PRESENTASI KASUS KOLELITIASIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RSUD Saras Husada Purworejo Disusun Oleh : Ghinna Septhiana Pratiwi 20100310160 Pembimbing : dr. Syamsul Burhan, Sp. B SMF BEDAH RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PRESENTASI KASUS
KOLELITIASIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Penyakit Dalam RSUD Saras Husada Purworejo
Disusun Oleh :
Ghinna Septhiana Pratiwi
20100310160
Pembimbing :
dr. Syamsul Burhan, Sp. B
SMF BEDAH
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
1
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
KOLELITIASIS
Telah disetujui pada tanggal Januari 2015
Oleh :
Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bedah
dr. Syamsul Burhan, Sp. B
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini kolelitiasis masih merupakan salah satu penyakit
gastrointestinal yang sering ditemui. Di beberapa negara barat dilaporkan bahwa
keluhan yang berkaitan dengan penyakit batu empedu dan komplikasinya merupakan
penyebab terbanyak perawatan untuk kelompok kelainan gastrointestinal. Meskipun
sebagian besar pengidap batu tanpa gejala, manakala simtom muncul tidak jarang
berlanjut dengan masalah dan penyulit yang penatalaksanaannya membutuhkan biaya
tinggi. Diperkirakan sedikitnya sekitar 10% populasi di negara barat mengidap
penyakit batu empedu. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lebih dari 20 juta
penduduk memiliki batu empedu, dan tercatat sebanyak 700.000 tindakan operasi
kolesistektomi dilakukan setiap tahun. Prevalensi ini tampaknya juga berkaitan
dengan ras, karena didapatkan angka sangat fantastis pada suku indian, yaitu sekitar
20%.
Di Indonesia belum diketahui angka pasti pengidap batu empedu, tetapi
sebuah studi populasi di sebuah area sub-urban ( depok, jawa barat ) yang dilakukan
tahun 2000 mendapatkan angka 3,6%. Insidens penyakit batu empedu dan penyakit
saluran empedu lainnya di indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di
negara lain di asia tenggara dan sejak tahun 1980-an berkaitan erat dengan cara
mendiagnosis dengan menggunakan ultrasonografi. Tipe batu empedu di Indonesia
yang lebih umum adalah batu kolesterol, namun insidens batu pigmen lebih tinggi
dibanding yang terdapat di negara barat. Di indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan
perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kolelithiasis
Kolelitiasis adalah massa inorganik yang terbentuk di dalam kandung empedu,
kadang-kadang di dalam duktus koledokus atau duktus hepatikus. Sinonimnya adalah
batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kandung empedu merupakan kantong
berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat yang terletak tepat di bawah
lobus kanan hati. Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan
empedu. Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin, yang terdiri dari kalsium bilirubinat, dan batu campuran.
B. Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk seperti
buah advokat, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm,
terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh
jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot
polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.
Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus, dan kolum. Fundus
berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit memanjang di atas tepi
hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian
4
sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika. Empedu
yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam kandung empedu.
Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak diantara lobulus hati.
Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan membawanya ke
saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus.
Duktus tersebut keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri yang kemudian segara bersatu membentuk duktus hepatikus komunis
(common hepatic duct). Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus (common bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke
dalam intestinum. Pada sebagian besar orang, duktus koledokus bersatu dengan
duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar)
sebelum bermuara ke duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula
dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi.
C. Fisiologi Kandung Empedu
Kandung empedu berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Kapasitas
kandung empedu adalah 30-50ml empedu. Empedu yang ada di hati akan dikeluarkan
di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh
hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air
dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam
kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat
disekresikan pertama kalinya oleh hati.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah
makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke
duodenum. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum,
yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan
kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah
dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan
maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu
secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi
oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan
5
hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu
serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi.
Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan
makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu
meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk
membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus
besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan
serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari
tubuh.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak
10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam
usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi
berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya
dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam
feses.
D. Etiologi Kolelithiasis
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui
secara pasti, namun beberapa diduga menjadi faktor predisposisi :
- Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, pembentukan batu
empedu terjadi karena adanya peningkatan saturasi kolesterol bilier.
