BAB IPENDAHULUANPembangunan kesehatan pada hakekatnya merupakan
bagian dari pembangunan nasional yang antara lain mempunyai tujuan
untuk mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir
dan batin. Salah satu ciri bangsa yang mempunyai derajat kesehatan
yang tinggi dengan mutu kehidupan yang tinggi pula, serta mempunyai
sikap kejiwaan yang menopang dan mendorong kreativitas (DepKes RI,
1999).Pengaruh lingkungan dengan penerapan teknologi menyebabkan
kecenderungan manusia kurang bergerak, ini menimbulkan dampak
negatif yang dapat menimbulkan menurunnya kapasitas fungsi
fisik/kesegaran jasmani. Sementara itu dampak kemajuan teknologi
yang berkembang pesat di hampir semua bidang menimbulkan
meningkatnya permasalahan kesehatan salah satu contoh pada kasus
osteoarthritis. OA dalam klinis dapat dijumpai dalam berbagai
problem diantaranya nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, serta
gangguan fungsional yang melibatkan bagian knee seperti saat bangun
dari duduk ke berdiri,saat melakukan aktivitas jongkok, dan
lain-lain sehingga dapat berpengaruh terhadap aktivitas
sehari-hari.Hal tersebut perlu penanganan yang menyangkut berbagai
bidang kesehatan. Fisioterapi adalah ilmu yang mempelajari upaya -
upaya manusia dalam mencapai derajat kesehatan yang dibutuhkan
melalui penanggulangan masalah
gerak fungsional individu dan masyarakat dengan penerapan sumber
fisis dan mekanis.Fisioterapi sebagai salah satu pelaksanaan
pelayanan kesehatan ikut berperan dan bertanggung jawab dalam
peningkatan derajat kesehatan, meliputi masalah gerak dan fungsi
dengan kajian menyangkut aspek peningkatan (promotif), aspek
pencegahan (preventif), aspek penyembuhan (kuratif), aspek
pemulihan dan pemeliharaan (rehabilitatif) untuk mewujudkan program
pemerintah yaitu Indonesia Sehat 2010 (DepKes RI, 1999).A. Latar
Belakang MasalahKemajuan zaman yang berkembang pesat sangatlah
berpengaruh pada pola hidup manusia , hal ini berdampak pula pada
berkembang penyakit yang dialami oleh masyarakat sekitar kita, yang
bisa disebabkan oleh faktor biologi, fisik, kimiawi dan proses
degeneratif, salah satu penyakit akibat dari proses degeneratif
adalah osteoarthritis (OA).Osteoarthritis (OA) atau disebut juga
penyakit sendi degeneratif adalah kelainan pada sendi yang bersifat
non inflamasi, tidak simetris dan tidak sistematik dengan perubahan
patologi pada tulang rawan sendi subkhondral serta terjadi
ketidakstabilan sendi sehingga fungsi sendi berkurang sampai hilang
(Ekowati, 2000).Osteoarthritis adalah arthritis yang sering
ditemukan dan merupakan penyebab disabilitas yang tersering di
dunia barat, serta merupakan satu-satunya penyebab gejala rematik
dan kehilangan waktu kerja. Prevalensi atau insiden pada populasi
tidak dipengaruhi oleh iklim, lokasi geografis, suku bangsa atau
warna kulit. Walaupun dapat mengenai semua usia, pada umumnya
mengenai usia diatas 50 tahun. Pada umumnya laki-laki dan wanita
sama-sama dapat terkena penyakit ini, meskipun sebelum 45 tahun,
lebih sering pada laki-laki tetapi setelah umur 45 tahun lebih
banyak pada wanita dengan perbandingan + 4:1 (Hudaya, 2002).Dari
pemeriksaan radiologis osteoarthritis sudah tampak sekitar 10 %
pada usia 15-24 tahun dan hampir semua orang yang berusia 60 tahun
memperlihatkan adanya tanda osteoarthritis pada persendiannya. Hal
ini terbukti dengan ditemukannya rasa kaku, kencang pada pagi hari
setelah bangun tidur dan nyeri tersebut hilang saat sendinya
digerakkan (Sidharta, 1984).Pasien dengan osteoarthritis lutut
dapat menimbulkan atau sering mengalami kesulitan dalam
melaksanakan aktifitas fungsional dasar seperti, bangkit dari
duduk, jongkok, berlutut, jalan, naik turun tangga dan aktifitas
fungsional lain yang membebani lutut (Parjoto, 2000). Pada keadaan
ini maka Fisioterapi sangat berperan bagi pasien yang mengalami
gangguan fungsional. Penggunaan modalitas Fisioterapi antara lain ;
dengan menggunakan Micro Wave Diathermy (MWD), Short Wave Diathermy
(SWD), Ultra Sound (US), Infra Red (IR), Transcutaneus Elektrical
Nerve Stimulation (TENS), Strengthning dan Terapi Latihan. Untuk
itu penulis membatasi dengan penggunaan Transcutaneus Elektrical
Nerve Stimulation (TENS), Strengthning dan Terapi Latihan.
