPU dalam kebijakan

Page 15: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

15Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

BAB 1: Pendahuluan

dan regulasi ekonomi adalah memasukan PPU dan mekanisme peninjauan persaingan usaha dalam kerangka perbaikan regulasi nasional, terutama dalam proses peninjauan regulasi yang dijalankan secara sistematis.

Bagian berikutnya dalam dokumen Peta Jalan ini akan membahas mengenai pentingnya prinsip persaingan usaha dan kondisi persaingan usaha di Indonesia. Bagian ketiga akan mengulas terlebih dahulu syarat perlu adanya mekanisme dan proses peninjauan regulasi agar kebijakan kompetisi di Indonesia berjalan efektif. Bagian keempat dari paper ini akan mengulas gambaran dari peta jalan pengarusutamaan prinsip persaingan usaha yang akan ditawarkan, dari mulai tujuan di setiap tahapan beserta tantangannya dan pemangku kepentingan yang terlibat. Berikutnya akan diikuti dengan penjelasan lebih mendalam dan hal-hal penting yang perlu diberikan catatan lebih lanjut atau digarisbawahi dalam setiap aspek-aspek peta jalan, meliputi aspek kelembagaan, koordinasi, serta peraturan perundangan. Bagian akhir dari paper ini akan menutup pembahasan dengan memberikan kesimpulan serta berbagai hal yang patut diperhatikan dalam implementasi strategi pengarusutamaan PPU ke dalam setiap regulasi dan kebijakan ekonomi.

Page 16: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

16 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Latar Belakang Kondisi:Prinsip Persaingan

Usaha dan Penerapannya di Indonesia

ENERAPAN PRINSIP PERSAINGAN dalam perekonomian sangat penting karena perannya yang sentral dalam mendorong efisiensi dan produktivitas. Dalam situasi perekonomian yang menerapkan prinsip persaingan, terdapat banyak perusahaan

dalam setiap industri. Perusahaan-perusahaan ini harus berproduksi secara efisien (dengan biaya minimum) untuk bisa bertahan dan mereka yang tidak efisien harus keluar dari pasar. Perusahaan juga harus aktif melakukan inovasi produk maupun metode produksi agar bertahan menghadapi persaingan. Pada gilirannya, tingkat harga yang terbentuk di pasarpun semakin mencerminkan biaya minimum sehingga semakin dapat terjangkau oleh masyarakat dalam perekonomian. Dimensi sosial prinsip persaingan ini mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembentukan harga yang lebih rendah dan peningkatan daya beli konsumen.

Studi kepustakaan mencatat hubungan positif yang riil antara meningkatnya persaingan usaha dan pertumbuhan ekonomi, produktivitas,

P

BAB 2

Page 17: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

17Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

investasi dan kenaikan tingkat hidup rata-rata (OECD Survey by Dutz and Hayri, 2002). Sayangnya, data empiris terkait hubungan antara perkembangan persaingan usaha dengan pertumbuhan ekonomi belum banyak tersedia karena kebanyakan negara (berkembang) baru mempunyai peraturan persaingan usaha pada tahun 1990an dan mayoritas negara-negara tersebut menerapkan prinsip persaingan usaha bersama dengan berbagai perubahan kebijakan yang signifikan seperti privatisasi, deregulasi dan liberalisasi perdagangan. Karena itu, sulit untuk menyakinkan publik bahwa prinsip persaingan usaha mutlak diperlukan tanpa memisahkannya dengan efek kebijakan lain seperti disebutkan di atas. Selain itu, hadirnya lobi-lobi kelompok-kelompok yang berkepentingan memproteksi sektor-sektor ataupun perusahaan tertentu dalam sektor-sektor seperti pertanian, utilitas publik dan UKM) ikut menjadi faktor yang menyebabkan tidak populernya prinsip persaingan usaha dalam kebijakan ekonomi suatu negara.

Selain itu, kebijakan persaingan usaha yang menekankan pentingnya eksistensi persaingan antara para pelaku pasar bagi pembentukan tingkat harga yang efisien dan mendorong inovasi selalu dibentrokkan dengan peran pemerintah dalam penentuan harga. Seringkali, pemerintahan di suatu negara menganggap kebijakan persaingan usaha merestriksi peran pemerintah sehingga cenderung tidak menempatkan prinsip persaingan usaha sebagai salah satu pilar fundamental untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Sebenarnya, peran regulasi/pemerintah maupun penerapan prinsip persaingan tidak bertentangan. Keduanya bahkan memilik tujuan yang sama yakni efisiensi, produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Prinsip persaingan bukan mempermasalahkan struktur dan ukuran pasar. Peningkatan konsentrasi industri akibat merger tidak selalu berarti buruk bagi persaingan. Demikian pula, tidak semua monopoli selalu berarti tidak efisien. Dalam beberapa kasus seperti monopoli natural ataupun merger dan akuisisi, justru dibutuhkan peraturan. Contohnya pada kasus-kasus di bawah ini:

Terjadinya Kegagalan PasarKegagalan pasar biasanya didefinisikan sebagai ketidakmampuan pasar untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa kepada konsumen secara efisien. Dalam situasi seperti ini, pemerintah

Page 18: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

18 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

berperan mengeluarkan aturan untuk mengembalikan efisiensi. Contoh klasik kegagalan pasar terjadi dalam penyediaan barang publik seperti jalan raya, penerangan jalan, taman, sekolah publik dan lainnya. Kesulitan menentukan harga yang harusnya dibayar oleh pengguna barang publik terutama disebabkan karena biaya untuk menambah satu orang pengguna pada dasarnya nol. Selain itu, kegagalan pasar juga terjadi dalam kasus monopoli alamiah. Kasus monopoli alamiah muncul apabila satu perusahaan dapat memproduksi seluruh output dalam industri/pasar yang bersangkutan dengan biaya lebih murah (biasanya disebabkan adanya skala ekonomis) dibandingkan jika diproduksi oleh dua atau lebih perusahaan. Apabila persaingan usaha diperbolehkan dalam industri/pasar seperti ini, justru muncul ketidakefisienan dalam produksi. Namun apabila tidak ada persaingan usaha, perusahaan memiliki insentif mengeksploitasi posisi monopolinya dengan membatasi output dan menetapkan harga jauh lebih mahal daripada biaya yang dikeluarkannya.Kegagalan pasar juga bisa terjadi akibat adanya eksternalitas (positif ataupun negatif ) dimana sinyal harga pasar tidak mencerminkan nilai sesungguhnya dari suatu kegiatan. Contohnya adalah polusi yang menyebabkan eksternalitas negatif ataupun imunisasi yang mengakibatkan eksternalitas positif. Informasi yang asimetris juga mengakibatkan kegagalan pasar karena menyebabkan tingkat konsumsi berlebihan atau kurang dari yang seharusnya. Contoh yang paling sering terjadi dalam kasus ini adalah informasi asimetrik dalam hubungan dokter-pasien. Pasien biasanya tidak mengetahui apakah pelayanan dokter sudah memenuhi standar yang seharusnya karena ketidaktahuan pasien mengenai kondisi kesehatannya. Peraturan yang biasanya dikeluarkan untuk mengatasi asimetri informasi adalah peraturan perlindungan konsumen termasuk product labelling, standar kompetensi profesi dan lain-lain

Adanya kepentingan publik lain yang dianggap lebih penting seperti misalnya pemerataan sosial. Selain itu, ada pula beberapa tujuan lain berdasarkan kebutuhan masyarakat seperti misalnya menjaga

=>

=>

=>

=>

Page 19: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

19Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

BAB 2: Latar Belakang Kondisi

kepercayaan konsumen dalam industri perbankan (prudential goals) dan menjaga keselamatan konsumen dalam industri transportasi (udara, darat ataupun laut). Reformasi regulasi perlu difasilitasi untuk memastikan manfaat deregulasi diperoleh dalam waktu singkat, tanpa gangguan berarti terhadap konsumen. Saat deregulasi dilakukan, otoritas perlu menjaga keseimbangan antara pelaku yang baru masuk dalam industri dan pelaku inkumben yang sebelumnya memiliki kekuatan pasar besar.

Mengingat masifnya pengaruh regulasi terhadap kondisi persaingan usaha dalam perekonomian, strategi menumbuhkan budaya persaingan untuk memperoleh manfaat riil dari persaingan usaha hanya bisa dilakukan apabila prinsip-prinsip persaingan usaha menjadi bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan publik. Dimensi persaingan usaha dalam reformasi kebijakan harus menjadi pertimbangan dalam mempengaruhi efisiensi fungsi pasar. Hal ini yang disebut pengarusutamaan prinsip persaingan usaha dalam kebijakan ekonomi publik dimana prinsip persaingan usaha dibawa ke seluruh tingkatan dan proses pengambilan keputusan. Prinsip umum yang dijalankan adalah bahwa persaingan usaha harus dikedepankan/ dimaksimumkan, kecuali dalam kasus-kasus kegagalan pasar3 atau kasus-kasus dimana terdapat kepentingan umum lain yang memang memerlukan pengaturan. Patut pula diingat bahwa pengarusutamaan prinsip persaingan usaha tidak selalu berarti memberlakukan UU atau peraturan persaingan usaha. Banyak negara belum memiliki UU Persaingan Usaha tetapi kondisi persaingan usaha dalam perekonomian jauh lebih baik dibandingkan negara yang sudah memberlakukan UU tersebut.

2.1. HUKUM PERSAINGAN DAN KPPU DI INDONESIA

Indonesia telah memiliki UU no. 5 tahun 1999 yang memuat pelarangan kegiatan monopoli serta unfair business competition. Lebih lanjut dalam UU tersebut dijelaskan bagaimana dominasi pasar dan anggapan kontrol

Dalam kasus pengecualian seperti itu, peraturan yang dikeluarkan harus didesain secara efisien untuk tetap mempertahankan keseimbangan antara persaingan usaha dan peraturan tersebut.

1

1

Page 20: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

20 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

pasar yang dilakukan dua firm atau lebih yang menguasai 75% pangsa pasar dianggap contoh dari oligopoli (pasal 4), serta satu firm yang menguasai pangsa pasar 50% dianggap monopoli (pasal 17).

Berdasarkan UU No 5/1999 juga disebutkan kegiatan penetapan harga seperti, pengaturan harga oleh beberapa pemain, diskriminasi harga, serta jual rugi (predatory pricing) dilarang dilakukan karena dianggap tindakan anti kompetitif. Kegiatan lain yang dianggap bersifat anti kompetitif menurut UU ini adalah perjanjian pembagian wilayah, kartel, integrasi vertikal untuk menguasai industri hulu, serta pemboikotan untuk mencegah pemain lain masuk dalam pasar. Dalam UU No 5/1999 juga dinyatakan jenis-jenis perjanjian yang dimaksud adalah perbuatan satu pelaku usaha atau lebih untuk mengikatkan diri terhadap pelaku usaha lain melalui perjanjian yang tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini karena cukup banyak penetapan kerja sama dilakukan secara diam-diam (pengusaha tidak mau ceroboh membocorkan rahasianya) atau yang disebut tacit collusion.

UU no. 5 tahun 1999 memiliki sembilan butir pengecualian yang tertera dalam pasal 50 UU no. 5 tahun 1999. Satu pasal lagi yakni pasal 51 memuat ketentuan terkait penguasaan hajat hidup orang banyak dan cabang produksi yang penting bagi negara sehingga tidak memungkinkan dibuka untuk pasar persaingan bebas. Beberapa pengecualian yang ada dalam pasal 50 di antaranya adalah pengecualian terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual seperti lisensi, paten, merk dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, rahasia dagang serta perjanjian waralaba. Selain itu, UU no 5 tahun 1999 juga mengecualikan perjanjian keagenan, kerjasama penelitian, perjanjian internasional yang telah diratifikasi dan perjanjian ekspor yang tidak menganggu kebutuhan domestik. Satu pengecualian lagi yang dibuat adalah terkait perlindungan terhadap usaha kecil dan menengah (UKM).

KPPU merupakan institusi yang dibentuk untuk mengawal persaingan usaha. Dalam prakteknya, KPPU terlibat dalam peninjauan draft peraturan yang akan dikeluarkan di tingkat nasional maupun di tingkat daerah (termasuk peraturan pelaksanaannya). Peran KPPU adalah mengidentifikasi aspek-aspek dalam draft peraturan yang sedang diajukan yang berpotensi membatasi persaingan. Selanjutnya, KPPU memberikan pendapatnya untuk mengubah ataupun menghapus aspek tersebut sehingga dampak

Page 21: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

21Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

BAB 2: Latar Belakang Kondisi

peraturan terhadap persaingan dapat diminimalkan. Keterlibatan KPPU dalam memberikan adokasi persaingan usaha ini dapat dilakukan melalui inisiatif sendiri (Pasal 35 UU no. 5/1999 mengharuskan KPPU memberikan pendapat/advokasi yang dilakukan secara aktif oleh Biro Kebijakan Pesaingan KPPU), atau melalui permintaan Kementerian teknis langsung maupun melalui Kementerian Koordinator bidang Ekonomi. Sayangnya, keterlibatan KPPU dalam memberikan tinjauan/advokasi terkait persaingan masih bersifat ad hoc. Belum adanya mekanisme yang sistematis untuk mengintegrasikan prinsip persaingan dalam setiap proposal/draft peraturan yang diajukan oleh pemerintah, baik nasional maupun di tingkat daerah membuat keterlibatan KPPU seringkali terlambat sehingga tidak menjadi pertimbangan.

2.2. POTRET TERKINI PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

2.2.1. Persaingan Usaha dalam Sektor Industri PengolahanSecara umum, tidak terlihat adanya perubahan signifikan dalam rasio

konsentrasi industri manufaktur dalam 15 tahun terakhir. Titik balik utama dalam tren konsentrasi industri manufaktur Indonesia terjadi pada krisis finansial Asia 1997, di mana banyak industri yang tidak dapat bertahan (terutama industri kecil dan menengah). Akibatnya, industri besar, yang cenderung lebih memiliki kemampuan untuk bertahan dan melakukan konsolidasi, menjadi lebih kuat dan memimpin pangsa pasar setelah krisis. Hal tersebut adalah salah satu alasan meningkatnya tren konsentrasi industri manufaktur setelah krisis finansial Asia, yang berlanjut hingga saat ini.

Meskipun demikian, perlu diingat bahwa rasio konsentrasi CR4 bukanlah satu-satunya indikator persaingan usaha di Indonesia. Bahkan, Bird (1999) menemukan bahwa rasio konsentrasi bukan merupakan ukuran yang akurat untuk persaingan usaha di Indonesia, karena keterkaitan dengan pasar internasional serta tergantung pada persaingan dengan produk impor. Salah satu indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja industri adalah price-cost margin, yang dapat mencerminkan baik kekuatan pasar maupun efisiensi industri tersebut.

Page 22: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

22 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Tabel 2.1 Gambaran Pangsa Pasar Industri Manufaktur Indonesia, 1997-2012

Sumber: BPS, Statistik Industri

Tren meningkatnya rasio konsentrasi industri manufaktur yang diperlihatkan oleh indikator CR4 dan HHI ternyata juga dikonfirmasi melalui analisis pangsa pasar serta posisi dominan. Tabel 3 memperlihatkan jumlah industri (dalam klasifikasi ISIC 5 digit) dengan setidaknya satu perusahaan berposisi dominan (dominant firm). Sebuah industri dapat dikatakan memiliki perusahaan berposisi dominan jika memenuhi setidaknya satu dari tiga kriteria, yaitu: (1) pemain terbesar menguasai >50% pangsa pasar, (2) dua pemain terbesar menguasai >75% pangsa pasar, atau (3) tiga pemain terbesar menguasai >75% pangsa pasar.

Salah satu akibat dari krisis finansial Asia 1997 dan jatuhnya perusahaan-perusahaan kecil dan menengah adalah peningkatan drastis jumlah industri yang memiliki pemain dominan menjadi 138 industri. Dalam 106 dari 138 industri tersebut, pemain terbesar menguasai lebih dari setengah pangsa pasar. Dalam periode lima tahun setelah krisis, Indonesia sempat mengalami iklim persaingan usaha yang membaik, seiring dengan dua inisiatif besar pada periode tersebut. Kedua inisiatif tersebut adalah: (1) program restrukturisasi ekonomi Indonesia oleh IMF, yang memangkas berbagai hambatan perdagangan dan investasi (termasuk hambatan non-tarif ), serta (2) lahirnya Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun yang sama. Jumlah dominant firms sempat menurun dari 195 menjadi 154 perusahaan pada tahun 2002.

Akan tetapi, semenjak tahun 2002, industri manufaktur menjadi semakin terkonsentrasi pada pemain-pemain besar, yang ditunjukkan

Jumlah industri dengan 1 pemain menguasai >50% pangsa pasar

Jumlah industri dengan 2 pemain menguasai >75% pangsa pasar

Jumlah industri dengan 3 pemain menguasai >75% pangsa pasar

Jumlah industri dengan perusahaan berposisi dominan

Jumlah perusahaan berposisi dominan (dominant firms)

1997 2002 2007 2012

106

7

25

138

195

70

9

22

101

154

76

11

28

115

182

76

11

28

115

182

Page 23: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

23Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

BAB 2: Latar Belakang Kondisi

dengan terus meningkatnya seluruh indikator perusahaan berposisi dominan yang ditunjukkan dalam Tabel 3. Pada periode ini banyak sekali terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No 5 Tahun 1999, salah satunya dengan keberadaan kartel di berbagai sektor. Dalam 14 tahun berdirinya, KPPU tercatat telah menyelesaikan lebih dari 240 perkara, dan masih melakukan investigasi terhadap puluhan lainnya. Selain itu, meskipun secara umum telah terjadi kemajuan dalam proses liberalisasi dan keterbukaan terhadap investasi asing, masih terdapat beberapa kebijakan di sektor tertentu yang cenderung proteksionis dan kurang bersahabat pada kompetisi, yang menyebabkan tidak ada perubahan signifikan dalam struktur monopolis atau oligopolis di pasar tersebut.

Dalam hasil analisis sebelumnya, tingkat konsentrasi dihitung hanya berdasarkan nilai produksi domestik dan belum memperhitungkan adanya perdagangan internasional. Untuk studi kasus Indonesia yang tergolong negara dengan small open economy, sangat penting untuk menyesuaikan perhitungan dengan perdagangan internasional untuk mendapat hasil konsentrasi yang lebih akurat. Bird (1999) menjelaskan penyesuaian tingkat konsentrasi dengan perdagangan internasional memerlukan asumsi industri didominasi oleh pemain domestik, dan keempat pemain dominan tidak ada yang melakukan impor untuk dijual kembali, sehingga terkadang mengandung nilai eror. Nilai konsentrasi setelah penyesuaian bisa didapatkan dengan cara mengalikan CR4 dengan output domestik yang sudah disesuaikan dengan ekspor-impor.

