-
iPENELITIAN HUKUMTENTANG
BADAN USAHA DI LUAR PERSEROAN TERBATAS DAN KOPERASI
Disusun Oleh TimDi bawah Pimpinan
Drs. Ulang Mangun Sosiawan, M.H.
BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONALKEMNETERIAN HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA RI
JAKARTA, 2012
romawi buku 8.indd 1 12/12/2012 9:35:16 AM
-
ii
romawi buku 8.indd 2 12/12/2012 9:35:16 AM
-
iii
PENELITIAN HUKUMTENTANG
BADAN USAHA DI LUAR PERSEROAN TERBATAS DAN KOPERASI
romawi buku 8.indd 3 12/12/2012 9:35:16 AM
-
iv
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Badan Pembinaan Hukum Nasional Penelitian hukum tentang badan
usaha di luar perseroan terbatas dan koperasi/disusun oleh tim di
bawah pimpinan Ulang Mangun Sosiawan; editor Tana Mantiri; Badan
Pembinaan Hukum Nasional. -- Jakarta: Badan [tsb.], 2012 viii, 137
hlm.; 21 cm
ISBN 978-602-8815-49-9
Disusun Oleh Tim PengkajianDi bawah PimpinanDrs. Ulang Mangun
Sosiawan, S.H.
EditorTana Mantiri, S.H., M.H.
Terbit Tahun 2012
Diterbitkan OlehBadan Pembinaan Hukum NasionalKementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia RIJalan Mayjen Sutoyo No. 10 CililitanTelepon
(021) 8091908, 8002192Faksimile (021) 80871742Jakarta Timur
13640
romawi buku 8.indd 4 12/12/2012 9:35:16 AM
-
vKATA PENGANTAR
Dalam upaya meningkatkan hasil perekonomian nasional, peran
badan usaha sangat penting dan strategis. Oleh karena itu
badan-badan
usaha harus dibina dan dikembangkan dengan baik, diberi
landasan
hukum yang kuat agar mampu bersaing dengan badan usaha lain
dalam
dunia global.
Berkenaan dengan hal ini, Badan Pembinaan Hukum Nasional
selaku pembina hukum nasional, merasa perlu untuk melakukan
suatu
penelitian hukum tentang Badan Usaha Di Luar Perseroan
Terbatas
dan Koperasi. Penelitian dimaksudkan untuk mendeskripsikan
prinsip-
prinsip hukum yang mendasari badan usaha : Persekutuan
Perdata,
Persekutuan Firma dan Persekutuan Comanditer.
Mengidentifikasi peluang dan kendala yang dihadapi badan
usaha
tersebut dalam dunia global, serta kaitannya dengan penerapan
Good
Corporate Governence dan Corporate Social Resposibility.
Sebagai
masukan untuk merumuskan pengaturan atau landasan hukum yang
kuat bagi badan usaha termaksud.
Penerbitan hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menambah
khazanah informasi hukum mengenai badan usaha. Selain itu agar
dapat
disebarluaskan kepada Anggota JDHN di seluruh nusantara.
Dengan
demikian masyarakat dapat mengetahui, menggunakan,
menanggapi
dan mengembangkan lebih lanjut, khususnya oleh kalangan
hukum.
romawi buku 8.indd 5 12/12/2012 9:35:16 AM
-
vi
Akhirnya, Kepada Tim yang dipimpin oleh Sdr. Drs. Ulang
Mangun Sosiawan, M.H., dan para pihak yang berperan aktif
sehingga
buku ini dapat diterbitkan, kami ucapkan terima kasih
romawi buku 8.indd 6 12/12/2012 9:35:17 AM
-
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
................................................................................
DAFTAR ISI
..............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
...................................................................A.
Latar Belakang
.....................................................................B.
Rumusan Masalah
................................................................C.
Tujuan Penelitian
.................................................................D.
Kegunaan Hasil Penelitian
...................................................E. Kerangka
Teori dan Konsep
.................................................F. Metode
Penelitian
.................................................................G.
Sistematika Penulisan
..........................................................
BAB II PERSEKUTUAN USAHA DAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB HUKUM
PERUSAHAAN DI INDONSIA ..............
A. Persekutuan Perdata (Burgerlijke Maatschap)
......................B. Persekutuan Firma (Vennootschap Onder
Firma)..................C. Persekutuan Komanditer (Commanditaire
Vennootschap).....D. Prinsip Tanggung Jawab Hukum Perusahaan di
Indonesia....
BAB III PENYAJIAN DATA PENELITIAN PERSEKUTUAN USAHA DI INDONESIA
........................................................
A. Dasar Hukum Pembentukan Persekutuan Usaha .........B.
Persekutuan Perdata
.....................................................C. Firma
.............................................................................D.
Persekutuan Komanditer
...............................................
v
vii
1166771316
1919324962
8585878992
romawi buku 8.indd 7 12/12/2012 9:35:17 AM
-
viii
E. Hubungan Antara Tanggung Jawab dan Hukum Perusahaan Dalam
Perspektif Teoretis..........................
BAB IV ANALISIS HUKUM PERSEKUTUAN USAHA DI INDONESIA
..................................................................
A. Prinsip Hukum Yang Mendasari Persekutuan Perdata, Persekutuan
Dengan Firma dan Persekutuan
Komanditer
................................................................B.
Persekutuan Usaha Dalam Menerapkan Prinsip Good
Corporate Governance
..............................................C. Peluang dan
Kendala Persekutuan Usaha Dalam
Menghadapi Globalisasi
.............................................
BAB V PENUTUP
.......................................................................A.
Kesimpulan
..................................................................B.
Saran
............................................................................
DAFTAR KEPUSTAKAAN
...........................................................
94
101
101
118
126
133133134
135
romawi buku 8.indd 8 12/12/2012 9:35:17 AM
-
ix
romawi buku 8.indd 9 12/12/2012 9:35:17 AM
-
xromawi buku 8.indd 10 12/12/2012 9:35:17 AM
-
xi
romawi buku 8.indd 11 12/12/2012 9:35:17 AM
-
xii
romawi buku 8.indd 12 12/12/2012 9:35:17 AM
-
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan persekutuan usaha sebagai
pengumpul
kapital sangat pesat dan menjadikan peran persekutuan usaha
menjadi sangat penting terutama dalam rangka pembangunan
perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang bertujuan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.1
Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu didukung
oleh suatu landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi
perkembangan perekonomian dunia dan teknologi dalam era
globalisasi2 pada masa mendatang. Untuk itu diperlukan
undang-undang yang mengatur tentang persekutuan usaha yang dapat
menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Hal ini mengingat bentuk
usaha persekutuan usaha merupakan bentuk organisasi bisnis yang
sangat penting saat ini dalam perekonomian di Indonesia.
1 Dhaniswara K. Harjono, Pembaharuan Hukum Perseroan
Terbatas
Tinjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, (Jakarta: PPHBI, 2008), hlm. 17.
2 Dalam dunia yang semakin terintegrasi, setiap kebijakan
pemerintah, termasuk yang menyangkut regulasi keuangan, harus
mempertimbangkan secara matang konsekuensinya terhadap pasar dan
reaksi pasar yang mungkin timbul. Pasar memberikan disiplin yang
sehat dan dalam jangka panjang akan mendorong kebijakan dan kinerja
ekonomi yang lebih baik. Lihat: Dian Ediana Rae, Transaksi
Derivatif dan Masalah Regulasi Ekonomi Indonesia (Jakarta: Penerbit
PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, 2002), hlm. 12.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 1 12/12/2012 9:34:52 AM
-
2
Bentuk-bentuk perusahaan3 atau badan usaha (business
organization) yang dapat dijumpai di Indonesia sekarang ini
demikian beragam jumlahnya. Sebagin besar dari bentuk-bentuk badan
usaha tersebut merupakan peninggalan masa lalu (pemerintah
Belanda), diantaranya ada yang telah diganti dengan sebutan dalam
bahasa Indonesia, tetapi masih ada juga sebagian yang tetap
mempergunakan nama aslinya.
Nama-nama yang masih terus digunakan dan belum diubah
pemakaiannya, yaitu Burgerlijke Maatschap, Maatschap,4 Vennootschap
Onder Firma atau Firma (Fa)5 dan Commanditaire Vennootschap (CV).6
Selain itu ada pula yang sudah di Indonesiakan, seperti Perseroan
Terbatas (PT),7 yang
3 Pasal 1 huruf b Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Wajib
Daftar
Perusahaan menyebutkan perusahaan dapat didefinisikan sebagi
setiap bentuk usaha yang menjalankan setip jenis usaha yang
bersifat tetap, terus menerus, dan didirikan, bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba. Bertitik tolak dari definisi
tersebut, maka lingkup pembahasan hukum perusahaan meliputi dua hal
pokok, yaitu bentuk usaha dan jenis usaha. Dengan demikian, Hukum
Perusahaan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang
bentuk usaha dan jenis usaha. Lihat abdul kadir Muhammad, Hukum
Perusahaan Indonesia, (bandung: PT Citra Aditya Bhakti, 1999), hlm.
1
4 Maatschap (Persekutuan perdata) adalah sekumpulan dari
orang-orang yang biasanya memiliki profesi yang sama dan
berkeinginan untuk berhimpun dengan menggunakan nama bersama atau
disebut maatschap.
5 Persekutuan Firma (Fa) adalah suatu usaha bersama antara dua
orang atau lebih untuk menjalankan suatu usaha di bawah suatu nama
bersama. Lihat: Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung:
Penerbit PT Citra Aditya Bhakti, 2003, hlm. 43
6 Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap) biasanya
disebut komanditer, adalah suatu perusahaan yang didirikan oleh
satu atau beberapa orang secara tanggung menanggung,
bertanggungjawab untuk seluruhnya atau bertanggung jawab secara
solider, dengan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang
(geldschieter).Lihat: I.G. Ray Widjaya, Hukum Perusahaan, Jakarta:
Penerbit Kesaint Blanc, 2000,
7 Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah
badan hukum yang merupakan pesekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Lihat: Dr. Dhaniswara K. Harjono, Pembaruan Hukum Perseroan
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 2 12/12/2012 9:34:53 AM
-
3
sebenarnya berasal dari Naamloze Vennootschap (NV). Kata
vennootschap: diartikan menjadi kata perseroan, sehingga dapat
djumpai sebutan Perseroan Firma, Perseroan Komanditer dan Perseroan
Terbatas. Bersamaan dengan itu. Ada juga yang menggunakan kata
perseroan dalam arti luas, yaitu sebagai sebutan perusahaan pada
umumnya.8
Apabila diperhatikan kata perseroan, berasal dari kata sero yang
artinya saham atau andil, sehingga perusahaan yang mengeluarkan
saham atau sero disebut perseroan, sedangkan yang memiliki sero
dinamakan pesero atau lebih dikenal dengan sebutan pemegang
saham.
Namun untuk bentuk usaha seperti Maatschap (demikian juga Firma
dan CV), sebaiknya tetap diterjemahkan dengan menggunakan kata
persekutuan daripada memakai kata perseroan. Hal ini sesuai dengan
arti kata perseroan itu sendiri dan pula Maatschap, Firma dan CV
tidak menerbitkan saham.
Jadi, kata persekutuan tetap dipakai untuk padanan Maatschap,
Firma dan CV ini sesuai pula denga terjemahan yang dipakai dalam
KUHPerdata. Tetapi perlu diingat bahwa CV juga mengenal sekutu
pelepas uang, sehingga ada salah satu jenis CV yang disebut CV atas
saham yang modalnya dibentuk dari perkumpulan saham-saham.
Barangkali untuk jenis CV atas saham tidak ada salahnya untuk
menyebutnya sebagai perseroan.