- Kegemukan merupakan faktor yang signifikan untuk terjadinya batu
kandung empedu. Pada keadaan ini hepar memproduksi kolesterol yang
berlebih, kemudian dialirkan ke kandung empedu sehingga konsentrasinya
dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh. Keadaan ini merupakan
faktor predisposisi terbentuknya batu
- Orang dengan usia lebih dari 40 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda. Hal ini
6
terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya
sintesis asam empedu.Selain itu adanya proses aging, yaitu suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
- Makanan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak
hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan
komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan
empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama
kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan
yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu
dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
E. Tipe Batu Empedu
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan
batu terutama yang tersusun dari kolesterol (Smeltzer dan Bare, 2002). Komposisi
dari batu empedu merupakan campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan
matriks inorganik.
1. Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari seluruh beratnya,
sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol sering mengandung
kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni biasanya
agak lunak dan adanya protein menyebabkan konsistensi batu empedu menjadi
lebih keras.Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan
empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika
kolesterol dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama
kelamaan menjadi batu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk
empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam
empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung
menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan
peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan
supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah
empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh
7
kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan
sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
2. Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri
dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat, dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat
dalam batu pigmen dalam jumlah yang kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam
dan 10- 30% dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua
yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam
kalsium dari bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin
dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat
mengandung garam kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang
bervariasi. Batu pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau
penyakit hemolitik kronik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen
coklat sering dihubungkan dengan kejadian infeksi. Batu pigmen akan terbentuk
bila pigmen tak terkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi
(pengendapan) sehingga terjadi batu.
F. Patogenesis Batu Empedu
Patogenesis terbentuknya batu kolesterol diawali adanya pengendapan
kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Batu kolesterol terbentuk ketika
8
konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk
mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya
membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang
yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal
kolesterol dan agregasi serta proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi
akibat peningkatan sekresi kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau
keduanya.
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu,
malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim b-glucuronidase bakteri dan
manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada
pasien dinegara Timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk
bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. enzim
b-glucuronidase bakteri berasal kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu.
Enzim ini dapat dihambat glucarolactone yang kadarnya meningkat pada pasien
dengan diet rendah protein dan rendah lemak.
Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis,
penyakit hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen hitam terjadi
akibat melimpahnya bilirubin tak terkonyugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini
disebabkan karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi
bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi.
Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium
bebas membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses
adifikasi yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini
merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat
dengan musin tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya
batu.
Patogenesis batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris
yang terinfeksi. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding
batu pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dan kolesterol
yang sangat jenuh. Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu
pigmen coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut
tidak dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri.
Kondisi stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat.
9
Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran empedu,
bakteri memproduksi enzim b-glucuronidase yang kemudian memecah bilirubin
glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi
phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam empedu. Phospholipase A-1 mengubah
lesitin menjadi asam lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah
garam empedu menjadi asam empedu bebas. Produk-produk tersebut kemudian
mengadakan ikatan dengan kalsium membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium
bilirubinat, garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol
membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen
bilirubin.
G. Gambaran Klinis
Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang
mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat
mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu
itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh
batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti
rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen
dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang
berlemak atau yang digoreng.
Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri dan kolik
bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien
yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada
duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan
menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran
kanan atas, pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah
mengkonsumsi makanan dalam porsi besar. Gejala kedua yang dijumpai pada pasien
kolelitiasis ialah ikterus yang biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah
satu gejala khas dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu
penyerapan empedu oleh darah yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna
kuning sehingga terasa gatal-gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin
yang berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian
gejala terakhir terjadinya defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan
10
vitamin A, D, E dan K karena obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin
K dapat menghambat proses pembekuan darah yang normal.
H. Gambaran Laboratoris
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan padapenderita batu empedu di
antaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hati dan
kadar amilase serta lipase serum. Pada episode kolik biliaris, sebagian besar penderita
mempunyai hasil laboratorium yang normal. Tetapi bila disertai komplikasi dapat
menunjukkan leukositosis dan peningkatan kadar enzim hati (aspartat