Tabel 2.2. Perbandingan Unadjusted & Adjusted CR4, 1985-2012

Sumber: Diolah dari Statistik Industri, Bird (1999)

1985

1990

1993

1997

2002

2007

% perubahan 1985-2007

53.6

53

53.3

35.2

68.4

66.7

13.1

42.9

41.5

41.1

20.1

44.5

44.7

1.8

Tahun Unadjusted CR4 Adjusted CR4

Page 24: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

24 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Tabel 4 memperlihatkan bagaimana tingkat konsentrasi secara rata-rata mengalami penurunan yang signifikan setelah dilakukan penyesuaian terhadap perdagangan luar negeri. Hal ini mengindikasikan bagaimana perdagangan internasional masih berperan sangat penting dalam pasar domestik Indonesia sehingga tingkat konsentrasi di Indonesia lebih rendah dari pada tingkat konsentrasi domestik. Jika melihat dari trend pergerakan konsentrasi, CR4 setelah dilakukan penyesuaian jauh lebih kecil/stabil dibandingkan dengan CR4 domestik. Hasil tersebut memperlihatkan volatilitas tingkat kompetisi dalam pasar Indonesia secara relatif lebih ditentukan oleh pemain domestik, sementara penetrasi impor cenderung stabil sepanjang waktu.

2.2.2. Persaingan Usaha di Sektor JasaSektor jasa merupakan salah satu satu sektor penting dalam

perekonomian yang sering kali tidak mendapat perhatian lebih dari banyak kalangan. Memiliki kontribusi hingga 65% GDP dunia di tahun 2011, sektor jasa juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap input dari sektor lainnya untuk berproduksi lebih efisien. Dalam era globalisasi saat ini, peran dari sektor jasa seperti telekomunikasi dan transportasi semakin dibutuhkan sebagai penyambung dalam proses produksi di berbagai regional bahkan beberapa sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses produksi itu sendiri seperti listrik dan perbankan. Hingga tahun 2012 sendiri, ekspor jasa Indonesia telah mencapai USD 23 milyar dan nilai impor jasa mencapai USD 1,8 milyar, di mana jasa transportasi merupakan sektor jasa dengan ekspor terbesar, dan jasa pariwisata merupakan sektor jasa dengan impor terbesar. Peran sektor jasa di Indonesia krusial, karena sektor jasa menyumbangkan 11% dari total ekspor bruto, dan 19% dari total ekspor dalam nilai tambah (OECD, 2014).

Namun dalam sektor jasa di Indonesia, kegiatan yang mengarah pada anti-kompetitif masih sangat sering ditemukan yang tentunya akan berakibat pada lebih tingginya biaya secara relatif yang akan ditanggung untuk produksi di sektor lainnya maupun yang langsung diterima konsumen. Pertama-tama, bagian ini akan menjelaskan kondisi persaingan usaha di sektor jasa Indonesia secara umum. Sementara itu, bagian selanjutnya akan

Page 25: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

25Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

BAB 2: Latar Belakang Kondisi

memberikan beberapa contoh kasus yang berkaitan dengan iklim kompetisi dalam sektor jasa.

OECD mencatat bahwa kontribusi sektor jasa Indonesia terhadap ekspor berada di bawah rata-rata dunia. Salah satu alasan terciptanya kondisi demikian adalah kurang kondusifnya iklim regulasi sektor jasa di Indonesia. Berdasarkan indeks Pembatasan Perdagangan Jasa (Services Trade Restrictiveness Index / STRI) yang diterbitkan OECD, hingga tahun 2014 Indonesia memiliki nilai STRI yang berada di atas rata-rata dunia pada masing-masing dari sektor jasa yang diamati (terdapat 18 sektor jasa dalam observasi). Indeks ini menentukan STRI dalam skala 0-1, di mana nilai 0 berarti tanpa restriksi, dan 1 berarti restriksi penuh. Termasuk dalam sektor-sektor jasa dengan tingkat pembatasan tertinggi di Indonesia (lebih dari 0,5), antara lain adalah sektor jasa legal, telekomunikasi, transportasi udara, dan bank komersial, dan asuransi. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum iklim regulasi pada sektor jasa di Indonesia masih cukup restriktif dan kurang bersahabat bagi persaingan usaha, terutama untuk investasi dari pelaku usaha asing.

Indeks STRI OECD tersebut melakukan penelusuran lebih lanjut mengenai sumber dari restriksi tersebut (Gambar 1). Meskipun sebagian besar restriksi berasal dari persyaratan pembatasan kepemilikan asing, namun beberapa aspek regulasi lain seperti pembatasan tenaga kerja serta hambatan terhadap persaingan usaha kerap kali menjadi faktor penghambat bagi investasi di sektor jasa. Regulasi yang menghalangi kompetisi menjadi faktor restriksi utama dalam sektor telekomunikasi. Sementara itu, pada sektor jasa perbankan komersial, asuransi, dan beberapa jasa transportasi, regulasi yang anti-kompetitif (barriers to competition) menjadi faktor restriksi terbesar kedua setelah restriksi kepemilikan modal dari investor asing (restrictions on foreign entry), yang secara natur sebenarnya juga merupakan salah satu bentuk pembatasan kompetisi dengan pelaku usaha asing.

Page 26: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

26 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Gambar 2.1. Indeks Restriksi Perdagangan Jasa Indonesia Menurut OECD (2014)

Sumber: OECD, 2014.

1

0.9

0.8

0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0

Regulatory tranparency

Barrier to competition

Other discriminary measures

Restrictions to movement of people

Restrictions on foreign entry

Average

Minimum

Compute

r

Constru

ctio

n

Accountin

g

Archite

cture

Enginee

ring

Teleco

m

Distrib

ution

Broad

cast

ing

Motio

n pict

ure

Insu

rance

Air tra

nsport

Mar

itim

e tra

nsport

Road tr

ansp

ort

Rail tr

ansp

ort

Courier

Sound reco

rdin

g

Comm

ercia

l ban

king

Legal

Page 27: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 3: Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU

27Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU: Mekanisme Peninjauan

Regulasi

BAB 3

ROSES PENGARUSUTAMAAN PRINSIP persaingan usaha (PPU) membutuhkan berbagai prinsip yang mendasari persaingan usaha menjadi bagian dalam perumusan kebijakan dan regulasi. Salah satu cara yang untuk mendukung proses

tersebut adalah dengan memasukan prinsip-prinsip persaingan usaha dalam kerangka reformasi regulasi. Penerapan kebijakan persaingan usaha dan reformasi regulasi merupakan dua proses yang saling berkaitan untuk menghasilkan kebijakan dan regulasi ekonomi yang berkualitas dan mendukung kinerja perekonomian. Upaya untuk memperbaiki iklim regulasi di Indonesia merupakan suatu syarat perlu untuk dapat memastikan agar PPU menjadi bagian penting dalam setiap regulasi dan kebijakan ekonomi.

Untuk dapat menjadikan PPU sebagai bagian terintegrasi dari kebijakan dan regulasi ekonomi, prinsip-prinsip tersebut harus menjadi elemen penting dalam proses peninjauan regulasi (regulatory review). Proses peninjauan tersebut menjadi penyeimbang antara berbagai prinsip lainnya yang perlu diperhatikan pula, seperti prinsip kemanfaatan, legalitas, serta keadilan.

P

Page 28: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

28 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Peta jalan yang dibangun dalam dokumen ini didasarkan atas pembentukan mekanisme peninjuan regulasi oleh pihak pembuat regulasi (executive review) di Indonesia. Oleh karena itu penting kiranya untuk melihat lebih jauh proses peninjauan regulasi dan berbagai inisiatif yang telah ada di Indonesia di dalam Bab ini. Selain itu juga dijabarkan peran dari reformasi regulasi dan bagaimana prinsip persaingan usaha perlu menjadi bagian dari mekanisme peninjauan regulasi.

3.1. KEBIJAKAN, REGULASI DAN PERSAINGAN USAHA DALAM EKONOMI

Dalam sistem ekonomi pasar, terdapat berbagai pandangan mengenai peran dari kebijakan dan regulasi di dalam aktivitas ekonomi. Pandangan yang sering mengemuka adalah melihat kebijakan dan regulasi ekonomi sebagai cara dari pemerintah untuk memperbaiki adanya “kegagalan pasar”. Menurut pandangan ini, kebijakan dan regulasi merupakan hal yang diperlukan karena mekanisme pasar dalam perekonomian dipandang sebagai proses yang rentan terhadap berbagai penyalahgunaan sehingga dapat menyebabkan ineffisiensi dan kesenjangan (Posner 1974). Mekanisme pasar juga dianggap tidak mampu memberikan berbagai barang dan jasa yang dianggap diperlukan. Ini bisa disebabkan karena barang dan jasa tersebut tidak dapat diperjualbelikan dalam pasar, membutuhkan modal awal yang terlalu besar, atau memerlukan waktu yang panjang untuk dapat mencapai keuntungan yang menarik bagi pelaku ekonomi.

Dengan berbagai alasan tersebut pemerintah melakukan intervensi akftif di dalam aktivitas ekonomi. Regulasi sendiri dapat dianggap sebagai wahana dalam melaksanakan kebijakan ekonomi yang telah ditetapkan. Secara garis besar regulasi dalam bidang ekonomi dapat dibagi dalam dua kelompok besar.

Kelompok pertama adalah regulasi yang mengatur persyaratan pelaku usaha dapat beraktivitas dalam suatu bidang usaha, seperti persyaratan dalam pembangunan pabrik, atau persyaratan terkait lingkungan hidup, maupun regulasi yang lebih eksplisit, seperti pembatasan jumlah pelaku usaha. Kelompok kedua adalah regulasi yang mengatur perilaku dan aktivitas pelaku usaha dalam menjalankan kegiatannya. Ini termasuk berbagai regulasi yang mengatur standar produk dan jasa, ataupun mengatur perdagangan

Page 29: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 3: Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU

29Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

baik produk maupun infput yang dibutuhkan.Meskipun berbagai regulasi ekonomi sering dimaksudkan untuk

mendukung aktivitas ekonomi dan memperbaiki “kegagalan pasar”, sering sekali regulasi memberikan beban yang berlebihan pada aktivitas ekonomi, dan membuat konsumen harus membayar lebih dari seharusnya. Ini terjadi karena regulasi sering menyebabkan tambahan beban dan biaya yang berlebihan pada pelaku usaha dan mengurangi efisiensi. Regulasi juga sering menciptakan berbagai perilaku yang mendistorsi beroperasinya mekanisme pasar serta memberikan insentif yang tidak sesuai dengan karakteristik ekonomi. Selain itu regulasi juga menimbulkan ketidakpastian akibat perumusan yang kurang jelas dan dapat ditafsirkan dengan berbagai makna. Lebih penting lagi dalam konteks persaingan usaha, regulasi sering menjadi sumber dari perilaku dunia usaha yang tidak sesuai dengan prinsip persaingan yang akan menimbulkan inefisiensi dan menghambat perkembangan industri dan perekonomian.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, persaingan usaha yang baik bukan hanya mendukung efisiensi ekonomi serta produktifitas dan inovasi. Persaingan usaha yang berjalan secara baik juga akan membuka peluang untuk penciptaan lapangan pekerjaan, mengurangi biaya distribusi dan menurunkan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya akan mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Regulasi yang berlebihan akan menyebabkan sulitnya memulai usaha. Ini secara tidak langsung akan mengurangi persaingan dengan meningkatkan hambatan bagi pelaku usaha baru untuk memulai usahanya. Ketidakpastian dalam penerapan regulasi juga akan menyebabkan beban yang tidak perlu dalam aktivitas ekonomi dan biaya dalam menjalankan bisnis menjadi tinggi. Hal ini juga akan mempengaruhi persaingan usaha dalam perekonomian

Secara lebih langsung, banyak regulasi yang juga mempengaruhi situasi persaingan usaha. Secara umum ada beberapa kelompok regulasi yang mengurangi persaingan usaha.

Regulasi yang secara langsung memberikan hambatan bagi pemain baru untuk masuk ke dalam suatu industri. Bentuk yang paling ketat adalah dengan menerapkan batasan jumlah pelaku usaha dalam suatu industri, yang biasanya diikuti pemberian monopoli kepada suatu badan usaha yang dianggap mampu menyediakan produk yang

1.

Page 30: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

30 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

dimaksud. Ada banyak alasan yang digunakan sebagai dasar dari pembatasan tersebut, dari alasan ekonomi seperti skala ekonomis dan network effect, hingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, ataupun keamanan.Regulasi jenis ini juga dapat mengambil bentuk dengan menerapkan batasan untuk akses pada infrastruktur ataupun fasilitas produksi lainnya, seperti lahan dan geografis, maupun spektrum gelombang. Variasi yang lainnya adalah penetapan batasan minimum bagi pelaku usaha; misalnya untuk modal minimum, maupun jumlah unit produksi terkait.Regulasi yang lainnya adalah regulasi yang membatasi penetapan harga. Disini biasanya ditetapkan batas bawah ataupun batas atas dari harga produk yang dihasilkan. Alasan dari penerapan regulasi ini biasanya adalah untuk menjamin standar kualitas tertentu yang diharapkan dapat tercapai jika pelaku usaha menerapkan harga yang dianggap memenuhi biaya produksi minimum.Regulasi yang membatasi produksi hingga batas tertentu juga mempengaruhi persaingan usaha. Regulasi seperti ini biasanya akan disertai dengan pemberian kuota untuk masing-masing pelaku usaha yang dapat menimbulkan perilaku anti-persaingan seperti kartel maupun penetapan harga. Dampak terhadap persaingan usaha juga dapat timbul karena pemerintah juga cenderung untuk membatasi jumlah pelaku usaha agar pemberian kuota dapat berjalan dengan baik.Yang terakhir adalah regulasi yang memberikan hak ekslusif atas suatu pasar kepada pelaku usaha tertentu. Contohnya adalah regulasi yang memberikan hak distribusi suatu produk hanya kepada pihak badan usaha milik negara (BUMN). Contoh lainnya adalah keharusan bagi proyek pengadaan pemerintah untuk diberikan kepada pihak tertentu yang mendapatkan keistimewaan. Ini memberikan dampak yang signifikan untuk penyediaan barang dan jasa tersebut.

Ini memperlihatkan pentingnya proses pengarusutamaan PPU. Kebijakan dan regulasi ekonomi harus memasukkan berbagai prinsip dasar persaingan usaha sebagai basis pertimbangan dan evaluasi dampaknya. Lebih jauh lagi, regulasi harus dapat mempromosikan persaingan usaha secara aktif

2.

3.

4.

Page 31: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 3: Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU

31Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

dan menjadi elemen pengganti bagi kebijakan persaingan usaha dengan prinsip perlindungan konsumen dan kesejahteraan ekonomi sebagai landasannya. Tetapi prinsip persaingan usaha tidak akan dapat menjadi elemen penting jika tidak ada mekanisme untuk peninjauan dan reformasi regulasi.

3.2. SEKILAS MENGENAI PROSES PERBAIKAN KUALITAS REGULASI

Karena regulasi sering memberikan dampak negatif terhadap berbagai hal yang terkait dengan aktivitas ekonomi dan usaha, berbagai inisiatif terus dijalankan untuk memperbaiki kualitas regulasi. Pandangan modern mengenai regulasi ekonomi telah berubah dari memperbaiki kegagalan pasar menjadi faktor “penunjang” (enabler) bagi aktivitas ekonomi. Kebijakan dan regulasi dianggap sebagai suatu cara untuk meningkatkan efisiensi dan membentuk insentif yang tepat bagi pelaku ekonomi, yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perekonomian.

Untuk itu diperlukan mekanisme untuk melakukan peninjauan atas berbagai regulasi yang ada maupun regulasi yang akan dikeluarkan. Di banyak negara, mekanisme tersebut mengalami perubahan selama beberapa puluh tahun belakangan, dari inisiatif deregulasi pada tahun 1980an, reformasi regulasi pada awal 2000-an hingga perbaikan sistem manajemen regulasi (OECD 2002). Tujuan utama dari proses ini adalah memberikan informasi yang diperlukan mengenai kebutuhan akan suatu regulasi dan bagaimana dia dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Ketika regulasi tidak sesuai dengan tujuannya ataupun menimbulkan beban yang berlebihan, serta mendistorsi pasar dan menimbulkan biaya tinggi, maka regulasi tersebut harus dicabut atau tidak diluncurkan.

Mekanisme peninjauan dan perbaikan kualitas regulasi biasanya terbagi dalam dua proses. Yang pertama adalah pelaksanaan berbagai instrumen untuk menyaring dan memperbaiki kulaitas regulasi yang baru dikeluarkan oleh pemerintah. Ini akan memastikan bahwa regulasi yang diluncurkan akan mengikuti berbagai prinsip yang telah diterapkan. Yang kedua adalah proses evaluasi dan pemeriksaan regulasi yang telah berjalan. Dengan adanya proses ini, regulasi yang ada diharapkan untuk lebih sesuai dengan perkembangan lingkungan serta dapat

Page 32: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

32 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

dijalankan dengan baik.Untuk memastikan proses dan mekanisme peninjauan regulasi dapat

dijalankan dengan efektif, OECD (2012) memberikan 12 rekomendasi yang dapat ditempuh oleh pemerintah. Diantaranya adalah adanya kebijakan yang eksplisit mengenai perbaikan regulasi, disertai dengan organisasi yang jelas atas lembaga yang bertanggung jawab, komunikasi dan partisipasi pemangku kepentingan, sistem penilaian dampak regulasi (regulatory impact assessment, RIA) yang jelas dan terintegrasi, serta koherensi pada semua tingkatan pemerintahan, bukan hanya pada tingkat nasional.

Beberapa mekanisme peninjauan regulasi telah dikembangkan. OECD (1995) memberikan daftar 10 aspek yang perlu ditinjau dalam melihat suatu regulasi. Aspek tersebut melingkupi tujuan dari regulasi, basis legalnya, dan penentuan manfaat serta biaya dari regulasi tersebut. Secara umum elemen-elemen dibawah ini dapat menjadi dasar pertimbangan dalam meninjau regulasi.

Tujuan dari regulasi dan fokus kebijakannyaKonsistensi dengan regulasi lainnyaManfaat dan biaya langsung maupun tidak langsung akibat dari penerapan regulasiAlternatif yang tersedia selain dari regulasi tersebutAspek pelaksanaan dan pengawasanTransparansi dan partisipasi dari pemangku kepentingan dalam perumusan dan pelaksanaan

Berbagai negara maju maupun berkembang sudah, atau mulai, menerapkan mekanisme untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas regulasi. Investment Climate Advisory Group World Bank (IC-WB, 2010) mencatat ada sekitar 70 negara pada akhir 2000-an yang memulai proses tersebut. Berbagai metode telah dikembangkan, baik untuk melakukan evaluasi terhadap regulasi yang ada (metode guillotine, sunsetting, penarikan secara bertahap), maupun untuk meninjau regulasi baru (RIA, perencanaan regulasi).

Indonesia saat ini juga telah mempersiapkan mekanisme yang lebih sistematis dalam penerapan proses peninjauan regulasi. Seperti telah disebutkan sebelumnya, ini bisa menjadi pintu masuk untuk lebih memastikan bahwa prinsip-prinsip persaingan usaha menjadi bagian penting

•••

•••

Page 33: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 3: Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU

33Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

dalam perumusan kebijakan dan regulasi ekonomi. Masuknya persaingan usaha sebagai salah satu elemen penting dalam proses peninjauan regulasi akan memperkuat proses tersebut dalam mendorong terciptanya kualitas regulasi yang mendukung kesejahteraan ekonomi.