Dilihat dari perspektif hukum perusahaan,9 ada perbedaan yang
cukup mendasar, yakni masalah tanggung jawab perusahan
Terbatas (Tinjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas, Jakarta: Penerbit Pusat Pengembangan
Hukum dan Bisnis Indonesia (PPHBI), 2008, hlm. 169-170.
8 I.G. Rai Wijaya, Hukum Perusahaan (Jakarta: Kesaint Blanc,
2005), hlm. 1. 9 Pengertian hukum perusahaan (Corporate Law), maka
hal ini juga tidak
bias dipisahkan dengan pengertian Hukum Dagang. Sudah diketahui
bahwa Hukum Dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari
lapangan perusahaan. Bila merujuk pada pendapat salah satu ahli
tentang istilah perusahaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Hukum Perusahaan adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur
perbuatan-perbuatan dalam lapangan perusahaan, yang dilakukan
secara terputus-putus, bertindak keluar, terang-terangan, dalam
kedudukan tertentu dan
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 3 12/12/2012 9:34:53 AM
-
4
yang bukan badan hukum, yaitu, persekutuan yang wujudnya terdiri
dari Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan
komanditer yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: (1)
Kepentingan bersama, (2) kehendak bersama, (3) tujuan bersama dan
(4) kerja sama.
Persekutuan usaha di luar Perseroan Terbatas dan Koperasi adalah
asosiasi dari dua orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk
memasukkan suatu (uang, barang atau tenaga/kerajinan) dengan tujuan
untuk mencari dan membagi keuntungan dengan cara berusaha
bersama.10
Bentuk usaha persekutuan ini di Indonesia diatur dalam dua
kodifikasi yaitu Persekutuan Perdata (maatschap), yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Persekutuan dengan Firma dan
Persekutuan Komanditer yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD). Digunakan istilah persekutuan adalah sebagaimana
dikemukakan di atas, bentuk-bentuk usaha ini adalah asosiasi orang
atau asosiasi para sekutu bukan asosiasi modal atau sero
sebagaimana halnya dalam usaha yang berbentuk Perseroan
Terbatas.
Baik KUHPerdata maupun KUHD adalah dua kodifikasi yang berasal
dari negeri Belanda yang berdasarkan asas konkordasi berlaku di
Indonesia (Hindia Belanda) dengan lahirnya stb 1847 Nomor 23.
Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Pasal II Undang-Undang Dasar
1945 (aturan peralihan), maka kedua kodifikasi tersebut, yang pada
hakikatnya adalah produk pemerintah kolonial, masih tetap berlaku
sampai saat ini sementara dunia usaha di Indonesia telah banyak
mengalami perubahan dan perkembangan.
untuk mencari laba atau penghasilan, dengan cara memperniagaan
barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan
perjanjian-perjanjian perdagangan dan segala sesuatu itu dicatat
dalam pembukuan. Lihat R.T. Sutantya R. Hadikusumah dan Sumantoro,
Pengertian Pokok Hukum Perusahaan: Bentuk-bentuk Perusahaan yang
berlaku di Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 1991), Cetakan 1,
hlm. 7.
10 Makalah Draf Laporan Penyusunan Naskah Akademis Peraturan
Perundang-undangan Tentang Rancangan Undang-Undang Persekutuan
Usaha di luar Perseroan Terbatas dan Koperasi.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 4 12/12/2012 9:34:53 AM
-
5
Selain permasalahan tersebut di atas Indonesia dewasa ini sedang
giat-giatnya melakukan usaha untuk menciptakan undang-undang
nasional dalam berbagai bidang termasuk dalam bidang-bidang yang
ada diatur dalam KUHPerdata maupun KUHD. Akibat dari
kegiatan-kegiatan ini, maka akan terjadi kodifikasi-kodifikasi yang
parsial.
Berdasarkan keadaan-keadaan tersebut di atas perlu kiranya
diadakan suatu pembaharuan undang-undang nasional yang meliputi
semua bentuk-bentuk usaha persekutuan baik mengenai pengaturannya
maupun sistimatikanya sehingga dapat menjadi suatu undang-undang
yang utuh dan terpadu.
Penelitian mengenai badan usaha di luar perseroan terbatas dan
koperasi (Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma dan Persekutuan
Perdata) di Indonesia menjadi penting dilakukan, setidaknya
dikarenakan tiga alasan, yaitu: Pertama, adanya perkembangan
tuntutan masyarakat yang menghendaki untuk memperoleh pelayanan
yang cepat dan sederhana serta menjamin kepastian hukum. Kedua
untuk memenuhi perkembangan dunia usaha serta untuk memenuhi
tuntutan masyarakat pengusaha akan praktik yang menghendaki
perubahan peraturan perundang-undangan, di bidang usaha, Ketiga,
adanya tuntutan kewajiban tanggung jawab hukum perusahaan dalam
menerapkan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate
governance)11 dalam rangka menghadapi globalisasi.
Untuk itu pelaksanaan pembangunan ekonomi perlu lebih
memperhatikan keserasian dan keseimbangan aspek-aspek pemerataan
berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
UUD 1945. Sehingga untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pembangunan
dan perekonomian
11 Siswanto Sutojo and E John Aldridge, Good Corporate
Governance theory
adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan
mengendalikan bisnis perusahaan. GCG mengatur pembagian tugas, hak
dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan
perusahaan, termasuk para pemegang saham, Dewan Pengurus, para
manajer, dan semua anggota the stakeholders non-pemegang saham,
(Jakarta: Penerbit PT Damar Mulia Pustaka, 2005), hlm. 3.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 5 12/12/2012 9:34:53 AM
-
6
nasional sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam ketentuan
Pasal 33 UUD 1945 tersebut, maka perlu dilakukan penataan kembali
peraturan perundang-undangan di bidang usaha yang dirasakan sangat
mendesak dan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
hukum dan dunia usaha yang telah berkembang pesat.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas maka sangat tepat kiranya
dalam kesempatan ini dilakukan penelitian hukum tentang Badan Usaha
di luar Perseroan Terbatas dan Koperasi khususnya ketiga badan
usaha berbentuk persekutuan perdata, pesekutuan dengan firma dan
persekutuan komanditer.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka penelitian
ini merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana
prinsip-prinsip hukum yang mendasari badan
usaha yang berbentuk persekutuan komanditer (CV), persekutuan
Firma (Fa), persekutuan Perdata di Indonesia?
2. Bagaimana permasalahan yang dihadapi persekutuan komanditer
(CV), persekutuan Firma (Fa) dan persekutuan perdata dalam
menerapkan good corporate governance?
3. Bagaimanakah peluang dan kendala yang dihadapi badan usaha,
persekutuan komanditer (CV), persekutuan Firma (Fa) dan persekutuan
perdata dalam menghadapi globalisasi?
C Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara objektif adalah untuk menjawab
rumusan masalah yaitu: 1) Untuk mengetahui prinsip-prinsip hukum
yang mendasari
badan usaha berbentuk Persekutuan Perdata, Persektuan Firma dan
Persekutuan Komanditer (CV) di Indonesia.
2) Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi persekutuan
komanditer (CV), persekutuan Firma (Fa) dan persekutuan perdata
dalam menerapkan good corporate governance di Indonesia.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 6 12/12/2012 9:34:53 AM
-
7
3) Untuk mengetahui peluang dan kendala yang dihadapi badan
usaha berbentuk persekutuan perdata (PP), persekutuan komanditer
(CV), persekutuan Firma (Fa) dan persekutuan perdata dalam
menghadapi globalisasi.
D. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat/guna dan kontribusi
yaitu: 1. Manfaat teoretis yaitu memberikan sumbang sih bagi
ilmu
pengetahuan mengenai pengaturan hukum tentang persekutuan usaha
berbentuk PP, Firma dan CV di Indonesia;
2. Manfaat Praktis yaitu memberikan pedoman pemerintah khususnya
BPHN untuk mengambil kebijakan dalam merumuskan peraturan
pemerintah sebagai peraturan pelaksana dari aturan (hukum) itu,
yakni PP, CV dan Firma. Selain itu memberikan pedoman bagi
perusahaan dalam menerapkan good corporate gevernance di
Indonesia.
3. Dari segi kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan bagi para regulator atau pengambil kebijakan dan
publik di bidang hukum bisnis.
4. Dari segi empiris, penelitian ini diharapkan akan mengisi
kelangkaan penulisan di bidang hukum mengenai persekutuan
komanditer, persekutuan firma dan persekutuan perdata;
E. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori Setidak-tidaknya ada 3 teori hukum yang
terkait dengan
tanggung jawab hukum perusahaan yang berbentuk PP, CV dan Firma.
(1) piercing the corporate12 dan Ultra vires,13
12 Doktrin Piercing the corporate veil yang secara harfiah
berarti membuka
cadar perseroan yang dalam Law black Dictionary dikatakan
merupakan suatu proses peradilan di mana pengadilan akan
mengabaikan kekebalan yang biasa dari pengurus perseroan (officers)
atau badan (entities) dari tanggung jawab atas kesalahan atau
pelanggaran dalam melakukan kegiatan perseroan dan tanggung
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 7 12/12/2012 9:34:53 AM
-
8
(2) good corporate governance theory. Dan (3) Code of Conduct.
Namun dalam penelitian ini, ketiga teori tersebut akan digunakan
sebagai pisau analisis terhadap data yang diperoleh dalam
penelitian ini.
Teori ini dipilih setidak-tidaknya karena tiga alasan, yaitu:
Pertama, teori lainnya tidak dapat digunakan karena beberapa
alasan, yaitu: 1. Inti dari piercing the corporate theory
adalah
merupakan doktrin yang mengajarkan bahwa sesungguhnya suatu
badan usaha bertanggung jawab secara hukum hanya terbatas pada
harta badan usaha tersebut, tetapi dalam hal-hal tertentu batas
tanggung jawab tersebut dapat ditembus. Doktrin piercing the
Corporate veil atau menyingkap tabir perseroan diartikan sebagai
suatu proses untuk membebani tanggung jawab kepundak orang atau
perusahaan pelaku, tanpa melihat bahwa perbuatan itu sebenarnya
dilakukaan oleh pelaku badan usaha tersebut.14
2. Ultra Virest theory adalah sebuah Prinsip khususnya dipakai
terhadap tindakan persekutuan yang melebihi kekuasaannya
sebagaimana diberikan oleh Anggaran Dasarnya atau peraturan yang
melandasinya pembentukan persekutuan tersebut.15
3. Good Corporate Governance (GCG) theory adalah prinsip dasar
pengelolaan perusahaan secara transparan, akuntabel dan adil.
Konsep GCG ini bersifat universal yang dapat dilaksanakan oleh
semua pihak melalui
jawab pribadi dikenakan kepada pemegang saham, para direktur dan
officers (para pejabat perseroan) Lihat I.G Ray Widjaya, Hukum
Perusahaan Perseroan Terbatas, Jakarta: Mega Poin, 2002.
13 Doktrin Ultra virest atau pelampauan kewenangan berasal dari
bahasa latin di luar atau melebihi kekuasaan (outside the power),
yaitu di luar kekuasaan yang diizinkan oleh hukum terhadap suatu
badan hukum.
14 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law
Eksistensinya dan Hukum Indonesia, Cet. Kesatu, Bandung: Penerbit
PT. Citra Aditya Bhakti, 2002, hlm. 8.
15 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 110.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 8 12/12/2012 9:34:53 AM
-
9
sistem ekonomi terbuka, dan ekonomi global. Karakter universal
itu pulalah yang menempatkan GCG menjadi indikator utama maju
mundurnya investasi dan perdagangan internasional suatu negara.