Stimulasi saraf transkutan listrik (TENS) adalah salah satu yang
paling banyak digunakan modalitas fisik untuk pengelolaan
osteoarthritic (OA) lutut. Manfaat TENS untuk menghilangkan sakit
kronis didokumentasikan dengan baik Penelitian TENS untuk OA nyeri
lutut telah dilakukan selama lebih dari 20 tahun, dan berbagai
parameter stimulasi telah diadopsi dengan stimulasi frekuensi mulai
2-100 Hz. Namun frekuensi stimulasi optimal TENS dalam pengelolaan
nyeri lutut OA masih dalam kajian. Penerapan TENS pada frekuensi
bolak 2 Hz dan 100 Hz menghasilkan efek analgesik yang lebih besar
daripada melakukan frekuensi stimulasi tetap sebesar 2 Hz atau 100
Hz untuk manajemen nyeri OA lutut( Pearl PW dan Gladys LY
Cheing)Pemberian terapi latihan pada osteoarthritis lutut secara
aktif maupun pasif, baik atau tanpa dengan alat memberikan efek
naiknya adaptasi pemulihan kekuatan tendon dan ligamen serta dapat
menambah kekuatan otot sehingga dapat mempertahankan stabilitas
sendi dan menambah luas gerak sendi (Kisner,1996).B. Rumusan
MasalahDari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan
masalah yaitu bagaimana penggunaan Transcutaneus Elektrical Nerve
Stimulation (TENS), dan Terapi Latihan dalam kasus Osteoarthritis
Genu Bilateral? C. Tujuan PenulisanTujuan yang hendak dicapai dalam
penulisan ini yaitu untuk mengetahui pengananan menggunakan
modalitas Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS) dan
Terapi Latihan pada Kasus Osteoarthritis Genu Bilateral
D. Manfaat Penulisan1. Bagi penulisBerguna dalam meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan mempelajari, merumuskan masalah,
menganalisa, serta menambah pemahaman penulis tentang penanganan
Osteoarthritis Genu Bilateral.2. Bagi Institusi PendidikanDapat
memberi manfaat bagi institusi-institusi pendidikan, khususnya
bidang kesehatan untuk lebih mengembangkan pengetahuan dan
memberikan informasi mengenai kondisi Osteoarthitis bilateral
menggunakan modalitas Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation
(TENS) dan Terapi Latihan.3. Bagi Masyarakat UmumBerguna dalam
mengetahui penanganan Osteoarthritis Genu sejak dini dengan
penanganan menggunakan Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation
(TENS) dan Terapi Latihan oleh Fisioterapi
37
50
BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Deskripsi Kasus 1. Anatomi
FungsionalSendi lutut merupakan sendi yang komplek bila
dibandingkan dengan sendi-sendi lainnya karena berkaitan dengan
tulang yang membentuk sendi lutut, aktivitas otot yang terintegrasi
dan adanya ligamentum yang membatasi gerakan secara tepat
(stabilisasi) (Erwinanti, 1999).
Gambar 2.1 Anatomi sendi lutut (Blackburn dan Craig, 1980)
a. Struktur pembentuk
Struktur pembentuk utama sendi lutut adalah femur dan tibia.