3.3. KONDISI REGULASI DI INDONESIA DAN PERSAINGAN USAHA

3.3.1 Kondisi Umum Regulasi di IndonesiaRegulasi di Indonesia dapat dibagi dalam dua kelompok besar menurut

kekuatan perundangannya. Kelompok yang pertama adalah regulasi yang ditetapkan dalam proses perundangan, baik pada tingkatan nasional maupun daerah. Jenis regulasi ini diatur dalam Undang-undang No. 12 tahun 2011. Tabel 3.1 menjelaskan berbagai regulasi yang masuk dalam aturan perundangan. Kelompok kedua adalah regulasi yang sifatnya lebih teknis dan tidak dijabarkan sebagai bagian dari peraturan perundangan. Ini termasuk peraturan yang dibuat oleh kementerian, baik pada tingkatan menteri maupun kelengkapan di bawahnya. Termasuk juga di dalam kelompok ini adalah Instruksi Presiden yang biasanya mengarah pada aturan teknis mengenai penanganan suatu masalah dan memerlukan koordinasi pada tingkatan kementerian.

Page 34: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

34 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Tabel 3.1. Regulasi Perundangan di Indonesia

Sumber: Undang-Undang No. 12/2011

Dua faktor telah mewarnai proses formulasi kebijakan dan regulasi di Indonesia selama lima belas tahun belakangan. Pertama adalah proses demokratisasi sebagai hasil dari reformasi politik, yang meningkatkan pluralitas dalam pengambilan keputusan dan pembentukan kebijakan serta regulasi. DPR mengambil peran yang lebih aktif dalam proses tersebut melalui dua mekanisme: pembuatan Undang Undang (UU) dan proses penganggaran. Parlemen secara aktif mendiskusikan dan merubah Rancangan Undang Undang (RUU) yang diajukan oleh pemerintah. Dalam berbagai kesempatan, DPR juga mengajukan RUU untuk didiskusikan bersama pemerintah.

Konstitusi (Undang-

Undang Dasar 1945)

Ketetapan MPR

Undang-Undang

Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-

Undang (Perpu)

Peraturan Pemerintah

(PP)

Peraturan Presiden

Peraturan Daerah

Provinsi

Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota

Bentuk tertinggi aturan perundangan

Bentuk putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang

berisi hal-hal yang bersifat penetapan untuk hal-hal

yang mendasar

Untuk menjelaskan berbagai aspek fundamental

untuk permasalahan tertentu, seperti penanaman

modal, perbankan dan kehutanan. Diformulasikan

oleh pemerintah, ataupun diusulkan oleh DPR, dengan

persetujuan DPR.

Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh

Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.

Materi muatan Perpu sama dengan materi muatan

Undang-Undang. Perpu ditandatangani oleh Presiden,

dan harus diajukan ke DPR setelah diundangkan.

Peraturan Pemerintah adalah peraturan yang ditetapkan

oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang.

Peraturan yang dibuat oleh Presiden yang berisi materi

yang diperintahkan oleh Undang-Undang, atau untuk

melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau untuk

melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

Peraturan yang dibentuk di tingkatan provinsi untuk

penyelenggaraan otonomi daerah, atau penjabaran

lebih lanjut peraturan yang lebih tinggi sesuai dengan

kondisi daerah. Ditetapkan oleh DPRD Propvinsi dengan

persetujuan bersama Gubernur.

Peraturan yang ditetapkan oleh DPRD Kabupaten/

Kota bersama Kepala Daerah untuk penyelenggaraan

otonomi daerah dan penjabaran peraturan yang lebih

tinggi sesuai dengan kondisi daerah.

Jenis Regulasi Keterangan

Page 35: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 3: Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU

35Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Proses ini memberikan kesempatan untuk partisipasi yang lebih tinggi. Tetapi ini juga membuka kesempatan bagi masuknya kepentingan politik dan kelompok yang terkadang bertentangan dengan tujuan utama dari regulasi yang diundangkan, ataupun terhadap kinerja ekonomi.

Demokratisasi juga membuka kesempatan untuk melakukan perubahan perundangan. Dalam proses ini, masyarakat umum dapat mengajukan uji materi terhadap regulasi (judicial review) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang melihat kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip yang dijabarkan dalam konstitusi. Beberapa UU telah dicabut melalui keputusan MK dengan anggapan bahwa peraturan perundangan tersebut bertentangan dengan konstitusi. Sebagai contoh, pada tahun 2004, MK membatalkan UU Kelistrikan yang diluncurkan dua tahun sebelumnya, atas dasar pandangan bahwa UU tersebut menyalahi UUD 1945 yang mengharuskan negara “menguasai” cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Alasan yang sama juga dipergunakan untuk membatalkan regulasi yang sebelumnya ditujukan untuk mengurangi monopoli pemerintah dan menarik lebih banyak partisipasi pihak swasta (Butt dan Lindsey 2008)

Kedua adalah desentralisasi sejak tahun 2001, yang telah mengalihkan sekitar 75% aktivitas dan otoritas pemerintahan ke pemerintah daerah. Ini menyebabkan pemerintah daerah mempunyai otoritas untuk membentuk peraturan di tingkatan daerah. Apalagi Peraturan Daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan peraturan yang masuk dalam perundangan.

Salah satu isu utama yang mengemuka dalam proses desentralisasi adalah kurangnya akuntabilitas dan kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola otoritas dan tugas yang baru dialihkan (World Bank 2005). Akibatnya pemerintah daerah sering sekali mengeluarkan regulasi yang kurang bermutu dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip perekonomian. Perubahan peraturan daerah sering sekali terjadi yang meningkatkan ketidakpastian. Peraturan daerah juga sering tidak sesuai dengan regulasi yang diformulasikan oleh pemerintah pusat. Apalagi menurut struktur perundangan, regulasi di tingkatan menteri tidak lagi masuk sebagai peraturan perundangan yang mempunyai basis legal untuk diteruskan dalam regulasi dibawahnya.

Ini terutama terlihat pada regulasi dalam bidang perpajakan dan penerimaan daerah yang sering digunakan untuk meningkatkan kemampuan

Page 36: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

36 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

finansial daerah tersebut. Hingga tahun 2012, ada 4800 regulasi di tingkat daerah telah diidentifikasi oleh Kementerian Keuangan yang tidak sesuai dengan peraturan di tingkat nasional, maupun memberatkan perekonomian dan dunia usaha (KPPOD 2012).

Secara umum kualitas regulasi di Indonesia telah mengalami perbaikan selama beberapa tahun belakangan, setelah kualitasnya memburuk pada periode tahun 2000an sebagai akibat dari transformasi yang dijelaskan sebelumnya. Tabel 3.2 memberikan gambaran mengenai dua indikator terkait regulasi, yaitu kualitas regulasi dan efektiftas pemerintahan dari World Governance Indicators (WGI) dari World Bank. Nilai kedua indikator terlihat menurun pada awal tahun 2000 sebelum kembali memperlihatkan pebaikan. Begitu pula dengan percentile rank – yang memperlihatkan persentase negara lain yang mempunyai nilai dibawahnya – yang terlihat menurun hingga hanya 25% negara yang disurvey memiliki kualitas regulasi yang lebih buruk. Tetapi pada beberapa tahun terakhir ranking tersebut mengalami kenaikan. Dari sini dapat dilihat bahwa kualitas regulasi Indonesia masih perlu dibenahi untuk dapat memberikan lingkungan yang lebih baik untuk kinerja perekonomian.

Tabel 3.2. Indikator Kualitas Regulasi Indonesia

Sumber: World Governance Indicators World Bank

3.3.2. Pengaruh Regulasi Terhadap Persaingan Usaha di Indonesia: Contoh-contoh Kasus

Kurang kondusifnya persaingan usaha dapat disebabkan oleh perilaku antikompetitif yang dilakukan oleh pelaku usaha. Akan tetapi, situasi yang demikian dapat juga disebabkan oleh kebijakan publik, yaitu melalui

Kualitas Regulasi

Nilai (-2.5 to +2.5)

Percentile Rank (%)

Efektifitas Pemerintahan

Nilai (-2.5 to +2.5)

Percentile Rank (%)

0.19

57.35

-0.42

37.07

-0.67

25.00

-0.38

44.39

-0.34

39.71

-0.28

46.89

-0.10

49.04

-0.01

54.81

1996 2004 2009 2014

Page 37: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 3: Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU

37Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

keberadaan sejumlah regulasi pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung menghambat persaingan usaha yang sehat pada sektor tertentu. Secara umum regulasi-regulasi yang kurang pro-persaingan ini dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori berikut:

Regulasi yang menghambat untuk pelaku usaha baru masuk (barrier to entry)Regulasi yang membatasi atau mengintervensi penetapan harga pasar.Regulasi yang membatasi produksi atau impor hingga batas tertentu, sehingga membuka potensi terjadinya kartelRegulasi yang memberi hak eksklusif untuk penyediaan barang dan jasa tertentu.

Bagian di bawah ini memberikan penjelasan singkat tentang beberapa contoh regulasi yang masuk ke dalam kategori-kategori di atas.

a. Barriers to entryTerdapat beberapa regulasi yang secara spesifik memberikan hambatan

bagi pelaku usaha lain untuk masuk dan beroperasi di sektor tertentu. Salah satunya adalah regulasi di sektor kelistrikan. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan menyatakan bahwa PLN merupakan pemilik tunggal dari aset transmisi serta distribusi listrik nasional. UU ini juga menutup kesempatan bagi sektor swasta untuk melakukan distribusi serta penjualan energi. Peran pelaku usaha swasta dalam jasa pembangkitan listrik sangat terbatas, dan dibutuhkan izin khusus yang memperbolehkan perusahaan swasta untuk membangkitkan tenaga listrik dan menjualnya ke jenis konsumen tertentu dengan jumlah terbatas, seperti kawasan industri. Dengan regulasi tersebut, PLN menjadi pemain tunggal dalam sektor listrik dan tidak dihadapkan pada persaingan usaha dari perusahaan swasta.

Usaha untuk melakukan reformasi di sektor listrik Indonesia yang monopolis dengan memperkenalkan kompetisi dengan perusahaan swasta pada setiap subsektor listrik (pembangkitan, transmisi, dan distribusi) yang sempat dilakukan pemerintah melalui penerbitan Undang-Undang No 20 Tahun 2002 mengalami kegagalan setelah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2004. Akibatnya, regulasi yang berlaku kembali ke UU No 15 Tahun 1985 yang kembali mengokohkan dominasi

a.

b.c.

d.

Page 38: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

38 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

PLN di sektor listrik. Regulasi semacam ini masih menjadi entry barrier bagi perusahaan swasta yang ingin menyediakan jasa kelistrikan. Bahkan regulasi terbaru di dalam UU No 30/2009 dan PP No 42/2012 belum mampu mengubah dominasi penyediaan jasa kelistrikan oleh PLN.

Kategori regulasi ini juga kerap kali ditemukan pada tingkatan Peraturan Daerah. Salah satu contohnya adalah Surat Keputusan (SK) Gubernur NTT No 274/KEP/HK/2014 mengenai pengaturan pembatasan perusahaan pemasok bibit ayam/DOC ke Provinsi NTT hanya kepada dua perusahaan yang ditunjuk. Akibatnya, beberapa peternak mengeluh sulitnya mendapatkan bibit ayam, karena pasokan sangat terbatas dan harga yang mahal. Regulasi ini menciptakan entry barrier bagi perusahaan pemasok lain yang sebenarnya memiliki kemampuan yang sama dengan dua perusahaan yang ditunjuk tersebut melalui SK tersebut.

b. Penetapan atau Intervensi HargaPersaingan usaha yang tidak sehat juga dapat disebabkan oleh beberapa

regulasi yang mengatur atau menetapkan harga atau tarif. Dalam sektor asuransi, Surat Edaran OJK Nomor 6 tahun 2013 mengenai penetapan tarif premi pada asuransi kendaraan bermotor, harta benda, serta jenis risiko khusus juga menjadi salah satu kebijakan yang dianggap berlawanan dengan iklim kompetisi. Tujuan dari kebijakan tersebut dilakukan adalah untuk melindungi perusahaan asuransi kecil dari perang harga atau tarif premi sehingga dapat berkompetisi secara lebih sehat. Namun, dengan adanya penetapan batas bawah premi asuransi ini menjadi suatu penghalang (entry barrier) tersendiri bagi perusahaan yang dapat berproduksi dengan lebih efisien.

Penetapan batas bawah ini dikuatirkan juga dapat menciptakan peluang kartel baru untuk beberapa pemain asuransi besar. Kartel karena regulasi dapat tercipta karena perusahaan-perusahaan asuransi yang dapat memberikan tarif yang lebih efisien (di bawah batas bawah premi) menaikan tarifnya pada batasan yang ditetapkan pemerintah.

Salah satu regulasi di sektor transportasi juga menimbulkan konsekuensi negatif bagi persaingan usaha, yaitu melalui Peraturan Menteri Perhubungan No 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi

Page 39: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 3: Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU

39Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Regulasi ini mewajibkan badan usaha angkutan udara untuk menetapkan tarif 100% dari tarif batas maksimum untuk badan usaha angkutan udara yang memberikan pelayanan maksimum (full services). Penerapan tarif juga dikenakan setinggi-tingginya 90% dan 85% dari tarif batas maksimum untuk badan usaha angkutan udara yang memberikan pelayanan standar menengah (medium services) dan pelayanan minimum (no frills services). Sementara untuk tarif batas bawah yang dikenakan serendah-rendahnya 30% dari tarif batas atas sesuai dengan kelompok pelayanan yang diberikan. Alasan yang diberikan Kemenhub adalah terkait faktor keselamatan dan perlindungan terhadap konsumen.

Namun demikian, regulasi tersebut tidak mempromosikan prinsip persaingan usaha yang sehat karena secara esensi merupakan pengaturan pemerintah terhadap harga yang ditentukan pasar untuk jasa transportasi udara. Artinya, regulasi semacam ini membatasi ruang gerak bagi pelaku usaha untuk menetapkan harga yang paling sesuai dengan struktur biaya mereka, meskipun dalam perhitungan formula tarif kementrian perhubungan mencoba melihat juga struktur biaya badan usaha perhubungan. Namun perlu diingat bahwa hanya badan usaha sendirilah yang benar-benar mengetahui struktur biaya perusahaannya. Regulasi semacam ini dapat menjadi disinsentif bagi maskapai untuk melakukan inovasi yang dapat membuat struktur biaya mereka lebih efisien lagi, khususnya bagi Low-Cost Carriers (LCC). Regulasi batas bawah ini juga akan merugikan bagi maskapai LCC domestik dengan diberlakukannya ASEAN Open Sky 2015. Hal ini disebabkan karena maskapai LCC asing tidak bisa diatur di bawah regulasi tersebut. Akibatnya, maskapai domestik dapat menjadi kalah bersaing dengan maskapai asing dengan adanya regulasi ini.

c. Pembatasan Jumlah Produksi, Kuota, atau LayananRegulasi yang kurang mendukung persaingan usaha sehat dapat juga

berbentuk pengaturan yang membatasi jumlah produksi atau memberikan diskriminasi dalam jangkauan layanan/produk yang menguntungkan pihak tertentu.

Salah satu contohnya adalah Surat Edaran Dirjen Peternakan dan Keswan No 15043/FK010/F/10/2015 tanggal 15 Oktober 2015 tentang Penyesuaian Populasi Parent Stock. Dalam surat edaran ini, salah satu poin utama yang

Page 40: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

40 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

diinstruksikan oleh Dirjen Peternakan dan Keswan kepada para pelaku usaha pembibitan adalah untuk melakukan pengafkiran/pemusnahan dini bibit parent stock (PS) broiler sebanyak 2 juta ekor secara proporsional di seluruh lokasi breeding farm untuk tahap pertama.

Tujuan dari diberlakukannya regulasi ini adalah untuk mengatur harga ayam di pasaran yang sempat turun. Regulasi seperti ini bersifat anti-kompetitif karena tujuan dari pengurangan supply melalui pengafkiran dini bibit PS adalah untuk menaikan harga ayam di pasaran. Banyaknya jumlah pengafkiran dini yang diinstruksikan membuat harga ayam di pasaran melonjak tinggi karena kekurangan pasokan. Jika pengurangan produksi dilakukan oleh pelaku usaha maka dapat diindikasikan terdapat kartel antar pengusaha. Namun, dalam kasus ini, pengurangan supply ayam karena pemusnahan bibit PS diakibatkan oleh regulasi yang mengaturnya, sehingga secara esensi menjadi kartel yang diinisiasi regulasi (cartel by regulation).

Contoh regulasi lain dalam kategori ini adalah kebijakan pelarangan penjualan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi (Premium) di SPBU yang berlokasi di jalan tol, yang tertuang dalam Surat Edaran BPH Migas No 937/07/Ka.BPH/20143. Tujuan dari regulasi tersebut adalah untuk mengurangi konsumsi BBM bersubsidi. Namun demikian, cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut tidak sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat, karena bersifat diskriminatif terhadap pengelola SPBU yang beroperasi di area jalan tol, karena pelaku usaha SPBU di luar jalan tol tetap diperbolehkan mendistribusikan BBM bersubsidi. Kebijakan ini juga dapat menyebabkan pendapatan dari rest area di jalan tol menjadi turun.

Pembatasan jumlah juga dapat terjadi melalui regulasi yang mengatur kuota, misalnya pengaturan kuota impor komoditas tertentu, yang pada akhirnya menyebabkan harga komoditas tersebut menjadi tinggi di pasaran, sehingga merugikan bagi konsumen. Beberapa contoh dari regulasi yang demikian, adalah kuota impor untuk bawang putih dan daging sapi. Regulasi kuota impor bawang putih perlu dicermati kembali agar tidak membuka peluang bagi sejumlah kecil importir yang ditunjuk untuk membentuk kartel dan mengendalikan harga. Regulasi pengaturan impor perlu mengekspos importir yang ditunjuk dengan persaingan usaha yang memadai dengan

Selain pelarangan penjualan BBM bersubsidi di jalur tol, peraturan ini juga melarang penjualan solar bersubsidi di SPBU yang berlokasi di Jakarta Pusat. Hal ini juga diskriminatif bagi pengelola SPBU di Jakarta Pusat.

2

2

Page 41: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 3: Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU

41Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

calon importir lainnya, serta memberikan mekanisme pengawasan yang baik pada perilaku usaha importir yang ditunjuk. Jika tidak, maka regulasi pengaturan impor dapat memfasilitasi terjadinya kartel oleh segelintir importir yang ditunjuk untuk melakukan impor, sehingga harga komoditas berpotensi naik secara signifikan di pasar.

d. Pemberian Hak EksklusifPemberian beberapa hak ekslusif untuk pengadaan barang dan jasa

tertentu yang diatur dalam suatu regulasi juga dapat memiliki konsekuensi negatif bagi persaingan usaha. Hak eksklusif yang diberikan pada pemain tertentu melalui regulasi, pada gilirannya juga akan menjadi hambatan masuk (entry barrier) bagi perusahaan yang tidak ditunjuk, yang mungkin memiliki kapasitas yang sama atau bahkan lebih baik dari perusahaan yang ditunjuk.

Salah satu regulasi yang demikian misalnya adalah Peraturan Menteri BUMN No 15/2012. Regulasi tersebut memfasilitasi penunjukkan langsung untuk pengadaan barang dan jasa di BUMN apabila terdapat BUMN, anak perusahaan BUMN, atau perusahaan terafiliasi dengan BUMN yang dapat menyediakan barang dan jasa dengan kualitas dan harga yang mencukupi. Juga disebutkan bahwa anak perusahaan dan atau perusahaan terafiliasi langsung akan mendapatkan prioritas apabila BUMN yang menjadi induk melakukan pengadaan barang dan jasa.