Lebih daripada itu, pelaskanaan GCG akan memberi manfaat langsung
pada regulasi bisnis sektoral, pemberdayaan usaha, penilaian
kepatuhan (compliance rating) peningkatan minat investasi, minat
dagang dan sebagainya.16
4. CSR (corporate social responsibility) adalah etika moral atau
etika bisnis. Persoalan etika bisnis pada umumnya muncul karena
adanya tanggung jawab persekutuan kepada pihak-pihak di luar
perusahaan (non-shareholder constituencies), seperti tenaga kerja,
konsumen, suppliers dan kelompok masyarakat lainnya. Perihal inilah
yang membuat persoalan menjadi kompleks jika dilihat dari The
contractual theory of the firm.
Etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas
dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik dan buruk,
terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak dari
perilaku manusia. Sementara kegiatan ekonomi merupakan suatu bidang
perilaku manusia yang penting.17 Berkaitan dengan CSR adalah bentuk
dari etika bisnis yang di dasarkan pada moralitas, maka sifatnya
adalah voluntary.
Secara universal ada hubungan antara etika dalam arti hukum dan
atika dalam arti moral bisnis. Keduanya dibangun dengan menggunakan
common ethical traditions. Tradisi ini menggunakan teori-teori
etika
16 The International Conference on Improving Investors
Confidence Through
The Implementiation Of Good Corporate Governance, Indonesian
Chamber of Commerce and Industry and CIPE, Suported by National
Committee of Good CG Policy and The World Bank, Jakarta July 25-27,
2000.
17 K. Bartens, op. cit, hlm. 33.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 9 12/12/2012 9:34:53 AM
-
10
klasik (kuno/accient).18 Selain itu etika dalam bisnis juga
dibangun berdasarkan ajaran dari berbagai agama.19
Secara umum, etika adalah ilmu normatif penuntun manusia, yang
memberi perintah apa yang mesti kita kerjakan dalam batas-batas
kita sebagai manusia, dengan segala tanggung jawabnya. Etika
menunjukkan kita dengan siapa dan apa yang sebaiknya dilakukan.
Maka, Etika diarahkan menuju perkembangan aktualisasi kapasitas
terbaik manusia.
5. Code of conduct OECD memberikan definisi Code of Conduct
yang
dirumuskan dari kajian secara komprehensif yaitu: commitments
voluntary made by companies, association or other entities, which
put forward standards and principles for the conduct of business
activities in the market place.20
Definisi OECD ini menunjukkan bahwa Code of Conduct adalah
kewajiban yang harus ditegakkan sendiri (self imposed obligation),
tetapi bukan bagian
18 Robb Atkinson, Connecting Business Ethics And Legal Ethicss
For The
Common Good: Come, Let Us Reason Together, Journal of
Corporation Law 29 (Spring 2004); 476.
19 An Interfaith Declaration menyampaikan beberapa prinsip agama
yang dikaitkan dengan etika bisnis yaitu: (1) justice; (2) Mutual
Respect; (3) Stewardship; (4) Honesty. Simon Webley, Values
Ingerent An Interfaith Declaration. A Code of Ethics on
International Business for Christians, Muslims and Jews. (Amman,
Jordan, 1993), Lihat John Hick, Towards A Universal Declaration Of
A Global Ethic A Christian Comment, diunduh dari
http://astro.temple.edu/-dialogue/center/hick.htm. Lihat Khalid
Duran, Leonard Swidlers Drafts Of A Global Ethic A Muslim
Perspective diunduh dari http://astro.
Temple.edu/-dialogue/Center/duran.htm.
20 Definisi ini dikutip Lundbland dari OECD in 2001: Corporate
Responsibilities: Private Imitiatives and Public Goals, Claes
lundblad, Some Legal Dimension of Corproate Code of Conduct
(Deventer: Kluwer Law international, 2005), hlm. 387.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 10 12/12/2012 9:34:53 AM
-
11
dari peraturan perundang-undangan (rules) tentang tatakelola
perusahaan (corporate governance).21
Prinsip tersebut di atas digunakan untuk mengatasi kebuntuan
atas pendekatan formal terhadap kewajiban perusahaan dalam sistem
hukum. Hukum formal yang dimaksud adalah bentuk intervensi negara
dalam mengatur persoalan privat melalui aturan perundang-undangan,
seperti Undang-Undang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dan sebagainya.
Di samping itu prinsip-prinsip tersebut dapat digunakan sebagai
pisau analisis untuk memberi solusi atas perdebatan konsep tanggung
jawab hukum badan usaha yang berbentuk persekutuan dan penerapan
good corporate governance dalam menghadapi globalisasi di
Indonesia.
2. Kerangka Konsepsional
Selanjutnya untuk menghindari salah pengertian,
paragraf-paragraf berikut ini akan menguraikan konsep penelitian
dengan memberikan definisi operasional dari istilah-istilah yang
digunakan dalam penulisan ini sebagai berikut: a. Badan Usaha
adalah setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus
menerus dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah
negara Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau
laba.22 Dari uraian di atas bahwa pengertian perusahaan ada dua hal
pokok, yaitu: (a) bentuk usaha berupa organisasi atau badan usaha;
(b) jenis usaha berupa kegiatan dalam bidang perekonomian yang
dilakukan secara terus
21 Ibid. 22 Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar
Perusahaan, pada Pasal 1, huruf (b).
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 11 12/12/2012 9:34:53 AM
-
12
menerus oleh pengusaha untuk memperoleh keuntungan atau
laba.
b. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah
badan hukum yang merupakan pesekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.23 Perseroan Terbatas juga diartikan sebagai
asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang pemegang saham jika
dimungkinkan untuk itu oleh hukum di negara tertentu) yang
diciptakan oleh Hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu
(artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum
karenanya sama sekali terpisah dengan orang-orang yang
mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang
terus menerus dan sebagai suatu badan hukum, Perseroan Terbatas
berwenang untuk menerima, memegang, dan mengalihkan harta kekayaan,
menggugat atau digugat, dan melaksanakan kewenangan-kewenangan
lainnya yang diberikan oleh hukum yang berlaku.
c. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang
perseorang atau badan hukum koperasi dimana kegiatannya
berlandaskan pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.24 Dan
definisi koperasi, menurut Ica Manchester, adalah beberapa
perkumpulan Otonom dari orang-orang yang
23 Dr. Dhaniswara K. Harjono, Pembaruan Hukum Perseroan
Terbatas
(Tinajuan Terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas), Jakarta: Penerbit Pusat Pengembangan Hukum dan
Bisnis Indonesia (PPHBI), 2008, hlm. 169-170.
24 Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian yang disahkan pada tanggal 21 Oktober 1992, pada
pasal 1 ayat (1).
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 12 12/12/2012 9:34:54 AM
-
13
bersatu secara sukarela, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
asosiasi-asosiasi ekonomi, sosial dan hidup mereka melalui
perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan bersama secara
demokratis.
d. Persekutuan Firma (Fa) adalah suatu usaha bersama antara dua
orang atau lebih untuk menjalankan suatu usaha di bawah suatu nama
bersama. Perusahaan dalam bentuk Firma ini di awal penyebutan
namanya sering disingkat dengan Fa, misalnya Fa. Hasan & Co.25
Adapun persekutuan Firma adalah salah satu bentuk persekutuan
khusus yang diatur secara khusus dalam KUHD, sebagaimana termaktub
dalam pasal 16, Yang dinamakan persekutuan firma adalah tiap-tiap
persekutuan (perdata) yang didirikan untuk menjalankan sesuai
perusahaan di bawah satu nama bersama.
e. Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennoot schap) biasanya
disebut komanditer, adalah suatu perusahaan yang didirikan oleh
satu atau beberapa orang secara tanggung menanggung,
bertanggungjawab untuk seluruhnya atau bertanggung jawab secara
solider, dengan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang
(geldschieter).26
f. Persekutuan perdata adalah sekumpulan dari orang-orang yang
biasanya memiliki profesi yang sama dan berkeinginan untuk
berhimpun dengan menggunakan nama bersama atau disebut
maatschap.
F. Metode Penelitian
Dengan mengacu pada pertanyaan penelitian pada butir Perumusan
Masalah, penelitian ini menggunakan pendekatan
25 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Penerbit PT
Citra
Aditya Bhakti, 2003, hlm. 43. 26 I.G. Ray Widjaya, Hukum
Perusahaan, Jakarta: Penerbit Kesaint Blanc,
2000.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 13 12/12/2012 9:34:54 AM
-
14
kualitatif 27 dengan metode penelitian yuridis normatif 28
dengan penelitian hukum empiris.29 Metode yuridis normatif
dilakukan terhadap data sekunder baik berupa dokumen maupun
kepustakaan. Sementara itu, penelitian lapangan dilakukan untuk
memperoleh data primer berupa pandangan, pemikiran dari para pelaku
bisnis sebagai bahan analisis untuk memperoleh konfirmasi atas
hasil penelitian kepustakaan dan diharapkan dapat mengungkapkan
legal cultur atas perkembangan perilaku persekutuan komanditer,
persekutuan firma dan persekutuan perdata di Indonesia.
Dengan demikian, dalam rangka menjawab perumusan masalah
sebagaimana tersebut di atas, akan dilakukan tahapan penelitian
seperti di bawah ini. 1. Penelitian yuridis normatif 30 terdiri
dari sebagai berikut:
27 Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini karena
penulisan ini
bermaksud memperoleh berbagai informasi yang dapat digunakan
untuk menganalisis dan memahami aspek-aspek tertentu dari perilaku
bisnis Indonesia. Pendekatan kualitatif ini sesuai karena akan
membahas teori yang melandasi lahirnya peraturan, kebijakan, atau
putusan pengadilan di bidang persekutuan usaha tersebut.
28 Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
belaka. Penelitian hukum normatif ini mencakup: (1) penelitian
terhadap asas-asas hukum, (2) penelitian terhadap sistimatika
hukum, (3) penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan
horizontal (4) perbandingan hukum, dan (5) sejarah hukum. Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu tinjauan
Singkat, Edisi 1, Cet. V, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001), hlm. 12-14, lihat juga Soerjono Seokanto dan Sri Mamudji,
Peranan dan Penggunaan Perpustakaan di dalam Penelitian Hukum,
Jakarta Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 1979), hlm. 15.
29 Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti data-data primer, yaitu data yang
diperoleh secara langsung dari masyarakat. Penelitian hukum empiris
ini disebut juga dengan penelitian hukum sosiologis. Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian ., op cit, hlm. 12 dan 14.
Penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan in-depth interview
(wawancara mendalam) dan focus group discussion (FGD) untuk
memperoleh data primer berupa pandangan, pemikiran, dan
pendapat.
30 Penelitian yuridis normatif dimaksudkan untuk memperoleh
pemahaman yang mendalam terhadap implikasi sosial dan efek
penerapan suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan,
terhadap masyarakat.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 14 12/12/2012 9:34:54 AM
-
15
a. Inventarisasi Inventarisasi dilakukan terhadap kebijakan,
peraturan perundang-undangan, dan pencermatan perkembangan dan
perilaku bisnis atas permasalahan yang terkait dengan upaya
tanggung jawab hukum persekutuan komanditer, persekutuan Firma dan
persekutuan perdata.
b. Bencmarking (membandingkan dengan negara lain) Studi
literatur digunakan dalam membandingkan beberapa hal tentang
perilaku bisnis yang ditandai dengan adanya good corporate
governance terhadap persekutuan komanditer, persekutuan firma dan
persekutuan perdata di negara-negara lain. Beberapa hal tersebut
misalnya tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka
mengembangkan ketiga bentuk badan usaha tersebut, serta kerangka
peraturan yang terkait dengan perilaku bisnisnya.
c. Analisis Analisis dilakukan terhadap kekurangan, hal-hal yang
masih perlu disempurnakan, dan hal-hal yang perlu dipertahankan
terhadap langkah-langkah tanggung jawab hukum perusahaan terhadap
badan usaha yang berbentuk Persekutuan perdata, Firma dan CV.