Pada bagian distal femur terdapat condylus medialis dan lateralis
yang bentuknya berbeda satu sama lain dan bersesuaian dengan bentuk
tibial plateu. Bentuk condylus ini sangat penting dalam pergerakan
tibia terhadap femur. Pada bagian proksimal tibia terdapat tibial
plateu yang ditengahnya memiliki tibial spine (Blackburn dan Craig,
1980).Pada permukaan tibial plateu terdapat meniskus medialis yang
berada di medial dan meniskus lateralis yang berada di lateral.
Meniskus ini membentuk struktur yang dalam pada permukaan tibial
plateu sebagai permukaan kontak yang stabil untuk permukaan femur
(Blackburn dan Craig, 1980).
b. Kartilago sendi lututSendi ditutupi oleh kartilago hyaline
yang tersusun atas kondrosit, air dan makromolekul seperti kolagen,
proteoglikan, dan glikoprotein. Kartilago hyaline tidak memiliki
nerve ending dan vaskularisasi, sehingga kemampuan pemulihan
setelah cedera cenderung terbatas. Kelainan yang dapat terjadi pada
kartilago (chondral disorder), tulang subkondral (subchondral bony
disorder), maupun keduanya atau disebut osteochondral disorder
(Maeseneer et al, 2008). Adanya kartilago mempermudah fungsi sendi
dan melindungi tulang subchondral dibawahnya dengan
mendistribusikan secara merata tekanan, meminimalisir kontak dalam
sendi karena tekanan dan mengurangi gesekan antar tulang pembentuk
sendi (Evelyn, 2002).Cairan sinovial terbentuk melalui proses
ultrafiltrasi serum oleh sel-sel yang membentuk membrane sinovial
(sinoviosit). Sinoviosit juga memproduksi asam hyaluronik (HA),
yang merupakan glukosamin, yang menjadi komponen nonseluler utama
dari cairan sinovial. Cairan sinovial mensuplai nutrisi pada
kartilago yang bersifat avaskuler. Cairan ini juga memiliki
viskositas yang cukup untuk menyerap hentakan saat sendi bergerak
perlahan (shock absorber) dan elastisitas untuk menyerap hentakan
dari gerakan yang cepat (Evelyn, 2002).
c. LigamentumPada sendi lutut terdapat beberapa ligamentum yang
berfungsi sebagai stabilisator pasif, yaitu (1) ligamentum
cruciatum anterior yang berjalan dari depan culimentio
intercondylidea tibia ke permukaan medial condylus lateralis femur,
yang berfungsi menahan hiperekstensi dan mencegah tibia bergeser ke
anterior, (2) ligamentum cruciatum posterior yang berjalan dari
permukaan condylus medialis femoris menuju fossa intercondyloidea
tibia. Ligamentum ini berfungsi menahan tibia bergeser ke belakang,
(3) ligamentum kolateral lateral yang berjalan dari condylus
lateral menuju capitulum fibula dan berfungsi menahan gerakan varus
saat endorotasi, (4) ligamentum kolateral medial berjalan dari
condylus medialis menuju permukaan medial tibia atau epicondylus
medialis tibia. Ligamentum ini berfungsi menahan gerakan valgus
saat eksorotasi, (5) ligamen popliteum obliqum berasal dari
condylus lateralis femur menuju ke insersio m. semimembranosus
melekat pada fascia m. popliteum, (6) ligamen transversum
membentang pada permukaan anterior meniskus medialis dan lateralis
(Evelyn, 2002). d. Kapsul SendiKapsul sendi terdiri dari 2 lapisan
yaitu stratum fibrosum dan stratum sinovial. Stratum fibrosum
merupakan lapisan luar yang berfungsi sebagai penutup atau
selubung, sedangkan stratum sinovial merupakan lapisan dalam yang
memproduksi cairan sinovial untuk melicinkan permukaan sendi lutut.
Stratum sinovial ini juga menyatu dengan bursa suprapatelaris.
Kapsul sendi lutut ini termasuk jaringan fibrosus yang avaskuler
sehingga jika cedera sulit untuk proses penyembuhan (Evelyn,
2002).
e. MeniskusMeniskus merupakan jaringan lunak. Pada sendi lutut
terdapat 2 meniskus yaitu meniskus lateralis dan meniskus medialis.