Meskipun tujuan regulasi ini adalah memperkuat kinerja dan sinergi BUMN, namun regulasi ini tidak mempromosikan persaingan usaha yang sehat. Regulasi ini memfasilitasi penunjukkan langsung kepada BUMN, yang menjadi hambatan (entry barrier) bagi pelaku usaha swasta dalam negeri yang efisien (yang seharusnya menjadi kompetitor BUMN) untuk melakukan pengadaan barang dan jasa di BUMN.

Salah satu hak ekslusif lain yang didapatkan BUMN berupa kewajiban bagi pegawai negeri sipil (PNS) untuk memiliki asuransi sosial (pensiun dan jaminan hari tua) yang dikelola oleh PT Taspen. Tujuan dari didirikannya PT Taspen adalah untuk menyelenggarakan dana pensiun dan jaminan hari tua sehingga dapat dibinanya kesejahteraan pegawai negeri sipil agar dapat dipelihara dan dikembangkan daya cipta, daya guna, dan hasil gunanya. Namun untuk mencapai tujuan tersebut bukan berarti mengharuskan hanya

Page 42: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

42 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

PT Taspen menjadi pemain tunggal dalam pasar tersebut. Restriksi yang diberikan untuk masuk ke dalam pasar tersebut membuat tidak adanya persaingan usaha dalam industri asuransi spesifik untuk dana pensiun dan jaminan hari tua PNS.

Sejumlah regulasi di tingkat daerah juga sering kali memberikan hak eksklusif yang tidak mempromosikan persaingan usaha yang sehat. Salah satu contohnya adalah rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2014 untuk melakukan penunjukkan bank dalam penyaluran Dana Bergulir kepada koperasi-koperasi di DKI Jakarta. Rencana tersebut jelas tidak sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Dalam hal ini, seharusnya persaingan usaha diterapkan dengan melakukan mekanisme seperti lelang atau beauty contest dengan kriteria yang jelas, sehingga membuka kesempatan yang sama bagi semua bank untuk menjadi mitra Pemprov DKI Jakarta dalam penyaluran dana ini.

3.4. INISIATIF DALAM PERBAIKAN KUALITAS REGULASI DI INDONESIA

Menyadari perlunya perbaikan dalam sistem regulasi dan meningkatkan kualitasnya, pemerintah Indonesia telah menjalankan beberapa inisiatif untuk mengurangi berbagai beban regulasi, terutama yang terkait dengan pembangunan ekonomi. Khusus dalam bidang ekonomi, saat ini pemerintah Indonesia telah menjalankan beberapa paket deregulasi yang ditujukan untuk memangkas sistem regulasi yang ada dan untuk mempermudah aktifitas usaha.

3.4.1 Inisiatif Deregulasi Sebagai Upaya PerbaikanHingga Februari 2016, tercatat 10 paket kebijakan ekonomi telah

dikeluarkan. Seluruh paket tersebut melibatkan perubahan regulasi yang berlaku. Dalam beberapa paket kebijakan, berbagai regulasi yang memberikan beban tambahan kepada dunia usaha dan aktifitas ekonomi direncanakan untuk dihapus. Berbagai regulasi lain juga disederhanakan dengan paket kebijakan tersebut.

Ini bukanlah pertama kali pemerintah Indonesia tercatat berusaha melakukan deregulasi. Pada tahun 1980-an, pemerintah juga melakukan

Page 43: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 3: Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU

43Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

serangkaian deregulasi yang ditujukan untuk meningkatkan peran dari dunia usaha di dalam aktifitas perekonomian. Pada tahun 1990-an, deregulasi dilanjutkan dalam rangka meningkatkan daya saing perekonomian untuk menghadapai keterbukaan ekonomi. Satu hal yang sering terlihat dalam proses deregulasi tersebut adalah adanya pemicu yang biasanya berbentuk ancaman krisis ekonomi. Deregulasi selama tahun 1980an dipicu oleh turunnya harga minyak dunia yang pada saat itu menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terpenting bagi Indonesia. Perlambatan pertumbuahn ekonomi yang berlangsung sejak tahun 2013 juga menjadi penyebab dikeluarkan paket kebijakan yang dijalankan saat ini.

Ini menjadikan berbagai inisiatif yang ditempuh untuk mengurangi beban regulasi sering terlihat besifat reaktif, ad-hoc, temporer dan kurang sistematis. Salah satu kelemahan dalam berbagai proses deregulasi tersebut adalah kurangnya aspek pengawasan dan evaluasi. Berbagai tindakan dalam paket kebijakan ekonomi tersebut, misalnya, memerlukan penyelarasan antara bermacam regulasi dari berbagai macam kementerian dan lembaga pemerintah. Pelaksanaannya perlu mendapatkan pengawasan agar dapat berjalan dengan efektif. Selain itu diperlukan evaluasi atas yang dapat melihat proses deregulasi tersebut dalam konteks yang komprehensif.

Deregulasi yang dijalankan sebagai reaksi dari buruknya situasi ekonomi tersebut membuat usaha perbaikan lingkungan regulasi tidak berjalan secara berkesinambungan Proses perbaikan regulasi harus merupakan proses yang sistematis, terarah dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan suatu sistem dan mekanisme yang dapat mengelola perbaikan regulasi secara menyeluruh.

3.4.2 Usaha Menuju Pembentukan Sistem Manajemen RegulasiAda beberapa inisiatif untuk mempersiapkan sistem manajemen

regulasi di Indonesia dan menjalankan reformasi yang diperlukan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merupakan salah satu badan pemerintahan yang telah menyiapkan skema sistem manajemen regulasi yang dituangkan sebagai inisiatif reformasi regulasi. Salah satu aspek utama dari reformasi regulasi yang dilakukan oleh badan ini adalah penyelarasan antara pembentukan kebijakan (policy making) dengan proses pembuatan regulasi (law making) (Bappenas 2015). Dengan adanya penyelarasan yang lebih baik antara kedua proses tersebut, diharapkan

Page 44: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

44 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

kerangka dan lingkungan regulasi yang berkembang akan mendukung dan memberi arah kepada aktifitas pembangunan, bukan semata memberikan pembatasan.

Bappenas (2013) mencatat adanya enam permasalahan utama dalam kerangka sistem regulasi di Indonesia, yaitu

rendahnya pemahaman terhadap kebijakan dan regulasi, termasuk terhadap proses pemilihan dan perumusan kebijakan serta proses pembentukan regulasi,kuantitas regulasi yang terlalu banyak dan tidak terkontrol,kualitas regulasi yang buruk, tidak adanya otoritas tunggal pengelola regulasi, belum tersedianya suatu sistem database regulasi yang komprehensif dan terintegrasi, dan rendahnya sinergi antara kebijakan dan regulasi

Dalam menjalankan reformasi regulasi, Bappenas (2013) mengusulkan dua strategi utama perbaikan sistem regulasi. Strategi pertama adalah pembenahan regulasi yang berlaku, yang mencakup inventarisasi regulasi, identifikasi regulasi bermasalah, analisis regulasi bermasalah serta tindakan perbaikan. Tindakan perbaikan dapat dilakukan dengan cara mencabut regulasi yang bermasalah, memperbaiki regulasi yang berkualitas buruk tetapi diperlukan dan mempertahankan yang sudah baik.

Strategi kedua adalah pengembangan konsep ‘whole government approach’ dalam perumusan kebijakan dan pembentukan regulasi baru. Ini mencakup penataan kembali tata cara pembentukan regulasi menjadi lebih tertib dengan mempertimbangkan berbagai proses peninjauan regulasi. Ini dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada suatu lembaga sebagai otoritas pengelola regulasi. Dalam menjalankan kedua strategi tersebut, Bappenas juga menyiapkan berbagai kelengkapan dan instrument yang dapat digunakan untuk melakukan peninjauan regulasi.

Selain inisiatif yang diusung oleh Bappenas, ada beberapa inisiatif lain dalam rangka perbaikan kondisi regulasi Indonesia. Pada tingkatan nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga telah memulai upaya pengkajian regulasi yang berlaku dan membangun beberapa kelengkapan yang diperlukan bagi upaya peninjauan regulasi.

••••

Page 45: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 3: Syarat Perlu Pengarusutamaan PPU

45Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Pada tingkatan regulasi daerah, pemerintah pusat telah menjalankan mekanisme peninjauan untuk regulasi daerah sejak awal program desentralisasi. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberi kewenangan kepada pemerintah, terutama Kementerian Dalam Negeri, untuk mengawasi peraturan daerah (perda) provinsi maupun kabupaten/kota. Selain itu, Kementerian Keuangan juga melakukan pemeriksaan perda mengenai pajak dan retribusi daerah. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah juga berusaha mencapai beberapa aspek lainnya seperti kepastian berusaha dan perbaikan kemampuan perpajakan daerah.

Page 46: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

46 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

4.1. TUJUAN DARI PETA JALAN

Tujuan dari keseluruhan Peta Jalan ini adalah bahwa prinsip persaingan usaha (PPU) dapat dimasukkan sebagai salah satu elemen pertimbangan dalam penyusunan kebijakan ekonomi serta seluruh regulasi yang terkait dengan sektor ekonomi. Pengintegrasian prinsip persaingan usaha dalam kerangka kebijakan dan regulasi ekonomi di Indonesia mengandung beberapa dimensi, serta perlu untuk dilakukan secara bertahap. Strategi dan penekanan untuk masing-masing tahapan dalam pengarusutamaan prinsip persaingan usaha tentunya berbeda-beda, sebagaimana akan dijelaskan pada bagian-bagian berikutnya.

4.2. SISTEMATIKA PEMIKIRAN PETA JALAN

Peta Jalan Pengarusutamaan PPU sangat diperlukan, mengingat konteks kondisi persaingan usaha di Indonesia saat ini. Secara umum, sejumlah indikator kunci persaingan usaha, seperti rasio konsentrasi di industri manufaktur, menunjukkan tren yang kurang baik selama 15 tahun terakhir, sebagaimana dijelaskan lebih lanjut di Bab 2. Iklim persaingan usaha yang kurang baik ini dapat berasal dari dua sumber utama. Pertama adalah perilaku dunia usaha yang anti-kompetitif, misalnya dengan banyak ditemukannya kasus kartel dan penyalahgunaan posisi dominan di berbagai sektor. Kedua, dapat juga berasal dari regulasi atau kebijakan ekonomi yang tidak memperhitungkan prinsip persaingan usaha yang sehat

Gambaran Umum Peta Jalan

BAB 4

Page 47: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

47Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

dalam penyusunannya, sehingga berkontribusi pada kurangnya persaingan usaha yang memadai di sektor tersebut.

KPPU sendiri sebagai institusi yang diberi mandat untuk menegakkan persaingan usaha sehat di Indonesia memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang kondusif, jika tidak didukung oleh pihak pemerintah lainnya, terutama regulator di sektor ekonomi. KPPU memang sering memberikan saran dan pertimbangan bagi kebijakan/regulasi di berbagai sektor, demi terpeliharanya kesempatan bersaing yang sehat. Akan tetapi, saran dan pertimbangan ini sering kali kurang diakomodasi pemerintah, sehingga banyak regulasi yang tetap memberikan konsekuensi negatif bagi persaingan usaha di sektor tersebut.

Nilai-nilai persaingan usaha yang secara penuh terintegrasi dalam penyusunan kebijakan dan regulasi ekonomi akan memberikan manfaat yang besar terhadap perekonomian. Selain mendorong efisiensi, daya saing, serta meningkatkan insentif untuk inovasi dan investasi, persaingan usaha yang sehat juga dapat membuat tingkat harga menjadi lebih kompetitif, sehingga berpengaruh positif pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengurangan tingkat kemiskinan. Namun demikian, hingga kini masih terdapat perbedaan (gap) antara kondisi persaingan usaha aktual saat ini dengan kondisi ideal, di mana prinsip persaingan usaha telah terintegrasi dalam seluruh regulasi dan kebijakan, terutama di sektor ekonomi.

Merespon kondisi yang demikian, Peta Jalan akan berusaha untuk memasukkan nilai-nilai persaingan usaha yang sehat ke dalam kerangka penyusunan kebijakan/regulasi di sektor ekonomi melalui sejumlah metode dan instrumen yang akan dijabarkan pada bagian-bagian selanjutnya. Peta Jalan ini akan sangat terkait dengan inisiatif peninjauan regulasi yang sudah dimulai pemerintah saat ini. Tujuan akhir dari Peta Jalan Pengarusutamaan PPU dalam Regulasi dan Kebijakan Ekonomi ini adalah bahwa PPU yang sehat telah secara sistematis terintegrasi ke dalam seluruh regulasi baru maupun eksisting di sektor ekonomi. Namun demikian, mencermati perkembangan terkini di Indonesia, pelaksanaan Peta Jalan ini memiliki peluang maupun kendala fundamental.

Peta Jalan Pengarusutamaan PPU ini sangat sesuai untuk dilakukan saat ini, karena bertepatan dengan inisiatif pemerintah di tingkatan yang tinggi, dengan instruksi langsung dari Presiden untuk mengadakan reformasi

Page 48: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

48 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

regulasi. Sudah ada sejumlah aktivitas untuk meninjau ulang regulasi-regulasi di sektor ekonomi, serta beberapa perangkat instrumen peninjauan regulasi yang telah disiapkan. Tujuan dari reformasi regulasi ini sendiri salah satunya adalah untuk mempermudah investasi, sehingga mendorong efisiensi dan pertumbuhan ekonomi. Penegakkan persaingan usaha yang sehat sejalan dengan tujuan tersebut, oleh karena itu pengarusutamaan PPU sangat berpeluang mendapatkan peran yang cukup sentral dalam inisiatif reformasi regulasi di Indonesia saat ini.

Sementara itu, belum adanya otoritas tunggal yang melakukan pengelolaan atau peninjauan regulasi di tingkat nasional berpotensi menjadi salah satu hambatan utama dalam pelaksanaan Peta Jalan ini. Pengintegrasian Prinsip Persaingan Usaha (PPU) dalam regulasi baru maupun eksisting di sektor ekonomi sangat mungkin dilakukan melalui proses peninjauan regulasi (regulatory review) komprehensif di tingkat nasional, yang seharusnya dilakukan oleh otoritas tunggal regulasi tersebut. Belum adanya otoritas tunggal tersebut menyebabkan integrasi PPU dalam regulasi sektor ekonomi akan menjadi lebih sulit karena tersebar di sejumlah besar Kementerian maupun Pemerintah Daerah. Berbagai aktivitas yang dirancang dalam Peta Jalan sangat bergantung pada berdiri/ditunjuknya sebuah Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR).

Gambar 4.1. Sistematika Pemikiran Peta Jalan Pengarusutamaan PPU

Kesempatan

Bertepatan dengan inisiatif Reformasi Regulasi dari Presiden

Tantangan

Belum adanya otoritas tunggal regulasi

Strategi & Upayamelalu Peta Jalan P3U

PPU Terintegrasi

dalam RegulasiSektor

Ekonomi

PeninjauanRegulasi

Barudan

Eksisting

InstrumenIntegrasi PPU

ke dalamRegulasiEkonomi

Kondisi Persaingan Usaha pada

Saat Ini

ManfaatPersainganUsaha bagiEkonomi

Pokok Persoalan

- Kesadaran PPU yang masih rendah- Regulasi/kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada persaingan usaha yang sehat- Saran/pertimbangan KPPU kurang diakomodasi- Terbatasnya kapasitas dalam penerapan PPU

Page 49: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 4: Gambaran Umum Peta Jalan

49Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

4.3. TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PETA JALAN

Secara umum, Peta Jalan Pengarusutamaan Prinsip Persaingan Usaha (PPU) dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah pencapaian sebuah konsensus di tingkat nasional, yang melibatkan seluruh pengambil kebijakan maupun pelaku usaha, mengenai definisi prinsip persaingan usaha serta pentingnya prinsip-prinsip tersebut untuk dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan dan regulasi ekonomi. Tahap kedua adalah pengintegrasian prinsip persaingan usaha dalam penyusunan regulasi-regulasi baru yang terkait dengan sektor ekonomi. Selanjutnya, tahap ketiga adalah melakukan tinjauan ulang dan/atau revisi pada regulasi yang telah ada (eksisting) dengan memperhitungkan prinsip persaingan usaha. Gambar 4.2. dan Gambar 4.3. menjelaskan rangkuman serta output yang ditargetkan pada masing-masing tahap.

Gambar 4.2. Rangkuman Tahapan dalam Peta Jalan Pengarusutamaan PPU

Tinjauan ulang dan revisi pada regulasi eksisting, berdasarkan prinsip kompetisi3Prinsip persaingan

usaha digunakan dalammenyusun regulasi baru2

Mencapai konsensus mengenai prinsippersaingan usaha serta kerangka insitusinya

Kurangnya kesadaran akan masalah persaingan usaha

Banyak interpretasi dari prinsip persaingan usaha

Adanya kepentingan yang berbeda-beda/conflicting

Penolakan dari interest group

Prinsip persaingan usaha tidak masuk dalamRPJMN

Prinsip persaingan usaha belum diperhitungkan dalam mekanisme/proses tinjauan regulasi.

Tidak adanya databasekomprehensif dan regulasi, berdasarkan aspek kompetisi

Sumber daya untuk menganalisis regulasi eksisting dari sudut pandang kompetisi

Tantangan Utama di Masing-masing Tahap

Tujuan Utama di Masing-masing Tahap

1

Mengintegrasikan Prinsip Persaingan Usaha dalam Kebijakan Ekonomi

Page 50: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

50 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Gambar 4.3. Output Masing-Masing Tahap dalam Peta Jalan Pengarusutamaan PPU

4.4. SEKILAS TENTANG PRINSIP PERSAINGAN USAHA (PPU)

Sebagaimana dijelaskan di atas, salah satu aktivitas penting dalam Peta Jalan adalah perumusan definisi Prinsip Persaingan Usaha (PPU) di dalam konsensus, yang selanjutnya akan diaplikasikan dalam penyusunan kebijakan maupun regulasi ekonomi. Beberapa negara yang lebih maju telah memiliki sejumlah prinsip-prinsip dasar, yang dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan dalam penyusunan definisi PPU di Indonesia (meskipun diperlukan modifikasi sesuai konteks Indonesia). Salah satu contohnya adalah PPU yang dirumuskan oleh Pacific Economic Cooperation Council (PECC).

Secara umum, prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat harus didasarkan pada nilai-nilai non-diskriminatif, komprehensif, transparan, serta akuntabel. PPU menurut PECC sendiri dijabarkan dalam 15 poin pembahasan. Beberapa prinsip kunci yang dijelaskan mencakup hal-hal seperti: (1) memberikan penekanan pada mekanisme pasar yang berfungsi dengan baik, (2) menerapkan pendekatan berbasis persaingan dalam pengambilan kebijakan, (3) secara progresif mengeliminasi regulasi yang menjadi hambatan masuk (entry barriers) atau mengurangi kemampuan pelaku usaha untuk bersaing, (4) mengurangi ketidakpastian bagi dunia usaha, serta (5) mengurangi jumlah pengecualian dalam penerapan penuh nilai-nilai persaingan usaha di berbagai sektor. Penjabaran sejumlah poin tersebut secara lebih lengkap dapat dilihat di dalam Box 4.1. di bawah.