2. Penelitian lapangan, terdiri dari sebagai berikut: a.
In-Depth Interview
Wawancara secara mendalam dilakukan untuk menjaring informasi
selengkap mungkin berupa pandangan, pemikiran, dan harapan mengenai
perilaku bisnis dari pelaku kebijakan, pelaksana kebijakan, para
pengamat/ahli di bidang hukum bisnis. Informasi ini tergolong
sebagai pendapat ahli sehingga diperlukan key-informant, yakni
tokoh-tokoh yang terkait dengan hukum bisnis, misalnya penyusun
peraturan perundang-undangan, pelaku/praktisi dunia usaha, dan
pengamat/analisis business law.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 15 12/12/2012 9:34:54 AM
-
16
b. Focus Group Discusion (FGD) Forum diskusi diadakan untuk
memperoleh pandangan yang berbeda atau mengonfirmasikan data yang
diperoleh dari in depth interview. Informan FGD ini memiliki jumlah
perserta diskusi berkisar antara 6 10 orang.
c. Analysis of Law Metode Pendekatan analisis Hukum31 digunakan
untuk menganalisis terhadap aspek perilaku suatu badan usaha dan
hubungan antara beberapa badan usaha yang dipilih. Pendekatan ini
digunakan untuk memperoleh kualifikasi kecenderungan perilaku
berdasarkan olahan data primer yang dihasilkan dari in-depth
interview dan FGD. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mendukung
argumen-argumen yang diperoleh dari hasil analisis tersebut pada
penelitian yuridis normatif. Pendekatan Analisis hukum ini memiliki
kelebihan karena dapat mengkuantifikasi data yang tidak dapat
diukur berupa pernyataan, opini, atau pendapat sehingga dapat
memberikan hasil penilaian atas alternatif yang paling dominan dan
menentukan urutan prioritas. Dari pendekatan ini, akan dihasilkan
output berupa urutan prioritas masalah dan kebutuhan, dan
diharapkan output tersebut, kemudian dapat memudahkan untuk memandu
pada rekomendasi strategi kebijakan yang tepat dan optimal.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini disajikan
dengan sistematika sebagai berikut:
31 Anlysys of Law dikembangkan oleh A. Thoman L. Saaty, Guru
Besar Ilmu
Ekonomi di Pttsburgh University, Amerika Serikat 1994. Sementara
itu, Iwan Jaya Aziz, Guru Besar Ilmu Ekonomi di Cornell University
Amerika Serikat, bersama-sama dengan A. Thoman L. Saaty terus
mengembangkan penggunaan ANP dalam berbagai kegiatan akademis baik
di Amerika Serikat maupun di negara-negara lainnya.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 16 12/12/2012 9:34:54 AM
-
17
BAB I PENDAHULUAN akan menguraikan latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka
teori dan konsepsional, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II PERSEKUTUAN USAHA DAN PRINSIP
TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN DI INDONESIA akan menguraikan
(a) Persekutuan Perdata (Burgerlijke Maatschap): Pengertian,
Jenis-jenis Maatschap, Sifat Pendirian, Maatschap, Keanggotaan
Maatschap, Hubungan Intern Para Sekutu, Pengurus Maatschap,
Pembagian keuntungan dan Kerugian, Tanggung jawab Intern antara
Sekutu, Tanggung jawab sekutu Maatschap dengan Pihak Ketiga,
Maatschap bukan Badan Hukum, dan Bubarnya Maatschap. (b) Persektuan
Dengan Firma: Pengertian, Sifat-sifat Kepribadian, Pendirian Firma,
Hubungan Antara Sekutu, Pengurus Firma, Tanggung jawab Sekutu baru,
Kewenangan Mewakili dan Bertindak Keluar, Firma Bukan badan Hukum,
dan Bubarnya Persekutuan Firma. (c) Persekutuan Komanditer:
Pengertian, Komanditer Bukan meminjamkan Uang, Jenis-jenis CV,
Hubungan Intern antara Para Sekutu CV, Hubungan Hukum Ekstern
Dengan Pihak ketiga, Kedudukan hukum CV, Bubarnya CV. (d) Prinsip
tanggung jawab hukum perusahaan di Indonesia
BAB III PENYAJIAN DATA PENELITIAN
PERSEKUTUAN USAHA DI INDONESIA akan menguraikan (a) Dasar Hukum
Pembentukan Persekutuan Usaha (b) Persekutuan Perdata (c) Firma (d)
Persekutuan Komanditer (e) Hubungan
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 17 12/12/2012 9:34:54 AM
-
18
antara Tanggung Jawab dan Hukum Perusahaan dalam Perspektif
Teoretis.
BAB IV ANALISIS HUKUM PERSEKUTUAN USAHA DI
INDONESIA akan menguraikan Prinsip Hukum Yang Mendasari
Persekutuan Perdata, Persekutuan Dengan Firma dan Persekutuan
Komanditer, Persekutuan Usaha Dalam menerapkan prinsip Good
Corporate Governance, Peluang dan Kendala persekutuan usaha Dalam
menghadapi Globalisasi.
BAB V PENUTUP
akan menyimpulkan dan menyarakan hasil-hasil penelitian yang
telah dituangkan dalam bab-bab sebelumnya dan mengajukan saran
sebagai implikasi teoretis maupun praktis penelitian ini.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 18 12/12/2012 9:34:54 AM
-
19
BAB II PERSEKUTUAN USAHA DAN PRINSIP
TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN DI INDONESIA
A. Persekutuan Perdata (Burgerlijke Maatschap) 1. Pengertian
Menurut pandangan klasik, Burgerlijke Maatschap atau lebih
populer disebut Maatschap merupakan bentuk genus (umum) dari
Persekutuan Firma (VoF) dan Persekutuan Komanditer (CV). Bahkan
menurut pandangan klasik, Maatschap tersebut mulanya merupakan
bentuk genus pula dari Perseroan Terbatas (PT). Hanya saja, karena
saat ini tentang PT sudah jauh berkembang, maka ada pendapat yang
mengatakan PT bukan lagi termasuk bentuk spesies (khusus) dari
Maatschap.32
Bila Firma dan CV sebagai bentuk Maatschap, maka ia akan
mengandung pula karakteristik-karakteristik dari Maatschap,
sepanjang tidak diatur secara khusus dan menyimpang dalam KUHD.
Jelasnya, apa yang diatur dalam KUHPerdata mengenai Maatschap
berlaku pula terhadap Firma dan CV. Keadaan ini terbaca dalam Pasal
15 KUHD, yang menyatakan bahwa:
Persekutuan-persekutuan yang disebut dalm Buku I, Bab III,
bagian I KUHD diatur oleh perjanjian-perjanjian antara para pihak
dan oleh KUHPerdata.
Sebenarnya, apa yang diatur dalam Pasal 15 KUHD
sejalan dengan apa yang diatur dalam Pasal 1 KUHD. Sebab KUHD
itu sendiri merupakan spesies dari KUHPerdata yang merupakan
genusnya.
Dalam kepustakaan dan ilmu hukum, istilah persekutuan bukanlah
istilah tunggal, karena ada istilah
32 Rudhi Prasetyo, Maatschap, Firma, dan Persektuan
Komanditer,
(Bandung: PT Citra Aditya Bhakti, 2002), hlm. 2.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 19 12/12/2012 9:34:54 AM
-
20
pendampingnya yaitu perseroan dan perserikatan. Ketiga istilah
ini sering digunakan untuk menerjemahkan istilah bahasa Belanda
maatschap dan venootschap. Maat maupun vennot dalam bahasa aslinya
(Belanda) berarti kawan atau sekutu.
H. Van der Tas, dalam Kamus Hukum menerjemahkan Maatschap
sebagai perseroan, perserikatan, persekutuan. Fockema Andreae,
menerjemahkannya sebagai perseroan, perseroan perdata. R. Subekti
dalam terjemahan BW menyebut istilah Maatschap sebagai persekutuan.
Sedangkan penulis lain menerjemahkannya sebagai persekutuan perdata
atau perserikatan perdata (burgerlijke maatschap).
Persekutuan artinya persatuan orang-orang yang sama
kepentingannya terhadap suatu perusahaan tertentu. Sedangkan Sekutu
artinya peserta dalam persekutuan. Jadi, persekutuan berarti
perkumpulan orang-orang yang menjadi peserta pada perusahaan
tertentu.33 Jika badan usaha tersebut tidak menjalankan perusahaan,
maka badan itu bukanlah persekutuan perdata, tetapi disebut
perserikatan perdata. Sedangkan orang-orang yang mengurus badan
usaha disebut sebagai anggota, bukan sekutu.
Dengan demikian, terdapat dua istilah yang pengertiannya hampir
sama, yaitu perserikatan perdata dan persekutuan perdata.
Perbedaannya, perserikatan perdata tidak menjalankan perusahaan,
sedangkan persekutuan perdata menjalankan perusahaan. Dengan
begitu, maka perserikatan perdata adalah suatu badan usaha yang
termasuk hukum perdata umum, sebab tidak menjalankan perusahaan.
Sedangkan persekutuan perdata adalah suatu badan usaha yang
termasuk dalam hukum perdata khusus (hukum dagang), sebab
menjalankan perusahaan.
33 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang
(Bentuk-bentuk
Perusahaan), (Yakarta: penerbit Djambatan, 1982), Cetakan ke-2,
hlm. 16.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 20 12/12/2012 9:34:54 AM
-
21
Menurut Purwosutjipto, persekutuan perdata (burgerlijke
maatschap) sebagaimana diatur dalam Buku III, bab VIII KUHPerdata
adalah persekutuan yang termasuk dalam bidang hukum perdata umum,
sebab apa yang disebut burgerlijke maatschap itu pada umumnya tidak
menjalankan perusahaan. Tetapi dalam praktik, persekutuan perdata
juga sering menjalankan persusahaan. Namun persekutuan yang
dimaksud adalah persekutuan perdata khusus. Hal ini dapat diketahui
dari Pasal 1623 KUHPerdata jo. Pasal 16 KUHD Pasal 1623 KUHPerdata
berbunyi:
Persekutuan perdata khusus ialah persekutuan perdata yang hanya
mengenai barang-barang tertentu saja, pemakaian atau hasil yang
didapat dari barang-barang itu atau mengenai suatu usaha tertentu,
melakukan perusahaan ataupun melakukan pekerjaan.
Sedangkan Pasal 16 KUHD berbunyi:
Yang dinamakan persekutuan Firma ialah perskutuan perdata yang
didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama
(firma).
Batasan yuridis Maatschap dimuat di dalam Pasal 1618
KUHPerdata yang dirumuskan sebagai berikut: Persekutuan perdata
(Maatschap) adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau
lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu (inbreng) dalam
persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi
karenanya.
Menurut Soenawar Soekowati, Maatschap adalah suatu organisasi
kerja sama dalam bentuk taraf permulaan dalam suatu usaha. Yang
dimaksudkan dalam taraf permulaan di sini adalah bahwa Maatschap
merupakan sutau badan yang
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 21 12/12/2012 9:34:55 AM
-
22
belum menjadi perkumpulan berbadan hukum. Ia merupakan bentuk
badan yang paling sederhana, sebagai dasar dari bentuk-bentuk badan
usaha yang telah mencapai taraf yang sempurna (berbelit-belit)
pengaturannya. Jadi, Maatschap bentuknya belum sempurna, artinya
belum memiliki pengaturan yang rumit atau belum memenuhi
unsur-unsur sebagai badan hukum.