Meniskus ini berfungsi sebagai penyebar pembebanan, peredam kejut
(shock absorber), mempermudah gerakan rotasi, membatasi gerakan dan
stabilisator setiap penekanan yang akan diteruskan pada sendi
dibawahnya (Evelyn, 2002).
f. Otot-otot penggerak sendi lututPada bagian anterior terdapat
m. rectus femoris, m vastus lateralis, m. vastus medialis, dan m.
vastus intermedius. M. rectus femoris berorigo di dan insersio di
basis patella. Otot ini berfungsi untuk ekstensi lutut dan
persarafan oleh saraf femoralis yang berasal dari lumbal ke-2
sampai lumbal ke-4 (L2-L4). M. vastus lateralis berfungsi untuk
ekstensi lutut, memiliki origo di intertrochanterica dan insersio
di lateral patella, serta dipersyarafi oleh saraf femoral yang
berasal dari L2-L4. M. vastus medialis berfungsi untuk ekstensi
lutut, memiliki origo di intertrochanterica dan insersio di lateral
patella, serta dipersarafi oleh saraf femoral yang berasal dari
L2-L4. M. vastus intermedialis berfungsi untuk ekstensi lutut,
memiliki origo di intertrochanterica dan insersio di lateral
patella serta dipersyarafi oleh saraf femoral (L2-L4).Pada bagian
posterior terdapat m. biceps femoris, m. semitendinosus, m.
semimembranosus, m. gastrocnemius dan m. gracilis. M. biceps
femoris berfungsi untuk fleksi lutut, ekstensi hip, dan medial
rotasi tibia terhadap femur. Persarafan berasal dari saraf
ischiadicus (L5-S1). Otot ini berorigo di caput longum pada tuber
ischiadicum bersama m. semitendinosus, caput breve pada 1/3 tengah
Labium lateral linea aspera dan berinsersio di caput fibula. M.
semi membranosus berfungsi untuk fleksi lutut, ekstensi hip, dan
medial rotasi tibia terhadap femur. Persarafan berasal dari saraf
tibialis dari saraf sciatica (L5-S1). Otot ini memiliki origo di
tuber ischiadicum dan insersio di tuberositas tibia. M.
semitendinosus berfungsi untuk fleksi lutut, ekstensi hip, dan
medial rotasi tibia terhadap femur. Persyarafan berasal dari saraf
tibialis dari saraf sciatica (L5-S1). Otot ini memiliki origo di
tuber ischiadicum dan insersio di permukaan medial tuberositas
tibia. M. gastrocnemius berfungsi untuk plantarfleksi ankle dan
fleksi lutut. Parsyarafan berasal dari saraf tibialis (S1, S2).
Otot ini berorigo di caput medial pada fasia poplitea femoris
disebelah proksimal condylus medialis, caput lateral pada fasia
poplitea femoris disebelah proksimal condylus lateralis dan
insersio di tuber calcanei. M. gracilis berfungsi fleksi lutut,
adduksi hip, dan medial rotasi tibia terhadap femur. Otot ini
memiliki origo di tepi medial ramus inferior ossis pubis di
sepanjang simfisis pubis dan insersio di ujung proksimal tibia
disebelah medial tuberositas tibia. Otot ini memiliki inervasi dari
saraf obturatorius. Pada bagian medial terdapat m. sartorius yang
berorigo di spina iliaca anterior superior (SIAS) dan insersion di
permukaan medial tuberositas tibia. Otot ini berfungsi sebagai
penggerak fleksi lutut dan endorotasi lutut dan memiliki inervasi
dari saraf femoralis L2-L3. Pada bagian lateral terdapat m.
tensorfacialata yang berorigo di SIAS dan insersio tractus
iliotibialis. Inervasi otot ini berasal dari n. gluteus superior
dan otot ini berfungsi sebagai stabilitas ketika lutut ekstensi dan
eksorotasi.2. Biomekanik Sendi Lututa. Gerakan fleksi dan
ekstensiGerakan fleksi sendi lutut terjadi karena adanya kontraksi
dari otot biceps femoris, semitendinosus dan semimembranosus serta
dibantu oleh otot gastrocnemius, popliteus dan gracilis. Saat
gerakan fleksi lutut,tibia mengalami gerakan rolling dan sliding ke
posterior sedangkan femur rolling ke posterior dan sliding ke
anterior. Lingkup gerak fleksi sendi lutut antara 120 o 130 o bila
posisi hip joint fleksi penuh (Rianto, 2008).Gerakan ekstensi sendi
lutut dilakukan oleh otot quadriceps yang terdiri dari otot rectus
femoris, vastus lateralis, vastus medianus dan intermedius. Saat
gerakan ekstensi lutut, tibia mengalami rolling dan sliding ke
anterior sedangkan femur rolling ke anterior dan sliding ke
posterior. Lingkup gerak ekstensi sendi lutut sebesar 0 o atau
antara 5 o - 10 o bila ada hiperekstensi (Rianto, 2008).
