PRESENTASI KASUSKEJANG DEMAMDisusun Untuk Memenuhi Sebagian
Syarat Mengikuti Ujian Program
Pendidikan Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Anak
Disusun oleh :
Putri pratiwi Hidayat20090310052Diajukan Kepada :
dr. Heru Wahyono, Sp.ABAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD SETJONEGORO WONOSOBOPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI
KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013LEMBAR PENGESAHANPRESENTASI KASUS
KEJANG DEMAMTelah dipresentasikan pada tanggal:
Yang disetujui oleh:
Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Setjonegoro Wonosobodr. Heru Wahyono, Sp.A
KATA PENGANTARAssalamualaikum. Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan nikmat, petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus Kejang
Demam.
Presentasi kasus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang tak ternilai kepada:
1. dr. H. Heru Wahyono, Sp.A, selaku dosen pembimbing yang telah
mengarahkan dan membimbing dalam menjalani Stase Ilmu Kesehatan
Anak serta dalam penyusunan kasus ini.
2. dr. Handayani, M.Sc, Sp.A, atas bimbingan dan bantuannya
selama menjalani kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak 3.
Semua perawat bangsal Dahlia, Perinatal, NICU,PICU, dan Poli Anak
di RSUD Setjonegoro Wonosobo
4. Teman coass stase anak periode 47 terimakasih atas dukungan
dan kerjasamanyaDalam penyusunan presentasi kasus ini masih banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan
datang.
Wassalamualaikum. Wr. WWonosobo, 25 November 2013Putri Pratiwi
HidayatBAB I
STATUS PASIENA. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Muhammad IlyasJenis kelamin : Laki-lakiUmur : 15
BulanBerat badan : 11 kgAlamat : MojotengahTanggal masuk RS : 19
November 2013Tanggal keluar RS : 23 November 2013B. ANAMNESA
1. Keluhan
Keluhan Utama : KejangKeluhan Tambahan : Demam, batuk, dan
pilek2. Riwayat Penyakit SekarangSeorang anak datang dengan keluhan
kejang. Kejang terjadi 2 kali. Kejang pertama terjadi dirumah pada
jam 09.30, kejang terjadi seluruh tubuh dengan lama kejang 5 menit,
kejang didahului demam tinggi. Kejang kedua terjadi saat perjalanan
ke RS pada jam 21.30 lama kejang 5 menit, kejang hanya pada tangan
dan kaki saja. Pasien juga mengalami pilek sejak 4 hari, batuk
sejak kemarin pagi. Riwayat kejang sebelumnya disangkal. Tidak ada
riwayat trauma sebelumnya. Tidak ada keluhan muntah, BAB cair,
kurang makan maupun minum. 3. Riwayat Penyakit DahuluTidak penah
dirawat di RS dan tidak ada riwayat kejang sebelumnya.4. Riwayat
Penyakit Keluarga
Riwayat kejang atau epilepsy pada anggota keluarga disangkal.5.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a. Antenatal
Saat hamil ibu tidak pernah menderita sakit. Ibu memeriksakan
kehamilanya secara rutin.b. Natal/ PersalinanIbu melahirkan bayi
secara normal, spontan dengan usia kehamilan 9 bulan dengan BBL
2700 gram di Rumah Sakit, tidak ada kelainan kongenital
c. Post Natal
Bayi dalam keadaan sehat.
Kesimpulan: ANC teratur, usia kehamilan cukup dan berat lahir
normal.
6. Riwayat Makan dan Minum :Asi eksklusif. Sampai saat ini anak
masih mengkonsumsi asi ditambah MPASI MPASI berupa nasi tim dengan
campuran lauk daging ayam, sayur, tempe, telur.Kesimpulan: ASI
eksklusif, MPASI cukup baik.
7. Riwayat pertumbuhan dan perkembanganTiap bulan berat badan
cenderung naik. Rutin ke posyadu. Tidak pernah ditemukan kelainan
ataupun ketertinggalan dalam pertumbuhan
Kesimpulan: Riwayat pertumbuahan dan perkembangan baik sesuai
usia8. Riwayat imunisasiBCG, Hepatitis B, DPT, Polio, Campak
imunisasi lengkap sesuai PPI ( Pengembangan ProgramImunisasi).