Menurut kepustakaan, Maatschap itu bersifat dua muka, yaitu bisa
untuk kegiatan yang bersifat komersial atau bisa pula untuk
kegiatan non-komersial termasuk dalam hal ini untuk
persekutuan-persekutuan menjalankan profesi. Dalam praktik dewasa
ini, yang paling banyak dipakai justru untuk non profit kegiatan
profesi itu, misalnya persekutuan diantara para lawyer yang biasa
dikenal sebagai associated atau partner (rekan atu compagnon yang
disingkat Co.34
Dalam Pasal 1618 KUHPerdata dikatakan bahwa tiap peserta harus
memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan. Hal yang dimaksudkan di
sini adalah pemasukan (inbreng). Pemasukan (inbreng) dapat berwujud
barang, uang atau tenaga, baik tenaga badaniah maupun tenaga
kejiwaan (pikiran). Adapun hasil dari adanya pemasukan itu tidak
hanya keuntungan saja, tetapi mungkin pula kemanfaatan, misalnya:
empat orang bersahabat (A, B, C, dan D) masing-masing memasukkan
uang sebesar Rp 200.000,- untuk melakukan sebuah perjalanan wisata
ke Yogyakarta dengan mencarter sebuah taksi, mulai pagi hingga sore
dengan membawa makanan dan minuman, maka pada sore hari ketika
mereka sampai di rumah, sedikitpun tidak mendapat keuntungan,
tetapi hanya kemanfaatan yang berwujud kepuasan hati. Kenyataan
hukum ini disebut perserikatan perdata.
34 Rudhi Prasetyo, ibid, hlm. 4-5.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 22 12/12/2012 9:34:55 AM
-
23
2. Jenis-jenis Maatschap Sesuai dengn Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata
(KUHPerdata) sebagai sumber hukumnya, maatschap itu terbagi dua,
yaitu sebagai berikut: 1) Maatschap Umum (Pasal 1622
KUHPerdata)
Maatschap umum meliputi apa saja yang akan diperoleh para sekutu
sebagai hasil usaha mereka selama maatschap berdiri. Maatschap
jenis ini usahanya bisa bermacam-macam (tidak terbatas), yang
penting inbrengnya ditentukan secara jelas/terperinci.
2) Maatschap Khusus (Pasal 1623 KUHPerdata) Maatschap khusus
(bijzondere maatschap) adalah maatschap yang gerak usahanya
ditentukan secara khusus, bisa hanya mengenai barang-barang tertetu
saja, atau pemakaiannya, atau hasil yang akan didapat dari
barang-barang itu, atau mengenai suatu usaha tertentu atau
penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap. Jadi,
penentuannya ditekankan pada jenis usaha yang dikelola oleh
maatschap (umum atau khusus), bukan pada inbrengnya. Mengenai
pemasukan, baik pada maatschap umum mauapun maatschap khsuus harus
ditentukan secara jelas atau terperinci. Kedua, maatschap ini
dibolehkan, yang tidak dibolehkan adalah maatschap yang sangat umum
yang inbrengnya tidak diatur secara terperinci, seperti yang
disinggung oleh Pasal 1621KUHPerdata.
Maatschap termasuk salah satu jenis kemitraan
(partnership) yang dikenal dalam Hukum Perusahaan di Indonesia,
di samping bentuk lainnya, seperti Vennootschap Onder Firma (Fa)
dan Commanditer Vennotschap (CV). Maatschap merupakan bentuk usaha
yang biasa dipergunakan oleh para Konsultan, Ahli hukum, Notaris,
Dokter, Arsitek, dan profesi-profesi sejenis lainnya.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 23 12/12/2012 9:34:55 AM
-
24
Maatschap merupakan bentuk kemitraan yang paling sederhana,
karena hal berikut:35 a. Dalam hal modal, tidak ada ketentuan
tentang besarnya
modal seperti yang berlaku dalam Perseroan Terbatas yang
menetapkan modal minimal Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
b. Dalam rangka memasukkan suatu persekutuan atau maatschap
selain berbentuk uang atau barang boleh menyumbangkan tenaga
saja.
c. Lapangan kerjanya tidak dibatasi, bisa juga dalam bidang
perdagangan.
d. Tidak ada pengumuman kepada pihak ketiga seperti yang
dilakukan dalam Firma.
3. Sifat pendirian Maatschap
Menurut Pasal 1618 KUHPerdata, maatschap adalah persekutuan yang
didirikan atas dasar perjanjian. Menurut sifatnya, perjanjian itu
ada dua macam golongan, yaitu perjanjian konsensual (concensuelle
overeenkomst) dan perjanjian riil (reele overeenkomst). Perjanjian
mendirikan maatschap adalah perjanjian konsensual, yaitu perjanjian
yang terjadi karena ada persetujuan kehendak dari para pihak atau
ada kesepakatan sebelum ada tindakan-tindakan (penyerahan barang).
Pada maatschap, jika sudah ada kata sepakat dari para sekutu untuk
mendirikannya, meskipun belum ada inbreng, maka maatschap sudah
dianggap ada.
Undang-undang tidak menentukan mengenai cara pendirian maatschap
sehingga perjanjian maatschap bentuknya bebas. Tetapi dalam
praktik, hal ini dilakukan dengan akta otentik ataupun akta di
bawah tangan. Juga tidak ada ketentuan yang mengharuskan
pendaftaran dan pengumuman bagi maatschap, hal ini sesuai dengan
sifat maatschap yang tidak menghendaki adanya publikasi
(terang-terangan).
35 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (JakartaL Kesaint Blanc,
2005),
hlm. 36-37.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 24 12/12/2012 9:34:55 AM
-
25
Perjanjian untuk mendirikan maatschap, di samping harus memenuhi
ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, juga harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut: a) Tidak dilarang oleh hukum; b)
Tidak bertentangan dengan tata susila dan ketertiban
umum; c) Harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar,
yaitu keuntungan.
4. Keanggotaan Maatschap Keanggotaan suatu maatschap penekananya
diletakkan
pada sifat kapasitas kepribadian (persoonljke capacieil) dari
orang (sekutu) yang bersangkutan. Pada asasnya, maatschap terikat
pada kapasitas kepribadian dari masing-masing anggota, dan cara
masuk keluarnya ke dalam maatschap ditentukan secara statutair
(tidak bebas). Adapun sifat kapasitas kepribadian dimaksud
diutamakan, seperti: sama-sama seprofesi, ada hubungan keluarga,
atau teman karib.
KUHPerdata (Bab VIII) sendiri juga tidak melarang adanya
maatschap antara suami-istri. Meskipun tidak dilarang, maatschap
yang didirikan antara sumai-istri, di mana ada kebersamaan harta
kekayaan (huwelijk gemeenschap van goederen), maka maatschap
demikian tidak berarti apa-apa, sebab kalau ada kebersamaan harta
kekayaan (harta perkawinan), maka pada saat ada keuntungan untuk
suami-istri itu tidak ada bedanya, kecuali pada saat perkawinan
diadakan perjanjian pemisahan kekayaan.
5. Hubungan internal Para Peserta
Perjanjian maatschap tidak mempunyai pengaruh keluar (terhadap
pihak ketiga), dan pesertalah yang semata-mata mengatur bagaimana
caranya kerja sama itu berlangsung, demikian juga pembagian
keuntungan yang
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 25 12/12/2012 9:34:55 AM
-
26
diperoleh bersama diserahkan sepenuhnya kepada mereka sendiri
untuk mengaturnya dalam perjanjian maatschapnya.
Hanya undang-undang mengadakan pembatasan terhadap kebebasan
mengatur pembagian keuntungan itu, berupa dua ketentuan: a) Para
sekutu tidak boleh memperjanjikan bahwa mereka
akan menyerahkan pengaturan tentang besarnya bagian
masing-masing kepada salah seorang dari mereka atau kepada seorang
pihak ketiga (Pasal 1634 ayat (1) KUHPerdata);
b) Para sekutu tidak boleh memperjanjikan bahwa kepada salah
seorang akan diberikan semua keuntungan (Pasal 1635 ayat (1)
KUHPerdata).
6. Pengurusan Maatschap
Pengangkatan pengurus Maatschap dapat dilakukan dengan dua cara
(Pasal 1636), yaitu: 1) Diatur sekaligus bersama-sama dalam akta
pendirian
maatschap. Sekutu maatschap ini disebut sekutu statuter (gerant
statutaire);
2) Diatur sesudah persekutuan perdata berdiri dengan akta
khusus. Sekutu pengurus ini dinamakan sekutu mandater (gerant
mandataire).
Perbedaan kedudukan hukum antara sekutu statuter dan sekutu
mandater: a) Menurut Pasal 1636 ayat (2) KUHPerdata, selama
berjalannya maatshcap, sekutu statuter tidak boleh
diberhentikan, kecuali atas dasar alasan-alasan menurut hukum,
misalnya tidak cakap, kurang seksama, ceroboh, menderita sakit
dalam waktu lama, atau keadan-keadaan atau peristiwa-peristiwa yang
tidak memungkinkan seorang sekutu pengurus itu melaksanakan
tugasnya secara baik.
b) Yang memberhentikan sekutu statuter ialah maatschap itu
sendiri.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 26 12/12/2012 9:34:55 AM
-
27
Atas pemberhentian itu sekutu statuter dapat minta putusan hakim
soal apakah pemberhentian itu benar-benar sesuai dengan kaidah
hukum. Sekutu statuter bisa meminta ganti kerugian bila
pemberhentian itu dipandang tidak beralasan;
c) Sekutu mandater kedudukannya sama dengan pemegang kuasa, jadi
kekuasaannya dapat dicabut sewaktu-waktu atau atas permintaan
sendiri. Kalau di antara para sekutu tidak ada yang dianggap
cakap atau mereka tidak merasa cakap untuk menjadi pengurus,
maka para sekutu dapat menetapkan orang luar yang cakap sebagai
pengurus. Jadi, ada kemungkinan pengurus maatschap adalah bukan
sekutu. Hal ini dapat ditetapkan dalam akta pendirian maatschap
atau dalam perjanjian khusus.
7. Pembagian Keuntungan dan Kerugian
Para mitra bebas untuk menentukan bagaimana keuntungan maatschap
akan dibagikan diantara mereka. Menurut Pasal 1633 KUHPerdata cara
membagi keutungan dan kerugian itu sebaiknya diatur dalam
perjanjian pendirian maatschap. Bila dalam perjanjian pendirian
tidak ada diatur maka bagian tiap sekutu dihitung menurut
perbandingan besarnya sumbangan modal yang dimasukan oleh
masing-masing sekutu. Sekutu yang inbrengnya hanya berupa tenaga,
maka bagian keuntungan atau kerugian yang diperolehnya hanya sama
dengan bagian sekutu yang memasukkan inbreng berupa uang atau
barang yang paling sedikit.
Menurut Pasal 1634 KUHPerdata, para sekutu tidak boleh berjanji
bahwa jumlah bagian mereka masing-masing dalam maatschap ditetapkan
oleh salah seorang sekutu dari mereka atau orang lain. Di samping
itu, menurut Pasal 1635 KUHPerdata, para sekutu dilarang
memperjanjikan akan memberikan keuntungan saja kepada salah seorang
sekutu, tetapi harus mencakup keduanya, yakni keuntungan (laba)
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 27 12/12/2012 9:34:55 AM
-
28
dan kerugian. Bila hal itu diperjanjikan juga maka dianggap
batal. Namun sebaliknya, para sekutu diperbolehkan memperjanjikan
bahwa semua kerugian akan ditanggung oleh salah seorang sekutu
saja.