b. Gerakan endorotasi dan eksorotasiPermukaan sendi lutut yang
incongruen dalam berbagai posisi kecuali pada saat ekstensi penuh
dan karena sifat meniscus yang semi mobil, maka sendi lutut dapat
bergerak rotasi dalam bidang transversal. Gerakan rotasi sendi
lutut dapat dilakukan dengan mudah baik secara aktif maupun pasif
saat sendi lutut dalam posisi fleksi.Gerakan endorotasi terjadi
sewaktu gerakan awal fleksi (1520) yaitu rotasi internal tibia
terhadap femur. Penggeraknya adalah otot popliteus, otot gracillis
dibantu oleh otot hamstring bagian dalam (Parjoto, 2000). Sedangkan
pada gerakan eksorotasi dapat terjadi saat gerakan ekstensi
mendekati akhir gerakan (1520) yaitu tibia terhadap femur.
Penggeraknya adalah otot bicepsfemoris dan tensor facialata
(Parjoto, 2000).
c. Quadriceps AngleSendi lutut memiliki quadriceps angle
(Q-angle) yaitu sudut yang dibentuk dari garis spina iliaca
anterior superior ke caudal dan garis vertikal dari os. Femur.
Q-angle normalnya berkisar 15o tetapi dapat lebih besar nilainya
pada wanita dikarenakan struktur pelvic wanita yang lebih lebar.
Adanya Q-angle ini menyebabkan struktur sendi lutut cenderung
valgus. Bila dilihat dari bentuk valgus ini maka akan terjadi
peningkatan tekanan dari gerakan lutut pada bagian medial
dibandingkan bagian lateral. Sehingga, bila terjadi OA lutut,
progresivitas dari OA tersebut akan cenderung lebih banyak pada
bagian medial (Horton dan Hall, 1989).3. Osteoartritis Sendi
Lututa. Pengertian OA lututOsteoarthritis (OA) adalah suatu
penyakit degeneratif sendi yang ditandai dengan hilangnya
kartilago, kerusakan permukaan tulang pembentuk sendi, penyempitan
celah sendi dan pembentukan osteofit (Batra, 2011). Pada OA,
keseimbangan normal antara degradasi dengan sintesa kartilago sendi
dan tulang subkondral terganggu. Gangguan ini cenderung merusak
lapisan kartilago dan menimbulkan perubahan khas pada tulang
subkondral. Proses ini dapat berjalan dengan atau tanpa keluhan
(Erwinanti, 1999).OA lutut sendiri bukan hanya penyakit yang
mempengaruhi kartilagonya saja, tetapi merupakan penyakit kronis
pada keseluruhan sendi meliputi kartilago sendi, meniscus,
ligament, dan otot-otot disekitar sendi lutut diakibatkan oleh
berbagai mekanisme patofisiologi (Heidari, 2011).
b. Gambaran klinis OA lutut1) NyeriNyeri pada OA lutut terjadi
di sekitar sendi lutut dan biasanya tidak menyebar. Nyeri cenderung
bertambah berat saat aktivitas weight-bearing dan ambulasi (Hasan
dan Shuckett, 2010).
2) Kekakuan (inactivity stiffness)Kekakuan sendi lutut yang
terjadi karena OA cenderung semakin parah dari pagi menuju siang.
Kekakuan pada OA lutut ini lebih pada inactivity stiffness yaitu
kekakuan yang terjadi ketika sendi lutut akan kembali bergerak
setelah berhenti bergerak selama beberapa waktu. Kekakuan biasanya
terjadi selama 5-10 menit dan terjadi ketika pasien bangun dari
posisi tidur atau duduk dan menahan beban setelah immobilisasi
dalam waktu lama (Hasan dan Shuckett, 2010).