TAHAP 1Konsensus Prinsip Persaingan Usaha (PPU)Definisi Prinsip Persaingan Usaha (PPU)

••

TAHAP 1••

Pengarusutamaan PPU dalam RPJMN 2020-2024Seluruh regulasi baru sektor ekonomi memperhitungkan PPU

TAHAP 1••

Database Regulasi Eksisting Sektor EkonomiSistem Analisis Persaingan Usaha pada Regulasi Eksisting

Page 51: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 4: Gambaran Umum Peta Jalan

51Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Box 4.1. Sejumlah Prinsip Persaingan Usaha (PPU) Menurut PECC

4.5. TANTANGAN KUNCI

Pelaksanaan Peta Jalan PPU akan menghadapi beberapa tantangan kunci yang akan menentukan dinamika implementasi. Untuk tahap pertama, pencapaian konsensus mengenai pentingnya prinsip persaingan usaha di tingkat nasional sangat diperlukan mengingat masih kurangnya kesadaran dari pelaku usaha maupun pengambil kebijakan maupun regulator mengenai definisi serta pentingnya PPU. Selain itu, proses perundingan untuk mencapai konsensus PPU di tingkat nasional tidak akan mudah, mengingat banyaknya kelompok kepentingan dengan tujuan yang berbeda-beda.

Sementara itu, untuk melakukan peninjauan ulang regulasi baru maupun eksisting, tantangan dalam Peta Jalan ini adalah belum masuknya

Foster greater reliance upon well-functioning markets and to that end

upon the role of competition.

Adopt, maintain, and apply a competition-driven approach to a broad

range of policy areas, including trade policies and remedies, that impact

on markets.

Minimize exceptions from reliance upon well-functioning market

mechanisms and the role of competition; and apply any government

intervention in markets that is deemed necessary, only with the

conditions that: (a) there is minimum distortion to the competitive

process, (b) net welfare gains are clearly and explicitly identifiable.

Ensure competitive neutrality and hence a competitive environment

through uniform (non-discriminatory) application of the same

competition principles to the different modes of domestic and

international supply (goods, services, direct investment)

Generally to foster an efficiency-based approach to competition –

recognizing that competition on the basis of economic merit is the

relevant competition standard for promoting an efficient and welfare

enhancing competitive process.

Minimize uncertainty for business and foster confidence in system

fairness and predictability by adhering to the following procedures:

Facilitate the competitive process by progressively eliminating – within a

reasonable time frame – government regulations that create or maintain

barriers to market entry that are efficiency-reducing.

Progressively eliminate – within a reasonable time frame – government

regulations, practices, and costs that have the effect of impeding the

ability of market players, including SMEs, to compete through innovation

and efficiency.

Page 52: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

52 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

strategi pengintegrasian PPU dalam agenda pembangunan nasional yang tertuang pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Selain itu, hingga kini belum terdapat mekanisme peninjauan regulasi yang komprehensif yang benar-benar siap digunakan untuk mendukung inisiatif ini. Belum tersedianya suatu basis data regulasi di tingkat nasional juga berpotensi menyebabkan sulitnya proses peninjauan kembali regulasi eksisting.

Meskipun demikian, upaya peninjauan regulasi dalam Peta Jalan ini tidak harus dimulai dari titik nol, karena saat ini beberapa lembaga pemerintah seperti Bappenas dan BPHN telah memiliki alat atau kerangka untuk melakukan peninjauan ulang regulasi, sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 3.4. tentang Inisiatif Peninjauan Regulasi. Menggabungkan instrumen integrasi PPU ke dalam alat atau kerangka proses peninjauan regulasi yang sudah ada akan menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi Peta Jalan.

4.6. ASPEK PENTING DALAM PETA JALAN

Pembahasan aktivitas serta komponen yang dibutuhkan dalam Peta Jalan ini secara umum dikelompokkan ke dalam tiga aspek, yaitu (1) aspek kelembagaan, (2) aspek konsultasi & koordinasi, dan (3) aspek hukum dan perundangan.

4.6.1. Aspek KelembagaanDalam Aspek Kelembagaan, akan dijelaskan mengenai institusi-institusi

kunci yang terlibat dalam upaya pengarusutamaan PPU, serta mekanisme kerjanya satu sama lain. Aspek kelembagaan terutama akan menekankan peran serta aktivitas yang dilakukan oleh dua instansi yang menjadi titik fokus (focal point) inisatif ini, yaitu Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR)3 dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Mengingat eratnya keterkaitan pengarusutamaan PPU dengan reformasi regulasi, maka pembahasan Aspek Kelembagaan akan menjelaskan bagaimana kerangka institusional yang diperlukan untuk melakukan proses peninjauan regulasi, serta khususnya mengintegrasikan PPU yang sehat di dalam 3 Saat ini, belum ada sebuah institusi yang dibentuk/ditunjuk sebagai Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR), meskipun telah terdapat beberapa inisiatif ke arah tersebut. Perlu ditekankan bahwa LPR ini tidak harus merupakan lembaga baru, melainkan dapat juga memanfaatkan lembaga/institusi eksisting yang diberikan penunjukkan oleh Presiden. Penggunaan sebutan LPR dalam Peta Jalan ini dilakukan untuk menekankan adanya otoritas tunggal dalam proses peninjauan regulasi.

Page 53: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 4: Gambaran Umum Peta Jalan

53Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

regulasi ekonomi yang baru maupun eksisting.Secara umum, perlu didirikan Forum Diskusi Persaingan Usaha yang

melibatkan berbagai kepentingan, yang mengarah kepada pencapaian konsensus mengenai PPU di tingkat nasional. Kemudian, PPU baru dapat diintegrasikan ke dalam proses peninjauan regulasi baru maupun eksisting dengan menggunakan instrumen persaingan usaha yang akan dijelaskan lanjut pada bagian berikutnya, dengan mekanisme kerja yang juga akan dijelaskan lebih lanjut.

4.6.2. Aspek Konsultasi & KoordinasiAspek Konsultasi & Koordinasi akan menjabarkan daftar serta peran

dari sejumlah pemangku kepentingan relevan yang terkait dengan upaya pengarusutamaan PPU ini. Karena tinjauan regulasi di sektor ekonomi akan menjadi konteks bagi integrasi PPU, maka pengarusutamaan PPU perlu mendapatkan dukungan penuh dari sejumlah pemangku kepentingan utama. Tanpa adanya dukungan dari sejumlah pemangku kepentingan utama tersebut (yang juga menjadi champions bagi pengarusutamaan PPU), Peta Jalan ini akan sulit diimplementasikan. Pemangku kepentingan utama melingkupi Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Hukum dan HAM, dan Kantor Staf Kepresidenan. Pemangku kepentingan lainnya mencakup K/L teknis, pemerintah daerah, serta pelaku usaha dan akademisi.

Dalam aspek Konsultasi & Koordinasi akan dijelaskan mengenai pentingnya perumusan tanggung jawab masing-masing pihak dalam inisiatif pengarusutamaan PPU, serta mekanisme konsultasi dan koordinasi mereka dengan dua focal point dalam proses ini, yaitu LPR dan KPPU, terutama mengenai hal-hal yang terkait dengan peninjauan regulasi baru maupun eksisting yang melibatkan instansi masing-masing.

4.6.3. Aspek Hukum & PerundanganAspek Hukum & Perundangan akan menjabarkan beberapa dokumen

legal (termasuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden) yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas pengarusutamaan PPU dalam penyusunan kebijakan dan regulasi ekonomi di Indonesia.

Page 54: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

54 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Antara lain, aspek ini akan membahas mengenai legitimasi yang diperlukan untuk menunjuk Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR) sebagai pelaku utama proses peninjauan regulasi di Indonesia, dasar hukum yang diperlukan untuk melakukan proses peninjauan regulasi, serta rencana untuk memasukkan Pengarusutamaan PPU ke dalam RPJMN 2020-2024.

Page 55: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 5: Aspek Kelembagaan

55Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

ALAM ASPEK KELEMBAGAAN dan Organisasi, terdapat delapan aktivitas kunci untuk mendukung pengarusutamaan prinsip persaingan usaha (PPU) dalam penyusunan regulasi dan kebijakan ekonomi, yaitu: (a) pembentukan dan

pelaksanaan Forum Diskusi Persaingan Usaha, (b) pembentukan atau penunjukkan Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR) serta mekanisme koordinasinya dengan KPPU, (c) penyusunan Daftar Periksa Persaingan Usaha (competition checklist) yang akan digunakan dalam proses peninjauan regulasi, (d) penyusunan guideline integrasi PPU di dalam pembuatan atau peninjauan regulasi, (e) pembentukan basis data regulasi ekonomi, serta kaitannya dengan persaingan usaha, (f ) pembangunan kapasitas dan sosialisasi proses peninjauan regulasi kepada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/P) (f ) penentuan indikator kinerja, dan (g) monitoring dan evaluasi.

5.1. FORUM DISKUSI PERSAINGAN USAHA

Prinsip persaingan usaha yang sehat perlu diterapkan dalam setiap regulasi yang dikeluarkan pengambil kebijakan di berbagai sektor dan tingkatan. Namun demikian, hingga kini secara umum pemahaman pengambil kebijakan mengenai prinsip persaingan usaha yang sehat serta pentingnya prinsip-prinsip tersebut bagi perekonomian yang efisien masih sangat terbatas.

Oleh karena itu, sebelum prinsip persaingan usaha bisa diintegrasikan

Aspek KelembagaanBAB 5

D

Page 56: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

56 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

ke dalam setiap regulasi, diperlukan sebuah konsensus di tingkat nasional, di mana pengambil kebijakan dari berbagai Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah (K/L/P) bersama-sama menyepakati mengenai batasan prinsip persaingan usaha yang sehat, serta pentingnya untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip tersebut dalam regulasi yang mereka hasilkan.

Pencapaian konsensus akan sulit jika berbagai K/L/P memiliki pengetahuan serta pandangan yang berbeda-beda mengenai PPU. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mulai meningkatkan kesadaran K/L/P mengenai pentingnya prinsip persaingan usaha yang sehat serta memfasilitasi diskusi yang rutin mengenai isu-isu persaingan usaha, perlu dibentuk sebuah Forum Diskusi Persaingan Usaha.

Gambar 5.1. Alur Pemikiran Pembentukan Forum Diskusi Persaingan Usaha

Pemangku kepentingan yang dimediasi dalam Forum ini berasal dari tiga elemen utama (tripartite), yang mencakup: (1) pemerintah, sebagai pengambil kebijakan dan penyusun regulasi, (2) dunia usaha, sebagai pihak yang terkena dampak regulasi, dan (3) akademisi.

Terdapat tiga tujuan dari penyelenggaraan Forum Diskusi Persaingan Usaha ini. Pertama, adalah untuk memfasilitasi diskusi yang rutin antara berbagai pemangku kepentingan mengenai beberapa isu penting yang terkait dengan persaingan usaha di Indonesia, sehingga melaluinya masing-masing peserta bisa mendapatkan pemahaman yang lebih utuh mengenai isu persaingan usaha penting yang dibahas dari berbagai perspektif. Kedua, adalah sebagai sarana untuk mencapai konsensus di tingkat nasional mengenai prinsip persaingan usaha. Ketiga, untuk membahas masalah-masalah krusial yang terkait persaingan usaha serta mengembangkan alternatif solusi untuk masalah-masalah tersebut.

Forum ini diharapkan dapat mulai berjalan pada tahun 2016. Oleh karena itu, mulai saat ini diperlukan usaha untuk mensosialisasikan

Kesadaran PPUyang masih

rendah

Adakan Forum Diskusi

Persaingan Usaha

Tercapai konsensus PPU

di tingkatnasional

Integrasi PPUdalam seluruh

regulasi ekonomi (baru dan eksisting)

Page 57: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 5: Aspek Kelembagaan

57Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

rencana pembentukan Forum kepada beberapa pemangku kepentingan relevan yang telah disebut sebelumnya. Salah satu output kunci yang diharapkan dari pembentukan Forum Diskusi Persaingan Usaha ini adalah konsensus nasional mengenai definisi serta pentingnya integrasi prinsip persaingan usaha dalam penyusunan regulasi sektor ekonomi, yang ditargetkan dapat dicapai pada akhir tahun 2017. Namun demikian, forum ini diharapkan dapat terus berlanjut setelah tercapai konsensus. Dalam implementasinya, Forum Diskusi Persaingan Usaha ini dapat memanfaatkan pengalaman beberapa forum sejenis yang telah berjalan di sektor lain, seperti dijabarkan dalam Box 5.1. di bawah.

Box 5.1. Contoh Forum Diskusi Sejenis di Sektor Lain

Pembentukan sebuah Forum Diskusi yang memediasi berbagai

pemangku kepentingan sebenarnya telah beberapa kali dilakukan

di Indonesia. Saat ini dalam sektor ekonomi terdapat setidaknya dua

forum yang diinisiasi oleh CSIS, yaitu Indonesia Services Dialogue (ISD)

dan Forum Kebijakan Ketenagakerjaan (FKK), yang masing-masing

berfokus pada pengembangan sektor jasa dan ketenagakerjaan.

ISD mulai berjalan sejak 2010, yang saat ini memiliki keanggotaan

tripartite, yaitu APINDO dan KADIN dari dunia usaha, Kementerian

Perdagangan dari Pemerintah, serta CSIS sebagai perwakilan akademisi.

Tujuan dari ISD adalah untuk memfasilitasi berbagai pemangku

kepentingan di sektor jasa dalam mempromosikan pertumbuhan

dan efisiensi sektor jasa di Indonesia melalui koordinasi yang bersifat

tripartite tersebut. Selain memfasilitasi dialog antar pemangku

kepentingan, pendekatan strategis dan holistik dari ISD yang didasarkan

pada penelitian evidence-based juga menghasilkan input konkrit bagi

Pemerintah yang berguna untuk pengembangan sektor jasa Indonesia,

terutama dalam area perdagangan dan investasi di sektor jasa.

Sejumlah aktivitas yang secara rutin dilakukan ISD mencakup ISD Annual Services Summit, ISD Public Forum and Roundtable Dialogue yang

melibatkan pelaku usaha dan pejabat kunci pemerintahan, ISD Dialogue Series, ISD Policy Research, Executive Luncheons antara pelaku usaha

utama di sektor jasa dengan pemerintah, serta Konsultasi Sektor Swasta.

Sementara itu, Forum Kebijakan Ketenagakerjaan (FKK) bertujuan untuk

menyediakan sarana yang dapat memfasilitasi pemangku kepentingan

untuk berdiskusi mengenai isu-isu krusial mengenai kebijakan

ketenagakerjaan di Indonesia. Keanggotaan FKK juga tripartite,

yaitu melibatkan pengambil kebijakan/pemerintah, perwakilan buruh,

Page 58: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

58 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

5.2. PEMBENTUKAN/PENUNJUKKAN LEMBAGA PENINJAUAN REGULASI (LPR)

Pengarusutamaan PPU dalam Peta Jalan ini diletakkan di dalam konteks reformasi regulasi yang saat ini sedang dilakukan pemerintah, atau lebih tepatnya dalam proses peninjauan regulasi (regulatory review process). Ini merupakan proses executive review, sebagai pelengkap dari judicial review yang selama ini telah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. PPU perlu terintegrasi baik di dalam penyusunan regulasi baru, maupun di dalam regulasi yang sudah ada (eksisting). Oleh karena itu, setelah tercapai konsensus PPU di tingkat nasional, diperlukan pembentukan atau penunjukkan suatu institusi yang ditugaskan untuk melakukan peninjauan regulasi. Institusi tersebut dalam Peta Jalan ini disebut dengan Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR).

LPR dapat merupakan lembaga baru yang khusus dibentuk untuk reformasi regulasi, maupun lembaga pemerintahan yang sudah ada (contohnya Bappenas atau Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi). Pembentukan atau penunjukkan LPR ini harus memiliki legitimasi hukum yang kuat, misalnya melalui Undang-Undang atau Peraturan Presiden. Diharapkan bahwa jangkauan regulasi yang ditinjau LPR dapat mencakup UU, Perpres, PP, dan terutama hingga tingkatan Peraturan Menteri (mengingat 67% regulasi baru dalam 15 tahun terakhir adalah dalam bentuk Permen), meskipun hal demikian memerlukan sumber daya yang sangat masif.

serta perwakilan pengusaha dan asosiasi). Diskusi dalam FKK lebih

difokuskan untuk mencari alternatif solusi permasalahan ketenagakerjaan

di Indonesia, serta memberi saran kebijakan yang dapat meningkatkan

penyerapan serta kualitas tenaga kerja di Indonesia.

FKK secara rutin melakukan pertemuan dengan melibatkan ketiga

pihak di atas. Dalam setiap pertemuan, FKK mengangkat subtopik

ketenagakerjaan yang berbeda-beda, misalnya mengenai kebijakan Upah

Minimum, peningkatan keahlian tenaga kerja Indonesia, peningkatan

partisipasi tenaga kerja wanita, atau Kebijakan Uang Pesangon. FKK

selalu berusaha untuk memberikan rekomendasi bagi Pemerintah agar

dapat terus meningkatkan kinerja tenaga kerja serta kualitas kebijakan

ketenagakerjaan di Indonesia.

Page 59: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 5: Aspek Kelembagaan

59Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Tugas utama LPR adalah melakukan peninjauan baik pada regulasi yang akan disusun (regulasi baru) dan melakukan peninjauan serta memberikan rekomendasi revisi jika diperlukan pada regulasi eksisting, agar seluruh regulasi di tingkat nasional dapat sesuai dengan prinsip good regulatory practices. Fungsi dan peranan LPR juga dijelaskan lebih lanjut pada Bab 3. Dalam Peta Jalan ini, PPU akan diintegrasikan sebagai salah satu elemen penting dalam pertimbangan/analisis peninjauan regulasi. Oleh karena itu, untuk menganalisis aspek persaingan usaha dalam proses peninjauan regulasi, LPR harus berkoordinasi dengan KPPU.

Untuk memberikan kepastian hubungan kerja antara LPR dan KPPU, maka dokumen legal penunjukkan LPR (atau regulasi turunannya) harus dilengkapi dengan mekanisme koordinasi LPR dengan KPPU dalam analisis persaingan usaha pada proses peninjauan regulasi baru maupun regulasi eksisting.

Peta Jalan ini memberi masukan mengenai mekanisme koordinasi antara LPR dengan KPPU. Dalam hal ini, LPR tetaplah merupakan otoritas tunggal yang memiliki wewenang untuk meninjau serta memberikan rekomendasi revisi terhadap regulasi yang bersifat mengikat. Sementara itu, KPPU akan menjalankan fungsinya untuk peninjauan terhadap kebijakan pemerintah (seperti tercantum dalam Pasal 35 di UU No 5 Tahun 19993) melalui LPR4.

Sebagai contoh, jika ada rancangan regulasi baru yang dinilai KPPU menyalahi PPU yang telah dikonsensuskan sebelumnya, maka KPPU berhak meminta revisi rancangan regulasi tersebut, yang nantinya akan disampaikan LPR kepada kementerian pengusul regulasi tersebut melalui mekanisme peninjauan regulasi LPR. Mekanisme kelembagaan LPR serta koordinasinya dengan KPPU dapat dilihat dalam Gambar 5.2 di bawah ini. Pembentukan atau penunjukkan LPR serta mekanisme konsultasinya dengan KPPU ditargetkan dapat selesai pada akhir tahun 2018.

