Top Banner
BAB I LAPORAN KASUS 1. Identitas Pasien Nama : Tn. S Umur : 64 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pekerjaan : - Alamat : Kotagede Tanggal MRS : 05 Juni 2015 ( 05:35 WIB ) Ruang Rawat : Nomor Rekam Medis : 252338 2. Anamnesa Autoanamnesis Keluhan Utama : Nyeri dada Keluhan Tambahan : dada terasa sesak dan nyeri sejak semalam namun semakin bertambah nyeri kurang lebih 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh dadanya terasa nyeri secara tiba-tiba sejak semalam sehingga tak bisa tidur dan 1
26

Presus Stemi

Sep 15, 2015

Download

Documents

STEMI
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

LAPORAN KASUS

1. Identitas PasienNama: Tn. SUmur: 64 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAgama: IslamPekerjaan: -Alamat: Kotagede Tanggal MRS: 05 Juni 2015 ( 05:35 WIB )Ruang Rawat:Nomor Rekam Medis: 252338

2. AnamnesaAutoanamnesisKeluhan Utama: Nyeri dadaKeluhan Tambahan : dada terasa sesak dan nyeri sejak semalam namun semakin bertambah nyeri kurang lebih 1 jam sebelum masuk Rumah SakitRiwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh dadanya terasa nyeri secara tiba-tiba sejak semalam sehingga tak bisa tidur dan nyeri semakin bertambah berat 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan seperti tertindih benda berat menusuk kebelakang dan menjalar ke jari-jari. Pasien juga merasa lemas dan tidak bisa melakukan apa-apa. Pasien sering mengalami keluhan nyeri dada sejak lama namun tak pernah dihiraukan. Pasien merasakan selain badan yang terasa lemas secara mendadak, pasien juga merasakan sakit kepala namun disertai dengan mual tapi tidak muntah. Nyeri memberat saat beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat maupun obat. Nyeri dada disertai sesak nafas. Ortopneu (-) Paroksismal Nokturnal Dispneu (-) Pasien biasa tidur dengan 1-2 bantal. Batuk (-) Demam (-) Mual (-) Muntah (-) Jantung berdebar-debar (-) Keringat dingin (+).Riwayat Penyakit Dahulu Pasien menderita tekanan darah tinggi, namun tak pernah berobat rutin Kencing manis disangkal Penyakit jantung sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal

3. Pemeriksaan FisikVital SignsTekanan darah : 160/90 mmHgNadi: 112 x/menitRespirasi: 28 x/menitSuhu: 36C

KepalaConjunctiva Anemis: (-/-)Sclera Ikterik: (-/-)Leher: Tidak ada pembesaran limfonodi, JVP tidak meningkat

Pemeriksaan ThoraksPulmo: Simetris (+/+)Suara Dasar Vesikuler: (+/+)Suara Tambahan: Ronkhi (+/-)Pemeriksaan JantungInspeksi:Apex jantung tidak tampakPalpasi:Apex jantung tidak terabaPerkusi:Batas jantung kanan di garis parasternalis, dan satu jari sebelah lateral dari garis midklavikular kiriAuskultasi:BJ: S I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan AbdomenInspeksi:Datar, ikut gerak nafasAuskultasi:Peristaltik (+) kesan normalPalpasi:Massa tumor (-), nyeri tekan (+) di epigastric, hepar dan limpa tidak terabaPerkusi:Timpani (+)

Pemeriksaan EkstremitasHangat, edema tungkai -/-

4. Pemeriksaan PenunjangEKG dengan gambar EKG5. DiagnosaST Elevasi Miocard Infark

6. Terapi O2 3 lpm IVFD RL 20 tpm ISDN 5 mg Sublingual Aspilet 2x80 mg Copidogrel 4x75 mg Rujuk pasien ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas ICU

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. DefinisiInfark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark ( Guyton, 2007)Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST (Sudoyo & Setiahadi, 2010).Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo & Setiahadi, 2010).