3) KrepitasiPada pemeriksaan, terkadang muncul krepitasi dari
kartilago atau adanya bunyi yang terpalpasi saat dilakukan gerakan
pada sendi lutut. Kemudian bila terjadi peningkatan derajat
keparahan OA, kemungkinan akan terjadi krepitasi yang disebabkan
kontak antar tulang pembentuk sendi. Hal ini sering diikuti dengan
penurunan lingkup gerak sendi lutut (Hasan dan Shuckett, 2010).
4) Penumpukan cairan
Pada pemeriksaan fisik akan ada efusi ringan dengan tanda adanya
jendolan berupa cairan yang dapat muncul pada kondisi OA lutut.
Efusi cairan yang lebih banyak dapat terjadi tetapi jarang terjadi
daripada antropati yang disertai inflamasi lainnya (Hasan dan
Shuckett, 2010). 5) Deformitas varus dan valgusHilangnya kartilago
sendi lutut dapat memicu malalignment pada tungkai. Malalignment
yang terjadi dapat berupa genu varus atau posisi tungkai membentuk
seperti busur (bentuk O atau bow-legged). Genu varus terjadi bila
terjadi medial kompartemen OA lututMalalignment yang lain adalah
genu valgus. Lutut pasien akan membentuk X (knock-knee deformity)
yang menunjukkan bagian lateral dari lutut (kompartemen lateral
lutut) lebih terpengaruh oleh OA (Hasan dan Shuckett, 2010).
c. Etiologi OA lututOA primer baik lokal maupun general, pada
umunya mempunyai etiologi yang tidak diketahui (idiopatik). Pada
beberapa kasus yang jarang ditemukan bahwa suatu gen menjadi
penyebab terjadinya suatu OA tipe familial (Stitik, 2006).OA dapat
terjadi karena berbagai macam faktor risiko yang terjadi baik
factor local maupun sistemik. Penyakit ini juga dihubungkan dengan
factor genetic yang dapat memicu penyakit ini. Penggunaan
berlebihan sendi lutut seperti pada atlet, cedera pada sendi,
obesitas dan faktor genetik dapat memicu berkembangnya prematur OA
pada usia yang lebih muda (Heidari, 2011).
1) Trauma Trauma sendi yang telah terjadi sebelumnya dapat
meningkatkan risiko terkena OA 3.86 kali lebih besar
(Heidari,2011). Pembedahan pada meniskus meningkatkan factor risiko
OA sebanyak 2.6 kali. Pasien yang menjalani partial meniscectomy
dan bedah rekonstruksi secara signifikan memiliki gambaran
radiografi OA.
2) UsiaUsia yang lebih tua meningkatkan risiko terkena OA lutut.
Hal ini dikarenakan lansia mengalami penurunan fungsi tubuh seperti
joint laxity, penurunan keseimbangan metabolisme kartilago sendi
dan kelemahan otot di sekitar sendi.
3) Genetik
Pada beberapa kasus yang jarang ditemukan bahwa suatu gen
menjadi penyebab terjadinya suatu OA tipe familial (Stitik,
2006).
4) Obesitas dan mechanical forcesBeban berlebih dari tubuh
seperti pada pasien yang mengalami obesitas dapat meningkatkan
tekanan mekanik pada permukaan sendi lutut, yang dapat menyebabkan
OA dan merupakan salah satu factor risiko yang dapat dimodifikasi.