8. Tanggung Jawab Internal Antara sekutu
Para sekutu Maatschap dapat membuat perjanjian khusus dalam
rangka menunjuk salah seorang di antara mereka atau orang ketiga
sebagi pengurus yang ditunjuk itu berhak melakukan semua tindakan
kepengurusan yang dianggap perlu, walaupun tidak disetujui oleh
beberapa sekutu, asalkan dilakukan dengan iktikad baik. Jadi
pengurus dapat bertindak atas nama persekutuan dan mengikat para
sekutu terhadap pihak ketiga dan sebaliknya pihak ketiga terhadap
para mitra selama masa penunjukkan (kuasa) itu berlaku. Para sekutu
tentu saja masih bebas untuk menggeser atau mengganti pengurus
dengan mandat tersebut. Selama pengurus yang ditunjuk itu ada, maka
sekutu yang bukan pengurus tidak mempunyai para sekutu lainnya
dengan pihak ketiga.
Bila tidak ada penunjukkan secara khusus mengenai pengurus,
Pasal 1639 KUHPerdata menetapkan bahwa setiap sekutu dianggap
secara timbal balik telah memberi kuasa, supaya yang satu melakukan
pengurusan terhadap yang lain, bertindak atas nama Maatschap dan
atas nama mereka. Jadi, berkenaan dengan tanggung jawab internal
antara sekutu, kecuali dibatasi secara tegas dalam perjanjian
pendirian maatschap, setiap sekutu berhak bertindak atas nama
Maatschap dan mengikat para sekutu terhadap pihak ketiga dan pihak
ketiga terhadap sekutu.
9. Tanggung Jawab Sekutu Maatschap dengan Pihak
Ketiga Menurut Pasal 1642 sampai dengan 1645 KUHPerdata,
pertanggungjawaban sekutu maatschap adalah sebagai berikut:
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 28 12/12/2012 9:34:55 AM
-
29
a) Pada asasnya, bila seorang sekutu maatschap mengadakan
hubungan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan
sajalah yang bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang
dilakukan dengan pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan bahwa
dia berbuat untuk kepentingan persekutuan.
b) Perbuatan sekutu baru mengikat sekutu-sekutu lainnya apabila:
(1) sekutu tersebut diangkat sebagai pengurus secara
gerant statutaire; (2) terdapat pada surat kuasa dari
sekutu-sekutu lain; (3) hasil perbuatannya atau keuntungannya
telah
dinikmati oleh persekutuan. c) Bila beberapa orang sekutu
maatschap mengadakan
hubungan hukum dengan pihak ketiga, maka para sekutu itu dapat
dipertanggungjawabkan sama rata, meskipun inbreng mereka tidak
sama, kecuali bila dalam perjanjian yang dibuatnya dengan pihak
ketiga itu dengan tegas ditetapkan keseimbangan pertanggungjawaban
masing-masing sekutu yang turut mengadakan perjanjian itu.
d) Bila seorang sekutu mengadakan hubungan hukum dengan pihak
ketiga atas nama persekutuan (Pasal 1645 KUHPerdata), maka
persekutuan dapat langsung menggugat pihak ketiga itu. Di sini
tidak diperlukan adanya pemberian kuasa dari sekutu-sekutu
lain.
10. Maatschap Bukan Badan Hukum
Setiap kerja sama selalu menimbulkan hasil yang dualistis, oleh
karena tiap kerja sama itu: (a) mesti menimbulkan kesatuan
(rechtpersoonlijkheid, yakni yang berwujud suatu badan atau
corporatie; (b) di samping itu juga menimbulkan akibat yang
bersifat verbintenis rechttelijk yang individual.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 29 12/12/2012 9:34:55 AM
-
30
Kalau suatu kerja sama itu di mana unsur korporasinya merupakan
hal yang lebih menonjol, misalnya pada suatu Persekutuan Perdata
(PP), maka orang tidak akan ragu lagi untuk mengatakan bahwa
Persekutuan Perdata itu sudah reschtpersoon, (artinya badan hukum
itu bisa bertindak sebagai subjek hukum seperti halnya natuurlijke
persoon). Sebaliknya, manakala dalam kerja sama itu unsur
korporasinya lebih sedikit, akan timbul keraguan, baik pada
peradilan maupun para sarjana, yakni tentang apakah kerja sama itu
dilakukan oleh badan hukum atau bukan.
Ajaran yang umum (de heersen de leer) yang dianut tidak mengakui
bahwa maatschap itu merupakan badan hukum, karena maatschap tidak
mempunyi harta kekayaan yang terpisah dengan kekayaan para
sekutunya. Tapi karena hukum itu berkembang, muncul pendirian baru
yang mengatakan bahwa pada maatschap itu dalam praktik sudah ada
kekayaannya yang terpisah akan tetapi belum dianggap sebagai
landasan hukum. Pada Firma terlihat bahwa undang-undang mengakui
adanya harta kekayaan yang terpisah (Pasal 32 KUHD). Tetapi oleh
undang-undang firma juga belum diakui sebagai badan hukum.
Di samping itu, walaupun maatschap dapat menggugat langsung
kepada pihak ketiga berdasarkan Pasal 1645 KUHPerdata, namun bukan
berarti maatschap adalah badan hukum. Perbuatan maatschap
(persekutuan perdata) untuk menggugat langsung kepada pihak ketiga
adalah perbuatan bersama semua para sekutu, karena mereka
masing-masing mempunyai bagiannya sendiri dalam harta kekayaan
persekutuan, sehingga tiap-tiap sekutu berhak menagih sesuai dengan
bagiannya itu.
Dari sudut pertanggungjawaban, dapat juga disimpulkan bahwa
Persekutuan Perdata bukan badan hukum, karen bila ia disebut badan
hukum maka seorang sekutu yang melakukan perbuatan atas nama
persekutuan, pesekutuanlah yang terikat dengan pihak ketiga dan
bukan
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 30 12/12/2012 9:34:56 AM
-
31
sekutu yang berbuat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1644
KUHPerdata. Bila Persekutuan Perdata ingin dipaksakan menjadi badan
hukum, maka tentu ada keharusan bagi maatschap untuk memenuhi
syarat-syarat sebagai badan hukum, seperti (a) pengesahan dari
Kementerian Hukum dan HAM RI; (b) pendaftaran dalam daftar wajib
perusahaan; (c) pengumuman dalam Tambahan Berita Negara RI.
Sedangkan Persekutuan Perdata tidak memerlukan prosedur pendirian
sebagaimana disebut di atas, tetapi cukup dilakukan secara
konsensus atau dengan akta (otentik atau di bawah tangan).
11. Bubarnya Maatschap
Ketentuan hukum pembubaran Persekutuan Perdata diatur dalam buku
III Pasal 1646 sampai dengan 1652 KUHPerdata. Adapun beberapa sebab
sebuah Persekutuan Perdata bisa dinyatakan bubar (Pasal 1646
KUHPerdata) adalah sebagai beriut: a) Lampaunya waktu maatschap itu
didirikan. b) Musnahnya barang atau telah diselesaikannya usaha
yang menjadikan pokok maatschap itu; c) Kehendak dari seorang
atau beberapa orang sekutu; d) Salah seorang sekutu meninggal dunia
atau di bawah
pengampuan atau dinyatakan pailit. Berkenaan dengan huruf (a)
bila persekutuan perdata
sejak semula didirikan untuk waktu tertentu namun diteruskan
oleh para mitra melewati waktu tersebut, maka kemudin secara hukum
persekutuan perdata itu didirikan untuk waktu yang tidak tentu.
Berkenaan dengan huruf (c) terdapat perbedaan antar Persekutuan
Perdata yang didirikan untuk waktu tertentu dan yang didirikan
untuk waktu yang tidak tertentu. Dalam kasus pengunduran diri,
tidak dapat terjadi sebelum waktu yang ditunjuk, kecuali semua
mitra setuju atau ada perintah pengadilan (yang diberikan untuk
alasan demikian, seperti misalnya tidak wanprestasi atau sakit
berat). Menurut Pasal 1649
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 31 12/12/2012 9:34:56 AM
-
32
KUHPerdata, pengunduran diri harus pada waktunya dan dengan
itikad baik.36
B. Persekutuan Firma (Vennootschap Onder Firma)
1. Pengertian Persekutuan Firma merupakan bentuk kemitraan
(partnership) kedua setelah Maatschap dan Persekutuan Komanditer
yang dikenal di Indonesia. Sedangkan di negara Inggris (demikian
juga Amerika), berdasarkan The Limited Partnerships Act 1907,
membedakan partnership37 (kemitraan) dalam dua tipe, yaitu: General
Partnership (mirip Persekutuan Firma) dan Sleeping atau Limited
Partnership (mirip Persekutuan Komanditer).38
General Partnership (GP) adalah organisasi usaha (bisnis) yang
didirikan oleh paling sedikit dua orang sekutu (partner), yang
mugkin terdiri dari individual (orang-orang pribadi) atau
badan-badan (entities) seperti persekutuan (partnerships) lain atau
perseroan-perseroan (corporations). Setiap sekutu (partner) secara
personal, bersama-sama, dan masing-masing bertanggung jawab untuk
semua kewajiban dan utang-utang persekutuan. Para sekutu dalam GP
ini mempunyai kedudukan yang sama, sehingga sebagai wujud
kepemilikan atas usaha, secara bergiliran setiap sekutu
36 I.G. Rai Widjaya, Ibid., hlm. 43. 37 A partnership is a type
of business entity in which partners (owners) share
with each other the profits or losses of the business.
Partnership are often favored over corporations for taxation
purposes, as the partnership structure does not generally incur a
tax on profets before it is distributed to the partners (i.e. there
is non dividend tax levied). However, depending on the partner
structure and the jurisdiction in which it operates, owners of a
partenership may be exposed to greater personal liability than they
wpuld as shareholders of a corporation. Lihat
http://en.wikipedia.org/wiki/partnership.diakses pada Rabu, 9
September 2009.
38 Helen J. bond and peter kay, Business Law (great
Britain-London: Blackstone Press limited, 1990), Pg. 337. A general
partnership is an ordinary active partner with right to participate
in the management of the business. He also has unlimited liability
for the debts f the partnerships.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 32 12/12/2012 9:34:56 AM
-
33
berhak mengelola usaha (bisnis) bersama-sama dengan sekutu
lainnya.39
Menurut Pasal 16 KUHD, Persekutuan Firma ialah tiap-tiap
persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan
dengan nama bersama. Dari ketentuan pasal di atas dapat disimpulkan
bahwa Persekutuan Firma merupakan persekutuan perdata khusus.
Molengraaff memberikan pengertian firma dengan
menggabungkan Pasal 16 dan Pasal 18 WvK, yaitu suatu perkumpulan
(vereniging) yang didirikan untuk menjalankan perusahaan di bawah
nama bersama dan yang mana anggota-anggotanya tidak terbatas
tanggung jawabnya terhadap perikatan Firma dengan pihak
ketiga.40
Schilggaarde mengatakan Persekutuan Firma sebagai persekutuan
terbuka terang-terangan (openbare vennootschap) yang menjalankan
perusahaan dan tidak mempunyai persero komanditer.41
Menurut Slagter, Firma adalah suatu perjanjian (een
overeenkomst) yang ditujukan ke arah kerja sama di antara dua orang
atau lebih secara terus menerus untuk menjalankan suatu perusahaan
di bawah suatu nama bersama. Agar memperoleh keuntungan atas hak
kebendaan bersama (gemeenschappeleijk vermogensrechtelijk voordeel)
serta guna mencapai tujuan pihak-pihak di antara mereka yang
mengikatkan diri untuk memasukkan uang, barang, kerja, nama baik
atau kombinasi dari padanya ke dalam perusahan.42
39 Gero Pfeiffer and Sven Timmerbeil, Loc.Cit. As a general
rule, the partners
share equally in profits and losses. However, the partners often
agree upon other distribution procedures based on the amount of
contribution made by the respective partner.