2. EpidemiologiInfark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI (Bassand, 2007).

3. EtiologiSindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard.Etiologi SKA antara lain:a. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.b. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.c. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).d. Inflamasi penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Makrofag, limfosit T metalloproteinase penipisan dan ruptur plake. Keadaan/factor pencetus:1) kebutuhan oksigen miokard demam, takikardi, tirotoksikosis2) aliran darah koroner3) pasokan oksigen miokard anemia, hipoksemia

4. PatogenesisSTEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).5. DiagnosisKompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996). Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi (Chou, 1996). Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi (Chou, 1996). Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang meningkat, maka semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is muscle dengan mengejar waktu agar prognosa lebih baik jika diberi terapi trombolitik pada jangka waktu yang sesuai selepas serangan jantung. AnamnesisNyeri dada : Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien MI : Lokasi : substernal,retrosternal,dan perikordial Sifat nyeri : rasa sakit ditekan,terbakar,ditindih benda berat, ditusuk,diperas,dipelintir. Penjalaran : lengan kiri,leher, punggung, interskapula,perut Nyeri tidak membaik/menghilang sepenuhnya dengan istirahat/ nitrat Factor pencetus: latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan sesudah makan. Gejala yang menyertai: mual,muntah,sulit bernafas, keringat dingin,cemas,lemas.Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan dari: Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial Penyakit paru : limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna hipoksia. Penyakit deformitas dinding toraks Sakit otot pernapasan Obesitas Anemia, dll.Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang hilang dengan pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis diperkirakan akibatgagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah : Dyspnea on Effort (DOE) Orthopnea Paroxysmal Nocturnal Dyspnea Dyspnea at restPerbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal jantung kiri adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada individu normal beban latihan berat menyebabkan dispneu.Pada gagal jantung kiri yang makin berat, intensitas latihan yang menyebabkan dispneu yang tidak terjadi sebelumnya. DOE pada gagal jantung kiri merupakan akibat dari desaturasi arteri, hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung. Pemeriksaan FisisSebagia.n besar pasien cemas dan tidak bias istirahat,seringkali ekstremitas pucat dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. EKGPemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil tetap menetap menjadi Infark Miokard Non Gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.

Gambar 1. Hasil pemeriksaan EKG pada pasien STEMILokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKGNoLokasi Gambaran EKG

1AnteriorElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5

2AnteroseptalElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

3AnterolateralElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL

4LateralElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL

5InferolateralElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).

6InferiorElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF

7InferoseptalElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3

8True posteriorGelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

9RV InfractionElevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.

Biomarker kerusakan jantungPemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan Cardiac Spesific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot miokard, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala AMI (Infark Miokard Akut), terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan ada nekrosis jantung (miokard infark). CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan CKMB cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan gambaran EKG dapat dilihat di Tabel 2.1. Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria us ia40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 2 mm dan 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005).

6. Tatalaksana Terapi Menurut ACC/AHAACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker

Terapi reperfusi Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna ( Sudoyo & Setiahadi, 2010).Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit ( Antman et al, 2008).Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting terhadap luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolitik dalam menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark miokard dan menurunkan angka kematian (Sutoyo, 2010). Percutaneous Coronary Interventions (PCI) Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit (Fauci et al, 2010). Fibrinolitik Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin (Fauci et al, 2010)Aliran di dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala kualitatif sederhana dengan angiografi, disebut thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) grading system : 1) Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang terkena infark. 2) Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal. 3) Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke arah distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal. 4) Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran normal.Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena perfusi penuh pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan menurunkan laju mortalitas, selain itu, waktu merupakan faktor yang menentukan dalam reperfusi, fungsi ventrikel kiri, dan prognosis penderita. Keuntungan ini lebih nyata bila streptokinase diberikan dalam 6 jam pertama setelah timbulnya gejala, dengan anjuran pemberian streptokinase sedini mungkin untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin (Antono, 2007).Obat Fibrinolitik :1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang rendah. (Fesmire et al, 2006)2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi. (Rieves et al, 2000)4) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang (International Joint Efficacy Comparison of Thrombolytics, 1995).5) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA. (Manning, 2000)

BAB IIIANALISA KASUS

BAB IV

KESIMPULAN

Telah dibahas pasien dengan diagnosis ST Elevasi Miokard Infark. Pada pasien didapatkan anamnesis dada dirasakan nyeri mendadak, badan sering terasa lemas secara tiba-tiba disertai pusing. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tidak didapatkan kelainan. Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan pasien mengalami elevasi pada sudut ST. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien tidak memiliki penyakit diabetes mellitus ataupun kelainan enzim serta darah. Adapun penatalaksanaan pada kasus ini antara lain pemberian cairan infus berupa Asering (20 tpm), Injeksi Ranitidin ( 1 amp/12 jam), Injeksi Antalgin (1 amp/8 jam), Injeksi SA (1 amp/12 jam), Obat peroral berupa Isosorbitdinitrat (3x5 mg), Chlopidogril (1x5 mg), Aspilet (1x80 mg), Clobazam (1-0-1), Nairet (3x1). Setelah mendapat terapi kondisi pasien berangsur-angsur membaik.

1