Pasal 35 UU No 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa salah satu tugas KPPU adalah untuk memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Dalam Peta Jalan ini. KPPU akan berperan melakukan analisis/tinjauan persaingan usaha terhadap kebijakan pemerintah (yang dituangkan dalam regulasi eksisting atau rancangan regulasi) terutama di sektor ekonomi. Perlu diingat bahwa meskipun penting, persaingan usaha hanya merupakan salah satu elemen dalam analisis substansi regulasi. Oleh karena itu, LPR mungkin saja menunjuk institusi lain di luar KPPU untuk melakukan analisis/tinjauan pada aspek lain (selain persaingan usaha) yang juga terdapat dalam good regulatory practices.

4

5

4 5

Page 60: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

60 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Gambar 5.2. Mekanisme Hubungan Kelembagaan Kunci dalam Proses Peninjauan Regulasi

5.3. DAFTAR PERIKSA PERSAINGAN USAHA DALAM PROSES PENINJAUAN REGULASI

Setelah berjalannya LPR yang diberikan wewenang untuk melakukan peninjauan regulasi, langkah berikutnya agar PPU dapat terintegrasi dalam proses peninjauan regulasi adalah menyusun instrumen Daftar Periksa Persaingan Usaha (competition checklist) yang dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah regulasi yang ditinjau tersebut sejalan dengan PPU yang sehat yang telah dikonsensuskan.

Berangkat dari praktik penyusunan regulasi yang baik (best regulatory practices) di tingkat internasional, serta dengan mempertimbangkan kepentingan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UU No 5 Tahun 1999, KPPU telah berhasil menyusun sebuah Daftar Periksa Persaingan Usaha. Box 5.2. di bawah menunjukkan empat kelompok dalam Daftar Periksa, yaitu regulasi umum yang tidak masuk pengecualian UU No 5 Tahun 1999, serta tiga kategori regulasi lainnya berupa peraturan pelaksanaan, regulasi yang memberikan hak monopoli ataupun perlakuan khusus pada pelaku usaha tertentu.

Adapun Daftar Periksa Persaingan Usaha tersebut dapat digunakan untuk memeriksa baik rancangan peraturan ataupun peraturan perundangan

PRESIDENMemberikan Arahan Prioritas Kebijakan dan Langkah-langkah

Reformasi Regulasi

KPPU Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR)

Kementrian/Lembaga/Pemda(K/L/P)

Pelaksanaan Tindakan

(Cabut/Revisi/Pertahankan)

Asosiasi, Dunia Usaha, Lembaga Riset,

Akademisi, Masyarakat

Garis instruksi Garis koordinasi

FOD RencanaTindak

Page 61: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 5: Aspek Kelembagaan

61Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

yang sudah ada/eksisting. Daftar Periksa ini sendiri sejak awalnya memang dirancang oleh KPPU untuk digunakan oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/P) yang mengeluarkan rancangan regulasi sebagai suatu self-assessment sebelum keluar dengan sebuah rancangan regulasi baru.

Dengan menggunakan Daftar Periksa ini sebagai instrumen analisis rancangan regulasi baru, diharapkan bahwa regulasi yang dihasilkan nantinya boleh selaras dengan PPU yang sehat, sebagaimana dijelaskan dalam UU No 5 Tahun 1999. Namun demikian, selama ini pemberlakuan self-assessment tersebut sifatnya adalah sukarela (voluntary), dan belum banyak dilakukan pada praktiknya.

Daftar Periksa Persaingan Usaha yang disusun KPPU ini sendiri terdiri dari sejumlah pertanyaan tertutup (Ya/Tidak). Pertama-tama, seluruh regulasi akan diperiksa menggunakan Daftar Periksa I. Jika seluruh pertanyaan pada Daftar Periksa I dijawab Tidak, maka rancangan peraturan tersebut dinilai sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Namun demikian, jika terdapat setidaknya satu jawaban Ya pada Daftar Periksa I, pemeriksaan akan dilanjutkan dengan empat kemungkinan tindak lanjut:

Apabila penyebabnya adalah pengaturan kegiatan atau perjanjian yang dikecualikan oleh peraturan perundangan, sebagaimana diatur dalam pasal 50 huruf a UU No 5/1999, maka pemeriksaan dihentikan. Peraturan perundangan yang diperiksa tetap berlaku sebagaimana mestinya.Apabila penyebabnya adalah adanya penunjukan monopoli oleh pelaku usaha tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 51 UU No 5/1999, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan menggunakan daftar periksa III.Apabila penyebabnya adalah karena rumusan pengaturannya salah sehingga bertentangan dengan UU No 5/1999 maka dilakukan harmonisasi dengan tujuan merevisi atau mencabut klausul pengaturan yang bertentangan dengan UU No 5/1999.Apabila penyebabnya adalah rumusan pengaturan untuk tujuan perlindungan pelaku usaha tertentu, maka Pemerintah Pusat/Daerah harus melakukan Kajian Analisa Dampak untuk mengetahui dampak dari peraturan tersebut.

a.

b.

c.

d.

Page 62: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

62 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Box 5.2. Instrumen Daftar Periksa Persaingan Usaha dari KPPU

Sumber: KPPU

Tentu saja tidak menutup kemungkinan bahwa Daftar Periksa Persaingan Usaha yang telah ditampilkan pada Box 5.2. di atas masih akan mengalami modifikasi lebih lanjut, yang disesuaikan dengan isi dokumen konsensus nasional yang terjadi pada akhir 2017. Definisi yang spesifik mengenai PPU yang sehat perlu diterjemahkan menjadi pertanyaan spesifik dalam Daftar Periksa Persaingan yang nantinya akan benar-benar digunakan dalam proses peninjauan regulasi.

Oleh karena itu, segera setelah tercapai konsensus PPU di tingkat nasional, KPPU perlu untuk segera mengembangkan serta melakukan finalisasi pada instrumen Daftar Periksa Persaingan Usaha berdasarkan PPU yang disepakati bersama. Ditargetkan bahwa Daftar Periksa ini dapat dikembangkan sepanjang tahun 2018, sehingga dapat siap digunakan dalam proses peninjauan regulasi sejak awal atau pertengahan tahun 2019.

Daftar Periksa I: Untuk Seluruh Peraturan Sektor Ekonomi yang tidak dikecualikan UU No. 5 Tahun 1999

Pembatasan Jumlah/Jangkauan Pelaku UsahaPembatasan Kemampuan Pelaku UsahaPengurangan Insentif untuk BersaingPembatasan Pilihan Barang atau Jasa bagi Konsumen

Daftar Periksa II:Untuk Peraturan Pelaksana Peraturan Perundangan

Memastikan Peraturan ybs. merupakan pelaksanaan pengecualian pada UU No. 5 Tahun 1999

Daftar Periksa III:Untuk Peraturan yang Memberikan Hak Monopoli

Netralitas Persaingan UsahaNetralitas Perlakuan KhususTransparansi Tata KelolaPengendalian Praktik Monopoli

Daftar Periksa IV:Untuk Peraturan yang Memberikan Perlindungan bagi Pelaku Usaha Tertentu di Sektor Tertentu

Apakah pemerintah daerah telah memiliki kajian analisa dampak peraturan ybs.?Apakah peraturan ybs. merupakan peraturan yang memberi perlindungan bagi pelaku usaha di sektor tertentu?

••••

••••

Page 63: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 5: Aspek Kelembagaan

63Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

5.4. PENYUSUNAN PETUNJUK PELAKSANAAN INTEGRASI PPU DALAM PENYUSUNAN ATAU PENINJAUAN REGULASI

Pada sejumlah bagian lain dalam Peta Jalan ini, telah dijelaskan bagaimana terdapat legitimasi5 untuk mengintegrasikan PPU ke dalam proses peninjauan regulasi baru maupun eksisting. Namun demikian, pada tingkat operasional integrasi tersebut, diperlukan suatu dokumen yang berisi petunjuk pelaksanaan (guideline) integrasi PPU di dalam proses penyusunan atau peninjauan regulasi, sebagai turunan dari UU atau PP yang lebih tinggi mengenai amanat peninjauan regulasi.

Di dalam Petunjuk Pelaksanaan Integrasi PPU, terdapat beberapa aspek penting yang perlu dijelaskan. Pertama, perlu dijelaskan tata cara pelaksanaan integrasi PPU dalam proses peninjauan regulasi secara lebih terperinci, misalnya terkait dengan tata cara pengisian Daftar Periksa Persaingan Usaha dengan self-assessment oleh K/L/P, mekanisme rekomendasi rencana tindak dari KPPU terhadap hasil tinjauan persaingan usaha dari regulasi tertentu, serta hal-hal lainnya. Kedua, perlu dijelaskan secara lebih terperinci mengenai mekanisme evaluasi self-assessment K/L/P yang dilakukan oleh KPPU. Hal ini penting agar seluruh pihak dapat mengetahui dengan jelas mengenai berbagai aspek persaingan usaha yang ditinjau, serta membantu KPPU agar dapat melakukan evaluasi tersebut dengan obyektif. Ketiga, perlu dijelaskan mengenai mekanisme ketika terjadi perbedaan pendapat antara KPPU dengan K/L/P dalam aspek persaingan usaha pada proses peninjauan regulasi. Hal ini bisa saja diakomodasi dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan K/L/P terkait dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab 6 mengenai Koordinasi & Konsultasi.

Petunjuk Pelaksanaan Integrasi PPU dalam Proses Peninjauan Regulasi ini diharapkan mulai disusun segera setelah tercapai konsensus PPU pada akhir tahun 2017. Ditargetkan bahwa pada awal tahun 2019, guideline telah selesai dan dapat mulai disosialisasikan ke pemangku kepentingan relevan, terutama K/L/P, sehingga siap dioperasikan sejak pertengahan tahun 2019.

Dua bentuk legitimasi utama sebagaimana dijelaskan pada Aspek Perundangan adalah melalui Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN 2020-2024 dan dasar hukum yang mengatur mengenai proses peninjauan regulasi.

6

6

Page 64: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

64 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

5.5. PEMBENTUKAN BASIS DATA REGULASI EKONOMI DAN KAITANNYA DENGAN PERSAINGAN USAHA

Terkait dengan integrasi PPU dalam proses peninjauan regulasi, Peta Jalan ini menyarankan agar analisis persaingan usaha dapat mulai dilakukan terlebih dahulu pada rancangan regulasi baru. Ditargetkan bahwa sejak pertengahan 2019, regulasi baru yang terkait dengan sektor ekonomi sudah mulai memperhitungkan aspek persaingan usaha melalui berbagai instrumen yang disebutkan pada bagian sebelumnya. Namun demikian, pada tahap berikutnya Peta Jalan ini juga menargetkan bahwa sejak tahun 2021 akan mulai dilakukan proses peninjauan pada regulasi eksisting yang terkait dengan sektor ekonomi.

Regulasi eksisting sektor ekonomi jumlahnya sangat banyak, dalam berbagai bentuk, dan tersebar di berbagai K/L, serta di tingkat Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, perlu direncanakan usaha yang sistematis agar proses peninjauan regulasi eksisting dapat berlangsung dengan efisien. Oleh karena itu, untuk mempermudah proses analisis regulasi eksisting, perlu mulai dikembangkan sebuah basis data (database) seluruh regulasi eksisting di bidang ekonomi.

Regulasi-regulasi yang dikumpulkan dalam basis data ini mencakup UU, PP, Perpres, Peraturan Menteri, serta berbagai peraturan di tingkat pemerintah daerah. Untuk mempermudah analisis (mengingat banyaknya jumlah regulasi eksisting), basis data perlu memuat sebuah sistem yang dapat melakukan diagnosis awal secara cepat (quick preliminary review) pada aspek persaingan usaha, misalnya dengan memberikan beberapa pertanyaan atau checklist sederhana yang didasarkan pada beberapa PPU kunci yang telah dikonsensuskan sebelumnya.

Mengingat besarnya sumber daya yang diperlukan untuk melakukan aktivitas ini, Peta Jalan ini menyarankan bahwa penyusunan Basis Data Regulasi Eksisting Sektor Ekonomi dapat mulai dilakukan sejak awal 2017, dan diharapkan dapat selesai pada akhir tahun 2020, sehingga proses peninjauan regulasi eksisting dapat dimulai tahun 2021.

Page 65: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 5: Aspek Kelembagaan

65Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

5.6. PEMBANGUNAN KAPASITAS DAN SOSIALISASI PROSES PENINJAUAN REGULASI KEPADA K/L/P

Meskipun dikoordinasikan oleh LPR, proses peninjauan regulasi baru maupun eksisting akan sangat melibatkan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/P) sebagai agensi yang mengeluarkan regulasi-regulasi tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha pembangunan kapasitas serta sosialisasi mengenai proses peninjauan regulasi agar K/L/P dapat berpartisipasi lebih aktif.

Pembangunan kapasitas dan sosialisasi seharusnya dilakukan oleh LPR dengan mengundang KPPU untuk aspek persaingan usaha. Melalui pembangunan kapasitas dan sosialisasi, KPPU akan memberikan penjelasan kepada K/L/P misalnya mengenai tata cara pelaksanaan self-assessment pada Daftar Periksa Persaingan Usaha, menjelaskan berbagai kemungkinan putusan/tindak lanjut dari LPR, serta melakukan sosialisasi mengenai Petunjuk Pelaksanaan Integrasi PPU dalam Proses Peninjauan Regulasi. Aktivitas-aktivitas ini ditargetkan untuk dilakukan selama tahun 2019-2020.

5.7. PENENTUAN INDIKATOR KINERJA

Untuk memantau keberhasilan inisiatif ini, perlu dikembangkan sejumlah indikator kinerja. Beberapa indikator ini akan mencerminkan kualitas dari regulasi-regulasi yang dihasilkan sejak pelaksanaan Pengarusutamaan PPU ini, terutama sehubungan dengan aspek persaingan usaha. Indikator-indikator ini akan mengukur sampai sejauh mana regulasi-regulasi yang dihasilkan sudah sesuai dengan PPU yang disepakati bersama dalam konsensus.

Indikator-indikator ini dapat dikembangkan oleh KPPU, yang juga bisa mendapat masukan dari pemangku kepentingan lainnya melalui aktivitas seperti Forum Diskusi Persaingan Usaha. Indikator Kinerja ini ditargetkan mulai disusun sejak 2019 hingga selesai di tahun 2021.

5.8. MONITORING DAN EVALUASI

Segala aktivitas integrasi PPU dalam regulasi sektor ekonomi ini terpusat di LPR dan KPPU sebagai focal point. Peran kedua lembaga tersebut sangat

Page 66: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

66 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

penting dalam menjamin kelangsungan seluruh inisiatif ini. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme monitoring dan evaluasi yang memantau kinerja LPR maupun KPPU, yaitu apakah proses peninjauan regulasi serta integrasi PPU di dalamnya, sebagaimana diamanatkan oleh UU berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Monitoring dan evaluasi ini dapat dilakukan langsung oleh Presiden. Hal ini cukup memungkinkan karena kedua lembaga tersebut diatur oleh UU untuk melapor langsung kepada Presiden.

Rangkuman mengenai seluruh aktivitas yang perlu dilakukan serta kerangka waktu (timeline) pada Aspek Kelembagaan dapat dilihat pada Gambar 5.3. di bawah ini.

Page 67: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 5: Aspek Kelembagaan

67Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

TA

HA

P 1

TA

HA

P 2

T

AH

AP

3

20

16

2

017

20

18

20

19

20

20

2

021

Pem

ben

tukan

/

Pen

un

jukkan

LP

R

Ch

ecklis

t &

Gu

idelin

e

Ko

nse

nsu

s

Nasi

on

al t

en

tan

g

PP

U

Fo

rum

Dis

ku

si P

ers

ain

gan

Usa

ha

Pen

un

jukkan

LP

R &

Mekan

ism

e K

oo

rdin

asi

Daft

ar

Peri

ksa

Pers

ain

gan

Usa

ha

Pem

ben

tukan

Basi

s D

ata

Reg

ula

si E

ksi

stin

g S

ekto

r E

ko

no

mi

Mo

nit

ori

ng

dan

Evalu

asi

Guid

elin

e Inte

gra

si P

rinsi

p P

ers

ain

gan U

saha

Pem

bang

unan K

ap

asi

tas

& S

osi

alis

asi

ke K

/L/P

Ind

ikato

r K

ualit

as

Reg

ula

si

Gam

bar 5

.3 K

eran

gka W

aktu

Pen

garu

suta

maa

n PP

U Pa

da A

spek

Kele

mba

gaan

Page 68: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

68 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

ALAM ASPEK KONSULTASI dan Koordinasi, terdapat empat aktivitas kunci untuk mendukung pengarusutamaan prinsip persaingan usaha (PPU) dalam penyusunan kebijakan dan regulasi ekonomi, yaitu: (a) penyusunan Daftar Pemangku

Kepentingan untuk Pengarusutamaan PPU serta posisi dan peran masing-masing, (b) penyusunan mekanisme konsultasi dan koordinasi penerapan PPU dalam proses peninjauan regulasi, (c) mekanisme konsultasi dan koordinasi dengan legislatif/DPR, (d) mekanisme pelaporan kegiatan kepada Presiden.

6.1. DAFTAR PEMANGKU KEPENTINGAN UNTUK PENGARUSUTAMAAN PPU SERTA POSISI DAN PERAN MASING-MASING (STAKEHOLDERS MAPPING)

Pengarusutamaan Prinsip Persaingan Usaha dalam penyusunan kebijakan dan regulasi sektor ekonomi adalah sebuah inisiatif besar yang melibatkan banyak pemangku kepentingan di berbagai sektor dengan perspektif, fungsi, dan kapasitas yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pada tahap awal dalam inisiatif ini diperlukan suatu daftar yang menyebutkan secara eksplisit nama-nama pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengarusutamaan PPU. Selain itu, pemetaan pemangku kepentingan ini juga perlu dilengkapi dengan peran masing-masing lembaga di dalam proses pengarusutamaan

Aspek Konsultasi &Koordinasi

BAB 6

D

Page 69: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

69Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

PPU ini, agar masing-masing pemangku kepentingan dapat mengetahui kontribusi apa yang diharapkan dari mereka dalam seluruh inisiatif ini.

Seluruh pemangku kepentingan yang ada dalam daftar ini perlu dilibatkan dalam proses menuju konsensus PPU di tingkat nasional. Akan lebih baik jika seluruh pemangku kepentingan ini bisa ikut terlibat dalam Forum Diskusi Persaingan Usaha. Secara umum, Peta Jalan ini mengidentifikasi empat kategori utama pemangku kepentingan untuk Pengarusutamaan PPU yang ditunjukkan Gambar 6.1. di bawah ini.

Gambar 6.1. Pemetaan Pemangku Kepentingan dalam Pengarusutamaan PPU

Titik fokus (focal point) dalam pengarusutamaan PPU terdapat di Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR) dan KPPU. Peran dan koordinasi antar keduanya telah dijelaskan pada Bab 5 mengenai Kelembagaan.

Akan tetapi, agar kedua focal point tersebut dapat menjalankan pengarusutamaan dengan baik, diperlukan dukungan dari beberapa pemangku kepentingan utama, yang memiliki peran strategis dalam sektor ekonomi serta memiliki jangkauan kerja lintas sektor. Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, BKPM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Lembaga Kepresidenan, serta Kementerian Hukum & HAM termasuk dalam kategori Pemangku Kepentingan Utama tersebut.