40 M. Natzir Said, Hukum Perusahaan di Indonesia I,
(Perorangan), (Bandung: alumni1987, hlm. 117.
41 Ibid. 42 Ibid, hlm. 119.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 33 12/12/2012 9:34:56 AM
-
34
Terdapat tiga unsur mutlak yang dimiliki Persekutuan Firma,
selain sifatnya sebagai Persekutuan Perdata khusus, yaitu sebagai
berikut:43 a) Menjalankan perusahaan (Pasal 16 KUHD)
Sebuah persekutuan yang sudah didirikan namun tidak memiliki
aktivitas atau kegiatan menjalankan perusahaan, maka persekutuan
itu bukanlah badan usaha. Persekutuan Firma tersebut harus
menjalankan perusahaan dalam rangka mencapai keuntungan atau laba.
Di samping itu, aktivitas menjalankan perusahaan haruslah bersifat
terus-menerus, tetap, dan harus memelihara pembukuan.
b) Dengan nama bersama atau Firma (Pasal 16 KUHD) Firma artinya
nama bersama, yaitu nama orang (sekutu) yang dipergunakan menjadi
nama perusahaan, misalnya: salah seorang sekutu bernama Ulang
Mangun, lalu Persekutuan Firma yang mereka dirikan diberinama
Persekutuan Firma Ulang Mangun, atau Firma Ulang Mangun Bersaudara.
Di sini, tampak bahwa nama salah seorang sekutu dijadikan sebagai
nama Firma. Mengacu pada Pasal 16 KUHD dan yurisprudensi,
ditentukan bahwa nama bersama atau Firma dapat diambil dari: 1)
nama dari salah seorang sekutu, misalnya: Firma
Ulang Mangun. 2) nama dari salah seorang sekutu dengan
tambahan,
misalnya: Firma Ulang Mangun Bersaudara, Sosiawan & Brothers
dan lain-lain;
3) kumpulan nama dari semua atau sebagian sekutu, misalnya:
Firma Hukum MAPRIAH ULAMOS, MAPRIA ULAMOS merupakan singkatan
nama
43 Bandingkan dengan ulasan yang dikemukakan oleh Zaeni
Asyhadie,
hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 37-38.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 34 12/12/2012 9:34:56 AM
-
35
beberapa sekutu yakni Marulak, Syprianus, Ahyar, Ulang Mangun
dan Mosgan;
4) nama lain yang bukan nama keluarga, yang menyebutkan tujuan
perusahaannya, misalnya: Firma Perdagangan Food and Gatering.
Menurut Polak, para sekutu bebas untuk menetapkan nama dari
persekutuan Firma. Tetapi kebebasan itu tidak sedemikian rupa
sehingga nama yang ditetapkan itu menyamai atau hampir menyamai
nama Firma lain yang sudah ada, dan menimbulkan kebingungan di
pihak ketiga.
c) Pertanggungjawaban sekutu yang bersifat pribadi untuk
keseluruhan (solider; tanggung renteng; tanggung menanggung) (Pasal
18 KUHD)44 Setiap anggota atau sekutu Firma memiliki hak dan
tanggung jawab yang sama. Seorang sekutu yang melakukan hubungan
hukum dengan pihak ke-3, akan secara serta merta mengikat sekutu
yang lainnya. Sehingga sekutu-sekutu Firma yang lain ikut
bertanggungjawab secara tanggung menanggung hingga pada harta
pribadi masing-masing. Hal ini merupakan wujud kebersamaan yang
berlaku dan menjadi ciri khas Firma, serta dalam rangka melindungi
kepentingan pihak ke-3. Dengan demikian, Persekutuan Perdata yang
unsur tambahannya kurang dari apa yang disebutkan di atas, belum
dapat disebut sebagai Persektuan Firma.
2. Sifat Kepribadian
Sebagaimna yang berlaku dan menjadi ciri sebuah Maatschap, maka
kapasitas atau sifat kepribadian yang tebal juga menjadi ciri
sebuah Firma, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 16 KUHD yang
menyebutkan Firma
44 Pasal 18 KUHD berbunyi: dalam pesekutuan Firma adalah
tiap-tiap sekutu
secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya
atas segala perikatan dari persekutuan.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 35 12/12/2012 9:34:56 AM
-
36
sebagai persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan
perusahaan dengan nama bersama.
Persekutuan Perdata dan Persekutuan Firma sifat kepribadian para
sekutunya masih sangat diutamakan. Lingkungan sekutu-sekutu tidak
luas, hanya terbatas pada keluarga, teman dan sahabat karib yang
bekerjasama untuk mencari laba, Oleh kita untuk kita. Berbeda
halnya dengan Perseroan Terbatas, yang bertujuan mencari keuntungan
sebesar-besarnya, maka sifat kepribadian tidak kelihatan lagi
bahkan tidak dipedulikan. Bagi Perseroan Terbatas (PT) yang paling
penting adalah bagaimana meraup modal sebanyak mungkin dari
pemegang saham, tidak peduli siapa orangnya. Banyaknya jumlah
pemegang saham dalam PT menyebabkan mereka tidak saling mengenal
satu sama lain.
3. Pendirian Firma
Menurut Pasal 16 KUHD jo. Pasal 1618 KUHPerdata, pendirian Firma
tidak disyaratkan adanya akta, tetapi pasal 22 KUHD45 mengharuskan
pendirian Firma itu dengan akta otentik. Namun demikian, ketentuan
Pasal 22 KUHD tidak diikuti dengan sanksi bila pendirian Firma itu
dibuat tanpa akta otentik. Bahkan menurut pasal ini, dibolehkan
juga Firma didirikan tanpa akta otentik. Ketiadaan akta otentik
tidak dapat dijadikan argumen untuk merugikan pihak ketiga. Ini
menunjukan bahwa akta otentik tidak menjadi syarat mutlak bagi
pendirian Firma, sehingga menurut hukum Firma tanpa akta juga dapat
berdiri. Akta hanya diperlukan apabila terjadi suatu proses. Disini
kedudukan akta itu lain daripada akta dalam pendirian suatu PT.
Pada PT, akta otentik merupakan salah satu syarat pengesahan
45 Pasal 22 KUHD; Tiap-tiap Persekutuan Firma harus didirikan
dengan akta
otentik, akan tetapi ketiadaan akta demikian tidak dapat
dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 36 12/12/2012 9:34:56 AM
-
37
berdirinya PT, karena tanpa akta otentik, PT dianggap tidak
pernah ada.46
Bila pendirian Firma sudah terlanjur dibuat dengan akta, maka
akta tersebut didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri
setempat. Kemudian diikuti dengan pengumuman dalam Berita Negara
Republik Indonesia. Di samping itu, untuk memulai berusaha sekutu
pendiri harus mengantongi Surat Izin Usaha, Surat Izin Tempat
Berusaha, dan Surat Izin berhubungan dengan Undang-Undang Gangguan
(Hinder Ordonanie, Stbl. 1926/226) bila diperlukan.47
Kewajiban untuk mendaftarkan dan mengumumkan itu adalah suatu
keharusan yang bersanksi, karena selama pendaftaran dan pengumuman
belum dilaksanakan, pihak ketiga dapat menganggap Firma tersebut
sebagi Persekutuan umum, yakni sebagai berikut: a. menjalankan
segala macam urusan; b. didirikan untuk waktu tidak terbatas c.
tidak ada seorang sekutupun yang dikecualikan dari
kewenangan bertindak dan menandatangani surat bagi persekutuan
Firma (Pasal 29 KUHD).48 Sebenarnya, berdasarkan Pasal 26 ayat (2)
dan Pasal 29
KUHD dikenal dua jenis Firma, yaitu:49 1) Firma umum, yakni
Firma yang didirikan tetapi tidak
didaftarkan serta tidak diumumkan. Firma ini menjalankan segala
urusan didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas, dan
masing-masing pihak (sekutu)
46 Achmad Ichsan, Hukum Dagang: Lembaga Perserikatan,
Surat-surat
Berharga, Aturan-aturan Pengangkutan, (Jakarta; PT. Pradnya
paramita, 1993), hlm. 124.
47 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia
(bentuk-bentuk Perusahaan). Jilid 2 (Jakarta: Djambatan, 1991),
hlm. 48.
48 Ibid. 49 Pasal 26 ayat (2) berbunyi: Penyebutan Firma mereka
dengan keterangan
apakah persekutuan itu umum atau hanya terbatas pada sesuatu
kegiatan usaha (perusahaan) yang khusus dan hal belakangan ini
dengan menyebutkan kegiatan usaha (perpisahan) khusus itu.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 37 12/12/2012 9:34:56 AM
-
38
tanpa dikecualikan berhak bertindak untuk dan atas nama
Firma.
2) Firma khusus, yakni Firma yang didirikan, didaftarkan serta
diumumkan dan memiliki sifat-sifat yang bertolak belakang dengan
Firma umum seperti disebutkan di atas. Kedudukan akta pendirian
(akta notaris) Firma
merupakan alat pembuktian utama terhadap pihak ketiga mengenai
adanya persekutuan Firma itu. Namun demikian, ketiadaan akta
sebagaimana dimaksud di atas tidak dapat dijadikan alasan untuk
lepas dari tanggung jawab atau dengan maksud merugikan pihak
ketiga. Dalam keadaan ini, pihak ketiga dapat membuktikan adanya
persekutuan Firma dengan segala macam alat pembuktian biasa,
seperti surat-surat, saksi, dan lain-lain.
4. Hubungan Antara Sekutu
Pada prinsipnya, para sekutu Firma memiliki hubungan yang
sederajat satu sama lain. Masing-masing memiliki hak dan kewajiban
yang sama atas Firma. Dengan kata lain, semua sekutu Firma
merupakan pengurus Firma dan bisa melakukan hubungan hukum keluar
untuk dan atas nama Firma. Hal ini disebabkan Firma memiliki sifat
kebersamaan (nama bersama). Perbuatan hukum salah seorang sekutu
Firma dengan pihak ketiga akan mengikat sekutu-sekutu lainnya. Oleh
sebab itulah, tanggung jawab para sekutu dalam Firma bersifat
pribadi untuk keseluruhan (tanggung renteng, solider dan tanggung
menanggung). Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan para sekutu
menyepakati dalam akta pendirian mengenai sekutu tertentu yang
menjadi pengurus dan menetapkan sekutu tertentu yang menjadi
pemegang kuasa untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga
termasuk mewakili Firma di forum pengadilan.
Pengaturan mengenai hubungan antar sekutu Firma (khususnya
mengenai pembagian laba dan rugi) tidak
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 38 12/12/2012 9:34:56 AM
-
39
ditemukan dalam KUHD, oleh karenanya hal ini kembali merujuk
pada ketentuan Persekutuan Perdata Pasal 1624 sampai dengan 1641
KUHPerdata. Ketentuan tersebut merupakan ketentuan pelengkap, dan
di antara pasal-pasal itu terdapat Pasal 1634 dan 1635 yang
merupakan ketentuan memaksa menyangkut pembagian laba rugi.
Mengenai laba rugi merupakan hal penting untuk diatur dalam
perjanjian pendirian Firma. Bila hal itu tidak diatur maka
berlakukah asas keseimbangan dari pemasukan (inbreng) sebagaimana
diatur dalam Pasal 1633 KUHPerdata.
Sesuai dengan asas kebersamaan dalam pasal 1618 KUHPerdata, pada
hakikatnya antara para sekutu tidak boleh saling menyaingi. Namun
bila hal itu terjadi, berlaku Pasal 1630 KUHPerdata, yakni
kewajiban memberikan ganti kerugian.