Kesimpulan Riwayat Imunisasi Lengkap9. Riwayat Sosial, ekonomi
dan lingkungan :
a. Tinggal di lingkungan pedesaan.b. Bapak sebagai wiraswasta
dan ibu sebagai ibu rumah tangga10. Anamnesis Sistem
a. Sistem cerebrospinal: Kejang, demam, tidak ada truma dan
tidak mengalami penurunan kesadaranb. Sistem kardiovaskuler: tidak
ada kebiruan dan tidak sesakc. Sistem pernafasan: terdapat batuk
dan pilek, tidak ada sesak nafasd. Sistem gastrointestinal: tidak
muntah, tidak BAB caire. Sistem urogenital: tidak ada keluhan
dengan BAKf. Sistem integumentum: suhu raba panas, tidak pucat,
turgor kulit baikg. Sistem musculoskeletal: tidak ada kelemahan
anggota gerakC. Pemeriksaan Fisik
1. Status GeneralisKesadaran : CMKeadaan Umum : tampak lemah
2. Vital Sign :
t : 39oCNadi : frek 98, simetri kanan kiri, isi cukup kuat RR :
28 kpmTD : tidak diukur3. Status Gizi
BB : 11 kg, Umur : 15 bulan
Menurut klasifikasi status gizi anak BALITA, berdasarkan (BB/U)
padaanak laki-laki, termasuk gizi baik4. Pemeriksaan kepala
a. Kepala : bentuk mesochepalb. Wajah: Simetris, tidak ada
tanda-tanda radang c. Mata: konjungtiva tak anemis, tidak ikterik,
pupil isokor, terdapat reflek cahaya d. Hidung: nafas cuping hidung
tidak ada, terdapat sekret/ inguse. Mulut: bibir tidak pucat, tak
tampak sianosis, lidah tidak kotor 5. Pemeriksaan leher: limfonodi
tak membesar6. Pemeriksaan thorak
Paru paru :1) Inspeksi
Simetris kanan kiri, tidak ada deformitas, tidak ada ketinggalan
gerak, tidak ada retraksi dinding dada.
2) Palpasi
Fokal fremitus seimbang antara paru-paru kanan dan kiri. tidak
ada pembesaran limfonodi axilaries.
3) Perkusi
Seluruh lapang paru sonor, batas atas hepar SIC VI midclavicula
kanan.4) Auskultasi
Suara dasar paru vesikuler, tak ada suara tambahan di semua
lapang paru
Jantung :1) Inspeksi: Ictus cordis tak terlihat2) Palpasi: Ictus
cordis tak teraba
3) Perkusi: Batas Jantung
Kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis dextra
Kanan bawah: SIC IV LPS dextra
Kiri atas: SIC II Linea Mid Clavicula sinistra
Kiri bawah: SIC IV LMC sinistra4) AuskultasiSI-SII reguler,
tidak terdapat bising jantung, murmur maupun gallop.7. Abdomen
1) Inspeksi : flat, dinding perut sejajar dengan dinding dada.
2) Auskultasi : terdengar bising usus.
3) Perkusi: Timpani, tidak ada suara pekak beralih.8. Palpasi :
Supel, hepar dan lien tidak teraba9. Pemeriksaan ekstremitas
Superior : tidak ada deformitas, tidak tedapat nyeri gerak aktif
dan pasif. Akral hangat dan tidak udem.
Inferior : tidak terlihat adanya deformitas, gerakan terbatas
nyeri ketika digerakkan. Akral hangat dan tidak udem.
10. Tanda Rangsang Meningeal
Tidak ada kaku kuduk, tanda bruzinski I dan II negatif, tak ada
tanda kernique maupun lasique.11. Pemeriksaan Nervus Cranial
Fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap dalam
batas normal.D. Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium darah
Hemoglobin: 13,0
( 13,2- 17,3 ) g/dLLekosit
: 18,0
( 4,5 13,0 ) 10^3 /uL
Eusinofil
: 0,30
( 2,00 4,00) %
Basofil
: 0,10
( 0 1 ) %
Netrofil
: 65,20
( 50 70 ) %
Limfosit
: 26,70
( 25 40 ) %
Monosit
: 7,40
( 2 8 ) %
Hematokrit: 39
( 40-52 ) %
Eritrosit
: 4,9
(4,40 5,90) 10^6 /uLTrombosit: 450
( 150 400 ) 10^3 / uL
MCV
: 79
( 80 100 ) fl
MCH
: 26
( 26 34 ) pg
MCHC
: 34
( 32 36 ) g/dLKimia Klinik
GDS (20/11/2013): 110
( 70 150 ) mg/dLE. Usulan Pemeriksaan Pemeriksaan elektrolit,
EEG dan saturasi oksigenF. PermasalahanPost kejang 2 kali, demam,
batuk, pilek, status gizi baik.G. Hipotesis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium
maka dapat dibuat diagnosis kerja: Kejang Demam Kompleks
Rhynopharingitis Status gizi baik
H. Penatalaksanaan1. Rawat inap di Rumah Sakit, perawatan di
ruang isolasi.