Selanjutnya, terdapat juga sejumlah pemangku kepentingan sektoral, yaitu pemerintahan di berbagai tingkat dan sektor yang menerbitkan regulasi-

TITIK FoKUS (FocaL PoINT)

Pemangku Kepentingan Utama

Pemangku Kepentingan Sektoral

Dunia Usaha Akademisi

Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR) KPPU

Kementrian PPN/Bappenas

Kementrian Koordinator Bidang Ekonomi

Kementrian Dalam Negri

Kantor Staf Kepresidenan (KSP)

Badan Koordinasi Penanaman Modal

Kementrian Perdagangan

Kementrian Hukum & HAM

Kementrian/Lembaga (K/L) Teknis

Pemerintah Daerah

Pelaku Usaha

Asosiasi

Page 70: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

70 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

regulasi yang terkait dengan sektor ekonomi. Termasuk dalam kategori ini adalah masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L) teknis (contohnya Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, dll) dan juga seluruh pemerintah daerah di berbagai tingkatan yang menerbitkan regulasi yang terkait dengan pengaturan atau penyelenggaraan aktivitas ekonomi di daerah tersebut.

Pemangku kepentingan ketiga adalah dunia usaha. Pelaku usaha merupakan pemangku kepentingan yang sangat penting karena mereka yang secara langsung melaksanakan dan terkena dampak oleh regulasi yang dibuat. Perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan PPU juga seringkali berasal dari pelaku usaha. Selain itu, peran dunia usaha dan asosiasi diperlukan untuk memberikan informasi kepada regulator mengenai situasi persaingan usaha secara aktual di lapangan. Termasuk dalam kategori ini adalah pelaku usaha dan asosiasi di berbagai sektor perekonomian.

Akademisi melengkapi daftar pemangku kepentingan dalam pengarusutamaan PPU. Peran akademisi dalam inisiatif ini adalah untuk melakukan sejumlah kajian/penelitian, serta mencetuskan gagasan baru yang dapat memperbaiki kondisi persaingan usaha. Selain itu, akademisi juga dapat memberikan pertimbangan yang bersifat netral dan obyektif ketika terjadi perbedaan pendapat antar berbagai pemangku kepentingan lainnya. Edukasi serta sosialisasi tentang PPU yang sehat di dunia pendidikan juga penting untuk dilakukan oleh akademisi, mengingat dunia pendidikan akan melahirkan calon regulator dan pelaku usaha di masa depan.

6.2. MEKANISME KONSULTASI DAN KOORDINASI PENERAPAN PPU DALAM PENINJAUAN REGULASI

PPU yang sehat perlu diterapkan dalam setiap regulasi dari setiap K/L/P, terutama yang terkait sektor ekonomi. Untuk itu, PPU perlu dimasukkan sebagai salah satu elemen dalam proses analisis penyusunan maupun peninjauan regulasi, baik yang baru maupun eksisting. Diperlukan sebuah mekanisme yang secara sistematis dapat menjamin setiap K/L/P pengusul regulasi dapat memasukkan PPU dalam analisis regulasi tersebut. Perlu disusun dokumen yang secara jelas mengelaborasi mekanisme konsultasi serta koordinasi antara K/L/P dengan LPR dan KPPU dalam

Page 71: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 6: Aspek Konsultasi & Koordinasi

71Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

usaha penerapan PPU dalam proses peninjauan regulasi baru maupun eksisting. Mekanisme ini dapat merupakan salah satu bagian tersendiri dalam guideline integrasi PPU yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Untuk penyusunan regulasi baru, Peta Jalan ini mengusulkan agar penerapan PPU dalam peninjauan regulasi baru maupun eksisting dapat dilakukan dari dua sisi, yaitu oleh K/L/P yang menerbitkan rancangan regulasi, yang hasilnya diverifikasi ulang oleh LPR dengan dibantu oleh KPPU. Penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme tersebut ditunjukkan dalam Gambar 6.2, yang menjelaskan mengenai proses penyusunan regulasi baru, serta posisi analisis aspek persaingan usaha di dalamnya.

Gambar 6.2. Proses Penyusunan Regulasi Baru & Penerapan PPU di Dalamnya

Secara umum, proses integrasi PPU ke dalam proses penyusunan regulasi baru akan dilakukan dengan instrumen Daftar Periksa Persaingan Usaha (competition checklist). Pelaksanaan penggunaan Daftar Periksa tersebut mengikuti langkah-langkah berikut:

LANGKAH 1: Self-Assessment oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/P)

Masing-masing K/L/P diwajibkan melakukan self-assessment pada rancangan regulasi baru yang dibuat, dengan menggunakan instrumen Daftar Periksa Persaingan Usaha yang diberikan KPPU.

Dilakukan oleh K/L/P Dilakukan LPR bersama KPPU

Penelitian

Cost Benefit Analysis

(cBa) dan elemen lain

dalam analisis regulasi

Self-Assessment

dengan Competition

Checklist

PengkajianAnalisaDampak

(aD)

Evaluasi(aD)

PelaksanaanRencana Tindak

Pertahankan

Pengkajian(aD)

PemeriksaanCompetition

Checklistoleh KPPU

FGDRencana Tindak

PengesahanRegulasi

Cabut

Revisi

Page 72: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

72 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Selain itu, diperlukan juga sebuah legitimasi (melalui UU atau Perpres) yang mewajibkan K/L/P untuk melakukan self-assessment aspek persaingan usaha dari setiap rancangan regulasi baru di sektor ekonomi.Diperlukan pembangunan kapasitas dari KPPU kepada K/L/P, misalnya dalam bentuk seminar/workshop ataupun bantuan teknis secara langsung agar K/L/P dapat melakukan self-assessment ini.Selanjutnya hasil self-assessment yang diisi oleh K/L/P akan dikumpulkan kepada LPR untuk kemudian diperiksa kembali oleh KPPU di Langkah 2.

LANGKAH 2: Evaluasi Hasil Self-Assessment oleh KPPU serta Tindak Lanjut dari LPR

Hasil self-assessment masing-masing K/L/P yang telah diterima oleh LPR akan kembali diverifikasi oleh KPPU menggunakan Daftar Periksa yang sama.Di sinilah KPPU menjalankan perannya sebagai pengawas aspek persaingan usaha dalam analisis regulasi.Jika KPPU menilai bahwa masih terdapat pelanggaran terhadap PPU yang sehat, maka self-assessment tersebut akan didiskusikan dalam FGD bersama K/L/P yang bersangkutan dengan LPR, KPPU, dan pemangku kepentingan yang terkait. FGD ini membahas rancangan regulasi ini dari berbagai aspek, kepentingan, dan perspektif, yang salah satunya persaingan usaha.Hasil FGD tersebut akan berupa Rencana Tindak Lanjut. Jika Tindak Lanjut berupa revisi, maka rancangan regulasi ini dikembalikan kepada K/L/P pengusul untuk dikaji kembali, terutama mengenai klausul pengaturan yang bertentangan dengan PPU, jika aspek konsekuensi persaingan usaha dinilai merupakan hal yang bermasalah pada rancangan regulasi tersebut.Jika rancangan regulasi sudah sesuai dengan seluruh PPU dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, serta tidak mengalami kecacatan pada beberapa aspek lainnya, maka tindak lanjut yang diberikan dari FGD adalah Pertahankan, dan rancangan regulasi tersebut akan dilanjutkan pada tahap pengesahan regulasi.

Page 73: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 6: Aspek Konsultasi & Koordinasi

73Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

6.3. MEKANISME KONSULTASI DAN KOORDINASI DENGAN LEGISLATIF/DPR

Sejumlah kebutuhan regulasi di sektor ekonomi juga berasal dari legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain itu, pembahasan beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentu saja sangat melibatkan DPR. Oleh karena itu, dalam inisiatif pengarusutamaan PPU ini perlu dirumuskan mekanisme konsultasi dan koordinasi antara LPR dan KPPU dengan DPR. Mekanisme koordinasi ini perlu mulai dirumuskan sejak tercapainya konsensus di akhir tahun 2017, dan diharapkan dapat selesai pada pertengahan 2018.

Selain koordinasi yang bersifat umum, mekanisme ini juga diperlukan untuk beberapa kasus spesial, misalnya ketika regulasi yang sedang ditinjau tidak sesuai dengan PPU yang sehat, namun sangat dibutuhkan untuk mencapai kepentingan nasional tertentu. Dalam kondisi demikian, mekanisme ini perlu menjelaskan bagaimana tindak lanjut peninjauan regulasi tersebut, serta siapa yang berhak mengambil keputusan terakhir tentang regulasi tersebut.3

6.4. MEKANISME PELAPORAN KEGIATAN KEPADA PRESIDEN

Perlu dipahami bahwa inisiatif pengarusutamaan PPU berada dalam konteks yang lebih besar yaitu reformasi regulasi yang diamanatkan oleh Presiden. Oleh karena itu, seluruh K/L/P yang terkait dengan regulasi ekonomi, dan terutama LPR dan KPPU sebagai focal point memiliki tanggung jawab secara langsung kepada Presiden. Untuk memfasilitasi ini, perlu dipikirkan mekanisme pelaporan seluruh aktivitas integrasi PPU kepada Presiden, yang melaluinya Presiden dapat memonitor langsung apakah K/L/P betul-betul memasukkan PPU yang sehat dalam penyusunan regulasi, sehingga menghasilkan regulasi yang berkualitas dan kondusif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Perlu diperhatikan juga bahwa dalam praktiknya, mekanisme konsultasi dengan legislatif baru dapat benar-benar dipersiapkan setelah terbit dasar hukum yang mengatur mengenai proses peninjauan regulasi. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab 7 tentang Aspek Hukum & Perundangan. Tanpa adanya dasar hukum tersebut, mekanisme konsultasi belum bisa dibicarakan dengan legislatif, meskipun telah tercipta konsensus PPU di tingkat nasional.

7

7

Page 74: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

74 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Rangkuman mengenai seluruh aktivitas yang perlu dilakukan serta kerangka waktu (timeline) pada Aspek Kelembagaan dapat dilihat pada Gambar 6.3. di bawah ini.

Page 75: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

BAB 6: Aspek Konsultasi & Koordinasi

75Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

Gam

bar 6

.3. K

eran

gka W

aktu

Pen

garu

suta

maa

n PP

U pa

da A

spek

Kon

sulta

si da

n Ko

ordi

nasi

Mekan

ism

eK

on

sult

asi

ke

DP

R &

Pre

sid

en

Mekan

ism

eK

on

sult

asi

Pen

era

pan

PP

U

dala

m P

PK

Mekan

ism

e K

on

sult

asi

&

Ko

ord

inasi

Pen

era

pan

PP

U

dala

m P

en

inja

uan

Reg

ula

si

Mekan

ism

e P

ela

po

ran

kep

ad

a P

resi

den

TA

HA

P 1

TA

HA

P 2

T

AH

AP

3

20

16

2

017

20

18

2

019

20

20

20

21

Sta

keh

old

ers

Map

pin

g

Mekan

ism

e K

on

sult

asi

den

gan

Leg

isla

tif

Page 76: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

76 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

ANCANGAN PETA JALAN yang dibuat tidak akan berjalan tanpa ada dasar hukum yang mengaturnya. Pengarusutamaan prinsip persaingan usaha harus didasarkan oleh Undang-Undang dan peraturan pelaksananya. Dasar hukum diperlukan

agar setiap regulasi maupun kebijakan ekonomi yang ada, baik yang akan dibuat maupun yang sudah ada, dapat memasukkan prinsip persaingan usaha di dalamnya. Berikut adalah beberapa syarat perlu dan syarat cukup dalam aspek peraturan perundangan untuk mengarusutamakan prinsip persaingan usaha ke dalam regulasi maupun kebijakan ekonomi.

7.1 REVISI UU NO 5 TAHUN 1999

Konsep persaingan usaha yang tidak sehat sebenarnya sudah dijabarkan melalui UU No 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Undang-Undang No 5/1999 tersebut rencananya akan direvisi dan sudah masuk ke dalam daftar prioritas prolegnas 2016. Revisi UU Nomor 5 tahun 1999 merupakan syarat cukup pengarusutamaan prinsip persaingan usaha ke dalam setiap kebijakan ekonomi. Beberapa poin yang akan dibahas lebih lanjut dalam revisi tersebut seperti memperluas definisi pelaku usaha dengan memasukkan asas ekstra teritorialitas, perubahan notifikasi merger atau akuisisi menjadi notifikasi pre-merger, serta mengenai kewenangan lembaga menjalankan fungsi,

R

Aspek Hukum & Perundangan

BAB 7

Page 77: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

77Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

penyelidikan, penuntutan, dan pengadilan. Perluasan definisi pelaku usaha menjadi badan hukum atau bukan badan

hukum yang didirikan, berkedudukan, dan melakukan kegiatan baik di dalam maupun luar wilayah Indonesia dilakukan mengingat banyak peserta tender yang tidak berasal maupun berafiliasi di wilayah hukum Indonesia. Sebelumnya definisi pelaku usaha hanya yang berkedudukan dan melakukan kegiatan di dalam wilayah Indonesia. Pasal mengenai notifikasi merger juga diubah menjadi notifikasi pre-merger untuk memudahkan komisi sebagai langkah pencegahan kegiatan merger yang berpotensi anti-kompetisi. Berikutnya, mengenai penambahan kewenangan komisi untuk melakukan fungsi penyelidikan, penuntutan, dan pengadilan sehingga memberikan hukum acara yang jelas sekaligus membuat keputusan yang dibuat komisi menjadi mengikat.

Dalam salah satu poin revisi UU No 5/1999 terkait penambahan wewenang komisi, bahwa terdapat kemungkinan evaluasi saran yang diberikan KPPU mengenai regulasi yang anti persaingan usaha menjadi mengikat. Tentu saja hal ini sangat baik mengingat akan terdapat legitimasi yang jelas sebagai dasar hukum pengawasan persaingan usaha. Tentu saja pengintegrasian PPU ke dalam setiap kebijakan maupun regulasi terkait sektor ekonomi dapat dijalankan sendiri oleh KPPU, namun implementasinya akan dapat memberikan hasil yang lebih efektif dan komprehensif jika diletakkan pada kerangka peninjauan regulasi yang lebih luas dan mempertimbangkan berbagai aspek dalam tujuan regulasi dan kepentingan nasional.

Oleh karena itu Peta Jalan ini menawarkan mekanisme alternatif untuk melakukan evaluasi prinsip persaingan terhadap kebijakan dan regulasi terkait ekonomi. Peta Jalan ini memperlihatkan alur koordinasi antara KPPU dan Lembaga Peninjau Regulasi (LPR) sebagai upaya PPU menjadi bagian dalam proses peninjauan regulasi. Dengan demikian, pengintegrasian prinsip persaingan usaha ke dalam setiap kebijakan dan regulasi sektor ekonomi lebih mudah diimplementasikan.

7.2 DOKUMEN PERSETUJUAN PRINSIP PERSAINGAN USAHA

Prinsip persaingan usaha akan masuk ke dalam salah satu dari sekian banyak aspek yang ada dalam proses peninjauan regulasi. Prinsip tersebut

Page 78: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

78 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

nantinya akan dirumuskan melalui konsensus yang dibentuk berdasarkan forum diskusi persaingan usaha yang bersifat kontinu antara KPPU dengan seluruh pemangku kepentingan terkait. Paling tidak terdapat dua dokumen yang diperlukan untuk keberhasilan Peta Jalan pengarusutamaan prinsip persainga usaha yang ditawarkan ini, yaitu dokumen persetujuan prinsip persaingan usaha dan dokumen panduan prinsip persaingan usaha dalam peninjauan regulasi.

Dokumen persetujuan prinsip persaingan usaha merupakan hasil dari konsesus forum diskusi PPU yang nantinya harus dipatuhi oleh regulator terkait terutama dalam perumusan regulasi maupun kebijakan di sektor ekonomi. Dokumen persetujuan prinsip persaingan usaha yang direncanakan ini seperti deklarasi universal Hak Asasi Manusia hasil dari konvensi PBB, yang berbentuk poin-poin dari apa yang dimaksud dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Dokumen prinsip persaingan usaha ini tidak memiliki dasar hukum, sehingga perlu dimasukkan ke dalam peraturan perundangan. Salah satu opsi yang dimungkinkan adalah isi dari dokumen persetujuan prinsip persaingan usaha yang sehat nantinya dapat dimasukkan ke dalam bab pengarusutamaan PPU pada RPJMN yang diusulkan.

Setelah dokumen persetujuan prinsip persaingan usaha berhasil dirumuskan, diperlukan dokumen panduan (guideline) atau petunjuk pelaksanaan peninjauan regulasi untuk aspek persaingan usaha. Dokumen ini akan menjadi salah satu dari banyak dokumen panduan mengenai petunjuk pelaksanaan peninjauan regulasi untuk berbagai aspek. Baik dokumen persetujuan persaingan usaha maupun dokumen panduan untuk melakukan peninjauan regulasi dari aspek persaingan usaha paling tidak diharapkan dapat selesai pada tahun 2017.

7.3 DASAR HUKUM PROSES PENINJAUAN REGULASI

Salah satu alat atau mekanisme yang dapat digunakan untuk memasukan prinsip persaingan usaha ke dalam kebijakan ataupun regulasi pada sektor ekonomi adalah melalui peninjauan regulasi. Peninjauan regulasi yang nantinya diatur oleh peraturan perundangan, baik melalui revisi Undang-Undang No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan maupun dalam satu perundangan tersendiri (dapat berbentuk PP

Page 79: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

Bab 7: Aspek Hukum & Perundangan

79Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

ataupun UU), akan menjadi mekanisme penyaring untuk membuat kualitas regulasi menjadi lebih baik. Selain itu, dalam peraturan perundangan tersebut diberikan kewenangan atau legitimasi secara jelas kepada Lembaga Peninjau Regulasi untuk melakukan evaluasi peninjauan regulasi. Peraturan perundangan akan peninjauan regulasi ini diharapkan dapat selesai di tahun 2018.

Namun dalam UU No 12/2011 belum ada proses evaluasi dalam pembuatan peraturan perundangan. Disebutkan dalam peraturan perundangan tersebut proses penyaringan hanya dilakukan dalam penyelarasan Naskah Akademik sebelum RUU masuk ke dalam prolegnas. Sehingga perlu dimasukkan proses peninjauan regulasi dalam suatu bab tersendiri pada revisi UU No 12 tahun 2011 yang nantinya aspek persaingan usaha akan masuk ke dalam salah satu dari berbagai aspek peninjauan regualasi. Dari sisi jangka waktu, tentu revisi UU ini memerlukan waktu yang cukup panjang karena perlu koordinasi antara KPPU dengan Kementrian Hukum dan Ham terkait aspek peninjauan regulasi, serta perlunya pembahasan RUU oleh badan legislatif. Keuntungan dari pengintegrasian evaluasi peninjauan regulasi pada revisi UU No 12 tahun 2011 adalah sudah masuknya rencana revisi RUU dalam daftar prolegnas 2015-2019, meskipun belum masuk ke dalam daftar prioritas tahunan 2015-2016.

