Top Banner
BAB 1 LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. D Umur : 34 tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Tlompakan 2/4 Tuntang Semarang Tanggal datang : 24 Agustus 2015 No.RM : - B. ANAMNESIS Anamnesis : Autoanamnesis Keluhan Utama : Telinga kanan berdengung Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Salatiga dengan keluhan telinga kanan berdengung sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Pasien juga mengeluh adanya nyeri telinga kanan bagian dalam dan adanya penurunan fungsi pendengaran. Keluhan berupa keluar cairan dari telinga kanan maupun kiri, batuk, pilek maupun hidung tersumbat disangkal. Riwayat badan panas/demam dirasakan sejak 2
26

Presus Tht Oma

Dec 09, 2015

Download

Documents

Arum Purbondari

. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Tlompakan 2/4 Tuntang Semarang
Tanggal datang : 24 Agustus 2015
No.RM : -

B. ANAMNESIS
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama : Telingakanan berdengung
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Salatiga dengan keluhan telinga kanan berdengung sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan.Pasien juga mengeluh adanya nyeri telinga kanan bagian dalam dan adanya penurunan fungsi pendengaran. Keluhan berupa keluar cairan dari telinga kanan maupun kiri, batuk, pilek maupun hidung tersumbat disangkal.Riwayatbadan panas/demam dirasakan sejak2 hari sebelum masuk rumah sakit.Tidak ada keluhan pada telinga kiri pasien.Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara sengau, suara serak, benjolan di leher disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Pasien sering menderita batuk & pilek. Riwayat trauma, keluar darah dari hidung, suka mengorek telinga, dan sering berenang disa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Presus Tht Oma

BAB 1

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. D

Umur : 34 tahun

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Tlompakan 2/4 Tuntang Semarang

Tanggal datang : 24 Agustus 2015

No.RM : -

B. ANAMNESIS

Anamnesis : Autoanamnesis

Keluhan Utama : Telinga kanan berdengung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Salatiga dengan keluhan telinga

kanan berdengung sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini baru

pertama kali dirasakan. Pasien juga mengeluh adanya nyeri telinga kanan bagian

dalam dan adanya penurunan fungsi pendengaran. Keluhan berupa keluar cairan

dari telinga kanan maupun kiri, batuk, pilek maupun hidung tersumbat disangkal.

Riwayat badan panas/demam dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Tidak ada keluhan pada telinga kiri pasien. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri

menelan, suara sengau, suara serak, benjolan di leher disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Pasien sering menderita

batuk & pilek. Riwayat trauma, keluar darah dari hidung, suka mengorek telinga,

dan sering berenang disangkal.

Page 2: Presus Tht Oma

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini. Riwayat

alergi dan asma pada keluarga disangkal penderita.

Riwayat Alergi

Riwayat alergi seperti bersin-bersin dan gatal-gatal ketika terkena debu,

atau setelah memakan makanan tertentu disangkal. Riwayat asma dan alergi obat

juga disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign :

Suhu : Afebris

Nafas : 24 x/ menit

Nadi : 88 x/ menit

Status lokalis

Telinga

Bagian KelainanAuris

Dextra Sinistra

Preaurikula

Kelainan kongenital

Radang dan tumor

Trauma

-

-

-

-

-

-

Aurikula

Kelainan kongenital

Radang dan tumor

Trauma

-

-

-

-

-

-

Retroaurikula Edema

Hiperemis

Nyeri tekan

Sikatriks

Fistula

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Page 3: Presus Tht Oma

Fluktuasi - -

Palpasi

Nyeri pergerakan

aurikula

Nyeri tekan tragus

-

-

-

-

Canalis

Acustikus

Externa

Kelainan kongenital

Kulit

Sekret

Serumen

Edema

Jaringan granulasi

Massa

Cholesteatoma

-

Tenang

-

-

-

-

-

-

-

Tenang

-

-

-

-

-

-

Membrana

Timpani

Warna

Intak

Retraksi

Refleks cahaya

Bulging

Perforasi

hiperemis

(+)

(+)

(-)

(+)

(-)

putih keabu-abuan

(+)

(-)

(+)

(-)

(-)