2. Terapi supportif:
Infus KAEN 4B 1000cc/24jam Oksigenasi dengan nasal canul
1L/menit
3. Terapi symtomatik batuk dan pilek4. Terapi kejang dengan
Luminal 2xpulv 1
5. Menstabilkan dan mempertahankan suhu badan agar tetap
normalParacetamol syr 3x1 sendok takar (bila perlu)
6. Profilaksis Cefixime syr 2x1/5 sendok takar
Cefotaxim 2x350mg/IV7. Tirah baring8. ASI dan MPASI
9. Edukasi (apabila pasien pulang atau rawat jalan) Apabila anak
demam segera diberikan obat penurun panas atau segera dibawa ke
Rumah Sakit dan rutin kontrol. Orang tua diberi obat diazepam
suppositoria dan diberitahukan tentang cara menggunakanya jika anak
mengalami kejang ulangan kemudian segera dibawa ke Rumah Sakit.I.
PrognosisQuo Ad Sanam, Vitam dan fungsionam: Dubia ad Bonam; jika
penatalaksaan baik dan tidak terjadi komplikasiJ. Follow
UpTanggalStatus PasienTerapi
20-11-13t: 39RR: 36HR: 120S/ demam (+) kejang (-), batuk (+),
pilek (+), muntah (-)
O/ KU: CM
Kepala: nafas cuping hidung -/-, sianosis (-)Leher : limfonodi
tak teraba
Thorax : simetri, retraksi (-/-)
P/ SDV +/+, ST -/- C/ BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Supel, BU (+)Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
DX/ KDK O2 nasal
Inf KAEN 4B 1100cc/24
Inj cefotaxim 3x350mg Cefixime 3xcth1/5
Oxopect 3xcth 1/5
Luminal PCT
21-11-13t: 38RR: 28HR: 98
S/ demam (+) kejang (-), batuk (+), pilek (+), muntah (-)
O/ KU: CM
Kepala: CA-/- SI -/-
nafas cuping hidung -/-, sianosis (-)Leher : limfonodi tak
teraba
Thorax : simetri, retraksi (-/-)
P/ SDV +/+, ST -/- C/ BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Supel, BU (+)Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
DX/ KDK Tx Lanjut
O2 off
22-11-13t : 37
RR : 28
HR : 98S/ demam (-) kejang (-), batuk (+), pilek (+), muntah
(-)
O/ KU: CM
Kepala: CA-/- SI -/-
nafas cuping hidung -/-, sianosis (-)Leher : limfonodi tak
teraba
Thorax : simetri, retraksi (-/-)
P/ SDV +/+, ST -/- C/ BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Supel, BU (+)Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
DX/ KDK Tx ganti PO Periksa status gizi
23-11-13
t : 36,5
HR : 104
RR : 28
S/ demam (-) kejang (-), batuk (-), pilek (-), muntah (-)
O/ KU: CM
Kepala: CA-/- SI -/-
nafas cuping hidung -/-, sianosis (-)Leher : limfonodi tak
teraba
Thorax : simetri, retraksi (-/-)
P/ SDV +/+, ST -/- C/ BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Supel, BU (+)Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+
DX/ KDK BLPL
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang berhubungan
dengan demam (suhu rektal lebih dari 38oC) tanpa adanya infeksi
sistem saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut. Biasanya
terjadi pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. B.
ETIOLOGI
Kejang demam dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Anak dengan kejang demam, 24% memiliki riwayat keluarga
kejang demam dan 4% memiliki riwayat keluarga epilepsy. Kejang
demam diwariskan secara autosomal dominan. Apabila salah satu orang
tua penderita dengan riwayat kejang demam sebesar 20%-22% dan
apabila ke dua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat
pernah menderita kejang demam maka risiko terjadi kejang demam
meningkat menjadi 59-64%, tetapi sebaliknya apabila kedua orang tua
tidak mempunyai riwayat kejang demam maka risiko terjadi kejang
demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu
dibandingkan ayah, yaitu 27% berbanding 7%. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi terjadinya kejang demam yaitu kejadian demam
ektrakranial, usia, faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat
pre-eklamsi pada ibu, hamil primi/ multipara, pemakaian bahan
toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia
kehamilan, partus lama, cara lahir), dan faktor postnatal (kejang
akibat toksik, trauma kepala).C. PATOFISIOLOGIUntuk mempertahankan
kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energy otak adalah glukosa
yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.Sel
dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keaadaan
normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainya, kecuali ion klorida (Cl-) Akibatnya konsentrasi
K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan
diluar sel neuron terdapat keaadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membrane dari sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini
diperlukan energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel.Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah
oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit
atau keturunan.