5. Pengurus Firma
Pengurus Persekutuan Firma harus ditentukan dalam perjanjian
pendirian Firma (garant statutaire). Bila hal itu tidak diatur,
maka harus diatur secara tersendiri dalam suatu akta (garant
mandataire), yang juga harus didaftarkan pada kepaniteraan
Pengadilan Negeri setempat dan diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia. Pendaftaran dan pengumuman penting agar
pihak ketiga dapat mengetahui siapa-siapa yang menjadi pengurus
Firma dan siapa pihak ketiga itu akan mengadakan hubungan
hukum.
Keberadaan pengurus dalam Firma semata-mata untuk memudahkan
pihak ketiga berhubungan dengan Firma. Penetapan pengurus tidak
membawa konsekuensi pada tanggung jawab seperti yang berlaku dalam
CV Tanggung Jawab di antara sekutu Firma adalah sama, baik secara
internal maupun eksternal dengan pihak ketiga.
Dalam Firma, kemungkinan ada pemisahan antar pihak pengurus dan
pihak yang mewakili Firma untuk bertindak keluar (pemegang kuasa).
Seorang sekutu Firma (Pasal 17
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 39 12/12/2012 9:34:56 AM
-
40
KUHD)50 dapat dilarang bertindak keluar. Kalau larangan itu
tidak ada, maka tiap sekutu dapat mewakili Firma, yang mengikat
sekutu-sekutu lainnya (Pasal 18 KUHD), asal tindakan sekutu yang
bersangkutan ditujukan untuk kepentingan Firma. Sedangkan tindakan
yang bersifat penguasaan harus ada kata sepakat dari semua
sekutu.
Menurut beberapa yurisprudensi, tindakan pengurusan sebenarnya
juga mencakup di dalamnya tindakan di muka Hakim bagi kepentingan
Firma, sepanjang hal itu ada kaitannya dengan pekerjaan pengurus
sehari-hari, kecuali bila ada pembatasan dalam perjanjian pendirian
Firma bahwa tindakan di muka Hakim termasuk tindakan yang patut
dikuasakan.
6. Tanggung Jawab Sekutu Baru
Persekutuan Firma dimungkinkan menambah sekutu baru, tetapi
semua itu harus berdasarkan persetujuan untuk semua sekutu lama
(Pasal 1641 KUHPerdata). Sedapat mugkin, ketentuan mengenai keluar
masuknya sekutu diatur dalam perjanjian pendirian (akta otentik)
Firma.
Lain lagi halnya dengan sekutu pengganti. Penggantian kedudukan
sekutu selama sekutu tersebut masih hidup. Pada dasarnya tidak
diperbolehkan, kecuali hal itu diatur lain dalam perjanjian
pendirian Firma. Undang-undang hanya membolehkan sekutu Firma untuk
menarik orang lain (teman untuk menerima bagian yang menjadi haknya
dari Firma itu, walaupun tanpa izin sekutu-sekutu lainnya (Pasal
1641 KUHPedata).
Pertanyaannya, apakah sekutu baru dalam Firma juga tunduk pada
Pasal 18 KUHD? Dengan kata lain, apakah sekutu baru juga ikut
bertanggung jawab secara pribadi
50 Pasal 17 KUHD: Tiap-tiap sekutu yang tidak dikecualikan dari
satu sama
lain, berhak untuk bertindak untuk mengeluarkan dan menerima
uang atas nama persekutuan, pula untuk mengikat persekutuan itu
dengan pihak ketiga dan pihak ketiga dengannya.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 40 12/12/2012 9:34:57 AM
-
41
terhadap utang-utang Firma yang sudah ada? mengenai hal ini, ada
beberapa pendapat:51 a) Polak: sekutu baru tidak boleh dimintai
tangung jawab
untuk membayar utang-utang Firma yang telah ada pada saat dia
diterima menjadi sekutu, sebab dia tidak pernah memberi kuasa
kepada sekutu-sekutu lama untuk mewakilinya dalam hubungan hukum
yang telah dibuat tersebut, kecuali apabila sekutu baru itu
(sebagai syarat penerimaannya) telah menyetujui sendiri tentang
tanggung jawab terhadap utang-utang Firma yang telah ada sebelum
dia bergabung.
b) Eggens: pertanggungjawaban sekutu baru terhadap
perikatan-perikatan atau utang-utang Firma yang telah ada pada saat
dia bergabung adalah sudah selayaknya atau sudah pada
tempatnya.
c) Soekardono: pertanggungjawaban itu sudah semestinya karena
keuntungan-keuntungan yang dapat diharapkan oleh sekutu baru.
Selanjutnya, bagaiman pula halnya dengan tanggung
jawab sekutu yang keluar terhadap utang-utang Firma yang belum
sempurna dilunasi pada saat dia keluar? Berkaitan denga hal ini,
Van Ophuijsen yang mendapat dukungan dari Polak berpendapat bahwa
sekutu yang sudah keluar bertanggung jawab terhadap utang-utang
Firma yang belum sempurna dilunasi saat dia keluar sebagai sekutu,
karena tanggung jawab itu tidak dapat dilakukan dengan perbuatan
sepihak dari sekutu bersangkutan dengan cara keluar dari
Firma.52
Menurut Partadireja, secara umum ada dua macam tanggung jawab
sekutu dalam Persekutuan Fima, yaitu:53 1) Tanggung jawab tidak
terbatas (internal), artinya
apabila Firma bangkrut dan harta bendanya tidak
51 H.M.N. Puwosutjipto, op. cit., hlm. 57-58. 52 Ibid., hlm. 57
53 Iting Patadireja, Pengetahuan dan Hukum Dagang, (Jakarta:
Erlangga,
1978), hlm. 48.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 41 12/12/2012 9:34:57 AM
-
42
memadai untuk membayar utang-utang Firma, maka harta benda
pribadi para sekutu bisa disita untuk dilelang dipakai untuk
membayar utang-utang Firma. Jadi, selain kehilangan modal dalam
Firma, anggota Firma bisa juga kehilangan harta benda pribadi.
Dengan kata lain, bila Firma jatuh pailit, ada kemungkinan
anggotanya ada yang terseret pailit. Sebaliknya, bila sekutunya ada
yang pailit, belum tentu Firma harus terseret pailit. Mungkin hanya
harus dikeluarkan dari Firma dan kekayaannya yang ada pada firma
(modal dan keuntungan harus dibayarkan).
2) Tanggung jawab solider atau tanggung renteng (eksternal)
Tanggung jawab ini khususnya terletak dalam hubungan keuangan
dengan pihak ketiga. Sekutu firma bertanggung jawab penuh atas
perjanjian yang ditutup oleh rekannya untuk dan atas nama Firma.
Orang luar (pihak ketiga) yang mengadakan perjanjian dengan sekutu
itu boleh menuntut salah seorang sekutu, boleh pula menuntut semua
anggota sekaligus sampai kepada harta benda pribadinya.
7. Kewenangan Mewakili dan Bertindak Keluar
Dalam menjalankan perusahaan tiap-tiap sekutu mempunyai wewenang
untuk mengadakan perikatan dengan pihak ketiga untuk kepentingan
persekutuan, kecuali bila sekutu itu dikeluarkan dari kewenangan
tersebut (Pasal 17 KUHD). Bila tidak ada sekutu yang dikeluarkan
dari kewenangan untuk mengadakan perbuatan hukum, maka dapat
dianggap bahwa tiap-tiap sekutu saling memberikan kuasa umum bagi
dan atas nama semua sekutu untuk melakukan perbuatan hukum dengan
pihak ketiga. Hal ini mencakup semua perbuatan hukum, termasuk
tindakan-tindakan di muka hakim.54
54 H.M.N, Pirwo sutjipto, Pengertian hukum dagang indonesia
(bentuk-
bentuk Perusahaan), Op. cit, hlm. 61.
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 42 12/12/2012 9:34:57 AM
-
43
Dengan demikian, asas kewenangan mewakili berarti bahwa
sekutu-sekutu lain turut terikat oleh perbuatan seorang sekutu
terhadap pihak ketiga, sekedar perbuatan itu dilakukan atas nama
dan bagi kepentingan Firma. Dengan ini (solider/renteng). Tanggung
jawab pribadi untuk keseluruhan, termasuk perikatan-perikatan yang
timbul karena perbuatan melawan hukum. Kepada sekutu yang melakukan
perbuatan melawan hukum dapat dituntut mengganti kerugian oleh
Firma berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.
Mengenai pertanggungjawaban anggota atau sekutu atau pemegang
saham terhadap pihak ketiga, dapat diurutkan sebagai berikut:55 a)
Bagi sekutu Persekutuan Perdata, tanggung jawab
secara pribadi terbatas pada perikatan-perikatan yang telah
dibuatnya sendiri, kecuali bila sekutu bersangkutan telah mendapat
kuasa dari sekutu-sekutu lain atau keuntungan dari adanya perikatan
itu telah dinikmati oleh persekutuan (Pasal 1642 dan Pasal 1644
KUHPerdata).
b) Bagi sekutu Persekutuan Firma (Fa) bertanggung jawab secara
pribadi untuk keseluruhan, artinya untuk seluruh perikatan yang
telah dibuat oleh dia sendiri dan para sekutu lainnya bagi
kepentingan persekutaun (Pasal 18 KUHD).
c) Bagi seorang persero atau pemegang saham pada Perseroan
terbatas (PT) tanggung jawabnya terbatas pada jumlah penuh dari
saham-sahamnya (Pasal 10 ayat (2) KUHD).
8. Firma Bukan Badan Hukum
Pendapat umum di Indonesia berlaku ketentuan bahwa Persekutuan
Firma belum dikategorikan sebagai badan hukum. Ada beberapa syarat
atau unsur materiil agar suatu badan dapat dinamakan badan hukum,
seperti berikut ini:
55 Ibid., hlm. 62
BUKU 8 LANGSUNG_REVIS_PROOF 3.indd 43 12/12/2012 9:34:57 AM
-
44
(a) adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu,
terpisah dari kekayaan para sekutu badan itu;
(b) ada kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan
bersama yang bersifat stabil, yakni dalam rangka mencari laba atau
keuntungan;
(c) adanya beberapa orang sebagai pengurus dari badan itu.
Berdasarkan beberapa syarat atau unsur materiil di atas,
sebenarnya Persekutuan Firma sudah layak menjadi badan hukum,
tetapi belum memenuhi syarat atau unsur formil, maka Persekutuan
Firma belum bisa dikatakan sebagai badan hukum. Unsur formil yang
dimaksud adalah pengakuan undang-undang, pengesahan dari pemerintah
(Kementerian Hukum dan HAM RI), dan pengakuan atau pernyataan dalam
yurisprudensi yang mengakui Persekutuan Firma sebagai badan hukum.
Bila syarat atau unsur formil ini dipenuhi maka Persekutuan Firma
baru dapat disebut sebagai badan hukum.
Berbeda dengan pandangan umum yang dianut Indonesia, Belgia, dan
Perancis bahwa Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer adalah
badan hukum. Sikap ini juga dianut oleh Eggens yang menyatakan
bahwa Persekutuan Firma itu adalah badan hukum karena telah
memenuhi syarat materiil sebagai badan hukum. Tetapi sikap Eggens
ini banyak ditentang oleh ahli hukum yang lain, seperti Zeylemaker,
yang mengatakan Eggens dianggap menggunakan istilah badan hukum
yang menyimpang dari yang lazim, yaitu sebagai sebuah kesatuan
(perkumpulan) yang dapat dikenal, karena kekayaannya yang terpisah
dan pertanggungjawaban yang terpisah pula.56
Pendapat Eggens ini jelas menyimpang karena unsur-unsur badan
hukum yang dibuatnya tidak mencakup unsur materiil dan formil
secara keseluruhan, karena sebagai badan hukum Persekutuan Firma
tidak cukup hanya sekedar dikenal sebagai sebuah kesatuan atau
perkumpulan atau
56