Hidung

Page 4: Presus Tht Oma

Rhinoskopi

anterior

Cavum nasi kanan Cavum nasi kiri

Mukosa hidung Hiperemis (-), sekret

(+), massa (-)

Hiperemis (-), sekret (+), massa

(-)

Septum nasi Deviasi (-), dislokasi (-) Deviasi (-), dislokasi (-)

Konka inferior

dan media

Edema (-), hiperemis (-) Edema (-), hiperemis (-)

Meatus inferior

dan media

Polip (-) Polip (-)

Mulut Dan Orofaring

Bagian Kelainan Keterangan

Mulut

Mukosa mulut

Lidah

Palatum molle

Gigi geligi

Uvula

Halitosis

Tenang

Bersih, basah,gerakan normal ke segala

arah

Tenang, simetris

Caries (-)

Simetris

(-)

Tonsil

Mukosa

Besar

Kripta :

Detritus :

Perlengketan

Tenang

T1 – T1

Normal - Normal

(-/-)

(-/-)

Faring

Mukosa

Granula

Post nasal drip

Tenang

(-)

(-)

Page 5: Presus Tht Oma

Maksilofasial

Bentuk : Simetris

Nyeri tekan : -

Leher

Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB

Massa : Tidak ada

D. DIAGNOSIS BANDING

Otitis Media Akut (OMA)

Otitis Media Supuratif Kronik ( OMSK )

E. DIAGNOSIS

Otitis media akut stadium supurasi auris dextra

F. PENGELOLAAN DAN TERAPI

Miringotomi

Pemberian obat oral:

- Cefadroxyl ( Antibiotik )

- Metilprednisolon ( Kortikosteroid )

- Pseudoefedrin HCl ( Dekongestan )

- Parasetamol ( Antipiretik )

G. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Page 6: Presus Tht Oma

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. TELINGA TENGAH

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan

telinga dalam.

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis

auditorius eksternus ( liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah

siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah

kanalis semisirkularis.

Anatomi telinga tengah

Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum

timpani dan tuba eustachius.

1. Membrana timpani

Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus

eksternus. Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih

horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10

mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.

Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian

terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars

flacida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat

langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri

dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga

tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier

Page 7: Presus Tht Oma

dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan

fibrosa.

Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani

mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan

beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada

permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer

dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari

cincin vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar

dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang

kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan

cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul

arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.

2. Kavum timpani

Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler

diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium

yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang

terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.

Batas cavum timpani ;

Atas : tegmen timpani

Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid

Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal

Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani

Medial : dinding labirin

Lateral : membrana timpani

Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan

stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan

dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan

membran timpani dengan foramen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke

telinga dalam.

Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral.

Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum,

Page 8: Presus Tht Oma

manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang

menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas

korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus

sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus

lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior

dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup

foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal.

Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :

- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan

berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral

dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik

manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.

- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh

cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen

ovale dari getaran yang terlalu kuat.

3. Tuba eustachius

Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum

timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-

inferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan

bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak

anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan

kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi

ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk

plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus

faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan

kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm.

Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang

berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini

lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa,

sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.

Page 9: Presus Tht Oma

B. OTITIS MEDIA AKUT

1. Definisi

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh

mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di

nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan

masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius,

enzim dan antibody. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini

terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari

otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman

ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga

tengah dan terjadi peradangan.

Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran

nafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin

besar kemungkinan terjadinya OMA.

Etiologi :

- Perubahan tekanan

udara tiba-tiba

- Alergi

- Infeksi

Tuba tetap terganggu dan Infeksi (+)

OMEEfusiGangguan tuba

Infeksi (-)

Tekanan negative telinga tengah

Sembuh / Normal

Fungsi tuba tetap terganggu

OMA

Sembuh OME OMSK/OMP

Page 10: Presus Tht Oma

2. Etiologi

Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis

media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga

pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu,

ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman

penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus,

Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,

Streptococcus anhemolyticus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa.¹

Sejauh ini Streptococcus pneumonia merupakan organisme penyebab tersering

pada semua kelompok umur. Sedangkan Haemophilus influenza adalah patogen

tersering yang ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun. Meskipun juga

patogen pada orang dewasa.

Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan

terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba

eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.

Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena

beberapa hal, yaitu:

(1)Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, (2)Saluran

eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga

ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. (3)Adenoid (salah satu organ di

tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relative

lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara

saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya

saluran Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi

tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

3. Patogenesis

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti

radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran

Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan

infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,

Page 11: Presus Tht Oma

tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.

Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka

sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu

pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang

dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu

karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga

dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.

Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan

halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan

pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga

juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut

akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

Page 12: Presus Tht Oma

4. Stadium OMA

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas

5 stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang

diamati melalui liang telinga luar.

a. Stadium oklusi tuba Eustachius

Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat

terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-

kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi

mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan

dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

b. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran

timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret

yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar

terlihat.

Page 13: Presus Tht Oma

c. Stadium supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel

superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,

menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat, serta

rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum timpani tidak

berkurang, maka terjadi iskemia,akibat tekanan pada kapiler, serta timbul

tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa.

Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan

berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur.

Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium

ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke

liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup

kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur (perforasi) tidak mudah menutup

kembali.

d. Stadium perforasi

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau

virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan pus

keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya

gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur

nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.

e. Stadium resolusi

Page 14: Presus Tht Oma

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-

lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan

berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman

rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah

menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus

atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis

media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

5. Gejala klinik

Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta

umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri

telinga, suhu tubuh tinggi dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya.

Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri

terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang

dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi

sampai 39,5 °C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak

menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani

maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur

tenang.

6. Diagnosis

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

Penyakitnya muncul mendadak (akut)

Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga

tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di

antara tanda berikut: (1)menggembungnya gendang telinga,

(2)terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga, (3)adanya bayangan

cairan di belakang gendang telinga, (4)cairan yang keluar dari telinga.

Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan

adanya salah satu di antara tanda berikut: (1)kemerahan pada gendang

telinga, (2)nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal. 

Page 15: Presus Tht Oma

7. Penatalaksanaan

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari

pengobatan yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan

pencegahan komplikasi.

Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali

tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan

fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk

anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus

diobati dengan memberikan antibiotik.

Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan

analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan

miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika

terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau

sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya

adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak

diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau

eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.

Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk

untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan

miringotomi gejala- gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari.

Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.

Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar

terjadi drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang

menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan

pendengaran. Miringotomi harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak

harus tenang dan dapat dikuasai agar membran timpani dapat terlihat dengan baik.

Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi miringotomi adalah di

kuadran posteroinferior.

Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5

hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi

dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

Page 16: Presus Tht Oma

Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,

sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi

resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui

perforasi di membrane timpani. Pada keadaan ini antibiotik dapat dilanjutkan

sampai 3 minggu.

8. Komplikasi

Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga

berat tetapi setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai

komplikasi dari otitis media supuratif kronis.

OMA dengan perforasi membran timpani dapat berkembang menjadi otitis

media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini

berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat,

pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis,

komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis,

abses otak, trombosis sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.

Page 17: Presus Tht Oma

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dari anamnesis ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada otitis

media akut, yaitu keluhan telinga kanan berdengung yang baru pertama kali

dirasakan, nyeri telinga kanan bagian dalam dan adanya penurunan fungsi

pendengaran disertai demam. Untuk menegakkan diagnosis otitis media, perlu

dilakukan pemeriksaan otoskopi. Ditemukan adanya bulging pada membran

timpani telinga kanan dan reflex cahaya (cone of light) telinga kanan positif.

Kemungkinan stadium otitis medianya ialah stadium supurasi. Pada kasus diatas

penatalaksanaan adalah: miringotomi dan pemberian obat oral: cefadroxyl (

antibiotik ), metilprednisolon ( kortikosteroid ), pseudoefedrin HCl ( dekongestan)

dan paracetamol ( antipiretik ). Sesuai dengan literature, pada stadium supurasi,

dilakukan miringotomi serta antibiotik yang adekuat.

Page 18: Presus Tht Oma

DAFTAR PUSTAKA

Boies, dkk. 1997. Buku ajar penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC

Daly KA, Giebink GS.2000. Clinical epidemiology of otitis media.

Djaafar, ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi

ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad

Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor).

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006