Pada keaadaan demam kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan
meningkatkan 20%. Pada seseorang anak berumur 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi difusi dari
ion Kalium maupun Natrium melalui membrane tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehinggan dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membrane
sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan
neurotransmitter dan terjadilah kejang.Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnyaambang kejang
seseotang anak menderita kejang pada kenaikkan suhu tertentu. Anak
dengan ambang kejang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38oCsedangkan pada anak dengan ambang kejang yang lebih tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.Terulangnya kejang
emam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga
dalam penanggulanya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai
patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu:1. Menurunya
nilai ambang kejang pada suhu tertentu
2. Cepatnya kenaikan suhu
3. Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan
4. Metabolisme meninggi kebutuhan otak akan O2 meningkat
sehingga sirkulasi darah bertambah dan terjadi
ketidakseimbangan
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum
berfungsinya dengan baik susunan syaraf pusat (korteks serebri).D.
DIAGNOSISKlasifikasi kejang demam menurut kriteria Nationall
Collaborative Perinatal Project adalah kejang demam sederhana
(simple febril seizure) dan kejang demam kompleks (complex febrile
seizure). Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama
kejangnya kurang dari 15 menit, umum, tonik dan atau klonik,
umumnya akan berhenti sendiri, dan tidak berulang pada satu episode
demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama
dari 15 menit baik bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau
kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang demam berulang
adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam.
Penggolongan tidak lagi menurut kejang demam sederhana dan epilepsi
yang diprovokasi demam tetapi dibagi menjadi pasien yang memerlukan
dan tidak memerlukan pengobatan rumat. Umumnya kejang demam pada
anak berlangsung pada permulaan demam akut, berupa serangan kejang
klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda
neurologi post iktal, Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat
memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral,
sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Pemeriksaan EEG
dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai
risiko untuk terjadinya epilepsi. Pemeriksaan pungsi lumbal
diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk
menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial, perdarahan
subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak
usia kurang dari 2 tahun yang menderita kejang demam.Tabel D.1.
Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks
No.KlinisKDsederhanaKDkompleks
1.Durasi< 15 menit15 menit
2.Tipe kejangumumfokal > umum
3.Berulang dalam 1 periode (24 jam)1 kali>1 kali
4.Defisit neurologis-
5.Riwayat keluarga kejang demam
6.Riwayat keluarga kejang tanpa demam
7.Abnormalitas neurologis sebelumnya
Kejadian kejang demam sederhana sebanyak 80%, sedangkan 20%
kasus adalah kejang demam kompleks. 8% berlangsung lama (lebih dari
15 menit). 16% berulang dalam waktu 24 jam. Kejang pertama
terrbanyak terjadi pada anak berusia 17-23 bulan dan lebih sering
pada anak laki-laki. Bila kejang demam sederhana yang pertama
terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam
kedua sebanyak 50%, dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi
setelah umur 12 bulan, risiko kejang demam ke dua turun menjadi
30%.E. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari
penyebab kejang demam. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer
lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin
atau feses. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari
penyebab demam,. 2. Pungsi lumbalPemeriksaan Kejang dengan suhu
badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain, seperti
meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin
bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6-6,7%. Pungsi
lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi usia kurang dari 12 bulan: sangat dianjurkan
b. Bayi usia 12-18 bulan: dianjurkan
c. Bayi usia lebih dari 18 bulan tidak rutin dilakukan
Kontraindikasi dilakukanya pungsi lumbal yaitu:
a. Kenaikan tekanan intra-kranial yang ditandai oleh penurunan
kesadaran
b. Terdapat tanda deficit neurologi,
c. Gangguan dan kelemahan pada sistem kardiorespirasi
d. Perdarahan diathesis
Jika ditemukan tanda-tanda adanya kontraindikasi seperti diatas
berikan antibiotic segera. Studi prospektif pada populasi menemukan
kejadian infeksi meningitis bacterial sebanyak 18% terjadi pada
anak dengan demam status epileptikus.3. Elektroensefalografi
(EEG)Pemeriksaan elektroensefalogram tidak direkomendasikan. Karena
EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsy pada pasien kejang demam. EEG masih
dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya: kejang
demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang
demam fokal.4. Radiologi
Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada
indikasi misalnya:
a. Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefali,
spastisitas)
b. Terdapat tanda peningkatan tekanan intracranial (kesadaran
menurun, muntah berulang, UUB menonjol, paresis nervus VI, edema
papilla)
F. PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan kejang demam pada anak
adalah untuk:a. Mencegah kejang demam berulang
b. Mencegah status epilepsi
c. Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasid. Normalisasi
kehidupan anak dan keluarga1. Pengobatan Fase Akut
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang,
prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas tetap terbuka.
Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah
aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi
dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan
pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan
intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus
diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat
(diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/ kg BB,
4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4 kali sehari).
Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, meskipun jarang. Antipiretik pilihan adalah
parasetamol 10-15mg/kg/BB yang sama efektifnya dengan ibuprofen
5-10mg/kg/BB dalam menurunkan suhu tubuh.Saat ini diazepam
merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut, karena
diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat
diberikan secara intravena atau rektal jika diberikan intramuskular
absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3-0,5 mg/kg
BB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu
3-5 menit, dengan dosis maksimal 20mg, diberikan secara intravena
pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal
pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang,
diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kg/BB
atau 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat
badan lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal aman dan
efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila
diazepam tidak tersedia, dapat diberikan luminal suntikan
intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk
usia 1 bulan 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1
tahun.Kejang yang masih belum berhenti dengan diazepam rektal dapat
diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dalam interval waktu
5 menit. bila dua kali dengan diazepam rectal masih kejang,
dianjurkan kerumah sakit, dan disini dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan
1mg/kgBB/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan
fenitoin kejag belum berhenti maka pasien harus dirawat diruang
rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam dan faktor
risikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks.Pemakaian
diazepam oral dosis 0,3 mg/kg BB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3-2/3 kasus), begitu pula
dengan diazepam rectal dosis 0,5 mg/kg BB setiap 8 jam pada suhu
>38,5oC. dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazin, dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.2. Pengobatan Rumatan
Indikasi pemberian obat rumat bila kejang demam demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):a. Sebelum kejang
demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan
neurologis, misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral,
retardasi mental, hidrosefalus.b. Terdapat riwayat kejang tanpa
demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara
kandung.
c. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti
kelainan neurologis sementara atau menetap.
d. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan.
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak
nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan
indikasi. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa
anak mempunyai focus organic.Antikonvulsan profilaksis terus
menerus diberikan selama 1 2 tahun setelah kejang terakhir,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 2 bulan. Pemberian
profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya
kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi
di kemudian hari. Pemberian fenobarbital 3 4 mg/kg BB perhari
dengan kadar sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang
bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping
fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif
ditemukan pada 3050 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat
dikurangi dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan
adalah asam valproat yang memiliki khasiat sama dibandingkan dengan
fenobarbital. Dosis asam valproat adalah 15 40 mg/kg BB perhari.
Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan
alopesia. Fenitoin dan karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis
terus menerus. Millichap merekomendasikan beberapa hal dalam upaya
mencegah dan menghadapi kejang demam:a. Orang tua atau pengasuh
anak harus diberi cukup informasi mengenai penanganan demam dan
kejang.
b. Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam
dosis 0,5 mg/kg BB perhari, per oral pada saat anak menderita
demam. Sebagai alternatif dapat diberikan profilaksis terus menerus
dengan fenobarbital.
c. Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
d. Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi,
pemberian sebaiknya dibatasi sampai 612 bulan kejang tidak berulang
lagi dan kadar fenoborbital dalam darah dipantau tiap 6 minggu3
bulan, juga dipantau keadaan tingkah laku dan psikologis anak.
G. FAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSIFaktor risiko kejang demam
yang dapat menjadi epilepsy adalah:1. Kelainan neurologis atau
perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama2. Kejang demam
kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4-6%, Kombinasi dari faktor risiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsy menjadi 10%-49%. Kemungkinan
menjadi epilepsy dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.H. PROGNOSISKejadian kecacatan atau kelainan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Penelitian lain secara retrospekktif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada
kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun
fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.BAGAN
PENATALAKSANAAN KEJANG DEMAM
PENJELASAN:1. Bila kejang berhenti, tetapi profilaksis
intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan bagaiman a faktor resikonya2. Pemberian
fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena (20 menit) dicampur
dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping
aritmia dan hipotensi.