Alternatif lainnya adalah membentuk dasar hukum untuk peninjauan ulang regulasi sebagai Undang-Undang tersendiri. Ada manfaat dalam penyusunan Undang-Undang mengenai peninjauan regulasi secara terpisah, apalagi mengingat kompleksitas dari proses yang akan dikembangkan. Nantinya, prinsip persaingan usaha yang sehat dapat masuk ke dalam salah satu aspek peninjauan ulang regulasi. Namun untuk jangka waktu, pembuatan UU yang baru ini membutuhkan waktu yang paling lama dari pada opsi lainnya mengingat tidak mudahnya untuk mengeluarkan suatu UU yang baru. Apalagi, UU mengenai peninjauan regulasi tidak terdapat dalam daftar prolegnas pemerintah tahun 2015-2019.

Dasar hukum untuk peninjauan regulasi juga dapat berupa penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) yang baru. Peraturan Pemerintah mengenai peninjauan ulang regulasi ini nantinya mengacu pada UU No 12 tahun 2011 dalam rangka penyelarasan Naskah Akademik. Opsi pembentukan PP ini tentunya yang paling mungkin dilakukan terutama dalam waktu dekat

Page 80: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

80 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

mengingat sifat pembetukannya yang secara relatif tidak membutuhkan waktu yang lama seperti UU. PP ini juga dapat bersifat sementara sampai nanti akhirnya proses peninjauan regulasi dijadikan sebagai Undang-Undang agar memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi.

7.4 PERPRES RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL

Untuk memastikan kontinuitas dari Peta Jalan yang dibuat, sangat penting pengarusutamaan prinsip persaingan usaha masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Penting untuk melakukan institusionalisasi agar meskipun jenjang pemerintahan sudah berganti, prinsip persaingan tetap dapat diintegrasikan dalam kebijakan maupun regulasi ekonomi. Seperti dalam contoh institusionalisasi fiskal di mana pengendalian jumlah defisit anggaran diatur dalam UU No 17 tahun 2003 dan dijabarkan lebih lanjut melalui PP No 23 tahun 2003. Institusionalisasi fiskal merupakan salah satu contoh keberhasilan pengintegrasian sistem fiskal ke dalam perundangan yang berkelanjutan, terlihat dari penggunaan prinsip tersebut meskipun pemerintahan terus berganti.

Konsep persaingan usaha sendiri sebenarnya sudah masuk dalam RPJM Nasional di dalam sub-bagian revolusi mental dalam pembangunan lintas bidang. Salah satu arah ataupun strategi kebijakan untuk hal ini adalah dengan meningkatkan advokasi serta sosialisasi guna meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat secara luas akan pentingnya kebijakan dan hukum persaingan usaha yang sehat. Hal ini tentu saja dapat ditempuh melalui penyempurnaan kurikulum dan pengajaran mata kuliah terkait persaingan usaha di perguruan tinggi. Strategi kebijakan lainnya adalah implementasi dari daftar periksa kebijakan persaingan untuk pembenahan mekanisme perumusan kebijakan yang dilakukan secara mandiri maupun bekerja sama dengan KPPU.

Masuknya konsep persaingan usaha sebagai bagian dalam revolusi mental tentu saja sangat baik terutama untuk memberikan sosialisasi pentingnya persaingan usaha kepada akademisi dan masyarakat secara luas serta memastikan keberlanjutan PPU. Namun, implementasi dari daftar periksa kebijakan persaingan untuk perumusan kebijakan dalam RPJM Nasional

Page 81: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

Bab 7: Aspek Hukum & Perundangan

81Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

saat ini, yang tentunya sangat diperlukan, masih bersifat sukarela (voluntary). Prinsip persaingan usaha tetap perlu untuk diarusutamakan ke dalam setiap regulasi maupun kebijakan ekonomi, untuk menyaring regulasi-regulasi ataupun kebijakan yang mempengaruhi kondisi persaingan usaha yang sehat. Maka dari itu penting pengarusutamaan prinsip persaingan usaha masuk ke dalam rencana awal RPJM Nasional di tahun 2019 yang nantinya akan di legitimasi pada Peraturan Presiden tentang RPJM Nasional 2020.

Page 82: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

82 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Gam

bar 7

.1. K

eran

gka W

aktu

Pen

garu

suta

maa

n PP

U pa

da A

spek

Huk

um d

an P

erun

dang

an

Revis

i U

U N

o 5

/19

99

Ran

can

gan

Aw

al

RP

JM

N 2

020

-20

24

Perp

res

RP

JM

N

20

20

-20

24

Dasa

r H

uku

m

Pen

inja

uan

Reg

ula

si

PP

U m

asu

k

RJP

MN

20

20

-20

24

Do

ku

men

Pers

etu

juan

PP

U

Do

ku

men

Pers

etu

juan

PP

U

dala

m p

en

yu

sun

an

Reg

ula

si

Keb

ijakan

Eko

no

mi

Dasa

r H

uku

m P

rose

s P

en

inja

uan

Reg

ula

si

TA

HA

P 1

T

AH

AP

2

T

AH

AP

3

20

16

2

017

20

18

20

19

20

20

2

021

Page 83: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

Bab 8: Penutup

83Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

ETA JALAN PRINSIP Persaingan Usaha ini disusun untuk dapat memberikan arahan mengenai rencana strategis dalam menjadikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagai elemen penting dalam setiap pembentukan kebijakan

dan peraturan ekonomi. Integrasi berbagai prinsip tersebut dalam pembuatan kebijakan akan menjamin terciptanya lingkungan usaha berbasis kompetisi yang adil, yang diperlukan perekonomian untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, baik untuk kepentingan alokasi sumber daya maupun distribusi hasil aktifitas perekonomian. Iklim usaha yang kompetitif juga akan mendorong terciptanya inovasi dan perbaikan aktifitas ekonomi, yang merupakan syarat penting dalam era integrasi perekonomian global.

Penyusunan peta jalan ini didasarkan atas berbagai inisiatif yang telah dilakukan dan direncanakan oleh pemerintah Indonesia terutama dalam hal perbaikan iklim regulasi. Upaya perbaikan regulasi dan kebijakan tersebut akan menjadi pintu masuk bagi terciptanya kebijakan ekonomi yang memperhatikan prinsip-prinsip penting bagi persaingan usaha yang sehat. Dalam upaya pengarusutamaan tersebut, Peta Jalan ini memperhatikan tiga aspek utama yang harus dipersiapkan.

Aspek pertama adalah aspek kelembagaan yang perlu ada untuk mendukung proses pengarusutamaan PPU ini. Pembahasan dalam aspek kelembagaan tersebut ditekankan pada peran dari lembaga kunci yang terkait, terutama bagi dua lembaga yang menjadi titik fokus (focal point)

Penutup BAB 8

P

Page 84: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

84 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

inisatif ini: Lembaga Peninjauan Regulasi (LPR) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Diperlukan pula adanya kelembagaan informal yang menjadi ajang diskusi dan sosialisasi bagi tercapainya pemahaman yang baik mengenai persaingan usaha bagi seluruh pemangku kepentingan, serta untuk menciptakan konsensus nasional bagi prinsip-prinsip utama persaingan usaha. Perlu dicermati pula, bahwa berbagai lembaga yang dijelaskan dalam Peta Jalan ini, dapat dibentuk dengan pemberian otoritas baru ataupun yang diperluas, tanpa perlu membentuk lembaga baru.

Aspek kedua adalah aspek mekanisme koordinasi dalam proses pengarusutamaan prinsip persaingan usaha. Berbagai mekanisme yang dibahas dalam Peta Jalan ini akan meningkatkan koordinasi antara pemangku kepentingan, terutama bagi para pengambil kebijakan dan lembaga yang menjadi titik fokus ini proses ini. Dengan mekanisme koordinasi yang berjalan dengan baik, prinsip persaingan usaha diharapkan dapat menjadi bagian tidak terpisahkan dalam perumusan kebijakan dan regulasi ekonomi. Elemen penting dalam aspek koordinasi ini adalah fungsi dan otoritas yang jelas bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat serta kesiapan dalam pengintegrasian prinsip persaingan usaha.

Aspek ketiga adalah aspek basis hukum dari berbagai kegiatan yang dijelaskan dalam Peta Jalan ini. Aspek ini menjabarkan beberapa dokumen legal (termasuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden) yang memberikan basis hukum bagi aktivitas pengarusutamaan prinsip persaingan usaha dalam penyusunan kebijakan dan regulasi ekonomi di Indonesia. Salah satu target yang diperlukan dalam usaha ini adalah menempatkan proses pengarusutamaan persaingan usaha di dalam dokumen rencana utama pemerintah seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang akan menjadikan persaingan usaha sebagai bagian penting dalam penyusunan kebijakan ekonomi.

Untuk menjalankan berbagai aspek tersebut, Peta Jalan ini dibagi dalam tiga tahapan utama berdasarkan tujuan dan pembentukan kelengkapan yang diperlukan. Pada tahap pertama, proses pengarusutamaan ini ditujukan untuk mencapai sebuah konsensus nasional dan pemahaman yang menyeluruh mengenai prinsip persaingan usaha serta pentingnya prinsip tersebut menjadi bagian utama dalam perumusan kebijakan dan regulasi ekonomi. Tahap kedua ditujukan untuk mengintegrasikan prinsip persaingan usaha

Page 85: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

Bab 8: Penutup

85Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

dalam berbagai regulasi ekonomi yang baru saja dibentuk, sejalan dengan proses peninjauan regulasi. Pada tahap ketiga, proses pengarusutamaan ini juga akan ditujukan untuk berbagai regulasi yang telah ada, berikut dengan evaluasi regulasi yang berlaku secara komprehensif.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam implementasi berbagai aspek yang dibicarakan dalam Peta Jalan ini adalah peran dari masing-masing pemangku kepentingan terutama bagi pembuat kebijakan dan regulasi. Tabel 8.1 memberikan pemetaan peran dari berbagai lembaga dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses ini. Koordinasi dan pembagian peran serta keterlibatan penuh dari seluruh lembaga yang terlibat merupakan kunci dari keberhasilan pelaksanaan Peta Jalan ini.

Page 86: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

86 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

No

.

Nam

a A

kti

vit

as

/ O

utp

ut

In

stit

usi

Pela

ksa

na In

stit

usi

Terk

ait

T

an

tan

gan

AS

PE

K K

EL

EM

BA

GA

AN

Pem

ben

tukan

dan

pela

ksa

naan

F

oru

m D

isku

si P

ers

ain

gan

Usa

ha

Pem

ben

tukan

/Pen

un

jukkan

L

em

bag

a P

en

inja

uan

Reg

ula

si (

LP

R)

sert

a m

ekan

ism

e k

oo

rdin

asi

nya

den

gan

KP

PU

Pen

yu

sun

an

Daft

ar

Peri

ksa

P

ers

ain

gan

Usa

ha d

ala

m p

rose

s p

en

inja

uan

reg

ula

si

Pen

yu

sun

an

Petu

nju

k P

ela

ksa

naan

(G

uid

elin

e)

Inte

gra

si P

PU

di d

ala

m

Pen

yu

sun

an

/Pen

inja

uan

Reg

ula

si

Pem

ben

tukan

basi

s d

ata

reg

ula

si

eko

no

mi,

sert

a k

ait

an

nya d

en

gan

p

ers

ain

gan

usa

ha

Pem

ban

gu

nan

Kap

asi

tas

dan

S

osi

alis

asi

Pro

ses

Pen

inja

uan

R

eg

ula

si k

ep

ad

a K

/L/P

Pen

en

tuan

in

dik

ato

r ku

alit

as

reg

ula

si

Mo

nit

ori

ng

dan

evalu

asi

KP

PU

&

Sekre

tari

at

Fo

rum

Lem

bag

a

Kep

resi

den

an

KP

PU

KP

PU

LP

R

KP

PU

KP

PU

Lem

bag

a

Kep

resi

den

an

Selu

ruh

pem

an

gku

kep

en

tin

gan

Bap

pen

as,

K

em

ku

mh

am

, K

em

en

ko

Eko

no

mi,

KP

PU

LP

R

LP

R

Kem

en

ko

Eko

n,

Kem

en

dag

ri,

Kem

en

dag

, B

KP

M, B

ap

pen

as,

K

em

ku

mh

am

Kem

en

dag

ri

LP

R

Men

jag

a k

eb

erl

an

juta

n F

oru

mM

en

jam

in p

art

isip

asi

pen

gam

bil

kep

utu

san

uta

ma

Kete

rsed

iaan

ko

mit

men

po

litik

un

tuk m

ew

uju

dkan

si

ng

le r

eg

ula

tory

au

tho

rity

Pen

en

tuan

pili

han

an

tara

pem

ben

tukan

lem

bag

a

baru

ata

u p

em

an

faata

n lem

bag

a y

an

g s

ud

ah

ad

aK

ap

asi

tas

SD

M, te

kn

olo

gi,

dan

fin

an

sial u

ntu

k L

PR

Pen

yesu

aia

n D

aft

ar

Peri

ksa

yan

g a

da s

eja

lan

d

en

gan

ko

nse

nsu

s P

PU

Pen

yed

erh

an

aan

masa

lah

yan

g k

om

ple

ks

ag

ar

mu

dah

dip

ah

am

i o

leh

pen

gam

bil

kep

utu

san

Ku

ran

gn

ya p

en

gala

man

dala

m m

en

yu

sun

g

uid

elin

e u

ntu

k p

en

inja

uan

reg

ula

si

Ban

yakn

ya ju

mla

h r

eg

ula

siK

esu

litan

dala

m s

iste

mati

sasi

basi

s d

ata

kare

na

ko

mp

leksn

ya r

eg

ula

si

Mem

ilih

meto

do

log

i yan

g t

ep

at

1 2 3 4 5 6 7 8

• • • • • • • • • • •

Tabe

l 8.1.

Pem

etaa

n Pe

ran

Serta

Pem

angk

u Ke

pent

inga

n D

alam

Pen

garu

suta

maa

n Pe

rsain

gan

Usah

a

Page 87: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

Bab 8: Penutup

87Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan

No

.

N

am

a A

kti

vit

as

/ O

utp

ut

In

stit

usi

Pela

ksa

na

Inst

itu

si T

erk

ait

T

an

tan

gan

Daft

ar

Pem

an

gku

Kep

en

tin

gan

un

tuk

Pen

garu

suta

maan

PP

U s

ert

a P

era

n

Masi

ng

-masi

ng

Mekanis

me K

onsu

ltasi

dan K

oo

rdin

asi

P

enera

pan P

PU

dala

m P

enin

jauan R

eg

ula

si

anta

ra K

/L/P

deng

an L

PR

& K

PP

U

Mekan

ism

e K

on

sult

asi

dan

Ko

ord

inasi

d

en

gan

Leg

isla

tif/

DP

R

Mekan

ism

e P

ela

po

ran

Akti

vit

as

Pen

garu

suta

maan

PP

U k

ep

ad

a P

resi

den

Revis

i U

nd

an

g-U

nd

an

g N

o 5

Tah

un

19

99

Dasa

r H

uku

m P

rose

s P

en

inja

uan

Reg

ula

si

Do

ku

men

Pers

etu

juan

PP

U d

ala

m

Pen

yu

sun

an

Reg

ula

si d

an

Keb

ijakan

E

ko

no

mi

Ran

can

gan

Aw

al R

en

can

a P

em

ban

gu

nan

Jan

gka M

en

en

gah

Nasi

on

al (R

PJM

N)

20

20

-20

24

yan

g m

em

asu

kkan

P

en

garu

suta

maan

PP

U

Perp

res

RP

JM

N 2

020

-20

24

KP

PU

& L

PR

KP

PU

& L

PR

LP

R &

DP

R

LP

R &

Lem

bag

a

Kep

resi

den

an

KP

PU

& D

PR

Bap

pen

as,

K

em

ku

mh

am

, D

PR

KP

PU

Bap

pen

as

Bap

pen

as

Sekre

tari

at

Fo

rum

K/L

/P

K/L

/P

K/L

/P

Kem

en

ko

Eko

no

mi

Kem

en

ko

Eko

no

mi,

Bap

pen

as,

BK

PM

, K

em

en

dag

, F

oru

m

KP

PU

KP

PU

Kesu

litan

dala

m p

em

eta

an

pem

an

gku

kep

en

tin

gan

Ku

ran

gn

ya p

en

geta

hu

an

men

gen

ai P

PU

, P

en

eri

maan

pem

an

gku

kep

en

tin

gan

ten

tan

g P

PU

Kese

dia

an

pem

an

gku

kep

en

tin

gan

un

tuk m

en

jad

ikan

PP

U

seb

ag

ai ele

men

uta

ma d

ala

m p

en

gam

bila

n k

eb

ijakan

Men

gata

si p

erb

ed

aan

kep

en

tin

gan

an

tar

pem

an

gku

kep

en

tin

gan

dala

m k

ait

an

nya d

en

gan

PP

U M

em

ast

ikan

ag

ar

lap

ora

n p

en

garu

suta

maan

PP

U m

en

jad

i p

rio

rita

s P

resi

den

Inte

gra

si p

ad

a r

evis

i U

U N

o 1

2 t

ah

un

20

11: M

em

asu

kan

bab

b

aru

men

gen

ai evalu

asi

pen

inja

uan

reg

ula

siU

U t

ers

en

dir

i: L

am

a w

aktu

yan

g d

iperl

ukan

un

tuk m

em

bu

at

UU

yan

g b

aru

PP

ters

en

dir

i: se

cara

rela

tif

tid

ak m

em

iliki ti

ng

kata

n k

eku

ata

n

hu

ku

m y

an

g t

ing

gi (d

iban

din

gkan

den

gan

UU

) M

en

jad

ikan

PP

U s

eb

ag

ai sa

lah

satu

aru

s u

tam

a d

ala

m R

PJM

N

1 2 3 4 1 2 3 4 5

AS

PE

K K

ON

SU

LT

AS

I &

KO

OR

DIN

AS

I

AS

PE

K H

UK

UM

& P

ER

UN

DA

NG

AN

• • • • • • • • • •

Page 88: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

88 PETA JALAN PENGARUSUTAMAAN PERSAINGAN USAHA

Philippa Dee (ed.), Institutions for Economic Reform in Asia, Routledge Studies in the Growth Economies of Asia, 2010Takako Ishihara, Industrial Policy and Competition Policy http://www.jftc. go.jp/eacpf/05/jicatext/aug27.pdfHassan Qawaya and George Lipimile, The Effects of Anti Competitive Business Practice on Developing Countries and Their Development Prospects, UNCTAD 2008 http://unctad.org/en/docs/ditcclp20082_ en.pdfM. Iqbal, Competition Policy and Structural Reform, Indonesia’s Experiences in Developing Competition RegimeLatin American Competition Forum, Mainstreaming Competition Policy into the Overall Economic Policy and Government Actions in Latin American and the Caribbean, Section III Background Paper by the IDB Secretariat, 2015 http://www.oecd.org/officialdocuments/publicdisplaydocument pdf/?cote=DAF/COMP/LACF%282014%297&docLanguage=EnRegulatory Reform in Japan, The Role of Competition Policy in Regulatory Reform, OECD Report 1999 www.oecd.org /japan/2506690.docOECD (2007), “Implementing Competition Policy in Developing Countries,” in Promoting Pro-Poor Growth: Policy Guidance for Donors, OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/9789264024 786-9-enSekretariat KPPU, 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2013KPPU, 2014. Laporan Kinerja KPPU tahun 2014

Daftar Referensi

Page 89: Prinsip Persaingan Usaha dan Penerapannya di Indonesia

89Menuju Kebijakan Ekonomi yang Mengintegrasikan Prinsip Persaingan