Kriteria obesitas ini ditentukan melalui perhitungan Body Mass
Index (BMI) (Heidari, 2011).Menurut WHO Western Pacific Region,
body mass index ditentukan dengan cara membandingkan antara berat
badan dalam satuan kilogram dengan tinggi badan dengan satuan meter
kuadrat (WPRO, 2000). Hasil dari BMI tersebut diinterpretasikan
kedalam beberapa kategori seperti:1) Underweight: < 18.5 kg/m22)
Normal: 18.5-22.9 kg/m23) Overweight: 23 kg/m24) At risk: 23-24.9
kg/m25) Obesitas I: 25-29.9 kg/m26) Obesitas II: 30 kg/m2
5) Jenis kelaminWanita berisiko terkena OA lutut 1.84 kali lebih
besar dari laki-laki . Hal ini dikarenakan wanita memiliki level
konsentrasi adiposa yang lebih tinggi yang berasal dari leptin
daripada laki-laki. Kadar adiposa (lemak) yang tinggi dapat
meningkatkan metabolism kartilago sendi karena jaringan lemak ini
memproduksi hormon yang meningkatkan proses degenerasi kartilago
sendi (Heidari, 2011). 6) AktivitasPeningkatan frekuensi aktivitas
seperti berjongkok dan berlutut (squatting dan kneeling) dapat
memicu berkembangnya OA lutut. Sekitar 40 % laki-laki dan 68%
wanita yang pada usia 25 tahun melakukan aktivitas seperti jongkok
dan berlutut selama lebih dari satu jam per hari. Aktivitas
berjongkok adalah factor risiko yang kuat untuk terjadinya OA pada
sendi tibiofemoral pada lanjut usia (lansia). d.
PatofisiologiSecara makroskopis, hyaline kartilago sendi yang
normal membentang menutupi permukaan tulang pembentuk sendi. Pada
permukaan kartilago terdapat lapisan cairan sinovial sehingga
permukaannya tampak licin dan memudahkan untuk gerakan gliding
dalam sendi. Secara mikroskopik, kartilago hyaline terdiri dari
kolagen dan proteoglikan yang memenuhi matrik ekstraselular
kartilago, serta sedikit sel kartilago (kondrosit). Kondrosit ini
hanya ada kurang dari 5% dari total volume kartilago sendi tetapi
tetap memilik peran penting dalam pemeliharaan jaringan. Kebanyakan
permukaan kondrosit diliputi oleh matrik periseluler yang
memproduksi biomekanikal dan biokimia dan penghubung antara area
rigid matrik dan sel. Bagian mekanik kartilago sendi kebanyakan
bergantung pada komposisi biokimia matrik ekstraseluler kartilago
(Aigner dan Schmitz, 2011).Secara makroskopis, kartilago yang
mengalami OA akan melunak dan sering membengkak. Permukaan
kartilago tampak kasar pada tahap awal dan terdapat fibrilasi serta
hilangnya matrik pada tahap selanjutnya sampai terlihat lempengan
subkondral yang mengalami eburnasi. Perubahan ini dapat dilihat dan
diidentifikasi dengan radiografi (Aigner dan Schmitz, 2011).
Kemudian secara mikroskopis, pada tahap awal permukaan akan tampak
kasar, tampak ada fisura, dan retakan diikuti hilangnya kartilago
pada tahap selanjutnya sampai lempengan tulang subkondral terlihat.
Selain kerusakan total matrik, degradasi molekul matrik juga
berperan penting dalam proses hilangnya area matrik. Selain
degradasi komponen molekul, penurunan stabilitas struktur
supramolekuler juga ikut berperan dalam hilangnya matrik kartilago
(Aigner dan Schmitz, 2011). Pada garis batas sendi sering timbul
osteocartilaginous (kondro-osteofit). Kondroosteofit ini muncul
dikarenakan proses kondroneogenesis sekunder pada orang dewasa.
Osteofit muncul dari sel prekursor mesenkin dalam periosteal atau
jaringan sinovial yang bergabung dengan kartilago sendi yang asli
atau tumbuh secara berlebihan. Pada proses ini sel prekursor
mesenkin berubah menjadi kondrosit. Pada area tulang eburnasi, sel
prekursor mesesnkim mengalami perubahan kondrogenik, perubahan
metaplastik kartilago dalam bentuk nodul yang ditemukan baik dalam
tulang maupun pada permukaan tulang langsung (Aigner dan Schmitz,
2011).Osteofit sebenarnya merupakan percobaan perbaikan secara
endogenous pada sendi yang mengalami degenerasi dan mungkin
merupakan respon fisiologis terhadap beban mekanis berlebih dengan
memperluas permukaan tulang pembentuk sendi untuk meningkatkan
fungsi penyokong tubuh. Tetapi, osteofit kebanyakan ditemukan di
area non-weight bearing dan kestabilan mekanis dan manfaat
biologisnya masih dipertanyakan (Aigner dan Schmitz, 2011). Dalam
pembentukan osteofit, stimulus mekanik dan biomekanik dapat
berperan utama dalam prosesnya. Tetapi kebanyakan osteofit tidak
berperan dalam proses pergerakan sendi dan sering tidak terpapar
oleh beban mekanis yang berlebihan. Sehingga kemungkinan factor
pertumbuhan berperan dominan dalam induksi pembentukan osteofit.