BAB IIIPEMBAHASAN
Kasus kejang demam pada anak An. MI/ 15 bulan merupakan kejang
demam kompleks, sesuai temuan anamnesa yaitu anak kejang 2x dalam
satu periode atau 24 jam. Penyebab dari demam dimungkinkan karena
infeksi pada saluran pernafasan anak yang menimbulkan gejala batuk
dan pilek. Pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan neurologi
maupun tanda-tanda meningitis. Status gizi pada anak baik. Diet
pilihan untuk pasien ini adalah ASI dan MPASI.Pemeriksaan
laboratorium darah rutin ditemukan angka leukosit yang meningkat
atau leukositosis. Hal ini memberikan kesan bahwa pasien terkena
infeksi yaitu pasien mengalami batuk dan pilek yang bisa jadi
merupakan et causa kejang demam pada pasien ini. Penatalaksanaan
kejang kasus ini adalah memberikan obat profilaksis anti konvulsi
rumatan yaitu luminal 2x30mg yang bertujuan mencegah berulangnya
kejang demam. Pengobatan profilaksis ini diberikan karena pasien
mengalami kejang 2x dalam 1 periode/24 jam, sehingga pemberian
dosis rumatan direkomendasikan. Pemberian antibiotik cefotaxim
2x350mg/IV berguna untuk mengobati infeksi bakteri yang menyebabkan
infeksi pada saluran pernafasan atas. Obat penurun panas untuk
pasien pada kasus ini adalah paracetamol sirup, diminum jika anak
demam. Demam yang tinggi dan tidak segera diobati akan memicu
timbulnya kejang. Obat batuk dan pilek diberikan untuk mengurangi
keluhan pada pasien, sehingga pasien dapat beristirahat dengan
lebih nyaman.Edukasi orang tua pasien ketika pasien pulang atau
rawat jalan seharusnya dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran
orang tua dan juga membantu program terapi agar pasien dapat sembuh
total dan demam tidak terjadi lagi. Pasien diberi penjelasan
tentang cara merawat anak selama di rumah serta dimotivasi agar
rutin kontrol karena pengobatan berlangsung lama.BAB
IVKESIMPULAN
1. Kejang demam pada pasien merupakan kejang demam kompleks
karena terjadi 2x dalam 24 jam.
2. Penyebab dari demam dimungkinkan karena infeksi pada saluran
pernafasan anak yang menimbulkan gejala batuk dan pilek3. Status
gizi pasien termasuk kategori gizi baik4. Pemberian obat
profilaksis antikonvulsi rumatan bertujuan mencegah berulangnya
kejang demam. Diberikan terus menerus sampai 1 tahun bebas kejang
dan diturunkan dosisnya 1-2 bulan berikutnya.5. Pemberian
obat-obatan untuk penatalaksanaan kejang demam pada anak, harus
dipertimbangkan antara khasiat terapeutik obat dan efek
sampingnya.6. Jenis antibiotic yang diberikan pada pasien ini
adalah antibiotic berspektrum luas yaitu golongan sefalosporin
generasi ketiga.
7. Diet ASI dan MPASI disesuaikan dengan jumlah kebutuhan kalori
pasien.8. Edukasi pada orang tua sangat penting untuk membantu
keberhasilan terapi.DAFTAR PUSTAKA
1. Antonius H, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jilid 1.2. Deliana, M. Tata Laksana Kejang Demam
pada Anak. Sari Pediatri, vol 4, No. 2, September 2002: 59-62
3. IDAI.2005.Konsensus Penanganan Kejang Demam: Unit Kerja
Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia4. Lynette G and
Ingrid E. Febrile Seizures. BMJ 2007;334;307-311;
Http://bmj.com/cgi/content/full/334/7588/3075. Millichap JG.
Progress in pediatric neurology II, Chaniago: PNB, 1994; 16-9.6.
Saing B. Faktor pada kejang demam pertama yang berhubungan dengan
terjadinya kejang demam berulang (Studi selama 5 tahun). Medan:
Balai Penerbit FK-USU, 1999:144.
Diazepam rectal
0,5-0,75mg/kgBB atau
Berat badan 10kg: 10mg
Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kg
KEJANG
KEJANG
Diazepam rectal
Di Rumah Sakit
KEJANG
Diazepam IV
Kecepatan 0,5-1mg/menit (3-5 menit)
Depresi pernafasan dapat terjadi
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke Ruang Intensif
i