Contohnya, peran dari transforming growth factor- (TGF-) dan bone
morphogenetic protein-2 (BMP-2) pada sendi lutut memicu pertumbuhan
osteofit secara signifikan (Aigner dan Schmitz, 2011).
e. Diagnosis1) Riwayat gejalaPasien dengan OA lutut memiliki
riwayat nyeri tumpul saat awal gerakan, selama gerakan, nyeri yang
menetap atau nyeri di malam hari hingga memerlukan analgesik.
Riwayat gejala yang kedua adalah hilangnya fungsi sendi lutut
seperti adanya kekakuan, penurunan lingkup gerak sendi (LGS),
keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan memerlukan
alat bantu untuk melakukan aktivitas. Gejala lainnya yang ikut
muncul seperti krepitasi dan meningkatnya sensitivitas terhadap
udara dingin (Joern et al, 2010).
2) Pemeriksaan fisik
Setiap tahap progresivitas OA memiliki karakteristik gejala yang
tampak saat pemeriksaan fisik. Nyeri lutut adalah gejala utama yang
biasanya semakin parah saat sendi bergerak. Nyeri yang menetap saat
istirahat atau di malam hari dapat menandakan adanya peningkatan
progresivitas OA (Joern et al, 2010).Pemeriksaan yang perlu
dilakukan diantaranya pemeriksaan ligament kolateral medial dan
kolateral lateral. Pemeriksaan untuk ligament kolateral lateral
dilakukan dengan tes varus, sedangkan untuk pemeriksaan kolateral
medial dilakukan dengan tes valgus. Pemeriksaan untuk ligament
cruciatum anterior dan posterior menggunakan drawer
test.Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan sendi
femoropatellar dan mobilitas patella. Pemeriksaan dilakukan dengan
zohlens test dimana sendi lutut di ekstensikan, kemudian pemeriksa
menekan patella kearah trochlar groove sambil meminta pasien untuk
menegangkan otot-otot ekstensor hip (M. Quadriceps femoris). Bila
pasien merasakan nyeri saat maneuver ini, maka hasil tes positif.
Pemeriksaan gait analysis yang menunjukan cara jalan yang pincang,
ada kemungkinan karena pasien mengalami perbedaan panjang
ekstremitas bawah.
3) Pemeriksaan X-rayPemeriksaan dengan X-ray digunakan untuk
menetapkan diagnosis dan memeriksa progresivitas penyakit. Tanda OA
lutut yang terlihat di hasil foto rontgen (Radiogical sign)
diklasifikasikan dalam beberapa tahap oleh Kellgren dan Lawrence
(1957).
Gambar 2.2 Klasifikasi OA menurut Kellgren dan Lawrence
(Kellgren dan Lawrence, 1957)Tahapan OA lutut menurut Kellgren dan
Lawrence dilihat dari gambaran foto rontgen, yaitu:a. Tahap 0Pada
tahap 0 tidak tampak abnormalitas pada sendi lutut.b. Tahap 1Pada
tahap 1 mulai ada pembentukan osteofit pada eminences.c. Tahap 2
Pada tahp 2 ada penyempitan moderate celah sendi dan sklerosis
sedang subchondral.d. Tahap 3Pada tahap 3 ada penyempitan celah
sendi >50%, condilus femur tampak membulat, sklerosis
subchondral yang parah dan banyak osteofit.
e. Tahap 4Pada tahap 4 ada kerusakan sendi, obliterasi celah
sendi, ada subchondral cysts di caput tibia dan condilus femur,
tibial head dan ada posisi subluksasi (Kellgren dan Lawrence,
1957).
4) Kriteria klasifikasi OA lutut menurut AltmanTABEL 2.1KRITERIA
KLASIFIKASI OSTEOARTRITIS LUTUTLaboratorium dan klinisKlinis dan
radiografiKlinis
Nyeri lutut ditambah setidaknya memiliki 5 dari 9 kriteria:-
umur >50 tahun- kekakuan